Upload
dhita-larasati
View
89
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
Anatomi Kulit
Kulit adalah organ yang terletak paling luar dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 2 m2 dengan berat kira-kira 16%
berat badan. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital vserta merupakan cermin
kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitive, bervariasi
pada keadaan iklim, umur, jenis kelamin, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh
(Tortora, Derrickson, 2009)
Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu
lapisan epidermis atau kutikel, lapisan dermis, dan lapisan subkutis. Tidak ada garis
tegas yang memisahkan dermis dan subkutis, subkutis ditandai dengan adanya
jaringan ikat longgar dan adanya sel dan jaringan lemak (Tortora, Derrickson, 2009).
1
Lapisan Epidermis
Lapisan epidermis terdiri atas stratum korneum, stratum lusidum, stratum
granulosum, stratum spinosum, dan stratum basale. Stratum korneum adalah lapisan
kulit yang paling luar dan terdiri atas beberapa lapisan sel-sel gepeng yang mati, tidak
berinti, dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk). Stratum
lusidum terdapat langsung di bawah lapisan korneum, merupakan lapisan sel-sel
gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut
eleidin. Lapisan tersebut tampak lebih jelas di telapak tangan dan kaki (Djuanda,
2003).
Stratum granulosum merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan
sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya. Butir-butir kasar ini terdiri
atas keratohialin. Stratum spinosum terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk
poligonal yang besarnya berbeda-beda karena adanya proses mitosis. Protoplasmanya
jernih karena banyak mengandung glikogen, dan inti terletak ditengah-tengah. Sel-sel
ini makin dekat ke permukaan makin gepeng bentuknya. Di antara sel-sel stratum
spinosun terdapat jembatan-jembatan antar sel yang terdiri atas protoplasma dan
tonofibril atau keratin. Pelekatan antar jembatan-jembatan ini membentuk penebalan
bulat kecil yang disebut nodulus Bizzozero. Di antara sel-sel spinosum terdapat pula
sel Langerhans. Sel-sel stratum spinosum mengandung banyak glikogen (Djuanda,
2003).
Stratum germinativum terdiri atas sel-sel berbentuk kubus yang tersusun
vertical pada perbatasan dermo-epidermal berbasis seperti pagar (palisade). Lapisan
ini merupakan lapisan epidermis yang paling bawah. Sel-sel basal ini mrngalami
mitosis dan berfungsi reproduktif. Lapisan ini terdiri atas dua jenis sel yaitu sel-sel
yang berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik inti lonjong dan besar,
dihubungkan satu dengan lain oleh jembatang antar sel, dan sel pembentuk melanin
atau clear cell yang merupakan sel-sel berwarna muda, dengan sitoplasma basofilik
dan inti gelap, dan mengandung butir pigmen (melanosomes) (Djuanda, 2003).
2
Lapisan Dermis
Lapisan yang terletak dibawah lapisan epidermis adalah lapisan dermis yang
jauh lebih tebal daripada epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastis dan fibrosa
padat dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut. Secara garis besar dibagi
menjadi 2 bagian yakni pars papilare yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi
ujung serabut saraf dan pembuluh darah, dan pars retikulare yaitu bagian bawahnya
yang menonjol kea rah subkutan, bagian ini terdiri atas serabut-serabut penunjang
misalnya serabut kolagen, elastin dan retikulin. Dasar lapisan ini terdiri atas cairan
kental asam hialuronat dan kondroitin sulfat, di bagian ini terdapat pula fibroblast,
membentuk ikatan yang mengandung hidrksiprolin dan hidroksisilin. Kolagen muda
bersifat lentur dengan bertambah umur menjadi kurang larut sehingga makin stabil.
Retikulin mirip kolagen muda. Serabut elastin biasanya bergelombang, berbentuk
amorf dan mudah mengembang serta lebih elastis (Djuanda, 2003).
Lapisan Subkutis
Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis yang terdiri atas jaringan ikat
longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar,
dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Sel-sel ini
membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan yang lain oleh trabekula yang
fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus adipose, berfungsi sebagai cadangan
makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan getah
bening. Tebal tipisnya jaringan lemak tidak sama bergantung pada lokasinya. Di
abdomen dapat mencapai ketebalan 3 cm, di daerah kelopak mata dan penis sangat
sedikit. Lapisan lemak ini juga merupakan bantalan (Djuanda, 2003).
Vaskularisasi di kulit diatur oleh 2 pleksus, yaitu pleksus yang terletak di
bagian atas dermis (pleksus superficial) dan yang terletak di subkutis (pleksus
profunda). Pleksus yang di dermis bagian atas mengadakan anastomosis di papil
dermis, pleksus yang di subkutis dan di pars retikulare juga mengadakan anastomosis,
di bagian ini pembuluh darah berukuran lebih besar. Bergandengan dengan pembuluh
darah teedapat saluran getah bening (Djuanda, 2003).
3
Jaringan penyambung (jaringan ikat) bawah kulit (hipodermis)
Lapisan ini terutama mengandung jaringan lemak, pembuluh darah dan limfe,
saraf-saraf yang berjalan sejajar dengan permukaan kulit. Cabang-cabang dari
pembuluh-pembuluh dan saraf-saraf menuju lapisan kulit jangat. Jaringan ikat bawah
kulit berfungsi sebagai bantalan atau penyangga benturan bagi organ-organ tubuh
bagian dalam, membentuk kontur tubuh dan sebagai cadangan makanan. Ketebalan
dan kedalaman jaringan lemak bervariasi sepanjang kontur tubuh, paling tebal di
daerah pantat dan paling tipis terdapat di kelopak mata. Jika usia menjadi tua, kinerja
liposit dalam jaringan ikat bawah kulit juga menurun. Bagian tubuh yang sebelumnya
berisi banyak lemak, lemaknya berkurang sehingga kulit akan mengendur serta makin
kehilangan kontur.
Fungsi Kulit
Kulit mempunyai berbagai fungsi yaitu sebagai berikut :
1. Pelindung atau proteksi
Epidermis terutama lapisan tanduk berguna untuk menutupi jaringanjaringan
tubuh di sebelah dalam dan melindungi tubuh dari pengaruh pengaruh luar seperti
luka dan serangan kuman. Lapisan paling luar dari kulit ari diselubungi dengan
lapisan tipis lemak, yang menjadikan kulit tahan air. Kulit dapat menahan suhu tubuh,
menahan luka-luka kecil, mencegah zat kimia dan bakteri masuk ke dalam tubuh serta
menghalau rangsang-rangsang fisik seperti sinar ultraviolet dari matahari.
2. Penerima rangsang
Kulit sangat peka terhadap berbagai rangsang sensorik yang berhubungan
dengan sakit, suhu panas atau dingin, tekanan, rabaan, dan getaran. Kulit sebagai alat
perasa dirasakan melalui ujung-ujung saraf sensasi.
3. Pengatur panas atau thermoregulasi
Kulit mengatur suhu tubuh melalui dilatasi dan konstruksi pembuluh kapiler
serta melalui respirasi yang keduanya dipengaruhi saraf otonom. Tubuh yang sehat
memiliki suhu tetap kira-kira 98,6 derajat Farenheit atau sekitar 36,50C. Ketika terjadi
perubahan pada suhu luar, darah dan kelenjar keringat kulit mengadakan penyesuaian
4
seperlunya dalam fungsinya masing-masing. Pengatur panas adalah salah satu fungsi
kulit sebagai organ antara tubuh dan lingkungan. Panas akan hilang dengan
penguapan keringat.
4. Pengeluaran (ekskresi)
Kulit mengeluarkan zat-zat tertentu yaitu keringat dari kelenjar-kelenjar
keringat yang dikeluarkan melalui pori-pori keringat dengan membawa garam,
yodium dan zat kimia lainnya. Air yang dikeluarkan melalui kulit tidak saja
disalurkan melalui keringat tetapi juga melalui penguapan air transepidermis sebagai
pembentukan keringat yang tidak disadari.
5. Penyimpanan.
Kulit dapat menyimpan lemak di dalam kelenjar lemak.
6. Penyerapan terbatas
Kulit dapat menyerap zat-zat tertentu, terutama zat-zat yang larut dalam lemak
dapat diserap ke dalam kulit. Hormon yang terdapat pada krim muka dapat masuk
melalui kulit dan mempengaruhi lapisan kulit pada tingkatan yang sangat tipis.
Penyerapan terjadi melalui muara kandung rambut dan masuk ke dalam saluran
kelenjar palit, merembes melalui dinding pembuluh darah ke dalam peredaran darah
kemudian ke berbagai organ tubuh lainnya.
7. Penunjang penampilan
Fungsi yang terkait dengan kecantikan yaitu keadaan kulit yang tampak halus,
putih dan bersih akan dapat menunjang penampilanFungsi lain dari kulit yaitu kulit
dapat mengekspresikan emosi seseorang seperti kulit memerah, pucat maupun
konstraksi otot penegak rambut.
5
LUKA BAKAR
Definisi
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik
dan radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas dan
mortalitas tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus.
Klasifikasi luka bakar
Luka bakar dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu
a. berdasarkan penyebab
- Luka bakar karena api
- Luka bakar karena air panas
- Luka bakar karena bahan kimia yang bersifat asam atau basa kuat
- Luka bakar karena listrik dan petir
- Luka bakar karena radiasi
- Cedera akibat suhu sangat rendah (frost bite)
b. berdasarkan kedalaman kerusakan jaringan
Luka bakar derajat I :
- kerusakan terbatas pada superfisial epidermis, bula (-)
- kulit kering, hiperemis, efloresensi berupa eritem
- nyeri karena ujung-ujung saraf sensoris teriritasi
6
- penyembuhan terjadi spontan 5-10 hari
- contohnya luka bakar karena sengatan matahari.
Luka bakar derajat II :
- kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, bula (+)
- nyeri karena ujung-ujung saraf sensoris teriritasi
- dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih tinggi dari
permukaan kulit normal
- Luka bakar derajat II dibedakan lagi menjadi :
# Luka bakar derajat II superfisial
kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis, apendices
kulit berupa folikel rambut, kelenjar keringat dan kelenjar
sebasea masih utuh, dan penyembuhan terjadi spontan 10-14
hari
# Luka bakar derajat II deep
Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis, apendices
kulit sebagian masih utuh dan penyembuhan biasanya lebih
dari satu bulan.
7
Luka bakar derajat III :
- kerusakan meliputi seluruh dermis dan lapisan yang lebih dalam
- apendices kulit mengalami kerusakan, bula (-)
- kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat, kering dan letaknya
lebih rendah dibandngkan kulit sekitar
- Nyeri (-) karena ujung saraf sensoris mengalami kerusakan
- Penyembuhan lama karena tidak ada proses epitelialisasi spontan.
8
Pembagian zona kerusakan jaringan
1. Zona koagulasi/nekrosis
daerah yang langsung mengalami kerusakan (koagulasi protein) karena luka
bakar, disebut juga zona nekrosis karena jaringan mengalami nekrosis
beberapa saat setelah cedera thermal.
2. Zona statis
daerah yang langsung berada di luar zona koagulasi. Di daerah ini terjadi
kerusakan endotel pembuluh darah, trombosit dan leukosit sehingga terjadi
gangguan perfusi (no flow phenomena) diikuti perubahan permeabilitas
kapiler dan respon inflamasi lokal. Proses ini berlangsung 12-24 jam pasca
cedera.
3. Zona hiperemi
daearah diluar zona stasis yang ikut mengalami reaksi vasodilatasi tanpa
banyak melibatkan reaksi seluler. Dapat mengalami penyembuhan spontan
atau berubah menjadi zona sebelumnya bila terapi tidak adekuat.
Luas luka bakar
Luas luka bakar dinyatakan dalam % terhadap luas seluruh tubuh. Pada
dewasa digunakan rumus 9. yaitu, luas kepala dan leher, dada, punggung, perut,
pinggang dan bokong, ekstremitas atas kanan, ekstremitas atas kiri, paha kanan, paha
kiri, tungkai dan kaki kanan, serta tungkai dan kaki kiri masing-masing 9 %. Sisanya
1 persen ada daerah genital. Pada bayi digunakan rumus 10 , sedangkan pada anak
digunakan rumus 10-15-20.
Untuk anak: kepala dan leher 15%, badan depan dan belakang masing-masing
20%, ekstremitas atas kanan dan kiri masing-masing 10%, ekstremitas bawah kanan
dan kiri masing-masing 15%.
Prognosis dan penanganan ditentukan oleh dalam dan luas permukaan yang
terkena, juga oleh letak luka yang terbakar, usia, dan keadaan kesehatan penderita.
Daerah perineum, ketiak, leher dan tangan sulit perawatannya antara lain karena
9
mudah mengalami kontraktur. Karena bayi dan orang lanjut usia daya kompensasinya
lebih rendah, maka prognosanya lebih buruk.
Gambar-Rule of Nine’s
10
Berdasarkan berat ringannya luka bakar, diperoleh beberapa kategori luka bakar
menurut American Burn Association:
1. Luka bakar berat/ kritis (major burn)
a. Derajat II-III > 20% pada pasien berusia < 10 thn atau diatas 50 thn.
b. Derajat II- III > 25 % pada kelompok usia selain yang disebutkan pada
butir pertama
c. Luka bakar pada muka, telinga tangan, kaki dan perineum
d. Adanya cedera pada jalan napas tanpa memperhitungkan luas luka
bakar.
e. Luka bakar listrik tegangan tinggi
f. Disertai trauma lainnya
g. Pasien-pasien dengan resiko tinggi
2. Luka bakar sedang/moderate
a. Luka bakar dengan luas 15-25 % pada dewasa, dengan luka bakar
derajat III kurang dari 10 %.
b. Luka bakar dengan luas 10-20% pada anak usia kurang 10 thn atau
dewasa lebih dari 40 thn, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10
%.
c. Luka bakar dengan derajat III kurang dari 10 % pada anak maupun
dewasa yang tidak mengenai muka, tangan, kaki dan perineujm.
3. Luka bakar ringan
a. Luka bakar dengan luas kurang dari 15 % pada orang dewasa.
b. Luka bakar dengan luas kurang dari 10 % pada anak-anak
c. Luka bakar dengan luas kurang dari 2 % pada segala usia yang tidak
mengenai muka, tangan, kaki, perineum.
Kategori ini ditujukan untuk kepentingan prognosis yang berhubungan dengan angka
morbiditas dan mortalitas.
11
PATOFISIOLOGI LUKA BAKAR AKUT
Permasalahan pada fase akut terdiri dari gangguan saluran pernafasan, gangguan
mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi.
1. Gangguan saluran pernafasan
Adanya cedera inhalasi, dengan dampak cedera termis pada lapisan mukosa
saluran nafas berupa :
- obstruksi saluran nafas bagian atas
- reaksi inflamatorik mukosa saluran mulai dari nasofaring sampai
dengan alveoli dan parenkim paru yang mengarah pada Acute
RespiratoryDistrees Syndrome (ARDS)
2. Gangguan mekanisme bernafas
Adanya gangguan proses ekspansi rongga thoraks
3. Gangguan sirkulasi
- dampak cedera termis pada sirkulasi
- dampak cedera termis pada jaringan
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh
kapiler yang terpapar suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah yang
ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya
permeabilitas menyebabkan oedem dan menimbulkan bula dengan membawa serta
elektrolit. Hal ini menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler.
Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan tambahan karena
penguapan yang berlebihan, cairan masuk ke bula yang terbentuk pada luka bakar
derajat II, dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat III.
Bila luas luka bakar kurang dari 20 % tubuh masih dapat mengkompensasi
tetapi bila diatas 20 % akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala khas gelisah,
12
pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun dan produksi
urine berkurang. Oedema terjadi perlahan-lahan maksimal terjadi setelah 8 jam.
Pada kebakaran dalam ruangan tertutup atau apabila luka terjadi di muka,
dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap, atau uap panas yang
terhisap. Oedema yang terjadi dapat menyebabkan gangguan berupa hambatan jalan
napas karena oedema laring. Gejala yang timbul sesak napas, takipnea, stridor, suara
serak dan dahak berarna gelap karena jelaga.
Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lain. Karbonmonoksida
akan mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga Hb tidak mampu lagi mmengikat
oksigen. Tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual, dan muntah.
Pada keracunan yang berat terjadi koma. Bila lebih dari 60 % hemoglobin yang
terikat dengan CO, penderita dapat meninggal.
Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi
mobilisasi dan penyerapan cairan edema kembali ke pembuluh darah. Tandanya
meningkatnya diuresis. Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit yang
mati yang merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan kuman akan
mempermudah infeksi. Infeksi ini sulit diatasi karena darerahnya tidak tercapai oleh
pembuluh kapiler yang mengalami trombosis. Padahal pembuluh ini membawa
sistem pertahanan tubuh atau antibiotik. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar,
selain berasal dari kulit penderita sendiri, juga dari kontaminasi kuman saluran napas
atas, dan kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial ini
biasanya sangat berbahaya karena kuman banyak yang sudah resisten terhadap
berbagai antibiotik.
Pada awalnya infeksi biasanya disebabkan oleh coccus gram + yang berasal
dari kulit sendiri atau dari saluran napas, tetapi kemudian terjadi invasi kuman gram -.
Pseudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan eksotoksin protease dan toksin
lain yang berbahaya terkenal sangat invasif terhadap luka bakar. Infeksi
Pseudomonas dapat dilihat dari warna hijau pada kasa penutup luka bakar. Kuman
memproduksi enzim penghancur keropeng yang bersama dengan eksudasi oleh
jaringan granulasi membentuk nanah. Infeksi ringan dan non-invasif ditandai dengan
13
keropeng yang mudah terlepas dengan nanah yang banyak. Infeksi yang invasif
ditandai dengan keropeng yang kering dengan perubahan jaringan di tepi keropeng
yang mula-mula sehat menjadi nekrotik. Akibatnya, luka bakar yang mula-mula
derajat II menjadi derajat III keadaan ini disebabkan oleh trombosis ; kuman
menimbulkan vaskulitis pada pembuluh darah kapiler di jaringan yang terbakar
sehingga jaringan tersebut mati.
Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat II dapat sembuh
dengan meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan dimulai dari sisa elemen
epitel yang vital. Akibat luka bakar derajat II yang dalam mungkin terjadi parut
hipertrofik yang nyeri, gatal, kaku, dan secara estetik sangat jelek.
Luka bakar derajat III yang dibiarkan sembuh sendiri akan mengalami
kontraktur. Bila terjadi di persendian maka fungsi sendi dapat berkurang atau hilang.
14
MANAJEMEN LUKA BAKAR
Luka bakar dangkal
Luka bakar derajat satu (sunburn, sengatan matahari) tidak memerlukan tindakan
selain perawatan kulit dengan memepertahankan kelembaban. Untuk luka bakar
derajat dua yang dangkal karakteristiknya adalah bula. Tatalaksana kasus ini adalaah
meempertahankan kulit penutup bula. Kulit adalah penutup luka yang terbaik.
Karenanya, setelah mengeluarkan cairan pada bula (baik dengan aspirasi ataupun
insisi multipel), posisikan kembali kulit penutup bula sebaik mungkin (sebagai graft).
Cuci luka dengan air atau ringer laktat. Gunakan tule untuk mencegah pergeseran
dan perlekatan kulit dengan kassa. Tutup luka dengan kasa lembab atau krim
pelembab (moisturizing cream). Pertahankan kelembaban ini selama 24 jam sehari.
Lakukan pencucian luka tiap mengganti balutan.
Luka bakar dalam (Luka bakar derajat II Dalam dan derajat III)
1. Pada kasus ini kebutuhan perfusi merupakan hal yang mutlak. Di satu sisi
dikatakan bahwa 30 % penyebab kegagalan resusitasi cairan (perbaikan
sirkulasi sistemik) disebabkan karena tidak memperhatikan adanya gangguan
sirkulasi di area lokal cedera. Di sisi lain, degradasi luka (perubahan derajat II
menjadi derajat III) terjadi karena sirkulasi sistemik demikian terganggu
sehingga perfusi ke jaringan tidak tercapai termasuk area lokal cedera.
2. Dalam keadaan tidak menentu seperti ini (terjadi vascular compromise,
gangguan perfusi, iskemi), kematian jaringan menjadi sangat potensial.
Degradasi luka merupakan konsekuensi logis. Padahal prinsip pentalaksanaan
luka bakar adalah mencegah terjadinya degradasi luka ini. Pada awalnya
dilakukan pencucian luka yang kemudian dilanjutkan dengan upaya-upaya
mempertahankan suasana lingkungan yang kondusif untuk berlangsungnya
15
proses penyembuhan (meredam proses inflamasi, bukan justru memperberat
rekasi inflamasi) yang dilakukan dengan mempertahankan kelembaban.
3. Nekrotomi dan debridement
Nekrotomi dan debridement dilakukan dengan melakukan eskarektomi sedini
dan sebanyak mungkin. Prosedur ini dikerjakan dalam waktu 3-4 hari pasca
cedera atau selambat-lambatnya kurang dari 1 minggu pasca cedera (untuk ini
dikenal eksisi dini). Dengan membuang jaringan eskar, produk sel yang yang
mengalami lisis yaitu Lipid Protein Complex (LPC) akan sangat berkurang.
Sebagaimana diketahui LPC ini akan memicu pelepasan mediator-mediator
pro-inflamasi dan memiliki toksisitas ribuan kali lebih kuat dibandingkan
endotoksin (sebelumnya LPC dikenal sebagai burn toxin). Sedapat mungkin
hindari melakukan eskarektomi bila eskar sudah mulai mengalami lisis; selain
sulit melakukan eksisi tangensial, LPC mulai diproduksi dan prosedur eksisi
merupakan pemicu masuknya LPC ke dalam sirkulasi.
4. Anti tetanus : diberikan pada LB derajat II dan III
- Serum ATS : 1500 iu dewasa – 750 iu anak-anak
- Toxoid : 1 cc dewasa – 0,5 cc anak-anak
Diberikan sebagai “Booster” atau imunisasi dasar
Sebagai imunisasi dasar, pemberian ATS dilakukan 3x masing-masing dengan
interval 1 bulan.
5.Penutupan luka
Lakukan penilaian kapasitas jaringan dalam hal epitelialisai spontan. Hal ini
menentukan langkah selanjutnya :
a. Epitelialisasi spontan
Proses ini berlangsung bila jaringan dasar luka memiliki komponen-
komponen kulit (skin appendiges) seperti folikel rambut, kelenjar sebacea,
dan kelenjar keringat. Bila suatu luka termasuk dalam kategori ini, maka
langkah selanjutnya adalah melakukan tindakan perawatan luka secara
konservatif. Tindakan konservatif dalam hal ini dilakukan dengan
16
mengupayakan suasana kondusif bagi proses penyembuhan luka (yaitu
epitelialisasi spontan); dengan mempertahankan kelembaban.
b. Skin grafting
Prosedur ini dilakukan pada luka yang tidak memiliki kemampuan
epitelialisasi spontan, atau pada luka yang diperkirakan dapat mengalami
epitelialisasi spontan lebih dari 10 hari (tendensi timbulnya parut dan atau
keloid pada luka yang mengalami epitelialisasi spontan kurang dari 10
hari adalah 4%, akan meningkat drastis mencapai 75-80% pada luka yang
mengalami epitelialisasi spontan melebihi 3 minggu). Skin grafting dapat
dikerjakan segera (immediate) atau ditunda (delayed). Penundaan dapat
dilakukan sampai dengan 4 hari pasca debridement. Sebagaimana halnya
pada luka bakar dangkal, kelembaban diperthankan setiap saat, selama 24
jam pada semua kondisi (masih dijumpai eskar/sebelum prosedur
eskarektomi, maupun sesudahnya, atau sesudar prosedur skin grafting),
termasuk pada penatalaksanaan luka secara konservatif.
PEMBERIAN CAIRAN INTRAVENA
Tentukan luas dan dalamnya luka bakar sebelum memberikan infus, kemudian hitung
jumlah cairan yang akan diberikan dengan menggunakan rumus Evans. Cara
menghitung rumus Evans :
1. Persen luas luka kali berat badan dalam kilogram menjadi ml NaCl/24 jam.
2. Luas luka dalam persen kali berat badan dalam kilogram menjadi ml
plasma/24jam.
Plasma diperlukan untuk mengganti plasma yang keluar dari pembuluh darah
dan meninggikan tekanan osmosis hingga mengurangi perembesan keluar dan
menarik kembali cairan yang telah keluar.
3. Sebagai pengganti cairan yang hilang akibat penguatan, diberikan 2000 cc
glukosa 5%/24jam.
17
Dalam 8 jam pertama, diberikan separuhnya, sisanya diberikan dalam 16 jam
berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari pertama,
hari ketiga setengah dari cairan hari kedua.
Penderita mula-mula dipuasakan karena peristaltik usus terhambat, pada keadaan
preshock, dan mulai diberikan minum segera setelah fungsi usus normal kembali.
Bila pada hari ketiga diuresis memuaskan dan penderita dapat minum tanpa kesulitan,
infus dapat dikurangi bahkan dihentikan.
Selain rumus Evans, ada juga rumus Baxter yang lebih sederhana, yaitu :
% x BB x 4ml
Delapan jam pertama diberikan separuhnya, selanjutnya 16 jam berikutnya. Hari
pertama terutama diberikan larutan elektrolit, yaitu ringer laktat, karena terjadi defisit
natrium. Hari kedua diberikan cairan setengahnya cairan hari pertama.
TERAPI SUPORTIF
Luka bakar menimbulkan hipermetabolisme dengan akibat nitrogen balans negatif.
Hiperpigmentasi dimulai hari ke 4 selama 7 – 10 hari dengan formula :
a. Tinggi protein : 2-3 g/kgBB/hari
Tinggi kalori : 50-75 kal/kgBB/hari
b. Dewasa : 25 kal/kgBB + 40 kal % LB
Anak-anak : 40 kal/kgBB + 40 kal % LB
Kalorinya terdiri dari : 20% protein
50 – 60% KH
20 – 30% lemak
vitamin C 1.500 mg; B1 50 mg, Riboflavin 50 mg; Niacide 500 mg (anak-anak dosis
disesuaikan)
18
KOMPLIKASI
1. Infeksi.
Infeksi merupakan masalah utama. Bila infeksi berat, maka penderita dapat
mengalami sepsis. Berikan antibiotika berspektrum luas, bila perlu dalam
bentuk kombinasi. Kortikosteroid jangan diberikan karena bersifat
imunosupresif (menekan daya tahan), kecuali pada keadaan tertentu, misalnya
pda edema larings berat demi kepentingan penyelamatan jiwa penderita.
2. Curling’s ulcer (ulkus Curling).
Ini merupakan komplikasi serius, biasanya muncul pada hari ke 5–10. Terjadi
ulkus pada duodenum atau lambung, kadang-kadang dijumpai hematemesis.
Antasida harus diberikan secara rutin pada penderita luka bakar sedang hingga
berat. Pada endoskopi 75% penderita luka bakar menunjukkan ulkus di
duodenum.
3. Gangguan Jalan nafas. Paling dini muncul dibandingkan komplikasi lainnya,
muncul pada hari pertama. Terjadi karena inhalasi, aspirasi, edema paru dan
infeksi. Penanganan dengan jalan membersihkan jalan nafas, memberikan
oksigen, trakeostomi, pemberian kortikosteroid dosis tinggi dan antibiotika.
4. Konvulsi. Komplikasi yang sering terjadi pada anak-anak adalah konvulsi.
Hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan elektrolit, hipoksia, infeksi, obat-
obatan (penisilin, aminofilin, difenhidramin) dan 33% oleh sebab yang tak
diketahui.
Komplikasi luka bakar yang lain adalah timbulnya kontraktur dan gangguan
kosmetik akibat jaringan parut yang dapat berkembang menjadi cacat berat.
Kontraktur kulit dapat mengganggu fungsi dan meyebabkan kekakuan sendi sehingga
memerlukan program fisioterapi yang intensif dan tindakan bedah.
19
Prognosis
Morbiditas dan mortalitas penderita luka bakar berhubungan dengan luas luka
bakar, derajat luka bakar, umur, tingkat kesehatan, lokalisasi luka bakar, cepat
lambatnya pertolongan yang diberikan dan fasilitas tempat pertolongannya
20
DAFTAR PUSTAKA
Gerard J. Tortora, Bryan H. Derrickson. 2009. Principles of Anatomy and Physiology, 12th Edition
Wasitaatmadja, S. M., 2003. Faal Kulit. Dalam: Djuanda,A. (eds). Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. Ed.3. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Sjamsuhidayat. R & Jong, Wim De. 1997. Luka, trauma, syok dan bencana. Dalam
Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC. Hal 81-97
Moenadjat, Yefta. 2005. Luka Bakar: Manajemen Luka. Dexa Media. No.2. Vol.18.
hal 59-63
Moenadjat, Yefta. 2003. Luka Bakar : Pengetahuan Klinis Praktis. Edisi 2. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI.
Cornel Prawirawinata. Dr. Dasar-dasar Dalam Luka Bakar, PUSDALIN IDI
21