Upload
maya
View
297
Download
48
Embed Size (px)
DESCRIPTION
aa
Citation preview
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM
PENCERNAAN PADA KASUS TYPUS ABDOMINALIS
2.1 Konsep Dasar Penyakit
2.1.1 Definisi
Thypoid adalah penyakit infeksi akut usus halus (Suparman, 2007).
Thypoid adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh salomella thypy
atau salmonella paratipi A,B dan C (Ngastiyah, 2005).
Thypoid adalah suatu penyakit infeksi pada usus yang menimbulkan
gejala sistemik yang disebabkan oleh Salmonella Thyposa, Salmonella
Parathyfy A, B dan C. (Suparman, 2003).
Demam Thypoid adalah suatu penyakit infeksi akut usus halus yang
menimbulkan gejala sistemik yang disebabkan oleh kuman Salmonella
Thyposa. Penularannya terjadi secara fekal oral melalui makanan dan
minuman yang terkontaminasi (Junaidi, 2003).
Thypus Abdominalis adalah infeksi berat pada usus, yang menyebabkan
tubuh kehilangan cairan dan bahan mineral dalam jumlah banyak. Thypus
Abdominalis disebabkan oleh bakteri Salmonella Thyposa atau sejenis bakteri
lain yang hampir sejenis. Penularannya bisa melalui kontak antara manusia
atau melalui makanan yang masuk kedalam tubuh seperti susu, dan air minum
yang tidak bersih. (Ngastiyah, 2005).
9
10
2.1.2 Anatomi dan Fisiologi Sistem Pencernaan
1. Anatomi Sistem Pencernaan
Gambar 2.1. Anatomi Sistem Pencernaan (Price, 2005).
a. Anatomi Usus Halus
Usus halus ( intestinum minor ) merupakan bagian dari sistem
perncernaan makanan yang berpangkal pada pilorus dan berakhir pada
sekum, panjangnya ± 6 m, dan merupakan saluran pencernaan yang
11
paling panjang dari tempat proses pencernaan dan absorbsi pencernaan.
Bentuk dan susunannya berupa lipatan-lipatan melingkar. Makanan
dalam instetinum minor dapat masuk karena adanya gerakan yang
memberikan permukaan yang lebih halus, banyak jonjot-jonjot tempat
absorbsi dan memperluas permukaannya. Pada ujung dan pangkalnya
terdapat katub. Intestenum minor terletak dalam rongga abdomen dan
dikelilingi oleh susu halus ( Evelyn, 2005 ).
1) Lapisan Usus Halus
a) Tunika Mukosa
Lapisan ini banyak memiliki lipatan yang membentuk plika
sirkulasi dan villi intestinal ( jonjot – jonjot ) yang selalu bergerak
karena pengaruh hormon jaringan villi kinnin. Villi ini banyak
mengandung pembuluh darah dan limfe. Pada bagian ini terjadi
penyerapan lemak yang telah diemulsi. (Asih, 2003).
b) Tunika Propia
Pada bagian dalam dari tunika mukosa terdapat jaringan
limfoid nodula limpatis dalam bentuk sendiri – sendiri dan
berkelompok. Tiap ± 20 nodula limpatisi. Kumpulan ini disebut
pleque peyeri yang merupakan tanda khas dari illium. Pada
penyakit Thypus Abdominalis, pleque peyeri ini sering meradang
karena infasi kuman Salmonella Thyposa. (Asih, 2003).
c) Tunika Submukosa
12
Pada lapisan ini terdapat anyaman pembuluh darah syaraf
yang merupakan anyaman saraf simpatis. (Asih, 2003).
d) Tunika Muskularis
Lapisan ini terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan otot sirkuler
dan otot longitudinal. Diantara keduanya terdapat anyaman
serabut yang disebut pleksus mienterikus Auerbachi. (Asih,
2003).
e) Tunika Serosa
Lapisan ini meliputi seluruh jejenum dan ileum. (Asih, 2003).
2) Struktur Usus Halus
a) Duodenum
Bentuknya melengkung seperti kuku kuda. Pada lengkungan
ini terdapat pancreas. Pada bagian kanan duedenum terdapat
bagian yang membuka tempat bermuaranya saluran empedu
(duktus kolekdukus) dan saluran pancreas (duktus pankreatikus)
yang dinamakan papila vateri. Dinding duedenum mempunyai
lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar Brunner
memproduksi getah intestinum. (Asih, 2003).
b) Jejenum
Panjangnya 2-3 meter, berkelok-kelok, terdapat disebalah kiri
atas intenium minor dengan perantaraan lipatan peritonium yang
membentuk kipas (masentrium). Akar mesentrium
13
memungkinkan keluar masuknya arteri dan vena mesentrika
superior dan pembuluh limfe dan saraf keruang antara lapisan
peritonium yang membentuk mesentrium. Penampang jejenum
yang lebar, dindingnya lebih tebal dan banyak mengandung
pembuluh darah. (Asih, 2003).
c) Ileum
Ujung batas antara illeum dan jejenum tidak jelas, panjangnya
± 4-5 meter. Ileum merupakan usus halus yang terletak disebalah
kanan bawah yang berhubungan dengan sekum perantaraan
lubang yang disebut orifisum ileosekalis yang diperkuat oleh
sfingter dan dilengkapi oleh sebuah katub valvula ceices (valvula
bauchini) yang berfungsi untuk mencegah cairan dalam kolon
asenden agar tidak masuk kembali kedalam ileum. (Asih, 2003).
d) Mukosa usus halus
Mukosa usus halus merupakan permukaan yang sangat halus.
Lipatan mukosa dan mikrovili memudahkan pencernaan dan
absorbsi. Lipatan ini dibentuk oleh mukosa yang dapat
memperbesar permukaan usus halus. Membran mukosa berupa
lipatan sirkuler dan semi sirkuler (spiral) yang seluruh
permukannya terdapat berjuta – juta villi yang ditutupi oleh
selapis sel yang mengandung pembuluh darah, yaitu pembuluh
darah limfe dan saraf. Penampang melintang villi dilapisi oleh
epitel dan kripta yang menghabiskan bermacam-macam hormon
14
jaringan dan enzim yang memegang peranan penting dalam
proses pencernaan. (Asih, 2003).
Pada mukosa usus halus terdapat sekresi kelenjar Brunner
dan kelenjar intestinal. Kelenjar Brunner (dalam duodenum)
menghasilkan mucus dan larutan NaHCO3 dengan pH 7,5
mengandung enzim dan melindungi mukosa duoedenum dari
keaktifan asam lambung dan pepsin. Sekresi kelenjar ini
dirangsang oleh saraf (nervus vagus). Kelenjar intestinal
menghasilkan sukus entrikus, enzim enteropeptidase, disakarida,
peptidase, fosfatase alaklis, mukus dan cairan isotonik dengn pH
(Evelyn, 2005).
2. Fisiologi Sistem Pencernaan
Usus halus dan kelenjarnya merupakan bagian yang sangat
penting dari saluran pencernaan karena disinilah terjadinya proses
pencernaan yang terbesar dan penyerapan ± 85% dari seluruh
absorbsi.
Fungsi usus halus sebagai berikut:
a. Mensekresi cairan usus untuk menyempurnakan pengolahan zat
makanan di usus halus.
b. Menerima cairan empdeu dan pancreas melalui duktus koledukus
dan duktus pankreatikus.
c. Mencerna makanan. Getah usus dan pancreas mengandung enzim
yang mengubah protein menjadi asam amino, kerbohidrat menjadi
15
glukosa, lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Dengan bantuan
garam empedu, getah usus dan pankreas masuk ke duodenum.
Makanan disempurnakan oleh kontraksi kelenjar empedu
pencernaan. Zat makanan dipecah menjadi bentuk-bentuk yang
lebih sederhana yang dapat diserap melalui dinding usus halus
kedalam aliran darah dan limfe. (Ngastiyah, 2005).
d. Mengabsorbsi air garam dan vitamin, protein dalam bentuk asam
amino dan karbohidrat dalam bentuk monoksida. Makanan yang
telah diserap akan terkumpul didalam vena – vena halus
kemudian berkumpul dalam vena yang besar, bermuara kedalam
vena porta, dan langsung dibawa kehati. Disamping itu, ada juga
yang melalui sistem saluran limfe. Dari saluran limfe yang besar
(duktus torasikus) dan masuk kedalam vena jugularis. (Ngastiyah,
2005).
e. Menggerakkan kandungan usus sepanjang usus halus oleh
kontraksi segmental pendek dan gelombang cepat yang
menggerakkan kandungan usus sepanjang usus menjadi lebih
cepat. (Ngastiyah, 2005).
2.1.3 Etiologi
Etiologi Typhoid adalah Salmonella Typhi. Salmonella Para Typhi A. B
dan C. ada dua sumber penularan Salmonella Typhi yaitu pasien dengan
demam typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh
16
dari demam typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja
dan air kemih selama lebih dari 1 tahun. (Ngastiyah, 2005).
2.1.4 Tanda dan Gejala
1. Minggu pertama keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut
pada umumnya; demam, nyeri, kepala pusing dan sakit, nyeri otot,
anoreksia, mual, muntah, obstipasi, atau diare, perasaan tidak enak diperut,
batuk dan epistaksis. (Mansjoer, 2005).
2. Minggu kedua gejala menjadi lebih berat berupa demam, bradikardi relatif,
lidah yang khas, kotor ditengah, tepi ujung merah serta tremor,
hepatomegali, splenemegali, meteorismus, gangguan mental berupa
samnollen, stupor, koma, delirium atau psikosis. (Mansjoer, 2005).
3. Pada awal minggu ketiga ditandai dengan diare mirip bubur, yang diiringi
perdarahan usus dan luka pada usus (Mansjoer, 2005).
2.1.5 Patofisiologi
Salmonella Thyposa kuman gram negative, dapat hidup lama dalam air
kotor, makanan yang tercemar dan alas tidur yang kotor. Setelah penularan per
oral salmonella thyposa berkembang biak disusu halus dan kolon,
menyebabkan radang plaque payer dan menjalar melalui saluran limfe ke
aliran darah. Setelah bakteremi pertama Salmonella Thyposa berkembang biak
di sistem retikuloendotelial, menyebabkan bakteremi kedua menimbulkan
gejala – gejala penyakit. (Mansjoer, 2005).
17
Salmonella Thyposa masuk tubuh manusia melalui makanan dan air
yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian
lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di ilium
terminalis yang hipertrofi. Bila terjadi komplikasi perdarahan dan perforasi
intestinal, kuman menembus lamina propia, masuk aliran limfe mencapai
kelenjar limfe mesentrial, dan masuk aliran darah melalui duktus torasikus.
Salmonella Thyposa lain dapat mencapai hati melalui sirkulasi portal dari usus.
Salmonella Thyposa bersarang di pluque peyeri, limfe, hati dan bagian –
bagian lain sistem retikulo endothelial endotoksin Salmonella Thyposa
berperan dalam proses inflamasi lokal pada jaringan tempat kuman tersebut
berkembang biak. Salmonella Thyposa dan endotoksinnya merangsang sintesis
dan pelepasan zat pirogen dan leukosit jaringan yang meradang, sehingga
terjadi demam. (Mansjoer, 2005).
Infeksi terjadi pada saluran pencernaan. Basil diserap di usus halus
melalui pembuluh limfe masuk kedalam peredaran darah sampai ke organ-
organ terutama hati dan limfe. Salmonella Thyposa masuk melalui mulut
dengan perantaraan makanan dan minuman yang tercemar. Sebagian hasil yang
tidak baik dapat dihancurkan berkembang biak dalam hati dan limfe disertai
nyeri pada perabaan. Disamping itu sebagian kuman yang tidak dapat
dimusnahkan tadi masuk kedalam usus halus. Kemudian menembus epitel-
epitel pada bagian proksimal usus halus tanpa memiliki kemampuan
menghambat fagosit terhadap kuman. Salmonella tidak dapat dihancurkan
malah tetap hidup tumbuh dan berkembang atau memperbanyak diri didalam
18
sel leukosit. Hal ini terjadi dalam lipo polikel yang terdapat pada lumen usus
halus. (Evelyn, 2005).
Dalam waktu 24-27 jam post infeksi, kuman sudah masuk kedalam
darah (bakterimia I), setelah melewati limfe, usus, dan torajtikus bakteri
pertama ini masa inkubasinya menjadi singkat dan jumlahnya sangat kecil
sehingga sulit untuk dideteksi karena pembersihnya dilakukan oleh sistem
retikulo toksin serta masuk kembali kedalam sirkulasi darah kemudian terjadi
bakterimia, dengan jumlah yang lebih besar dalam waktu yang lebih lama
sehingga menimbulkan infeksi, metastase pada berbagai organ tubuh lainnya
seperti hati, kandung empedu, limfe, sum-sum tulang, jantung dan syaraf.
(Ngastiyah, 2005).
Endotoksin yang dikeluarkan oleh kuman Salmonella Thyposa bersifat
menetap erta merangsang sehingga melepaskan bahan – bahan pakokoagulan
yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya gangguan darah disamping itu
dapat menyebabkan syock. (Mansjoer, 2005).
19
2.1.6 Pathway Typus Abdominalis
Kuman Salmonella Thyposa
Masuk bersama makanan dan minuman yang terkontaminasi
Masuk kelambung
Mati karena asam lambung
Tidak mati karena asam lambung
Menuju ke usus halus
Menyebabkan peradangan pada usu halus
Kuman lewat pembuluh limfe masuk kedarah ( bakterimia I )
Masuk dan berkembang biak di hati dan limfe ( masa inkubasi 5-9 hari )Pembengkakan hati dan
limfe
Kuman mengeluarkan endotoksin
Kuman masuk ke pembuluh darah
Menyebar keseluruh tubuh ( bekterimia II )
Mempengaruhi pusat termoregulator di hipotalamus
Menimbulkan demam intermiten
Gangguan pengaturan suhu tubuh
Terjadi iritasi pada mukosa usus
Keringat banyak dan merasa haus
Gangguan pemenuhan kebutuhan cairan
Anoreksia
Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Cairan tubuh banyak yang hilang
20
Sumber: Pathway Typus Abdominalis (Modifikasi Evelyn, 2005 dan Nanda, 2006).
2.1.7 Komplikasi
Komplikasi demam Thypoid dapat dibagi dalam :
1. Komplikasi intestinal
a. Perdarahan usus
b. Perforasi usus
c. Ilius paralitik
2. Komplikasi ekstra intestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (ranjatan, sepsis),
miokarditis, trombosis, dan tromboflebitis.
b. Komplikasi darah : anemia hemolitik, trombositopenia dan atau koagulasi
intravaskuler diseminata, dan sindrom uremia hemolitik.
c. Komplikasi paru : pneumonia, empiema dan pleuritis
Aktivitas terganggu
Menimbulkan nyeri pada usus
Intoleransi aktivitas
Nyeri
Tindakan Infasif Perpisahan Lingkungan Baru
Kurang Informasi
Situasi Krisis
Cemas,Gangguan Fungsi Peran
Kurang Pengetahuan
Hospitalisasi Family Centre Problem
MRS
Kelemahan
21
d. Komplikasi hepar dan kandung kemih : hepatitis dan kolitiasis
e. Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis.
f. Komplikasi tulang : osteomielitis, periotitis, spondilitis dan arthritis.
g. Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningsimus, meningitis, pelineuritis
perifer, sindrom Guillain-Barre, psikosis dan sindrom katatonia.
h. Pada anak-anak dengan demam parathypoid, komplikasi jarang terjadi.
Komplikasi lebih sering terjadi pada keadaan tokesmia berat dan kelemahan
umum, bila perawatan pasien kurang sempurna (Mansjoer, 2005).
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain: perforasi usus, perdarahan, toksemia
dan kematian. (Ngastiyah, 2005).
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk demam thypoid adalah laboratorium yang terdiri
dari :
1. Jumlah leuksit normal, leucopenia, leukositosis, anemia ringan, LED
meningkat, SGOT, SGPT, dan fosfatase alkali meningkat.
2. Biakan darah salmonella thypoid positif dalam minggu pertama dan biakan
tinja positif pada minggu kedua dan ketiga. Biakan sumsum tulang sering kali
positif, walaupun biakan darah negatif.
3. Pada reaksi widal titer aglutinin O dan H meningkat sejak minggu kedua dan
tetap positif selama beberapa bulan dan tahun. Satu diantara tiga penderita
demam thypoid tidak menunjukkan kenaikan titer widal. (Ignativicius, 2006).
2.1.9 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
22
Pemberian antibiotik : untuk menghentikan dan memusnahkan penyebaran
kuman. Obat pilihan kloramfenikol, kecuali bila penderita tidak serasi/ tidak
cocok dapat diberikan obat lain misalnya : Ampicillin , kotrimoksazol dan lain –
lain. Dianjurkan pemberian kloramfenikol dengan dosis tinggi, yaitu 100 mg/ kg
BB/ hari diberikan selama empat kali sehari per oral atau intramuskuler atau
intravena bila diperlukan. Pemberian kloramfenikol dosis tinggi tersebut
memberikan manfaat yaitu : waktu perawatan dipersingkat dan kolaps tidak
terjadi. Akan tetapi mungkin pembentukan zat anti kurang, oleh karena basil
terlalu cepat dimusnahkan. (Mansjoer, 2005).
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Istirahat dan perawatan profesional.
Bertujuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Pasien
harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau ± selama
14 hari. Mobilisasi dilakukan bertahap, yaitu istirahat selama demam sampai
dengan dua minggu normal kembali yaitu istirahat mutlak, berbaring terus di
tempat tidur. Seminggu kemudian boleh duduk dan selanjutnya boleh dijaga
hygiene perseorangan, kebersihan tempat tidur, pakaian, dan peralatan yang
dipakai oleh pasien. Pasien dengan kesadaran menurun, posisinya perlu
diubah-ubah untuk mencegah dekubitus dan pneumonia hipostatik, defekasi
dan buang air kecil perlu diperhatikan, karena kadang-kadang terjadi
obstipasi dan retensi urine. (Suriadi, 2003).
b. Diet dan terapi penunjang (simtomatis dan suportif)
23
Pertama pasien diberi diet bubur saring, kemudian bubur kasar, dan
akhirnya nasi sesuai tingkat kesembuhan pasien. Namun beberapa penelitian
menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini, yaitu nasi dengan lauk
pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan
dengan aman. Juga diperlukan pemberian vitamin dan mineral yang cukup
untuk mendukung keadaan pasien. (Ngastiyah, 2005).
Diharapkan dengan menjaga keseimbangan dan homeostatis sistem
imun akan teta berfungsi dengan optimal. Pada kasus perforasi intestinal dan
renjatan septik diperlukan perawatan intensif dengan nutrisi parenteral oral.
Spektrum antibiotik maupun kombinasi beberapa obat yang bekerja secara
sinergis maupun kombinasi beberapa obat yang bekerja secara sinergis dapat
dipertimbangkan. Kortikostiroid selalu perlu diberikan pada renjatan septik
(Mansjoer, 2005).
2.2 Konsep Dasar Tumbuh Kembang Anak
2.2.1 Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik (anatomi) dan struktur
tubuh dalam arti sebagian atau seluruhnya karena adanya multiflikasi
(bertambah banyak) sel-sel tubuh dan juga karena bertambahnya sel, yang
meliputi: berat badan, panjang badan, lingkar kepala, lingkar lengan dan
lain-lain. (Nursalam, 2008) Pertumbuhan anak dapat diukur dengan
mengetahui berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, lingkar lengan,
lingkar dada.
1. Perkiraan berat badan dalam kilogram (Rahayu, 2009)
24
a. Lahir : 3,25 kg
b. 3-12 bulan : Usia (bulan+9)
2
c. 1-6 tahun : Umur (tahun) x 2 + 8
d. 6-12 tahun : Umur (tahun) x 7-5
2
2. Perkiraan tinggi badan dalam sentimeter (Rahayu,2009)
a. Lahir : 50 cm
b. Umur 1 tahun : 75 cm (1,5 x TB lahir)
c. 4 tahun : 2 x TB lahir
d. 6 tahun : 1,5 x TB setahun
e. 13 tahun : 3 x TB lahir
f. Dewasa : 3,5 x TB lahir atau 2 x TB ketika berusia tahun
3. Perkiraan Lingkar Kepala dalam sentimeter (Rahayu, 2009)
a. Lahir : 33 - 33,5 cm
b. 1 – 5 bulan : 40 cm (bertambah 1,5 cm setiap 5 bulan)
c. 1 tahun : 45 – 47 cm (bertambah 0,5 setiap bulan)
d. 3 tahun : 50 cm
e. 10 tahun : 53 cm
f. Dewasa : 55 – 58 cm
4. Perkiraan Lingkar Lengan Atas dalam sentimeter (Rahayu,2009)
a. Lahir : 11 cm
b. 1 tahun : 16 cm
25
2.2.2 Perkembangan
1. Pengertian Perkembangan
Perkembangan adalah bertambahnya sel-sel tubuh seseorang, sehingga
akan mengalami perubahan secara anatomi dan bertambahnya fungsional
tubuh (Ngastiyah, 2005).
2. Teori-Teori Perkembangan Anak
a. Perkembangan Psikoseksual (Freud, 2003)
Freud mengemukakan bahwa perkembangan Psikoseksual anak terdiri
atas:
1) Fase oral (0-11 bulan)
a) Selama masa bayi, sumber kesenangan anak
berpusat pada aktifitas oral seperti : mengisap, mengigit,
mengunyah, dan mengucap serta ketergantungan yang sangat
tinggi dan selalu minta dilindungi untuk mendapatkan rasa
aman.
b) Masalah yang diperoleh pada tahap ini adalah
menyapih dan makan. (Ngastiyah, 2005).
2) Fase anal (1-3 tahun)
a) Kehidupan anak berpusat pada kesenangan
anak terhadap dirinya sendiri, sangat egoistik, mulai
mempelajari struktur tubuhnya.
b) Pada fase ini tugas yang dapat dilaksanakan
anak adalah latihan kebersihan.
26
c) Anak senang menahan feses, bahkan bermain-
main dengan fesesnya sesuai dengan keinginanya.
d) Untuk itu toilet training adalah waktu yg tepat
dilakukan dalam periode ini.
e) Masalah yang dapat diperoleh pada tahap ini
adalah bersifat obsesif (gangguan pikiran) dan bersifat impulsif
yaitu dorongan membuka diri, tidak rapi, kurang pengendalian
diri. (Ngastiyah, 2005).
3) Fase phalik/oedipal (3-6 tahun)
a) Kehidupan anak berpusat pada genetalia dan area tubuh yang
sensitif.
b) Anak mulai mempelajari adanya perbedaan jenis kelamin.
c) Anak mulai memahami identitas gender (anak sering meniru
ibu atau bapak dalam berpakaian).
d) Anak mulai suka pada lain jenis. (Ngastiyah, 2005).
4) Fase laten (6-12 tahun)
a) Kepuasan anak mulai terintegrasi, anak akan
menggunakan energi fisik dan psikologis untuk mengeksplorasi
pengetahuan dan pengalamannya melalui aktifitas fisik maupun
sosialnya.
b) Pada awal fase laten, anak perempuan lebih
menyukai teman dengan jenis kelamin yang sama, demikian
juga sebaliknya.
27
c) Pertanyaan anak semakin banyak, mengarah pada
sistem reproduksi (orang tua harus bijaksana dan merespon).
Oleh karena itu apabila ada anak tidak pernah bertanya tentang
seks, sebaiknya orang tua waspada (Peran ibu dan bapak sangat
penting dalam melakukan pendekatan dengan anak). (Ngastiyah,
2005).
5) Fase genital (12-18 tahun).
Kepuasan anak akan kembali bangkit dan mengarah pada perasaan
cinta yang matang terhadap lawan jenis.
b. Perkembangan Psikososial (Erik Erikson)
1) Percaya versus tidak percaya (0-1 tahun)
a) Pada tahap ini bayi sudah terbentuk rasa percaya
kepada seseorang baik orang tua maupun orang yang
mengasuhnya ataupun perawat yang merawatnya.
b) Kegagalan pada tahap ini apabila terjadi
kesalahan dalam mengasuh atau merawat maka akan timbul
rasa tida percaya.
2) Tahap otonomi versus rasa malu dan ragu (1-3 tahun)
a) Anak sudah mulai mencoba dan mandiri dalam
tugas tumbuh kembang seperti dalam motorik kasar, halus:
berjinjit, memanjat, berbicara dan lain-lain.
b) Sebaliknya perasaan malu dan ragu akan timbul
apabila anak merasa dirinya terlalu dilindungi atau tidak
28
diberikan kemandirian atau kebebasan anak dan menuntut
tinggi harapan anak. (Ngastiyah, 2005).
3) Tahap inisiatif versus rasa bersalah (3–6 tahun).
a) Anak akan mulai inisiatif dalam belajar mencari
pengalaman baru secara aktif dalam melakukan aktifitasnya
melalui kemampuan indranya.
b) Hasil akhir yang diperoleh adalah kemampuan
untuk menghasilkan sesuatu sebagai prestasinya. Apabila
dalam tahap ini anak dilarang atau dicegah maka akan timbul
rasa bersalah pada diri anak. (Ngastiyah, 2005).
4) Industry versus inferiority (6-12 tahun)
a) Anak akan belajar untuk bekerjasama dan bersaing dalam
kegiatan akademik maupun dalam pergaulan melalui permainan
yang dilakukan bersama.
b) Anak selalu berusaha untuk mencapai sesuatu yg diinginkan
sehingga anak pada usia ini rajin dalam melakukan sesuatu.
c) Apabila dalam tahap ini anak terlalu mendapat tuntutan dari
lingkunganya dan anak tidak berhasil memenuhinya maka akan
timbul rasa inferiority (rendah diri).
d) Reinforcement dari orang tua atau orang lain menjadi begitu
penting untuk menguatkan perasaan berhasil dalam melakukan
sesuatu. (Ngastiyah, 2005).
5) Tahap identitas dan kerancuan peran (12-18 tahun)
29
a) Pada tahap ini terjadi perubahan dalam diri anak
khususnya dalam fisik dan kematangan usia, perubahan
hormonal, akan menunjukkan identitas dirinya seperti siapa saya
kemudian.
b) Apabila kondisi tidak sesuai dengan suasana hati
maka dapat menyebabkan terjadinya kebingungan dalam peran.
3. Skala Yaumil-mimmi tentang perkembangan yaitu sebagai berikut:
a. Dari lahir sampai 3 bulan
Belajar mengangkat kepala, belajar mengikuti objek dengan matanya,
melihat ke muka dengan tersenyum, bereaksi terhadap suara, mengenal
ibunya dengan penglihatan, penciuman,pendengaran dan kontak,
menahan barang yang di pegangnya, mengecoh spontan atau bereaksi
dengan spontan.
b. Umur 3-6 bulan
Mengangkat kepala 90 derajat dan mengangkat dada dan betopang
tangan mulai belajar meraih benda-benda yang ada dalam jangkauan atau
luar jangkauannya, menaruh benda-benda di mulutnya, tertawa dan
menjerit karena gembira bila di ajak bermain.
c. Umur 6-9 bulan
Dapat duduk tanpa bantuan, dapat tengkurap dengan berbalik sendiri,
dapat merangkak meraih benda atau mendeteksi seseorang,
memindahkan benda dari satu tangan ke tangannya lainnya, memegang
30
benda dengan ibu jari dan telunjuk, mengenal muka anggota keluarga dan
takut kepada orang asing atau orang lain, mulai berpartisipasi di dalam
permainan tepuk tangan dan sembuyi-sembunyian.
d. Umur 9-12 bulan
Dapat berdiri sendiri tanpa di bantu, dapat berjalan dengan di tuntun,
menirukan suara, mengulang bunyi yang di dengar, belajar mengatakan
satu atau dua kata, mengerti perintah sederhana, memperlihatkan minat
yang besar dalam mengeksplorasi sekitarnya, memasukkan benda ke
dalam mulutnya.
e. Umur 12-18 bulan
Dapat berjalan dengan mengeksplorasi rumah Serta sekelilingnya,
menyusun 2/3 kotak, dapat mengatakan 5-10 kata, memperlihatkan rasa
cemburu dan bersaing.
f. Umur 18-24 bulan
Naik turun tangga, menyusun 6 kotak, menujukkan mata dan
hidugnya, belajar makan sendiri, menggambar garis di kertas atau pasir,
mulai belajar mengontrol buang air besar, memperlihatkan minat kepada
anak lain dan bermain dengan mereka.
g. Umur 2-3 tahun
Belajar melompat, memanjat dan dengan satu kaki, membuat
jembatan dengan 3 kotak, mampu menyusun kalimat, menggambar
lingkaran, bermain bersama dengan anak lain dan menyadari adanya
lingkungan lain di luar lingkungannya.
31
h. Umur 3-4 tahun
Berjalan-jalan sendiri mengunjungi tetangga, berjalan pada jari kaki,
belajar memakai dan membuka pakaian sendiri, menggambar orang
hanya kepala dan badannya saja, mengenal 2/3 warna, bicara dengan
baik, menyebut namanya, jenis kelamin dan umurnya, banyak sertanya,
mendengarkan cerita-cerita, bermain dengan anak lain, menunjukkan rasa
sayang kepada saudara-saudara dan keluarga, melaksanakan tugas-tugas
sederhana.
i. Umur 4-5 tahun
Melompat dan menari, menggambar orang yang terdiri dari kepala,
lengan, badan, pandai bicara, dapat menghitung hari-hari, minat kepada
kata baru dan artinya, memprotes apa yang di larang, mengenal 4 warna,
menaruh minat kepada aktifitas orang dewasa.
2.3 Konsep Asuhan Dasar Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah pelayanan keperawatan yang dilakukan oleh
seorang perawat dengan pendekatan keperawatan. (Mansjoer, 2005).
Proses keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara
sistematis dan menggunakan pemikiran, pengetahuan dan pengalaman yang
dipergunakan oleh perawat dalam membantu pemecahan masalah pasien.
Kegiatan ini terdiri dari lima tahap yaitu tahap pengkajian, tahap penyusunan
diagnosa keperawatan, perencanaan, tahap pelaksanaan dan tahap evaluasi.
(Nursalam, 2008).
32
Proses keperawatan adalah metode pengorganisasian yang sistematis
dalam melakukan asuhan keperawatan pada individu, kelompok, dan masyarakat
yang berfokus pada identifikasi dan pemecahan masalah dan respons klien
terhadap penyakitnya. (Wartonah, 2006).
2.3.1 Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari
berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan klien (Smeltzer, 2002).
Tahap pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan
asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu. Oleh karena itu
pengkajian yang akurat, lengkap, sesuai dengan kenyataan, kebenaran data
sangat penting dalam merumuskan suatu diagnosa keperawatan dan
memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan respon individu,
sebagaimana yang telah ditentukan dalam standar praktik keperawatan dari
ANA (American Nursing Association) (Nursalam, 2008).
Adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan
menganalisanya sehingga dapat diketahui maslah dan kebutuhan
perawatan seorang klien (Effendy, 2003). Pengkajian kepada klien demam
thypoid dimulai dari pengumpulan data yang meliputi :
1. Biodata
33
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, bangsa, suku, status perkawinan, alamat, tanggal masuk,
cara masuk, no. register, diagnosa medis dan sumber biaya.
2. Riwayat Keperawatan Sekarang
a. Keluhan Utama
Pada klien dengan Typus Abdominalis keluhan utama yang
dirasakan adalah badan panas, mual muntah, nyeri tekan pada
daerah perut bagian atas, pusing dan sakit kepala.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Tanda-tanda dan keluhan yang dirasakan, tindakan yang
dilakukan sebelum dibawa kerumah sakit sampai tindakan yang
telah diberikan setelah berada di rumah sakit.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah klien pernah sebelumnya menderita atau sering
menderita sakit saluran pencernaan, gangguan eliminasi dan
apakah ada riwayat penyakit kencing manis. Dan yang perlu
ditanyakan adalah apakah sebelumnya anak mengalami gangguan
dalam pertumbuhan dan perkembangan.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Meliputi kesehatan diri para anggota keluarga yang dapat
mempengaruhi kesehatan penderita dalam riwayat kesehatan
keluarga, thypus abdominalis bukan merupakan penyakit herediter
34
dan seandainya didalam satu keluarga yang ada sedang atau pernah
terkena hal ini di pengaruhi oleh sanitasi atau personal hygiene.
e. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Lingkungan yang kurang sehat dan kurang bersih, adanya
genangan air atau pembangunan menyebabkan atau dapat menjadi
faktor pencetus penyakit demam thypoid, oleh karena itu kesehatan
lingkungan berpengaruh terhadap penyakit demam thypoid.
3. Riwayat Keperawatan Sebelumnya
a. Prenatal
Yang perlu dikaji yaitu kesehatan ibu pada masa hamil,
pemeriksanaan kehamilan, pernah mendapat imunisasi atau tidak,
pernah mengalami infeksi saat hamil, gizi ibu hamil, dan
pengobatan yang pernah dialami oleh ibu, apakah ibu mempunyai
kebiasaan merokok, ketergantungan obat-obatan, atau dengan
penyakit seperti Diabetes Melitus, paru, kehamilan dengan resiko
tinggi, persalinan preterm seperti hidramnion, multiple kelainan
kongenital. Pemeriksaan yang tidak kontinuitas atau pemeriksaan
yang tidak teratur atau periksa tidak pada petugas kesehatan.
Gerakkan janin selama kehamilan aktif atau semakin menurun.
b. Natal
35
Komplikasi persalinan juga mempunyai kaitan erat dengan
permasalahan bayi baru lahir. Yang perlu dikaji pada masa
intranatal ini yaitu adannya ketuban keruh, berbau nekoneal,
perdarahan saat persalinan seperti solusio plasenta maupun
plasenta preveria, persalinan lama, fetal distres, ibu kelelahan,
persalinan dengan tindakan vakum ekstraksi dan forcep ekstraksi,
persalinan dengan tindakan bedah cesar karena pemakaian obat
penenang (narkose) yang dapat menekan sistem pusat pernapasan
c. Post Natal
Yang perlu dikaji antara lain yaitu Apgar score bayi baru lahir
satu menit pertama dan lima menit
d. Tumbuh Kembang
Pada umumnya pada pasien dengan Typus Abdominalis
mengalami gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangan,
dikarenakan pada pasien itu sendiri akan mengalami nafsu makan
menurun sehingga terjadinya penurunan berat badan.
e. Imunisasi
Tabel 2.2 Dosis dan Cara Pemberian Imunisasi
No Vaksin Dosis Pemberian Jumlah pemberia
n
Interval Waktu pemberian
36
123456
BCGDPTHepatitis BPolioCampakTT
0,05 cc
0,5 cc0,5 cc2 tetes0,5 cc0,5 cc
ICIMIM
OralIMIM
1 x3 x3 x4 x1 x-
-4 mgg4 mgg4 mgg
--
0-11 bulan2-11 bulan0-11bulan0-11 bulan9-11 bulan
-
(Depkes, 2006)
f. Status Gizi
Pada status gizi, biasanya anak dengan Typus Abdominalis
mengalami perubahan status gizi yakni penurunan berat badan.
g. Psikososial
Pada umumnya anak dengan Typus Abdominalis mengalami
adanya gangguan psikologis karena proses penyakit yang
dialaminya, klien biasanya merasa gelisah atau rewel.
h. Psiko Seksual
Pada tahap anak, kehidupan anak berpusat pada genetalia dan
area tubuh yang sensitive, dan anak mulai suka pada lain jenis.
i. Interaksi
Pada anak dengan Typus Abdominalis, biasanya mengalami
gangguan interaksi dengan teman sebaya atau kalangan
keluarganya sendiri.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum :
g. Psikososial
37
Pada anak dengan Typus Abdominalis menunjukkan
tingkat kesadaran yang bisa menurun.
2) Tanda-Tanda Vital
Pada pasien dengan Typus Abdominalis menunjukkan
perubahan tanda-tanda vital, terjadinya peningkatan pada
suhu tubuh (hipertermi).
3) Pemeriksaan Head to toe
(a) Kepala :
(1) Inspeksi
Bentuk kepala, ada kelainan tidak, kemungkinan
ditemukan caput succedaneum atau cephal
haematom, ubun-ubun besar cekung atau cembung.
(2) Palpasi
Palpasi daerah kepala, ubun-ubun besar cekung atau
cembung
(b) Mata
(1) Inspeksi
Yang perlu diperhatikan pada pasien dengan typus
abdominalis adalah apakah warna konjungtiva
anemis atau tidak anemis, tidak ada bleeding
konjungtiva atau tidak, warna sklera tidak kuning,
pupil menunjukan refleksi terhadap cahaya.
(2) Palpasi
38
Apakah bentuk simetris atau tidak, ada massa atau
tidak, dan apakah ada nyeri tekan atau tidak.
(c) Hidung
(1) Inspeksi
Pada pasien dengan Typus Abdominalis tidak
terdapat tanda-tanda pernapasan cuping hidung.
(2) Palpasi
Ada massa atau tidak dan ada nyeri tekan atau tidak.
(d) Mulut
(1) Inspeksi
Yang perlu diperhatikan adalah warna bibir apakah
pucat atau merah, ada lendir atau tidak. Dan apakah
lidah kotor atau bersih.
(e) Telinga
(1) Inspeksi
Perhatikan kebersihan dan adanya kelainan atau
adanya serumen pada telinga.
(2) Palpasi
Pada pemeriksaan palpasi, pada klien dengan typus
abdominalis, klien tidak mengalami gangguan.
(f) Leher
(1) Inspeksi
39
Perhatikan kebersihanya. Ada tanda-tanda
pembesaran kelenjar tiroid atau tidak
(2) Palpasi
Ada pembesaran kelenjar tiroid dan vena jugularis
tidak.
(g) Kulit
(1) Inspeksi
Perhatikan warna kulit tubuh, tampak kotor atau
tidak.
(2) Palpasi
Pada klien typus abdominalis mengalami turgor
kulit tidak elastis.
(h) Thorax
(1) Inspeksi
Bentuk simetris atau tidak, terdapat tarikan
interkostal atau terdapat tarikan interkosta.
(2) Palpasi
Apakah ada massa tidak, ada pembesaran jantung
tidak.
(3) Auskultasi
40
Pada pasien dengan Typus Abdominalis tidak
mengalami tanda-tanda suara wheezing dan ronchi.
(4) Perkusi
Pada pasien dengan typus abdominalis tidak
terdengar suara redup.
(i) Abdomen
(1) Inspeksi
Pada pemeriksaan abdomen dengan pasien Typus
Abdominalis yang perlu diperhatikan adalah bentuk
abdomen, warna kulit abdomen, bersih atau tidak,
(2) Palpasi
Apakah ada massa atau tidak
(3) Auskultasi
Yang di auskultasikan adalah bising usus klien,
apakah terjadinya peningkatan atau penurunan.
(4) Perkusi
Lakukan perkusi, apakah terdapat suara timpani di
daerah perut atau tidak.
(j) Ekstremitas
(1) Inspeksi
Yang perlu diperhatikan adalah warna ekstremitas,
apakah terjadi gerakan lemah atau kuat.
(2) Palpasi
41
Apakah ada massa tidak, akral dingin.
5. Pemeriksaan Riwayat Biopsiko, Sosial Spiritual
Data biologi klien mengeluh panas, nyeri tekan pada perut
bagian atas, mual, muntah, pusing dan skepala. Data Psikologi
klien sering dijumpai gelisah. Data sosial mencakup antar dan
inter klien, hubungan dengan masyarakat dan lain -lain. Data
spiritual pada klien thypus abdominalis mengalami gangguan serta
hanya dapat berdo’a didalam hati.
Pola pengkajian Bio, Psiko, Sosial dan Spritual Menurut
Virginia Henderson.
Hal-hal yang perlu dikaji :
1) Pola Respirasi
Pada pola pernafasan yang perlu diperhatikan adalah
frekwensi, pernafasan, gerak dinding dada, pernafasan cuping
hidung, apakah anak merasa sesak, pada anak dengan Typus
Abdominalis tidak mengalami gangguan pada sistem
pernafasan.
2) Pola Nutrisi
Pada pola nutrisi yang ditanyakan adalah nafsu makan.
Diet khusus, supplement yang dikonsumsi, instruksi diet
sebelumnya, jumlah cairan dan makanan yang masuk perhari,
ada tidaknya mual, muntah dan kesulitan menelan. Pada anak
dengan Typus Abdominalis mengalami gangguan atau
42
perubahan dalam memenuhi kebutuhan . Klien biasanya mual
muntah, dan tidak ada nafsu makan.
3) Pola Eliminasi
Pada pola ini yang perlu ditanyakan adalah jumlah
kebiasaan defekasi perhari, ada tidaknya konstipasi, diare,
inkontinensia, kebiasaan berkemih, ada/tidaknya disuria,
nokturia, urgensi, hematuria, retensi dan inkontinenisia.
4) Pola Aktivitas
Pada aktivitas dibatasi untuk bergerak dan harus tirah
baring untuk mengurangi nyeri, anak dengan peyakit Typus
akan mengalami gangguan gerak atau aktifitasnya dapat
diakibatkan karena kelemahan atau akibat dari terjadinya
gangguan pencernaan.
5) Kebutuhan istirahat tidur
Pengkajian pada kebutuhan tidur ini yang ditanyakan
adalah jumlah jam tidur pada malam hari, pagi dan siang,
merasa tenang setelah tidur, masalah selama tidur. Pada anak
dengan Typus Abdominalsi biasanya mengalami masalah
dalam istirahat tidurnya karena suhu badan klien tinggi.
6) Mempertahankan temperatur suhu tubuh
Pada anak dengan Typus Abdominalis mengalami
gangguan dalam pengaturan suhu tubuh, anak biasanya
mengalami hipertermia.
43
7) Kebutuhan personal hygiene
Pada anak dengan Typus kemungkinan kebutuhan personal
hygienenya tidak terpenuhi, tergantung ibu dan keluarga dalam
menjaga personal hygenenya.
8) Kebutuhan rasa aman dan nyaman
Pada anak dengan Typus biasanya akan ditemukan
gangguan rasa aman dan nyaman, karena demam yang tinggi
akan timbul jika anak melakukan aktivitas, dalam kebutuhan
rasa aman ini perlu ditanyakan apakah anak tetap merasa aman
dan terlindungi oleh keluarganya, Anak biasanya rewel dan
gelisah. Anak akan merasa nyaman didekat ibunya.
9) Berkomunikasi dengan orang lain
Bagaimana hubungan anak dengan keluarga serta
bagaimana anak berinteraksi dengan lingkungan sekitar.
10) Kebutuhan bekerja
Pada anak kebutuhan bekerja tidak dikaji karena anak tidak
bekerja.
11) Kebutuhan bermain/rekreasi
Pada pengumpulan data ini, hal yang perlu diperhatikan
adalah hal-hal apa saja yang membuat anak merasa tenang dan
senang, biasanya tidak dapat terpenuhi karena anak harus
istirahat yang cukup.
12) Kebutuhan Berpakaian
44
Tidak mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan
berpakaian, pada anak dengan Typus kebutuhan berpakaian
biasa dilakukan oleh ibu atau keluarga.
13) Kebutuhan Belajar
Kebutuhan anak dalam memperoleh ilmu pengetahuan.
14) Kebutuhan spiritual
Kepercayaan dan keyakinan dalam beragama.
6. Pemeriksaan penunjang
Data pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam
menegakkan diagnosa atau kausal yang tepat sehingga kita dapat
memberikan obat yang tepat pula.
Pemeriksaan penunjang untuk demam thypoid adalah
laboratorium yang terdiri dari :
a. Jumlah leukosit normal, leucopenia, leukositosis, anemia
ringan, LED meningkat, SGOT, SGPT, dan fosfatase alkali
meningkat.
b. Biakan darah salmonella thypoid positif dalam minggu
pertama dan biakan tinja positif pada minggu kedua dan
ketiga. Biakan sumsum tulang sering kali positif, walaupun
biakan darah negatif.
45
c. Pada reaksi widal titer aglutinin O dan H meningkat sejak
minggu kedua dan tetap positif selama beberapa bulan dan
tahun. Satu diantara tiga penderita demam thypoid tidak
menunjukkan kenaikan titer widal. (Hiswani, 2003).
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan
respons manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari
individu atau kelompok dimana perawat secara akontabilitas dapat
mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga
status kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah, dan merubah
(Carpenito, 2007).
Gordon (2000) mendefinisikan bahwa diagnosa keperawatan adalah
“masalah kesehatan aktual dan potensial dimana berdasarkan pendidikan
dan pengalamannya, dia mampu dan mempunyai kewenangan untuk
memberikan tindakan keperawatan”.
1. Analisa Data
Analisa data adalah kemampuan mengkaitkan data dan menghubungkan
data tersebut dengan konsep teori dan prinsip yang relevan untuk
membuat kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan
keperawatan klien. (Wartonah, 2006).
Tabel 2.2 Analisa Data pada Anak dengan Typus Abdominalis
No Symptom Etiologi Problem
1 Ds
- Klien
Kuman S. Thypi
menyebar keseluruh
Hipertermia
46
No
2
biasanya mengeluh
badannya panas dan
berkeringat banyak
- Klien
biasanya mengeluh lidahnya
terasa pahit
DO
- Klien
tampak lemah
- Tanda –
tanda vital :
Suhu tubuh 380c, N ; 96x/
mnt,
RR ; 18x/ mnt, TD; 130/90
mmHg
- Mukosa
bibir kering, bibir
Symptom
pecah – pecah, lidah kotor
di tengahnya, tepi dan ujung
berwarna putih
DS
- Klien
biasanya mengeluh nyeri
pada daerah perut
- Klien
biasanya mengeluh pusing
dan sakit kepala
- Klien
biasanya mengatakan kalau
tubuh melalui
pembuluh darah
Kuman mengeluarkan
endotoksin
Mempengaruhi
sistem termoregulasi
di hipotalamus
Demam
Etiologi
Kuman S. Thypi
Menimbulkan
peradangan pada usus
halus
Infeksi pada usus
halus
Nyeri
Problem
Nyeri akut
47
No
dx
3
rasa nyerinya datang ia
biasanya miring ke kiri
karena dengan posisi itu
nyerinya agak berkurang
DO
- K/u lemah
- Ekspresi
wajah meringis
- Nyeri
tekan pada daerah
perut
- Tanda –
tanda vital
Suhu tubuh 380c, N ; 96x/o
mnt, RR ; 18x/ mnt, TD;
130/90 mmHg
- Skala nyeri
4-5 (1-10 )
- Emosi
klien labil
- Klien
tampak miring kiri
Symptom
DS
- Klien
biasanya mengeluh nafsu
makan menurun
Etiologi
Kuman S. Thypi
Mengeluarkan
endotoxin
Lidah kotor, lidah
terasa pahit
Intake kurang
Problem
Perubahan
pola nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh
48
4
3
No
5
- Lidah
terasa pahit
- Klien
biasanya mengeluh
badannya lemah
- Klien
mengatakan hanya
menghabiskan sepertiga dari
porsi yang disediakan
- Klien
biasanya mengeluh mual
DO
- Diit TKTP
bubur rendah serat
Symptom
- Klien
tampak lemah
- Bibir pecah
– pecah
- Penurunan
nafsu makan
- Penurunan
BB
DS
- Klien
biasanya mengeluh badan
lemah dan tidak mampu
memenuhi
kebutuhannya
DO
- Klien
Kuman S. Thypi
Peradangan pada usus
halus
Kelemahan
Bedress total
Aktivitas terbatas
Etiologi
Kuman
Salmonella Typosa
Menyebar keseluruh
tubuh (bakterimia II)
Mempengaruhi pusat
termoregulator di
hipotalamus
Menimbulkan demam
intermiten
Intoleransi
aktivitas
Problem
Gangguan
pemenuhan
kebutuhan
cairan
49
No
dx
6
3
3
tampak lemah
- Klien
tampak berbaring diatas
tempat tidur
- ADL
dibantu keluarga
- Kekuatan
otot 5/5
- Nilai
tingkat kemandirian 2
(dengan menggunakan
bantuan dari orang lain)
DS
- Klien
biasanya mengeluh lemah,
tidak ada tenaga
- Klien
mengeluh banyak keluar
keringat
DO
- Mukosa
bibir klien kering
- Turgor
kulit tidak elastis
- Klien
tampak lemah
- Konjungtiv
a pucat
Keringat banyak
Kebutuhan cairan
Banyak yang keluar
Etiologi
Kurang informasi
Kurang pengetahuan
Problem
Kurang
pengetahuan
50
Symptom
DS :
- Klien dan
keluarga mengatakan tidak
terlalu paham tentang
penyakit yang diderita oleh
klien
DO
- Keluarga
banyak bertanya kepada
perawat tentang penyakit
klien
- Keluarga
klien tampak bingung
51
2. Rumusan Diagnosa
Adapun Diagnosa yang bisa muncul pada anak dengan penyakit
Typus Abdominalis adalah sebagai berikut:
a. Gangguan pengaturan suhu tubuh berhubungan dengan adanya
peradangan di usus halus ditandai dengan klien mengeluh badan panas,
suhu tubuh 380C – 400C, bibir kering, lidah kotor ditengahnya, nadi
cepat.
b. Nyeri akut berhubungan dengan adanya efek infeksi usus halus ditandai
dengan klien mengeluh nyeri tekan pada daerah perut bagian atas dan
sakit kepala, klien gelisah wajah klien meringis/ kesakitan nyeri bila
ditekan.
c. Perubahan pola nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan klien mengeluh mual, muntah, nafsu makan menurun. Lidah
terasa pahit, keadaan umum lemah, berat badan menurun, makanan
yang disediakan habis ¼ porsi ( sedikit )
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring yang lama
ditandai dengan klien mengeluh tidak bisa memenuhi kebutuhan sehari-
hari, klien berbaring ditempat tidur, pasien dibantu oleh perawat dan
keluarga, badan lemah
e. Gangguan pemenuhan kebutuhan cairan berhubungan dengan intake
yang kurang ditandai dengan klien mengeluh badan lemah dan keringat
banyak, nafsu makan menurun, mukosa bibir kering, turgor kulit tidak
elastis.
52
f. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi ditandai
dengan Klien dan keluarga mengatakan tidak terlalu paham tentang
penyakit yang diderita oleh klien, keluarga banyak bertanya kepada
perawat tentang penyakit klien, keluarga klien tampak bingung
2.3.3 Perencanaan Keperawatan
Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk
mencegah, mengurangi atau mengoreksi masalah-masalah yang
diidentifikasi pada diagnosa keperawatan. Tahap ini dimulai setelah
menentukan diagnosa keperawatan dan menyimpulkan rencana
dokumentasi (Nursalam, 2008).
Secara tradisional, rencana keperawatan diartikan sebagai suatu
dokumen tulisan tangan dalam menyelesaikan masalah, tujuan dan
intervensi. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, rencana keperawatan
merupakan metode komunikasi tentang asuhan keperawatan kepada klien.
Setiap klien yang memerlukan asuhan keperawatan perlu suatu
perencanaan yang baik. (Wartonah, 2006).
1. Prioritas Masalah
a. Gangguan pengaturan suhu tubuh berhubungan dengan adanya
peradangan di usus halus ditandai dengan klien mengeluh badan
panas, suhu tubuh 380C– 400C, bibir kering, lidah kotor
ditengahnya, nadi cepat.
b. Nyeri akut berhubungan dengan adanya efek infeksi usus halus
ditandai dengan klien mengeluh nyeri tekan pada daerah perut
53
bagian atas dan sakit kepala, klien gelisah wajah klien meringis/
kesakitan nyeri bila ditekan.
c. Perubahan pola nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan klien mengeluh mual, muntah, nafsu makan menurun.
Lidah terasa pahit, keadaan umum lemah, berat badan menurun,
makanan yang disediakan habis ¼ porsi ( sedikit )
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring yang lama
ditandai dengan klien mengeluh tidak bisa memenuhi kebutuhan
sehari – hari, klien berbaring ditempat tidur, pasien dibantu oleh
perawat dan keluarga, badan lemah
e. Gangguan pemenuhankebutuhan cairan berhubungan dengan intake
yang kurang ditandai dengan klien mengeluh badan lemah dan
keringat banyak, nafsu makan menurun.
f. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
ditandai dengan Klien dan keluarga mengatakan tidak terlalu
paham tentang penyakit yang diderita oleh klien, keluarga banyak
bertanya kepada perawat tentang penyakit klien, keluarga klien
tampak bingung.
54
2. Rencana
Keperawatan
Tabel 2.4 Perencanaan Keperawatan Anak dengan Typus Abdominalis
Hari/Tgl
No
Tujuan dan Kriteria Hasil
Rencana Rasional
1
Setelah dilakukan tindakan keperawatan kepada klien diharapkan kembalinya suhu normal sehingga fungsi metabolisme tidak terganggu dengan kriteria hasil:a) klien tidak
mengeluh demam lagi
b) suhu tubuh klien dalam batas normal.
c) Klien tidak
1)penderita
2)kepada keluarga penyebab panas penderita dan tindakan yang harus dilakukan
3)dingin pada dahi
1)masalah yang timbul juga mempermudah dalam merencanakan asuhan keperawatan.
2)menjadi tahu tentang penyebab panas sehingga dapat diajak kerja sama dalam asuhan keperawatan
3)pusat panas di hypothalamus,
55
Hari/Tgl
No
menggigild) Klien merasa
nyaman dengan kondisinya
e) Suhu dalam batas normal :36-37oC
Tujuan dan Kriteria Hasil
4)
5)- 2 liter per 24 jam
Rencana
6)yang basah
7)tanda vital
8)sesuai program therapi Dokter
sehingga terjadi perpindahan panas dari tubuh keluar disamping mengurangi rasa sakit di kepala dan memberi rasa nyaman.
4)timbulnya komplikasi lebih lanjut
5)cairan karena penderita yang panas mudah terjadi kekurangan cairan dan elektrolit sebagai akibat pelebaran pembuluh darah dan kapilerRasional
6)dapat menyebabkan biang keringat dan mencegah infeksi serta memberikan rasa nyaman.
7)perkembangan dan mengetahui kelainan yang akan timbul.
8)serta akhirnya menyebabkan turunnya suhu tubuh kearah normal sesuai dengan efek obat tersebut.
56
Hari/Tgl
2
No
Setelah dilakukan tindakan keperawatan kepada klien diharapkan rasa nyeri berkurang dengan kriteria hasil: a) Klien
menyatakan nyeriberkurang/tulag,
b) Klien mampu berpartisipasi dalam aktivitas,
c) Klien bisa
Tujuan dan Kriteria Hasil
beristirahat dengan santai,
d) Klien dapat menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasis
e) Skala nyeri 0 (0-5)
f) Tidak meringis kesakitan
1)klien
2)ringan
3)yang menyenangkan
4)terhadap timbulnya rasa nyeri dan yang mengurangi nyeri
5)
Rencana
1)tingkat nyeri klien
2)untuk mengurangi rasa nyeri.
3)stimulasi pencetus yang menyebabkan klien sakit
4)penyebab dihubungkan dengan penghilang
5)mengurangi kuman dan inflamasi dalam usus
Rasional
3 Setelah dilakukan tindakan keperawatan kepada klien
1)frekuensi kebutuhan klien
1)kebutuhan pola nutrisi klien setiap hari
57
Hari/ Tgl
No
diharapkan kebutuhan nutrisi klienterpenuhi dengankriteria hasil:a)
berat badan status gizi membaik sesuai dengan standa
b)normal (15-20 kali/menit)
c)meningkat
Tujuan dan Kriteria Hasil
2)manfaat makanan bagi tubuh pada klien penderita dan keluarha serta menganjurkan pada klien untuk menghabiskan porsi makanan yang telah disediakan.
3)kalori dan protein tetapi rendah serat dan menyajikan dalam bentuk yang menarik dan hangat
Rencana
4)dalam porsi kecil tapi sering
5)makanan setiap hari
6)yang nyaman,
2)keluarganya mengerti sehingga mudah untuk diajak bekerja sama dalam asuhan keperawatan.
3)dalam keadaan lemah membutuhkan lebih banyak protein kalori untuk memperkuat daya tahan tubuhnya dan penyajian yang menarik akan
Rasional
mersangsang/ menimbulkan nafsu makan.
4)kesempatan usus halus untuk mengabsorbsi secara perlahan – lahan karena gastrointestinal yang bila terangsang makanan yang terlalu banyak akan menimbulkan mual muntah
5)intake dan peningkatan nafsu makan klien
6)
58
terhindar dari bau – bauan/ aroma yang kurang sedap.
7)
membantuk nafsu makan
7)infeksi mulut oleh pembusukan makanan
Hari/ Tgl
4
No
Setelah dilakukan keperawatan kepada klien diharapkan klien dapat mempertahankan kemampuan secara adequate untukpemenuhan kebutuhan sehari – hari dengan kriteria hasil:
Tujuan dan Kriteria Hasil
a) Dapat mempertahankanposisi fungsional,
b) Dapat melakukan aktivitas,
c) Meningkatkan kekuatan otot
d) Klien bebas bergerak
1) Kaji tingkat aktivitas, pola kegiatan sehari – hari
2) Anjurkan klien untuk istirahat yang cukup lama dan latihan sesuai dengan keadaan pasien
Rencana
3) Berikan latihan kepada ADL sebagaimana dibutuhkan untuk menjaga perawatan diri
4) Beri tahu keluarga untuk selalu mendampingi klien selama perawatan.
1)dasar sebagai pedoman untuk melakukan proses perawatan.
2)untuk mencegah kelelahan sedangkan latihan yang sesuai untuk melatih otot dan
Rasional
pergerakannya
3)perawatan diri
4)sama dengan keluarga mengurangi kemungkinan klien untuk tidak selalu ditemani
5 Setelah dilakukan tindakan keperawatan kepada klien diharapkan
1) Kaji tingkat kebutuhan cairan dan elektrolit klien
1)diberikanetahui pemantauan jumlah kebutuhan
59
Hari/ Tgl
No
volume cairan akan seimbang dengan intake dan output dan dalam/ batas normal dengan kriteria hasil:a) Turgor
kulit membaik
b) Jumlah cairan yang masuk seimbang dengan yang keluar
c) Membrane mukosa lembab
d) Tanda vital dalam batas normal
Tujuan dan Kriteria Hasil
2)Berikan cairan elektrolit
3)Beri minum yang banyak
4)Monitor vital sign
Rencana
cairan dan elektrolit yang har
2)elektrolit yang hilang
3)Rasional
cairan yang keluar
4)perkembangan klien
Rasional
6 Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien dan keluarga klien mengerti tentang penyakit yang dialami klien dengan kriteria :a. Klien dan
keluarga tidak bertanya lagi kepada perawat tentang penyakit klien
b. Klien dan keluarga tampak tenang
1. Tentukan tingkat pengetahuan klien tentang penyakitnya
2. Berikan informasi menyangkut penyakit klien
3. Review informasi yang telah diberikan
1 Untuk mengetahui sejauh mana tingkat pengetahuan klien tentang penyakitnya
2 Agar klien dan keluarga mengerti penyakit yang diderita oleh klien
3 Untuk mengetahui tingkat pemahaman klien.
60
2.3.4 Pelaksanaan/ Tindakan Keperawatan
Tindakan / pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk
mencapai tujuan yang spesifik (Wartonah, 2006). Tahap pelaksanaan
dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing oders
untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu
rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodofikasi faktor-
faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien. (Nursalam, 2008).
Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping.
Perencanaan tindakan keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan baik,
jika klien mempunyai keinginan untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan
tindakan keperawatan. Selama tahap pelaksanaan, perawat harus
melakukan pengumpulan data dan memilih tindakan perawatan yang
paling sesuai dengan kebutuhan klien. Semua tindakan keperawatan
dicatat ke dalam format yang telah ditetapkan oleh institusi (Nursalam,
2008)
Pelaksanaan adalah proses untuk melakukan kegiatan yang telah
direncanakan untuk mencapai tujuan dan untuk menanggulangi masalah
yang dihadapi oleh klien. (Dongoes, 2003).
2.3.5 Evaluasi
(Smeltzer, 2002)
61
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan, dimana proses
evaluasi ini dilakukan terus menerus, diperlukan untuk menentukan
seberapa baik rencana keperawatan bekerja. Evaluasi merupakan proses
yang interaktif dan kontinyu, karena setiap tindakan keperawatan yang
dilakukan, respon klien dicatat dan di evaluasi dalam hubungannya dengan
hasil yang diharapkan. Kemudian, berdasarkan pada respon klien tersebut
dilakukan revisi intervensi keperawatan dan atau revisi hasil, mungkin
diperlukan. (Nursalam, 2008).
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan,
rencana tindakan, dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Melalui
evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor “kealpaan” yang terjadi
selama tahap pengkajian, analisa, perencanaan, dan pelaksanaan tindakan
(Ignatavicius & Bayne, 2006).
Menurut Griffith & Christensen (2007) evaluasi sebagai sesuatu yang
direncanakan, dan perbandingan yang sistematik pada status kesehatan
klien. Dengan mengukur perkembangan klien dalam mencapai suatu
tujuan, maka perawat bisa menentukan efektifitas tindakan keperawatan.
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan yang
merupakan kegiatan sengaja dan terus menerus yang melibatkan klien
perawat dan anggota tim kesehatan lainnya.
Evaluasi di klasifikasikan sebagai berikut
62
1. Evaluasi formatif adalah evaluasi yang diberikan pada saat intervensi
dengan respons segera
2. Evaluasi sumatif merupakan rekapitulassi dari hasil observasi dan
analisis status pasien pada waktu tertentu berdasarkan tujuan yang
direncanakan pada tahap perencanaan. (Wartonah, 2006).
Tujuan evaluasi adalah :
1. Untuk menilai apakah tujuan dalam rencana perawatan tercapai atau
tidak
2. Untuk melakukan pengkajian ulang
Untuk dapat menilai apakah tujuan ini tercapai atau tidak dapat
dibuktikan dengan prilaku klien
1. Tujuan tercapai jika klien mampu menunjukkan prilaku sesuai
dengan pernyataan tujuan pada waktu atau tanggal yang telah
ditentukan
2. Tujuan tercapai sebagian jika klien telah mampu menunjukkan
perilaku, tetapi tidak seluruhnya sesuai dengan pernyataan tujuan yang
telah ditentukan
3. Tujuan tidak tercapai jika klien tidak mampu atau tidak mau sama
sekali menunjukkan prilaku yang telah ditentukan.
Menurut Alimul, (2006) catatan perkembangan merupakan
catatan tentang perkembangan keadaan klien yang didasarkan pada
setiap masalah yang ditemui pada klien. Modifikasi rencana dan
tindakan mengikuti perubahan keadaan klien.
63
Adapun metode yang digunakan dalam catatan perkembangan adalah
sebagai berikut :
S : Data subjektif
Perkembangan keadaan didasarkan pada apa yang dirasakan,
dikeluhkan, dan dikemukakan klien.
O : Data objektif
Perkembangan yang bisa diamati dan diukur oleh perawat atau tim
kesehatan lain.
A : Analisis
Kedua jenis data tersebut, baik subjektif maupun objektif dinilai
dan dianalisis, apakah perkembangan kearah perbaikan atau
kemunduran. Hasil analisis dapat menguraikan sampai dimana
masalah yang ada dapat diatasi atau adakah perkembangan masalah
baru yang menimbulkan diagnosa keperawatan baru.
P : Perencanaan
Rencana penanganan klien dalam hal ini didasarkan pada hasil
analisa di atas yang berisi malanjutkan rencana sebelumnya apabila
keadaan atau masalah belum teratasi dan membuat rencana baru bila
rencana awal tidak efektif.
I : Implementasi
Tindakan yang dilakukan berdasarkan rencana.
E : Evaluasi
64
Evaluasi berisi tentang sejauh mana rencana tindakan dan evaluasi
telah dilaksanakan dan sejauh mana masalah pasien teratasi.
R : Reassesment
Bila berhasil evaluasi menunjukkan masalah belum teratasi,
pengkajian ulang perlu dilakukan kembali melalui proses
pengumpulan data subjektif, data objektif, dan proses analisisnya.
Rencana evaluasi tindakan yang akan digunakan pada kasus
kelolaan adalah SOAP.
2.3.6 Dokumentasi Keperawatan
Dokumentasi keperawatan adalah pencatatan yang lengkap dan akurat
terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan. Dokumentasi
dilakukan segera setelah setiap kegiatan atau tindakan dalam setiap
langkah proses keperawatan dari pengkajian sampai dengan evaluasi.
(Nursalam, 2008).
Sebagai dokumentasi yang mencatat semua pelayanan keperawatan
klien, dokumentasi tersebutdapat diartikan sebagai suatu catatan bisnis
dan hokum yang mempunyai banyak manfaat dan penggunaan.
Tujuan utama dari pendokumentasian adalah untuk:
1. Mengidentifikasi status kesehatan klien dalam rangka mencatat
kebutuhan klien, merencanakan, melaksanakan tindakan keperawatan
dan mengevaluasikan tindakan.
2. Dokumentasi untuk Penulisan, keuangan, hokum dan etika.
Sedangkan manfaat dan pentingnya dokumentasi dapat dilihat dari