Upload
gunk-deep
View
4.178
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN PENDAHULUAN
KERUSAKAN INTERAKSI SOSIAL
A. Tinjauan Teoritis
1. Konsep Dasar Menarik Diri
a. Pengertian
Gangguan hubungan sosial adalah suatu gannguan hubungan
interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian tidak fleksibel
yang menimbulkan prilaku maladaptif dan mengganggu fungsi
seseorang dalain berhubungan sosial (Achir Yani dkk 2000; 1141).
Menurut Carpenito (2000;385) Kerusakan interaksi sosial adalah
keadaan dimana individu mengalami atau beresiko mengalami respon
negative, ketidakdekuatan, ketidakpuasan dari interaksi. Sedangkan
definisi menarik diri adalah keadaan klien mengalami ketidakmampuan
untuk mengadakan hubungan dengan orang lain atau dengan
lingkungan disekitarnya dengan wajar (Mahmui LN).
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa individu
yang mengalami kerusakan interaksi sosial : menarik diri mengalamii
gangguan dan kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain baik
secara kualitas maupun kuantitas yang berdampak pada individu lebih
senang menyendiri dan mencoba menghindari berinteraksi dergan orang
lain.
1
b. Rentang Respon Sosial
Menurut Stuart & Sundeen (1998 ; 346) rentang respon sosial dari
adaptif sampai maladaptif yakni :
Respon Adaptif Respon Maladaptif
• Solitude • Kesepian • Manipulasi
•Otonomi • Menarik diri • Impulsif
•Kebersamaan • Ketergantungan • Narkisisme
•Saling ketergantungan
Gambar 1: Rentang Respon Sosial
Respon hubuugan sosial berada dalam rentang yang adaptif dan
maladaptif
1) Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh
norma-norma sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku
dimasyarakat dan individu dalam menyelesaikan masalahnya, masih
dalam batas internal. Respon adaptif meliputi :
a) Solitude/menyepi
Respon yang dibutuhkan seseorang untuk menuangkan apa yang
telah dilakukan di lingkungan sosialnya dan mengevaluasi diri
untuk menentukan langkah selanjutcrya.
b) Autonomy (otonomi)
Adalah kemampuan individu untuk menentukan atau menyampaikan
ide, pikiran, perasaan dalam hubungan sosial.
2
c) Mutuality (kerjasama)
Individu mampu saling memberi dan menerima atau kerjasama.
d) Interdependency
Saling ketergantungan antara individu dengan orang lain.
2) Respon maladaptif adalah respon yang diberikan individu dalam
menyelesaikan masalahnya menyimpang dari norma-norma sosial
dan kebudayaan suatu tempat. Respon maladaptif meliputi :
a) Manipulasi
Individu menganggap orang lain sebagai objek untuk mencapai
kebutuhannya tidak bias membina hubungan social secara mendalam.
b) Impulsif
Individu sangar reaktif, mudah dihasut, terangsang atau
terpengaruh, kasar dan menantang
c) Narkisisme
Menggunakan cara-cara yang negatif dalam menjalin hubungan
dengan orang lain.
c. Psikopatologi
Proses terjadinya gangguan jiwa dapat digambarkan dalam
fenomena model stress adaptasi sebagai berikut :(Stuart dan Sundeen,
1998 ; 40).
3
Gambar 2 : Psikopatologi Pada Gangguan Jiwa
Dikatakan bahwa gangguar, hubungan sosial dipengarulii oleh faktor
predisnosisi dan presipitasi
1) Faktor Predisposisi (faktor pendukung)Menurut Stuart & Sundeen
(1998 ; 34'7) faktor predisposisi dari gangguan hubungan sosial adalah :
a) Faktor tumbuh kembang
Pada masa tumbuh kembang individu, ada tugas perkembangan yang
harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial.
Bila tugas-tugas dalam perkembangan ini tidak terpenuhi akan
menghambat fase perkembangan dalam membentuk rasa
4
Faktor predisposisi
Stressor presipitasi
Bio Psiko Sosio kultural
Sifat Asal Waktu Jumlah
Penilaian terhadap stressor
kognitif Afektif
Fisiologis Prilaku Sosial
Sumber-sumber koping
Kemampuan personal Dukungan sosial Keyakinan (+)Aset materi
Mekanisme koping
Konstruktif Destruktif
Respon adaptif (sehat) Respon maladaptif (sakit)
percaya diri tidak terpenuhi dapat mengakibatkan individu
tersebut tidak percaya pada dirinya dan orang lain.
b) Biologik
Faktor genetik dapat menunjang terhadap respon sosial
maladaptif. Ada bukti terdahulu tentang terlibatnya neurotransi
niter dalam perkembangan gangguan ini, namun tetap masih
diperlukan penelitian lebih lanjut.
c) Faktor Sosial Badaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial
merupakan suatu faktor pendukung untuk terjadinya gangguan
dalam hubungan sosial. Hal ini disebabkan oleh norma-norma
yang dianut oleh keluarga yang salah, dimana setiap anggota
keluarga yang produktif diasingkan dari lingkungan.
d) Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor
pendukung untuk terjadinya gangguan dalam hubungan sosial
termasuk komunikasi yang tidak jelas, ekspresi emosi yang tinggi
dalam keluarga, pola asuh keluarga yang tidak menganjurkan
anggota keluarga untuk berhubungan di luar lingkungannya.
2) Faktor Presipitasi (Faktor Pencetus)
Adapun faktor pencetus perilaku menarik diri yaitu :
5
a) Faktor eksternal
Contohnya stressor sosial budaya yaitu stress yang ditimbulkan
oleh faktor sosial budaya antara lain menurunnya stabilitas
keluarga dan berpisah dengan orang yang berarti.
b) Faktor internal
Contohnya adalah stresor psikologis yakni adanya kecemasan
yang berkepanjangan dan cukup berat dengan terbatasnya
kemampuan individu dalam menyelesaikan masalahnya. Stress
ini dapat disebabkan karena berpisah dengan orang terdekat atau
kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya akan
menyebabkan gangguan hubungan sosial.
d. Tanda dan Gejala
menurut Hamid dkk. (2002 ; 143) tanda dan gejala yang muncul
pada klien dengan gangguan hubungan sosial : menarik diri, terlihat dari
tingkah laku klien yaitu : kurang spontan, apatis, ekpresi wajah kurang
berseri, afek tumpul, tidak merawat dan memperhatikan kebersihan
diri, komunikasi verbal Menurun atau tidak ada, mengisolasi diri,
tidak atau kurang sadar dengan lingkungan sekitarnya, pemasukan
makanan dan minuman terganggu, kurang energi, aktivitas menurun,
harga diri rendah membentuk posisi janin saat tidur, menolak
berhubungan dengan orang lain, gairah seksual menurun, dan ragu
terhadap keyakinan yang dianut.
6
e. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
l ) Penatalaksanaan Medis
a) Terapi Somatik
Pengobatan penderita dengan perilaku menank diri
ditujukan pada gejala-gejala yang menonjol. Apabila gejala
yang menonjol berupa gaduh, gelisah, agresif, delusi,
halusinasi, sulit tidur, dapal diberikan antipsikotik dosis efektif
besar seperti : Chlorphromazine 100 mg dalam bentuk
oral/injeksi sesuai dengan keadaan klien. Dosis dapat dinaikkan
sesuai dengan kebutuhan. Penderita dengan delusi menonjol, tidak
ada gangguan tidur, tidak begitu gaduh, dapat diberikan
trifluoferasine 5 mg 1-2 kali sehari atau stelazine 5 mg 1-3 kali
sehari, merupakan obat penenang dengan daya kerja anti psikotik.
Pada penderita dengan menarik diri obat anti psikotik
dengan dosis efektif, seperti chlorphromazine injeksi, stelazine
juga diberikan, dimana efek sampingnya dapat menimbulkan
sidroma parkinson untuk mengatasi efek samping tersebut dapat
diberikan obat anti kolinergik yaitu trihexypinidile atau arthane
1-2 kah sehari.
b) Terapi Kejang listrik
Suatu pengobatan untuk menimbulkan kejang grand mal
secara artificial dan melewatkan aliran listrik melalui elektrode
yang dipasang pada satu/dua temples. Terapi kejang listrik dapat
diberikan kepada skizofrenia yang tidak mempan terhadap
terapi neuroleptika, oral atau injeksi. Dosis terapi kejang listrik
4-5 joule.
2) Penatalaksanaan Keperawatan
Tindakan keperawatan yang sering dilakukan pada klien menarik diri
adalah :
a) Psikotherapi
Yaitu membantu klien mengidentifikasi mekanisme koping
yang adaptif dalam mengatasi masalah yang dihadapi, dan
lain-lain.
b) Pendidikan kesehatan
Yaitu rnembantu klien mengenal prilaku dan aspek positif,
kekuatan dan kelemahan serta meningkatkan kemampuan klien dalam
melakukan aktivitas yang positif.
c) Terapi lingkungan yaitu termasuk menyiapkan keluarga agar
memberikan lingkungan yang kondusif bagi perawatan klien.
2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Kerusakan Interaksi Sosial :
Menarik Diri
Proses keperawatan merupakan salah satu alat bagi perawat untuk
memecahkan masalah yang terjadi pada klien. Proses keperawatan adalah
suatu modalitas pemecahan masalah yang didasari oleh metode ilmiah,
yang memerlukan pemeriksaan secara sistematis serta identifikasi masalah
dengan mengembangan strategi untuk memberikan hasil yang diinginkan
(Hidayat, 2001; 12).
Proses keperawatan bertujuan untuk memberikan asuhan
keperawatan sesuai dengan kebutuhan dan masalah klien sehingga mutu
pelayanan keperawatan optimal. Dengan menggunakan proses keperawatan
dapat terhindar dari tindakan keperawatan yang bersifat rutin, intuisi dan
tidak unik bagi individu klien (Keliat, 1998 ; 2).
Asuhan keperawatan jiwa berpedoman pada perilaku manusia sebagai
ilmunya dan penggunaan diri sendiri secara terapeutik sebagai kiatnya.
Dengan demikian diharapkan klien dapat meningkatkan dan mempertahankan
perilaku yang mengkontribusi pada fungsi yang teruitegrasi (Stuart and
Sundeen, 1998 ; 14).
Hubungan saling percaya antara perawat dan klien merupakan dasar utama
dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan jiwa. Hal
ini penting karena peran perawat dalam asuhan keperawatan jiwa adalah
membantu klien untuk dapat menyelesaikan masalah sesuai dengan kemampumn
yang dimiliki.
Proses keperawatan terdiri atas empat langkah yang sistematis Yang
dijabarkan sebagai belikut :
a. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses
keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan
perumusan kebutuhan atau masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi
data biologis, psikologis, sosial dan spiritual (Keliat, 1998 , 3).
1) Pengumpulan data
Pengumpulan data yang dilakukan pada klien dengan kerusakan
interaksi social : menarik diri antara lain :
a) Identitas klien dan penanggung
Pada identitas mencakup nama, umur, jenis kelamin, agama,
pekerjaan, pendidikan, status perkawinan, dan hubungan klien
dengan penanggung.
b) Alasan dirawat
Alasan dirawat meliputi : keluhan utama dan riwayat penyakit.
Keluhan utama berisi tentang sebab klien atau keluarga datang ke
rumah sakit dan keluhan klien saat pengkajian. Pada riwayat
penyakit terdapat faktor predisposisi dan presipitasi. Pada faktor
predisposisi dikaji tentang faktor-faktor pendukung klien untuk
mengalami kerusakan interaksi sosial : menarik diri. Faktor
presipitasi dikaji tentang faktor pencetus yang membuat klien
mengalami kerusakan interaksi sosial : menarik diri.
c) Pemeriksaan fisik
Pada nemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan yang menyangkut
tanda vital, ukuran-ukruan Seperti : berat badan, tinggi badan, dan
pemeriksaan fisik sesuai keluhan klien.
d) Psikososial
Da1am psikososial dicantumkan genogram yang menggambarkan
tentang pola interaksi, faktor genetik dalam keluarga berhubungan
dengan gangguan jiwa. Selain itu juga dikaji tentang konsep diri,
hubungan sosial serta spiritual. Dalam konsep diri data yang
umumnya didapat pada klien dengan kerusakan interaksi sosial:
menanik diri yaitu gangguan pada harga diri.
e) Status mental
Pada status mental didapat data yang sering muncul yaitu :
motorik menurun, pembicaraan pasif, alam perasaan sedih, adanya
perubahan sensori / persepsi : halusinasi.
f) Kebutuhan persiapan pulang
Mencakup hal-hal tentang kesiapan klien untuk pulang atau untuk
menjalani perawatan di rumah yaitu makan, BAB / BAK, mandi,
berpakaian, istirahat dan tidur, penggunaan obat, pemeliharaan
kesehatan, aktivitas di dalam rumah, dan aktivitas di luar rumah
g) Mekanisme Koping
Merupakan mekanisme yang diarahkan pada penatalaksanaan
stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan
mekanisme yang digunakan untuk melindungi diri. Menurut Achir
Yani dkk (2000 ; 119) mekanisme yang sering digunakan oleh
individu untuk mengatasi kecemasan yang berkaitan dengan
menarik diri meliputi : regresi, represi dan isolasi.
(1) Regresi : kemunduran akibat stres terhadap prilaku dan
merupakan ciri khas dari suatu taraf perkembangan yang lebih dini.
(2) Represi : pengesampingan secara tidak sadar tentang pikiran,
impuls atau ingatan yang menyakitkan.
(3) Isolasi : pemisahan unsur emosional dani suatu pikiran yang
mengganggu dapat bersifat sementara atau jangka panjang.
h) Pengetahuan
Pengetahuan meliputi kurang pengetahuan tentang penyakit jiwa,
faktor presipitasi, sistem pendukung, koping dan lain-lain.
i) Aspek medik
Data yang dikumpulkan meliputi diagnosa medik dan terapi
medik yang dijalani klien.
2) Daftar masalah
Beberapa masalah keperawatan yang muncul pada klien dengan
gangguan hubungan sosial menurut NANDA dikutip Stuart &
Sundeen (1998 ; 351) adalah :
a) Resiko tinggi prilaku kekerasan.
b) Perubahan persepsi sensori : halusinasi
c) Kerusakan interaksi sosial - menarik diri
d) Koping individu takefektif
e) Harga diri rendah
3) Pohon Masalah
Gambar 3: Pohon Masalah Pada Gangguan Hubungan Sosial : Menarik Diri.
4) Diagnosa Keperawatan
Perumusan diagnosa keperawatan merupakan langkah kelima dari
pengkajian keperawatan setelah potion masalah. Diagnosa keperawatan
adalah penilaian klinis tentang respon aktual atau potensial individu,
keluarga atau masyarakat terhadap masalah kesehatan klien / proses
kehidunan (Carpenito dalam Keliat, 1998 ; 2).
Resiko tinggi prilaku kekerasan
Perubahan persepsi sensori : halusinasi
Kerusakan interaksi sosial
Harga diri rendah
Koping individu tak efektif
Akibat
Masalah utama
Penyebab
Rumusan diagnosa dapat PE yaitu Permasalahan (P) yang
berhubungan dengan Etiologi (E) dan keduanya ada hubungan sebab
akibat secara ilmiah. Rumusan PES sama dengan PE hanya ditambah
Simptom (S) atau gejala sebagai data penunjang. Dalam keperawatan
jiwa ditemukan diagnosa anak beranak, yaitu jika etiologi sudah
diberikan tindakan dan permasalahan belum selesai maka P dijadikan
etiologi pada diagnosa yang baru, demikian seterusnya. Hal ini
dapat dilakukan karena permasalahan tidak selalu disebabkan oleh
satu etiologi yang sama sehingga walaupun etiologi sudah diberi
tindakan maka permasalahan belum selesai (Keliat, 1998 ; 6).
Dan pohon masalah di atas maka diagnosa keperawatan yang
muncul pada klien dengan gangguan hubungan sosial yaitu :
a) Resiko tinggi perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi
b) Perubahan persensi sensori : halusinasi berhuhungan dengan menarik
diri.
c) Gangguan hubungan sosial : menarik diri berhubungan dengan harga
diri rendah.
d) Harga diri rendah berhubungan dengan koping individu takefektif
b. Perencanaan
Perencanaan merupakan langkah kedua dari proses keperawatan
setelah pengkajian. Dari diagnosa keperawatan di atas diprioritaskan
berdasarkan keluhan yang paling dirasakan saat ini (core problem) dan bila
tidak diatasi akan mempengaruhi status fungsional klien (Carpenito,
2000;xxxviii).
Rencana tindakan keperawatan terdiri dari tiga aspek yaitu tujuan
umum, tujuan khusus dan rencana tindakan keperawatan. fujuan umum
berfokus pada penyelesaian permasalahan (P) dari diagnosa tertentu. Tujuan
umum dapat dicapai jika serangkaian tujuan khusus telah tercapai.
Tujuan khusus berfokus pada penyelesaian etiologi (E) dari diagnosa
tertentu. Tujuan khusus merupakan rumusan kemampuan klien yang perlu
dicapai atau dimiliki klien. Kemampuan ini dapat bervariasi sesuai
dengan masalah dan kebutuhan klien. umumnya kemampuan pada tujaan
khasus dapat dibagi menjadi 3 aspek Stuart dan Sundeen dalam Keliat,
(1998 ; 13) yaitu kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor. Adapun
rencana keperawatan sesuai dengan masalah diatas adalah :
1) Resiko tinggi perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi.
Tujuan Umum : klien tidak melakukan kekerasan.
Tujuan khasus :
a) Klien dapat membina hubungan saling percaya untuk mengendalikan
emosinya.
Kriteria Evaluasi : Klien mau membalas salam, berjabat tangan,
menyebutkan nama, tersenyum; kontak mata ada dan klien mau
mengetahui nama perawat.
Intervensi dan Rasional:
(1) Bina hubungan saling percaya dengan penggunaan prinsip
komunikasi terapeutik, sapa klien dengan ramah, perkenalkan
diri dengan sopan, jelaskan tujuan pertemuan.
Rasional : hubungan saling percaya merupakan dasar interaksi
terapeutik perawat – klien.
(2) Dorong dan beri kesempatan klien untuk mengungkapkan
perasaan.
Rasioaal : Ungkapan perasaan klien kepada perawat sebagai
bukti bahwa klien mulai mempercayai perawat.
(3) Ajak klien membicarakan hal-hal yang nyata dilingkungan.
Rasional : Membicarakan hal-hal yang nyata dapat membantu
klien kembali ke realita.
(4) Ciptakan lingkungan yang hangat dan bersahabat.
Rasioaal : Lingkungan yang hangat dan bersahabat dapat
membantu meningkatkan hubungan saling percaya dan
meningkatkan rasa nyaman klien.
b) Klien dapat mengenal halusinasinya
Kriteria Evaluasi : Klien dapat mengenal dan menyebutkan tanda dan
gejala halusinasi.
Intervensi dan Rasional:
(1) Adakan kontak sering dan Singkat secara bertahap misalnya:
ajak klien membicarakan hal-hal yang nyata yang ada di
lingkungannya, terima halusinasi sebagai hal yang nyata bagi
klien dan tidak nyata bagi perawat.
Rasional : Kontak yang singkat dapat menghindari rasa jemu
klien dan klien dapat membedakan hal yang nyata dan tidak nyata.
(2) Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya
misalnya : bicara dan tertawa tanpa stimulus, memandang ke
kiri atau ke kanan seolah-o!ah ada teman bicara.
Rasional : Dapat mengetahui apakah klien mengalami halusinasi
atau tidak.
(3) Terima halusinasi sebagai hal yang nyata bagi klien dan tidak
nyata bagi perawat (tidak membenarkan dan menyangkal).
Rasional : Meningkatkan orientasi realita klien dan rasa percaya
diri klien.
(4) Identifikasi bersama klien tentang waktu, isi, frekuensi dan
respon klien terhadap halusinasinya.
Rasional : Peran serta aktif klien menentukan efektifitas
tindakan keperawatan.
(5) Dorong dan beri kesempatan klien untuk mengungkapkan
perasaanmya ketika halusinasinya muncul.
Rasional : dengan mengungkapkan perasaannya klien akan lebih
tenang.
c) Klien dapat mengendalikan halusinasinya.
Kriteria Evaluasi : Klien dapat mencegah dan mengendalikan timbulnya
halusinasi, klien dapat memilih cara yang digunakan dalam menghadapi
halusinasinya , dan klien dapat mengikuti terapi aktivitas kelompok.
Intervensi dan Rasional :
(1) Identifikasi bersama klien, cara yang digunakan bila halusinasinya
muncul.
Rasional : mengetahui kemampuan klien dan memudahkan dalam
memberikan intervensi yang tepat.
(2) Beri pujian dan penguatan terhadap perilaku klien yang positif.
Rasional : Pujian dan penguatan akan meningkatkan harga, dan
klien dan mendorong pengulangan perilaku yang diharapkan.
(3) Diskusikar, bersama klien cara mencegah timbulnya halusinasi
(bicara dengan orang lain, menghardik halusinasi, dan melakukan
kegiatan ).
Rasional : Halusinasi yang terkontrol dapat mencegah timbulnya
perilaku kekerasan.
(4) Bersama klien merencanakan kegiatan untuk mencegah
timbulnya halusinasi.
Rasionasi : Mencegah klien terfokus pada halusinasinya dengan
menyibukkan diri.
(5) Dorong klien untuk memilih cara yang digunakan dalam
menghadapi halusinasi.
Rasional : Memberikan kesempatan pada klien untuk mengambil
keputusan dapat meningkatkan harga diri klien
6) Beri penguatan tentang cara yang digunakan dalam menghadapi
halusinasi.
Rasional : Dapat meningkatkan harga diri klien dan mendorong
pengulangan perilaku yang diharapkan.
(7) Dorong klien untuk melakukan cara yang dipilih dalam
menghadapi halusinasi.
Rasional : Memotivasi klien dalam menghadapi halusinasinya.
(8) Diskusikan dengan klien hasil upaya yang telah dilakukan.
Rasienal : klien dapat mengetahui efektifitas tindakan yang
dilakukan.
(9) Beri pujian dan penguatan positif atas upaya yang berhasil
dilakukan.
Rasional : pujian dan penguatan dapat meningkatkan harga diri
dari mengulang perilaku yang diharapkan.
d) Mendapat dukungan dari keluarga untuk mengendalikan
halusinasinya.
Kriteria Evaluasi : Klien dan keluarga dapat menyebutkan tindakan
yang bisa dilakukan untuk mengendalikan halusinasinya dan keluarga
dapat merawat klien dengan halusinasi di rumah.
Intervensi dan Rasional:
(1) Bina hubungan saling percaya dengan keluarga : sapa keluarga
dengan ramah, perkenalkan diri, dan jelaskan tujuan.
Rasional : Hubungan saling percaya merupakan dasar utama
dalam interaksi terapeutik perawat - keluarga klien.
(2) Kaji pengetahuan keluarga tentaing halusinasi dan tindakan yang
dilakukan dalam merawat klien.
Rasional : Mengetahui sejauh mana pengetahuan keluarga dalam
merawat klien sehingga dapat memberi intervensi yang tepat.
(3) Diskusikan dengan keluarga tentang dan gejala, cara yang
dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus halusinasi,
cara merawat anggota keluarg yang mengalami halusinasi di
rumah seperti beri kegiatan, jangan biarkan sendiri.
Rasional : Keluarga merupakan sistem pendukuug aktif untuk
menanggulangi masalah klien karena keluarga leibih banyak
berperan dalam lingkungan klien.
(4) Beri pujian pada keluarga atas kemampuan yang positif dalam
merawat klien di rumah.
Rasional : Meningkatkan motivasi keluarga dan mendorong
keluarga untuk mempertahankan perilaku yang positif.
e) Klien dapat memanfaatkan obat untuk mengontrol halusinasinya.
Kriteria Evaluasi : Klien dapat minum obat teratur sesuai program
dokter secara mandiri.
Intervensi dan Rasional:
(1) Jelaskan jenis jenis obat yang diminum, klien pada klien dan
keluarga.
Rasional : Dapat meningkatkan pengetahuan klien dan
keluarga tentang jenis-jenis obat yang diminum klien.
(2) Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian berhenti minum
obat tanpa seijin dokter.
Rasional : meningkatkan pengetahuan klien tentang manfaat obat
dan dapat memotivasi klien minum obat secara teratur.
(3) Anjurkan klien untuk minta sendiri obat dan meminumnya secara
teratur.
Rasional : dapat melatih kemandirian klien dalam minum obat
secara teratur.
2) Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan menarik diri.
Tujuan Umum : klien dapat mencegah timbulnya halusinasi.
Tujuan khusus :
a) Klien dapat meningkatkan hubungan saling percaya dengan
perawat.
Kriteria Evaluasi : Klien mau membalas salam, berjabat tangan,
menyebutkan nama, tersenyum, kontak mata ada dan klien mau
mengetahui nama perawat.
Intervensi dan Rasional:
(1) Tingkathan hubungan saling percaya dengan menggunakan
prinsip komunikasi terapeutik (sapa klien dengan ramah baik
verbal maupun non verbal, bersikap empati dan penuh
perhatian, kontak mata, terima klien apa adanya).
Rasional : Hubungan saling percaya merupakan dasar
keterbukaan antara klien dan perawat.
b) Klien dapat mengenal perasuan yang menyebabkan perilaku menarik
diri dari lingkungan sosial.
Kriteria Evaluasi : Klien dapat mengenal dan mengungkapkan
perasaan yang menyebabkan perilaku menarik diri.
Intervensi dan Rasional:
1) Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan penyebab perilaku
menarik diri.
Rasional : Dengan memberikan kesempatan pada klien, dapat
mengetahui sejauh mana klien mampu mengenal perasaannya,
penyebab menarik diri.
(2) Dorong klien untuk berinteraksi dan mengungkapkan
perasaannya kepada teman kerabatnya.
Rasional : Dengan mendorong untuk berinteraksi dan
mengungkapkan perasaannya kepada teman akrabnya diharapkan
klien mau berinteraksi secara wajar.
c) Klien dapat mengenal keuntungan dari berhubungan dengan orang lain
dan kerugian menarik diri.
Kriteria Evaluasi : Klien dapat menyebutkan keuntungan
berhubungan dengan orang lain dan kerugian dari menarik diri.
Intervensi dan Rasional:
(1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian
menarik diri.
Rasional : Dengan memberi kesempatan dapat mengetahui
sejauh mana klien mampu mengenal perasaannya tentang
keuntungan berhubungan dengan orang lain dan kerugian
menarik diri.
(2) Diskusikan bersama klien tentang keuntungan berhubungan
dengan orang lain dan kerugian menarik diri.
Rasional : Meningkatkan pengetahuan dan memotivasi klien
untuk berhubungan dengan orang lain.
(3) Beri pujian dan penguatan positif atas kemampuan klien
mengungkapkan perasaannya.
Rasional : pujian dan penguatan dapat meningkatkan
harga diri klien dan memotifasi klien.
d) Klien dapat berhubungan sosial dengan orang lain secara bertahap.
Kriteria Evaluasi : klien dapat berhubungan dengan orang lain
secara bertahap antara : klien-perawat, klien-perawat-perawat
lain, klien-perawat-perawat lain-klien lain, klien-kelompok kecil,
klien-keluarga / kelompok / masyarakat.
Intervensi dan Rasional:
(1) Kaji kemampuan klien dalam membina hubungan dengan
orang lain.
Rasional : Untuk mengetahui sejauhmana keinginan klien untuk
berinteraksi dengan orang lain.
(2) Dorong dan bantu klien untuk berhubungan dengan orang
lain melalui tahap sebagai berikut : klien-perawat, klien-
perawat-perawat lain, klien-perawat-perawat lain-klien lain,
klien - kelompok kecil,klien-keluarga / kelompok / masyarakat.
Rasional : Dapat memotivasi klien untuk berinteraksi sosial.
(3) Dorong klien mengungkapkan perasaan setelah berhubungan
dengan orang lain.
Rasional : Mengetahui sejauhmana keberhasilan klien
berhubungan dengan orang lain
(4) Beri pujian dan penguatan positif terhadap keberhasilan yang
telah dicapai.
Rasional : pujian dan penguatan positif pada klien dapat
meningkatkan motivasi untuk memulai berhubungan dengan
orang terdekat.
e) Klien mampu memberdayakan sistem pendukung atau keluarga
Kriteria Evaluasi : keluarga dapat memberikan dukungan kepada klien
untuk berkomunikasi dengan orang lain.
Intervensi dan Rasional :
(1) Diskusikan dengan anggota keluarga tentang perilaku menarik
diri, akibat dan cara mengatasinya.
Rasional : keluarga merupakan sistem pendukung aktif dalam
menaggulangi masalah klien karena klien lebih banyak berada
dalam lingkungan keluarga.
(2) Dorong anggota keluarga untuk memberikan dukungan kepada
klien untuk berkomunikasi dengan orang lain.
Rasional : untuk mengetahui keadaan klien dan meningkatkan rasa
aman klien dalam berinteraksi sosial.
(3) Anjurkan keluarga secara bergantian dan rutin menjenguk klien
selama perawatan minimal 1 minggu sekali.
Rasional : mengetahui perkembangan klien dan memotivasi klien
untuk cepat sembuh.
3) Kerusakan interaksi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri
rendah kronis.
Tujuan Umum : Klien dapat meningkatkan hubungan sosial dengan orang
lain.
Tujuan Khusus :
a) Klien dapat mengungkapkan perasaannya.
Kriteria Evaluasi : klien dapat bercerita tentang perasaannya secara
terbuka dengan perawat.
Intervensi dan Rasional :
(1) Sediakan waktu bersama klien
Rasional : kehadiaran perawat sebagai orang yang dipercaya akan
memberikan rasa aman dan meningkatkan rasa percaya klien.
(2) Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaanya.
Rasional : klien bisa menceritakan masalahnya denga terbuka
(3) Perhatikan kebutuhan klien
Rasional : klien dengan perilaku menarik diri cenderung kurang
memperhatikan perawatan dirinya.
b) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki.
Kriteria Evaluasi : klien dapat menyebutkan kemampuan dan aspek
positif yang dimilikinya.
(1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif dan negatif yang dimiliki
oleh klien.
Rasional : klien dapat menyadari kemampuan yang dimiliki
sehingga dapat meningkatkan percaya diri dan harga diri klien.
(2) Beri reinforcement positif bila klien telah mampu melaksanakan
dan mengepresikan perasaannya.
Rasional : dengan memberi reinforcement dapat meningkatkan
harga diri klien.
(3) Rencana bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari
sesuai kemampuannya.
Rasional : dengan merencanakan aktivitas klien dapat
dilakukan setiap hari sesuai kemampuannya.
c) Klien dapat menerapkan kemampuan yang dimilikinya dalam terapi
aktifitas .
Kriteria evaluasi : klien dapat mengikuti terapi aktivitas sesuai dengan
kemampuannya.
Intervensi dan Rasional :
(1) Kaji dan diskusikan aktivitas yang tepat untuk klien
Rasional : memberikan kesempatan klien untuk merumuskan
sesuatu sehingga dapat meningkatkan harga diri klien.
(2) Ajarkan klien untuk menerapkan aspek positif yang dimiliki.
Rasional : dengan mengajarkannya pada klien maka dapat
meningkatakan rasa percaya diri klien.
(3) Beri pujian/dukungan, kenalkan kelebihan klien, bila klien sudah
bisa berinteraksi dengan orang lain.
Rasional : Pujian dan dukungan merupakan kunci utama untuk
meningkatkan harga diri klien.
4) Harga diri rendah berhubungan dengan koping individu takefektif.
Tujuan Umum : klien mempunyai persepsi positif tentang harga dirinya
Tujuan Khusus :
a) klien dapat mengungkapkan perasaan tentang dirinya.
Kriteria Evaluasi : klien dapat bercerita tentang perasaannya secara
terbuka dengan perawat.
Intervensi dan Rasional :
(1) Sediakan waktu bersama klien
Rasional : kehadiran perawat sebagai orang yang dipercaya akan
memberikan rasa aman dan meningkatkan rasa percaya klien.
(2) Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
Rasional : klien bisa menceritakan masalahnya dengan terbuka.
b) Klien dapat mengidentifikasi mekanisme koping yang sering
digunakannya.
Kriteria Evaluasi : klien dapat menyebutkan mekanisme koping yang
digunakannya.
Intervensi dan Rasional :
(1) Diskusikan mekanisme koping klien
Rasional : klien dapat mengidentifikasi mekanisme koping yang
digunakannya.
(2) Beri reinforcement positif bila klien mampu mengepresikan
perasaannya.
Rasional : dengan memberi reinforcement dapat meningkat harga
diri klien.
c) Klien dapat memilih mekanisme koping yang kontruktif
Kriteria Evaluasi : klien dapat memilih koping mekanisme yang
konstruktif.
Intervensi dan Rasional :
(1) Diskusikan bersama klien tentang mekanisme koping yang
konstruktif .
Rasional : memberi kesempatan klien merumuskan sesuatu
sehingga dapat memudahkan untuk memilih.
(2) Memfasilitaskan klien untuk memilih mekanisme kopng yang
sesuai dengan kemampuannya.
Rasional : untuk memudahkan klien menggunakan koping
mekanisme yang sesuai dengan kemampuannya.
(3) Beri pujian/dukungan atas pemilihan koping yang
konstruktif/adaptif.
Rasional : pujian dan dukungan memberikan rasa percaya diri
pada klien.
d) Klien dapat menggunakan mekanisme koping yang konstruktif/adaptif.
Kriteria Evaluasi : klien dapat menggunakan koping mekanisme yang
konstruktif dalam mengatasi stres.
Intervensi dan Rasional :
(1) Diskusikan bersama klien tentang mekanisme koping yang
konstruktif dalam mengatasi stres.
Rasional : untuk mengetahui pengetahuan klien tentang
mekanisme koping yang konstruktif.
(2) Memfasilitasi klien untuk menggunakan mekanisme koping yang
sesuai dengan kemampuannya.
Rasional : untuk memberikan dukungan bagi klien menggunakan
koping mekanisme yang sesuai dengan kemampuannya
(3) Beri pujian/dukungan atas penggunaan koping yang knstruktif
/adaptif.
Rasional : pujian dan dukungan memberikan rasa percaya diri
pada klien.
c. Pelaksanaan
Pelaksanaan /implementasi keperawatan merupakan bagian dari
proses keperawatan. Tujuan dari implementasi adalah mengatasi masalah
yang terjadi pada klien. Implementasi keperawatan dicatat untuk
mengkomunikasikan rencana perawatan mencapai tujuan dilakukan
intervensi yang tepat sesuai dengan masalah, serta tetap melakukan
pengkajian evaluasi efektif terhadap perawatan (Hidayat, 2001 ; 39)
Sebelum melaksanakan tindakan yang merencanakan perawat perlu
memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dan
dibutuhkan klien sesuai dengan kondisinya saat ini (here and now).
Perawat juga harus menilai diri sendiri apakah mempunyai kemampuan
interpersonal intelektual, teknikal sesuai dengan tindakan yang
dilaksanakan dan dinilai kembali apakah aman bagi klien. Setelah tidak ada
hambatan maka tidakan keperawatan dapat dilaksanakan dengan membuat
kontrak bersama klien, memberikan penjelasan apa yang akan dikerjakan,
dan peran serta klien yang diharapkan. Implementasi yang dilakukan
pada klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran
disesuaikan dengan rencana keperawatan yang telah disusun.
d. Evaluasi Keperawatan
Menurut Keliat (1998 : 15), evaluasi adalah proses yang
berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan pada klien.
Evalusi dilakukan secara terus menerus pada respons klien terhadap
tindakan keperwatan yang telah dilakukan. Evaluasi dapat dibagi dua,
yaitu evaluasi proses atau formatif dilakukan setiap selesai melaksanakan
tindakan evaluasi hasil atau evaluasi sumatif dilakukan dengan
membandingkan respons klien pada tujuan khusus dan umum yang telah
ditentukan.
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP,
sebagai pola pikir :
S : respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang
telah dilaksanakan.
O : respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang
telah dilaksanakan.
A : analisa ulang atas data subjektif untuk menyimpulkan apakah
masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data
yang kontradiksi dengan masalah yang ada.
P : perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada
respon klien
Rencana tidak lanjut dapat berupa :
1) Rencana teruskan, jika masalah tidak berubah.
2) Rencana dimodifikasi jika masalah tetap semua tindakan sudah
dijalankan tetapi belum memuaskan.
3) Rencana dibatalkan jika ditemukan masalah baru dan bertolak belakang
dengan masalah yang ada serta diagnosa lama dibatalkan.
4) Rencana atau diagnosa selesai jika tujuan sudah tercapai dan yang
diperlukan adalah memelihara dan mempertahankan kondisi yang baru.
Pada klien dengan kerusakan interaksi sosial : menarik diri,
evaluasi keperawatan yang diharapkan sebagai berikut :
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2) Klien dapat mengenal perasaan yang menyebabkan menarik diri.
3) Klien dapat mengenal keuntungan dan kerugian dari menarik diri.
4) Klien dapat berhubungan sosial dengan orang lain secara bertahap.
5) Klien mampu memberdayakan sistem pendukung atau keluarga.
B. Tinjauan Kasus
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 23-Oktober 2006 pukul 10.00 wita di
ruang Drupadi BPK RSJ Propinsi Bali di Bangli. Pengumpilan data
dilakul:an dengan cara anamnesa, observasi dan catatan medik klicn dan
kunjungan rumaai sehingga didapat data :
a. Pengumpulan Data
1) Identitas : Klien Penanggung
Nama : AR D.P
Umur : 20 tahun 35 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki Laki-laki
Agama : Hindu Hindu
Pendidikan : SD SD
Pekerjaan : - Wiraswasta
Status perkawinan : Belum menikah Menikah
Suku/Bangsa : Bali/Indonesia Bali/Indonesia
Alamat : Br. Pasaban Kaler Br. Pasaban Kaler
Ds. Pesaban, kec Ds. Pesaban, kec
Rendang Rendang
Karangasem Karangasem
No CM : 108264
Hub. Dengan klien : Paman
33
2) Alasan Masuk
a) Keluhan saat MRS (15 Mei 2008)
Klien datang ke IRD BPK RSJ Propinsi Bali diantar oleh keluarga klien
dikeluhkan suka mengurung diri di kamar, sering menangis, ketawa
dan bicara sendiri. Klien juga mengamuk dengan membanting barang
disekitarnya bila didekati oleh keluarganya. Karena tidak bisa diatasi
maka keluarga langsung mengajak klien ke IRD BPK RSJ Propinsi
Bali dan disarankan MRS. Dan mendapatkan terapi injeksi lodorner IM I
ampul dan diazepam injeksi IV 1 ampul.
b) Keluhan saat pengkajian (10 Juni 2008)
klien lebih banyak diam, klien hanya mau menjawab pertanyaan yang
diajukan dengan singkat. Klien selalu menundukkan kepala saat berbicara
dengan perawat kontak mata kurang serta jarang berinteraksi dengan
orang lain.
3) Fantor Prcdisposisi dan Presipitasi
Klien sebelumnya belum pernah mengalami sakit jiwa dan pertama kali
dirawat di RSJ Bangli. Klien mempunyai pengalaman yang tidak
menyenangkan yaitu semenjak umur 8 tahun ditinggal orang tuanya menjadi
TKW keluar negeri dan tidak pulang-pulang. Sehingga klien dan adikanya
diasuh oleh neneknya. Ekonomi nenek klien sangat kekurang, oleh karena itu
sejak kecil klien diajak jualan sayur keliling kampung, dan pasien merasa
sangat malu akan hal itu. Klien hanya disekolahkan sampai tamat SD karena
tidak punya biaya dari faktor keturunan tidak ada keluarga yang mengalami
34
gangguan jiwa. Sedangkan faktor presipitasinya yakni klien ditinggal menikah
oleh orang yang dicintainya (± 3 minggu sebelum MRS). Sejak saat ini klien
mulai murung, senang menyendiri dan bengong-bengong. Klien juga pernah
mengamuk karena kecewa dengan orang tuanya yang tega menelantarkan
anak-anak mereka. .
4) Pemeriksaan Fisik
a) Tanda Vital
Tekanan darah : 120/80 mm Hg
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 37o C
Pernafasan : 24 x/menit
b) Pengukuran
BB : 42 TB : 157 cm
c) Keluhan fisik :Tidak ada
35
5) Status Psikososial
1) Genogram
Keterangan
: Laki-laki
: Perempuan
: Meninggal
: Umur klien
: Klien
: Tinggal serumah
Gambar 4 : Genogram klien AR dengan gangguan hubungan sosial : menarik
diri.
Penjelasan :
Klien adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Klien berumur 20
tahun, klien tinggal serumah dengan ayah, ibu dan dua orang adiknya
serta neneknya. Hubungan klien dengan keluarga kurang terjalin
semenjak ditinggal ortunya TKW dan klien lebih dekat dengan
neneknya.
36
20
20
b) Konsep Diri
(1) Citra Tubuh
Klien menganggap dirinya biasa saja dan menerima tubuhnya apa adanya
tapi klien tidak suka dengan rambutnya yang kriting dan sudah pernah
diluruskan tapi setelah itu kriting lagi.
(2) Identitas Diri
Klien menyadari dirinya sebagai seorang pria yang hanya berpendidikan
SD dan merasa kurang puas dengan keadaannya tersebut.
(3) Perand Diri
Sebelum dirawat, klien berperan sebagai seorang anak tertua dan
mencoba membantu ekonomi keluarga dengan cara bekerja sebagai
pembatu, namun akhirnya klien berhenti dengan alasan gajinya kecil
setelah dirawat klien berperan sebagai pasien dan cukup kooperatif dalam
proses pengobatan.
(4) Ideal Diri
Harapan klien sebelum sakit adalah ingin seperti anak lain yakni diasuh
oleh orang tua dan sekolah tinggi, karena klien ingin menjadi polisi saat
ini yang masih belum bisa diterima oleh klien yaitu ditinggal menikah
oleh orang yang dicintainya, karena klien bagitu mencintai wanita
tersebut.
(5) Harapan Diri
Klien merasa rendah diri karena rambutnya kriting klien merasa malu
dengan pendidikannya yang hanya tamat SD. Klien juga mengatakan
37
tidak berhasil dalam pekerjaan, sehingga gagal memnuhi peran yang
diharapkan dalam membantu ekonomi keluarganya. Setelah klien
ditinggal menikah oleh orang lain yang dicintainya klien merasa benar-
benar ditolak, tidak berguna dan rendah diri.
c) Hubungan Sosial
(1) Klien mengatakan di rumah hanya dekat dengan neneknya tapi di rumah
sakit klien tidak mempunyai teman dekat.
(2) Peran serta dalam kelompok masyarakat
Klien kurang aktif dalam mengikuti kegiatan dalam masyarakat.
(3) Hubungan klien dengan perawat dan temannya kurang, klien hanya berbicara
seperlunya apabila ditanya oleh perawat.
(4) Spiritual
Klien menganut agama hindu dan yakin dengan adanya Ida Sang Hyang
Widhi. Klien jarang melakukan kegiatan ibadah, klien tidak menggunakan
simbul-simbul keagamaan.
6) Status Mental
a) Penampilan
Klien berpenampilan rapi, pakaian yang digunakan cukup bersih, rambut
klien tersisir rapi.
b) Pembicaraan
Klien berbicara lambat, klien tidak mampu memulai pembicaraan selama
proses wawancara klien berbicara hanya ditanya oleh perawat dan
seperlunya.
38
c) Aktivitas Motorik
Klien tampak lesu dan tidak bergairah pada saat diwawancarai dan banyak
menunduk.
d) Alam Perasaan
Saat wawancara klien tampak sedih, murung.
e) Efek
Dari hasil observasi efek yang ditunjukan adalah efek tumpul yaitu hanya
mererspon saat ada stimulus yang kuat.
f) Interaksi Selama Wawancara
Selama wawancara klien mau menjawab sebatas pertanyan yang diberikan,
kontak mata antara klien dengan perawat kurang dan klien tampak lebih
banyak menunduk.
g) Persepsi
Klien mengatakan kadang mendengar suara-suara kurang jelas isinya dan
siapa yang berbicara. Saat pengkaji klien mengatakan mendengar suara dan
memiringkan telinga.
h) Proses Pikir
Pada saat wawancara pembicara klien lambat dan berbata-bata tapi bisa
menjawab sesuai dengan pertanyaan perawat.
i) Isi Pikir
Saat pengkajian klien tidak mennjukan gangguan isi pikir seperti waham dan
phobia.
39
j) Tingkat Kesadaran
Dari hasil observasi dan wawancara klien tidak mengalami disorientasi
waktu, tempat dan orang.
k) Memori
Klien tidak mengalami kesulitan untuk mengingat baik memori jangka
pendek atau jangka panjang tentang peristiwa yang terjadi pada dirinya.
l) Tingkat konsentrasi dan berhitung
Selama wawancara klien agak sulit berkonsentrasi, saat ditanya 1 + 5 klien
bisa menjawab dengan benar yaitu tetapi dalam waktu yang sangat lama.
m) Kemampuan penelitian
Saat diberikan pilihan seperti apakah klien mengambil pasta gigi dahulu atau
menggosok gigi, klien menjawab mengambil pasta gigi dahulu baru
menggosok gigi.
n) Daya tilik diri
Klien menyadari dirinya sakit dan perlu perawatan dan pengobatan.
7) Kebutuhan persiapan pulang
a) Makan dan Minum
Klien mengatakan biasa makan 3 kali sehari habis satu porsi tiap kali makan.
Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makannya, meskipun
masih perlu bantuan keluarganya.
b) BAB dan BAK
Klien mampu menggunakan dan membersihkan WC, sehabis BAB dan BAK
serta mampu membersihkan diri dan merapikan rambut.
40
c) Mandi
Klien memerlukan batuan dalam hal mandi klien mandi 1 x sehari
d) Berpakaian
Klien mampu mengambil dan memilih pakaian yang sesuai situasi dan
kondisi. Klien menggunakan alas kaki dan menyisir rambut. Nilai kemampuan
klien dalam berpakaian cukup.
e) Istirahat dan tidur
Klien biasa tidur siang malam mulai pukul 23.00 sampai 06.00 Wita.
f) Penggunaan obat
Klien mau minum obat yang diberikan oleh perawat sesuai dengan waktunya
dan tidak mengalami efek sampin.
g) Pemeliharaan kesehatan
Sistem pendukung yang dimiliki adalah keluarga. Jika klien sembuh keluarga
mengatakan akan tetap mengajak klien kontrol ke RSJ Prov. Bali di Bangli.
h) Aktivitas dalam rumah
Klien mampu melaksanakan aktivitas di dalam rumah seperti menyapu
halaman rumah.
i) Aktivitas di luar rumah
Klien mengatakan belum siap jika sudah pulang untuk melakukan kegiatan
diluar rumah seperti ke pasar atau kegiatan ada.
8) Mekanisme koping
Klien menggunakan koping maladaptif yaitu represi dan isolasi dimana bila
mempunyai masalah klien tidak pernah menceritakan masalah kepada siapapun
41
dengan mencoba mengesampingan/melupakan permasalahannya. Namun dengan
cara-cara tersebut tidak akan menyelesaikan permasalahannya
9) Masalah psikososial dan lingkungan
Klien tinggal bersama ayah, ibu dan adik serta neneknya, setelah ditinggal orang
tuanya TKW lebih dekat dengan neneknya. Klien mengatakan bila di rumah akan
teringat dengan orang disukainya namun telah menikah dengan orang lain.
10) Pengetahuan
Klien tahu bahwa dirinya sakit dan sedang mendapatkan perawatan dan
pengobatan. Tapi klien tidak tahu sistem pendukung dan koping mekanisme yang
diperlukan untuk mengatasi masalahnya.
11) Aspek medis
Diagnosa : Skizofrenia Hebefrenik
Therapi Medis : Chlorpromazine 2 x 50 mg
Trihezyphenidryl 1 x 1 mg
Stelazine 2 x 2.5 mg
b. Analisa Data
Data yang sudah didapat dari pengkajian selanjutnya dianalisis dengan cara
mengelompokkannya menjadi data objektif dan data subjektif.
42
TABEL IANALISA DATA KEPERAWATAN PASIEN AR
DENGAN KERUSAKAN INTERAKSI SOSIAL MENARIK DIRI DI RUANG DRUPADI BPK RSJ PROPINSI BALI
TANGGAL 10 JUNI 2008
No Data Subyektif Data Obyektif Kesimpulan1 2 3 41 - Klien mengatakan lebih
senang menyendiri dari pada berinteraksi dengan orang lain.
- Klien tidak mengatakan tidak mempunyai teman dekat di RS
- Klien jarang berinteraksi dengan pasien lain atau dengan petugas
- Kontak verbal pasif/tidak bisa memulai pembicaraan
- Kontak mata kurang/lebih sering mununduk efek tumpul, klien tampak putus asa
Kerusakan interaksi sosial menarik diri
2 - Klien mengatakan kadang-kadang mendengarkan suara-suara yang tidak jelas
- Kadang-kadang klien tampak memiringkan telinga ke arah tertentu seolah-olah sedang mendengarkan sesuatu
Perubahan persepsi sensori halusinasi dengar
3 - Klien mengatakan malu/minder dengan rambutnya yang kriting
- Klien mengatakan malu dengan pendidikannya hanya tamat SD
- Klien mengatakan sering mengalami kegagalan dalam pekerjaan
- Klien merasa sedih dan rendah diri karena ditinggal kawin oleh orang yang dicintainya.
- Kontak mata kurang/sering menunduk
- Klien sering membesarkan hal negatif pada dirinya
Harga diri rendah
4 - Klien mengatakan bila ada masalah/stres lebih senang memendamnya dengan mencoba melupakan seolah tidak masalah
- Klien sering menggunakan koping maladaptif tanpa mencoba untuk menyelesaikannya
Koping individu tak efektif
43
c. Rumusan Masalah
1) Kerusakan interaksi sosial : menarik diri
2) Perubahan persepsi sensori : halusinasi dengar
3) Harga diri rendah
4) Koping individu tak efektif.
d. Pohon Masalah
Dari rumusan masalah tersebut maka dibuatlah pohon masalah sebagai berikut:
Gambar 4 : Pohon masalah pada klien AR dengan kerusakan interaksi sosial :
menarik diri
e. Diagnosa Keperawatan
1) Kerusakan interaksi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri
rendah ditandai dengan klien mengatakan tidak mempunyai teman dekat di
RS, klien mengatakan lebih senang menyendiri daripada berinteraksi dengan
orang lain, klien jarang berinteraksi dengan pasien lain atau petugas, kontak
verbal pasif/tidak bisa memulai pembicaraan, kontak mata kurang/lebih sering
44
Koping Individu Takefektif
Kerusakan interaksi sosial : menarik diri
Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi Dengar
Gangguan konsep diri : Harga diri rendah kronis
Efek
CP
Cause
menunduk atek tumpul, klien tampak putus asa.
2) Perubahan Persepsi Sensori : halusinasi dengan berhubungan dengan menarik
diri ditandai dengan klien mengatakan kadang mendengar suara-suara yang
tidak jelas, kadang memiringkan telinga ke arah tertentu.
3) Harga diri rendah berhubungan dengan koping individu takefektif ditandai
dengan klien mengatakan malu/minder dengan rambutnya yang kriting, klien
mengatakan malu dengan pendidikannya hanya tamat SD, klien mengatakan
sering mengalami kegagalan dalam pekerjaan, klien merasa sedih dan rendah
diri karena ditinggal kawin oleh orang yang dicintainya, klien malu dengan
keadaannya sekarang, kontak mata kurang/sering menunduk, klien sering
membesarkan hal negatif pada dirinya kontak mata kurang saat wawancara.
2. Perencanaan
a. Prioritas Diagnosa Keperawatan
Dari diagnosa keperawatan di atas diprioritaskan berdasarkan keluhan
yang paling dirasakan saat ini dan bila tidak diatasi akan mempengaruhi status
fungsional klien (Carpenito, 2000;xxxviii). Maka prioritas perencanaan asuhan
keperawatan pada klien AR dengan kerusakan interaksi sosial : menarik diri
adalah sebagai berikut:
1) Kerusakan interaksi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri
rendah.
2) Perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran berhubungan dengan
menarik diri.
3) Harga diri rendah berhubungan dengan koping individu takefektif.
45