16
PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DENGAN LUMPUR AKTIF I. TUJUAN Menentukan efisiensi pengolahan limbah cair dengan proses lumpur aktif Memahami proses pengolahan secara biologi dengan lumpur aktif II. ALAT DAN BAHAN YANG DIGNAKAN Alat yang digunakan Seperangkat Bioreaktor lumpur aktif Drum/ember plastic Botol sampel Kertas saring Pipet ukur Porselen erlenmayer 250 ml, 2 buah pipet ukur 10ml,25 ml masing-masing 2 buah labu ukur 100 ml ,1 liter, 2 buah biuret Bahan yang digunakan Limbah Industri Air Kertas PH FAS 0,1N K 2 Cr 2 O 7 0,25N H 2 SO 4 AgSO 4 HgSO4

Lumpur Aktif

Embed Size (px)

DESCRIPTION

lumpur aktif

Citation preview

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DENGAN LUMPUR AKTIF

I. TUJUAN

Menentukan efisiensi pengolahan limbah cair dengan proses lumpur aktif

Memahami proses pengolahan secara biologi dengan lumpur aktif

II. ALAT DAN BAHAN YANG DIGNAKAN

Alat yang digunakan

Seperangkat Bioreaktor lumpur aktif Drum/ember plastic Botol sampel Kertas saring Pipet ukur Porselen erlenmayer 250 ml, 2 buah pipet ukur 10ml,25 ml masing-masing 2 buah labu ukur 100 ml ,1 liter, 2 buah biuret

  Bahan yang digunakan

Limbah Industri Air Kertas PH FAS 0,1N K2Cr2O7 0,25N H2SO4

AgSO4

HgSO4

III. DASAR TEORI

Pengolahan air limbah pada umumnya dilakukan dengan menggunakan metode Biologi. Metode ini merupakan metode yang paling efektif dibandingkan dengan metode Kimia dan Fisika. Proses pengolahan limbah dengan metode Biologi adalah metode yang memanfaatkan mikroorganisme sebagai katalis untuk menguraikan material yang

terkandung di dalam air limbah. Mikroorganisme sendiri selain menguraikan dan menghilangkan kandungan material, juga menjadikan material yang terurai tadi sebagai tempat berkembang biaknya. Metode pengolahan lumpur aktif (activated sludge) adalah merupakan proses pengolahan air limbah yang memanfaatkan proses mikroorganisme tersebut.Metode lumpur aktif banyak dikembangkan da lam pengolahan limbah cair dengan kandungan bahan organik yang tinggi. Telah diteliti bahwa penggunaan metode lumpur aktif dalam pengolahan limbah dapat menurunkan BOD dan COD.

Lumpur aktif (activated sludge) adalah proses pertumbuhan mikroba tersuspensi. Proses ini pada dasarnya merupakan pengolahan aerobik yang mengoksidasi material organik menjadi CO2 dan H2O, NH4

dan sel biomassa baru. Proses ini menggunakan udara yang disalurkan melalui pompa blower (diffused) atau melalui aerasi mekanik. Sel mikroba membentuk flok yang akan mengendap di tangki penjernihan. Kemampuan bakteri dalam membentuk flok menentukan keberhasilan pengolahan limbah secara biologi, karena akan memudahkan pemisahan partikel dan air limbah. Metode lumpur aktif memanfaatkan mikroorganisme (terdiri ± 95% bakteri, sisanya protozoa, rotifer, dan jamur) sebagai katalis untuk menguraikan material yang terkandung di dalam air limbah. Proses lumpur aktif merupakan proses aerasi (membutuhkan oksigen). Pada proses ini mikroba tumbuh dalam flok (lumpur) yang terdispersi sehingga terjadi proses degradasi. Proses ini berlangsung dalam reactor yang dilengkapi recycle/umpan balik lumpur dan cairannya. Oksigen yang dibutuhkan untuk reaksi mikroorganisme tersebut diberikan dengan cara memasukkan udara ke dalam tangki aerasi dengan blower.Aerasi ini juga berfungsi untuk mencampur limbah cair dengan lumpur aktif, hingga terjadi kontak yang intensif.Sesudah tangki aerasi, campuran limbah cair yang sudah diolah dan lumpur aktif dimasukkan ke tangki sedimentasi di mana lumpur aktif diendapkan, sedangkan supernatant dikeluarkan sebagai effluen dari proses.

Bakteri merupakan unsur utama dalam flok lumpur aktif. Lebih dari 300 jenis bakteri yang dapat ditemukan dalam lumpur aktif. Bakteri tersebut bertanggung jawab terhadap oksidasi material organik dan tranformasi nutrien, dan bakteri menghasilkan polisakarida dan material polimer yang membantu flokulasi biomassa mikrobiologi. Genus yang umum dijumpai adalah : Zooglea, Pseudomonas, Flavobacterium, Alcaligenes, Bacillus, Achromobacter, Corynebacterium, Comomonas, Brevibacterium, dan Acinetobacter, disamping itu ada pula mikroorganisme berfilamen, yaitu Sphaerotilus dan Beggiatoa,

Vitreoscilla yang dapat menyebabkan sludge bulking. Dikarenakan tingkat oksigen dalam difusi terbatas, jumlah bakteri aktif aerobik menurun karena ukuran flok meningkat (Hanel, 1988). Bagian dalam flok yang relatif besar membuat kondisi berkembangnya bakteri anaerobik seperti metanogen. Kehadiran metanogen dapat dijelaskan dengan pembentukan beberapa kantong anaerobik didalam flok atau dengan metanogen tertentu terhdap oksigen (Wu et al., 1987). Oleh karena itu lumpur aktif cukup baik dan cocok untuk material bibit bagi pengoperasian awal reaktor anaerobik.

IV. LANGKAH KERJA

1. Memasukkan Umpan berupa Limbah cair industry dengan konsentrasi

COD 1000-1500mg/l kedalam tangki umpan

2. Mengkondisikan pH umpan pada pH netral

3. Memasukkan lumpur aktif dari hasil seeding kedalam reactor lumpur

aktif

4. Menghidupkan system aerasi

5. Menghidupkan pompa umpan dan pompa resirkulasi lumpur

6. Mengkontinukan system aliran dengan ditandai melimbahnya effluent

di klarifier

7. Menetapkan waktu detensi antara 0,3-1,5jam

8. Setelah system mendekati stabil atau setelah tiga kali waktu detesi,maka

ambil sampel dari effluent dan influent lalu ukur CODnya

9. Menghitung efisiensi pengolahan:

% Efisiensi Pengolahan : COD in-CODef/CODin x 100%

1. Penentuan COD sebelum proses pendekomposisian oleh mikroba

a. Standarisasi Larutan FAS

b. Penentuan COD

Sampel limbah

Pengenceran sampel 100x (pencampuran 1 mL sampel dengan 99 mL aquadest)

pengambilan sampel 2,5 mL kedalam tabung hach dan penambahan 3,5 mL K2Cr2O7

Penambahan 1,5 mL H2SO4 pekat

Pemipetan 25 mL K2Cr2O7 kedalam erlenmeyer

Penambahan 10 mL H2SO4 kedalam erlenmeyer

Penambahan indikator feroin 3 tetes

Penitrasian dengan larutan FAS dari hijau menjadi coklat

2. Penentuan MLVSS sebelum proses pendekomposisian oleh mikroba

Pemindahan tabung Hach pada Hach COD digester serta pemanasan 150oC selama 2 jam

Pemanasan cawan pijar selama 1 jam dalam furnace 600oC dan kertas saring pada oven 105oC

Penimbangan kertas saring dan cawan pijar hingga konstan

Penyaringan 40 mL air limbah dengan kertas saring yang diketahui beratnya

Pengeluaran tabung hach dari digester hingga larutan sama dengan suhu ruang

penambahan indikator feroin 3 tetes dan penitrasian dengan larutan FAS dari hijau menjadi coklat

Pemindahan kertas saring kedalam cawan pijar dan pemanasan pada oven 105oC 1 jam

3. Proses pendekomposisian oleh mikroba

Penambahan nutrisi yaitu glukosa sebanyak 7,0384 gram, KNO3 sebanyak 2,5368 gram dan KH2PO4 sebanyak 0,3088 gram kedalam sampel limbah yang telah di aerasi

Pendiaman sampel hingga 5 hari

Penimbangan cawan pijar yang berisi kertas saring dan endapan hingga konstan

Penimbangan cawan pijar yang berisi kertas saring dan endapan hingga konstan

Pemindahan cawan pijar yang berisi kertas saring dan endapan kedalam furnace dengan pemanasan 600oC 2 jam

V. DATA PENGAMATAN

Proses PengamatanStandarisasi FAS Ketika K2Cr2O7 ditambahkan

larutan asam sulfat, warnanya tidak berubah tetap berwarna orange. Ketika ditambah feroin warnanya berubah menjadi warna hijau dan ketika dititrasi warnanya menjadi coklat (TA)

Penentuan COD Ketika sampel ditambah K2Cr2O7 dan asam sulfat larutan berwarna orange. Setelah direfluks larutan terdapat 3 warna yaitu coklat kuning dan orange. Ketika dititrasi dengan penambahan indikator feroin awalnya larutan berwarna hijau dan berubah warna menjadi coklat (TA)

VI. DATA PERCOBAAN DAN PERHITUNGAN

Pengukuran Keadaan Awal- DO = 5,4 mg/L- pH = 7- Temperatur = 26,7

a. COD (Chemical Oxygen Demand)1. Standarisasi K2Cr2O7

NK2Cr2O7 : 0,2500 NVolume K2Cr2O7 : 10 mL

Titrasi ke- Volume (mL)1 10, 9002 11,104

N FAS xV FAS=NK 2Cr 2 O7xV K2 Cr 2O 7

- N FAS x10,900=0,2500 x10

N FAS=0,2500 x 10

10,900N FAS=0,2294 N

- N FAS x11,104=0,2500 x10

N FAS=0,2500 x 10

11,104N FAS=0,2251 N

Rata−Rata=0,2394 N+0,2251 N2

=0,2273 N

2. Penentuan COD pada sampel

Pengenceran : 100 X

Titrasi ke- Volume (mL)sampel 1 0,840

2 0,906Rata-rata 0,873

Blanko 1 0,9522 0,978Rata-rata 0,965

COD (mg/L) = (volume blanko−volume sampel ) X NFAS X 1000 X pengenceranXBE oksigen

mL sampel

COD (mg/L) = (0,965 mL−0,873 mL ) X 0,2273 X 1000 X 100 X 8

2,5 mL

COD (mg/L) = 6691,72 mg/L

Nilai COD sebelum proses lumpur aktif

Nilai COD setelah proses lumpur aktif (hari ke-4)

6691,72 mg/L 275 mg/L

Efisiensi pengolahan = kandungan COD awal−kandungan COD ak hir

kandungan COD awal X 100%

Efisiensi pengolahan = 6691,72−275

6691,72×100 %

Efisiensi pengolahan = 95,89 %

VII. ANALISA PERCOBAAN

Pada percobaan dilakukan pengolahan limbah dengan metode lumpur aktif. Kedalam sampel limbah ditambahkan nutrisi, nutrisi yang ditambahkan adalah sumber makanan untuk mikroorganisme yang akan mendekomposisi bahan organik, hal ini yang menyebabkan kandungan organik dalam sampel dapat diturunkan. Untuk mengetahui efisiensi pengolahan maka dilakukan pengukuran kandungan organik sebelum dan setelah proses sehingga dilakukan pengukuran COD sebelum dan setelah proses. Sedangkan MLVSS untuk mengetahui kuantitas mikroba yang mendekomposisi bahan organik. Pada proses pendokomposisian oleh mikroba ini yang diperhatikan adalah adanya oksigen (aerasi) sebagai sumber oksigen bagi mikroba untuk menghasilkan energi untuk mendekomposisi bahan organik.

Sebelum dilakukan pengukuran COD setelah proses pendekomposisian, kedalam sampel dimasukan sejumlah nutrisi sebagai sumber makanan untuk mikroba pendekomposisi. Nutrisi yang ditambahkan adalah glukosa, KNO3 dan KH2PO4. Untuk glukosa ditambahkan sebagai sumber karbohidrat atau gula, sedangkan KNO3

sebagai sumber nitrogen dan KH2PO4 sebagai sumber posfor dimana perbandingan yang diberikan adalah glukosa: KNO3:KH2PO4 100:5:1, hal ini dikarenakan mikroba dapat tumbuh pada komposisi nutrien tersebut.

Pada percobaan dilakukan pengukuran COD yaitu untuk mengetahui kandungan organik dalam sampel, pengukuran COD ini untuk mengetahui berapa banyak oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi kandungan organik dalam sampel, sehingga bila semakin banyak zat yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat organik maka semakin banyak pula kandungan zat organiknya. Artinya semakin tinggi nilai COD maka kandungan organik dalam sampel semakin banyak atau kualitas air semakin buruk. Sebelum dilakukan analisis pada COD, sebelumnya dilakukan terlebih dahulu standarisasi FAS oleh K2Cr2O7, dimana reaksi yang terjadi reaksi redoks dalam keadaan asam karena penambahan H2SO4

dimana dalam keadaan asam ini berfungsi untuk mengasamkan larutan sehingga K2Cr2O7 dapat mengoksidasi Fe

Berdasarkan percobaan terlihat bahwa nilai COD pada sampel limbah sebelum proses degradasi adalah tinggi yaitu sebesar 6691,72

mgO2/L pH pada sampel limbah sudah netral. Nilai COD sebelum proses masih tinggi sehingga dilakukanlah proses dekomposisi bahan organik untuk menurunkan kandungan organiknya. Sedangkan nilai COD setelah proses selama 4 hari adalah sebesar 275 mgO2/L. Nilai COD setelah proses ini lebih kecil dibanding nilai COD sebelum proses. Hal ini menunjukan adanya penurunan kandungan organik pada sampel limbah, dimana penurunan kandungan organik ini disebabkan mikroorganisme yang mendekomposisi bahan organik tersebut menjadi CO2, H2O dan NH4

sehingga kandungan organik setelah proses menjadi turun. Besarnya penurunan kandungan organik ini menghasilkan efisiensi sebesar 95,89%, sedangkan berdasarkan literatur pengolahan limbah menggunakan lumpur aktif dapat menurunkan konsentrasi COD >85 % (Lestari, 2003). Bila dibandingkan dengan literatur, hasil percobaan efisiensi penurunan COD sudah melebihi dari 85%, sehingga dapat dikatakan bahwa proses ini sudah optimum untuk menurunkan COD dalam sampel air limbah. Walaupun penurunan bahan organik dalam sampel limbah telah optimum, akan tetapi hasil akhir dari proses ini menghasilkan kandungan organik yang masih tinggi dimana nilai ini masih lebih besar bila dibandingkan dengan standar kualitas air bersih dimana batas COD adalah 100 mgO2/L ( Peraturan Menteri Kesehatan RI. 416/Menkes/Per/IX/1990), sehingga dapat dikatakan dari hasil COD setelah proses ini kandungan organiknya masih tinggi dan tidak memenuhi syarat kualitas air bersih. Maka hasil proses pengolahan ini bila diterapkan tidak dapat langsung dibuang ke lingkungan sehingga harus diolah kembali untuk menurunkan nilai COD hingga batas yang diperbolehkan. Kandungan organik setelah proses dekomposisi yang masih tinggi dari nilai yang diperbolehkan diakibatkan karena pada percobaan ini kurangnya pengecekan lingkungan pada bak proses seperti pH dan suhu. Dimana kedua parameter ini tentunya harus selalu dicek secara rutin, untuk pH seharusnya pH dalam keadaan netral dimana mikroba dapat bekerja, serta temperatur tidak boleh terlalu tinggi ataupu terlalu rendah, sehingga temperatur berada pada suhu dimana mikroba dapat bekerja optimal. Selain pH dan temperatur yang harus diperhatikan adalah oksigen yang ditambahkan (aerasi), dimana keadaan aerasi ini seharusnya dicek secara rutin dimana adanya oksigen tidak boleh kurang (jika kurang oksigen tidak akan cukup digunakan oleh mikroba untuk mendekomposisi bahan organik) dan juga tidak boleh lebih (jika oksigen berlebih maka akan menjadi racun untuk mikroba itu sendiri), sehingga jumlah oksigen kedalam bak aerasi harus cukup mengingat bak aerasi dan dekomposisi ini adalah bak diam dan statis/tidak mengalir sehingga jumlah oksigen yang ditambahkan adalah faktor penting.

Parameter-parameter ini merupakan kondisi yang mendukung untuk proses lumpur aktif, sehingga kemungkinan tidak optimalnya parameter ini memungkinkan mikroba yang mendekomposisi bahan organik tidak bekerja secara optimal yang menyebabkan efisiensi pengolahan belum efektif.

VIII. KESIMPULANDari praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan1. Konsentrasi awal kandungan organik atau nilai COD sebelum proses

adalah sebesar 6691,72 mg O2/L serta nilai COD setelah proses adalahsebesar 275 mg O2/L

2. Nilai efisiensi pengoalahan adalah sebesar 95,89%. Berdasarkan litertur fisiensi yang efektif untuk penurunan COD adaah >85% (Lestari, 2003)sehingga penurunan COD pada percobaan ini sudah efektif

3. Nutrisi yang ditambahkan pada sampel, glukosa sebanyak 7,0384 gram, NO3 sebanyak 2,5368 gram dan KH2PO4 sebanyak 0,3088 gramkedalam sampel limbah yang telah di aerasi

DAFTAR PUSTAKA

Jobsheet.2015.Penuntun Praktikum Teknik Pengolahan Limbah.Politeknik Negeri Sriwijaya ; Palembang.

GAMBAR ALAT