20
LAPORAN PENDAHULUAN CEDERA KEPALA Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Praktik Keperawatan Gawat Darurat Dosen Pembimbing : Wahyu Hidayati, M.Kep, Sp. KMB Disusun oleh : Arnindya Kanti Prasasti (G2B009001) PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

LP Cedera Kepala

  • Upload
    endo

  • View
    202

  • Download
    1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

LP Cedera Kepala

Citation preview

Page 1: LP Cedera Kepala

LAPORAN PENDAHULUAN

CEDERA KEPALA

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Praktik Keperawatan Gawat Darurat

Dosen Pembimbing :

Wahyu Hidayati, M.Kep, Sp. KMB

Disusun oleh :

Arnindya Kanti Prasasti (G2B009001)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

Page 2: LP Cedera Kepala

A. Pengertian

Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara langsung

atau tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan Luka di kulit kepala,

fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak, dan kerusakan jaringa otak itu sendiri,

serta mengakibatkan gangguan neurologis. (Ayu, 2010)

Menurut lokasi trauma, cedera kepala dapat dibagi menjadi trauma kulit

kepala, tengkorak dan otak. Cedera kepala yang paling sering terjadi dan

menyebabkan penyakit neurologhik yag cukup serius diakibatkan oleh kecelakaan di

jalan raya. Risiko utama pasien dengan cedera kepala adalah kerusakan otak akibat

perdarahan atau pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera dan

memnyebabkan peningkatan tekanan intrakranial. (Smeltzer dan Bare, 2002).

Cedera kulit kepala menyebabkan infeksi intrakranial. Trauma di bagian ini

dapat menyebabkan abrasi, kontusio, laserasi atau avulsi. Suntikan prokain melalui

subkutan dapat membuat luka menjadi mudah dibersihkan dan diobati. Daerah luka

diirigasi untuk mengeluarkan benda asing dan meminimalisir masuknya

mikroorganisme yang menyebabkan infeksi.

Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang tengkorak yang

disebabkan oleh trauma. Hal ini dapat terjadi disertai atau tanpa kerusakan otak.

Adanya fraktur tengkorak biasanya dapat menimbulkan dampak tekanan yang kuat.

Fraktur tengkorak diklasifikasikan menjadi terbuka dan tertutup. Jika terjadi fraktur

tengkorak terbuka dipastikan lapisan duramater otak rusak, namun jika fraktur

tengkorak tertutup, duramater kemungkinan tidak rusak. ((Smeltzer dan Bare, 2002).

Jenis cedera kepala berdasarkan lokasi terjadinya yang terakhir adalah cedera

otak. Otak merupakan salah satu bagian terpenting dalam tubuh kita dan kejadian

minor dapat membuat otak mengalami kerusakan yang bermakna. Otak menjadi tidak

dapat menyimpan oksigen dan glukosa jika mengalami kerusakan yang cukup

bermakna. Sel-sel serebral membutuhkan suplai darah terus-menerus untuk

memperoleh makanan. Kerusakan otak tidak dapat pulih dan sel-sel mati diakibatkan

karena darah yang mengalir berhenti hanya beberapa menit saja, dan kerusakan

neuron tidak dapat mengalami regenerasi.

Menurut tingkat keparahannya, cedera kepala dibagi menjadi tiga (Kapita

Selekta Kedokteran, 2000), antara lain :

a. Cedera kepala ringan (kelompok risiko rendah)

- Skor skala koma Glasgow 15 (sadar penuh, orientatif, atentif)

Page 3: LP Cedera Kepala

- Tidak kehilangan kesadaran

- Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang

- Pasien dapat mengeluh pusing dan nyeri kepala

- Pasien dapat menderita abrasi, laserasi, dan hematoma kulit kepala

- Tidak ada kriteria cedera sedang atau berat

b. Cedera kepala sedang (kelompok risiko sedang)

- Skor skala koma Glasgow 9-14 (konfusi, letargi, atau stupor)

- Konkusi

- Amnesia pasca trauma

- Muntah

- Tanda kemungkinan fraktur kranium

- Kejang

c. Cedera kepala berat (kelompok risiko berat)

- Skor skala koma Glasgow 3-8 (koma)

- Penurunan derajat kesadaran secara progresif

- Tanda neurologis fokal

- Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi kranium

Anatomi otak

Sumber : brainfunctionz.com/brain-anatomy-pictures/

Page 4: LP Cedera Kepala

Anatomi lapisan otak

Sumber : www.ahliwasir.com/image-upload/detail_brain_layers.jpg

B. Etiologi

1. Trauma tajam

Kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah yang menyebabkan robeknya otak.

Misalnya tertembak peluru atau benda tajam

2. Trauma tumpul

Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya lebih berat sifatnya

3. Cedera akselerasi

Peristiwa gonjatan yang hebat pada kepala baik disebabkan oleh pukulan maupun

yang bukan pukulan.

4. Kontak benturan. Biasanya terjadi karena suatu benturan atau tertabrak suatu

obyek.

5. Kecelakaan lalu lintas

6. Jatuh

7. Kecelakaan kerja

8. Serangan yang disebabkan karena olahraga

9. Perkelahian

(Smeltzer, Bare, 2002 & Long, 1996)

Page 5: LP Cedera Kepala

C. Patofisiologi

Cedera kepala yang terjadi waktu benturan, memungkinkan terjadinya memar

pada permukaan otak, laserasi cedera robekan, hemoragi, akibatnya akan terjadi

kemampuan autoregulasi cerebral yang menyebabkan hiperemia. Peningkatan salah

satu otak akan menyebabkan jaringan otak tidak dapat membesar karena tidak ada

aliran cairan otak dan sirkulasi dalam otak, sehingga lesi akan mendorong jaringan

otak. Bila tekanan terus meningkat akibatnya tekanan dalam ruang kranium juga akan

meningkat. Maka terjadilah penurunan aliran darah dalam otak dan perfusi jaringan

yang tidak adekuat, sehingga terjadi masalah perubahan perfusi serebral. Perfusi yang

tidak adekuat dapat menimbulkan vasodilatasi dan edema otak. Edema akan menekan

jaringan saraf sehingga terjadi peningkatan tekanan intrakranial (Price, 2005).

Dampak edema jaringan otak terhadap sistem tubuh lain, antara lain :

1. Sistem Kardiovaskuler

Trauma kepala bisa menyebabkan perubahan fungsi jantung mencakup

aktivitas atipikal miokardial, perubahan tekanan vaskuler dan edema paru.

Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T, P dan

disritmia, vibrilisi atrium serta ventrikel takikardia. Akibat adanya perdarahan

otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, di mana penurunan tekanan vaskuler

pembuluh darah arteriol berkontraksi. Aktivitas miokardium berubah termasuk

peningkatan frekuensi jantung dan menurunnya stroke work di mana pembacaan

pembacaan CVP abnormal. Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis

mempengaruhi penurunan kontraktilitas ventrikel. Hal ini bisa menyebabkan

terjadinya penurunan curah jantung dan meningkatkan atrium kiri, sehingga tubuh

akan berkompensasi dengan meningkatkan tekanan sistolik. Pengaruh dari adanya

peningkatan tekanan atrium kiri adalah terjadinya edema paru.

2. Sistem Respirasi

Adanya edema paru pada trauma kepala dan vasokonstriksi paru atau

hipertensi paru menyebabkan hiperapneu dan bronkho kontriksi. Terjadinya

pernafasan chynestoke dihubungkan dengan adanya sensitivitas yang meningkat

pada mekanisme terhadap karbondioksida dan episode pasca hiperventilasi apneu.

Konsenterasi oksigen dan karbondioksida dalam darah arteri mempengaruhi aliran

Page 6: LP Cedera Kepala

darah. Bila tekanan oksigen rendah, aliran darah bertambah karena terjadi

vasodilatasi, jika terjadi penurunan tekanan karbondioksida akan menimbulkan

alkalosis sehingga terjadi vasokontriksi dan penurunan CBF (Cerebral Blood

Fluid). Bila tekanan karbondioksida bertambah akibat gangguan sistem pernafasan

akan menyebabkan asidosis dan vasodilatasi. Hal tersebut menyebabkan

penambahan CBF yang kemudian terjadi peningkatan tingginya TIK.

Edema otak akibat trauma adalah bentuk vasogenik. Pada kontusio otak terjadi

robekan pada pembuluh kapiler atau cairan traumatic yang mengandung protein

yang berisi albumin. Albumin pada cairan interstisial otak normal tidak

didapatkan. Edema otak terjadi karena penekanan pembuluh darah dan jaringan

sekitarnya. Edema otak ini dapat menyebabkan kematian otak (iskemia) dan

tingginya TIK yang dapat menyebabkan terjadinya herniasi dan penekanan batang

otak atau medula oblongata. Akibat penekanan pada medulla oblongata

menyebabkan pernafasan ataksia dimana ditandai dengan irama nafas tidak teratur

atau pola nafas tidak efektif.

3. Sistem Genito-Urinaria

Pada trauma kepala terjadi perubahan metabolisme yaitu kecenderungan retensi

natrium dan air serta hilangnya sejumlah nitrogen. Retensi natrium juga

disebabkan karena adanya stimulus terhadap hipotalamus, yang menyebabkan

pelepasan ACTH dan sekresi aldosteron. Ginjal mengambil peran dalam proses

hemodinamik ginjal untuk mengatasi retensi cairan dan natrium. Setelah tiga

sampai 4 hari retensi cairan dan natrium mulai berkurang dan pasca trauma dapat

timbul hiponatremia. Untuk itu, selama 3-4 hari tidak perlu dilakukan pemberian

hidrasi. Hal tersebut dapat dilihat dari haluaran urin. Pemberian cairan harus hati-

hati untuk mencegah TIK. Demikian pula sangatlah penting melakukan

pemeriksaan serum elektrolit. Hal ini untuk mengantisipasi agar tidak terjadi

kelainan pada kardiovaskuler.

Peningkatan hilangnya nitrogen adalah signifikan dengan respon metabolic

terhadap trauma, karena dengan adanya trauma tubuh memerlukan energi untuk

menangani perubahan-perubahan seluruh sistem tubuh. Namun masukan makanan

kurang, maka akan terjadi penghancuran protein otot sebagai sumber nitrogen

utama. Hal ini menambah terjadinya asidosis metabolik karena adanya

metabolisme anaerob glukosa. Dalam hal ini diperlukan masukan makanan yang

Page 7: LP Cedera Kepala

disesuaikan dengan perubahan metabolisme yang terjadi pada trauma. Pemasukan

makanan pada trauma kepala harus mempertimbangkan tingkat kesadaran pasien

atau kemampuan melakukan reflek menelan.

4. Sistem Pencernaan

Setelah trauma kepala terdapat respon tubuh yang merangsang aktivitas

hipotalamus dan stimulus vagal. Hal ini akan merangsang lambung untuk terjadi

hiperasiditas. Hipotalamus merangsang anterior hipofise untuk mengeluarkan

steroid adrenal. Hal ini adalah kompensasi tubuh untuk menangani edema

serebral, namun pengaruhnya terhadap lambung adalah terjadinya peningkatan

ekskresi asam lambung yang menyebabkan hiperasiditas. Selain itu juga

hiperasiditas terjadi karena adanya peningkatan pengeluaran katekolamin dalam

menangani stress yang mempengaruhi produksi asam lambung. Jika hiperasiditas

ini tidak segera ditangani, akan menyebabkan perdarahan lambung.

5. Sistem Muskuloskeletal

Akibat utama dari cedera otak berat dapat mempengaruhi gerakan tubuh.

Hemisfer atau hemiplegia dapat terjadi sebagai akibat dari kerusakan pada area

motorik otak. Selain itu, pasien dapat mempunyai control volunter terhadap

gerakan dalam menghadapi kesulitan perawatan diri dan kehidupan sehari – hari

yang berhubungan dengan postur, spastisitas atau kontraktur.

Gerakan volunter terjadi sebagai akibat dari hubungan sinapsis dari 2 kelompok

neuron yang besar. Sel saraf pada kelompok pertama muncul pada bagian

posterior lobus frontalis yang disebut girus presentral atau “strip motorik “. Di sini

kedua bagian saraf itu bersinaps dengan kelompok neuron-neuron motorik bawah

yang berjalan dari batang otak atau medulla spinalis atau otot-otot tertentu.

Masing-masing dari kelompok neuron ini mentransmisikan informasi tertentu

pada gerakan. Sehingga pasien akan menunjukan gejala khusus jika ada salah satu

dari jaras neuron ini cedera.

Pada disfungsi hemisfer bilateral atau disfungsi pada tingkat batang otak, terdapat

kehilangan penghambatan serebral dari gerakan involunter. Terdapat gangguan

tonus otot dan penamilan postur abnormal, yang pada saatnya dapat membuat

komplikasi seperti peningkatan saptisitas dan kontraktur.

Page 8: LP Cedera Kepala

Pathway

Benturan Kepala

Trauma Robekan

Cedera jaringan otak jaringan sekitar tertekan

Hematoma

oedem

Vasodilatasi

TIK meningkat

Aliran darah ke otak menurun

Hipoksia penurunan kesadaran

Kerusakan pertukaran gas Kekacauan pola bahasa

Nafas dangkal Tak mampu berkata dengan baik

Gangguan rasa nyaman nyeri

Perubahan perfusi jaringan cerebral

Pola nafas tidak efektif

Gangguan persepsi

sensori

Gangguan komunikasi verbal

Page 9: LP Cedera Kepala

D. Manifestasi Klinis

1. Cedera kepala ringan

a. Kebingungan, sakit kepala, rasa mengantuk yang abnormal dan sebagian besar

pasien mengalami penyembuhan total dalam jam atau hari

b. Pusing, kesulitan berkonsentrasi, pelupa, depresi, emosi, atau perasaannya

berkurang dan cemas,kesulitan belajar dan kesulitan bekerja.

2. Cedera kepala sedang

a. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebingungan bahkan

koma

b. Gangguan kesadaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba defisit neurologik,

perubahan tanda-tanda vital, gangguan penglihatan dan pendengaran,

disfungdi sensorik, kejang oto, sakit kepala, vertigo dan gangguan pergerakan.

(Smeltzer & Bare, 2002)

3. Cedera kepala berat

a. Amnesia dan tidak dapat lagi mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah

terjadinya penurunan kesehatan.

b. Pupil tidak ekual, pemeriksaan motorik tidak ekual, adanya cedera terbuka,

fraktur tengkorak dan penurunan neurologik.

E. Pemeriksaan Penunjang

a. CT-Scan

Untuk melihat letak lesi dan adanya kemungkinan komplikasi jangka pendek.

b. MRI (Magnetic Resonance Imaging)

Menggunakan medan magnetik kuat dan frekuensi radio. Bila bercampur

gelombang yang dipancarkan tubuh, akan menghasilkan citra MRI yang dapat

digunakan unutk mendiagnosis tumor, infark atau kelainan lain di pembuluh

darah.

c. Angiografi serebral

Untuk menunjukkan kelainan lain sirkulasi serebral, seperti pergeseran

jaringan otak akibat edema, pendarahan trauma. Digunakan untuk

mengidentifikasi dan menentukan kelainan serebral vaskuler.

Page 10: LP Cedera Kepala

d. Angiografi Substraksi Digital

Suatu tipe angiografi yang menggabungkan radiografi dengan teknik

komputerisasi untuk memperlihatkan pembuluh darah tanpa gangguan dari tulang

dan jaringan lunak di sekitarnya.

e. ENG (Elektronistagmogram)

Pemeriksaan elektro fisiologis vestibularis yang dapat digunakan untuk

mendiagnosis gangguan sistem saraf pusat.

f. Lumbal Pungsi

Untuk menentukan ada tidaknya darah pada LCS harus dilakukan sebelum 6

jam dari saat terjadinya trauma

g. EEG

Memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang patologis

yang berkaitan dengan adanya lesi di kepala.

h. BAEK ( Brain Audition Euoked Tomografi)

Untuk menentukan fungsi korteks dan batang otak

i. Rontgen foto kepala

Untuk melihat ada tidaknya fraktur pada tulang tengkorak

j. GDA (Gas Darah Arteri)

Untuk mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang meningkatkan

TIK

F. Pengkajian Primer

o Pertanyaan mengenai riwayat terjadinya cedera, meliputi :

- Kapan cedera terjadi

- Apa penyebab cedera? Apakah obyek membentur kepala? Apakah pasien

sampai terjatuh?

- Dari mana arah dan kekuatan pukulan?

- Apakah sempat kehilangan kesadaran? Durasi periode tidak sadar? Apakah

pasien dapat dibangunkan? Adakah amnesia setelah cedera?

Page 11: LP Cedera Kepala

o Fokus Pengkajian

a. Tingkat kesadaran dan responsivitas. Tingkat kesadaran dan responsivitas

dikaji secara teratur karena perubahan pada tingkat kesadaran mendahului

semua perubahan tanda vital dan neurologik lain. Skala koma Glasgow

digunakan untuk mengkaji tingkat kesadaran berdasarkan tiga kriteria

pembukaan mata, respons verbal, dan respon motorik terhadap perintah verbal

atau stimulus nyeri.

b. Pemantauan tanda vital. Meskipun penyimpangan tingkat kesehatan pasien

adalah indikasi neurologik paling sensitif tentang ancaman bahaya, tanda vital

dipantau dalam interval sering untnuk mengkaji status intrakranial.

- Tanda peningkatan TIK meliputi pelambatan nadi, peningkatan tekanan

darah sistolik, dan pelebaran tekanan nadi.

- Pada saat kompresi otak meningkat, tanda vital cenderung sebaliknya.

Nadi dan pernafasan semakin cepat dan tekanan darah menurun.

- Peningkatan suhu drastis dianggap hal yang tidak menguntungkan,

karena hipertermia meningkatkan kebutuhan metabolisme otak dan

merupakan indikasi kerusakan batang otak. Suhu harus dipertahankan

dibawah 38 derajat Celcius.

- Takikardia dan hipotensi arteri dapat mengindikasikan perdarahan

sedang terjadi di tempat lain di tubuh.

c. Fungsi motorik. Fungsi motorik sering dikaji melalui observasi gerakan-

gerakan spontan, memerintahkan pasien meninggikan dan menurunkan

ekstremitas, dan membandingkan kekuatan dan kualitas genggaman tangan

dalam periodik waktu yang teratur.

- Jika pasien tidak menunjukkan gerakan spontan, maka respons stimulus

nyeri dikaji. Respons abnormal (respon motorik berkurang) mengarah

pada prognosis buruk.

- Kemampuan pasien untuk bicara dan kualitas bicara juga dikaji. Kapasitas

untuk bicara merupakan indikasi tingkat fungsi otak yang tinggi.

- Pembukaan mata secara spontan pada pasien dievaluasi.

- Ukuran dan kualitas pupil dan reaksinya terhadap cahaya. Dilatasi

unilateral dan respons pupil yang buruk merupakan indikasi adanya

pembentukan hematoma dengan tekanan lanjut pada syaraf kranial ketiga

karena pergeseran otak. Jika kedua pupil kaku dan berdilatasi, maka

Page 12: LP Cedera Kepala

diindikasikan ada cedera berlebihan dan kerusakan intrinsik pada batang

otak atas, yang merupakan tanda prognostik buruk.

o Pengkajian Primer

Pengkajian cepat untuk mengidentifikasi dengan segera masalah

actual/potensial dari kondisi life threatening (berdampak terhadap kemampuan

pasien untuk mempertahankan hidup). Pengkajian tetap berpedoman pada

inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi jika hal tersebut memungkinkan.

Prioritas penilaian dilakukan berdasarkan :

a. Airway (jalan nafas) dengan kontrol servikal

Kaji :

1) Bersihkan jalan nafas

2) Adanya/tidaknya sumbatan jalan nafas

3) Distress pernafasan

4) Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring

b. Breathing dan ventilasi

Kaji :

1. Frekuensi nafas, usaha nafas dan pergerakan dinding dada

2. Suara pernafasan melalui hidung atau mulut

3. Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas

c. Circulation dengan kontrol perdarahan

Kaji :

1) Denyut nadi karotis

2) Tekanan darah

3) Warna kulit, kelembaban kulit

4) Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal

d. Disability

Kaji :

1) Tingkat kesadaran

2) Gerakan ekstremitas

3) Glasgow coma scale (GCS), atau pada anak tentukan : Alert (A), Respon

verbal (V), Respon nyeri/pain (P), tidak berespons/unresponsive (U)

4) Ukuran pupil dan respons pupil terhadap cahaya

Page 13: LP Cedera Kepala

e. Exposure control

Kaji :

1) Tanda-tanda trauma yang ada

o Pengkajian Sekunder

1. Fahrenheit (suhu tubuh)

Kaji :

1. Suhu tubuh

2. Suhu lingkungan

2. Get Vital Sign/ Tanda-tanda vital secara kontiny

Kaji :

1. Tekanan darah

2. Irama dan kekuatan nadi

3. Irama, kekuatan dan penggunaan otot bantu

4. Saturasi oksigen

3. Head to assesment (pengkajian dari kepala sampai kaki)

Pengkajian Head to toe

a. Riwayat Penyakit

o Keluhan utama dan alasan klien ke rumah sakit

o Lamanya waktu kejadian sampai dengan dibawah ke rumah sakit

o Tipe cedera, posisi saat cedera, lokasi cedera

o Gambaran mekanisme cedera dan penyakit seperti nyeri pada organ

tubuh yang mana, gunakan : provoked (P), quality (Q), radian (R),

severity (S) dan time (T)

o Kapan makan terakhir

o Riwayat penyakit lain yang pernah dialami/operasi

pembedahan/kehamilan

o Riwayat pengobatan yang dilakukan untuk mengatasi sakit sekarang,

imunisasi tetanus yang dilakukan dan riwayat alergi klien.

o Riwayat keluarga yang mengalami penyakit yang sama dengan klien

c. Pengkajian kepala, leher dan wajah

o Periksa wajah, adakah luka dan laserasi, perubahan tulang wajah dan

jaringan lunak, adakah perdarahan serta benda asing.

Page 14: LP Cedera Kepala

o Periksa mata, telinga, hidung, mulut. Adakah tanda-tanda perdarahan,

benda asing, deformitas, laserasi, perlukaan serta adanya keluaran

o Amati bagian kepala, adakah depresi tulang kepala, tulang wajah,

kontusio/jejas, hematom, serta krepitasi tulang.

o Kaji adanya kaku leher

o Nyeri tulang servikal dan tulang belakang, deviasi trachea, distensi vena

leher, perdarahan, edema, kesulitan menelan, emfisema subcutan dan

krepitas pada tulang.

d. Pengkajian dada

1. Pernafasan : irama, kedalaman dan karakter pernafasan

2. Pergerakan dinding dada anterior dan posterior

3. Palpasi krepitas tulang dan emfisema subcutan

4. Amati penggunaan otot bantu nafas

5. Perhatikan tanda-tanda injuri atau cedera : petekiae, perdarahan,

sianosis, abrasi dan laserasi.

e. Abdomen dan pelvis

Hal-hal yang dikaji pada abdomen dan pelvis :

1) Struktur tulang dan keadaan dinding abdomen

2) Tanda-tanda cedera eksternal, adanya luka tusuk, laserasi, abrasi,

distensi abdomen, jejas.

3) Masa : besarnya, lokasi dan mobilitas

4) Nadi femoralis

5) Nyeri abdomen, tipe dan lokasi nyeri (gunakan PQRST)

6) Bising usus

7) Distensi abdomen

8) Genitalia dan rectal : perdarahan, cedera, cedera pada meatus,

ekimosis, tonus spinkter ani

f. Ekstremitas

Pengkajian di ekstremitas meliputi :

1) Tanda-tanda injuri eksternal

2) Nyeri

3) Pergerakan dan kekuatan otot ekstremitas

4) Sensasi keempat anggota gerak

5) Warna kulit

Page 15: LP Cedera Kepala

6) Denyut nadi perifer

g. Tulang belakang

Pengkajian tulang belakang meliputi :

1. Jika tidak didapatkan adanya cedera/fraktur tulang belakang, maka pasien

dimiringkan untuk mengamati :

- Deformitas tulang belakang

- Tanda-tanda perdarahan

- Laserasi

- Jejas

- Luka

2. Palpasi deformitas tulang belakang

G. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi dan kerusakan

neurovaskuler ditandai dengan kelemahan atau poaralisi otot pernafasan.

(Doenges, 1999)

2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan penekanan vaskuler serebral

dan edema otak ditandai dengan wajah menahan nyeri dan adanya perubahan

tanda-tanda vital.

3. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral ditandai

dengan perubahan tingkat kesadaran, perubahan respon motorik atau sensorik,

gelisah, dan perubahan tanda vital.

H. Intervensi Keperawatan

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi dan kerusakan

neurovaskuler ditandai dengan kelemahan atau poaralisi otot pernafasan.

Kriteria hasil :

Pernafasan reguler, dalam dan kecepatannya teratur

Pengembangan dada kiri dan kanan simetris

Tanda dan gejala obstruksi pernafasan tidak ada : stridor (-), sesak nafas

(-), wheezing (-)

Suara nafas : vaskuler kiri dan kanan

Trakhea midline

Page 16: LP Cedera Kepala

Analisa gas darah dalam batas normal : PaO2 80-100 mmHg, Saturasi O2

> 95 %, PaCO2 35-45 mmHg, pH 7,35-7,45

Intervensi :

Mandiri

o Observasi frekuensi, kecepatan, kedalaman dan irama pernafasan.

o Observasi penggunaan otot bantu pernafasan

o Berikan posisi semi fowler bila tidak ada kontra indikasi

o Ajarkan dan anjurkan nafas dalam serta batuk efektif

o Perhatikan pengembangan dada simetris atau tidak

o Kaji fokal fremitus dengan meletakkan tangan di punggung pasien

sambil pasien menyebutkan angka 99 atau 77

o Bantu pasien menekan area yang sakit saat batuk

o Lakukan fisiotherapi dada jika tidak ada kontra indikasi

o Auskultasi bunyi nafas, perhatikan bila tidak ada ronkhi, wheezing dan

erackles.

o Lakukan suction bila perlu

o Lakukan pendidikan kesehatan.

Kolaborasi

o Pemberian O2 sesuai kebutuhan pasien

o Pemeriksaan laboratorium / analisa gas darah

o Pemeriksaan rontgen thorax

o Intubasi bila pernafasan makin memburuk

o Pemasangan oro paringeal

o Pemasangan water seal drainage / WSD

o Pemberian obat-obatan sesuai indikasi

2. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan penekanan vaskuler serebral

dan edema otak ditandai dengan wajah menahan nyeri dan adanya perubahan

tanda-tanda vital.

Kriteria hasil :

o Menurunnya derajat nyeri baik daripada respon verbal maupun pengukuran

skala nyeri.

Page 17: LP Cedera Kepala

o Hilangnya indikator fisiologi nyeri : takhikardia (-), takipnoe (-), diaporesis

(-), tekanan darah normal

o Hilangnya tanda-tanda non verbal karena nyeri : tidak meringis, tidak

menangis, mampu menunjukkan posisi yang nyaman

o Mampu melakukan pemerintah yang tepat.

Intervensi :

Mandiri

o Kaji karakteristik nyeri dengan PQRST

o Bantu melakukan teknik relaksasi

o Batasi aktivitas

Kolaborasi

o Pemberian O2

o Perekaman EKG

o Pemberian therapi sesuai indikasi

o IVFD sesuai indikasi

3. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral ditandai

dengan perubahan tingkat kesadaran, perubahan respon motorik atau sensorik,

gelisah, dan perubahan tanda vital.

Kriteria Hasil :

o Mempertahankan atau memperbaiki tingkat kesadaran

o Tanda-tanda vital kembali normal

o Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intra kranial

Intervensi :

Mandiri

o Tentukan faktor-faktor yang menyebabkan koma atau penurunan perfusi

jaringan otak dan potensial peningkatan TIK

o Pantau status neurologik secara teratur dan bandingkan dengan nilai

standar menggunakan GCS

o Pantau TTV

o Pertahankan kepala agara posisinya tetap netral atau di tengah

o Perhatikan adanya peningkatan kegelisahan pada klien

Page 18: LP Cedera Kepala

Kolaborasi :

o Berikan cairan sesuai indikasi

o Berikan obat sesuai indikasi

Page 19: LP Cedera Kepala

MIND MAPPING

Definisi

Etiologi

CEDERA KEPALA

cedera mekanik yang secara langsung atau

tidak langsung mengenai kepala

Robekan selaput otak Fraktur Gangguan

neurologis

Etiologi

Definisi

Trauma tajam

Trauma tumpul

Cedera akselerasi

Kontak benturan

Jatuh

Manifestasi Klinis CKR

CKS

CKB

Amnesia,pupil tidak

ekual, pemeriksaan

motorik tidak ekual,

cedera terbuka,

fraktur tengkorak

dan penurunan

neurologik

Gangguan kesadaran, abnormalitas

pupil,defisit neurologik, perubahan

tanda-tanda vital, gangguan

penglihatan dan pendengaran,

kejang otot, sakit kepala, vertigo

dan gangguan pergerakan

Kebingungan, sakit

kepala, rasa

mengantuk abnormal,

kesulitan konsentrasi,

pelupa, depresi, emosi,

cemas

Pemeriksaan Penunjang

CT-Scan X-Ray

EEG

MRI

GDA

Pengkajian

Primer Sekunder

Airway

Breathing

Circulation

Disability

Exposure

control

Suhu

TTV Head to

toe

Diagnosa Pola nafas tidak

efektif b.d

hipoventilasi

dan kerusakan

neurovaskuler

Gangguan rasa nyaman

nyeri berhubungan dengan

penekanan vaskuler

serebral dan edema otak

Perubahan

perfusi jaringan

serebral b.d

edema serebral

Page 20: LP Cedera Kepala

DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Edisi 3. Jakarta : Media

Aesculapius.

Nanda International. 2010. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-

2011. Jakarta : EGC

Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 1995. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses

Penyakit II Edisi 4. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzzane C. dan Brenda G. Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal

Bedah Volume 3 Edisi 8. Jakarta : EGC.

Syaifuddin. 2011. Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi 2.

Jakarta : Salemba Medika.

Anonim. 2011. http://www.ahliwasir.com/image-upload/detail_brain_layers.jpg.

Diakses pada 7 Oktober 2012 pukul 10.00 WIB.

Anonim. 2010. http://brain-age-3.brainfunctionz.com/brain-anatomy/. Diakses pada 7

Oktober 2012 pukul 10.07 WIB

Askar, M. 2011. http://askarnh.blogspot.com/2011/03/asuhan-keperawatan-gawat-

darurat.html. Diakses pada 7 Oktober pukul 14.30 WIB