25
LAPORAN PENDAHULUAN KONSEP DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR CRURIS disusun guna memenuhi tugas Program Pendidikan Profesi Ners (PPPN) Stase Keperawatan KMB oleh Alvivo D. Chandra, S.Kep. NIM 102311101092

LP Fraktur Cruris

  • Upload
    al-vivo

  • View
    41

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kruris

Citation preview

LAPORAN PENDAHULUANKONSEP DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR CRURIS

disusun guna memenuhi tugas Program Pendidikan Profesi Ners (PPPN)Stase Keperawatan KMB

oleh

Alvivo D. Chandra, S.Kep. NIM 102311101092

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERSPROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANUNIVERSITAS JEMBER2015

LAPORAN PENDAHULUANKONSEP DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR CRURISoleh: Alvivo D. Chandra. S.Kep

1. Kasus Fraktur Cruris

2. Proses terjadinya masalaha. PengertianCruris berasal dari bahasa latin crus atau cruca yang berarti tungkai bawah yang terdiri dari tulang tibia dan fibula. Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadi pada tulang tibia dan fibula. Fraktur terjadi jika tulang mendapatkan stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya.Fraktur pada shaft (batang) tibia dan fibula yang sering disebut fraktur cruris merupakan fraktur yang sering terjadi dibandingkan dengan fraktur pada tulang panjang lainnya. Periosteum yang melapisi tibia agak tipis terutama pada daerah depan yang hanya dilapisi kulit sehingga tulang ini mudah patah dan biasanya fragmen frakturnya bergeser karena berada langsung dibawah kulit sehingga sering juga ditemukan fraktur terbuka.

Fraktur cruris merupakan suatu istilah untuk patah tulang tibia dan fibula yang biasanya terjadi pada bagian proksimal (kondilus), diafisis atau persendian pergelangan kaki.b. EtiologiPenyebab fraktur diantaranya adalah sebagai berikut: 1) Trauma Jika kekuatan langsung mengenai tulang maka dapat terjadi patah pada tempat yang terpapar, hal ini juga mengakibatkan kerusakan pada jaringan lunak disekitarnya. jika kekuatan tidak langsung mengenai tulang maka dapat terjadi fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena dan kerusakan jaringan lunak ditempat fraktur mungkin tidak ada. Fraktur karena trauma dapat dibagi menjadi 2 yaitu:a. Trauma langsung. Benturan pada tulang mengakibatkan ditempat tersebut.b. Trauma tidak langsung. Titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.2) Fraktur akibat kecelakaan atau tekanan.Tulang juga bisa mengalami otot-otot yang berada disekitar tulang tersebut tidak mampu mengabsorpsi energi atau kekuatan yang menimpanya.3) SpontanTerjadi tarikan otot yang sangat kuat seperti olah raga.4) Fraktur PatologisAdalah suatu fraktur yang secara primer terjadi karena adanya proses pelemahan tulang akibat suatu proses penyakit atau kanker yang bermetastase atau osteoporosis.

c. PatofisiologiKondisi ketika tulang patah pada periosteum, pembuluh darah di bagian korteks, sumsum tulang dan jaringan lunak didekatnya (otot) mengalami cidera. Hal ini merupakan keadaan derajat yang memerlukan pembedahan segera sebab dapat menimbulkan syok hipovolemik. Pendarahan yang terakumulasi akan menimbulkan pembengkakan jaringan sekitar daerah cidera yang apabila di tekan atau di gerakan dapat timbul rasa nyeri yang hebat yang mengakibatkn syok neurogenik (Mansjoer Arief, 2002). Kerusakan pada system persyarafan akan menimbulkan kehilangan sensasi yang dapat berakibat paralysis yang menetap pada fraktur juga terjadi keterbatasan gerak oleh karena fungsi pada daerah cidera. Sewaktu tulang patah pendarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah, kedalam jaringan lemak tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Otot-otot sekitar akan mengalami kontraksi sehingga tidak mampu untuk melakukan gerakan-gerakan yang mengakibarkan hilangnya fungsi ekstremitas. (Mansjoer Arief, 2002)

d. Klasifikasi FrakturAda 2 tipe dari fraktur cruris yaitu :1) Fraktur intra capsuler: yaitu dalam tulang sendi panggul dan captulaa. Melalui kapital frakturb. Hanya dibawah kepala femurc. Melalui leher dari femur2) Fraktur Ekstra capsulera. Terjadi diluar sendi dan kapsul melalui trokanter cruris yang lebih besar atau yang lebih kecil pada daerah intertrokanterb. Terjadi di bagian distal menuju leher cruris tetapi tidak lebih dari 2 inchi di bawah trokanter terkecil

e. Tanda dan gejalaAdapun manifestasi pada fraktur cruris antara lain sebagai berikut: 1) Nyeri terus-menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antarfragmen tulang.2) Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian yang tak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bisa diketahui dengan membandingkan ekstremitas normal. Ekstremitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya otot.3) Pada fraktur tulang panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5-5 cm (1-2 inchi).4) Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.5) Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.

f. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada kasus fraktur antara lain sebagai berikut: 1) Foto RontgenUntuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung dan Mengetahui tempat atau tipe fraktur. Biasanya diambil sebelum dan sesudah serta selama proses penyembuhan secara periodik.2) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.3) Artelogram bila ada kerusakan vaskuler4) Tekhnik lain a. TomografiMenggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.b. MyelografiMenggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.c. ArthrografiMenggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.d. Computed Tomografi-ScanningMenggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.

g. Penatalaksanaan Prinsip penanganan fraktur meliputi rekognisi, traksi, reduksi imobilisasi dan pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi.1) RekognasiPergerakan relatif sesudah cidera dapat mengganggu suplai neurovascular ekstremitas yang terlibat. Karena itu begitu diketahui kemungkinan fraktur tulang panjang, maka ekstremitas yang cedera harus dipasang bidai untuk melindunginya dari kerusakan yang lebih parah. Kerusakan jaringan lunak yang nyata dapat juga dipakai sebagai petunjuk kemungkinan adanya fraktur, dan dibutuhkan pemasangan bidai segera dan pemeriksaan lebih lanjut. Hal ini khususnya harus dilakukan pada cidera tulang belakang bagian servikal, di mana contusio dan laserasio pada wajah dan kulit kepala menunjukkan perlunya evaluasi radiografik, yang dapat memperlihatkan fraktur tulang belakang bagian servikal dan/atau dislokasi, serta kemungkinan diperlukannya pembedahan untuk menstabilkannya.2) ReduksiDalam penatalaksanaan fraktur dengan reduksi dapat dibagi menjadi 2 yaitu:a. Reduksi Tertutup/ORIF (Open Reduction Internal Fixation)Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragment tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi tertutup, traksi, dapat dilakukan untuk mereduksi fraktur. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang mendasarinya tetap sama. Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur, pasien harus disiapkan untuk menjalani prosedur dan harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur, dan analgetika diberikan sesuai ketentuan. Mungkin perlu dilakukan anesthesia. Ekstremitas yang akan dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut. Reduksi tertutup pada banyak kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragment tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. b. Reduksi Terbuka/OREF (Open Reduction Eksternal Fixation)Pada Fraktur tertentu dapat dilakukan dengan reduksi eksternal atau yang biasa dikenal dengan OREF, biasanya dilakukan pada fraktur yang terjadi pada tulang panjang dan fraktur fragmented. Eksternal dengan fiksasi, pin dimasukkan melalui kulit ke dalam tulang dan dihubungkan dengan fiksasi yang ada dibagian luar. Indikasi yang biasa dilakukan penatalaksanaan dengan eksternal fiksasi adalah fraktur terbuka pada tulang kering yang memerlukan perawatan untuk dressings. Tetapi dapat juga dilakukan pada fraktur tertutup radius ulna. Eksternal fiksasi yang paling sering berhasil adalah pada tulang dangkal tulang misalnya tibial batang.3) TraksiAlat traksi diberikan dengan kekuatan tarikan pada anggota yang fraktur untuk meluruskan bentuk tulang. Ada 2 macam yaitu:a. Skin TraksiSkin traksi adalah menarik bagian tulang yang fraktur dengan menempelkan plester langsung pada kulit untuk mempertahankan bentuk, membantu menimbulkan spasme otot pada bagian yang cedera, dan biasanya digunakan untuk jangka pendek (48-72 jam).b. Skeletal traksiAdalah traksi yang digunakan untuk meluruskan tulang yang cedera pada sendi panjang untuk mempertahankan bentuk dengan memasukkan pins / kawat ke dalam tulang.

4) Imobilisasi FrakturSetelah fraktur di reduksi, fragment tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksternal meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.

h. Komplikasi1) Komplikasi awala) Kerusakan arteri : Pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, sianosis pada bagian distal.b) Sindrom kompartemen : Merupakan komplikasi yang serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Hal ini disebabkan oleh edema atau perdarahan yang menekan otot saraf dan pembuluh darah, atau karena tekanan dari luar seperti gips dan pembebatan yang terlalu kuat.c) Fat Embolism Syndrome : Komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-se lemak yang dihasilkan marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan kadar oksigen dalam darah menjadi rendah. Hal tersebut ditandai dengan gangguan pernapasan, takikardi, hipertensi, takipnea dan demam. d) Infeksi : Sistem pertahanan tubuh akan rusak bila ada trauma pada dan jaringan. Pada trauma ortopedi, infeksi dimulai pada kulit dan masuk ke dalam. Hal ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tetapi dapat juga karena penggunaan bagian lain dalam pembedahan, seperti pin (ORIF & OREF) dan plat.e) Syok : Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan oksigenasi menurun.

2) Komplikasi lanjuta) Mal union adalah keadaan ketika fraktur menyembuh pada saatnya, tetapi terdapat deformitas yang berbentuk angulasi pemendekan atau union secara menyilang misalnya pada fraktur tibia-fibula.b) Delayed union adalah merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Hal ini terjadi karena suplai darah ke tulang menurun. Delayed union adalah fraktur yang tidak sembuh setelah waktu tiga bulan untuk anggota gerak atas dan lima bulan untuk anggota gerak bawah.c) Non union adalah fraktur yang tidak sembuh antara 6-8 bulan dan tidak didapatkan konsolidasi sehingga terdapat pseudoartrosis (sendi palsu). Pseudoartrosis dapat terjadi tanpa infeksi, tetapi dapat juga terjadi bersama-sama infeksi

i. Rehabilitasi ExerciseTerapi latihan merupakan salah satu modalitas fisioterapi yang pelaksanaannya menggunakan gerak tubuh baik secara aktif maupun pasif untuk pemeliharaan dan perbaikan kekuatan, ketahanan dan kemampuan kardiovaskuler, mobilitas dan fleksibilitas, stabilitas, rileksasi, koordinasi, keseimbangan dan kemampuan fungsional (Kisner, 1996).Terapi latihan yang dilakukan adalah:1. Breathing ExerciseBreathing exercise merupakan suatu tehnik latihan pernafasan dengan menarik nafas lewat hidung atau inspirasi dan mengeluarkan nafas lewat mulut atau ekspirasi. Tehnik latihan pernafasan yang digunakan dalam kasus ini adalah deep breathing exercise. Hal ini dilakukan untuk mencegah timbulnya komplikasi paru pada post operasi akibat bius general. Tehnik latihan pernafasan ini menekankan pada inspirasi maksimal dan panjang lalu dihembuskan dengan perlahan sampai akhir expirasi dengan tujuan mempertahankan alveolus tetap mengembang, mobilisasi thorak, untuk meningkatkan oksigenasi dan mempertahankan volume paru.2. PositioningPositioning yaitu perubahan posisi anggota gerak badan yang sakit. Untuk mengurangi oedema pada tungkai, maka tungkai dielevasikan dengan cara di ganjal bantal setinggi 30 450. Selama pasien sadar, dosisnya adalah satu jam tungkai dielevasikan dan satu jam tungkai dikembalikan ke posisi semula.3. Static contractionStatic contraction merupakan suatu terapi latihan dengan cara mengontraksikan otot tanpa disertai perubahan panjang otot maupun pergerakan sendi (Kisner, 1996). Tujuan static contraction adalah memperlancar sirkulasi darah sehingga dapat membantu mengurangi oedem dan nyeri serta menjaga kekuatan otot agar tidak terjadi atrofi.4. Passive exercisePassive exercise merupakan suatu gerakan yang dihasilkan dari kekuatan luar dan bukan merupakan kontraksi otot yang disadari. Kekuatan luar tersebut dapat berasal dari gravitasi, mesin, individu atau bagian tubuh lain dari individu itu sendiri (Kisner, 1996). Gerakan ini terbagi menjadi 2 gerakan:a. Relaxed passive exerciseRelaxed passive exercise merupakan gerakan murni yang berasal dari terapis tanpa disertai gerakan dari anggota tubuh pasien. Tujuan dari gerakan ini untuk melatih otot secara pasif, sehingga diharapkan otot menjadi rileks dan dapat mengurangi nyeri akibat incisi serta mencegah terjadinya keterbatasan gerak dan elastisitas otot (Kisner, 1996).b. Force passive exerciseForce passive exercise gerakan berasal dari terapis atau luar dimana pada akhir gerakan diberikan penekanan. Tujuan gerakan ini untuk mencegah terjadinya kontraktur dan menambah luas gerak sendi serta untuk mencegah timbulnya perlengketan jaringan (Kisner, 1996).5. Active exerciseActive exercise merupakan gerakan yang dilakukan karena adanya kekuatan otot dan anggota tubuh sendiri tanpa bantuan, gerakan yang dihasilkan oleh kontraksi dengan melawan gravitasi (Basmajian, 1978). Tujuan active exercise (1) memelihara dan meningkatkan kekuatan otot, (2) mengurangi bengkak disekitar fraktur, (3) mengembalikan koordinasi dan ketrampilan motorik untuk aktivitas fungsional (Kisner, 1996).6. Latihan jalanLatihan jalan merupakan aspek terpenting pada penderita sehingga mereka dapat kembali melakukan aktifitasnya seperti semula. Latihan ini dilakuakan secara bertahap. Dimulai dari aktivitas di tempat tidur seperti bergeser (bridging), bangun, duduk dengan kaki terjuntai ke bawah (high sitting) kemudian latihan berdiri, ambulasi berupa jalan dengan menggunakan walker kemudian ditingkatkan dengan menggunakan kruk (tergantung kondisi umum pasien). Latihan berjalan secara Non Weight Bearing (NWB) dengan menggunakan metode three point gait pada hari ke 3 atau sesuai kemampuan pasien kemudian ditingkatkan dengan cara Partial Weight Bearing (PWB) jika pada pasien tersebut sudah terjadi pembentukan callus atau kurang lebih 3 minggu (Gartland, 1974). Dosis awal latihan 30% menumpu berat badan dan kemudian ditingkatkan menjadi 80% menumpu berat badan, lalu ditingkatkan lagi dengan latihan Full Weight Bearing. Tujuan dari latihan ini agar pasien dapat melakukan ambulasi secara mandiri walaupun masih dengan bantuan alat.7. EdukasiEdukasi yang perlu diberikan pada pasien yaitu home program yang dapat dilakukan di bangsal maupun di rumah, seperti (1) melakukan aktivitas sendiri atau dengan bantuan orang lain untuk berlatih seperti yang telah diajarkan, (2) untuk mengurangi bengkak pasien dianjurkan mengganjal tungkai yang sakit dengan guling saat pasien tidur terlentang, (3) kurang lebih selama 2 minggu atau lebih setelah post operasi pasien dianjurkan untuk tidak menumpu dengan kaki yang sakit sampai terjadi penyambungan callus

a. Pohon Masalah Fraktur

Cedera selDiskontuinitas fragmen tulangLuka terbukaReaksi peradanganPerubahan status kesehatan

Gangguan pertukaran gasResiko disfungsi neurovaskulerDegranulasi sel mastPelepasan mediator kimiaMedulla spinaliKurang pengetahunanGg. Mobilitas fisikResiko InfeksiKorteks serebriKurang informasiTerapi restrictifNyeriNociceptorPenurunan laju difusiLuas permukaan paru menurunNekrosis Jaringan paruOklusi arteri paruEmboliTerabsorbsi masuk kealiran darahLepasnya lipid pada sum-sum tulangGg. Integritas kulitPort de entri kumanPenurunan aliran darahPenekanan pada jaringan vaskulerEdema

a. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji1. Nyeri akut 2. Gangguan mobilitas fisik. 3. Gangguan integritas kulit 4. Resiko disfungsi neurovaskuler perifer 5. Risiko infeksi

b. Diagnosis keperawatanDiagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah sebagai berikut:1. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang2. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan rangka neuromuskuler. 3. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi4. Resiko disfungsi neurovaskuler perifer b.d penurunan aliran darah. 5. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer.

c. Rencana tindakan keperawatan

No.TujuanKriteria HasilIntervensi

1.Diagnosis: Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang

Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam beraktivitas, tidur, istirahat dengan tepat, menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai indikasi untuk situasi individual1. Tingkat kenyamanan: perasaan senang secara fisik dan psikologis.2. Perilaku mengendalikan nyeri.3. Nyeri: efek merusak dari nyeri terhadap emosi1. Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, bebat dan atau traksi2. Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena.3. Lakukan dan awasi latihan gerak pasif/aktif.4. Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase, perubahan posisi)5. Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam, imajinasi visual, aktivitas dipersional)6. Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai keperluan.7. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.

2.Diagnosis: Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan rangka neuromuskuler.

Klien dapat meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik yang memampukan melakukan aktivitas

1. Ambulasi: berjalan.2. Ambulasi: kursi roda3. Pergerakan sendi aktif. 4. Perawatan diri: aktivitas kehidupan sehari-hari. 5. Pelaksanaan berpindah 1. Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio, koran, kunjungan teman/keluarga) sesuai keadaan klien.2. Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun yang sehat sesuai keadaan klien.3. Berikan papan penyangga kaki, gulungan trokanter/tangan sesuai indikasi4. Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihan/eliminasi) sesuai keadaan klien.5. Ubah posisi secara periodik sesuai keadaan klien.

3.Diagnosis: Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi

Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang, menunjukkan perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulit/memudahkan penyembuhan sesuai indikasi, mencapai penyembuhan luka sesuai waktu/penyembuhan lesi terjadi

1. Integritas jaringan: kulit dan membaran mukosa. 2. Penyembuhan luka (penyatuan kulit, resolusi dari bau luka, drainase dari luka, eritema kulit). 1. Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering, bersih, alat tenun kencang, bantalan bawah siku, tumit).2. Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebat/gips.3. Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal.4. Observasi keadaan kulit, penekanan gips/bebat terhadap kulit, insersi pen/traksi.

Daftar pustaka

Mansjoer, Arif. dkk. 2002. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapsis Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Marilynn, Doenges. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien), Edisi 3. Jakarta: EGC.

Nanda International. 2011. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC..

Price, Sylvia. 2006. PATOFISIOLOGI Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC.

Smeltzer , Suzanna C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC