Upload
jho-ch
View
38
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
1
Citation preview
LAPORAN PENDAHULUAN
ST ELEVASI MIOKARD INFARK (STEMI)
I. ANATOMI FISIOLOGI
A. ANATOMI JANTUNG
Jantung terdiri dari 4 ruang, yaitu 2 ruang serambi atau bagian yang
berdinding tipis (atrium), dan 2 bilik atau bagian yang berdinding tebal ( ventrikel )
a. Atrium
Atrium merupakan bagian dari ruang atas jantung, yang berfungsi sebagai
penampungan darah yang selanjutnya akan mengalir menuju ventrikel. Atrium
berkontraksi untuk membantu pengisian ventrikel.
1) Atrium kanan
Dinding atrium kanan memiliki struktur yang tipis, dan memiliki tekanan
yang rendah Sebelum memasuki atrium kanan, darah melewati dua vena yang
bermuara ke atrium kanan yaitu vena kava superior (membawa darah dari
bagian tubuh atas dan ekstremitas atas) serta vena kava inferior (membawa
darah dari ekstremitas bawah dan organ abdomen). Setelah melalui atrium
kanan kemudian melewati katup trikuspid darah menuju ventrikel kanan pada
saat fase relaksasi otot jantung (diastole)
2) Atrium kiri
Dinding atrium kiri sedikit lebih tebal dibanding atrium kanan. Darah yang
telah teroksigenisasi memasuki atrium kiri. Selanjutnya darah akan memasuki
ventrikel kiri melewati katup mitral pada saat vase relaksasi otot jantung
( diastole). Fungsi dari atrium kiri adalah sebagai ruang penerima darah yang
telah teroksigenisasi dari paru-paru.
b. Ventrikel
Fungsi ventrikel secara umum adalah memompakan darah ke sistem sirkulasi
sistemik dan sirkulasi pulmonal. Ventrikel kiri mempunyai ketebalan tiga kali dari
yang sebelah kanan, sesuai dengan kerja jantung yang lebih berat.
1) Ventrikel kanan
1
Tebal dinding luarnya 4-5 mm dengan bertekanan rendah. Fungsi dari
ventrikel kanan adalah memompa darah menuju paru-paru. Darah mengalir
menuju arteri pulmonal melewati katup pulmonal, pada saat fase kontraksi/
sistolik.
2) Ventrikel kiri
Ventrikel kiri memiliki otot yang besar. Tekanan pada ventrikel kiri sangat
tinggi, darah yang masuk berasal dari atrium kiri melalui katub mitral dan
keluar dari ventrikel melalui katub aorta. Fungsi dari ventrikel kiri adalah
mengalirkan darah menuju seluruh bagian tubuh yang selanjutnya kembali ke
atrium kanan.
KATUB JANTUNG
Katub jantung yang berjumlah 4 buah berfungsi mengalirkan darah dan
mencegah aliran balik darah. Katup ini membuka dan menutup secara pasif yang
merupakan respon dari perubahan tekanan dan perubahan isi dari ruang- ruang
jantung. Secara umum katub jantung dibagi menjadi 2 jenis katub yaitu katub
atrioventrikular dan katub semilunar
a. Katub Atrioventrikular
Katub ini membagi jantung menjadi 2 bagian yaitu atrium dan ventrikel. Katub
atrioventrikular ini menghubungkan aliran darah dari atrium ke ventrikel. Terdiri dari
katub tricuspid dan katup mitral.
1) Katup tricuspid
2
Tricuspid memisahkan atrium kanan dan ventrikel kanan. Katup Trikuspid
memiliki 3 daun katup (anterior, septal, posterior). Daun katub ini disokong
oleh 2 muskulus papilaris yang dihubungkan oleh korda tendinae. Fungsi
tricuspid adalah membantu darah mengalir dari atrium kanan ke ventrikel
kanan selama diastole (daun katup membuka). Saat systole daun katup
menutup sehingga tidak terjadi aliran balik.
2) Katup Mitral/ Bicuspid
Katup mitral memisahkan atrium kiri dengan ventrikel kiri. Terdiri dari 2 daun
katup/ bikuspidalis (anterior dan posterior). Fungsi katup mitral adalah
membantu darah mengalir dari atrium kiri ke ventrikel kiri saat diastole (daun
katup membuka). Saat systole daun katup menutup sehingga tidak terjadi
aliran balik.
b. Katub Semilunar
Katub semilunar memisahkan ventrikel dari pembuluh darah besar. Dua katup
semilunar ini memilki 3 daun katub yang mengalirkan darah dari ventrikel ke
pulmonary arteri dan aorta. Fungsi katub adalah membiarkan darah mengalir dari
ventrikel ke pembuluh darah besar selama diastole (daun katup terbuka).
1) Katub pulmonal
Katub pulmonal memisahkan ventrikel kanan dan arteri pulmonal, terdiri dari
tiga daun katup (anterior kanan, anterior kiri, dan posterior). Fungsi dari katup
pulmonal adalah membiarkan darah mengalir dari ventrikel kanan ke arteri
pulmonal selama sistole (daun katub membuka).
2) Katub aorta
Katup aorta memisahkan ventrikel kiri dan aorta. Terdiri dari 3 daun katup
(Coroner kiri,coroner kanan,dan non coronary). Fungsi katub ini adalah
membiarkan darah mengalir dari ventrikel kiri ke aorta selama sistole (daun
katub membuka).
A. FISIOLOGI JANTUNG
1. CARDIAC OUTPUT
Cardiac output atau curah jantung adalah jumlah darah yang dipompakan oleh
jantung selama satu menit (± 4 – 8 L/menit) ketika istirahat. Merupakan hasil dari stroke
3
volume (Jumlah darah yang dipompakan oleh jantung setiap satu kali kontraksi) dan heart
rate. Faktor-faktor yang mempengaruhi stroke volume dan cardiac output adalah:
a. Preload/ beban awal
Merupakan kekuatan yang meregangkan otot otot ventrikel pada end diastol atau
sesaat sebelum kontraksi, yang digambarkan dengan jumlah volume darah yang
berada di ventrikel pada saat itu. Peningkatan peregangan otot-otot jantung
menyebabkan kontraksi ventrikel dan stroke volume yang lebih kuat. Semakin besar
volume pengisian ventrikel, semakin besar pula stroke volume. Proses ini sesuai
dengan hukum Frank – Starling.
b. Afterload/ beban akhir
Merupakan beban atau tekanan yang harus dihadapi ventrikel ketika berkontraksi.
Afterload ventrikel kiri adalah tekanan diastolik di aorta dan resistensi vaskuler
sistemik (Systemic Vascular Resistance/ SVR). Sedangkan afterload ventrikel kanan
adalah tekanan diastolik arteri pulmonal dan resistensi vaskuler pulmonal (Pulmonary
Vascular Resistance/ PVR) . Afterload mempengaruhi kerja jantung, konsumsi
oksigen miokard dan performa ventrikel.
c. Contractility/ kontraktilitas
Merupakan kekuatan dan velositas pemendekan otot miokard, tergantung pada
preload dan afterload. Stimulus inotropik positif (epinefrin, dopamine) meningkatkan
kekuatan kontraksi, inotropik negatif menyebabkan penurunan kekuatan kontraksi
(beta bloker, asidosis, hipoksemia)
2. SISTEM VASKULER
Laju dan volume aliran darah dalam sirkulasi ditentukan oleh dua faktor:
4
a. Perbedaan tekanan inflow dan outflow (tekanan ke dalam vs tekanan
keluar)
Aliran darah terjadi apabila tekanan pada permulaan sirkulasi lebih besar dari
akhir sirkulasi.
b. Resistensi terhadap aliran darah
Faktor utama yang mempengaruhi resistensi terhadap aliran darah adalah diameter
pembuluh darah. Apabila diameter pembuluh darah menurun sampai satu
setengahnya akibat vasokonstriksi, maka aliran darah meningkat 16 kali. Konstriksi
dan relaksasi otot-otot arteriol dan spingter prekapiler merupakan bagian yang paling
berperan dalam perubahan diameter pembuluh darah, resistensi vaskuler dan aliran
darah regional. Secara umum, semakin besar resistensi vaskuler, semakin besar pula
potensial untuk menurunkan aliran darah ke jaringan distal dan semakin besar pula
mean arterial pressure yang dibutuhkan untuk menghantarkan darah melalui sirkulasi
tersebut.
3. SIRKULASI
Lingkaran sirkulasi dapat dibagi atas 2 bagian yaitu: sirkulasi sistemik dan sirkulasi
pulmonal.
a. Sirkulasi sistemik
1) Mengalirkan darah ke berbagai organ serta memenuhi kebutuhan organ yang
berbeda
2) Memerlukan tekanan permulaan yang besar dan banyak mengalami tahanan
3) Kolom hidrostatik panjang
b. Sirkulasi pulmonal
1) Hanya mengalirkan darah ke paru dan berfungsi untuk paru-paru
2) Mempunyai tekanan permulaan yang rendah
3) Hanya sedikit mengalami tahanan dan kolom hidrostatiknya pendek
4. SISTEM KORONER
Efisiensi jantung sebagai pompa tergantung dari nutrisi dan oksigenasi yang cukup
pada otot jantung oleh sirkulasi koroner. Sirkulasi koroner meliputi seluruh permukaan
5
jantung dan membawa oksigen untuk miokardium melalui cabang-cabang intramiokardial
yang kecil-kecil.
a. Arteri Koroner
Arteri koroner adalah cabang pertama dari sirkulasi sistemik yang memperdarahi
jantung. Arteri tersebut melintang di permukaan jantung dan mengelilingi jantung.
Terdiri dari Arteri koroner kiri dan arteri koroner kanan.
1) Arteri koroner kiri (Left Main Corronary Artery)
Mempunyai dua cabang besar, yaitu Left Anterior Descendence (LAD) dan
Left Circumflex (LCx).
a) LAD (Left Anterior Descendence)
Cabang LAD berperan dalam memperdarahi RV, dinding anterior LV, dan
2/3 anterior septum. Cabang LAD juga memperdarahi jaringan konduksi
seperti berkas his, berkas His kiri dan kanan.
b) LCx (Left Circumflex)
LCx Memperdarahi dinding lateral dan posterior ventrikel kiri. Dan pada
sebagian kesil orang LCx memperdarahi AV dan SA node.
2) Arteri Koroner Kanan (RCA)
Pada umumnya RCA memperdarahi SA dan AV node, juga memperdarahi
berkas his. RCA juga memperdarahi RV, dinding inferior LV dan 1/3 posterior
septum ventrikel
b. Faktor – faktor yang mempengaruhi aliran darah koroner
1) Tekanan perfusi koroner (tekanan diastolik aorta –
tekanan sinus koroner/ RA pressure).
Pada orang dewasa normal, tekanan yang dapat mengalirkan darah ke sirkulasi
koroner sebesar 90 mmHg. Aliran darah koroner menurun ketika tekanan < 50
mmHg. Aliran darah benar-benar berhenti ketika tekanan perfusi koroner < 20
mmHg (disebut critical closing pressure).
2) Resistensi vaskuler koroner
Resistensi terhadap aliran darah dipengaruhi oleh diameter arteri koroner.
6
Apabila arteri menyempit, resisitensi meningkat sehingga laju dan volume aliran
darah menurun. Apabila terjadi dilatasi arteri, resistensi menurun, sehingga laju
dan volume aliran darah meningkat. Diameter pembuluh darah diatur secara
otomatis (autoregulated) oleh kebutuhan metabolik miokard. Apabila terjadi
peningkatan kebutuhan oksigen di miokard (misalnya olahraga), maka arteri
koroner mengalami dilatasi untuk meningkatkan aliran darah ke miokard 4 sampai
5 kali normal (istirahat).
c. Faktor – faktor yang dapat menurunkan aliran darah koroner
1) Obstruksi atau penyempitan lumen koroner
Disebabkan oleh spasme, plak atherosklerosis dan atau adanya formasi
trombus.
2) Penurunan tekanan diastolik aorta atau peningkatan
yang signifikan dari tekanan atrium kanan
II. KONSEP DASAR
A. DEFINISI
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung secara
permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif maupun di
pengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan nyeri dada, peningkatan enzim
jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan EKG. STEMI adalah cermin dari pembuluh
darah koroner tertentu yang tersumbat total sehingga aliran darahnya benar-benar
terhenti, otot jantung yang dipendarahi tidak dapat nutrisi-oksigen dan mati. Menurut
Ramrakha (2006), pada infark miokard dengan elevasi segmen ST, lokasi infark dapat
ditentukan dari perubahan EKG. Penentuan lokasi infark berdasarkan perubahan
gambaran EKG.
7
Lokasi infark miokard berdasarkan perubahan gambaran EKG
No Lokasi Gambaran EKG
1 Anterior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-
V4/V5
2 Anteroseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V3
3 Anterolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V6
dan I dan aVL
4 Lateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V5-V6
dan inversi gelombang T/elevasi ST/gelombang Q di
I dan aVL
5 Inferolateral Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III,
aVF, dan V5-V6 (kadang-kadang I dan aVL).
6 Inferior Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III,
dan aVF
7 Inferoseptal Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III,
aVF, V1-V3
8 True posterior Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen ST
depresi di V1-V3. Gelombang T tegak di V1-V2
9 RV Infraction Elevasi segmen ST di precordial lead (V3R-V4R).
Biasanya ditemukan konjungsi pada infark inferior.
Keadaan ini hanya tampak dalam beberapa jam
pertama infark.
Dikutip dari Ramrakha, 2006
Diagnosis STEMI ditegakkan jika ditemukan angina akut disertai elevasi segmen ST.
Nilai elevasi segmen ST bervariasi, tergantung kepada usia, jenis kelamin, dan lokasi
miokard yang terkena. Bagi pria us ia≥40 tahun, S TEMI ditegakkan jika diperoleh
elevasi segmen ST di V1-V3 ≥ 2 mm dan ≥ 2,5 mm bagi pasien berusia < 40 tahun
(Tedjasukmana, 2010). ST elevasi terjadi dalam beberapa menit dan dapat berlangsung
hingga lebih dari 2 minggu (Antman, 2005).
8
A. ETIOLOGI
STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular,
dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi, obesitas dan
hiperlipidemia.
1. Merokok
Merokok meningkatkan resiko terkena penyakit jantung kororner sebesar 50%.
Seorang perokok pasif mempunyai resiko terkena infark miokard. Di Inggris, sekitar
300.000 kematian karena penyakit kardiovaskuler berhubungan dengan rokok
(Ramrakha, 2006). Menurut Ismail (2004), penggunaan tembakau berhubungan
dengan kejadian miokard infark akut prematur di daerah Asia Selatan.
2. Hipertensi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau
tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Peningkatan tekanan darah sistemik
meningkatkan resistensi vaskuler terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri.
Akibatnya kerja jantung bertambah, sehingga ventrikel kiri hipertrofi untuk
meningkatkan kekuatan pompa. Bila proses aterosklerosis terjadi, maka penyediaan
oksigen untuk miokard berkurang. Tingginya kebutuhan oksigen karena hipertrofi
jaringan tidak sesuai dengan rendahnya kadar oksigen yang tersedia (Brown, 2006).
3. Obesitas
Obesitas meningkatkan resiko terkena penyakit jantung koroner. Sekitar 25-49%
penyakit jantung koroner di negara berkembang berhubungan dengan peningkatan
indeks masa tubuh (IMT). Overweight didefinisikan sebagai IMT > 25-30 kg/m2 dan
obesitas dengan IMT > 30 kg/m2. Obesitas sentral adalah obesitas dengan kelebihan
lemak berada di abdomen. Biasanya keadaan ini juga berhubungan dengan kelainan
metabolik seperti peninggian kadar trigliserida, penurunan HDL, peningkatan tekanan
darah, inflamasi sistemik, resistensi insulin dan diabetes melitus tipe II (Ramrakha,
2006).
4. Hiperlipidemia
Abnormalitas kadar lipid serum yang merupakan faktor resiko adalah hiperlipidemia.
Hiperlipidemia adalah peningkatan kadar kolesterol atau trigliserida serum di atas
batas normal. The National Cholesterol Education Program (NCEP) menemukan
9
kolesterol LDL sebagai faktor penyebab penyakit jantung koroner. The Coronary
Primary Prevention Trial (CPPT) memperlihatkan bahwa penurunan kadar kolesterol
juga menurunkan mortalitas akibat infark miokard (Brown, 2006).
B. MANIFESTASI KLINIS
Keluhan utama adalah sakit dada yang terutama dirasakan di daerah
sternum,bisa menjalar ke dada kiri atau kanan,ke rahang,ke bahu kiri dan kanan dan
pada lengan.Penderita melukiskan seperti tertekan,terhimpit, diremas-remas atau
kadang hanya sebagai rasa tidak enak di dada. Walau sifatnya dapat ringan ,tapi rasa
sakit itu biasanya berlangsung lebih dari setengah jam.Jarang ada hubungannya
dengan aktifitas serta tidak hilang dengan istirahat atau pemberian nitrat.
Rasa nyeri hebat sekali sehingga penderita gelisah, takut, berkeringat dingin
dan lemas. Kulit terlihat pucat dan berkeringat, serta ektremitas biasanya terasa
dingin. Volume dan denyut nadi cepat, namun pada kasus infark miokard berat nadi
menjadi kecil dan lambat. Bradikardi dan aritmia juga sering dijumpai. Tekanan darah
menurun atau normal selama beberapa jam atau beberapa hari. Dalam waktu beberapa
minggu, tekanan darah kembali normal. Dari ausklutasi prekordium jantung,
ditemukan suara jantung yang melemah. Pulsasinya juga sulit dipalpasi. Pada infark
daerah anterior, terdengar pulsasi sistolik abnormal yang disebabkan oleh diskinesis
otot-otot jantung. Penemuan suara jantung tambahan (S3 dan S4), penurunan
intensitas suara jantung dan paradoxal splitting suara jantung S2 merupakan pertanda
disfungsi ventrikel jantung. (Antman, 2005).
C. PATOFISIOLOGI
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak
setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya.
Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat biasanya tidak
memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI
terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular.
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur,
rupture atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu trombogenesis,
sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi arteri
koroner. Penelitian histology menunjukkan plak koroner cendeeung mengalami
rupture jika mempunyai vibrous cap yang tipis dan intinya kaya lipid (lipid rich core).
10
Infark Miokard yang disebabkan trombus arteri koroner dapat mengenai
endokardium sampai epikardium,disebut infark transmural, namun bisa juga hanya
mengenai daerah subendokardial,disebut infark subendokardial. Setelah 20 menit
terjadinya sumbatan, infark sudah dapat terjadi pada subendokardium dan bila
berlanjut terus rata-rata dalam 4 jam telah terjadi infark transmural. Kerusakan
miokard ini dari endokardium ke epikardium menjadi komplit dan ireversibel dalam
3-4 jam. Meskipun nekrosis miokard sudah komplit, proses remodeling miokard yang
mengalami injury terus berlanjut sampai beberapa minggu atau bulan karena daerah
infark meluas dan daerah non infark mengalami dilatasi.
D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Anamnesis
Adanya nyeri dada yang lamanya lebih dari 30 menit di daerah
prekordial,retrosternal dan menjalar ke lengan kiri,lengan kanan dan ke belakang
interskapuler. Rasa nyeri seperti dicekam,diremas-remas,tertindih benda
padat,tertusuk pisau atau seperti terbakar.Kadang-kadang rasa nyeri tidak ada dan
penderita hanya mengeluh lemah,banyak keringat, pusing, palpitasi, dan perasaan
akan mati.
2. Pemeriksaan fisik
Penderita nampak sakit, muka pucat, kulit basah dan dingin. Tekanan darah bisa
tinggi, normal atau rendah. Dapat ditemui bunyi jantung kedua yang pecah
paradoksal, irama gallop. Kadang-kadang ditemukan pulsasi diskinetik yang
tampak atau teraba di dinding dada pada IMA inferior.
3. EKG
Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard infark
akut, EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner menunjukkan
elevasi segmen ST. Kemudian gambaran EKG berupa elevasi segmen ST akan
berkembang menjadi gelombang Q. Sebagian kecil berkembang menjadi
gelombang non-Q. Pada STEMI inferior, ST elevasi dapat dilihat pada lead II, III,
dan aVF.
4. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan adalah Creatinin Kinase (CK)MB dan
cardiac specific troponin (cTn)T atau cTn1 dan dilakukan secara serial. cTn harus
digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan
11
otot skeletal, karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB. Pada
pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA, terapi reperfusi diberikan segera
mungkin dan tidak tergantung pada pemeriksaan biomarker. Peningkatan nilai
enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan ada nekrosis jantung
(infark miokard).
a. CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai
puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dala 2-4 hari. Operasi jantung,
miokarditis dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB.
b. cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dab cTn I. Enzi mini meningkat setelah 2 jam bila
ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih
dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.
c. Mioglobin: dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak
dalam 4-8 jam.
d. Creatinin Kinase (CK): Meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan
mencapai puncak dalam 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari.
e. Lactic dehydrogenase (LDH): meningkat setelah 24 jam bila ada infark
miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari.
f. Garis horizontal menunjukkan upper reference limit (URL) biomarker jantung
pada laboratorium kimia klinis. URL adalah nilai mempresentasikan 99th
percentile kelompok control tanpa STEMI.
g. Reaksi non spesifik terhadap injuri miokard adalah leikositosis
polimorfonuklear yang dapat terjadi dalam beberapa jam setelah onset nyeri
dan menetap selama 3-7 hari. Leukosit dapat mencapai 12.000-15.000/u1.
E. PENATALAKSANAAN
a. Oksigen
Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri
<90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen
selama 6 jam pertama.
b. Nitrogliserin (NTG)
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan
dapat diberikan sampai 3 dosis dengan Intervensi 5 menit. Selain mengurangi
nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan
menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara
12
dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark atau pembuluh kolateral. Jika nyeri
dada terus berlangsung dapat diberikan NGT intravena. NGT intravena juga
diberikan untuk mngendalikan hipertensi atau edema paru.
Terapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90mmHg
atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan (infark inferior pada
EKG, JVP meningkat, paru bersih dan hipotensi). Nitrat juga harus dihindari pada
pasien yang menggunakan phosphodiesterase-5 inhibitor sildenafil dalam 24 jam
sebelumnya karena dapat memicu efek hipotensi nitrat.
c. Morfin
Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesic pilihan
dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg
dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Efek
samping yang perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi vena dan
arteriolar melalui penurunan simpatis, sehingga terjadi pooling vena yang akan
mengurangi curah jantung dan tekanan arteri. Efek hemodinamik ini dapat diatasi
dengan elevasi tungkai pada kondisi tertentu diperlukan penambahan cairan IV
dengan NaCl 0,9%. Morfin juga dapat menyebabkan efek vagotonik yang
menyebabkan bradikardia atau blok jantung derajat tinggi, terutama pasien dengan
infark posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi dengan pemberian atropine 0,5
mgIV.
d. Aspirin
Aspirinmerupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan
efektif pada spectrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase
trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorbsi
aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi. Selanjutnya aspirin
diberikan oral dengan dosis 75-162 mg.
e. Penyekat Beta
Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta IV,
selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang bias adiberikan adalah metoprolol 5
mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung >60
menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg, interval PR <0,24 detik dan ronchi
tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir
dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis IV terakhir dilanjutkan dengan
13
metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam dan dilanjutkan 100 mg tiap 12
jam.
f. Terapi Reperfusi
Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan derajat
disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI
berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventricular yang maligna.
Sasaran terapi perfusi pada pasien STEMI adalah door-to-needle (atau medical
contact-to-needle) time untuk memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30
menit atau door-to-ballon) time untuk PCI dapat dicapai dalam 90 menit.
a) Seleksi Strategi Reperfusi
Langkah-langkah Penilaian dalam Memilih Terapi Reperfusi pada Pasien
STEMI:
Langkah 1: Nilai waktu dan risiko
1) Waktu dan gejala
Waktu dan gejala untuk terapi fibrinolitik merupakan predictor penting luas
infark dan outcome pasien. Efektivitas obat fibrinolisis dalam
menghancurkan thrombus sangat tergantung dengan waktu. Terapi
fibrinolisis yang diberikan dalam 2 jam pertama (terutama dalam jam
pertama) terkadang menghentikan infark miokard dan secara dramatis
menurunkan angka kematian. Sebaliknya, kemampuan memperbaiki arteri
yang mengalami infark menjadi paten, kurang banyak tergantung pada lama
gejala pasien yang menjalani PCI. Beberapa laporan menunjukkan tidak
ada pengaruh keterlambatan waktu terhadapa laju mortalitas jika PCI
dikerjakan setelah 2 sampai 3 jam setelah gejala. The Task Force on the
Management of Acute Myocardial Infraction of the European Society of
Cardiology dan ACC/AHA merekomendasikan target medical contact-to-
balloon atau door-tto-balloon time dalam waktu 90 menit.
2) Resiko STEMI
Beberapa model telah dikembangkan yang membantu dokter dalam
menilai risiko mortalitas pada pasien STEMI. JIka estimasi mortalitas
dengan fibrinolisis sangat tinggi, seperti pada pasien renjatan
kardiogenik, bukti klinis menunjukkan strategi PCI lebih baik.
14
3) Resiko Perdarahan
Penilaian terapi reperfusi juga melibatkan risiko perdarahan pada
pasien. Jika terapii reperfusi bersama-sama tersedia PCI dan fibrinolisis,
semakin tinggi risiko perdarahan dengan terapi fibrinolisis, semakin
kuat keputusan untuk memilih PCI. Jika PCI tidak tersedia, manfaat
terapi reperfusi farmakologis harus mempertimbangkan mafaat dan
risiko.
4) Waktu yang Dibutuhkan untuk Transport ke Laboratorium PCI
Adanya fasilitas kardiologi Intervensi merupakan penentu utama apakah
PCI dapat dikerjakan. Untuk fasilitas yang dapat mengerjakan PCI,
penelitian menunjukkan PCI lebih superior dari reperfusi farmakologis.
Jika composite end point kematian, infark miokard rekuren non fatal
atau strok dianalisis, superioritas PCI terutama dalam hal penurunan
laju infark miokard non fatal berkurang.
Langkah 2: Tentukan apakah firinolisis atau strategi invasif lebih disukai.
Jika presentasi kurang dari 3 jam dan tidak ada keterlambatan untuk strategi
invasive, tidak ada preferensi untuk strategi lain.
b) Percutaneous Coronary Intervention (PCI)
Intervensi koroner perkutan, biasanya angioplasty dan atau stenting tanpa
didahului fibrinolisis disebut PCI primer. PCI ini efektif dalam
mengembalikan perfusi pada STEMI jika dilakukan dalam beberapa jam
pertama infark miokard akut. PCI primer lebih efektif dari fibrinolisis
dalam melakukan arteri koroner yang teroklusi dan dikaitkan dengan
outcome klinis jangka pendek dan jangka panjang yang lebih baik.
Dibandingkan trombolisis, PCI primer lebih dipilih jika terdapat syok
kardiogenik (terutama pasien <75 tahun), risiko perdarahan meningkat,
atau gejala sudah ada sekurang-kurangnya 2 atau 3 jam jika bekuan lebih
matur dan kurang mudah hancur dengan obat fibrinolisis. Namun demikian
PCI lebih mahal dalam hal personil dan fasilitas, dan aplikasinya terbatas
berdasarkan tersedianya sarana, hanya di beberapa Rumah Sakit.
c) Reperfusi Farmakologis
Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolisis idealnya diberikan dalam
30 menit sejak masuk (door-to-needle time <30 menit). Tujuan utama
fibrinolisis adalah restorasi cepat patensi arteri koroner. Terdapat beberapa
15
macam obat fibrinolitik antara lain: tissue plasminogen activator (tPA),
streptokinase, tenekteplase (TNK) dan reteplase (rPA). Semua obat ini
bekerja dengan cara memicu konversi plasminogen menjadi plasmin, yang
selanjutnya melisiskan thrombus fibrin. Terdapat 2 kelompok yaitu
golongan spesifik fibrin seperti tPA dan non fibrin seperti streptokinase.
Jika dinilai secara angiografi, aliran di dalam arteri koroner yang terlibat
(culprit) digambarkan dengan skala kualitatif sederhana disebut
Thrombolysis In Myocardial Infarction (TIMI) grading system:
1) Grade 0 menunjukkan oklusi total (complete occlusion) pada arteri yang
terkena infark.
2) Grade 1 menunjukkan penetrasi sebagian materi kontras melewati titik
obstruksi tetapi tanpa perfusi vascular distal.
3) Grade 2 menunjukkan perfusi pembuluh yang mengalami infark ke
bagian distal tetapi dengan aliran yang melambat dibandingkan arteri
normal.
4) Grade 3 menunjukkan perfusi penuh pembuluh yang mengalami infark
dengan aliran normal.
Target terapi reperfusi adalah aliran TIMI grade 3, karena perfusi penuh pada
arteri koroner yang terkena infark menunjukkan hasil yang lebih baik dalam
membatasi luasnya infark, mempertahankan fungsi ventrikel kiri dan
menurunkan laju mortalitas jangka pendek dan jangka panjang. Terapi
fibrinolitik dapat menurunkan risiko relative kematian di rumah sakit sampai
50% jika diberikan dalam jam pertama onset gejala STEMI, dan manfaat ini
dipertahankan sampai 10 tahun. Setiap hitungna menit dan pasien yang
mendapat terapi dalam 1-3 Jm onset gejala akan mendapat manfaat yang
terbaik. Walaupun laju mortalitas lebih sedang, terapi masih tetap bermanfaat
pada banyak pasien 3-6 jam setelah onset infark, dan beberapa manfaat
nampaknya masih ada samapi 12 jam terutama jika nyeri dada masih ada dan
segmen ST masih tetap elevasi pada sadapan EKG yang belum menunjukkkan
gelombang Q yang baru. Jika dibandingkan dengan PCI pada STEMI (PCI
primer), fibrinolisis secara umum merupakan strategi reperfusi yang lebih
disukai pada pasien pada jam pertama gejala, jika perhatian pada masalah
16
logistic seperti transportasi pasien ke pusat PCI yang baik, atau ada antisipasi
keterlambatan sekurang-kurangnya 1 jam antara waktu trombolisis dapat
dimulai dibandingkan implementasi PCI.
Perawatan
a. Istirahat tergantung payah jantungnya.
b. Posisi tidur fowler.
c. Menjaga kebersihan mulut.
d. Defekasi di usahakan teratur setiap hari.
e. Pembatasan aktifitas fisik, aktifitas di batasi tapi jangan dilarang sama sekali
karena akan mempengaruhi psikologik.
f. Pengawasan in take - out put.
g. Pembinaan psikologis
F. KOMPLIKASI
1. Disfungsi Ventrikular
Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami serial perubahan dalam bentuk, ukuran
dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini
disebut remodeling ventricular dan umumnya mendahuluai berkembangnya gagal
jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. SEgera setetlah
infark ventrikel kiri mengalami dilatasi. Secara akut, hasil ini berasala dari
ekspansi infark al: slippage serat otot, disrupsi sel miokardial normal dan hilangnya
jaringan dalam zona nekrotik. Selanjutnya terjadi pula pemanjangan segmen
noninfark, mengakibatkan penipisan yang disproporsional dan elongasi zona
infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan ukuran
dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks ventrikel kiri
yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi
gagal jantung dan prognosis lebih buruk Progresivitas dilatasi dan knsekuensi
klinisnya dapat dihambat dengan terapi inhi bitot ACE dan vasodilator lain. PAda
pasien dengan fraksi ejeksi <40%, tanpa melihat ada tidaknya gagal jantung,
inhibitore ACE harus diberikan.
B. Gangguan Hemodinamik
Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di rumah
sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik
17
dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan
sesudahnya. Tanda klinis yang tersering dijumpai adalah ronki basah di paru dan
bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen sering dijumpai
kongesti paru.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. AKTIVITAS / ISTIRAHAT
a. Gejala :
1) Keletihan / kelelahan terus – menerus sepanjang hari.
2) Insomnia
3) Nyeri dada dengan aktivitas
4) Dispnea pada istirahat atau pada pengerahan tenaga
b. Tanda :
1) Gelisah, perubahan status mental (misalnya letargi)
2) Tanda vital berubah pada aktivitas
2. SIRKULASI
a. Gejala :
1) Riwayat hipertensi
2) IM baru / akut
3) Episode GJK sebelumnya
4) Penyakit katup jantung
5) Bedah jantung
6) Endokarditis
7) SLE
8) Anemia
9) Syok Septic
10) Bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen, “sabuk terlalu ketat” (pada gagal
bagian kanan)
b. Tanda :
18
1) TD : mungkin rendah (gagal pemompaan); normal (GJK rigan / kronis); atau
tinggi (kelebihan beban cairan atau peningkatan TVS)
2) Tekanan Nadi : mungkin sempit; menunjukan penurunan volume sekuncup
3) Frekuensi jantung : Takikardia (gagal jantung kiri)
4) Irama Jantung : Disritmia, misalnya fibrilasi atrium, kontraksi ventrikel
premature / takikardia, blok jantung.
5) Nadi Apikal : PMI mungkin menyebar dan berubah posisi secara inferior ke
kiri.
6) Bunyi Jantung : S3 (gallop) adalah diagnostik; S4 dapat terjadi; S1 dan S2
mungkin melemah.
7) Murmur Sistolik dan Diastolik dapat menandakan adanya stenosis katup atau
insuficienci
8) Nadi : Nadi perifer berkurang; perubahan dalam kekuatan denyutan dapat
terjadi; nadi sentral mungkin kuat, misalnya nadi jugularis, karotis, abdominal
terlihat
9) Warna : Kebiruan, pucat, abu – abu, sianotik
10) Punggung kuku : pucat atau sianotik dengan pengisian kapiler lambat.
11) Hepar : pembesaran atau dapat teraba, refleks hepatojugularis
12) Bunyi Nafas : Krekels, ronki
13) Edema : mungkin dependen, umum, atau pitting, khususnya pada ekstremitas;
DVJ
3. INTEGRITAS EGO
a. Gejala :
1) Ansietas, khawatir, takut
2) Stress yang berhubungan dengan penyakit atau keprihatinan finansial
(pekerjaan / biaya keperawatan medis)
b. Tanda :
Berbagai manifestasi perilaku, misalnya ansietas, marah, ketakutan, mudah
tersinggung.
4. ELIMINASI
a. Gejala :
1) Penurunan berkemih, urin berwarna gelap
19
2) Berkemih malam hari (nockturia)
3) Diare / konstipasi
5. MAKANAN / CAIRAN
a. Gejala :
1) Kehilangan nafsu makan
2) Mual atau muntah
3) Penambahan berat badan signifikan
4) Pembengkakan pada ekstremitas bawah
5) Pakaian / sepatu terasa sesak
6) Diet tinggi garam atau makanan yang telah diproses, lemak, gula, dan kafein
7) Penggunaan diuretik
b. Tanda :
1) Penambahan berat badan cepat
2) Distensi abdomen (asites); edema (umum, dependen, tekanan, pitting)
6. HIGIENE
a. Gejala : Keletihan / kelemahan, kelelahan selama aktivitas perawatan diri
b. Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal
7. NEUROSENSORIK
a. Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan
b. Tanda :
1) Letargi, kusut pikir, disorientasi
2) Perubahan perilaku, mudah tersinggung
8. NYERI / KENYAMANAN
a. Gejala :
1) Nyeri dada, angina akut / kronis
2) Nyeri abdomen kanan atas
20
3) Sakit pada otot
b. Tanda :
1) Tidak tenang, gelisah
2) Fokus menyempit (menarik diri)
3) Perilaku melindungi diri
9. PERNAPASAN
a. Gejala :
1) Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk, atau dengan beberapa bantal
2) Batuk dengan / tanpa pembentukan sputum
3) Riwayat penyakit paru kronis
4) Penggunaan bantuan pernapasan, misalnya oksigen atau medikasi
b. Tanda :
1) Pernapasan : Takipnea, napas dangkal, pernapasan labored; penggunaan otot
aksesori pernapasan, nasal flaring
2) Batuk : Kering / nyaring / nonproduktif atau mungkin batuk terus – menerus
dengan / tanpa pembentukan sputum
3) Sputum : mungkin bersemu darah, merah muda / berbuih (edema pulmonal)
4) Bunyi napas : mungkin tidak terdengar, degan krakles basilar dan mengi
5) Fungsi mental : mungkin menurun; letalergi; kegelisahan
6) Warna kulit : pucat atau sianosis
10. KEAMANAN
a. Gejala :
1) Perubahan dalam fungsi mental
2) Kehilangan kekuatan / tonus otot
3) Kulit lecet
11. INTERKASI SOSIAL
a. Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan
12. PEMBELAJARAN / PENGAJARAN
21
a. Gejala : Menggunakan atau lupa menggunakan obat – obat jantung, misalnya
penyekat saluran kalsium.
b. Tanda : Bukti tentang ketidakberhasilan untuk meningkatkan.
c. Pertimbangan Rencana Pemulangan
a) DRG menunjukan rerata lamanya dirawat : 8,2 hari
b) Bantuan untuk berbelanja, transportasi, kebutuhan perawatan diri, tugas –
tugas pemeliharaan / pengaturan rumah
c) Perubahan dalam terapi / penggunaan obat
d) Perubahan dalam tatanan fisik rumah
B. DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan miokardium.
Kriteria hasil: Mengidentifikasi metode yang dapat menghilangkan nyeri,melaporkan
nyeri hilang atau terkontrol.
Intervensi :
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Kaji tingkat nyeri dada dan
abdomen
2. Obs/pantau adanya cemas/gelisah
3. Catat/pantau TTV
4. Berikan posisi nyaman dan
ajarkan tehnik relaksasi
5. Bantu perawatan diri
6. Identifikasi/dorong penggunaan
prilaku adaptif
1. Menentukan tingkat keparahan penyebab
nyeri dada dan abdomen, nyeri dada timbul
karena inefektif darin suplai darah ke jantung,
nyeri abdomen dikarenakan adanya
pembesaran dari hati hal ini disebabkan
adanya pembendungan vena portal sehiingga
membuat arus balik dari sistem sirkulasi.
2. Ketidakadekuatan dari oksigen ke otak
membuat pasien gelisah
3. Sebagai pantau kestabilan dari
hemodinamik dan respon tubuh secara dini
4. Posisi memberikan rasa nyaman dan
tehnik relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri
5. Mengurangi stressor penyebab nyeri yang
timbul, semakin banyak oksigen yang
dibutuhkan semakin membuat pasien menjadi
22
nyeri, seperti aktifitas sehari-hari ini dapat
dibantu
6. Mengurangi tingkat stressor pasien
sehingga nyeri berkurang.
Kolaborasi
1. Berikan obat-obatan sesuai
indikasi
2. Oksigen 3-4 liter/menit
1. Obat-obatan yang bersifat
menekan ssistem saraf yang dapat
menurunkan nyeri..
2. Memaksimalkan ketersediaan
oksigen untuk menurunkan beban kerja
jantung dan menurunkan ketidaknyamanan
karena iskemia.
2. Resiko terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan konstriksi
fungsi ventrikel, degenerasi otot jantung.
Kriteria hasil: Menurunkan episode dispnea, angina dan disritmia. Mengidentifikassi
perilaku untuk menurunkan beban kerja jantung.
Intervensi :
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Pantau irama dan frekuensi jantung
2. Auskultasi bunyi jantung. Perhatikan
jarak / tonus jantung, murmur, gallop
S3 dan S4.
3. Dorong tirah baring dalam posisi semi
fowler
4. Berikan tindakan kenyamanan
misalnya perubahan posisi dan
gosokan punggung, dan aktivitas
hiburan dalam toleransi jantung
5. Dorong penggunaan teknik
menejemen stress misalnya latihan
pernapasan dan bimbingan imajinasi
1. Takikardia dan disritmia dapat terjadi
saat jantung berupaya untuk
meningkatkan curahnya berespon
terhadap demam. Hipoksia, dan
asidosis karena iskemia.
2. Memberikan deteksi dini dari terjadinya
komplikasi misalnya GJK, tamponade
jantung.
3. Menurunkan beban kerja jantung,
memaksimalkan curah jantun
4. Meningkatkan relaksasi dan
mengarahkan kembali perhatian
5. Perilaku ini dapat mengontrol ansietas,
23
6. Evaluasi keluhan lelah, dispnea,
palpitasi, nyeri dada kontinyu.
Perhatikan adanya bunyi napas
adventisius, demam
meningkatkan relaksasi dan
menurunkan kerja jantung
6. Manifestasi klinis dari GJK yang dapat
menyertai endokarditis atau miokarditis
Kolaborasi
1. Berikan oksigen komplemen
2. Berikan obat – obatan sesuai dengan
indikasi misalnya digitalis, diuretik
3. Antibiotic/ anti microbial IV
4. Bantu dalam periokardiosintesis
darurat
5. Siapkan pasien untuk pembedahan
bila diindikasikan
1. Meningkatkan keseterdian oksigen
untuk fungsi miokard dan
menurunkan efek metabolism
anaerob,yang terjadi sebagai akibat
dari hipoksia dan asidosis.
2. Dapat diberikan untuk
meningkatkan kontraktilitas
miokard dan menurunkan beban
kerja jantung pada adanya GJK
( miocarditis)
3. Diberikan untuk mengatasi
pathogen yang teridentifikasi,
mencegah kerusakan jantung lebih
lanjut.
4. prosedur dapat dilakuan di tempat
tidur untuk menurunkan tekanan
cairan di sekitar jantung.
5. Penggantian katup mungkin
diperlukan untuk memperbaiki
curah jantung
3. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan b.d menurunya suplai oksegen ke
otot.
Kriteria hasil: mempertahankan atau mendemonstrasikan perfusi jaringan adekuat
secara individual misalnya mental normal, tanda vital stabil, kulit hangat dan kering,
nadi perifer`ada atau kuat, masukan/ haluaran seimbang.
Intervensi:
Intervensi Rasional
24
Mandiri
1. Evaluasi status mental. Perhatikikan
terjadinya hemiparalisis, afasia,
kejang, muntah, peningkatan TD.
2. Selidiki nyeri dada, dispnea tiba-tiba
yang disertai dengan takipnea, nyeri
pleuritik, sianosis, pucat
3. Tingkatkan tirah baring dengan tepat
4. Dorong latihan aktif/ bantu dengan
rentang gerak sesuai toleransi.
1. Indicator yang menunjukkan embolisasi
sistemik pada otak.
2. Emboli arteri, mempengaruhi jantung
dan / atau organ vital lain, dapat terjadi
sebagai akibat dari penyakit katup, dan/
atau disritmia kronis
3. Dapat mencegah pembentukan atau
migrasi emboli pada pasien
endokarditis. Tirah baring lama,
membawa resikonya sendiri tentang
terjadinya fenomena tromboembolic.
4. Meningkatkan sirkulasi perifer dan
aliran balik vena karenanya
menurunkan resiko pembentukan
thrombus.
Kolaborasi
Berikan antikoagulan, contoh heparin,
warfarin (coumadin)
Heparin dapat digunakan secara profilaksis
bila pasien memerlukan tirah baring lama,
mengalami sepsis atau GJK, dan/atau
sebelum/sesudah bedah penggantian katup.
Catatan : Heparin kontraindikasi pada
perikarditis dan tamponade jantung.
Coumadin adalah obat pilihan untuk terapi
setelah penggantian katup jangka panjang,
atau adanya thrombus perifer.
4. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan gangguan perfusi jaringan
Kriteria Hasil: mempertahankan pola nafas efektif bebas sianosis, dan tanda lain dari
hipoksia.
Intervensi:
Intervensi Rasional
Mandiri
25
1. Evaluasi frekuensi pernafasan dan
kedalaman. Contoh adanya dispnea,
penggunaan otot bantu nafas,
pelebaran nasal.
2. Lihat kulit dan membran mukosa
untuk adanya sianosis.
3. Tinggikan kepala tempat tidur
letakkan pada posisi duduk tinggi atau
semifowler.
1. Kecepatan dan upaya mungkin
meningkat karena nyeri, takut, demam,
penurunan volume sirkulasi, hipoksia
atau diatensi gaster.
2. Sianosis bibir, kuku, atau daun telinga
menunjukkan kondisi hipoksia atau
komplikasi paru
3. Merangsang fungsi pernafasan/ekspansi
paru. Efektif pada pencegahan dan
perbaikan kongesti paru.
Kolaborasi:
Berikan tambahan oksigen dengan kanul
atau masker, sesuai indikasi
Meningkatkan pengiriman oksigen ke paru
untuk kebutuhan sirkulasi khususnya pada
adanya gangguan ventilasi
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan inflamasi dan degenerasi sel-sel otot
miokard, penurunan curah jantung
Kriteria hasil: menunjukkan toleransi aktivitas, menunjukkan pemahaman tentang
pembatasan terapeutik yang diperlukan.
Intervensi:
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Kaji respon pasien terhadap
aktivitas. Perhatikan adanya dan
perubahan dalam keluhan
kelemahan, keletihan, dan dispnea
berkenaan dengan aktivitas
2. Pantau frekuensi dan irama jantung,
tekanan darah, dan frekuensi
pernapasan sebelum dan sesudah
aktivitas dan selam di perluka
3. Mempertahankan tirah baring
1. Miokarditis menyebabkan inflamasi
dan kemungkinan kerusakan sel-sel
miokardial, sebagai akibat GJK.
Penurunan pengisian dan curah jantung
dapat menyebabkan pengumpulan
cairan dalam kantung perikardial bila
ada perikarditis. Akhirnya endikarditis
dapat terjadi dengan disfungsi katup,
secara negatif mempengaruhi curah
jantung
26
selama periode demam dan sesuai
indikasi.
4. Membantu klien dalam latihan
progresif bertahap sesegera mungkin
untuk turun dari tempat tidur,
mencatat respon tanda vital dan
toleransi pasien pada peningkatan
aktivitas
5. Evaluasi respon emosional
2. Membantu derajad dekompensasi
jantung and pulmonal penurunan TD,
takikardia, disritmia, takipnea adalah
indikasi intoleransi jantung terhadap
aktivitas.
3. Demam meningkatkan kebutuhan dan
konsumsi oksigen, karenanya
meningkatkan beban kerja jantung, dan
menurunkan toleransi aktivitas
4. Pada saat terjadi inflamasi klien
mungkin dapat melakukan aktivitas
yang diinginkan, kecuali kerusakan
miokard permanen.
5. Ansietas akan terjadi karena proses
inflamasi dan nyeri yang di timbulkan.
Dikungan diperlukan untuk mengatasi
frustasi terhadap hospitalisasi.
Kolaborasi
Berikan oksigen suplemen
Peningkatan ketersediaan oksigen
mengimbangi peningkatan konsumsi
oksigen yang terjadi dengan aktivitas.
27
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2. Jakarta: EGC
Carpenito, Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi
Keperawatan.Jakarta:EGC
Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC
Kowalak, Welsh.2002. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC
Reeves, Charlene J., dkk. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba
Medika
28