M-5 AKHR, Ilham

Embed Size (px)

Citation preview

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FISIKA EKSPERIMEN 1 POLARIMETER Ilham Zannuary (140310080016) Jurusan Fisika,FMIPA Universitas Padjadjaran Senin, 15 Maret 2010

Cahaya memiliki sifat dualisme, karena salah satu sifat cahaya yang bersifat sebagai gelombang. Maka terjadi gerakan gelombang pada cahaya sehingga menimbulkan medan listrik dan medan magnet. Dan kedua gerakan gelombang tersebut yang ditimbulkan dari cahaya akan merambat pada suatu bidang getaran yang saling tegak lurus. Gerakan gelombang yang tegak lurus dapat terbukti dengan adanya efek polarisasi cahaya, yang merupakan peristiwa yang terjadi pada gelombang selain dapat berdifraksi dan berinterferensi, seperti peristiwa berputarnya bidang polarisasi yang disebabkan karena pembiasan ganda, penyerapan selektif, hamburan dan pemantulan. Cahaya dapat terpolarisasi seluruhnya jika dikatakn arah rambatnya hanya satu (linear) dimana penyebab cahaya terpolarisasi tersebut bernmacam macam. Salah satu penyebabnya adalah pemutaran bidang polarisasi oleh polarisator yang juga dibantu melalui zat optik aktif. Pada percobaan kali ini, kita akan mengamati polarisasi cahaya yang hanya terjadi pada gelombang yang tegak lurus karena itu terjadi penyerapan selektif. Kemudian cahaya diteruskan melalui kristal transparan tertentu atau melalui bahan cairan tertentu, yang bentuk molekul bahan-bahan tersebut tidak simetris.

1. PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Dualisme cahaya menyatakan bahwa cahaya dapat dikatakan sebagai gelombang dan dapat dikatakan pula sebagai partikel. Pada praktikum kali ini, praktikan akan meninjau cahaya sebagai gelombang didasarkan atas sifat-sifat cahaya sebagai gelombang seperti berdifraksi, berinterfrensi, dan berpolarisasi. Khusus untuk sifat yang berpolarisasi terjadi pada gelombang yang tegak lurus (transversal) tidak untuk gelombang longitudinal. Karena gelombang transversal adalah gelombang yang arah getarnya tegak lurus dengan arah rambatnya sedangkan polarisasi adalah peristiwa terserapnya sebagian arah getar gelombang yang akibatnya gelombang hanya memiliki satu arah getar. Dan untuk polarisasi sendiri digunakan untuk menentukan gejala pemutaran bidang polarisasi oleh zat optic aktif. I.2 IDENTIFIKASI MASALAH Bila cahaya tak terpolarisasi akan dibuat menjadi terpolarisasi yaitu cahaya dibuat dengan menggunakan polroid sehingga cahaya tersebut akan terpolarisasi. Bagaimanakah hubungan antara sudut polarisasi, konsentrasi zat optic aktif, panjang larutan dan sudut putar larutan yang menjadi inti dalam percobaan ini. Serta bagaimanakah konstanta reaksi dari larutan zat optic aktif akan didapatkan dalam percobaan ini. I.3 TUJUAN PERCOBAAN 1. Menentukan gejala pemutaran bidang polarisasi oleh zat optik aktif, 2. Menentukan sudut putaran khas zat optik aktif setelah mencapai kesetimbangan, 3. Menentukan konstanta reaksi dari larutan zat optik aktif.

1.4 METODE PERCOBAAN Untuk percobaan ini,akan mencari nilai sudut putar zat optik aktif dan nilai sudut putar khas zat optik aktif, selain itu dicoba untuk dapat menentukan konsentrasi suatu larutan dan juga bias menentukan laju reaksi dari larutan zat optik aktif. percobaan ini diperlukan sumber cahaya berupa lampu natrium. Cahaya dari lampu natrium ini dilewatkan pada alat polarimeter. Cahaya pertama kali akan melewati polarisator dan kemudian melewati wadah zat optik aktif yang selanjutnya dapat diamati oleh mata setelah sebelumnya melewati analisator. Pada keadaan awal sebelum diletakkan bejana yang berisi larutan zat optik, mata di belakang analisator tidak dapat melihat cahaya (gelap). Pada saat tersebut, jarum analisator menunjuk skala 1 . Setelah bejana diposisikan di antara polarisator dan analisator, analisator tampak tidak gelap. Agar tampak gelap lagi, analisator harus diputar sampai jarum penunjuk analisator menunjukkan 2 . 1. 5. SISTEMATIKA PEMBAHASAN Sistematika penulisan dalam pembuatan laporan ini terdiri dari lima bab pokok bahasan, yaitu : Bab 1 : Dalam bab pendahuluan ini terdapat inti percobaan, seperti latar belakang, identifikasi masalah, tujuan percobaan, metode percobaan, sistematika pembahasan, waktu serta tempat melakukan percobaan. Bab 2 : Berisikan teori dasar yang menunjang percobaan ini baik dari penurunan rumus dan pengertian-pengertiannya. Bab 3 : Pada bab tiga dibahas tentang alat-alat percobaan yang digunakan selama praktikum berlangsung dan prosedur percobaan serta langkah-langkah yang dilakukan selama praktikum berlangsung. Bab 4 : Dalam bab ini terdapat data yang diperoleh selama praktikum dilakukan beserta pembahasannya dan tugas dari laporan akhir. Bab 5 : Pada bab ini terdapat kesimpulan serta saran dalam percobaan yang telah dilaksanakan.

1. 6.

WAKTU DAN TEMPAT PERCOBAAN Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Fisika Menengah, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Padjadjaran, pada hari Senin tanggal 16 dan 23 Maret 2010 pukul 12.30 15.00 WIB.

BAB II TINJAUAN PUSTAKAFenomena interferensi dan difraksi dapat terjadi pada semua jenis gelombang, misalnya gelombang bunyi atau gelombang di permukaan cairan. Dari sini akan bersambung pada beberapan penemuan optika yang bergantung tidak hanya bergantung pada ihwal bahwa cahaya adalah gelombang yang merambat, tetapi juga bahwa gelombang itu transversal ( melintang ). Semua ini disebut efek polarisasi, yang hanya dapat diamati pada gelombang transversal dan tidak terdapat pada gelombang bunyi, karena gelombang bunyi adalah gelombang longitudinal.. \ Polarisasi cahaya atau polarisasi optik adalah salah satu sifat cahaya yang

bergerak secara oscillasi dan menuju arah tertentu. Karena cahaya termasuk gelombang elektromagnetik, maka cahaya ini mempunyai medan listrik, E dan juga medan magnet, H yang keduanya saling beroscilasi dan saling tegak lurus satu sama lain, serta tegak lurus terhadap arah rambatan. Dalam praktikum ini, cahaya digunakan sebagai objek penelitian dimana cahaya juga dikategorikan sebagai gelombang transversal, yang berarti bahwa cahaya merambat tegak lurus terhadap arah oscilasinya. Syarat bahwa cahaya dikatagorikan sebagai gelombang transversal adalah bahwa gelombang tersebut mempunyai arah oscilasi tegak lurus terhadap bidang rambatannya. Suatu cahaya dikatakan terpolarisasi apabila cahaya itu bergerak merambat ke arah tertentu. Arah polarisasi gelombang ini dicirikan oleh arah vektor bidang medan listrik gelombang tersebut serta arah vektor bidang medan magnetnya.

Efek polarisasi (pengkutuban) hanya dapat diamati oleh gelombang transversal.. Polarisasi tidak terjadi pada gelombang longtudinal seperti bunyi. Ada banyak gelombang dengan arah getar. Gelombang dengan berbagai arah getar seperti ini disebut gelombang tak terpolarisasi. Sedangkan gelombang yang mempunyai satu arah getar adalah gelombang terpolarisasi. Jadi, polarisasi adalah terserapnya sebagian arah getar gelombang sehingga gelombang hanya memiliki satu arah getar. Atau polarisasi adalah peristiwa perubahan arah getar gelombang cahaya yang acak menjadi satu arah getar. Sinar alami, misalnya sinar matahari pada umumnya bukan sinar terpolarisasi. Simbol untuk sinar terpolarissi adalah Sedangkan simbol untuk sinar terpolarisasi adalah Fakta bahwa cahaya dapat mengalai polarisasi menunjukkan bahwa cahaya merupakan gelombang transversal. Cahaya dapat terpolarisasi karena peristiwa yang akan diterangkan dibawah ini.: Polarisasi karena pemantulan Polarisasi karena pembiasan ganda Polarisasi akibat absorbsi selektif Polarisasi karena hamburan Pemantulan bidang polarisasi

1. Polarisasi karena pemantulan Ada beberapa cara dengan mana getaran dalam arah tertentu dapat disisihkan seluruhnya atau sebagian dari seberkas cahay. Salah satunya ialah proses pemantulan yang sudah kita kenal. Bila cahaya mengenai permukaan pantul, bagian bagian dari gelombang itu yang lebih suka memantul ialah vector listrik yang bergetar tegak lurus terhadap bidang dating. Bidang datang ialah bidang yang dilalui sinar datang dan garis normal permukaan. Suatu pengecualian adalah bahwa sinar datang yang tegak lurus semua arah polarisasi dipantulkan dengan arah yang sama. Pada suatu sudut datang tertentu yang polarisasi dipantulkan dengan arah yang sama. Pada suatu sudut datang tertentu yang dikenal dengan sudut polarisasi, yang tidak ada cahaya yang dipantulkan kecuali vector listrik yang tegak lurus terhadap bidang datar.

Pada tiap sudut yang datang yang berbeda dengan sudut polarisasi, beberapan dari komponeen komponen yang tegak lurus pada bidang datang ( besar bagian yang dipantulkan ini bergantung pada indeks bias linier. Cahaya yang membias merupakan suatu campuran komponen sejajar dan sisanya sekitar 85 % komponen tegak lurus. Karena itu cahaya nay kuat tetapi hanya sebagian terpolarisasi. Normal 57 57 Cermin datar terpolarisasi

2. Polarisasi kembar Gerak serutan gelombang melalui medium isotrop yang homogen, gelas misalnya dapat ditentukan secara grafik berdasarkan konstruksi Huygens. Gelombang sekunder dalam medium seperti ini merupakan permukaan sferis. Tetapi banyak pula zat kristal transparan yang walaupun homogen adalah an isotrop. Artinya kecepatan gelombang cahaya dalam zat demikian tidak sama pada semua arah. Kristal yangf seperti ini sifatnya dinamakan pembias kembar. Ada dua kelompok gelombang sekunder Huygens yang merambat pada tiap permukaan gelombang dalam kristal semacam itu. Kelompok sferis Kelompok Elipsoida. Kedua kelompok diatas ada dalam tangen dalam satu arah, yang disebut sumbu optic kristal itu. Sinar yang bersangkuatn dengan permukaan gelombang yang menyinggung gelombang gelombang sekunder sferis tidak disimpangkan dan disebut sinar biasa ( ordinary Ray ). Sinar yang bersangkutan dengan permukaan gelombang yang menyinggung elipsoida akan menyimpan, walaupun sinar dating tegaklurus pada permukaan dan disebut sinar luar biasa ( extraordinary Ray ). Jika kristal diputar terhadap sinar dating sebagai sumbu, sinar biasa itu tinggal tetap tetapi sinar luar bias berputar sekelilingnya seperti diperlihatkan pada ga,bar dibawah.

Berkas istimewa Berkas biasa Berkas datang Tak terpolarisasi kristal

layar

Selain itu untuk sudut dating yang bukan nol derajat, hokum snell berleku untuk sinar biasa dan tidak berlaku untuk sinar luar biasa karena kecepatan sinar luar biasa ini berbeda untuk arah yang berlainan. 3. Polarisasi oleh pembiasan kembar Eksperimen membuktikan bahwa gelombang biasa dan gelombang luar biasa dalam kristal pembias kembar terpolarisasi linear dalam arah yang saling tegak lurus. Karena itu, jika dapat ditemukan cara memisahkan jenis gelombang yang satu dari jenis gelombang yang lain, kristal pembias kembar bias dipakai untuk memperoleh cahay terpolarisasi linear dari cahay biasa. Ada bebrapa cara dengan mana pemisahan demikian dapat dilakukan : 1. Salah satu jenis sinar itu dibuat mengalami pemantulan internal dan menjadi menyimpang ke samping, sehingga jenis sinar yang satu lagi berjaln terus tanpa menimpang. 2. Kedua jenis sinar dipisahklan sedikit saja, sehingga pada jarak yang cukup jauh dari prisma pemisah hanya satu jenis sinar yang terhalang. 3. Jenis sinar yang satu mungkin terserap sedangkan yang satu lagi tidak. Dari eksperimen yang didapatkan, Polaroid berbentuk jaringan tidak mempolarisasi semua panjang gelombang secara sama. Kalau dua piringan seperti ini bersilangan sejumlah kecil sinar merah dan ungu ditransimisikan, Bila cahaya putih menembus satu lembar Polaroid, cahaya yang ditransmisi hanya berwarna lemah. Tetapi karena luasnya bidang pelat semacam ini dank arena harganya jug tidak begitu mahal, kekurangan kekurangan kecil tersebut cukup terimbangi. Tersedianya lembaran Polaroid ini merangsang perkembangan dan penerapan cahaya Io polarisasi, sehingga pemakaian permukaan pantul, prisma nicol, dan lain lain cara yang mahal tak perlu lagi.

I1 P1 polarisator P2 analisator pengamat 4. Hukum Malus Jika cahaya dating tidak terpolarisasi maka kalau polarisator diputar terhadap cahaya dating sebagai sumbu, pembacaan mikroammeter tidak kembali. Polarisator meneruskan komponen komponen gelombang dating di dalam vector L sejajar dengan arah transmisi polaroisator dan berdaasarakan simetri komponen komponen itu sama itu sama untuk semua azimuth. I = Imax. Cos2 Dimana Imax adalah jumlah maksimum cahaya yang diteruskan Dan I adalah jumlah cahay yang diteruskan pada sudut . Hubungan ini, didapatkan berdasarakan percobaan oleh Etienne Louis Malus dalam tahun 1809 dan disebut dengan Hukum Malus. Sudut terang arti sudut , pada umunya ialah sudut anatar arah transmisi polarisator dan arah transmisi analisator, jika analisator atau polarisator diputar maka amplitdo berkas cahaya yang diteruskan beruabah ubah sesuai dengan besar sudut amalisator dan polarisator . 5. Hamburan Cahaya Hamburan adalah peristiwa penyerapan dan pemancaran kembali cahaya oleh suatu sysytem partikel. Jika cahaya tidak terpolarisasi datang pada suatu gas, maka cahaya yang dihamburkan ke samping dapat terolarisasi sebagian atau seluruhnya. Arah polarisasi sedemikian rupa sehingga tegak lurus terhadap bidang yang dibentuk oleh garis sinar datang dengan garis penglihatan. I2

Partikel partikel gas

Gelombang Hamburab terpolarisasi Gelombang datang Tak terpolarisasi Mata Contoh yang menarik adalah hamburan cahaya matahari oleh atmosfir bumi, jika bumi tidak mempunyai atmosfir, langit akan kelihatan gelap seperti bulan kecuali jika kita memandang langsung ke matahari. Tetapi, kenyataannya bumi mempunyai atmosfir sehingga pada hari yang cerah langit akan tampak berwarna biru. Birunya langit ini terjadi karena cahaya warna biru dihamburkan paling efektif dibandingkan dengan cahaya cahaya warna lainnya. 6. Pemutaran bidang polarisasi Jika cahaya terpolarisasi melewati suatu zat, maka arah polarisasi dapat berputar zat seperti ini disebut zat optik aktif. Misalnya larutan gula pasir dan kristal kuarsa. Eksperimen pemutaran bidang polarisasi ini dapat dilihat seperti gambar berikut : polasitor l zat optik aktif

Cahaya tak Terpolarisasi

cahaya terpolarisasi

Besarnya sudut perubahan arah polarisasi cahaya tergantung pada panjang larutann l, konsentrasi larutan c, maupun panjang gelombang cahaya yang digunakan. Secara umum hubungan ini dapat ditulis sebagai : = c. l . Dengan adalah sudut ptar jenis larutan, dari eksperimen didapatkan bawa makin kecil panjang gelombang yang dipakai, maka sudut putar semakin membesar.

BAB III METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan Percobaan 1. Polarimeter. Berfungsi sebagai alat untuk mengukur besarnya sudut putaran arah polarisasi. 2. Gelas kimia. Berfungsi sebagai tempat untuk membuat larutan glukosa monohidrat 10 %. 3. Gelas ukur. Berfungsi sebagai tempat yang digunakan untuk mengukur volume antara air suling dengan glukosa monohidrat. 4. 3 buah tabung gelas ukuran 10 cm, 15 cm, dan 20 cm. Berfungsi sebagai tempat untuk menaruh larutan ataupun air suling yang akan kita amati dalam percobaan. 5. Glukosa-monohidrat. Berfungsi sebagai zat optik aktif yang akan kita ukur sudut putarnya. 6. Air suling. Berfungsi sebagai pembanding glukosa dalam menentukan sudut putar. 7. Neraca. Berfungsi sebagai Alat untuk menimbang massa dari glukosa monohidrat.

3.2 Prosedur Percobaan A. Menentukan Titik Nol

1. 2. 3. 4. 5.

Mengisi masing-masing tabung dengan air suling. Memasukan tabung 10 cm ke dalam calorimeter. Putarlah analisator sehingga tampak seperti pada gambar (a). Mencatat posisi analisator tersebut. Memutar kembali analisator searah jarum jam sehingga tampak

seperti pada gambar (b).

(a) sebelum terpolarisasi

(b) setelah terpolarisasi

6. 7. 8.

Mencatat posisi analisator tersebut. Menentukan besarnya titik nol tersebut. Melakukan percobaan 3 s/d 7 untuk tabung 15, dan 20 cm.

B. Menentukan Sudut Putar Glukosa 1. Membuat larutan 10% glukosa monohidrat dalam air suling. 2. Mengisi masing-masing tabung 10 cm, 15 cm, dan 20 cm dengan larutan. 3. Melakukan percobaan 2 s/d 6 pada prosedur A. 4. Menentukan sudut putar glukosa tersebut. Catatan: Untuk Prosedur A dan B setiap pengambilan data minimal 5 kali.

C. Mutarotasi 1. Melakukan percobaan 1 s/d 3 pada prosedur B. 2. Memasukkan tabung 10 cm kedalam polarimeter.

3. Melakukan percobaan 2 s/d 6 pada prosedur A selama satu jam setiap 5 menit. 4. Menentukan sudut putar larutan tersebut. 5. Melakukan percobaan 1 s/d 4 untuk tabung 15 cm, dan 20 cm. D. Larutan Tak hingga Larutan tak hingga yaitu larutan yang disimpan selama satu minggu yang dibuat pada pertemuan pertama. 1. Mengisi tabung 10 cm, 15 cm, dan 20cm dengan larutan tak hingga. 2. Melakukan percobaan 2 s/d 6 pada prosedur A untuk masing-masing tabung.

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN4.1 Data Pengamatan A. Menentukan titik nol Tabung dengan L=10 cmno 1 2 3 4 5 2 141 138 140 137 136 1 35 45 48 46 51 106 93 92 91 85

Tabung dengan L=15 cmno 1 2 3 4 5 2 143 134 141 134 132 1 44 45 42 42 43 99 89 99 92 89

Tabung dengan L=20 cmno 1 2 3 4 5 2 143 143 146 143 141 1 47 47 38 53 49 96 96 108 90 92

B. Menentukan sudut putar glukosa Tabung dengan L=10 cmno 1 2 3 4 5 2 132.5 142 146.5 143.2 156.5 1 59 40 41.9 68.9 51.8 73.5 102 104.6 74.3 104.7

Tabung dengan L=15 cmno 1 2 3 4 5 2 165 160 170 158 151 1 63.2 67.5 60 75 70 101.8 92.5 110 83 81

Tabung dengan L=20 cmno 1 2 3 4 5 2 150 153 143 151 145 1 50 50 49 52 53 100 103 94 99 92

C. Mutarotasi Tabung dengan L=10 cmno 1 2 3 4 5 2 139 143 145 148 137 1 50 39 44 54 57 89 104 101 94 80

Tabung dengan L=15 cmno 1 2 3 4 5 2 142 143 146 149 148 1 43 38 47 55 47 99 105 99 94 101

Tabun

Tabung dengan L=20 cmno 1 2 3 4 5 2 138 152 152 146 149 1 47 36 61 46 63 91 116 91 100 86

D. Menentukan larutan tak hingga Tabung dengan L=10 cmno 1 2 3 4 5 2 136.75 138.85 139.55 139.3 139.8 1 46.7 44.8 43.1 41.55 48.6 90.05 94.05 96.45 97.75 91.2

Tabung dengan L=15 cmno 1 2 3 4 5 2 138.25 141.7 139.6 140.3 141 1 43.3 44.6 41.3 39.5 38 94.95 97.1 98.3 100.8 103

Tabung dengan L=20 cmno 1 2 3 4 5 2 140.95 139.45 138.4 137.6 139.05 1 40.4 38.45 42.7 45.8 40.5 100.55 101 95.7 91.8 98.55

4.2. Pembahasan data 4.2.1 Menentukan titik nol titik nol ( o) pada masing-masing tabung digunakan rumusan sebagai berkut :

o = ( ( a ) (b ) ) (180 ( a ) )kedudukan terbaiknya menggunakan rumus :

o =

i =1

n

i

n Sehinggga diperoleh :

o = ((141 35) (180 141)) = 67 Dengan cara yang sama, diperoleh titik nol untuk data berikutnya, yang terdapat pada tabel berikut ini : Tabung L=10cmno 1 2 3 4 5 2 141 138 140 137 136 1 35 45 48 46 51 106 93 92 91 85 o 67 51 52 48 41

Tabung L=15cm2 143 134 141 134 132 1 44 45 42 42 43 99 89 99 92 89

Tabung L=20cmo 62 43 60 46 41 2 143 143 146 143 141 1 47 47 38 53 49 96 96 108 90 92 o 59 59 74 53 53

Kedudukan nol terbaiknya adalah rata-rata dari kelima data pada masing-masing tabung , yaitu:a.

Tabung 10 cm

o =

= 67 + 51 + 52 + 48 + 41 = 51.8n 5

Dengan standar deviasi sebesar : o =

2

N ( o ) 2 N 1

= 9.52

Dengan cara yang sama untuk tabung 15 cm dan 20 cm, diperoleh titik nol terbaik beserta sesatannya adalah : Tabung 10 cm Diperoleh o = 51,8 9,52 Tabung 15 cm Diperoleh o = 50,4 9,86 Tabung 20 cm Diperoleh o = 59,6 8,59

Analisa: Dari pengambilan data praktikum untuk menentukkan titik nol harus diketahui besar sudut sebelum terpolarisasi ( (1) ) dan sesudah terpolarisasi ( ( 2 ) ).Untuk menentukan besar titik nol, maka keadaan polarisator setelah mengalami polarisasi dikurangi keadaan polarisator sebelum terpolarisasi (( ( 2 ) )-( (1) )).sehingga didapatkan selisih sudut antara keduanya yang merupakan titik nolnya. Dalam percobaan ini juga praktikan menggunakan adalah air suling, maka ketika disinari cahaya belum terjadi peristiwa polarisasi, karena air suling bukan merupakan zat optik aktif. Kemudian untuk mendapatkan data diatas diperlukan lebih dari 5 kali pengambilan data karena data yang diperoleh dari setiap satu pengambilan data ke pengambilan data berikutnya mengalami nilai yang berjauhan selisihnya sehingga nilai sesatannya besar kisaran 9 - 10. Dan data pada tabung 15 cm mendapatkan selisih sudut putar (titik nol) yang saling berjauhan pada tiap pengambilan datanya, sehingga sesatanya bernilai besar terhadap nilai rata ratanya. 4.2.2 Menentukan sudut putar glukosa Sudut putar glukosa maka digunakan persamaan sebagai berikut ini :

= g 0Sedangkanharga g dicari dengan rumus :

g = (b ) ( a )Sudut putaran khas glukosa ditentukan oleh persamaan :

=Keterangan :

Cl

= sudut putaran glukosa = sudut putaran khas glukosa l = panjang larutan (cm) c = konsentrasi larutan glukosa

Sedangkan sesatannya menggunakan standar deviasi : =

2 i

N ( ) 2

N 1

Pada percobaan kali ini, konsentrasi larutan glukosa (c) adalah : M = Maka, c = 0,1 M Misal : Untuk panjang tabung 10 cm g = b a = 136,3 46 = 90,3 = g o = 90,3 46,6 = 43,7 = m glukosa ( gr ) m glukosa ( gr ) + mair ( gr ) = 10 = 0,1 M 10 + 90

2 i

N ( ) 2

N 1

= 6,49

=

43,7 = = 33,3 C.l 0,1x10 =

2 i

N ( ) 2

N 1

= 6,49

dengan cara yang sama dengan di atas, diperoleh hasil seperti pada tabel berikut ini :

Tabung L=10 cmno 1 2 3 4 5 2 133 142 147 143 157 1 59 40 41.9 68.9 51.8 73.5 102 105 74.3 105 73.5 102 105 74.3 105

Tabung L=15 cm2 165 160 170 158 151 1 63.2 67.5 60 75 70 102 92.5 110 83 81 67.87 61.67 73.33 55.33 54

Tabung L=20 cm2 150 153 143 151 145 1 50 50 49 52 53 100 103 94 99 92 50 51.5 47 49.5 46

Sedangkan untuk Kedudukan titik nol glukosa ( g ) terbaiknya adalah rata-rata dari kelima data pada masing-masing tabung, yaitu:

Untuk tabung 10 cm

g =

n

g

= = 56

Dengan Standar deviasi sebesar,

g =

2 g

N ( g ) 2

N 1

= 23.3

g g = 56 23.3 = 35,9 8,65 . = 35,9 8,65 Dengan cara yang sama untuk tabung 15 cm dan 20 cm, diperoleh titik nol terbaik beserta sesatannya, sudut putaran glukosa terbaik dan sudut putaran khasnya : Untuk tabung 15 cm,

g g = 74,5 19,3 = 19,2 7,19 . = 12,8 4,8 Untuk tabung 20 cm,

g g = 66 8,57 = 31,6 4,22 . = 15,8 2,12 Analisa; Pada prosedur ke-2 hasil yang diperoleh sama dengan prosedur pertama. Namun, pada praktikum ini praktikan menggunakan larutan glukosa 10 % (yang bernilai 0,1 molar) sebagai media yang akan dipolarisasikan melalui polarimeter. Larutan glukosa merupakan zat optik aktif, sehingga menghasilkan sudut putar hasil dari peristiwa polarisasi. Praktikan menggunakan gluksosa 10 % karena agar sebanding dengan panjangnya tabung yang paling kecil yaitu 10 cm dan jika dikalikan nilainya menjadi 1, maka karena nilai nya 1 itulah, besarnya sudut putar glukosa dan sudut khasnya sama nilainya pada setiap pengambilan data. Hal ini berbeda dengan tabung 15 cm dan 20 cm, karena jika dikalikan nilainya tidak sama dengan satu, hal ini agar dapat dibandingkan antara nilai sudut putar dan sudut khas yang relatif berubah terhadap panjang tabung. Apabila kita melihat dari hasil sudut putarnya dari setiap panjang tabung, terlihat bahwa tidak ada nilai yang semakin tinggi. Hal ini secara teori tidak sesuai karena seharusnya sudut putaran berbanding lurus dengan panjang larutan (panjang tabung). Semakin

panjang tabung, maka sudut putaran yang dihasilkan juga akan semakin besar. Kesalahan ini diperkirakan karena kurang tepat atau kurang telitinya praktikan ketika menentukan sudut saat polarisator belum terpolarisasi ( (1) ) dan sudut saat polarisator telah mengalami polarisasi ( ( 2 ) ). 4.2.3 Perhitungan mutarotasi Maka Dengan cara yang sama dengan pengolahan data B maka kita dapat mencari titik putaran glukosa. merupakan selisih dari a dan b dan adalah sudut khas glukosa untuk masing- masing panjang tabung adalah sebagai berikut ini : a. Tabung 10 cmno 1 2 3 4 5 2 139 143 145 148 137 1 50 39 44 54 57 89 104 101 94 80 o 48 67 66 62 37 41 37 35 32 43 41 37 35 32 43

b. Tabung 15 cmno 1 2 3 4 5 2 142 143 146 149 148 1 43 38 47 55 47 99 105 99 94 101 o 61 68 65 63 69 38 37 34 31 32 25.33333 24.66667 22.66667 20.66667 21.33333

c. Tabung 20 cmno 1 2 3 4 5 2 138 152 152 146 149 1 47 36 61 46 63 91 116 91 100 86 o 49 88 63 66 55 42 28 28 34 31 21 14 14 17 15.5

Sedangkan untuk kedudukan ( g ) , , dan mutarotasi terbaiknya adalah rata-rata dari kelima data pada masing-masing tabung, yaitu: Untuk tabung 10 cm

g =

n

g

= = 56

Dengan Standar deviasi sebesar, g =

2 g

N ( g ) 2

N 1

= 13.1

g g = 56 13,1 = 37,6 4,45 . = 37,6 4,45 Dengan cara yang sama untuk tabung 15 cm dan 20 cm, diperoleh titik nol terbaik beserta sesatannya, sudut putaran glukosa terbaik dan sudut putaran khasnya : Untuk tabung 15 cm,

g g = 74,5 19,3 = 19,2 7,19 . = 12,8 4,8 Untuk tabung 20 cm,

g g = 65,2 3,35 = 34,4 3,05 . = 22,9 2,03

Analisa; Pada prosedur ini pun data yang diperoleh sama dengan prosedur sebelumnya. Untuk tabung 10 cm, besarnya nilai sudut putar dan sudut khas sama karena nilai panjang tabung dikalikan dengan molaritas adalah satu. Pada mutarotasi dilakukan penugguan per lima menit di setiap pengambilan data, hal ini mengindikasikan ternyata kedudukan yang terjadi sebelumnya berbeda dengan kedudukan setelah lima menit, sehingga pemutar polarisator harus dipaskan lagi agar gambar yang terlihat tepat pada saat terjadinya polarisasi dan terjadinya tek terpolarisasi. Dari pengambilan data ini, jelas terlihat bahwa terjadi ketidaktepatan dengan teori yang sudah dibahas pada analisa sebelumnya, semakin panjang (besar) panjang larutan (tabung) maka besranya sudut putar pun berbending lurus

terhadapnya. Maka dari itu, terjadi kekurangtelitian ketika melakukan pengukuran data yang dilakukan oleh praktikan.

Grafik Tabung 10 cm

Tabung 15 cm

Tabung 20 cm

Analisa;

Grafik sudu putar terhadap waktu terlihat sama dengan teorinya yaitu berbanding terbalik, pada waktu awal sudut putar laarutan bernilai maksimum dari sudut putar yang lain sedangkan setelah lama kelamaan sudut putarnya berkurang karena pergeseran cahaya yang masuk ke polarimeter.

4.2.4 Perhitungan Sudut putar tak hingga dan sudut putar khas larutan tak hingga Maka,Dengan cara yang sama seperti pada pengolahan data B maka dapat dicari titik putaran dan sudut khas larutan tak hingga. Tabung 10 cmno 1 2 3 4 5 2 137 139 140 139 140 1 46.7 44.8 43.1 41.55 48.6 90.1 94.1 96.5 97.8 91.2 o 46.8 52.9 56 57.1 51 43.3 41.2 40.5 40.7 40.2 43.3 41.2 40.5 40.7 40.2

Tabung 15 cmN o 1 2 3 4 5 2 138.3 141.7 139.6 140.3 141 1 43.3 44.6 41.3 39.5 38 95 97.1 98.3 101 103 o 53.2 58.8 57.9 61.1 64 41.75 38.3 40.4 39.7 39 27.83333 25.53333 26.93333 26.46667 26

Tabung 20 cmno 1 2 3 4 5 2 140.95 139.45 138.4 137.6 139.05 1 40.4 38.45 42.7 45.8 40.5 100.55 101 95.7 91.8 98.55 o 61.5 60.45 54.1 49.4 57.6 39.05 40.55 41.6 42.4 40.95 19.525 20.275 20.8 21.2 20.475

Sedangkan untuk kedudukan ( g ) , , dan pada larutan tak hingga terbaiknya adalah rata-rata dari kelima data pada masing-masing tabung, yaitu Tabung 10 cm:

g g = 52,8 4,11 = 41,2 1,23 . = 41,2 1,23 Tabung 15 cm:

g g = 59 4,01 = 39,83 1,328 . = 26,55 4,76 Tabung 20 cm:

g g = 56 13,1 = 37,6 4,45 . = 37,6 4,45 Analisa; Pada prosedur ini, pengambilan data yang dilakukan pada media larutan tak hingga adalah sebagai pembanding, apakah nilainya sudut putar, sudut khas dan yang lainnya akan sama hubungannya dengan larutan yang tak hingga. Larutan tak hingga merupakan larutan yang disimpan selama beberapa waktu. Hasil dari praktikum ini ternyata hubungannya berbeda karena pada larutan tak hingga hubungan antar sudut putar dan panjang larutan pada tabung tidak berpengaruh, yang berpengaruh hanya konsentrasi larutannya, terlihat bahwa sudut putar pada tabung 10 cm hingga tabung 20 cm mengalami penurunan walaupun sesatan yang terjadi semakin besar. 5.2.5 Perhitungan konstanta reaksi Untuk tabung dengan ukuran panjang 10 cm dengan nilai Sudut putar rata-rata dari larutan tak hingga sebesar 41,2 dengan menggunakan persamaan berikut ini maka akan diperoleh sebesar : (t) - (~) = (t) = Sudut putar dari setiap data pada Mutarotasi

(~)

= Sudut putar rata-rata dari larutan tak hingga

untuk L=10 cm adalah 41,2 untuk L=15 cm adalah 39,83 untuk L=20 cm adalah 40,91 = (t) - (~) = 93,25 45 = 48,25 Maka dengan cara yang sama akan diperoleh sebagai berikut dan nilai ln sebagai berikut untuk setiap tabung: Tabung 10 cmno 1 2 3 4 5 (t) 89 104 101 94 80 (~) 43.25 41.15 40.45 40.7 40.2 45.75 62.85 60.55 53.3 39.8 t 5 10 15 20 25 In 3.823192 4.140751 4.103469 3.975936 3.683867

Tabung 15 cmno 1 2 3 4 5 (t) 99 105 99 94 101 (~) 41.75 38.3 40.4 39.7 39 57.25 66.7 58.6 54.3 62 t 5 10 15 20 25 In 4.047428 4.200205 4.070735 3.994524 4.127134

Tabung 20 cmno 1 2 3 4 5 (t) 91 116 91 100 86 (~) 39.05 40.55 41.6 42.4 40.95 51.95 75.45 49.4 57.6 45.05 t 5 10 15 20 25 In 3.950282 4.32347 3.89995 4.053523 3.807773

Dengan demikian,diperoleh grafik ln terhadap t (waktu dalam menit) untuk masing-masing tabung dan juga akan diperoleh nilai mt dan nt dengan menggunakan metode least square sebagai berikut ini : Grafik ln terhadap t untuk tabung 10 cm

Grafik ln terhadap t untuk tabung 15 cm

Grafik ln terhadap t untuk tabung 20 cm

Analisa;Untuk prosedur ini berhubungan erat dengan tujuan praktikum yaitu menghitung konstanta reaksi. Dari hasill grafik yang diadapatakn berdasarkan data data yang diperoleh,Untuk grafik (t) terhadap t (menit) untuk semua tabung memiliki kurva yang saling berbeda dengan nilai (t) yang berbeda setiap 5 menit. Umumnya,Glukosa yang berada dalam bentuk larutan jika dibiarkan akan berubah menjadi isomer glukosa stereo hal ini terlihat dari sudut putar khas glukosa yang tidak sama seiring dengan waktu.

DAFTAR PUSTAKA Sears zemansky. Fisika untuk universitas 3. optika. Fisika modern.1991: binacipta bandung Petunjuk Praktikum Fisika Eksperimen I (A & B). Laboratorium Fisika Menengah, Jurusan Fisika Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Padjadjaran 2000. Sutrisno 1979. Seri Fisika , Fisika Dasar, Gelombang dan Optik. Jilid Penerbit ITB 3.