32
LAPORAN PENDAHULUAN “FRAKTUR PATELLA” A. DEFINISI Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksteral yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang (Carpenito, 1999). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa (Mansjoer, 2000). Sedangkan menurut anatominya, patella adalah tempurung lutut. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa fraktur patella merupakan suatu gangguan integritas tulang yang ditandai dengan rusaknya atau terputusnya kontinuitas jaringan tulang dikarenakan tekanan yang berlebihan yang terjadi pada tempurung lutut. B. ETIOLOGI Menurut Smeltzer dan Bare (2001), fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya remuk, gerakan puntir mendadak,

Lp Fraktur Patella

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Lp Fraktur Patella

LAPORAN PENDAHULUAN

“FRAKTUR PATELLA”

A. DEFINISI

Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan

eksteral yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang

(Carpenito, 1999).

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya

disebabkan oleh ruda paksa (Mansjoer, 2000).

Sedangkan menurut anatominya, patella adalah tempurung lutut. Dari

pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa fraktur patella merupakan suatu

gangguan integritas tulang yang ditandai dengan rusaknya atau terputusnya

kontinuitas jaringan tulang dikarenakan tekanan yang berlebihan yang terjadi

pada tempurung lutut.

B. ETIOLOGI

Menurut Smeltzer dan Bare (2001), fraktur terjadi jika tulang

dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorpsinya. Fraktur

dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya remuk, gerakan puntir

mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem. Meskipun tulang patah,

jaringan sekitarnya juga akan berpengaruh mengakibatkan edema

jaringan lunak, perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi, rupture

tendon, kerusakan saraf, dan kerusakan pembuluh darah.

Menurut Corwin (2009), penyebab fraktur tulang paling sering

adalah trauma, terutama pada anak-anak dan dewasa muda. Beberapa

fraktur dapat terjadi setelah trauma minimal atau tekanan ringan apabila

tulang lemah (fraktur patologis) fraktur patologis sering terjadi pada lansia

yang mengalami osteoporosis, atau individu yang mengalmai tumor

Page 2: Lp Fraktur Patella

tulang, infeksi, atau penyakit lain. Fraktur stress atau fraktur keletihan

dapat terjadi pada tulang normal akibat stress tingkat rendah yang

berkepanjangan atau berulang, biasanya menyertai peningkatan yang

cepat tingkat latihan atlet atau permulaan aktivitas fisik yang baru

(Corwin, 2009).

Patah tulang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.

Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan

lunak di sekitar tulang yang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi

itu lengkap atau tidak lengkap. Penyebab terjadinya fraktur adalah

trauma, stres kronis dan berulang maupun pelunakan tulang yang

abnormal.

Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cedera,

seperti kecelakan mobil, olah raga atau karena jatuh. Patah tulang terjadi

jika tenaga yang melawan tulang lebih besar daripada kekuatan tulang.

Jenis dan beratnya patah tulang dipengaruhi oleh:

- Arah, kecepatan dan kekuatan dari tenaga yang melawan tulang.

- Usia penderita.

- Kelenturan tulang.

- Jenis tulang.

C. KLASIFIKASI

Klasifikasi patah tulang (fraktur) secara umum adalah:

a. Berdasarkan hubungan dengan dunia luar

1. Fraktur tertutup (closed)

Bila tidak ada hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar,

disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi

2. Fraktur terbuka (open / compound)

Bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar

karena adanya perlukaan kulit. Fraktur jenis ini dibagi menjadi:

Page 3: Lp Fraktur Patella

a) Grade 1 : robekan kulit dengan kerusakan kulit otot

b) Grade 2 : seperti grade 1, dengan memar kulit dan otot

c) Grade 3 : luka sebesar 6 – 8 cm dengan kerusakan pembuluh

darah dan saraf otot dan kulit

b. Berdasarkan luas dan garis

1. Fraktur komplit

Bila garis patah menyeberang dari satu sisi ke sisi lain dan mengenai

seluruh korteks

2. Fraktur inkomplit

Bila garis patah tidak menyeberang sehingga masih ada korteks yang

utuh

c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme

trauma

1. Fraktur spiral

Fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan

trauma rotasi

2. Fraktur transversal

Fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat

trauma angulasi atau langsung

3. Fraktur kompresi

Fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong

tulang ke arah permukaan lain

4. Fraktur oblik

Fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu

tulang dan merupakan akibat trauma angulasi

Page 4: Lp Fraktur Patella

5. Fraktur avulsi

Fraktur yang diakibatkan trauma tarikan atau traksi otot pada

insersinya pada tulang

d. Berdasarkan jumlah garis patah

1. Fraktur kominutif

Garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan

2. Fraktur segmental

Garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan

3. Fraktur multipel

Garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama

e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang

1. Fraktur undisplaced (tidak bergeser)

Garis patah lengkap tapi kedua fragmen tidak bergeser dan

periosteum masih utuh

2. Fraktur displaced (bergeser)

Terjadi pergeseran fragmen tulang yang disebut juga dislokasi

f. Fraktur kelelahan : fraktur yang diakibatkan tekanan yang berulang-ulang

g. Fraktur patologis : fraktur yang disebabkan proses patologis tulang

Page 5: Lp Fraktur Patella

Jatuh atau terkena pukulan benda keras

Hantaman atau tekanan yang keras pada patella

Fraktur patella

Diskontinuitas tulang

Perubahan jaringan sekitar

Laserasi kulit Pergeseran fragmen tulang

Kerusakan integritas jaringan

Kerusakan integritas kulit Deformitas

Gangguan fungsi

Hambatan mobilitas fisik

terputusnya pembuluh darah

Perdarahan

Nyeri akut

Risiko infeksi

Pembengkakan dan perubahan

warna lokal

Nyeri akut

Perfusi jaringan tidak efektif

Dilakukan tindakan operasi

Hambatan mobilitas fisik

Kerusakan integritas jaringan

Nyeri akut Deficit perawatan diri

D. PATOFISIOLOGI

Page 6: Lp Fraktur Patella

E. MANIFESTASI KLINIK

Adanya fraktur dapat ditandai dengan adanya:

a. Pembengkakan.

b. Perubahan bentuk, dapat terjadi angulasi (terbentuk sudut), rotasi

(terputar), atau pemendekan.

c. Terdapat rasa nyeri yang sangat pada daerah fraktur.

Menurut Smeltzer dan Bare (2001), manifestasi klinis fraktur antara

lain:

a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang

diimobilisasi.

b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan

cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa)

bukannya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada

fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun

teraba) ekstremitas yang bias diketahui dengan membandingkan

dengan ekstremitas normal.

c. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya

kerena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur.

d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang

dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu

dengan yang lainnya.

e. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai

akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.

F. TES DIAGNOSTIK

1. Pemeriksaan fisik

a. Inspeksi

Adanya deformitas, seperti bengkak, pemendekan, rotasi, angulasi,

fragmen tulang (pada fraktur terbuka)

b. Palpasi

Adanya nyeri tekan (tenderness), krepitasi. Palpasi pada daerah distal

terjadinya fraktur meliputi pulsasi arteri, warna kulit, capillary refill test

c. Gerakan

Adanya keterbatasan gerak pada daerah fraktur

Page 7: Lp Fraktur Patella

2. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan radiologis

Dilakukan pada daerah yang dicurigai fraktur, harus mengikuti aturan

role of two yang terdiri dari:

Mencakup dua gambaran yaitu anteroposterior dan lateral

Memuat dua sendi antara fraktur, yaitu bagian proksimal dan distal

Memuat dua ekstremitas (terutama pada anak-anak) baik yang

cedera maupun tidak (untuk membandingkan dengan yang

normal)

Dilakukan 2 kali, yaitu sebelum dan sesudah tindakan

b. Pemeriksaan laboratorium

Hb dan Ht mungkin rendah akibat perdarahan

LED meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas

Ca dan P dalam darah meningkat pada masa penyembuhan

c. Pemeriksaan arteriografi

Dilakukan jika dicurigai telah terjadi kerusakan vaskular akibat fraktur

d. Foto Rontgen

Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung

mengetahui tempat dan type fraktur. Biasanya diambil sebelum dan

sesudah dilakukan operasi dan selama proses penyembuhan secara

periodic

G. PENATALAKSANAAN

1. Fraktur Terbuka

Merupakan kasus emergensi dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri

dan disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period).

Kuman belum terlalu jauh meresap dilakukan:

o Pembersihan luka

o Exici

o Hecting situasi

o Antibiotik

2. Seluruh Fraktur

a) Rekognisis/Pengenalan

Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan

selanjutnya.

Page 8: Lp Fraktur Patella

b) Reduksi/Manipulasi/Reposisi

Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali

seperti semula secara optimun. Dapat juga diartikan Reduksi fraktur

(setting tulang) adalah mengembalikan fragmen tulang pada kesejajaran-

nya dan rotasfanatomis.

Reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk

mereduksi fraktur. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur,

namun prinsip yang mendasarinya tetap, sama. Biasanya dokter

melakukan reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah jaringan

lunak kehilaugan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan

perdarahan. Pada kebanyakan kasus, roduksi fraktur menjadi semakin

sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan.

Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur, pasien harus dipersiapkan

untuk menjalani prosedur; harus diperoleh izin untuk melakukan

prosedur, dan analgetika diberikan sesuai ketentuan. Mungkin perlu

dilakukan anastesia. Ekstremitas yang akan dimanipulasi harus ditangani

dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.

Reduksi tertutup. Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan

dengan mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya

saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Ekstremitas

dipertahankan dalam posisi yang diinginkan, sementara gips, biadi dan

alat lain dipasang oleh dokter. Alat immobilisasi akan menjaga reduksi

dan menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang. Sinar-x harus

dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam

kesejajaran yang benar.

Traksi. Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan

imoblisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.

Sinar-x digunakan untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi

fragmen tulang. Ketika tulang sembuh, akan terlihat pembentukan kalus

pada sinar-x. Ketika kalus telah kuat dapat dipasang gips atau bidai untuk

melanjutkan imobilisasi.

Page 9: Lp Fraktur Patella

Reduksi Terbuka. Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka.

Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna

dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat paku, atau batangan logam

digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisnya

sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi. Alat ini dapat diletakkan di

sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang (Gbr. 64-3); alat

tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang.

c) Retensi/Immobilisasi

Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali

seperti semula secara optimun.

Imobilisasi fraktur. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus

diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar

sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi

eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips,

bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan

logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai

interna untuk mengimobilisasi fraktur.

d) Rehabilitasi

Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala upaya

diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan

imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neurovaskuler

(mis. pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau,

dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera bila ada tanda gangguan

neurovaskuler. Kegelisahan, ansietas dan ketidaknyamanan dikontrol

dengan berbagai pendekatan (mis. meyakinkan, perubahan posisi,

strategi peredaan nyeri, termasuk analgetika).

Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan

atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah. Partisipasi dalam

aktivitas hidup sehari-hari diusahakan untuk memperbaiki kemandirian

fungsi dan harga-diri. Pengembalian bertahap pada aktivitas semula

diusahakan sesuai batasan terapeutika. Biasanya, fiksasi interna

memungkinkan mobilisasi lebih awal. Ahli bedah yang memperkirakan

stabilitas fiksasi fraktur, menentukan luasnya gerakan dan stres pada

Page 10: Lp Fraktur Patella

ekstrermitas yang diperbolehkan, dan menentukan tingkat aktivitas dan

beban berat badan.

H. PROSES PENYEMBUHAN TULANG

Proses penyembuhan tulang terdiri dari 5 tahap yang meliputi:

1. Fase inflamasi

Fase inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan

berkurangnya pembengkakan dan nyeri. Terjadi perdarahan dalam

jaringan yang cidera dan pembentukan hematoma di tempat terjadinya

fraktur. Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi karena terputusnya

suplai darah. Tempat cidera kemudian akan diinvasi oleh magrofag yang

akan membersihkan daerah tersebut. Terjadi inflamasi, pembengkakan

dan nyeri.

2. Fase proliferasi sel

Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro

kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum, dan bone marrow

yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini

terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast

beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari

terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang

yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai

selesai, tergantung frakturnya.

3. Fase pembentukan kallus

Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan

osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai

membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh

kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan

mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan

tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada

permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur

(anyaman tulang) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat

fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.

4. Fase konsolidasi

Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang

berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan

Page 11: Lp Fraktur Patella

memungkinkan osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis

fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang

tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses

yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat

untuk membawa beban yang normal.

5. Fase remodelling

Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama

beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh

proses resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae

yang lebih tebal diletakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi,

dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan

akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya.

I. KOMPLIKASI

1. Komplikasi Awal

a. Kerusakan Arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi,

CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin

pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting,

perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.

b. Kompartement Syndrom

Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena

terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut.

Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf,

dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan

embebatan yang terlalu kuat.

c. Fat Embolism Syndrom

Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering

terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel

lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan

menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan

gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.

d. Infeksi

Page 12: Lp Fraktur Patella

System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada

trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke

dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga

karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.

e. Avaskuler Nekrosis

Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau

terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan

adanya Volkman’s Ischemia.

f. Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya

permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini

biasanya terjadi pada fraktur.

1. Komplikasi Dalam Waktu Lama

a. Delayed Union

Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai

dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini

disebabkan karena penurunan supai darah ke tulang.

b. Nonunion

Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan

memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9

bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada

sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga

disebabkan karena aliran darah yang kurang.

c. Malunion

Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan

meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas).

Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.

J. PENGKAJIAN

a. Keluhan utama

Pada umumnya keluhan utama klien yang mengalami fraktur yaiu nyeri

setelah mengalami kecelakaan, jatuh, atau terbentur benda keras. Nyeri

bisa akut atau kronik, tergantung lamanya serangan.

b. Riwayat penyakit sekarang

Page 13: Lp Fraktur Patella

Dapat berupa kronologi terjadinya fraktur sehingga bisa ditentukan

kekuatan hantaman atau benturan yang terjadi dan jenis fraktur yang

dialami. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya

kecelakaan dapat diketahui juga kemungkinan adanya luka kecelakaan

yang lain.

c. Riwayat penyakit dahulu

Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s

dapat menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk

menyambung. Penyakit DM juga dapat menghambat proses

penyembuhan tulang

d. Pola-pola fungsi kesehatan

1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Biasanya akan timbul ketakutan akan terjadinya kecacatan dan

harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu

penyembuhan tulangnya

Kebiasaan pengguanaan obat-obat golongan steroid dapat

mengganggu metabolisme kalsium

Kebiasaan konsumsi alkohol dapat mengganggu keseimbangan

klien sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya trauma auat

cedera

2. Pola nutrisi dan metabolisme

Klien dengan fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan

sehari-hari seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk

membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola

nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah

muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak

adekuat terutama kalsium atau protein. Selain itu juga obesitas juga

menghambat degenerasi dan mobilitas klien.

3. Pola eliminasi

Klien dengan fraktur klavikula bisanya tidk mengalami gangguan

pada eliminasi uri maupun alvi

4. Pola tidur / istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga

hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien.

5. Pola aktivitas

Page 14: Lp Fraktur Patella

Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk

kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak

dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk

aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk

pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang

lain.

6. Pola hubungan dan peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat.

Karena klien harus menjalani rawat inap

7. Pola persepsi dan konsep diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketakutan akan

kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan

untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap

dirinya yang salah (gangguan body image)

8. Pola sensori dan kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian

distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan.

begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu

juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur

9. Pola reproduksi dan seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan

hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan

keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien

10. Pola penanggulangan stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu

ketakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya.

Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif

11. Pola tata nilai dan keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah

dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa

disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut

2. Kerusakan integritas jaringan

Page 15: Lp Fraktur Patella

3. Kerusakan integritas kulit

4. Gangguan mobilitas fisik

5. Risiko infeksi

Page 16: Lp Fraktur Patella

L. TUJUAN DAN INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan 1: Nyeri Akut

Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional

Setelah dilakukan

intervensi keperawatan

selama 3x24 jam nyeri

klien berkurang

Klien mampu

menggunakan teknik

nonfarmakologi untuk

mengurangi nyeri

Klien melaporkan bahwa

nyeri berkurang dengan

menggunakan

manajemen nyeri

TTV dalam batas normal

Tidak mengalami

gangguan tidur

1. Monitor TTV

2. Observasi reaksi nonverbal

ketidaknyamanan

3. Evaluasi keluhan nyeri (skala,

petunjuk verbal dan non verval,

perubahan tanda-tanda vital)

4. Pertahankan imobilisasi bagian

yang sakit dengan tirah baring,

gips, bebat dan atau traksi

5. Tinggikan posisi ekstremitas

yang terkena

6. Lakukan dan awasi latihan

gerak pasif/aktif

7. Lakukan tindakan untuk

meningkatkan kenyamanan

1. Nyeri dapat meningkatkan TD,

RR, dan nadi klien

2. Membuktikan kesesuaian

antara data subjektif dan

objektif yang didapat dari klien

3. Menilai perkembangan

masalah klien

4. Mengurangi nyeri dan

mencegah malformasi

5. Meningkatkan aliran balik

vena, mengurangi edema/nyeri

6. Mempertahankan kekuatan

otot dan meningkatkan

sirkulasi vaskuler

7. Meningkatkan sirkulasi umum,

menurunakan area tekanan

Page 17: Lp Fraktur Patella

(masase, perubahan posisi)

8. Tingkatkan istirahat

9. Ajarkan penggunaan teknik

manajemen nyeri (latihan napas

dalam, imajinasi visual, aktivitas

dipersional)

10.Lakukan kompres dingin selama

fase akut (24-48 jam pertama)

sesuai keperluan

11.Kolaborasi pemberian analgetik

sesuai indikasi

lokal dan kelelahan otot

8. Nyeri dapat berkurang saat

klien beristirahat

9. Mengalihkan perhatian

terhadap nyeri, meningkatkan

kontrol terhadap nyeri yang

mungkin berlangsung lama

10. Menurunkan edema dan

mengurangi rasa nyeri

11. Menurunkan nyeri melalui

mekanisme penghambatan

rangsang nyeri baik secara

sentral maupun perifer

Diagnosa keperawatan 2: Kerusakan integritas jaringan

Tujian Kriteria hasil Intervensi Rasional

Setelah dilakukan

intervensi selama 3 x 24

jam kerusakan integritas

jaringan berkurang /

membaik

Perfusi jaringan

membaik

Tidak ada tanda-tanda

infeksi

Menunjukkan proses

1. Observasi warna kulit dan

jaringan, temperatur, dan

sensasi

2. Tentukan faktor individu yang

dapat meningkatkan insufisiensi

1. Mengetahui keadekuatan

suplai darah dan inervasi

syaraf

2. Membantu dalam menentukan

Page 18: Lp Fraktur Patella

terjadinya penyembuhan

tulang

Klien dan keluarga

menunjukkan

pemahaman tentang

perawatan luka

sirkulasi dan yang dapat

menghambat penyembuhan

tulang seperti merokok,

konsumsi alkohol, obesitas, dan

gaya hidup

3. Evaluasi nadi distal area fraktur

4. Rawat luka dengan

menggunakan teknik aseptic

5. Ajarkan pada keluarga tentang

luka terbuka pada fraktur dan

perawatannya

6. Kolaborasi dengan ahli gizi

untuk pemberian diit TKTP

intervensi yang tepat

3. Mengetahui kondisi sirkulasi

pada area distal terjadinya

fraktur

4. Mencegah infeksi sekunder

dan mempercepat

penyembuhan

5. Meningkatkan partisipasi

keluarga dalam perawatan

klien

6. Diit TKTP diperlukan untuk

mempercepat proses

penyembuhan tulang

Diagnosa Keperawatan 3: Kerusakan integritas kulit

Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional

Page 19: Lp Fraktur Patella

Setelah dilakukan

intervensi keperawatan

selama 3 x 24 jam

integritas kulit membaik

Perfusi jaringan membaik

Menunjukkan adanya

proses penyembuhan

luka

Luka abrasi tidak meluas

1. Observasi warna kulit,

temperatur, dan sensasi

2. Berikan posisi yang mengurangi

tekanan pada luka

3. Rawat luka dengan

menggunakan teknik aseptic

4. Pertahankan tempat tidur yang

nyaman dan aman (kering,

bersih, alat tenun kencang)

5. Masase kulit terutama daerah

penonjolan tulang dan area

distal bebat/gips

6. Observasi keadaan kulit,

penekanan gips/bebat terhadap

kulit, insersi pen/traksi

1. Mengetahui keadekuatan

suplai darah dan inervasi

syaraf

2. Menghindari nyeri dan

meningkatkan kenyamanan

klien

3. Mencegah infeksi sekunder

dan mempercepat

penyembuhan

4. Menurunkan risiko

kerusakan/abrasi kulit yang

lebih luas

5. Meningkatkan sirkulasi perifer

dan meningkatkan kelemasan

kulit dan otot terhadap tekanan

yang relatif konstan pada

imobilisasi

6. Menilai perkembangan

masalah klien

Page 20: Lp Fraktur Patella

7. Ajarkan pada keluarga tentang

luka terbuka pada fraktur dan

perawatannya

8. Kolaborasi dengan ahli gizi

untuk pemberian diit TKTP

7. Meningkatkan partisipasi

keluarga dalam perawatan

klien

8. Diit TKTP diperlukan untuk

mempercepat proses

penyembuhan tulang

Diagnosa Keperawatan 4: hambatan mobilitas fisik

Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional

Dalam waktu 2 x 24 jam

klien mampu

melaksanakan aktivitas

fisik sesuai dengan

kemampuannya

Mobilitas fisik klien

meningkat

Klien mengerti tujuan

dari peningkatan

mobilitas

Klien memverbalisasikan

perasaan dalam

meningkatkan kekuatan

1. Observasi mobilitas yang ada

dan observasi terhadap

peningkatan kerusakan.

Observasi secara teratur fungsi

motorik klien

2. Lakukan dan awasi latihan

gerak pasif/aktif

3. Monitor tanda-tanda vital

sebelum dan sesudah latihan

1. Mengetahui tingkat

kemampuan klien dalam

menggerakkan ekstremitas

yang mengalami fraktur

2. Mempertahankan kekuatan

otot dan meningkatkan

sirkulasi vaskuler

3. Mengetahui respon tubuh

terhadap latihan yang telah

dilakukan

Page 21: Lp Fraktur Patella

4. Kolaborasi dengan ahli

fisioterapi untuk latihan fisik

klien

4. Peningkatan kemampuan

dalam mobilisasi ekstremitas

dapat ditingkatkan dengan

latihan fisik dari tim fisioterapis

Diagnosa Keperawatan 5: Risiko infeksi

Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional

Setelah dilakukan

intervensi keperawatan

selama 3 x 24 jam klien

tidak mengalami infeksi

Klien bebas dari tanda-

tanda terjadinya infeksi

Klien dan keluarga

menunjukkan

kemampuan mengenali

tanda-tanda infeksi

1. Observasi tanda-tanda vital dan

tanda-tanda peradangan lokal

pada luka

2. Lakukan perawatan luka sesuai

protocol

3. Analisa hasil pemeriksaan

laboratorium (Hitung darah

lengkap, LED, Kultur dan

sensitivitas luka/serum/tulang)

4. Ajarkan klien dan keluarga

tentang tanda dan gejala infeksi

1. Mengevaluasi perkembangan

masalah klien

2. Mencegah infeksi sekunder

dan mempercepat

penyembuhan luka

3. Leukositosis biasanya terjadi

pada proses infeksi, anemia

dan peningkatan LED dapat

terjadi pada osteomielitis.

Kultur untuk mengidentifikasi

organisme penyebab infeksi

4. Meningkatkan partisipasi

keluarga dalam perawatan

klien dan dapat segera

Page 22: Lp Fraktur Patella

5. Kolaborasi pemberian antibiotika

dan toksoid tetanus sesuai

indikasi

melaporkan kepada tenaga

kesehatan jika ditemukan

tanda-tanda infeksi pada klien

5. Antibiotika spektrum luas atau

spesifik dapat digunakan

secara profilaksis, mencegah

atau mengatasi infeksi.

Toksoid tetanus untuk

mencegah infeksi tetanus

Page 23: Lp Fraktur Patella

M. REFERENSI

Brunner & Suddarth.2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol 3.

Jakarta: EGC

Price & Wilson. 2005. Patofisiologi. Edisi 6. Vol 2. Jakarta : EGC

Suratun, dkk. 2008. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem

Muskuloskeletal. Jakarta : EGC

Carpenito, Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi

Keperawatan. Jakarta: EGC

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid II, Medika Aesculapius

FKUI, Jakarta

Herdman, T. Keather. 2009. NANDA International Nursing Diagnoses:

Definitions & Classification 2009-2011. United Kingdom: Wiley-Blackwell

Doengoes, Marilyn E, et al. 2010. Nursing Diagnosis Manual: Planning,

Individualizing, and Documenting Client Care 3th Edition . Philadelphia:

F. A. Davis Company