Upload
mariadana-espada
View
7
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN LUKA BAKAR
OLEH:
ANAK AGUNG ISTRI GUNAWATI
19.301.0936
PROGRAM PROFESI NERSSTIKES WIRA MADEKA PPNI BALI
2015
1
A.KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi
Luka oleh karena kontak dengan agen bersuhu tinggi, seperti api, air panas,
listrik, bahan kimia radiasi, suhu sangat rendah ( Mansyoor, dkk, 2000).
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik,
bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam
(Irna Bedah RSUD Dr.Soetomo, 2001).
Luka bakar adalah luka karena kontak dengan agen bersuhu tinggi, seperti
api, air panas, listrik, bahan kimia radiasi, suhu sangat rendah. Luka bakar adalah
cedera kulit oleh karena perpindahan energi dari sumber panas ke kulit (Smeltzer &
Bare, 2002).
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan oleh
kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi
(Yefta Moenadjat, 2003).
2. Epidemiologi
Perawatan luka bakar mengalami perbaikan/kemajuan dalam dekade terakhir
ini, yang mengakibatkan menurunnya angka kematian akibat luka bakar. Pusat-pusat
perawatan luka bakar telah tersedia cukup baik, dengan anggota team yang menangani
luka bakar terdiri dari berbagai disiplin yang saling bekerja sama untuk melakukan
perawatan pada pasien dan keluarganya. Di Amerika kurang lebih 2 juta penduduknya
memerlukan pertolongan medik setiap tahunnya untuk injuri yang disebabkan karena
luka bakar. 70.000 diantaranya dirawat di rumah sakit dengan injuri yang berat. Luka
bakar merupakan penyebab kematian ketiga akibat kecelakaan pada semua kelompok
umur. Laki-laki cenderung lebih sering mengalami luka bakar dari pada wanita,
terutama pada orang tua atau lanjut usia ( diatas 70 tahun).
3. Etiologi
1) Luka Bakar Termal
Luka bakar thermal (panas) disebabkan oleh karena terpapar atau kontak
2
dengan api,cairan panas atau objek-objek panas lainnya.
2) Luka Bakar Kimia
Luka bakar chemical (kimia) disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit dengan
asam atau basa kuat. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan banyaknya jaringan
yang terpapar menentukan luasnya injuri karena zat kimia ini. Luka bakar kimia dapat
terjadi misalnya karena kontak dengan zat-zat pembersih yang sering dipergunakan
untuk keperluan rumah tangga dan berbagai zat kimia yang digunakan dalam bidang
industri, pertanian dan militer. Lebih dari 25.000 produk zat kimia diketahui dapat
menyebabkan luka bakar kimia.
3) Luka Bakar Elektrik
Luka bakar electric (listrik) disebabkan oleh panas yang digerakan dari energi
listrik yang dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka dipengaruhi oleh
lamanya kontak, tingginya voltage dan cara gelombang elektrik itu sampai mengenai
tubuh.
4) Luka Bakar Radiasi
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe
injuri ini seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada industri atau
dari sumber radiasi untuk keperluan terapeutik pada dunia kedokteran. Terbakar oleh
sinar matahari akibat terpapar yang terlalu lama juga merupakan salah satu tipe luka
bakar radiasi.
4. Patofisiologi
Luka bakar disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas kepada
tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi elektromagnetik.
Luka bakar mengakibatkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah
sehingga air, natrium, klorida dan protein tubuh akan keluar dari dalam sel dan
menyebabkan terjadinya edema yang dapat berlanjut pada keadaan hipovolemia dan
hemokonsentrasi. Kehilangan cairan tubuh pada pasien luka bakar dapat disebabkan
oleh beberapa faktor antara lain: peningkatan mineralokortikoid (retensi air, natrium,
klorida, ekskresi kalium), peningkatan permeabilitas pembuluh darah, perbedaan
tekanan osmotik intra dan ekstra sel.
3
Perpindahan cairan dari intravaskuler ke ekstravaskuler melalui kebocoran
kapiler yang mengakibatkan kehilangan Na, air dan protein plasma serta edema
jaringan diikuti dengan; penurunan curah jantung, hemokonsentrasi sel darah merah,
penurunan perfusi pada organ mayor, edema menyeluruh. Dengan menurunnya volume
intravaskuler, maka aliran plasma ke ginjal dan GFR akan menurun yang
mengakibatkan penurunan haluaran urine. Sepertiga dari pasien luka bakar akan
mengalami masalah pulmoner yang berhubungan dengan luka bakar. Meskipun tidak
terjadi cedera pulmoner, hipoksia (starvasi oksigen) dapat dijumpai. Pada luka bakar
yang berat, konsumsi oksigen oleh jaringan tubuh pasien akan meningkat dua kali lipat
sebagai akibat dari keadaan hipermetabolisme dan repon lokal.
Cedera inhalasi merupakan penyebab utama kematian pada korban-korban
kebakaran. Karbonmonoksida mungkin merupakan gas yang paling sering
menyebabkan cedera inhalasi karena gas ini merupakan produk sampingan
pembakaran bahan-bahan organik. Efek patofisiologiknya adalah hipoksia jaringan
yang terjadi ketika karbonmonoksida berikatan dengan hemoglobin untuk membentuk
karboksihemoglobin. Respon umum yang biasa terjadi pada pasien luka bakar >20%
adalah penurunan aktivitas gastrointestinal. Hal ini disebabkan oleh kombinasi efek
repson hipovolemik dan neurologik serta respon endokrin terhadap adanya perlukaan
luas.
Pertahanan imunologik tubuh sangat berubah akibat luka bakar. Semua tingkat
respon imun akan dipengaruhi nsecara merugikan. Kehilangan integritas kulit
diperparah lagi dengan pelepasan faktor-faktor inflamasi yang abnormal, perubahan
kadar imunoglobulin serta komplemen serum, gangguan fungsi neutrofil, dan
penurunan jumlah limfosit (limfositopenia). Imunosupresi membuat pasien luka bakar
berisiko tinggi untuk mengalami sepsis.
Hilangnya kulit juga menyebabkan ketidakmampuan tubuh untuk mengatur
suhunya. Karena itu pasien luka bakar dapat memperlihatkan suhu tubuh yang rendah
dalam beberapa jam pertama pasca luka bakar, tetapi kemudian setelah keadaan
hipermetabolisme menyetel kembali suhu inti tubuh, pasien luka bakar akan
mengalami hipertermi selama sebagian besar periode pasca luka bakar kendati tidak
4
terdapat infeksi.
5. Klasifikasi Luka Bakar
Fase Luka Bakar
1. Fase akut
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan
mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme bernafas),
dan circulation (sirkulasi). Gnagguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau
beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran
pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi
adalah penyebab kematian utama penderiat pada fase akut. Pada fase akut sering
terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang
berdampak sistemik.
2. Fase sub akut
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah
kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang
terjadi menyebabkan:
a. Proses inflamasi dan infeksi.
b. Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak
berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ fungsional.
c. Keadaan hipermetabolisme.
3. Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka
dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini
adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi,
deformitas dan kontraktur.
Klasifikasi luka bakar
Untuk membantu mempermudah penilaian dalam memberikan terapi dan perawatan,
luka bakar diklasifikasikan berdasarkan penyebab, kedalaman luka, dan keseriusan
luka, yakni :
1) Berdasarkan penyebab
5
a. Luka bakar karena api.
b. Luka bakar karena air panas.
c. Luka bakar karena bahan kimia.
d. Luka bakar karena listrik.
e. Luka bakar karena radiasi.
f. Luka bakar karena suhu rendah (frost bite).
2) Berdasarkan kedalaman luka bakar
1) Luka bakar derajat I
Kerusakan terjadi pada lapisan epidermis.
Tampak merah dan kering seperti luka bakar matahari.
Tidak dijumpai bulae.
Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi.
Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 5-10 hari
2) Luka bakar derajat II
Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi
inflamasi disertai proses eksudasi.
Dijumpai bulae.
Nyeri karena ujung-ujung saraf teriritasi.
Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih tinggi
diatas kulit normal.
Luka bakar derajat II ini dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu :
a) Derajat II dangkal (superficial)
Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis.
Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar se-
basea masih utuh.
Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 10-14 hari.
b) Derajat II dalam (deep)
Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis.
Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar se-
basea sebagian besar masih utuh.
6
Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung epitel yang tersisa. Bi-
asanya penyembuhan terjadi lebih dari sebulan.
c) Luka bakar derajat III
Kerusakan meliputi seluruh lapisan dermis dan lapisan yang lebih
dalam.
Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar se-
basea mengalami kerusakan.
Tidak dijumpai bulae.
Kulit yang terbakar berwarna putih hingga merah, coklat atau hitam.
Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal se-
bagai eskar.
Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung-ujung
saraf sensorik mengalami kerusakan/kematian.
Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi proses epitelisasi spon-
tan dari dasar luka.
3) Berdasarkan tingkat keseriusan luka
American Burn Association menggolongkan luka bakar menjadi tiga kategori, yaitu:
a) Luka bakar mayor
Luka bakar dengan luas lebih dari 25% pada orang dewasa dan lebih
dari 20% pada anak-anak.
Luka bakar fullthickness lebih dari 20%.
Terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan per-
ineum.
Terdapat trauma inhalasi dan multiple injuri tanpa memperhitungkan
derajat dan luasnya luka.
Terdapat luka bakar listrik bertegangan tinggi.
b. Luka bakar moderat
Luka bakar dengan luas 15-25% pada orang dewasa dan 10-20%
pada anak-anak.
7
Luka bakar fullthickness kurang dari 10%.
Tidak terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan
perineum.
c. Luka bakar minor
Luka bakar minor seperti yang didefinisikan oleh Trofino (1991) dan
Griglak (1992) adalah :
Luka bakar dengan luas kurang dari 15% pada orang dewasa dan ku-
rang dari 10 % pada anak-anak.
Luka bakar fullthickness kurang dari 2%.
Tidak terdapat luka bakar di daerah wajah, tangan, dan kaki.
Luka tidak sirkumfer.
Tidak terdapat trauma inhalasi, elektrik, fraktur.
Luas Luka Bakar :
Dewasa : Hukum 9 (Rule Of Nine(s)) atau anak Table Lund & Bowder
1) Permukaan kepala : 9 %
2) Permukaan pinggang : 9 %
3) Permukaan setiap lengan : 9 %
4) Permukaan paha : 9 %
5) Permukaan dada : 9 %
6) Permukaan betis : 9 %
7) Permukaan perut : 9 %
8) Perineum & genital : 9 %
9) Permukaan punggung : 9 %
10) Telapak tangan : 1 %
Atau dengan kata lain :
1. Kepala dan leher : 9%
2. Dada depan dan belakang :18%
3. Abdomen depan dan belakang :18%
4. Tangan kanan dan kiri :18%
5. Paha kanan dan kiri :18%
8
6. Kaki kanan dan kiri :18%
7. Genital :1%
Sedangkan untuk pengukuran luka bakar pada Bayi : Rumus 10
a. Sedangkan untuk pengukuran luka bakar pada Anak : Rumus 10-15-10
Diagram
Penentuan luas luka bakar secara lebih lengkap dijelaskan dengan diagram Lund dan
Browder sebagai berikut
LOKASI USIA (Tahun)
0-
1
1-
4
5-
9
10-
15
DEWASA
KEPALA 19 17 13 10 7
LEHER 2 2 2 2 2
DADA &
PERUT
13 13 13 13 13
PUNGGUNG 13 13 13 13 13
PANTAT
KIRI
2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
PANTAT
KANAN
2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
KELAMIN 1 1 1 1 1
9
LENGAN
ATAS KA.
4 4 4 4 4
LENGAN
ATAS KI.
4 4 4 4 4
LENGAN
BAWAH KA
3 3 3 3 3
LENGAN
BAWAH KI.
3 3 3 3 3
TANGAN
KA
2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
TANGAN KI 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
PAHA KA. 5,5 6,5 8,5 8,5 9,5
PAHA KI. 5,5 6,5 8,5 8,5 9,5
TUNGKAI
BAWAH KA
5 5 5,5 6 7
TUNGKAI
BAWAH KI
5 5 5,5 6 7
KAKI
KANAN
3,5 3,5 3,5 3,5 3,5
KAKI KIRI 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5
6. Manifestasi Klinis
Beratnya luka bakar tergantung kepada jumlah jaringan yang terkena dan
kedalaman luka:
1) Luka bakar derajat I
Merupakan luka bakar yang paling ringan. Kulit yang terbakar menjadi
merah, nyeri, sangat sensitif terhadap sentuhan dan lembab atau
membengkak. Jika ditekan, daerah yang terbakar akan memutih; belum
terbentuk lepuhan.
2) Luka bakar derajat II
Menyebabkan kerusakan yang lebih dalam. Kulit melepuh, dasarnya tampak
merah atau keputihan dan terisi oleh cairan kental yang jernih. Jika disentuh
warnanya berubah menjadi putih dan terasa nyeri.
10
3) Luka bakar derajat III
Menyebabkan kerusakan yang paling dalam. Permukaannya bisa berwarna
putih dan lembut atau berwarna hitam, hangus dan kasar. Kerusakan sel
darah merah pada daerah yang terbakar bisa menyebabkan luka bakar
berwarna merah terang. Kadang daerah yang terbakar melepuh dan
rambut/bulu di tempat tersebut mudah dicabut dari akarnya. Jika disentuh,
tidak timbul rasa nyeri karena ujung saraf pada kulit telah mengalami
kerusakan.
7. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan kotor mengeluh panas sakit dan gelisah
sampai menimbulkan penurunan tingkat kesadaran bila luka bakar mencapai derajat
cukup berat.
2) TTV
Tekanan darah menurun nadi cepat, suhu dingin, pernafasan lemah sehingga tanda
tidak adekuatnya pengembalian darah pada 48 jam pertama
3) Pemeriksaan kepala dan leher
a. Kepala dan rambut
Catat bentuk kepala, penyebaran rambut, perubahan warna rambut setalah
terkena luka bakar, adanya lesi akibat luka bakar, grade dan luas luka bakar.
b. Mata
Catat kesimetrisan dan kelengkapan, edema, kelopak mata, lesi adanya
benda asing yang menyebabkan gangguan penglihatan serta bulu mata yang
rontok kena air panas, bahan kimia akibat luka bakar.
c. Hidung
Catat adanya perdarahan, mukosa kering, sekret, sumbatan dan bulu hidung.
yang rontok.
d. Mulut
Sianosis karena kurangnya supplay darah ke otak, bibir kering karena intake
cairan kurang.
11
e. Telinga
Catat bentuk, gangguan pendengaran karena benda asing, perdarahan dan
serumen.
f. Leher
Catat posisi trakea, denyut nadi karotis mengalami peningkatan sebagai
kompensasi untuk mengataasi kekurangan cairan.
4) Pemeriksaan thorak / dada
Inspeksi bentuk thorak, irama parnafasan, ireguler, ekspansi dada tidak maksimal,
vokal fremitus kurang bergetar karena cairan yang masuk ke paru, auskultasi suara
ucapan egoponi, suara nafas tambahan ronchi.
5) Abdomen
Inspeksi bentuk perut membuncit karena kembung, palpasi adanya nyeri pada area
epigastrium yang mengidentifikasi adanya gastritis.
6) Urogenital
Kaji kebersihan karena jika ada darah kotor / terdapat lesi merupakantempat per-
tumbuhan kuman yang paling nyaman, sehingga potensi sebagai sumber infeksi dan
indikasi untuk pemasangan kateter.
7) Muskuloskletal
Catat adanya atropi, amati kesimetrisan otot, bila terdapat luka baru pada musku-
loskleletal, kekuatan oto menurun karen nyeri
8) Pemeriksaan neurologi
Tingkat kesadaran secara kuantifikasi dinilai dengan GCS. Nilai bisa menurun bila
supplay darah ke otak kurang (syok hipovolemik) dan nyeri yang hebat (syok
neurogenik)
9) Pemeriksaan kulit
Merupakan pemeriksaan pada darah yang mengalami luka bakar (luas dan
kedalaman luka). Prinsip pengukuran prosentase luas uka bakar menurut kaidah 9
(rule of nine lund and Browder) sebagai berikut :
12
Bagian tubuh 1 th 2 th Dewasa
Kepala leher 18% 14% 9%
Ekstrimitas atas (kanan dan kiri) 18% 18% 18 %
Badan depan 18% 18% 18%
Badan belakang 18% 18% 18%
Ektrimitas bawah (kanan dan kiri) 27% 31% 30%
Genetalia 1% 1% 1%
8. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan serum : hal ini dilakukan karena ada pada pasien dengan luka bakar
mengalami kehilangan volume
2) Pemeriksaan elektrolit pada pasien dengan luka bakar mengalami kehilangan vol-
ume cairan dan gangguan Na-K pump.
3) Analisa gas darah biasanya pasien luka bakar terjadi asidosis metabolisme dan kehi-
langa protein
4) Faal hati dan ginjal
5) CBC mengidentifikasikan jumlah darah yang ke dalam cairan, penuruan HCT dan
RBC, trombositopenia lokal, leukositosis, RBC yang rusak
6) Elektolit terjadi penurunan calsium dan serum, peningkatan alkali phospate
7) Serum albumin : total protein menurun, hiponatremia
8) Radiologi : untuk mengetahui penumpukan cairan paru, inhalas asap dan menun-
jukkan faktor yang mendasari
9) ECG : untuk mengetahui adanya aritmia
8. Penatalaksanaan
1) Prioritas pertama dalam mengatasi luka bakar adalah menghentikan proses luka
bakar. Ini meliputi intervensi pertolongan pertama pada situasi :
13
a. Untuk luka bakar termal ( api ), ”berhenti, berbaring, dan berguling.” tutup
individu dengan selimut dan gulingkan pada api yang lebih kecil. Berikan
kompres dingin untuk menurunkan suhu dari luka. ( es atau air dingin
menyebabkan cedera lanjut pada jaringan yang terkena )
b. Untuk luka bakar kimia ( cairan ), bilas dengan air dalam jumlah banyak
untuk menghilangkan kinia dari kulit. Untuk luka bakar kimia ( bedak ),
sikat bedak kimia dari kulit kemudian bilas dengan air.
c. untuk luka bakar listrik matikan sumber listrik pertama-tama sebelum
berusaha untuk memisahkan korban dengan bahaya
2) Prioritas kedua adalah menciptakan jalan nafas yang efektif, untuk klien dengan
kecurigaan cedera inhalasi berikan oksigen dilembabkan 100% melalui masker 10
l/mnt. Gunakan intubasi endotrakeal dan tempatkan pada ventilasi mekanik bila gas
darah arteri menunjukkan hiperkapnia berat meskipun dengan O2 suplemen
3) Prioritas ketiga adalah resusitasi cairan agresif untuk memperbaiki kehilangan
volume plasma secara esensial setengah dari perkiraan volume cairan diberikanpada
delapan jam pertama pasca luka bakar dan setengahnya lagi diberikan selama 16
jam kemudian. Tipe-tipe cairan yang digunakan melipuit kristaloid seperti larutan
ringer laktat dan atau seperti koloid seperti albumin atau plasma. Terapi cairan
diindikasikan pada luka bakar derajat dua atau tiga dengan luas > 25 % atau lien
tidak dapat minum. Terapi cairan dihentikan bila masukan oral dapat menggantikan
parenteral. Dua cara yang lazim digunakan untuk menghitung kebutuhan cairan
pada penderita luka bakar yaitu :
a) cara Evans
Untuk menghitung kebutuhan pada hari pertama hitunglah :
1. Berat badan (kg) X % luka bakar X 1cc Nacl
2. Berat badan (kg) X % luka bakar X 1cc larutan koloid
3.2000cc glukosa 5%
Separuh dari jumlah (1). (2), (3) diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairn
14
hari pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan yang diberikan hari
kedua. Sebagai monitoring pemberian lakukan penghitungan diuresis.
b) cara Baxter
Merupakan cara lain yang lebih sederhana dan banyak dipakai. Jumlah
kebutuhan cairan pada hari pertama dihitung dengan rumus = % luka bakar X BB (kg) X
4cc. Separuh dari jumlah cairan yang diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan
dalam 16 jam. Hari pertama terutama diberika elektrolit yaitu larutan ringer laktat karena
terjadi hiponatremi. Untuk hari kedua diberikan setengah dari jumlah pemberian hari
pertama.
4) Prioritas keempat adalah perawatan luka bakar :
a. Pembersihan dan pemberian krim antimikroba topikal seperti silver
sufadiazin ( silvadene )
b. Penggunaan berbagai tipe balutan sintetik atau balutan biologis ( tandur
kulit) khususnya pada luka bakar ketebalan penuh.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penatalaksanaan luka yaitu :
penyembuhan luka, infeksi, dan penanganan luka.
1) Penyembuhan Luka
Proses penyembuhan luka terbagi dalam 3 fase:
a. Fase Inflamasi
Adalah fase yang berentang dari terjadinya luka bakar sampai 3 atau 4 hari
pascaluka bakar. Dalam fase ini terjadi perubahan vaskular dan proliferasi selular.
Daerah luka mengalami agregasi trombosit dan mengeluarkan serotonin. Mulai
timbul epitelisasi.
b. Fase Fibroblastik
Fase ini dimulai pada hari ke 4-20 pascaluka bakar. Pada fase ini timbul sebukan
fibroblast yang membentuk kolagen yang tampak secara klinis sebagai jaringan
granulasi yang berwarna kemerahan.
c. Fase Maturasi
Terjadi proses pematangan kolagen. Terjadi pula penurunan aktivitas selular dan
15
vaskular, berlangsung hingga 8 bulan sampai lebih dari 1 tahun dan berakhir jika
sudah tidak ada tanda-tanda radang. Bentuk akhir dari fase ini berupa jaringan
parut yang berwarna pucat, tipis, lemas tanpa rasa nyeri atau gatal.
2) Infeksi
Masalah utama yang seringkali dialami pasien luka bakar yaitu terjadinya
infeksi yang kemudian berakhir dengan sepsis. Infeksi secara klinis dapat
didefinisikan sebagai pertumbuhan organisme pada luka yang berhubungan
dengan reaksi jaringan dan tergantung pada banyaknya mikroorganisme patogen
dan meningkat dengan virulensi dan resistensi dari pasien (Rice, WFA, 1995).
Seringkali kolonisasi disalahartikan sebagai infeksi. Kolonisasi merupakan
pertumbuhan organisme pada luka tetapi tidak menimbulkan respon tertentu
seperti merah, bengkak dan nyeri dengan jumlah mikroorganisme <100.000/gram
jaringan.
3) Penanganan Luka
Ada berbagai macam hal yang dapat dilakukan dalam menangani luka bakar
sesuai dengan keadaan luka yang dialami pasien.
a. Pendinginan Luka
Pendinginan luka dilakukan untuk mencegah pasien berada pada zona luka bakar
yang lebih dalam. Tindakan ini juga dapat mengurangi perluasan kerusakan fisik
sel, mencegah dehidrasi, dan membersihkan luka sekaligus mengurangi nyeri.
b. Debridement
Tindakan debridement bertujuan untuk membersihkan luka dari jaringan nekrosis
atau bahan lain yang menempel pada luka. Tindakan ini penting dilakukan untuk
mencegah terjadinya infeksi luka dan mempercepat proses penyembuhan luka.
c. Tindakan Pembedahan
a) Pada luka bakar circumferencial jaringan luka bakar yang terbentuk akan
mengeras dan menekan pmbuluh darah sehingga memerlukan tindakan es-
karotomi. Eskarotomi merupakan tindakan pembedahan utama untuk men-
gatasi perfusi jaringan yang tidak adekuat karena adanya eschar yang
menekan vaskular. (Ignatavicius D, 1991 hal 385). Tindakan yang dilakukan
16
hanya berupa insisi bukan membuang eschar. Tindakan ini sebaiknya di-
lakukan sebelum hari ke-5. Tanda-tanda klinis yang harus diperhatikan un-
tuk dilakukannya tindakan ini antara lain : adanya sianosis jaringan distal,
kapilarisasi yang buruk, anastesia.
b) Pada luka bakar dalam karena sengatan listrik dapat menyebabkan edema
yang hebat pada fasia yang selanjutnya dapat mengakibatkan kesemutan
(penekanan syaraf); penekanan vena; nekrose (penekanan arteri). Pada kon-
disi ini pasien memerlukan tindakan fasiotomi. (Sidik, 1982).
c) Tindakan pembedahan lain yang sering dilakukan pada pasien luka bakar
adalah eksisi tangensial yaitu tindakan membuang jaringan dan jaringan di
bawahnya sampai persis di atas fasia dimana terdapat pleksus pembuluh
darah sehingga bisa langsung dilakukan operasi tandur kulit (skin graft).
(Sidik, 1983).
d. Terapi Isolasi dan Manipulasi Lingkungan
Luka bakar mengakibatkan immunosupresi (penekanan system immune) tubuh
selama tahap awal cedera. Oleh karenanya pasien luka bakar memerlukan ruangan
khusus dengan suhu ruangan yang dapat diatur, udara bersih, serta terpisah dari
pasien lain yang bisa menimbulkan infeksi silang.
Alat tenun yang digunakan harus steril, perawat menggunakan masker, gaun,
dan sarung tangan steril setiap kali melakukan tindakan untuk pasien. Perawat
sebaiknya menggunakan lebih banyak alat disposibel dan menjaga kebersihan
seluruh perangkat atau perabot yang ada di ruangan. Tidak dianjurkan untuk
meletakkan tanaman atau karangan bunga di ruangan untuk mengurangi infeksi
pseudomonas (karena pseudomonas menyukai lingkungan area tanaman).
9. Prognosis
Pemulihan tergantung kepada kedalaman dan lokasi luka bakar.
Pada luka bakar superfisial (derajat I dan derajat II superfisial), lapisan kulit yang
mati akan mengelupas dan lapisan kulit paling luar kembali tumbuh menutupi
lapisan di bawahnya. Lapisan epidermis yang baru dapat tumbuh dengan cepat dari
dasar suatu luka bakar superfisial dengan sedikit atau tanpa jaringan parut. Luka
17
bakar superfisial tidak menyebabkan kerusakan pada lapisan kulit yang lebih dalam
(dermis).
Luka bakar dalam menyebabkan cedera pada dermis. Lapisan epidermis
yang baru tumbuh secara lambat dari tepian daerah yang terluka dan dari sisa-sisa
epidermis di dalam daerah yang terluka. Akibatnya, pemulihan berlangsung sangat
lambat dan bisa terbentuk jaringan parut. Daerah yang terbakar juga cenderung
mengalami pengkerutan, sehingga menyebabkan perubahan pada kulit dan
mengganggu fungsinya.
Luka bakar ringan pada kerongkongan, lambung dan paru-paru biasanya
akan pulih tanpa menimbulkan masalah. Luka yang lebih berat bisa menyebabkan
pembentukan jaringan parut dan penyempitan. Jaringan parut bisa menghalangi
jalannya makanan di dalam kerongkongan dan menghalangi pemindahan oksigen
yang normal dari udara ke darah di paru-paru.
10. Komplikasi
1) Syok hipovolemik
2) Kekurangan cairan dan elektrolit
3) Hypermetabolisme
4) Infeksi
5) Gagal ginjal akut
6) Masalah pernapasan akut; injury inhalasi, aspirasi gastric, pneumonia bakteri,
edema.
7) Paru dan emboli
8) Sepsis pada luka
9) Ilius paralitik
11. Pencegahan
1) Pakailah lotion pelindung terhadap sinar matahari jika berada di luar rumah.
2) Pasanglah alat anti kebakaran di rumah. Pasang juga alarm untuk asap dan aturlah
pintu darurat.
18
3) Pakailah alat pelindung dan berhati-hatilah ketika berada di daerah panas atau
daerah radiasi.
4) Jangan sentuh kabel listrik yang tidak terlindung.
5) Ajari anak-anak untuk mengetahui aturan yang aman dalam menggunakan korek
api, kompor dan alat listrik.
6) Membuang kabel penyambung yang ujungnya dicabangkan dan ujung yang lain ter-
dapat bola lampu, berbahaya.
7) Jika anda memiliki anak kecil, tutuplah colokan listrik agar tidak berbahaya.
Buanglah kabel yang rusak.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
19
1) Aktifitas/istirahat:
Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area yang
sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.
2) Sirkulasi:
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok);
penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi perifer
umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik); takikardia
(syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik); pembentukan oedema jaringan (semua
luka bakar).
3) Integritas ego:
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.
4) Eliminasi:
Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin hitam
kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot dalam; diuresis
(setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi); penurunan
bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus lebih besar dari 20%
sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
5) Makanan/cairan:
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.
6) Neurosensori:
Gejala: area batas; kesemutan.
Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD)
pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan
retinal; penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik
(syok listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).
7) Nyeri/kenyamanan:
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif
untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan
sedang derajat kedua sangat nyeri; sementara respon pada luka bakar ketebalan
20
derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak
nyeri.
8) Pernafasan:
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera
inhalasi).
Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum; ketidakmampuan
menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi. Pengembangan toraks
mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan nafas atau
stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema laringeal);
bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas
dalam (ronkhi).
9) Keamanan:
Tanda:
a. Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5
hari sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka.
Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian
kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan
kehilangan cairan/status syok.
b. Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan vari-
ase intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong;
mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring
posterior;oedema lingkar mulut dan atau lingkar nasal.
c. Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab.
Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seprti kulit samak halus;
lepuh; ulkus; nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera secara umum lebih
dalam dari tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat
berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.
4) Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah
nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran
21
masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal
tubuh tertutup dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar.
Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot
tetanik sehubungan dengan syok listrik).
10) Pemeriksaan diagnostik:
a. LED: mengkaji hemokonsentrasi.
b. Elektrolit serum mendeteksi ketidakseimbangan cairan dan biokimia. Ini
terutama penting untuk memeriksa kalium terdapat peningkatan dalam 24 jam
pertama karena peningkatan kalium dapat menyebabkan henti jantung.
c. Gas-gas darah arteri (GDA) dan sinar X dada mengkaji fungsi pulmonal,
khususnya pada cedera inhalasi asap.
d. BUN dan kreatinin mengkaji fungsi ginjal.
e. Urinalisis menunjukkan mioglobin dan hemokromogen menandakan kerusakan
otot pada luka bakar ketebalan penuh luas.
f. Bronkoskopi membantu memastikan cedera inhalasi asap.
g. Koagulasi memeriksa faktor-faktor pembekuan yang dapat menurun pada luka
bakar masif.
h. Kadar karbon monoksida serum meningkat pada cedera inhalasi asap.
2. Diagnosa keperawatan
1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan edema dan efek
inhalasi asap, gas CO.
2) Kurang volume cairan yang berhubungan dengan peningkatan pembeabilitas
kapiler dan kehilangan lewat evaporasi dari luka bakar.
3) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan Pertahanan primer tidak adekuat;
kerusakan perlinduingan kulit; jaringan traumatik. Penekanan respons infla-
masi.
4) Nyeri berhubungan dengan Kerusakan kulit/jaringan; pembentukan edema.
Manifulasi jaringan cidera contoh debridemen luka.
5) Resiko tinggi kerusakan perfusi jaringan, perubahan/disfungsi neurovaskuler
22
perifer berhubungan dengan Penurunan/interupsi aliran darah arterial/vena.
6) Perubahan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status
hipermetabolik (sebanyak 50 % - 60% lebih besar dari proporsi normal pada
cedera berat) atau hipermetabolisme.
7) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler, ny-
eri/tak nyaman, penurunan kekuatan dan tahanan.
8) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Trauma : kerusakan
permukaan kulit karena destruksi lapisan kulit (parsial/luka bakar dalam).
4. Implementasi
Implementasikan disesuaikan intervensi yang telah dibuat.
5. Evaluasi
DX 1 :
DX 2 :
- Haluaran urine individu adekuat,
- TTV stabil dan
- membran mukosa lembab
DX 3 :
- tak ada demam,
- pembentukan jaringan granulasi baik.
DX 4 :
- Nyeri berkurang atau terkontrol.
- Menunjukan ekspresi wajah rileks
- Berpartisipasi dalam aktivitas dan istirahat dengan tepat.
DX 5 :
- Pengisian kapiler baik
- Warna kulit normal pada area yang cedera.
DX 6 :
- Berat badan stabil/massa otot terukur
23
- Keseimbangan nitrogen positif,dan regenerasi jaringan
DX 7 :
- Turut berpartisipasi dalam aktivitas sehari-hari
DX 8 :
- Kulit secara umum tampak utuh dan bebas dari tanda-tanda infeksi, tekanan dan
trauma
- Luka terbuka berwarna merah muda, memperlihatkan repitelisasi dan bebas dari
infeksi
- Luka yang baru sembuh teraba lunak dan licin
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3. Jakarta: EGC
Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC
Guyton & Hall. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit Buku
Kedoketran EGC. Jakarta
24
Mansjoer, Arif.2000.Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2.Jakarta:Media Aesculapis
NANDA internasional.2012.Diagnosis Keperawatan Definisi dan klasifikasi 2012-2014.
Penerbit Buku Kedokteran EGC:Jakarta
NANDA .2013.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Diagnosa Medis
Nanda NIC-NOC. Penerbit Buku Kedokteran EGC:Jakarta
Price &Wilson,2006. Patofisiologi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC
25