Upload
ratnaindriyani
View
9
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
ulkus kornea
Citation preview
PENDAHULUAN
Pterygium berasal dari bahasa Yunani yaitu “Pteron” yang artinya sayap (wing) Pterigium
merupakan suatu pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degeneratif dan
invasif. Pertumbuhan ini biasanya terletak pada celah kelopak mata bagian nasal ataupun
temporal konjungtiva yang meluas ke daerah kornea. Pterigium mudah meradang dan bila
terjadi iritasi, maka bagian pterigium akan berwarna merah. Pterigium dapat mengenai kedua
mata. Pterigium bisa sangat bervariasi mulai dari yang kecil, jejas atrofik yang tidak begitu
jelas sampai yang sangat besar sekali, dan juga jejas fibrovaskular yang tumbuh sangat cepat
dan dapat merusak topografi kornea dan dalam kasus yang sudah lanjut, jejas ini kadangkala
bisa menutupi pusat optik dari kornea.1,2
Pterigium adalah suatu timbunan atau benjolan pada selaput lendir atau konjungtiva yang
bentuknya seperti segitiga dengan puncak berada di di arah kornea. Pada American Academy
of Ophthamology mendefenisikan pterigium sebagai lipatan konjungtiva yang berbentuk
sayap dan merupakan jaringan fibrovaskular yang menyerang bagian superficial.3
Di Amerika Serikat, kasus Pterigium sangat bervariasi tergantung pada lokasi geografisnya.
Di daratan Amerika Serikat, prevalensinya berkisar kurang dari 2% untuk daerah diatas 400
lintang utara sampai 5-15 % untuk daerah garis lintang 280-360. Hubungan ini terjadi untuk
tempat-tempat yang prevalensinya meningkat dan daerah-daerah elevansi yang terkena
penyinaran ultraviolet untuk daerah dibawah garis lintang utara ini. Di dunia, hubungan
antara menurunnya insidensi pada daerah atas lintang utara dan relatif terjadi peningkatan
untuk daerah dibawah garis balik lintang utara. 2
Beberapa penelitian menunjukkan prevalensi paling tinggi terdapat di daerah khatulistiwa.
Pterigium juga sering ditemukan pada laki-laki dibandingkan wanita dan umumnya mengenai
orang-orang yang memiliki aktivitas diluar ruangan. Prevalensi pterigium juga meningkat
dengan bertambahnya usia. Insiden pterigium paling banyak ditemukan pada usia 20-40
tahun. 2
II. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Struktur dan fungsi mata sangat rumit dan mengagumkan. Secara konstan mata
menyesuaikan jumlah cahaya yang masuk, memusatkan perhatian pada objek yang dekat dan
jauh serta menghasilkan gambaran yang kontinu yang dengan segera dihantarkan ke otak.4
Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan. Dari luar ke
dalam, lapisan-lapisan tersebut adalah : 4
Sklera/kornea
Koroid/badan siliar/iris, dan
Retina
Sebagian besar mata dilapisi oleh jaringan ikat yang protektif dan kuat di sebelah luar, sclera
yang membentuk bagian putih.
Di anterior (kearah depan), lapisan luar terdiri atas kornea transparan tempat lewatnya
berkas-berkas cahaya ke anterior mata.
Lapisan tengah dibawah sclera adalah koroid yang sangat berpigmen dan mengandung
pembuluh-pembuluh darah untuk member makan retina.
Lapisan paling dalam dibawah koroid adalah retina, yang terdiri atas lapisan yang sangat
berpigmen disebelah luar dan sebuah lapisan saraf didalam.
Retina mengandung sel batang dan sel kerucut, fotoreseptor yang mengubah energy cahaya
menjadi impuls syaraf.
Struktur mata manusia berfungsi utama mengfokuskan cahaya ke retina. Semua komponen-
komponen yang dilewati cahaya sebelum sampai ke retina mayoritas berwarna gelap untuk
meminimalisir pembentukan cahaya yang akan difokuskan ke retina, cahaya ini akan
menyebabkan perubahan kimiawi pada sel fotosensitif di retina. Hal ini akan merangsang
impuls-impuls saraf ini dan menjalarkannya ke otak.5
Konjungtiva merupakan membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus
permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sklera
(konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi palpebra (suatu
sambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea dilimbus.6,7
Sesuai dengan namanya, konjungtiva menghubungkan antara bola mata dan kelopak mata.
Dari kelopak mata bagian dalam, konjungtiva terlipat ke bola mata baik dibagian atas
maupun bawah. Refleksi atau lipatan ini disebut dengan forniks superior dan inferior. Forniks
superior terletak 8-10 mm dari limbus sedangkan forniks inferior terletak 8 mm dari limbus.
Lipatan tersebut membentuk ruang potensial yang disebut dengan sakkus konjungtiva, yang
bermuara melalui fissura palpebra antara kelopak mata superior dan inferior. Pada bagian
medial konjungtiva, tidak ditemukan forniks, tetapi dapat ditemukan karunkula dan plika
semilunaris yang penting dalam sistem lakrimal. Pada bagian lateral, forniks bersifat lebih
dalam hingga 14 mm dari limbus.7
Secara anatomi, konjungtiva terdiri atas 3 bagian: 7
1. Konjungtiva Palpebra
Mulai pada mucocutaneus junction yang terletak pada bagian posterior kelopak mata yaitu
daerah dimana epidermis bertransformasi menjadi konjungtiva. Dari titik ini, konjungtiva
melapisi erat permukaan dalam kelopak mata. Konjungtiva palpebra dapat dibagi lagi
menjadi zona marginal, tarsal, dan orbital. Konjungtiva marginal dimulai pada mucocutaneus
junction hingga konjungtiva proper. Punktum bermuara pada sisi medial dari zona marginal
konjungtiva palpebra sehingga terbentuk komunikasi antara konjungtiva dengan sistem
lakrimal. Kemudian zona tarsal konjungtiva merupakan bagian dari konjungtiva palpebralis
yang melekat erat pada tarsus. Zona ini bersifat sangat vaskuler dan translusen. Zona terakhir
adalah zona orbital, yang mulai dari ujung perifer tarsus hingga forniks. Pergerakan bola
mata menyebabkan perlipatan horisontal konjungtiva orbital, terutama jika mata terbuka.
Secara fungsional, konjungtiva palpebra merupakan daerah dimana reaksi patologis bisa
ditemui.7
2. Konjungtiva Bulbi
Menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera dibawahnya. Konjungtiva bulbi dimulai
dari forniks ke limbus, dan bersifat sangat translusen sehingga sklera dibawahnya dapat
divisualisasikan. Konjungtiva bulbi melekat longgar dengan sklera melalui jaringan alveolar,
yang memungkinkan mata bergerak ke segala arah. Konjungtiva bulbi juga melekat pada
tendon muskuler rektus yang tertutup oleh kapsula tenon. Sekitar 3 mm dari limbus,
konjungtiva bulbi menyatu dengan kapsula tenon dan sklera. 7
3. Konjungtiva Forniks
Merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi. Lain halnya
dengan konjungtiva palpebra yang melekat erat pada struktur sekitarnya konjungtiva forniks
ini melekat secara longgar dengan struktur di bawahnya yaitu fasia muskulus levator palpebra
superior serta muskulus rektus. Karena perlekatannya bersifat longgar, maka konjungtiva
forniks dapat bergerak bebas bersama bola mata ketika otot-otot tersebut berkontraksi. 7
Konjungtiva di vaskularisasi oleh arteri ciliaris anterior dan arteri palpebralis. Kedua arteri ini
beranastomosis dengan bebas dan bersama banyak vena konjungtiva yang umumnya
mengikuti pola arterinya membentuk jaring-jaring vaskuler konjungtiva yang sangat banyak.
Pembuluh limfe konjungtiva tersusun didalam lapisan superfisial dan profundus dan
bergabung dengan pembuluh limfe palpebra membentuk pleksus limfatikus. Konjungtiva
menerima persarafan dari percabangan nervus trigeminus yaitu nervus oftalmikus. Saraf ini
memiliki serabut nyeri yang relatif sedikit.7
Secara histologis konjungtiva terdiri atas epitel dan stroma. Lapisan epitel konjungtiva terdir
atas 2-5 lapisan sel epitel silindris bertingkat, superfisial dan basal. Lapisan epitel
konjungtiva di dekat limbus, diatas caruncula, dan di dekat persambungan mukokutan pada
tepi kelopak mata terdiri atas sel-sel epitel skuamous bertingkat. Sel-sel superfisial
mengandung sel-sel goblet bulat dan oval yang mensekresi mukus. Mukus yang terbentuk
mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi lapisan air mata prakornea
secara merata. 7
Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat dibandingkan sel-sel superfisial dan di dekat limbus
dapat mengandung pigmen. Lapisan stroma di bagi menjadi 2 lapisan yaitu lapisan adenoid
dan lapisan fibrosa. Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan di beberapa tempat
dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan adenoid
tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2-3 bulan. Hal ini menjelaskan konjungtivitis
inklusi pada nenonatus bersifat papilar bukan folikular dan mengapa kemudian menjadi
folikular. Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada lempeng
tarsus. Hal ini menjelaskan gambaran reaksi papilar pada radang konjungtiva. Lapisan fibrosa
tersusun longgar pada bola mata. Kelenjar lakrimal aksesorius (kelenjar krause dan wolfring),
yang struktur fungsinya mirip kelenjar lakrimal terletak di dalam stroma. Sebagian besar
kelenjar krause berada di forniks atas, sisanya di forniks bawah. Kelenjar wolfring terletak di
tepi tarsus atas.7
III. ETIOLOGI
Hingga saat ini etiologi pasti pterygium masih belum diketahui secara pasti. Beberapa faktor
resiko pterygium antara lain adalah paparan ultraviolet, mikro trauma kronis pada mata,
infeksi mikroba atau virus. Selain itu beberapa kondisi kekurangan fungsi lakrimal film baik
secara kuantitas maupun kualitas, konjungtivitis kronis dan defisiensi vitamin A juga
berpotensi menimbulkan pterygium. Selain itu ada juga yang mengatakan bahwa etiologi
pterygium merupakan suatu fenomena iritatif akibat pengeringan dan lingkungan dengan
banyak angin karena sering terdapat pada orang yang sebagian besar hidupnya berada di
lingkungan yang berangin, penuh sinar matahari, berdebu dan berpasir. Beberapa kasus
dilaporkan sekelompok anggota keluarga dengan pterygium dan berdasarkan penelitian
menunjukkan riwayat keluarga dengan pterygium, kemungkinan diturunkan autosom
dominan.6,8
Terdapat banyak perdebatan mengenai etiologi atau penyebab pterygium. Disebutkan bahwa
radiasi sinar Ultra violet B sebagai salah satu penyebabnya. Sinar UV-B merupakan sinar
yang dapat menyebabkan mutasi pada gen suppressor tumor p53 pada sel-sel benih embrional
di basal limbus kornea. Tanpa adanya apoptosis (program kematian sel), perubahan
pertumbuhan faktor Beta akan menjadi berlebihan dan menyebabkan pengaturan berlebihan
pula pada sistem kolagenase, migrasi seluler dan angiogenesis. Perubahan patologis tersebut
termasuk juga degenerasi elastoid kolagen dan timbulnya jaringan fibrovesikular, seringkali
disertai dengan inflamasi. Lapisan epitel dapat saja normal, menebal atau menipis dan
biasanya menunjukkan dysplasia. 3
Terdapat teori bahwa mikrotrauma oleh pasir, debu, angin, inflamasi, bahan iritan lainnya
atau kekeringan juga berfungsi sebagai faktor resiko pterygium. Orang yang banyak
menghabiskan waktunya dengan melakukan aktivitas di luar ruangan lebih sering mengalami
pterygium dan pinguekula dibandingkan dengan orang yang melakukan aktivitas di dalam
ruangan. Kelompok masyarakat yang sering terkena pterygium adalah petani, nelayan atau
olahragawan (golf) dan tukang kebun. Kebanyakan timbulnya pterygium memang
multifaktorial dan termasuk kemungkinan adanya keturunan (faktor herediter). 3
Pterygium banyak terdapat di nasal daripada temporal. Penyebab dominannya pterygium
terdapat di bagian nasal juga belum jelas diketahui namun kemungkinan disebabkan
meningkatnya kerusakan akibat sinar ultra violet di area tersebut. Sebuah penelitian
menyebutkan bahwa kornea sendiri dapat bekerja seperti lensa menyamping (side-on) yang
dapat memfokuskan sinar ultra violet ke area nasal tersebut. 3
Teori lainnya menyebutkan bahwa pterygium memiliki bentuk yang menyerupai tumor.
Karakteristik ini disebabkan karena adanya kekambuhan setelah dilakukannya reseksi dan
jenis terapi yang diikuti selanjutnya (radiasi, antimetabolit). Gen p53 yang merupakan
penanda neoplasia dan apoptosis ditemukan pada pterygium. Peningkatan ini merupakan
kelainan pertumbuhan yang mengacu pada proliferasi sel yang tidak terkontrol daripada
kelainan degeneratif. 4
Paparan sinar matahari (UV)
Paparan sinar matahari merupakan faktor yang penting dalam perkembangan terjadinya
pterigium. Hal ini menjelaskan mengapa insidennya sangat tinggi pada populasi yang berada
pada daerah dekat equator dan pada orang –orang yang menghabiskan banyak waktu di
lapangan. 3
Iritasi kronik dari lingkungan (udara, angin, debu)
Faktor lainnya yang berperan dalam terbentuknya pterigium adalah alergen, bahan kimia
berbahaya, dan bahan iritan (angin, debu, polutan). UV-B merupakan mutagenik untuk p53
tumor supressor gen pada stem sel limbal. Tanpa apoptosis, transforming growth factor-beta
over produksi dan memicu terjadinya peningkatan kolagenasi, migrasi seluler, dan
angiogenesis. Selanjutnya perubahan patologis yang terjadi adalah degenerasi elastoid
kolagen dan timbulnya jaringan fibrovaskuler subepitelial. Kornea menunjukkan destruksi
membran Bowman akibat pertumbuhan jaringan fibrovaskuler. 3
Faktor risiko yang mempengaruhi antara lain :
1. Usia
Prevalensi pterygium meningkat dengan pertambahan usia banyak ditemui pada usia dewasa
tetapi dapat juga ditemui pada usia anak-anak. Tan berpendapat pterygium terbanyak pada
usia dekade dua dan tiga. 3,10
2. Pekerjaan
Pertumbuhan pterygium berhubungan dengan paparan yang sering dengan sinar UV. 3,10
3. Tempat tinggal
Gambaran yang paling mencolok dari pterygium adalah distribusi geografisnya. Distribusi ini
meliputi seluruh dunia tapi banyak survei yang dilakukan setengah abad terakhir
menunjukkan bahwa negara di khatulistiwa memiliki angka kejadian pterygium yang lebih
tinggi. Survei lain juga menyatakan orang yang menghabiskan 5 tahun pertama kehidupannya
pada garis lintang kurang dari 300 memiliki risiko penderita pterygium 36 kali lebih besar
dibandingkan daerah yang lebih selatan. 3,10
4. Jenis kelamin
Tidak terdapat perbedaan risiko antara laki-laki dan perempuan. 3,10
5. Herediter
Pterygium diperengaruhi faktor herediter yang diturunkan secara autosomal dominan. 3,10
6. Infeksi
Human Papiloma Virus (HPV) dinyatakan sebagai faktor penyebab pterygium. 3,10
7. Faktor risiko lainnya
Kelembaban yang rendah dan mikrotrauma karena partikel-partikel tertentu seperti asap
rokok , pasir merupakan salah satu faktor risiko terjadinya pterygium. 3,10
IV. PATOFISIOLOGI
Terjadinya pterygium sangat berhubungan erat dengan paparan sinar matahari, walaupun
dapat pula disebabkan oleh udara yang kering, inflamasi, dan paparan terhadap angin dan
debu atau iritan yang lain. UV-B merupakan faktor mutagenik bagi tumor supressor gene p53
yang terdapat pada stem sel basal di limbus. Ekspresi berlebihan sitokin seperti TGF-β dan
VEGF (vascular endothelial growth factor) menyebabkan regulasi kolagenase, migrasi sel,
dan angiogenesis. 3
Akibatnya terjadi perubahan degenerasi kolagen dan terlihat jaringan subepitelial
fibrovaskular. Jaringan subkonjungtiva mengalami degenerasi elastoid (degenerasi basofilik)
dan proliferasi jaringan granulasi fibrovaskular di bawah epitel yaitu substansia propia yang
akhirnya menembus kornea. Kerusakan kornea terdapat pada lapisan membran Bowman yang
disebabkan oleh pertumbuhan jaringan fibrovaskular dan sering disertai dengan inflamasi
ringan. Kerusakan membran Bowman ini akan mengeluarkan substrat yang diperlukan untuk
pertumbuhan pterygium. Epitel dapat normal, tebal atau tipis dan kadang terjadi displasia. 3
Limbal stem cell adalah sumber regenerasi epitel kornea. Pada keadaan defisiensi limbal stem
cell, terjadi konjungtivalisasi pada permukaan kornea. Gejala dari defisiensi limbal adalah
pertumbuhan konjungtiva ke kornea, vaskularisasi, inflamasi kronis, kerusakan
membran basement dan pertumbuhan jaringan fibrotik. Tanda ini juga ditemukan pada
pterygium dan oleh karena itu banyak penelitian yang menunjukkan bahwa pterygium
merupakan manifestasi dari defisiensi atau disfungsi localized interpalpebral limbal stem
cell. Pterygium ditandai dengan degenerasi elastotik dari kolagen serta proliferasi
fibrovaskuler yang ditutupi oleh epitel. Pada pemeriksaan histopatologi daerah kolagen
abnormal yang mengalami degenerasi elastolik tersebut ditemukan basofilia dengan
menggunakan pewarnaan hematoxylin dan eosin, Pemusnahan lapisan Bowman oleh jaringan
fibrovascular sangat khas. Epitel diatasnya biasanya normal, tetapi mungkin acanthotic,
hiperkeratotik, atau bahkan displastik dan sering menunjukkan area hiperplasia dari sel
goblet 2,3,8
V. MANIFESTASI KLINIS
Pasien yang mengalami pterygium dapat tidak menunjukkan gejala apapun (asimptomatik).
Kebanyakan gejala ditemukan saat pemeriksaan berupa iritasi, perubahan tajam penglihatan,
sensasi adanya benda asing atau fotofobia. Penurunan tajam penglihatan dapat timbul bila
pterygium menyeberang axis visual atau menyebabkan meningkatnya astigmatisme9
Pterigium memiliki tiga bagian : 9
Bagian kepala atau cap, biasanya datar, terdiri dari zona abu-abu pada kornea yang
kebanyakan terdiri atas fibroblast. Area ini menginvasi dan menghancurkan lapisan bowman
pada kornea. Gari zat besi (iron line/stocker’s line) dapat dilihat pada bagian anterior kepala.
Area ini juga merupakan area kornea yang kering.
Bagian whitish. Terletak langsung setelah cap. Merupakan sebuah lapisan vesicular yang tipis
yang menginvasi kornea seperti halnya kepala.
Bagian badan atau ekor, merupakan bagian mobile (dapat bergerak ), lembut, merupakan area
vesicular pada konjungtiva bulbi dan merupakan area paling ujung. Badan ini menjadi tanda
yang khas untuk dilakukan koreksi
VI. JENIS DAN STADIUM
Jenis Pterigium : 10
Tipe vaskuler : pterigium tebal, merah, progresif biasanya ditemukan pada anak muda
(tumbuh cepat karena banyak pembuluh darah).
Tipe membranaceus : pterigium tipis seperti plastik, tidak terlalu merah biasanya terdapat
pada orang tua.
Stadium Pterigium : 10
– Stadium I : belum mencapai limbus
– Stadium II : sudah melewati limbus dan belum mencapai pupil
– Stadium III : sudah menutupi pupil
– Stadium IV : sudah melewati pupil
Gambar 4 : pterigium stadium 1 Gambar 5 : pterigium stadium 2
Gambar 6 : pterigium stadium 3 Gambar 7 : pterigium
stadium 4
VII. DIAGNOSIS
Anamnesis
Pada anamnnesis didapatkan adanya keluhan pasien seperti mata merah, gatal, mata sering
berair, ganguan penglihatan. Selain itu perlu juga ditanyakan adanya riwayat mata merah
berulang, riwayat banyak bekerja di luar ruangan pada daerah dengan pajanan sinar mathari
yang tinggi, serta dapat pula ditanyakan riwayat trauma sebelumnya.2,8
Pemeriksaaan fisik
Pada inspeksi pterygium terlihat sebagai jaringan fibrovaskular pada permukaan konjuntiva.
Pterygium dapat memberikan gambaran yang vaskular dan tebal tetapi ada juga pterygium
yang avaskuler danflat. Perigium paling sering ditemukan pada konjungtiva nasal dan
berekstensi ke kornea nasal, tetapi dapat pula ditemukan pterygium pada daerah temporal. 2
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan pada pterygium adalah topografi kornea untuk
menilai seberapa besar komplikasi berupa astigmtisme ireguler yang disebabkan oleh
pterygium.2
VIII. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding pterigium adalah pinguekula dan pseudopterigium. Pinguekula merupakan
benjolan pada konjungtiva bulbi yang ditemukan pada orangtua, terutama yang matanya
sering mendapatkan rangsangan sinar matahari, debu, dan angin panas. Yang membedakan
pterigium dengan pinguekula adalah bentuk nodul, terdiri atas jaringan hyaline dan jaringan
elastik kuning, jarang bertumbuh besar, tetapi sering meradang. 1,5
Pseudopterigium merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat. Sering
pseudopterigium ini terjadi pada proses penyembuhan tukak kornea, sehingga konjungtiva
menutupi kornea. Pseudopterigium juga sering dilaporkan sebagai dampak sekunder penyakit
peradangan pada kornea. Pseudopterigium dapat ditemukan dibagian apapun pada kornea dan
biasanya berbentuk oblieq. Sedangkan pterigium ditemukan secara horizontal pada posisi jam
3 atau jam 9. 11
Table 1. Perbedaan pterigium dan pseudopterigium 11
Perbedaan Pterigium dan Pseudopterigium
Pterigium Pseudopterigium
Etiologi Proses degenerasi Proses inflamasi
Umur Sering terjadi pada orang tuaTerjadi pada semua umur
Lokasi Pada konjungtiva nasal atau
temporal
Dapat terjadi pada semua
sisi dari konjungtiva
Stadium Progresif, regresif atau
stationer
Biasanya stasioner
Tes sondase Negative Positif
IX. PENATALAKSANAAN
Mediakamentosa
Pterigium sering bersifat rekuren, terutama pada pasien yang masih muda. Bila pterigium
meradang dapat diberikan steroid atau suatu tetes mata dekongestan. Pengobatan pterigium
adalah dengan sikap konservatif atau dilakukan pembedahan bila terjadi gangguan
penglihatan akibat terjadinya astigmisme ireguler atau pterigium yang telah menutupi media
penglihatan.1,2,12
Lindungi mata dengan pterigium dari sinar matahari, debu dan udara kering dengan kacamata
pelindung. Bila terdapat tanda radang berikan air mata buatan dan bila perlu dapat diberi
steroid.1,2,13
Tindakan operatif
Tindakan pembedahan adalah suatu tindak bedah plastik yang dilakukan dengan indikasi :
Pterigium telah memasuki kornea lebih dari 4 mm.
Pertumbuhan yang progresif, terutama pterigium jenis vaskular.
Mata terasa mengganjal.
Visus menurun, terus berair.
Mata merah sekali.
Telah masuk daerah pupil atau melewati limbus.
Alasan kosmetik.
Pascaoperasi biasanya akan diberikan terapi lanjut seperti pengggunaan sinar radiasi β atau
terapi lainnya untuk mencegah kekambuhan seperti mitomycin C. 11
Jenis Operasi pada Pterigium antara lain3,14:
Bare sklera : bertujaun untuk menyatukan kembali konjungtiva dengan permukaan sklera.
Kerugian dari teknik ini adalah tingginya tingkat rekurensi pasca pembedahan yang dapat
mencapai 40-75%.
Simple Closure : menyatukan langsung sisi konjungtiva yang terbuka, diman teknik ini
dilakukan bila luka pada konjuntiva relative kecil.
Sliding flap : dibuat insisi berbentuk huruf L disekitar luka bekas eksisi untuk memungkinkan
dilakukannya penempatan flap.
Rotational flap : dibuat insisi berbentuk huruf U di sekitar luka bekas eksisi untuk
membentuk seperti lidah pada konjungtiva yang kemudian diletakkan pada bekas eksisi.
Conjungtival graft : menggunakan free graft yang biasanya diambil dari konjungtiva bulbi
bagian superior.
Bare sclera
Simple closure
Sliding flap
Rotational flap
Conjungtival graft
Tindakan pembedahan untuk eksisi pterigium biasanya bisa dilakukan pada pasien rawat
jalan dengan menggunakan anestesi lokal, bila perlu diperlukan dengan memakai sedasi.
Perawatan pasca operasi, mata pasien biasanya merekat pada malam hari, dan dirawat
memakai obat tetes mata atau salep mata antibiotic atau antinflamasi 2
X. KOMPLIKASI. Komplikasi pterygium meliputi sebagai berikut:2
Pra-operatif:
Astigmat
Salah satu komplikasi yang disebabkan oleh pterygium adalah astigmat karena pterygium
dapat menyebabkan perubahan bentuk kornea akibat adanya mekanisme penarikan oleh
pterygium serta terdapat pendataran daripada meridian horizontal pada kornea yang
berhubungan dengan adanya astigmat. Mekanisme pendataran itu sendiri belum jelas. Hal ini
diduga akibat “tear meniscus” antara puncak kornea dan peninggian pterygium. Astigmat
yang ditimbulkan oleh pterygium adalah astigmat “with the rule” dan iireguler astigmat.
Kemerahan
Iritasi
Bekas luka yang kronis pada konjungtiva dan kornea
Keterlibatan yang luas otot ekstraokular dapat membatasi penglihatan dan menyebabkan
diplopia.
Intra-operatif:
Nyeri, iritasi, kemerahan, graft oedema, corneoscleral dellen (thinning), dan perdarahan
subkonjungtival dapat terjadi akibat tindakan eksisi dengan conjunctival autografting, namun
komplikasi ini secara umum bersifat sementara dan tidak mengancam penglihatan. 2
Pasca-operatif:
Komplikasi pasca eksisi adalah sebagai berikut:
Infeksi, reaksi bahan jahitan, diplopia, jaringan parut, parut kornea, graft konjungtiva
longgar, perforasi mata, perdarahan vitreus dan ablasi retina.
Penggunaan mitomycin C post operasi dapat menyebabkan ektasia atau nekrosis sklera dan
kornea
Pterygium rekuren.
XI. PROGNOSIS
Prognosis visual dan kosmetik dari eksisi pterigium adalah baik. Prosedur dapat ditoleransi
dengan baik oleh pasien, dan disamping rasa tak nyaman pada hari- hari pertama post-
operatif, pasien bisa melanjutkan aktivitas secara penuh dalam 48 jam. 2
http://www.artikelkedokteran.com/1439/pterigium-selaput-segitiga-pada-mata.html
Entropion
Definisi
Entropion adalah inverse atau membaliknya margo papebral (tepi kelopak mata) ke dalam
yang menyebabkan trikiasis dengan segala akibat pada kornea. Entropion terbagi dalam 3
jenis yaitu Entropion Involosi (Spastik)
Entropion Sikatrik
Entropion Kongenital
Tanda dan gejala entropion
Biasanya Klien mengeluh “merasa ada sesuatu dimata”
Keluhan lain bisa merupakan akibat ransangan mekanis dan kerusakan kornea yaitu nyeri,
lakrimasi dan fotofobi.
Pada inspeksi terlihat kelopak mata deviasi kedalam, konjungtiva tampak meradang
(konjungtiva bulbi merah), blefarspasme, abrasi kornea karena gesekan dari bulumata
sehingga kornea keruh atau mungkin terjadi ulkus kornea.
Manajemen Kolaboratif yang biasa dilakukan yakni:
1. Intervensi medis terhadap entropion adalah operasi (tarsotomi) untuk mengoreksi posisi
kelopak mata. Klien dipulangkan beberapa jam kemudian dan dianjurkan kembali pada hari
ke-4 untuk membuka jahitan.
2. Intervensi keperawatan terhadap pasien enropion adalah mengkaji gejala kekeringan atau
infeksi mata dan memberitahu klien cara meneteskan obat mata dan pentingnya melaporkan
drainase atau nyeri parah pada mata
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN INFEKSI PADA MATA
(KELOPAK MATA)
A. PENGKAJIAN
1. Keluhan utama
Tanyakan kepada klien adanay keluhan seperti nyeri, mata berair, mata merah, silau dan
sekret pada mata
2. Riwayat penyakit sekarang
Informasi yang dapat diperoleh meliputi informasi mengenai penurunan tajam penglihatan,
trauma pada mata, riwayat gejala penyakit mata seperti nyeri meliputi lokasi,awitan, durasi,
upaya mengurangi dan beratnya, pusing, silau.
3. Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan pada klien riwayat penyakit yang dialami klien seperti diabetes mellitus, hrpes
zooster, herpes simpleks
4. Pengkajian fisik penglihatan
Ketajaman penglihatan
Uji formal ketajaman penglihatan harus merupakan bagian dari setiap data dasar pasien.
Tajam penglihatan diuji dengan kartu mata ( snellen ) yang diletakkan 6 meter.
Palpebra superior
Merah,sakit jikaditekan
Palpebra inferior
Bengkak, merah, ditekan keluar secret
Konjungtiva tarsal superior dan inferior
Inspeksi adanya :
- Papil, timbunan sel radang sub konjungtiva yang berwarna merah dengan pembuluh darah
ditengahnya
- Membran,sel radang di depan mukosa konjungtiva yang bila iangkat akan berdarah,
membran merupakan jaringan nekrotik yang terkoagulasi dan bercampur dengan fibrin,
menembus jaringan yang lebih dalam dan berwarna abu – abu.
- Pseudomembran, membran yang bila diangkat tidak akan berdarah
- Litiasis, pembentukan batu senyawa kalsium berupa perkapuran yang terjadipada
konjungtiviti kronis
- Sikatrik, terjadi pada trakoma.
Konjungtiva bulbi
- Sekresi
- Injeksi konjungtival
- Injeksi siliar
- Kemosis konjungtiva bulbi, edema konjungtiva berat
- Flikten peradangan disertai neovaskulrisasi
Kornea
- Erosi kornea, uji fluoresin positif
- Infiltrat, tertibunnya sel radang
- Pannus, terdapat sel radang dengan adanya pembuluh darah yang membentuk tabir kornea
- Flikten
- Ulkus
- Sikatrik
Bilik depan mata
- Hipopion, penimbunan sel radang dibagian bawah bilik mata depan
- Hifema, perdarahan pada bilik mata depan
Iris
- Rubeosis, radang pada iris
- Gambaran kripti pada iris
Pupil
- Reaksi sinar, isokor
- Pemeriksaan fundus okuli dengan optalmoskop untuk melihat
- Adanya kekeruhan pada media penglihatan yang keruh seperti pada kornea, lensa dan badan
kaca.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan iritasi atau infeksi pada mata
Kriteria hasil :
Nyeri berkurang, pasien merasa nyaman
Intervensi :
a. Anjurkan klien untuk mengompres mata dengan air hangat
b. Anjurkan pasien untuk tidak menggosok – gosok mata yang sakit terutama dengan tangan
c. Anjurkan pasien menggunbkan kacamata pelindung jika bepergian
d. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian analgetik
2. Ansietas berhubungan dengan faktor fisiologis, perubahan status kesehatan: adanya
nyeri;kemungkinan /kenyataan kehilangan penglihatan.
Kemungkinan dibuktikan oleh: ketakutan, ragu-ragu.menyatakan masalah perubahan hidup.
Hasil yang diharapkan
Tampak rileks dan melaporkan ansetas menurun sampai tingkat dapat diatasi.
Tindakan / Intervensi
1. Kaji tingkat ansetas, derajat pengalaman nyeri / timbulnya gejala tiba-tiba dan pengetahuan
kondisi saat ini.
2. Berikan informasi yang akurat dan jujur.
3. Diskusikan kemungkinan bahwa pengawasan dan pengobatan dapat mencegah kehilangan
penglihatan tambahan.
4. Dorong pasien untuk mengakui masalah dan mengekspresikan perasaan.
5. Identifikasi sumber / orang yang dekat dengan klien.
3. Gangguan Sensori Perseptual : Penglihatan b/d gangguan penerimaan sensori / status organ
indera. Lingkungan secara terapetik dibatasi.
Kemungkinan dibuktikan oleh: menurunnya ketajaman, gangguan penglihatan, perubahan
respon biasanya terhadap rangsang.
Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi
pasien akan :
Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu.
Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
Mengidentifikasi / memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan.
Tindakan / Intevensi
Mandiri
1) Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau kedua mata terlibat.
2) Orientasikan pasien terhadap lingkungan, staf, orang lain di areanya.
3) Lkukan tindakan untuk membantu pasien menangani keterbatasan penglihatan seperti
kurangi kekacauan, ingatkan memutr kepala ke subjek yang terlihat dan perbaiki sinar suram
4) Perhatikan tentang suram atau penglihatan kabur dan iritasi mata dimana dapat terjadi bila
menggunakan tetes mata.
4. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan kontak sekret dengan mata sehat
atau mata orang lain
Hasil Yang Diharapkan/ Kriteria Evaluasi Pasien Akan :
Meningkatkan penyembuhan luka tepat waktu, bebas drainase purulen, eritema, dan demam.
Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi
Tindakan/intervensi:
1. Kaji tanda-tanda infeksi
2. Berikan therapi sesuai program dokter
3. Anjurkan penderita istirahat untuk mengurangi gerakan mata
4. Berikan makanan yang seimbang untuk mempercepat penyembuhan
Mandiri
a. Diskusikan pentingnya mencuci tangan sebelum menyentuh/mengobati mata.
b. Gunakan/tunjukkan teknik yang tepat untuk membersihkan mata dari dalam keluar dengan
bola kapas untuk tiap usapan, ganti balutan.
c. Tekankan pentingnya tidak menyentuh/menggaruk mata yang sakit kemudian yang sehat
d. Anjurkan untuk memisahkan handuk, lap atau sapu tangAn
DAFTAR PUSTAKA
1. Brunner and suddarth. ( 2001 ). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Alih bahasa : dr.
H.Y. Kuncara dkk.Jakarta : EGC
2. Sidharta Ilyas. ( 2001 ).Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Penerbit FKUI
3. Ignativicus, Donna D. ( 1991 ). Medical Surgical Nursing. First edition. Philadelphia
4. Vera, H.D dan Margaret R.T.( 2000 ). Perawatan Mata. Yogyakarta : penerbit ANDI
Yogyakarta
http://mualimrezki.blogspot.com/2010/09/askep-klien-dengan-entropion.html
Z-plasty
From Wikipedia, the free encyclopedia
Z-plasty
Intervention
ICD-9-CM 86.84
Z-plasty is a versatile plastic surgery technique that is used to improve the functional and
cosmetic appearance of scars. It can elongate a contracted scar or rotate the scar tension line.
The middle line of the Z-shaped incision (the central element) is made along the line of
greatest tension or contraction, and triangular flaps are raised on opposite sides of the two
ends and then transposed. The length and angle of each flap are usually the same to avoid
mismatched flaps that may be difficult to close. Some possible complications of Z-plasty
include flap necrosis, haematoma (blood clot) formation under the flaps, wound infection,
trapdoor effect and sloughing (necrosis) of the flap caused by wound tension and inadequate
blood supply.
Contents
[hide]
1 Classification
2 Technique
3 Functional Z-plasty
4 Cosmetic Z-plasty
5 History
6 See also
7 References
8 External links
Classification[edit]
Z-plasties can be functional (elongate and relax scars) or cosmetic (realign scars to make
them less noticeable). They can be single or multiple. Variations include skew and
planimetric Z-plasties.
Technique[edit]
The transposition of two triangular flaps. The incisions are designed to create a Z shape with
the central limb aligned with the part of the scar that needs lengthening or re-aligning. The
traditional 60° angle Z-plasty will give a theoretical lengthening of the central limb of 75%.[1] Single or multiple z-plasties can be used. Specific modifications include the double-
opposing z-plasty (sometimes called a "jumping man" flap) which can be useful for release of
webbing of the medial canthus or release of 1st web space contractures. It is one of the
techniques used in scar revision, especially in burn scar contracture.
Functional Z-plasty[edit]
The lengthening of a scar. Used to help relax or release linear burn scar contractures. The
technique is dependent on the availability of mobile adjacent skin.
Cosmetic Z-plasty[edit]
The irregularisation of a scar to make it less noticeable. Re-alignment of the central element
can place the scar in natural skin tension lines and thereby disguise it. One of a family of
similar techniques (such a W plasty).
History[edit]
The first Z-plasty was performed by Horner in 1837, followed by Denonvilliers in 1854, both
for correction of ectropion.[2] The first standard double transposition Z-plasty was reported by
Berger in 1904, and McCurdy introduced the term in 1913.
http://en.wikipedia.org/wiki/Z-plasty#Technique
1. Pengertian
Entropion adalah suatu keadaan dimana kelopak dan bulu mata bagian bawah membalik
kedalam kearah bola mata.
2. Etiologi
kebanyakan kasus entropion terjadi karena pengenduran jaringan kelopak mata sebagai akibat
proses penuaan. Beberapa kasus terjadi karena pembentukan jaringan parut pada permukaan
dalam kelopak mata akibat luka baker kimia dan panas, peradangan atau reaksi
alergi. Kadang entropion merupakan bawaan lahir karena kelopak mata tidak terbentuk
secara sempurna.
3. Tanda dan Gejala
Pada kelopak mata entropion (biasanya kelopak bawah) melengkung kedalam. Kelopak mata
yang menekuk kedalam dan bulu matanya akan mengiritasi kornea yang rapuh dan sensitive
dan mata eksternal.
Efek yang biasa tampak pada entropion adalah pengeluaran air mata, infeksi kornea.
Entropion juga menghambat penutupan yang kedap udara, sehingga meningkatkan risiko
pemajanan mata.
4. Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan pemeriksaan kelopak mata.
5. Pengobatan
u Entropion harus diperbaiki melalui pembedahan sebelum gesekan kelopak dan bulu mata
menyebabkan kerusakan kornea.
u Pembedahan biasanya dilakukan dengan bius local dan penderita tidak perlu dirawat.
u Dilakukan pengencangan kelopak mata.
u Setelah pembedahan, mata ditutup selama 24 jam dan diberikan salep antibiotic selama
sekitar satu minggu.
MANAJEMENT KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Ø Riwayat kesehatan pendahuluan diambil untuk menentukan masalah primer pasien, seperti
: kesulitan membaca, pandangan kabur, rasa terbakar pada mata, mata basah, pandangan
ganda, bercak dibelakang mata, atau hilangnya daerah penglihatan soliter (skotoma, myopia,
hiperopia). Perawat harus menetukan apakah masalahnya hanya mengenai satu atau dua
mata dan berapa lama pasien sudah menderita kelainan ini.
Ø Mengeksplorasikan keadaan atau status okuler umum pasien : mengenakan kaca mata atau
lensa kontak, dimana terakhir dikaji, apakah pasien mendapat asuhan teratur seorang ahli
oftalmologi, pemeriksaan mata terakhir, pengukuran tekanan mata, kesulitan melihat (fokus)
pada jarak dekat atau jauh, keluhan dalam membaca atau menonton televisi, membedakan
warna, atau masalah penglihatan lateral atau perifer.
Ø Apakah pasien mengalami cedera mata atau infeksi mata? Kapan?, masalah mata dalam
keluarga.
Ø Riwayat penyakit yang terakhir diderita pasien :
· Masa kanank-kanak : strabismus, ambliopia, cedera.
· Dewasa : glaucoma, katarak, cedera atau trauma mata, kesalahan refraksi yang
dikoreksi atau tidak dikoreksi, dan bagaimana bentuk koreksinya. Pembedahan mata
sebelumnya, adakah penyakit diabetes, hipertensi, gangguan thyroid, gangguan menular
seksual, alergi, penyakit kardiovaskular dan kolagen, kondisi neurologik.
· Penyakit keluarga : riwayat kelinan mata, pada family derajat pertama.
Ø Pemahaman pasein mengenai perawatan dan penatalaksanaan mata harus digali untuk
mengindetifikasi kesalahan konsepsi atau kesalahan informasi yang dapat dikoreksi sejak
awal.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri yang berhubungan dengan cedera, inflamasi, peningkatan TIO, atau intervensi
bedah.
2) Ketakutan dan ansietas yang berhubungan dengan gangguan penglihatan dan kehilangan
otonomi.
3) Perubahan persepsi sensori/persepsi (visual), yang berhubungan dengan trauma okuler,
inflamasi, infeksi, tumor, penyakit structural, atau degenerasi sel fotosensitif.
4) Kurang pengetahuan mengenai perawatan praoperasi dan pascaoperasi.
5) Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan kerusakan penglihatan.
6) Isolasi social yang berhungan dengan keterbatasan kemampuan untuk berpartisipasi
dalam aktivitas pengalih dan aktivitas social sekunder akibat kerusakan penglihatan.
3. Intervensi dan Implementasi
1) Meredakan nyeri :
� Balutan mata dapat membantu membatasi gerakan mata dan dan mengurangi nyeri yang
diakibatkan trauma, goresan kornea dan peningkatan tekanan dalam mata.
� Setelah pembedahan, istirahatkan mata dengan mengurangi pencahayaan, gunakan lampu
pendar remang-remang untuk aktivitas.
� Instruksikan pasien menghindari membaca untuk beberapa waktu setelah pembedahan atau
penyakit mata.
� Mengurangi nyeri dengan teknik relaksasi.
� Kolaborasi pemberian analgetik dan antibiotic untuk mengontrol ketidaknyamanan.
2) Mengurangi ketakutan dan ansietas :
� Memberitahukan tentang hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan diagnostic dan tentang
diagnosis kepada pasien.
� Libatkan pasien dalam rencana perawatan pasien.
3) Mengurangi devrivasi sensori :
� Berikan reorientasi kepada pasien secara berkala terhadap realitas dan lingkungan dan
berikan jaminan, penjelasan, dan pemahaman.
4) Meningkatkan pengetahuan :
� Beritahukan kepada pasien tentang rencana pembedahan dan persiapan yang dilakukan
seningga pasien mengetahui dengan jelas tindakan perawtan yang dibutuhkan.
� Sebelum pembedahan oftalmik lakukan persiapan dengan perawatan yang cermat dan teliti
sehingga komplikasi dapat diminimalkan, kenyamanan tercapai.
� Jelaskan mengenai penggunaan anastesi yang akan diberikan, misalnya, anastesi umum
maka saluran pencernaan harus dievakuasi pagi sebelum pembedahan dan hanya makan
makanan cair.
� Memberikan tetes mata sebelum pembedahan, dan mempersiapkan pasien sebaik mungkin.
� Berikan antibiotic preoperatif sesuai anjuran yang diresepkan.
� Setelah pembedahan balut mata, biarkan pasien tetap ditempat tidur dalam posisi telentang
dengan bantal kesil dibawah kepala.
� Kolaborasi ahli oftalmologi bila ada laporan nyeri yang berlebihan setelah pembedahan
5) Meningkatkan aktivitas perawatan diri :
� Motivasi pasien untuk melaksanakan perawatan diri optimal.
� Bantu aktivitas kehidupan sehari-hari sesuai keperluan pasien.
� Bila pasien tidak dapat melihat, bantu pasien makan dan dorong pasien untuk makan sendiri
sesuai kemampuan pasien melakukannya.
� Instruksikan pasien untuk menghindari membaca sementara waktu.
� Tingkatkan defekasi optimal, kolaborasi pemberian pelunak feses.
� Botol obat dan instruksinya ditulis dengan huruf besar dan digunkan pencahayaan yang
memadai.
� Tingkatkan kenyamanan lingkungan pasein.
6) Mendorong sosialisasi dan ketrampilan koping :
� Lakukan pendekatan kepada pasien, berikan kesempatan pasien untuk mengekspresikan
perasaannya.
� Bantu pasien dalam belajar melakukan koping, dan menyesuaikan diri terhadap situasi.
� Dorong pasien untuk menerima pengunjung dan bersosialisasi.
� Bila pasien tertarik lakukan aktivitas pengalihan, jika diperbolehkan pasien mendengarkan
radio, tape player, dan terapi okupasi untuk menjaga pikiran pasien tetap sibuk.
� Bila jelas terjadi kebutaan permanent lakukan penyuluhan ulang dalam pemenuhan aktivitas
kehidupan sehari-hari (AKS) oleh orang yang sudah dilatih secara khusus atau orang dengan
kondisi dan keprihatinan yang sama.
4. Evaluasi
1) Nyeri hilang atau terkontrol.
2) Ansietas terkontrol.
3) pencegahan deteriorisasi visual yang lebih berat.
4) pemahaman dan penerimaan penanganan.
5) pemenuhan aktivitas perawatan diri termasuk pemberian obat.
6) pencegahan isolasi social.
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta ; EGC.
Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia. 2002. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter
Umum dan Mahasiswa Kedolteran. Jakarta : Sagung Seto.
Smeltzer C. Suzanne. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah dari Brunner &
Suddarth Ed.8. Jakarta : EGC.
http://kumpulanlpdidith.blogspot.com/2011/10/entropion.html
LAPORAN OPERASI WAJIB ENTROPION
Oleh :
Nanang S Hidayat, S.KH / B04104044
Kelompok H PPDH I 2009/2010
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Entropion adalah suatu keadaan dimana kelopak dan bulu mata bagian bawah membalik ke
dalam ke arah bola mata.
Kebanyakan kasus entropion terjadi karena pengenduran jaringan kelopak mata sebagai
akibat proses penuaan. Beberapa kasus terjadi karena pembentukan jaringan parut pada
permukaan dalam kelopak mata akibat luka bakar kimia dan panas, peradangan atau reaksi
alergi. Kadang entropion merupakan bawaan lahir karena kelopak mata tidak terbentuk secara
sempurna.
TINJAUAN PUSTAKA
Entropion merupakan suatu kondisi dimana kelopak mata (palpebra) bagian bawah berbalik
ke dalam. Selain palpebra bagian bawah, entropion juga dapat terjadi pada palpebra bagian
atas atau dapat mengalami seluruh bagian tepi kelopak mata yang masuk kedalam. Sakit pada
bagian dalam kelopak mata dan adanya infeksi merupakan salah satu penyebab entropion.
Entropion mengakibatkan terjadinya iritasi pada kornea. Iritasi pada kornea dapat
menimbulkan pengeluaran leleran mucus, lakrimasi (epifora), keratitis superfisialis, dan
kekejangan palpebra. Serta ulcerasi kornea.
ETIOLOGI
Entropion dapat disebabkan oleh:
1. Trauma
Trauma yang dapat menimbulkan entropion adalah trauma atau tekanan yang mengenaik
conjunctiva, tarsus mata atau pinggiran kelopak mata
2. Spasmus muskulus orbicularis
3. Congenital
Yakni pada hewan yang mempunyai muskulus orbicularis pendek. Biasanya menyerang pada
anjing ras Chow, Boxer, Iris setter, Great Dane, Kucing Persia, Himalayan, atau pada ras
Brachicepalic (contohnya anjingPekingees).
4. Berkurangnya jumlah lemak dibelakang bola mata (kekurusan)
GEJALAKLINIS
Gejala klinis yang nampak dari entropion adalah :
1. Palpebramelekuk
2. Iritasi pada kornea
3. Pengeluaran air mata yang berlebih
4. Blepharospasm
5. Epifora
6. Daya penglihatan mata menurun
7. Keluar leleran mucus dari mata
8. Kejadian yang parah mengakibatkan ulcer pada cornea.
KLASIFIKASI
Etiologinya entropion dapat diklasifikasikan menjadi empat, yakni;
1. Congenital Entropion
Biasanya terjadi pada hewan yang memiliki muskulus orbicularis yang pendek misalnya;
Chow chow, Boxer, Great Dane, Kucing Persian, Himalayan atau pada ras Brachicephalic
contohnya Pekingese.
2. Acut Spastic Entropion
Entropion jenis ini terjadi karena adanya iritasi pada mata yang diakibatkan oleh infeksi,
keradangan, atau trauma.
3. Involutional entropion
4. Cicatrical entropon
Cicatrical entropion terjadi karena luka pada Conjunctiva dan Palpebra.
TERAPI
1. Menghilangkan penyebab penyakit
2. Operasi:
a. Metode Hotz
Prinsip operasi dengan metode Hotz adalah mengambil kulit dan muskulus orbicularis di
bawah kelopak mata yang inversi.
Pengambilan kulit dan muskulus orbicularis tidak boleh berlebihan karena menimbulkan
gangguan sebaliknya yaitu ectropion.
b. Metode Wheeler
Prinsip operasi metode Wheeler adalah membuat pendek M-Orbicularis dengan cara
memotong dan menyambungnya kembali dengan posisi tumpang tindih dan memindahkan
letak muskulus sedikit ke ventral dari aslinya.
Hasil dan Pembahasan
Status Present
Hewan : Kucing
Nama Hewan : No name
Jenis Kelamin : Betina
Umur : ± 2 Tahun
Ras : Lokal
Berat Badan : 2.72 kg
Temperatur : 38.5 ºC
Nafas : 40 kali/menit
Nadi : 138 kali/menit
Dari hasil anamnese, keadaan umum dan status present, diketahui bahwa hewan dalam
keadaan sehat . Temperatur dan denyut jantung menunjukkan angka yang normal pada saat
pemeriksaan disebabkan kucing sangat jinak dan tidak takut kepada manusia sehingga kucing
tidak atau sedikit mengalami stress. Frekuensi napas yang menunjukkan angka sedikit lebih
tinggi dari normal disebabkan kucing banyak bergerak sebelum pemeriksaan.
Pemeriksaan pasca anestesi menunjukkan temperatur di bawah angka yang diperoleh pada
status present, hal ini terjadi karena pengaruh obat bius yang dapat mendepres pusat-pusat
tersebut. Hal ini juga terlihat selama operasi terutama pada menit ke-15 sampai ke-75. Pada
hari ke-1 post operasi mulai terlihat peningkatan kembali temperatur, frekuensi napas dan
denyut jantung karena efek dari obat bius sudah mulai berkurang.
Pemeriksaan dan pengamatan pasca operasi menunjukkan keadaan kucing normal. Nafsu
makan sangat baik, urinasi dan defekasi teratur setiap hari dan keadaan jahitan baik. Pada
penggantian perban hari pertama, luka jahitan sudah agak kering dan pada hari ke-6 sudah
kering sehingga pada hari ke-7 sudah dapat dibuka jahitan. Antibiotik ampicillin diberikan
per oral setiap hari untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder.
Gambaran status present yang ditunjukkan akibat penyuntikkan obat bius sesuai dengan
harapan, dimana terjadi peningkatan nadi, penurunan nafas dan suhu serta bertambahnya
diameter pupil yang menunjukkan obat anestesi bekerja dengan baik.
http://kandadvm.blogspot.com/2009/12/laporan-operasi-wajib-entropion.html
http://medicastore.com/penyakit/861/Entropion_&_Ektropion.html