Upload
ibnu-darmawanto
View
215
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7/21/2019 Madrasah Lembaga Kurang Diperhatikan
1/2
Madrasah Lembaga Kurang Diperhatikan
Ditulis oleh Aries Musnandar
Selasa, 11 Oktober 2011 07:39
Perhatian pemerintah terhadap madrasah sebagai lembaga pendidikan untuk tingkat SD(MI) hingga SMA (MA) masih belum memadai. Berdasarkan data yang diperoleh siswa putus
sekolah (drop-out) dari madrasah cukup tinggi. Pada tahun ajaran 2008/2009, siswa yang putus
sekolah di tingkat madrasah ibtidaiyah (MI) tercatat 12.161 dari 2.916.227 siswa, madrasahtsanawiyah (MTs) 18.723 dari 2.437.262 siswa, dan madrasah aliyah (MA) 4.290 dari 397.366
siswa.
Sementara pada tahun ajaran 2009/2010, jumlah siswa yang putus sekolah di MI sebanyak7.364 siswa, MTs 9.101 siswa, dan MA sebanyak 3.405 siswa. Meski menurun, angka tersebut
masih lebih tinggi dibanding jumlah siswa putus sekolah di lembaga pendidikan umum.
Tingginya angka putus sekolah di madrasah sebagian besar dilatarbelakangi faktor ekonomi. Hal
ini karena para orang tua siswa yang umumnya hidup dengan tingkat kesejahteraan danperekonomian yang rendah. Kondisi ini berimbas pada citra yang dilekatkan pada lembaga
pendidikan madrasah yakni sebagai lembaga pendidikan bagi siswa tak mapu. Padahal, taksedikit siswa madrasah berpotensi (Angka Putus Sekolah di Madrasah Masih Tinggi, Republika,
23 Maret 2011).
Pemerintah (Kementerian Agama) yang membina madrasah memiliki dana pendidikan
yang terbatas sementara jumlah madrasah sangat banyak. Oleh karena itu pengelolaan dana
pendidikan menjadi hal yang mendesak diperhatikan. Suatu sekolah haruslah memiliki
kemampuan dalam mengelola dan mengalokasikan dana pendidikan sehingga sumber daya yangberupa uang dapat diberdayakan secara optimal. Dari satu hasil analisis menunjukkan bahwa
kualitas penyusunan anggaran, partisipasi stakeholder dalam pengelolaan dana pendidikan danpengawasan pengelolaan dana pendidikan oleh komite sekolah berpengaruh secara signifikanterhadap kualitas pendidikan, sedangkan kualitas laporan keuangan tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap kualitas pendidikan.
Problem putus sekolah yang masih tinggi di madrasah disinyalir karena pengelolaan dana
pendidikan belum maksimal. Jumlah madrasah negeri sangat sedikit dibanding jumlah madrasah
swasta. Itu berarti Kementerian Agama sebagai Pembina dan Pengendali operasional sekolahmadrasah tidak hanya terpaku membantu persoalan pendanaan madrasah negeri, sebab mayoritas
populasi siswa madrasah berada di madrasah swasta. Terlebih lagi kondisi lingkungan
kemasyarakatan dan status sosial keluarga siswa madrasah swasta belum sepenuhnya menunjang
kelancaran program madrasah dalam meningkatkan kualitas siswa secara optimal. Masalahekonomi dan pengelolaan dana pendidikan menjadi hal yang krusial.
Sekolah berkualitas tidak selalu harus mahal, tetapi memang untuk menjadikan sekolah ituberkualitas memerlukan dana yang tidak sedikit. Mahal bersifat relatif dan terkait dengan biaya.
Biaya tinggi (high cost) seolah telah menjadi fenomena dunia pendidikan dalam mengelola dana
yang dibutuhkan bagi operasionalisasi kegiatan persekolahaan. Kegiatan pendidikan memang
Nama : Amalia A.P
NIM : 06111010028
7/21/2019 Madrasah Lembaga Kurang Diperhatikan
2/2
memerlukan dana, tetapi jika tidak dikelola dengan paradigma yang tepat maka pembiayaan
pendidikan menjadi jauh dari keefektifan pembiayaan (cost effectiveness).
Pola pikir penyelenggara madrasah perlu dirubah dalam mengelola dana pendidikan.
Efisiensi yang bertumpu pada cost effectiveness semestinya dapat menjadi prinsip kerja
pengelola dana pendidikan. Prinsip manajemen ekonomi yaitu sinergi antara efektifitas danefisiensi yang memunculkan produktivitas dapat diterapkan pada dunia pendidikan dalam tata
pandang entrepreneurship atau kewirausahaan di madrasah. Kenyataan menunjukkan bahwa
lingkungan sekolah / madrasah belum "disadarkan" pentingnya membentuk jiwa kewirausahaan.Entrepreneurial school/university atau pendidikan berwawasan kewirausahaan telah menjadi
motto dan perhatian dunia pendidikan. Namun kenyataan lingkungan sekolah belum sepenuhnya
sadar akan pentingnya membentuk jiwa kewirausahaan. Sebagian mereka kurang menyadari
akan arti penting mengembangkan usaha produktif. Birokrasi pendidikan tidak selalu kondusifuntuk mengaktualisasi dan mengekspresikan jiwa entrepreneurship. Padahal, untuk
menumbuhkembangkan jiwa kewirausahaan dan membentuk karakter entrepeneurial di sekolah
membutuhkan lingkungan kondusif. Kegiatan dan program menumbuh-kembangkan jiwa
kewirausahaan di madrasah mulai perlu disosialisasikan.
Paradigma entrepreneurship berbeda dengan komersialisasi. Jika karakter kewirausahaan
menanamsuburkan pola-pola pikir kreatif, menciptakan produk/gagasan dan menjadikannya
memiliki nilai tambah ekonomis, maka komersialisasi merupakan kegiatan "menghalalkan segala
cara" melanggar rambu etika dengan memanfaatkan wewenang dan peluang yang dimiliki.Contoh dari komersialisasi di dunia pendidikan misalnya menjadikan obyek terdidik (siswa)
sebagai sumber penghasilan dengan memperoleh pemasukan dari biaya buku, biaya gedung, SPP
yang mahal dan lain-lain. Bentuk komersialisasi seperti ini harus dikikis dan jauh dari mentalitaspenyelenggara pendidikan diganti dengan paradigma entrepreneurship
Lembaga pendidikan Islam seperti madrasah lahir dari bawah dengan idealisme tinggi dansemangat kemandirian. Tidak terhitung biaya yang dikeluarkan untuk sebuah madrasah.
Senyatanya, walau rakyat dalam kondisi yang tidak berlebihan ribuan madrasah bisa didirikan di
seluruh Indonesia tanpa bantuan pemerintah. Jutaan anak usia sekolah belajar di madrasah meskidalam kondisi sederhana, tanpa bantuan memadai seperti sekolah-sekolah biasa (SD/SMP/SMA).
Idealisme masyarakat kini dihadapkan perkembangan jaman yang berorientasi ekonomis. Diakui
bahwa keberadaan madrasah ini sangat membantu pemerintah dalam melaksanakan amanahkonstitusi yang mengharuskan pemerintah berupaya memeratakan kesempatan kepada rakyat
untuk memperoleh pendidikan. Pada titik inilah kiranya pemerintah perlu lebih peduli atas
kendala dan kesulitan yang dihadapi madrasah terutama dalam menyediakan alokasi anggaran
yang tidak diskriminatif antara sekolah umum dan madrasah.
*) Aries Musnandar
Mhs S3 MPI UIN Maliki Malang
Dosen luar biasa UB Malang