37
Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 1

Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 Kata dari Redaksi Surat Gembala: Revolusi Mental Suara Pembaca: Siaran Sekata dan Senada di RPK 96.3 FM Fokus II: Revolusi Mental Obrolan Si Encim

  • Upload
    docong

  • View
    225

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 Kata dari Redaksi Surat Gembala: Revolusi Mental Suara Pembaca: Siaran Sekata dan Senada di RPK 96.3 FM Fokus II: Revolusi Mental Obrolan Si Encim

Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 1

Page 2: Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 Kata dari Redaksi Surat Gembala: Revolusi Mental Suara Pembaca: Siaran Sekata dan Senada di RPK 96.3 FM Fokus II: Revolusi Mental Obrolan Si Encim

Sebaris Kata dari Redaksi

Surat Gembala:Revolusi Mental

Suara Pembaca:Siaran Sekata dan Senada di RPK 96.3 FM

Fokus II:Revolusi Mental

Obrolan Si Encim dan Aku:Pemeliharaan Sang Gembala Agung

Konsultasi Teologi:Menyangkal Diri Berarti Siap Untuk Tidak Populer

Konsultasi Keluarga:Momongan Dari Bayi Tabung atau Pinjam Rahim?

Liputan:Sederhana Itu Indah

Celah Buku:Yang Tersisih Dipulihkan

Liputan:Merajut Kebersamaandi Tengah Keanekaragaman

Liputan:Youthology and Togetherness

Rubrik Muda:Single? Be Max - Be You!

Parenting:Parents Must Learn!

Lepas:Kasih Seorang Ibu

Lepas:Ngemil : Boleh gak, sih?

Foto-foto Kegiatan

KKS

2 Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014

Sebaris Kata dari Redaksi

Diterbitkan oleh: Majelis Jemaat GKI Gunung Sahari Pengarah Redaksi: Pdt. Royandi Tanudjaya, Pnt. Budisantoso Kurniadi, Pnt. Budiyono Tirtajaya Muwarman, Pnt. Irwanto Hartono, Pnt. Magdalena Lesmana, Rachmayanto Surjadi Pimpinan Redaksi: Rudy Umar Redaksi: Imanuella Sahertian, Raynard Tantra, Rudy Umar, Yulia Editor: Rudy Umar, Yulia Kontributor: Pdt. Imanuel Kristo, Pdt. Royandi Tanudjaya, Pdt. Suta Prawira, dr. Mira Winarta, M.S., Sp. Ok., Ir. Robert Robianto, Winanto Wiryomartani S.H., M.Hum., Bea Kurniawan, Jonathan S. Hanantha Tata Letak: Heru Setiawan Alamat Redaksi: Jl. Gunung Sahari IV/8, Jakarta 10610 E-mail: [email protected]

Redaksi menerima tulisan, gambar, dan foto yang disertai dengan data lengkap pengirim. Tulisan tersebut dapat dimuat, ditolak, atau ditunda pemuatannya berdasarkan wewenang redaksi.

d A F T A R I S I

2

20

42

47

51

53

56

59

626670

23

26

4

7

14

39

Fokus I: Sesungguhnya Keselamatanmu Datang

Bisnis: Conflict of Interest

Kesehatan : Hipnoterapi

Liputan: Pelawatan Pra dan Pasca Kematian

Inspirasi : Berbuat Baik Dalam Sehari

8

30

32

45

35

Revolusi Mental, ide lama yang baru dimulai. Presiden Jokowi yang baru saja dilantik Oktober 2014 lalu, mengusung jargon Revolusi Mental untuk menghantar rakyat Indonesia menuju masa depan yang lebih baik. Indo-

nesia hebat. Dalam perjalanan sejarah kehidupan umat Tuhan –baik dalam Per-janjian Lama dan Baru – gagasan Revolusi Mental adalah sebuah keharusan. Pdt. Suta Prawira dan Pdt Royandi Tanudjaya melalui tulisan mereka tentang Revolusi Mental mengajak kita memahami lebih jauh tentang gagasan tersebut secara al-kitabiah dan aktual.

Liputan dari acara talkshow bersama Pdt. Albertus Patty dan Lurah Susan mem-berikan gambaran konkrit tentang bagaimana kita bekerjasama untuk segala ma-salah kemanusiaan, di tengah kehidupan bangsa kita yang beraneka ragam suku, agama, dan ras. Liputan Pelatihan Pelawatan mengulas tentang topik yang cukup relevan yang mungkin saat ini sedang kita hadapi, yaitu mendampingi kekasih hati kita yang mungkin akan beristirahat dalam damai atau melayani kekasih hati kita yang ditinggalkan oleh orang yang dicintainya.

Tulisan lainnya yang turut menghias halaman majalah edisi kali ini adalah obrolan Si Encim dan Aku tentang pemeliharaan Sang Gembala Agung, konsultasi teologi tentang penyangkalan diri, konsultasi keluarga tentang pasangan yang merindu-kan momongan, dan konsultasi bisnis tentang conflict of interest.

Akhir kata, kami segenap redaksi Majalah Gunsa ingin menyampaikan kepada se-genap pembaca sekalian, Selamat Hari Natal 2014 dan Selamat Tahun Baru 2015!

Redaksi

Page 3: Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 Kata dari Redaksi Surat Gembala: Revolusi Mental Suara Pembaca: Siaran Sekata dan Senada di RPK 96.3 FM Fokus II: Revolusi Mental Obrolan Si Encim

Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/20144 5

S u R A T G E M B A L A

Suatu keharusan

Seorang pengkhotbah ulung menyapa jemaatnya dengan khotbahnya. Katanya, “Tidak

baik memuji diri sendiri sebagai orang benar. Ingatkah kalian perkataan Yesus kepada kaum Farisi, tatkala mereka membawa kepada-Nya seorang perempuan yang tertangkap basah tengah berzinah? Inilah kata-Nya, ‘Siapa di antara kamu yang tidak berdosa? Silahkan ia yang pertama melempar batu!’”

Untuk memperjelas dan mempertegas dampak perkataannya terhadap jemaatnya, ia pun bertanya, “Sekarang, saya ulangi ya pertanyaan tadi! Siapa di antara kalian yang tidak berdosa?”

Jemaat pun diam seribu bahasa.

“Siapa? Silahkan ia yang pertama melempar batu!”, ulang pengkhotbah dengan nada lebih tinggi.

Jemaat tetap diam.

Tiba-tiba saja seorang nenek melempar sebuah batu kecil kepada pengkotbah. Batu itu persis kena kepala pengkhotbah. Keributan pun terjadi. Jemaat bukan hanya kaget, tapi juga sama-sama ingin melihat siapa sih si pelempar batu itu.

Pengkhotbah yang kena lempar batu kecil langsung bertanya, “Nenek, apakah engkau mau mengatakan bahwa engkau tidak berbuat dosa?”

“O, maaf, pak pendeta!” jawab nenek itu, “Kalo itu pertanyaannya, saya keliru mendengar. Pendengaran saya memang kurang baik.”

“Jadi, apa pertanyaan saya yang kedengaran oleh nenek?” tanya pengkhotbah lagi.

Nenek kembali menjawab, “Kedengaran oleh saya, pertanyaan pendeta adalah siapa di antara kamu yang melihat saya berdosa dengan seorang perempuan? Silahkan ia yang pertama melempar batu!”

Kali ini, karena jawaban nenek, keributan yang terjadi jauh lebih besar lagi. Bukan hanya di dalam, tetapi juga sampai ke luar ruang kebaktian. Bahkan sampai si pendeta tidak boleh khotbah lagi selamanya. Sungguh memalukan dan menyedihkan!

Itulah jadinya jika seorang tidak mengalami revolusi mental atau perubahan yang mendasar dalam dirinya sendiri. Sebab, mentalnya, karakternya, cara berpikirnya dan kebiasaannya (yang – antara lain – suka berbuat dosa dengan perempuan-perempuan) dari tahun ke tahun “podo wae”, alias tetap sama saja, dan tidak berubah.

Jika orang mau hidup berubah, perubahan kemampuan (kompetensi) saja tidaklah cukup. Suatu perubahan mendasar, suatu revolusi mental, karakter, pola pikir, dan pola kebiasaan merupakan suatu keharusan yang tak bisa ditawar-tawar lagi.

Tanpa kecuali

Jauh sebelum Presiden Jokowi mencanangkan “revolusi mental” sebagai salah satu program pemerintahannya pada masa kampanye Pemilihan Presiden tahun ini, Yesus sudah terlebih dahulu menyerukan pentingnya revolusi mental itu dalam pelayanan-Nya. Seruan-Nya itu kita dengar bahkan sejak awal pelayanan-Nya, ketika Ia mengatakan, “Bertobatlah!” (Imperatif Yunani: metanoeite!). Bertobat (Indikatif Yunani: metanoeo) itu arti

harafiahnya adalah memiliki hati yang berubah, berbalik dari suatu perbuatan dosa, mengubah jalan atau cara hidup.

Jadi, intisari dari bertobat itu sesungguhnya adalah hidup yang berubah secara mendasar atau banting setir 180 derajat! Betul-betul berbalik arah. Bukan hanya membenci dosa, tetapi juga selanjutnya mencintai kebenaran. Bukan hanya tidak lagi melanjutkan apa yang sudah disadari salah, tetapi juga seterusnya melakukan apa yang sungguh-sungguh diyakini benar. Karena itu, hidup bertobat itu pada hakikatnya sama dengan melakukan revolusi mental. Sama seperti revolusi mental, hidup bertobat itu menyangkut perubahan karakter, pola pikir, dan pola kebiasaan.

Seruan untuk hidup bertobat atau untuk merevolusi mental justru Yesus tujukan pertama-tama kepada bangsa-Nya sendiri, yaitu bangsa Yahudi yang adalah umat Tuhan. Mengapa? Sebab, sebagai umat Tuhan, bangsa Yahudi pertama-tama dipanggil Tuhan untuk mempersaksikan hidup bertobat, hidup yang sungguh baik dan benar, di hadapan Tuhan dan di hadapan sesamanya. Hanya dengan cara itu, mereka dapat menarik banyak orang lain datang dan percaya juga kepada Tuhan.

Sayangnya, sejarah kehidupan umat Tuhan dari sejak dahulu hingga kini berulang kali mempersaksikan kehidupan yang percis sama dan tidak ada bedanya dengan orang lain di sekitarnya. Seperti kebanyakan orang,

REVOLUSI MENTAL

Kata Yesus: “Waktunya telah genap;

Kerajaan Allah sudah dekat.

Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!”

(Markus 1:15)

Page 4: Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 Kata dari Redaksi Surat Gembala: Revolusi Mental Suara Pembaca: Siaran Sekata dan Senada di RPK 96.3 FM Fokus II: Revolusi Mental Obrolan Si Encim

Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/20146 7

SuARA PEMBACA

umat Tuhan pun sama-sama suka merasa benar sendiri, sama-sama suka menyombongkan diri, sama-sama suka selingkuh, sama-sama tak peduli terhadap masalah kemiskinan dan kesejahteraan sesama, sama-sama suka korupsi, dlsb. Pendeknya, sama-sama tidak suka dan tidak mau hidup bertobat.

Karena itu, tanpa kecuali, kepada kita umat-Nya sekalipun, Yesus dengan keras, jelas dan tegas menyerukan, “Bertobatlah!” Ubahlah hidup kita secara mendasar! Biarlah revolusi mental itu sungguh-sungguh terjadi pertama-tama dalam hidup kita umat-Nya. Sebab, dampak dari hidup bertobat adalah ia mampu memicu dan memacu pertobatan selanjutnya dalam hidup orang lain. Perubahan mampu mendorong perubahan juga dalam hidup orang lain, sehingga akhirnya terciptalah rantai atau rangkaian pertobatan atau perubahan yang panjang dan saling mempengaruhi.

Perlu keberanian

Hidup ini (termasuk di Indonesia) selalu memerlukan banyak contoh dari hidup bertobat atau berubah secara mendasar. Namun, hidup bertobat atau berubah itu tidak pernah mudah. Sebab, dampak dari hidup bertobat atau berubah adalah mengubah atau membarui kehidupan. Tapi, karena itu juga, para “sahabat” dari hidup bertobat atau berubah justru adalah penolakan, penyangkalan, dan kemarahan.

Paulus, Martin Luther, Martin Luther King, Abraham Lincoln, Mahatma Gandhi, dan Munir mengalaminya. Mereka adalah orang-orang yang berani mempersaksikan hidup bertobat atau berubah, biar pun karena itu mereka menjadi sasaran penolakan, penyangkalan, dan kemarahan banyak orang.

Mengapa mereka berani dan tetap berani sampai akhir hidup mereka? Sebab, mereka menyadari, bahwa hidup bertobat atau berubah itu belum tentu menjadikan sesuatu lebih baik. Tapi, mereka juga menyadari, bahwa tanpa hidup bertobat atau berubah tidak akan pernah ada pembaruan, dan tanpa pembaruan tidak akan pernah ada kemajuan hidup dan kehidupan. Karena itu, demi pembaruan dan kemajuan kehidupan bersama yang semakin damai dan semakin sejahtera, marilah kita sambut seruan Yesus kepada kita umat-Nya di segala zaman, yaitu mempersaksikan hidup bertobat dan berubah yang konsisten dari waktu ke waktu, dari tahun ke tahun, sampai akhir hidup kita!

Pdt. Royandi Tanudjaya

“Selamat Natal 2014 & Tahun Baru 2015!

Semoga Yesus yang lahir, mati dan bangkit menganugerahkan kita

tahun-tahun yang terus ubahkan dan barui hidup kita”

Salam dalam kasih Kristus,

Saya adalah pendengar setia siaran Sekata dan Senada yang disiarkan di RPK 96.3 FM. Bagi

saya, topik-topik yang disiarkan cukup menarik, informatif, aktual serta dapat menguatkan. Apakah memungkinkan jika siaran tersebut ditampilkan dalam bentuk tulisan di Majalah Gunsa? Sehingga jemaat yang tidak dapat mengikuti siaran tersebut juga mendapatkan berkat dari siaran tersebut. Terima kasih.

Rendy,

Jatibening 15210

Saudara Rendy yang terkasih,

Terima kasih untuk usulan Anda. Kami juga meyakini bahwa usulan Anda tersebut tentunya dapat memperluas jangkauan pendengar siaran Sekata dan Senada meskipun dalam bentuk yang berbeda serta membawa berkat bagi jemaat GKI Gunsa. Kami akan mencoba untuk merealisasikan usul Anda tersebut. Untuk itu kami mengundang aktivis maupun jemaat yang terbeban untuk menuliskan siaran Sekata maupun Senada dan mengirimkannya ke Majalah Gunsa. Tuhan memberkati.

Siaran Sekata dan Senada

di RPK 96.3 FM

Page 5: Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 Kata dari Redaksi Surat Gembala: Revolusi Mental Suara Pembaca: Siaran Sekata dan Senada di RPK 96.3 FM Fokus II: Revolusi Mental Obrolan Si Encim

8 9Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014

F O K u S I

“SESUNGGUHNYA, KESELAMATANMU

DATANG”(Yesaya 62:11a)

(Mendulang makna di baliknya)

Keselamatan itu bukan hanya berupa kehidupan kekal di masa depan, namun berisi tindakan-tindakan Allah yang hadir mengerjakan pemulihan-pemulihan di masa kini

1. Natal lagi

“Natal lagi ?” Mungkin ini salah satu reaksi yang diungkapkan oleh sebagian orang tatkala berbicara mengenai Natal 2014. Sebagian lagi akan mengatakan, “ Yes, Natal lagi!” Masing-masing nada, mencerminkan perasaan tertentu. Ada yang girang, ada yang kaget tetapi juga tidak sedikit yang seolah tidak percaya. Masing-masing perasaan itu dilatarbelakangi oleh situasi yang sedang dihadapi dan pengalaman yang dilewati. Suka, duka, sibuk, berhasil, gagal, dan berbagai pergumulan serta berbagai peristiwa mewarnai waktu dan pengalaman kita. Ada yang membuat waktu terasa begitu cepat, begitu lambat atau biasa-biasa saja.

2. Kita memerlukan pemulihan

Sekalipun yang nyata-nyata kita hadapi adalah masa kini dan hari ini, namun hidup meliputi masa lalu, masa kini dan

masa depan. Di dalam setiap dimensi waktu tersebut, entah di masa lalu, masa kini atau masa depan, terdapat peristiwa dan pengalaman. Berbagai peristiwa dan pengalaman itu bisa membuat kita merasa senang namun juga sedih, membuat cemas atau tenang, merasa ragu ataukah yakin, merasa menyesal atau beruntung, merasa pesimis ataukah optimis. Bagaimana konteks kita, nampaknya turut mewarnai bagaimana perasaan kita.

Sebagai bangsa, kita telah melewati berbagai agenda nasional di tahun 2014 ini. Pemilu Legislatif dan Pemilu untuk memilih presiden dan wakil presiden yang mendebarkan. Relasi sosial kita sebagai bangsa sempat terganggu bahkan terbelah karena pilihan politik yang berbeda. Setelah pemilu usai, perasaan mendebarkan itu belum tentu selesai. Berbagai soal

Page 6: Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 Kata dari Redaksi Surat Gembala: Revolusi Mental Suara Pembaca: Siaran Sekata dan Senada di RPK 96.3 FM Fokus II: Revolusi Mental Obrolan Si Encim

10 11Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014

masih harus dihadapi baik soal yang merupakan dampak persaingan politik di masa kampanye, maupun soal terkait dengan masa depan. Pergumulan kita juga masih ditambahi dengan berbagai peristiwa dan pengalaman di area personal yang kita alami sendiri di wilayah privat kita. Suka, duka, manis atau pahit, masing-masing kita mengalaminya. Segudang pergumulan yang menerpa kita baik dalam aras personal maupun sosial menunjukkan bahwa pemulihan adalah sebuah kebutuhan kita.

3. Makna keselamatan

“Sesungguhnya, keselamatanmu datang” (Yesaya 62:11a). Inilah tema Natal GKI Gunung Sahari tahun ini. Teks ini dilatarbelakangi oleh situasi sulit yang dialami umat Allah yaitu Israel di dalam pembuangan sebagaimana yang dilaporkan oleh Deutero Yesaya atau Yesaya bagian kedua. Umat Allah yang menjalani masa pembuangan tersebut diangkut keluar dari Yerusalem ke Babilonia.

Yerusalem adalah kota di mana Bait Allah berada. Bait Allah adalah tempat di mana umat Israel merayakan kehadiran Allah. Dibuang dari Yerusalem ke Babilonia, bukan hanya sebuah peristiwa politis, namun peristiwa ini bagi umat Allah, Israel juga bermakna sangat teologis. Diangkut keluar dari Yerusalem dan jauh dari

Bait Allah merupakan sebuah perkara yang teramat berat. Sebab Yerusalem dan Bait Allah merupakan pusat di mana arah atau kiblat hidup mereka sebagai bangsa dan pribadi bertumpu. Diangkut keluar dari Yerusalem lalu memasuki negeri pembuangan bukan

hanya sebuah pukulan politis dan sosial, namun juga pukulan secara teologis. Secara politis, mereka harus takluk pada otoritas bangsa lain yang membuatnya tidak merdeka secara politis. Secara sosiologis, mereka dipaksa terpisah dengan sebagain keluarga yang tidak diangkut ke

negeri pembuangan. Secara teologis, mereka terpuruk sebab mereka merasa terbuang dan berada jauh dari hadirat Allah. Kecewa, nyaris putus asa, merasa tidak layak, gelisah, perasaan tidak dipedulikan serta ragu-ragu menatap masa depan adalah suasana kebatinan umat yang terpuruk itu. Bahkan tatkala, Allah kemudian benar-benar melepaskan umat Israel dari Babilonia dan mereka kembali ke Yerusalem pun, umat juga masih didekap kegelisahan dan keraguan untuk menatap masa depan. Mereka bukan saja harus membangun kembali Yerusalem secara fisik, namun mereka juga harus membangun kembali diri mereka sebagai umat Allah.

Berita keselamatan yang dirindukan atau dinantikan adalah keselamatan yang tidak berada dalam ruang hampa.

Keselamatan yang dinantikan adalah keselamatan yang hadir sebagai jawaban masa kini, jalan keluar dari persoalan masa lalu dan harapan akan masa depan. Dalam tataran nyata, keselamatan itu sebuah tindakan Allah yang memulihkan atau membawa pemulihan bagi umat. Di tengah kegelisahan, Ia datang membawa ketenangan; di tengah ketertindasan, Ia membuka jalan kelepasan; di tengah keraguan, Ia datang membawa kepastian; di tengah ketidaklayakkan, Ia membawa rahmat bahkan di tengah ketidakpedulian dunia, Allah datang membawa cinta. Keselamatan yang Allah kerjakan bukan hanya berisi berita tetapi juga berisi tindakan, bukan hanya berupa harapan namun juga adalah karya nyata.

Pesan keselamatan yang disampaikan Yesaya itu menjadi lebih luas lagi maknanya tatkala Allah turun ke dalam dunia melalui peristiwa natal Tuhan Yesus Kristus. Allah yang turun ke bumi menjadi manusia adalah Allah yang sedang menyatakan kabar baik bagi semesta. Kehadiran Yesus Kristus sebagaimana diberitakan oleh malaikat dalam catatan Lukas adalah kesukaan

besar bagi segala bangsa (Lukas 2:10). Di tengah kegelisahan, ketertindasan, keraguan, ketidakpedulian serta ketidaklayakkan manusia di bumi, Allah hadir untuk menyatakan belarasa-Nya.

Di tengah berbagai peristiwa dan pengalaman kita di bumi ini, Natal hendak mengingatkan kita kembali akan kehadiran Allah. Kehadiran Allah adalah kehadiran yang membawa keselamatan bagi dunia. Keselamatan itu bukan hanya berupa kehidupan kekal di masa depan, namun berisi tindakan-tindakan Allah yang hadir mengerjakan pemulihan-pemulihan di masa kini. Tindakan Allah yang berisi janji, pengharapan, pengampunan, penghiburan dan pembebasanmerupakan bentuk keramahtamahan Bapa yang lahir dari cintakasih-Nya. Keramahtamahan tersebut merupakan rahmat atau kasih karunia-Nya bagi manusia dan semesta. Kehadiran Allah itu adalah anugerah dan karenanya, kita adalah orang-orang yang dilimpahi anugerah dan dikasihi oleh Allah.

Page 7: Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 Kata dari Redaksi Surat Gembala: Revolusi Mental Suara Pembaca: Siaran Sekata dan Senada di RPK 96.3 FM Fokus II: Revolusi Mental Obrolan Si Encim

Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/201412 13

4. Bagaimana respon kita ?

Natal adalah salah satu momen yang paling membantu manusia untuk melihat Allah yang hadir dalam kehidupan. Melalui peristiwa natal Kristus, Firman itu telah menjadi manusia dan diam di antara kita (Yoh.1:14). Dalam bahasa Matius, Imanuel adalah sebutan yang pas bagi Allah yang turun ke bumi tersebut sebab Ia adalah Allah yang beserta dengan kita! (Mat.1:23). Yesus Kristus adalah Allah yang dahulu sudah datang, akan datang kembali, namun juga adalah Allah yang sedang hadir dan bertindak hari demi hari. Allah bukanlah Allah yang absen, namun Allah yang hadir dalam gelanggang kehidupan umat secara utuh. Ia hadir, bertindak melakukan pemulihan baik dalam lingkup yang personal dan lokal sekaligus dalam lingkup yang luas atau multi nasional, baik yang rohani sekaligus yang jasmani.

Natal Kristus, adalah tindakan Allah yang agung, sebab kesediaan-Nya turun ke bumi dilakukan atas dasar cinta. Merayakan natal Kristus berarti merayakan hidup yang tidak hanya

menerima, namun juga meneruskan. Merayakan Natal berarti menerima cinta, belarasa atau keramahtamahan Allah dan meneruskannya kepada dunia. Pada momen meneruskan itulah terjadi proses dari keselamatan yang bermakna personal menjadi keselamatan yang bermakna komunal atau sosial. Tatkala keselamatan atau pemulihan yang personal diperluas menjadi keselamatan atau pemulihan sosial, maka damai sejahtera di bumi menjadi niscaya. Setiap pengikut Yesus sesungguhnya memiliki anugerah ganda, yaitu penerima anugerah keselamatan sekaligus penerus anugerah keselamatan. Berperan menjadi instrumen atau alat yang meneruskan damai sejahtera Allah di bumi, itu berarti bagian panggilan setiap orang yang secara personal telah menerima Kristus. Doa Fransiskus dari Asisi secara substantif adalah salah satu contoh doa dari seseorang yang berisi komitmen untuk menjadi instrumen kehadiran Allah yang memulihkan bagi dunia. Menjadi penerima sekaligus penerus damai sejahtera Allah berarti menjadi orang Kristen dalam keutuhan.

(Pdt. david Sudarto)

Franciscus’ From Asissi Prayer

Lord, make me an instrument of Your peace;

Where there is hatred, let me sow love;

Where there is injury, pardon;

Where there is discord, harmony;

Where there is error, truth;

Where there is doubt, faith;

Where there is despair, hope;

Where there is darkness, light;

And where there is sadness, joy.

O Divine Master, Grant that I may not so much seek

To be consoled as to console;

To be understood as to understand;

To be loved as to love.

For it is in giving that we receive;

It is in pardoning that we are pardoned;

And it is in dying that we are born to eternal life.

Selamat hari Natal 2014,Selamat menjadi orang Kristen yang utuh,

Tuhan Yesus memberkati.

Page 8: Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 Kata dari Redaksi Surat Gembala: Revolusi Mental Suara Pembaca: Siaran Sekata dan Senada di RPK 96.3 FM Fokus II: Revolusi Mental Obrolan Si Encim

14 15Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014

F O K u S I I

Gagasan R e v o l u s i

Mental ditawarkan oleh Jokowi untuk menjawab paradoks pelik yang terjadi dalam kehidupan bangsa kita. Paradoks pelik yang dimaksud oleh Jokowi adalah bahwa setelah 16 tahun bangsa Indonesia mereformasi diri dan mengalami empat kali pergantian kepemimpinan, di satu sisi Indonesia disebut mengalami banyak kemajuan di bidang perekonomian dan demokrasi namun di sisi lain muncul banyak keresahan di tengah masyarakat. Oleh karena pengalaman buruk yang terjadi di masa Orde Baru bukannya semakin berkurang malah semakin menjadi-jadi.

Paradoks pelik tersebut menandakan ada sesuatu yang tidak beres dalam proses pembangunan bangsa. Bagi

Jokowi hal itu terjadi ka- rena reformasi yang dilakukan sejak tumbangnya rezim Suharto baru dilakukan sebatas reformasi kelembagaan saja. Reformasi belum menyentuh kepada paradigma, pola berpikir (mindset), ataupun budaya politik dalam rangka pembangunan bangsa ini.

Jokowi mengatakan, “Kita melakukan amandemen atas UUD 1945. Kita membentuk sejumlah komisi

independen (termasuk KPK). Kita melaksanakan otonomi daerah. Dan, kita telah banyak memperbaiki sejumlah undang-undang nasional dan daerah. Kita juga sudah melaksanakan pemilu secara berkala di tingkat nasional/daerah. Kesemuanya di- tujukan dalam rangka perbaikan pengelolaan negara yang demokratis dan akuntabel. Namun, di saat yang sama, sejumlah tradisi atau budaya yang tumbuh subur dan berkembang di alam represif Orde Baru masih berlangsung sampai sekarang, mulai dari korupsi, intoleransi terhadap perbedaan, dan sifat kerakusan, sampai sifat ingin menang sendiri, kecenderungan menggunakan kekeras- an dalam memecahkan masalah,

pelecehan hukum, dan sifat oportunis. Kesemuanya ini masih berlangsung, dan beberapa di antaranya bahkan semakin merajalela, di alam Indonesia yang katanya lebih reformis”

Membangun sebuah bangsa tidak cukup hanya dengan melakukan reformasi kelembagaan, tapi mesti disertai perubahan cepat (revolusi) berkaitan dengan mentalitas para pelaku reformasi. Memang, revolusi secara fisik pada umumnya sering menimbulkan gejolak serta pertumpahan darah. Tetapi revolusi yang dimaksud Jokowi bukanlah revolusi fisik yang banyak mengorbankan jiwa manusia, tetapi revolusi yang berkaitan dengan

Page 9: Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 Kata dari Redaksi Surat Gembala: Revolusi Mental Suara Pembaca: Siaran Sekata dan Senada di RPK 96.3 FM Fokus II: Revolusi Mental Obrolan Si Encim

Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 17

paradigma/mindset/cara pandang, revolusi yang tanpa penumpahan darah orang lain apalagi penumpahan darah orang yang tidak berdosa.

Reformasi kelembagaan dimulai dengan mengubah sistem tetapi Revolusi Mental dimulai dengan memberi keteladanan. Mulai dari diri sendiri, mulai dari keluarga. Sehingga semakin tinggi kedudukan seseorang semakin besar pengaruhnya, bagaikan bola salju yang menggelinding.

Jokowi mengakui bahwa ia bukan ahli dalam ilmu pembangunan tapi ia sadar betul ketika ia menggelorakan konsep ini ia sudah memulainya dengan melakukan perubahan mentalitas dirinya. Berangkat dari pengalamannya sebagai seorang walikota Surakarta dan gubernur DKI Jakarta, ia memberi contoh bagaimana ia mempraktekkan revolusi mental seorang pejabat

dimulai dari dirinya sendiri sebagai seorang yang

sedang menjabat. Ketika banyak

orang men-

duduki jabatan, mereka lupa diri dan memanfaatkan jabatan untuk mencari keuntungan bagi dirinya dan kelompoknya, tetapi Jokowi memberi contoh yang sebaliknya, dengan menjalani gaya hidup yang sederhana. Ketika para pejabat hanya duduk ongkang-ongkang kaki dan mengandalkan para pembantunya yang memberikan laporan ABS (Asal Bapak Senang), Jokowi menyingsingkan lengan baju, keluar masuk kampung, pasar, tempat-tempat yang ter- pinggirkan dan mendengar langsung keluh kesah warganya.

Ketika banyak pejabat membangun perekonomian daerahnya dengan cara pintas: mengundang investor dan mendirikan mall, sehingga sebuah daerah kelihatan mengalami kemajuan padahal belum tentu rakyatnya sejahtera, Jokowi justru mengambil jalan sulit yang penuh tantangan. Ia menghambat penumpukan kekayaan para pemodal dan kaum kapitalis. Sebaliknya, ia justru berupaya memberdayakan ekonomi rakyat yang selama ini dipandang sebelah mata, melalui perbaikan pasar-pasar tradisional, relokasi pedagang kakilima,

serta pengembangan sentra-sentra industri kerakyatan. Kita

tidak bisa membangun sebuah bangunan

yang kuat

dengan c a r a

p i n t a s . B a n g u n a n

yang kuat harus didirikan

di atas bukit batu. Jokowi me-

lalui karya dan karsanya sedang

mengubah mentalitas jalan pintas dengan

mentalitas kerja keras melalui contoh nyata.

Jokowi berujar, “Sejumlah teman yang sepaham juga

sudah memulai gerakan ini di daerahnya masing-masing. Insya

Allah, usaha ini dapat berkembang semakin meluas sehingga nanti

benar-benar menjadi sebuah gerakan nasional seperti yang diamanatkan oleh Bung Karno, memang revolusi belum selesai. Revolusi Mental Indonesia baru saja dimulai.”

Gagasan Revolusi Mental bukanlah sesuatu yang baru. Bukankah Alkitab menceritakan seorang anak Tuhan yang bernama Nehemia? Yang menduduki jabatan sebagai seorang bupati namun ia tidak berlaku seperti bupati-bupati sebelumnya. Coba perhatikan Kitab Nehemia pasal 5, tentang bagaimana Nehemia mendengar keluhan-keluhan orang-orang Yahudi yang mengalami proses pemiskinan dan penindasan oleh pihak-pihak yang lebih kuat. Dan bagaimana Nehemia

menolak mengambil pembagian apa yang menjadi hak seorang bupati. Saat itu, Nehemia sedang melakukan revolusi mental terhadap mentalitas para pejabat, dimulai dengan revolusi mentalitas dirinya secara radikal.

Menggagas Revolusi Mental bukanlah pekerjaan mudah, sebab akan banyak lawan politik yang kehilangan kenyamanannya akan berupaya menghambat. Bukan saja sekadar menjegal program-program yang dicanangkan tapi mereka juga bisa saja menghalalkan segala cara termasuk membinasakan tokoh sentral dalam Revolusi Mental. Nehemia dalam pasal 6 dikisahkan mengalami ancaman pembunuhan dari para pejabat sebelumnya: Sanbalat, Tobia, dan Gesyem.

Namun tokoh-tokoh revolusioner tidak akan takut kehilangan nyawanya, sebab sebelum orang-orang bersepakat membunuh dan membinasakan, tokoh-tokoh revolusioner sudah bertekad memberikan seluruh hidupnya untuk sebuah perubahan yang dicita-citakannya. Bahasa Alkitab dalam Perjanjnian Lama berkaitan dengan Revolusi Mental adalah pertobatan. Pertobatan setiap pribadi yang dilakukan oleh segenap umat menjadi pertobatan sebuah bangsa yang berdampak pada perubahan total. Coba perhatikan betapa gigihnya orang Israel yang pulang dari pembuangan membangun tembok Yerusalem. Betapapun membangun tembok

Page 10: Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 Kata dari Redaksi Surat Gembala: Revolusi Mental Suara Pembaca: Siaran Sekata dan Senada di RPK 96.3 FM Fokus II: Revolusi Mental Obrolan Si Encim

Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/201418 19

bukan pekerjaan yang mudah. Mereka melakukannya tanpa campur tangan penduduk sekitar yang menyembah berhala.

Dalam Perjanjian Baru dikenal istilah pembaharuan budi, yang digunakan oleh Rasul Paulus ketika memberi nasihat kepada jemaat kota Roma yang senantiasa berseteru antara kelompok orang Kristen yang berbudaya Yahudi dan orang Kristen yang berbudaya Yunani. Tanpa pembaharuan budi dan pembaharuan hidup yang berasal dari dalam diri maka kekristenan tidak akan memberi arti apa-apa bagi masyarakat Roma. Oleh karena itu Paulus mengajak setiap orang Kristen di sana untuk mulai memeriksa diri sendiri, bukan memeriksa dan menilai diri orang lain. Tanpa itu maka orang-orang Kristen kehilangan kesempatan untuk menjadi saksi di tengah-tengah dunia ini.

Dalam melakukan pembangunan bangsa, Jokowi banyak belajar dari Soekarno, soko guru bangsa Indonesia yang pernah menggelorakan konsep Trisakti dalam pidatonya pada tahun

1963. Dalam pidatonya itu Soekarno

menyebutkan tiga pilar penting yang harus menyangga pembangunan bangsa: Indonesia yang berdaulat secara politik, Indonesia yang mandiri secara ekonomi, dan Indonesia yang berkpribadian secara sosial budaya. Oleh karena itu, diharapkan Revolusi Mental yang digelorakan Jokowi akan menyentuh tiga pilar yang dicanangkan pendahulunya itu.

Agar kita menjadi bangsa yang berdaulat secara politik maka kita mau tidak mau harus mandiri dari segi ekonomi. Dan bagaimana kita bisa mandiri dari segi ekonomi hal itu banyak ditentukan oleh karakter budaya bangsa kita: bukan bangsa yang malas, bukan bangsa pengemis, bukan bangsa yang selalu mencari jalan pintas dan mengabaikan sebuah proses, bukan bangsa pencuri milik orang lain. Konsep Trisakti yang banyak mengilhami Jokowi harus diawali dengan pertobatan nasional, perubahan cepat mentalitas seluruh anak bangsa. Sebagaimana dilakukan oleh Nehemia yang mengajak seluruh umat untuk menyadari betapa kelamnya apa yang sudah dilakukan oleh mereka dan nenek moyang mereka.

Jalan yang ditempuh Jokowi bukanlah jalan yang mudah, sebab belum tentu orang-orang yang ada dalam lingkaran kekuasaan mempunyai mentalitas yang sama. Seandainya orang-orang yang ada di lingkar kekuasaan memiliki mentalitas yang sama belum tentu seluruh pelaku politik mempunyai mentalitas yang sama. Tarik menarik mentalitas lama dengan mentalitas baru Nampak dalam dinamika politik di parlemen, dan juga nampak dalam dinamika politik penyusunan kabinet. Bahkan jangan-jangan belum tentu juga seluruh pelaku sosial, ekonomi, dan politik bangsa kita siap dengan gagasan radikal yang diproklamirkan.

Revolusi mental memerlukan sebuah prakondisi. Revolusi mental tidak mungkin mencapai hasil yang optimal ketika masyarakat masih dikuasai gaya hidup yang hedonistik, berlomba mencari kekuasaan, bukan untuk mengabdi tapi untuk mengambil

untung sebanyak-banyaknya bagi kepentingan pribadi atau sekelompok orang. Tanpa prakondisi revolusi mental bagaikan setetes air di padang gurun kehidupan.

Oleh karena itu bagaimana kita semua merespon, agar revolusi mental bukan hanya sebuah slogan, bukan juga hanya sebuah isu politik melainkan menjadi sebuah pergerakan, pembaharuan hidup. Tanpa dukungan masyarakat maka revolusi mental akan ditelan oleh ganasnya padang gurun kehidupan.

(Pdt. Suta Prawira)

Konsep Trisakti

yang banyak

mengilhami

Jokowi

harus diawali

dengan pertobatan

nasional,

Page 11: Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 Kata dari Redaksi Surat Gembala: Revolusi Mental Suara Pembaca: Siaran Sekata dan Senada di RPK 96.3 FM Fokus II: Revolusi Mental Obrolan Si Encim

20 21

OBROLAN SI ENCIM dAN AKu

Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014

Ngobrol dengan Si Encim selalu asyik, ada saja yang dibicarakan, tentang apa saja: apa yang

dialami, apa yang dilihat dan dirasakan, dst. Komentarnya yang lugu dengan kata-katanya yang sederhana kadang-kadang ‘mengena’ juga dan perlu disimak.

Siang itu ketika bertemu seusai Persekutuan Doa, beliau langsung menyapa:

SE : “Cu, kemarin mati lampu tidak?”

A : “Tidak, tuh. Emangnya rumah Encim mati lampu?”

SE : “Iya, lama lagi. Dari pagi sampai mau makan malam. Aduh, repotnya.... Semua makanan dikeluarkan dari lemari es, takut basi, buru-buru dimasak mumpung masih siang. Untung pk. 20.00 malam lampu menyala, padahal sudah nyalain lampu ajaib, lilin dan senter. Senangnya waktu lampu nyala. Terima kasih, terima kasih....”

Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014

A : “Terima kasih ke siapa, ‘Ncim?”

SE : “Ya, ndak tahu sama siapa. Pokoknya senang dan lega, dah. Barangkali sama yang berjasa nyalain, ya. Wong biasanya jarang sekali mati lampu.”

A : “Ncim, numpang tanya, ya. Kalau bangun pagi, ‘Ncim terima kasih tidak sama Tuhan? Waktu doa pagi hari, hati bersyukur tidak karena masih bisa bangun, masih bisa bernafas dan bisa memulai hari baru?”

SE : “Lupa tuh, Cu. Lha kan tiap pagi waktu bangun ya dengan sendirinya bisa bernafas, Cu. Tiap pagi doa Encim lain: minta berkat dan pimpinan Tuhan untuk anak-anak dalam melaksanakan pekerjaaannya, untuk cucu-cucu dalam sekolahnya, pokoknya semua disebut satu-satu minta Tuhan pimpin. Salah ya, Cu?”

A : “Salah sih tidak, ‘Ncim. Tapi seperti Encim menikmati nyalanya lampu tiap hari, demikian juga kita sering menikmati hari baru tanpa rasa syukur karena menganggap sudah dengan sendirinya harus begitu: bangun pagi, bernafas dan melakukan berbagai kegiatan. Baru kalau ‘lampu’-nya mati kita kelabakan.”

SE : “Maksudnya gimana, Cu? Kurang jelas.”

A : “Pernah tidak terpikir oleh Encim ada orang yang malamnya waktu tidur masih bercanda dengan cucunya, tahu-tahu besok paginya tidak bisa bangun lagi, sudah ‘ngorok’ dan koma?”

SE : “Astaga... Ngeri ya, Cu...”

A : “Ncim, hidup kita hari ini bukan ada dengan sendirinya, tapi diberikan oleh Tuhan. Kalau kita menyadari hal itu, kita akan berterima kasih pada Tuhan. Kita harus menghayati betapa berharganya hidup ini sebagai anugerah dari Tuhan. Karena itu tiap pagi awali dengan doa: ‘Terima kasih Tuhan untuk hari yang baru, kesehatan dan kekuatan baru yang Tuhan anugerahkan....’ Ada ayatnya ‘Ncim di Kitab Ratapan 3:22,23 begini bunyinya:

Tak berkesudahan kasih setia Tuhan, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi....

SE : “Encim paham sekarang. Tiap pagi doa Encim harusnya berterima kasih dulu pada Tuhan baru disambung yang lain ya, Cu? Bener juga sih, lampu nyala saja terima kasih – terima kasih tidak tahu

PEMELIHARAAN

SANG GEMBALA

AGUNG

Page 12: Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 Kata dari Redaksi Surat Gembala: Revolusi Mental Suara Pembaca: Siaran Sekata dan Senada di RPK 96.3 FM Fokus II: Revolusi Mental Obrolan Si Encim

22 23Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014

sama siapa, eh tiap pagi dapat hari baru kok tidak terima kasih sama yang memberi...”

A : “Hidup kita ini amat berharga ‘Ncim karena merupakan anugerah dari Tuhan. Kita perlu menjaga dan memeliharanya. Hidup kita harus berguna, Tuhan mempunyai maksud dengan hidup setiap kita. Apakah orang lain sudah dapat melihat Kristus dalam hidup kita? Sudahkah kita tiap hari berubah ke arah yang lebih baik atau kita tetap sama saja walaupun puluhan tahun sudah mengikut Tuhan Yesus?”

SE : “Cu, Encim ingat Ibu Flora pernah khotbah begitu, ya? Encim akan lebih hati-hati menjalani hidup ini supaya tidak mempermalukan Tuhan. Encim ingat juga kata-kata Ibu Flora: ‘Tuhan Yesus itu amat mengasihi kita bahkan rela mati disalib dan Dia memelihara dan menjaga kita seperti seorang gembala.’ Encim kadang-kadang lupa-lupa ingat, terusnya apa ya....?”

Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014

KO N S u LTA S I T E O L O G I

Saya adalah seorang remaja berusia 17 tahun. Saya seringkali kesulitan menjalankan apa yang firman Tuhan ajarkan melalui pendeta saya di gereja ataupun melalui saat teduh, khususnya mengenai hal penyangkalan diri.

Ketika berusaha melakukan penyangkalan diri teman-teman saya justru menuding bahwa saya munafik. Salah satu contoh, teman-teman saya selalu mengajak “keluar” di malam Minggu, tetapi ketika saya menolak, saya justru dicap munafik. Jujur, sesekali ada keinginan ikut dengan mereka tetapi saya juga khawatir esoknya saya absen (tidak hadir) kebaktian. Atau ketika ulangan di sekolah saya menolak tawaran contekan meskipun saat itu sebenarnya saya memang tidak mampu menjawab soal yang diberikan, sekali lagi saya dituding munafik.

Semakin lama, saya kok jadi semakin rasa bersalah. Apakah benar saya ini munafik? Bukankah Tuhan juga tidak suka orang munafik? Mohon penjelasan Pak Pendeta tentang kedua istilah tersebut, yaitu penyangkalan diri dan munafik. Semoga penjelasan Bapak menyelesaikan kebingungan saya. Terima kasih.

GB,

Jakarta

A : “Bagus, ‘Ncim. Hebat Encim masih ingat dan jangan lupa: Gembala yang baik itu memusatkan hidupnya untuk menjaga keselamatan kawanan dombanya. Kalau domba-domba sudah masuk kandang semua, maka Sang Gembala akan membaringkan diri-Nya di pintu kandang itu pada malam hari, sehingga tidak ada domba atau siapapun yang bisa keluar atau masuk tanpa melewati tubuh Sang Gembala. Itulah pemeliharaan Sang Gembala Agung bagi kita, ‘Ncim. Bukan main ya ‘Ncim, Dia begitu mengasihi kita....”

SE : “Berarti kita melewati hari-bulan-tahun selalu dalam asuhan Sang Gembala ya, Cu?”

A : “Betul sekali, ‘Ncim. Pemeliharaan Tuhan begitu sempurna, sungguh luar biasa indah, bukan?”

Tuhan akan menjaga keluar masukmu,

dari sekarang sampai selama-lamanya ....

(Maz. 121:8)

Page 13: Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 Kata dari Redaksi Surat Gembala: Revolusi Mental Suara Pembaca: Siaran Sekata dan Senada di RPK 96.3 FM Fokus II: Revolusi Mental Obrolan Si Encim

24

GB ytk.,

Kalau membaca latar belakang pertanyaan GB, sepertinya teman-teman GB tidak dapat membedakan antara munafik dengan penyangkalan diri. Munafik adalah hidup penuh dengan kepura-puraan. Berpura-pura saleh dan taat terhadap perintah Tuhan padahal sesungguhnya ia tidak takut kepada Tuhan. Oleh karena itu orang-orang munafik akan menampakkan kesalehannya di depan banyak orang, namun ketika tidak ada orang yang melihatnya ia bisa berperilaku sebaliknya.

Orang-orang munafik menggunakan pemberlakuan hukum agama untuk menyembunyikan kerapuhan dirinya di hadapan banyak orang. Di dalam kitab suci, orang Farisi dan para ahli Taurat kerap disebut Yesus sebagai orang munafik. Mereka mematuhi seluruh perintah agama: menghormati hari sabat, berhenti dari perjalananan ketika tiba pada jam berdoa, dan mereka akan berdoa di mana saja kalau tiba saatnya berdoa. Mereka berdoa di pasar, di pintu gerbang bahkan di persimpangan jalan. Apakah mereka menghayati doa sebagai hubungan yang intim dengan Tuhan? Jawabnya belum tentu! Mereka menghafal doa dan melakukan pada waktunya tanpa penghayatan dan

Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 25

pemaknaan doa sebagai sebuah relasi antara Sang Khalik dan sang mahluk.

Orang munafik menggunakan pemberlakuan hukum agama untuk menghindari tanggung-jawab yang lebih besar. Yesus menegur kepala rumah ibadat yang tidak berbuat sesuatu yang berarti kepada seorang yang dirasuk roh. Padahal selama 18 tahun orang itu datang dengan terbungkuk-bungkuk ke rumah ibadat tetapi kepala rumah ibadat tidak berbuat sesuatu oleh karena alasan hari Sabat. Pada suatu kali Yesus mengajar dalam salah satu rumah ibadat pada hari Sabat. Di situ ada seorang perempuan yang telah delapan belas tahun dirasuk roh sehingga ia sakit sampai bungkuk punggungnya dan tidak dapat berdiri tegak lagi. Ketika Yesus melihat perempuan itu, Ia memanggil dia dan berkata kepadanya, “Hai ibu, penyakitmu telah sembuh.” Lalu Ia meletakkan

tangan-Nya atas perempuan itu, dan seketika itu juga tegaklah perempuan itu, dan memuliakan Allah. Tetapi kepala rumah ibadat gusar karena Yesus menyembuhkan orang pada hari Sabat lalu ia berkata kepada orang banyak, “Ada enam hari untuk bekerja. Karena itu datanglah pada salah satu hari itu untuk disembuhkan dan jangan pada hari Sabat.” Tetapi Tuhan berkata kepadanya, “Hai orang-orang munafik, bukankah setiap orang di antaramu melepaskan lembunya atau keledainya pada hari Sabat dari kandangnya dan membawanya ke tempat minuman? Perempuan ini keturunan Abraham dan sudah delapan belas tahun diikat oleh Iblis; bukankah ia harus dilepaskan dari ikatannya itu?” Waktu ia berkata demikian, semua lawan-Nya merasa malu dan semua orang banyak bersukacita karena segala perbuatan mulia yang telah dilakukan-Nya (Luk 13:10-17).

Sementara itu, penyangkalan diri dilakukan bukan dalam rangka

menghindarkan diri dari tanggungjawab, justru penyangkalan diri dilakukan oleh karena kita sadar terhadap tanggung-jawab yang lebih besar. Yesus sadar ada tanggungjawab yang lebih besar

ketika menyembuhkan seorang perempuan

yang sudah 18 tahun sakit dirasuk roh jahat yang

menyebabkannya menjadi bungkuk. Yesus rela dianggap

sebagai orang yang tidak taat terhadap hukum agama demi panggilan agamawi yang lebih mendasar.

Dan penyangkalan diri dilakukan bukan dalam rangka menyembunyikan dosa tetapi untuk mematikan dosa agar dosa hilang kuasanya dalam kehidupan kita. Yesus memilih menjadi orang yang tidak populer ketika ia membiarkan orang banyak menyiksa dan menyalibkan-Nya. Justru di dalam ketaatan kepada kehendak Bapa dan penyangkalan diri akan pelbagai keinginan untuk menghindari cawan pahit, Ia mengerjakan kemenangan yang ajaib yang menaklukan dosa serta kuasanya bagi setiap manusia yang percaya kepada-Nya.

Di dalam iman kepada Kristus maka kuasa dosa sudah dipatahkan. Hidup di dalam Kristus berarti hidup menghasilkan pertumbuhan dan buah-buah bagi kemuliaan Tuhan. Jadi manakala ada dorongan-dorongan yang tidak baik di dalam diri kita, maka sebagai orang yang bertumbuh dan berbuah bagi Kristus, kita akan berupaya untuk mematikan dorongan-dorongan yang menyesatkan, baik dengan iman maupun dengan akal sehat.

(Pdt. Suta Prawira)

Di dalam iman kepada Kristus

maka kuasa dosa sudah dipatahkan.

Page 14: Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 Kata dari Redaksi Surat Gembala: Revolusi Mental Suara Pembaca: Siaran Sekata dan Senada di RPK 96.3 FM Fokus II: Revolusi Mental Obrolan Si Encim

Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/201426 27

KONSuLTASI KELuARGA

Tahun ini saya dan suami memasuki tahun pernikahan kami yang ke-18. Sejauh ini saya

menilai kehidupan keluarga kami cukup baik. Saya dan suami saling memahami, melengkapi, dan mengasihi. Meskipun sesekali berselisih pendapat, tetapi kami tetap rukun. Secara materi kami juga tidak merasa kekurangan. Walaupun tidak berkelimpahan, kami merasa dapat hidup layak dan berkecukupan.

Namun yang menjadi ganjalan bagi kami adalah bahwa sampai saat ini kami belum dikaruniai momongan. Berbagai usaha telah kami lakukan untuk mendapatkan momongan namun sampai saat ini belum berhasil. Memang di kemudian hari kami mengetahui bahwa faktor penyebabnya ada di pihak suami yaitu buruknya kualitas sperma yang dimilikinya, sehingga tidak mampu membuahi sel telur. Saya sendiri tidak

pernah mempermasalahkan kenyataan tersebut. Dan pada kenyataannya hasrat kami berusaha mendapatkan momongan tidak pernah padam hanya karena kenyataan tersebut.

Di waktu lampau seorang teman pernah menganjurkan untuk mendapatkan momongan, kami bisa mencoba dengan cara bayi tabung, atau meminjam rahim sesorang. Banyaknya kontroversi mengenai kedua hal tersebut menyebabkan saya mengabaikannya. Baru saat-saat ini ketika kami merasa semakin “terdesak” oleh waktu, saya dan suami mencoba untuk mempertimbangkannya. Apakah Bapak bisa membantu kami memberikan pandangan tentang kedua hal tersebut sebelum kami mengambil keputusan? Terima kasih.

Shierly Wong,

Jatinegara 13320

Jawab:

Shierly Wong yang merindukan momongan!

Tetap menunggu dan merindukan momongan selama 18 tahun hidup pernikahan sungguh membutuhkan kesabaran yang luar biasa. Mestinya selama waktu itu, Anda dan suami telah berupaya sedemikian rupa untuk mendapatkannya. Itulah sebabnya Anda dan suami pun telah sampai pada pengetahuan, bahwa faktor penyebabnya adalah buruknya kualitas sperma suami. Sayang, selama itu Anda dan suami telah mengabaikan, dan tidak mempertimbangkan dengan serius salah satu cara untuk dapatkan momongan, yaitu dengan cara bayi tabung.

Apa sih sesungguhnya “bayi tabung” itu? Secara sederhana, “bayi tabung” adalah proses pembuahan sel telur istri dan sperma suami di luar tubuh istri. Dalam istilah lazim kedokteran disebut in vitro vertilization (in vitro, bahasa Latin, artinya “dalam tabung atau cawan”; vertilization, bahasa Inggris, artinya “pembuahan”). Dalam prosesnya, sel telur matang itu diambil dari indung telur istri. Sel telur matang itu lalu dibuahi dengan sperma suami di dalam medium cairan di sebuah tabung atau cawan (petri). Setelah berhasil dibuahi, dan jadi embrio kecil, embrio itu dimasukkan ke rahim istri. Selanjutnya, diharapkan, ia berkembang menjadi seorang bayi dalam rahim ibunya.

Dengan cara bayi tabung, justru halangan karena buruknya kualitas sperma suami dapat diatasi. Sebab, dari puluhan sampai ratusan ribu sperma suami yang diambil atau diperoleh, dokter dapat menyeleksi dan memakai satu sperma saja yang terbaik untuk membuahi satu sel telur matang isteri. Jika berhasil, pembuahan itu akan hasilkan satu embrio kecil yang lalu ditaruh di rahim isteri dan yang kemudian dapat berkembang menjadi seorang bayi.

Proses bayi tabung kelihatannya sederhana, tapi kenyataannya tidak

MoMongan dari Bayi Tabung

atau Pinjam Rahim?

Page 15: Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 Kata dari Redaksi Surat Gembala: Revolusi Mental Suara Pembaca: Siaran Sekata dan Senada di RPK 96.3 FM Fokus II: Revolusi Mental Obrolan Si Encim

Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/201428 29

demikian. Biasanya ia bukan hanya perlu waktu yang cukup lama, dan – karena itu – perlu biaya yang tidak sedikit, jika bukan menguras kantong. Tetapi ia juga akhirnya bisa gagal. Ia tidak selalu berhasil 100%!

Proses bayi tabung itu bisa makan waktu yang cukup lama, karena sebelum menjalani program bayi tabung, Anda dan suami harus menjalani konseling psikologik, pemeriksaan fisik atau ginekologik, pemeriksaan ultrasonografi dan hormon, analisa sperma, dan evaluasi gaya hidup (merokok, minum minuman beralkohol, dan lain sebagainya). Setelah Anda dinyatakan layak untuk mengikuti program ini, barulah proses bayi tabung dapat dimulai.

Proses bayi tabung pun bisa akhirnya gagal dan tidak selalu berhasil, sebab sejauh diketahui tingkat kegagalannya masih cukup tinggi, yaitu sekitar 60-70%. Kegagalan ini terutama terkait dengan usia istri. Semakin meninggi usia istri, kemungkinan untuk hamil – meskipun dengan proses bayi tabung – akan semakin kecil. Contoh dari tingkat

keberhasilannya?

Jika istri berusia di bawah 30 tahun, sekitar 44,5%

Jika istri berusia 30-38 tahun, sekitar 28-30%

Jika istri beruasia 38-42 tahun, sekitar 10-11%

Di atas usia 42 tahun, kemungkinan hamil nyaris 0%

Di samping faktor usia, secara umum, kegagalan proses bayi tabung bisa juga terjadi, karena embrio tidak menempel pada dinding rahim, atau tidak terjadi implantasi. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor embrio (cacat kromosom), faktor rahim dan faktor lain yang tidak diketahui penyebabnya.

Apakah ada masalah etis Kristiani bagi Anda jika memilih cara bayi tabung untuk dapatkan momongan? Sejauh sel telur dari istri dan benih sperma dari suami, tidak ada masalah! Sebab, bayi tabung hanyalah salah satu cara yang ditemukan oleh para

insan di dunia medik untuk menolong sesamanya (dalam hal ini suami-istri) yang karena satu dan lain hal kesulitan untuk memenuhi panggilan Tuhan untuk beroleh anak dalam pernikahan (Kej. 1:28).

Masalah etis Kristiani baru muncul, ketika sperma suami, atau kandungan (atau kesehatan) istri bermasalah, sehingga jika tetap ingin mendapatkan momongan sendiri, hal itu hanya mungkin dengan cara bayi tabung yang benih spermanya dari lelaki lain. Atau, hal itu hanya mungkin lewat meminjam rahim wanita lain.

Sebab, iman Kristiani meyakini, bahwa Tuhan menghendaki anak itu terlahir sebagai “buah cinta dari suami istri”, bukan dari sekedar rekayasa medik yang (bisa saja) menghalalkan segala cara. Karena itu, memakai benih sperma dari lelaki bukan suami untuk pembuahan sel telur istri, dan peminjaman rahim dari perempuan yang bukan istri untuk “dititipkan” satu embrio manusia, supaya ia dapat berkembang menjadi seorang bayi, harus secara tegas ditolak, dan tidak bisa diterima.

Apa lagi jika memikirkan akibat-akibat negatif secara psikologis yang selalu bisa terjadi di kemudian hari, seperti ikatan batin istri dengan lelaki bukan suami yang spermanya dipakai untuk dapatkan momongan, atau ikatan batin suami dengan perempuan bukan istri yang rahimnya dipakai untuk dapatkan

momongan, atau relasi suami yang buruk dengan anak yang terlahir dari sperma lelaki lain, karena suami selalu melihat anak itu sebagai simbol kekurangan dirinya sebagai seorang lelaki, dan lain sebagainya.

Karena itu, Shierly, Anda dan suami dapat memanfaatkan sebaik-baiknya cara bayi tabung untuk mendapatkan momongan. Itu baik-baik saja dan tidak ada yang salah. Tapi, jika karena satu dan lain hal (termasuk faktor usia), cara itu tetap tidak memungkinkan, janganlah kalian halalkan segala cara! Jangan dapatkan momongan dengan memakai sperma lelaki lain!. Jangan juga meminjam rahim perempuan lain! Lebih baik, pertimbangkanlah untuk dapatkan momongan dengan cara “mengangkat anak”. Sangat mungkin Tuhan menghendaki kalian untuk” menyelamatkan” salah seorang dari begitu banyak bayi yang lahir di tengah dunia ini, tetapi yang – karena macam-macam alasan – telah disia-siakan oleh orangtuanya. Sebab, menurut saya, mempunyai anak sendiri itu manusiawi, sedangkan mempunyai anak angkat itu mulia.

Yang ikut mendoakan Anda dan suami

akhirnya dapat momongan,

Pdt. Royandi Tanudjaya

Page 16: Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 Kata dari Redaksi Surat Gembala: Revolusi Mental Suara Pembaca: Siaran Sekata dan Senada di RPK 96.3 FM Fokus II: Revolusi Mental Obrolan Si Encim

Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/201430 31

hipnoterapihipnoterapihipnoterapi

KONSuLTASI KESEHATAN

Pengasuh Rubrik Kesehatan ytk.,

Baru-baru ini saya mendengar tentang istilah hipnoterapi. Apakah yang dimaksud dengan

hipnoterapi? Penyakit apa sajakah yang memerlukan pengobatan hipnoterapi? Mohon penjelasan dari dokter. Terima kasih.

Renny,

Bekasi 12150

Jawaban:

Ibu Renny, terima kasih atas pertanyaannya. Hipnoterapi adalah bagian dari ilmu psikologi, namun demikian semoga penjelasan saya dapat menambah pengertian yang Ibu harapkan.

Hipnoterapi adalah istilah yang terdiri dari 2 kata yaitu hypnosis dan terapi. Terapi berarti pengobatan, sedangkan hypnosis adalah bagian ilmu dari psikologi yang mempelajari gelombang otak. Dalam hipnoterapi, seseorang dibimbing masuk dalam kondisi bawah sadar, masuk dalam gelombang otak tertentu, dimana orang menjadi sangat reseptif (dapat menerima, Red.), sehingga dapat menerima sugesti (pendapat, anjuran atau saran, Red.)

yang diberikan. Jadi hipnoterapi adalah pengobatan yang menggunakan sugesti positif, sehingga dapat membantu orang mengatasi penyakitnya.

Hipnosis berguna dalam mengatasi beragam kasus yang berkenaan dengan kecemasan, ketegangan, depresi, phobia dan dapat membantu untuk menghilangkan kebiasaan buruk seperti ketergantungan pada rokok, alkohol dan obat-obatan. Dengan memberi sugesti, seorang terapis dapat membangun berbagai kondisi emosional positif, antara lain berkenaan dengan menjadi seorang bukan perokok, dan penolakan

terhadap rasa ataupun aroma rokok. Bila yang menjalani terapi, tidak bisa dibimbing untuk masuk ke keadaan gelombang otak yang diharapkan, maka sulit mencapai keberhasilan terapi.

Meskipun hipnosis telah menjadi kontroversi, kebanyakan dokter sekarang setuju hal itu bisa menjadi teknik terapi yang efektif untuk berbagai kondisi, termasuk nyeri, kecemasan dan gangguan suasana hati.

Demikian penjelasan yang bisa saya berikan. Tuhan memberkati. Salam.

(MW)

hipnoterapi

Page 17: Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 Kata dari Redaksi Surat Gembala: Revolusi Mental Suara Pembaca: Siaran Sekata dan Senada di RPK 96.3 FM Fokus II: Revolusi Mental Obrolan Si Encim

32 3332 Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014

KO N S u LTA S I B I S N I S

Saat ini saya sedang menjalankan usaha kecil-kecilan, menjual perlengkapan ATK (Alat Tulis

Kantor) di rumah yang sekaligus juga menjadi toko. Terkait dengan usaha yang saya jalankan tersebut, menjelang bulan Desember nanti saya diajak untuk terlibat di dalam sebuah kepanitiaan, yaitu sebagai sie pubdok (publikasi dan dokumentasi) di salah satu acara yang diadakan oleh salah satu komisi di GKI. Tugas saya antara lain mempersiapkan brosur, poster, dan spanduk untuk mempublikasi acara yang akan digelar dan mengambil foto-foto kegiatan yang nantinya akan dijadikan dokumentasi serta laporan evaluasi panitia.

Dalam melaksanakan tugas tersebut saya dan tim sudah diberi anggaran untuk membeli berbagai perlengkapan yang dibutuhkan. Dan hampir sebagian besar perlengkapan yang dibutuhkan itu tersedia di toko saya. Yang menjadi pertanyaan bagi saya adalah bolehkah saya mengambil laba dari menjual barang-barang untuk keperluan pelayanan kepanitiaan tersebut? Maksud saya, ketimbang saya membeli kebutuhan panitia di toko buku tertentu yang menjual dengan harga lebih mahal, bukankah lebih baik membeli saja di toko saya dengan harga yang lebih murah. Namun demikian ada kekhawatiran lain yang menghinggapi perasaan saya, yaitu apakah dengan

mengambil laba atas dagangan untuk kebutuhan pelayanan nantinya saya dianggap seolah-olah sedang “hitung-hitungan” dengan Tuhan? Mohon penjelasan Bapak pengasuh yang terkasih. Terima kasih.

Sandy

Cideng, Jakarta 10150

Jawab:

Dear Sandy yang dikasihi Kristus,Kasus yang sedang Anda hadapi memang tidak sederhana, walaupun

dari uraian tampak sederhana dan sangat jelas. Namun sebetulnya tidak. Dalam pengalaman saya memimpin berbagai organisasi, baik pelayanan di gereja maupun di dunia bisnis, kerap saya juga harus menghadapi situasi ‘conflict of interest’ (benturan kepentingan) seperti yang Anda hadapi.

Ada banyak pihak yang mendukung dan ‘mengijinkan’ Anda membeli dari toko Anda sendiri, namun tidak sedikit yang akan menentang persetujuan seperti itu.

Berikut adalah alasan dari kedua pihak:

YANG TIdAK SETuJu YANG SETuJu

1. Benturan kepentingan

2. Bagaimana mengontrolnya

3. Tidak etis

4. Tidak adil

5. Tidak memberi contoh yang baik

6. Kemugkinan terjadi penyalahgunaan wewenang

7. Pihak yang dirugikan akan klaim

8. Tidak mau ikut tender lagi (sebagai pembanding)

9. Mencari nafkah kok di gereja

1. Harga dapat lebih murah

2. Membantu kalangan sendiri (saudara seiman)

3. Kualitas barang (pekerjaan) dapat lebih terjamin

4. Kalau ada salah order, lebih mudah diskusinya

5. Kecil kemungkinan untuk ditipu oleh pemasok

6. Kerja bisa lebih efisien dan efektif

7. Memajukan usaha (toko) saudara seiman

8. Memberi peluang anggota mengucap syukur

9. Siapapun berhak untuk menjadi pemasok

Page 18: Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 Kata dari Redaksi Surat Gembala: Revolusi Mental Suara Pembaca: Siaran Sekata dan Senada di RPK 96.3 FM Fokus II: Revolusi Mental Obrolan Si Encim

Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/201434 Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 35

Sesungguhnya alasan sekadar mendapat harga lebih murah dibanding dengan harga di toko lain amat mudah dipatahkan, karena apabila ada orang lain yang bisa mendapatkan pasokan barang dari distributor atau bahkan pabrikan, maka pasti harga akan menjadi lebih murah lagi.

Namun jika kita perhatikan kembali tabel di atas, memang untuk setiap pilihan ada kekurangan dan kelebihannya. Saya pribadi lebih cenderung untuk mengijinkan mela- kukan pembelian kebutuhan dari kalangan sendiri, asalkan hal-hal berikut ini kita laksanakan:

1. Untuk menghindari benturan kepentingan, maka keputusan membeli barang-barang keperluan, seharusnya bukan Anda yang memutuskan, tetapi harus atasan Anda di kepanitiaan.

2. Pengadaan barang seharusnya dilakukan secara terbuka, baik itu pesertanya, maupun panitia (tim) yang memutuskan. Sebaiknya dilakukan tender (atau lelang terbuka).

Efek negatif dari proses semacam itu adalah mungkin saja peserta tender yang kalah lain kali tidak mau ikut lelang lagi. Namun selama kita

melaksanakannya dengan jujur, hal itu akan bisa dimengerti oleh pihak manapun.

Jadi, apabila setelah proses tender (lelang) yang dilakukan secara adil dan terbuka akhirnya memutuskan dan menunjuk Anda sebagai pemasok

barang-barang, maka keputusan itu bisa dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, karena dalam proses lelang ini Anda tidak terlibat dalam memutuskan siapa pemenangnya dan Anda juga hanya sebagai salah satu peserta lelang (ada panitia lelang; bentuk panitia bisa kecil terdiri dari dua orang atau bisa

pula besar terdiri lebih dari 5 orang), maka kalau ada menang dan mendapat laba karenanya jangan pernah merasa bersalah untuk menikmati laba tersebut. Namun, juga berlaku sebaliknya, apabila ternyata harga penawaran yang Anda ajukan lebih tinggi dari peserta lain, maka Anda juga harus dengan besar hati menerima kenyataan tidak terpilih sebagai pemasok. Maka camkanlah prinsip ini: lakukanlah semuanya itu dengan hati yang tulus, maka hikmat dan berkat akan ditambahkan kepada Anda.

Medio Oktober 2014

Salam, Robert Robianto

L I P u TA N

Dalam rangka melengkapi pelayanan tim pelawatan GKI Gunsa, pada tanggal 13 September 2014, Kelker Pelawatan mengadakan sebuah kegiatan pembinaan yang mengulas perihal pelayanan pelawatan kepada anggota

jemaat yang sedang bergumul dengan sakit dan penyakit kronis sehingga seolah-olah setiap saat maut siap menjemputnya. Juga pelayanan kepada anggota jemaat yang dilanda duka karena dipisahkan dengan orang yang dikasihinya oleh kematian. Kedua topik tersebut masing-masing dibawakan oleh Pdt.Em.Flora Dharmawan dan Pdt.Em.Nur Wahyuni K.

Pembinaan Pelawatan

Pelawatan Pra dan Pasca

K e m a t i a n

Page 19: Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 Kata dari Redaksi Surat Gembala: Revolusi Mental Suara Pembaca: Siaran Sekata dan Senada di RPK 96.3 FM Fokus II: Revolusi Mental Obrolan Si Encim

Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/201436 37

Pra Kematian

Orang sehat biasanya tidak menyukai pembicaraan mengenai kematian, namun realitas kematian tetaplah harus dihadapi oleh setiap orang. Sebagai seorang pelawat, ketika kita mengunjungi orang yang sedang mengalami sakit parah, kita harus memahami bahwa waktu kematian seseorang ada di tangan Tuhan dan cara kematian seseorang adalah di luar kemampuan manusia untuk mengaturnya. Kematian bisa datang kapan saja dan di mana saja, entah saat sehat atau sakit, saat kaya maupun saat dalam keadaan tidak memiliki harta. Seorang pelawat juga harus memahami bahwa kematian bukanlah suatu ancaman, tapi merupakan proses kehidupan yang normal.

Kematian adalah peralihan dari perawatan kepada perhatian. Seseorang yang sedang menghadapi kematian amat membutuhkan kepedulian dan perhatian dari orang-orang di sekitarnya. Di saat dalam keadaan tidak berdaya dan putus asa ia membutuhkan perhatian dan kasih sayang.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan saat kita mengunjungi pasien atau orang yang sedang sakit parah, antara lain:

1. Hindari pertanyaan yang tidak perlu misalnya, “Apa kabar?” Ada dua jenis pertanyaan yang dapat kita ajukan yaitu pertanyaan

yang hanya memerlukan jawaban singkat seperti, “Sudah makan?” dan pertanyaan terbuka yang biasanya disertai dengan jawaban yang lebih panjang.

2. Jadilah pendengar yang baik; biarkan pasien mengungkapkan perasaannya.

3. Sayangi dan pahami perasaan pasien; biarkan pasien merasakan bahwa kita siap mendampinginya.

Dalam kunjungan pelawatan kepada orang yang sakit parah, kita dapat memanjatkan beberapa doa seperti: pengucapan syukur bahwa kita memiliki dan menemukan alamat untuk kita kunjungi, mengungkapkan dan mempercayakan ke dalam tangan Tuhan setiap hal-hal yang menyebabkan kekuatirannya, misalkan tentang anak-anak yang belum mandiri, masa depan keluarga yang ditinggalkan, dsb. Jika memungkinkan, bernyanyilah untuk menguatkan pasien.

Tahap-tahap seseorang dalam menghadapi kematian dan bagaimana kita perlu merespons:

1. Terkejut. Apapun yang terjadi tanpa bisa dikendalikan dapat membuat seseorang terkejut, termasuk pasien dan keluarga yang mendengar vonis dari dokter. Dalam tahap ini kita tidak perlu memberi banyak nasehat. Biarkan mereka merasa kita dukung (dalam

tenang dan diam). Tunjukan empati kita kepada pasien dengan bahasa tubuh.

2. Penolakan. Penyangkalan ter- hadap kebenaran mengenai sesuatu yang negatif atas diri. Pada tahap ini pasien cenderung akan menyalahkan dokter. Sebagai pelawat, kita harus sabar mendengarkan dan tak perlu membuktikan bahwa sikap seperti itu adalah salah.

3. Marah. Terkadang pasien melampiaskan kemarahan kepada orang-orang yang ada di dekatnya termasuk juga kepada Allah. Kepada mereka kita harus sabar dan memahami bahwa pasien tidak bermaksud untuk menyakiti kita.

4. Tawar menawar. Pada saat pasien tahu bahwa kematian akan tiba dan tidak dapat ditolak lagi, pasien cenderung berpikir andai saja ia lebih dekat kepada Tuhan maka mungkin Tuhan akan memberikan

mujizat kesembuhan baginya. Dalam tahap ini pelawat jangan mengadili atau menertawakan. Coba, tanyakan padanya, apa yang ingin ia sampaikan kepada keluarga yang ditinggalkan.

5. Depresi/tertekan. Dampingi dan dengarkan pasien yang merasa tertekan ini bilamana ia ingin berbicara sesuatu.

6. Tahap penerimaan. Pada pasien yang meninggal mendadak tahap ini tidak tercapai, tapi bagi pasien dalam tahap ini ia lebih mudah untuk menerima kenyataan, sudah tidak marah lagi tetapi tenang dan penuh harap.

Pasca Kematian

Pelawatan pasca kematian biasanya ditujukan lepada anggota jemaat yang berduka karena telah kehilangan/terpisahkan dari orang yang dikasihinya oleh sebab kematian. Perasaan-perasaan yang muncul pada diri orang yang sedang berduka antara

Keluarga yang ditinggalkan membutuhkan TEMAN BICARA yang bisa mengerti apa yang ingin diungkapkannya.

Page 20: Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 Kata dari Redaksi Surat Gembala: Revolusi Mental Suara Pembaca: Siaran Sekata dan Senada di RPK 96.3 FM Fokus II: Revolusi Mental Obrolan Si Encim

Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/201438 39

lain: rasa kehilangan, rasa bersalah, marah, merasa kesepian, dan merasa tersendiri.

Keluarga yang ditinggalkan itu membutuhkan teman bicara yang bisa mendengarkan dan mengerti apa yang ingin diungkapkannya. Duka karena kehilangan seseorang yang dikasihi bisa mengubah hati seseorang menjadi dingin dan sensitif. Dalam pendampingan kepada mereka, yang dibutuhkan adalah membantunya mencapai tahap penerimaan terhadap realitas kehilangan yang dihadapinya.

Ada beberapa sikap dalam mendampingi/melawat keluarga yang sedang berduka:

1. Hargai perasaan duka yang ada pada diri anggota jemaat yang berduka. Kegalauan dalam diri orang yang kehilangan akibat

kematian tidak dapat disangkal atau ditiadakan. Rasa sepi yang dirasakan oleh orang yang ditinggalkan tidak dapat diukur.

2. Kunjungan kembali. Dalam situasi-situasi tertentu pelawatan/kunjungan tidak cukup hanya dilakukan sekali.

3. Ajaklah (bukan menggurui) untuk merasakan kehadiran Tuhan dalam hidup ini.

4. Bantulah untuk menyadarkan dengan lembut dan bertahap bahwa kehilangan orang yang dikasihi tidak mungkin dihapus namun merupakan bagian dari hidup yang perlu disyukuri karena Tuhan telah menghadirkan orang yang dikasihinya itu di dalam hidupnya. (Ella)

L I P u TA N

Retreat ini diadakan pada tanggal 23-24 Agustus 2014 bertempat di Wisma Kinasih. Menurut

penulis acara retreat cukup padat dan temanya sungguh sesuatu yang baru yaitu, “The Beauty of Simplicity” atau “Sederhana Itu Indah”. Pesertanya cukup banyak, kurang lebih 140 orang. Kamar yang bersih, makanan yang cukup enak dan bis yang nyaman cukup membuat peserta puas. Ketua Panitia, Ibu Rusbudiwati Tanudjaya yang cukup ‘belia’ di antara para usia senja sungguh pilihan yang tepat dan membawa kesegaran tersendiri. Demikian juga dengan MC dan song leader yang berbeda untuk setiap sesi membuat suasana tidak membosankan

karena masing-masing punya gaya yang berbeda.

Acara dimulai dengan pengarahan singkat oleh Bapak Tulus Gunawan yang mengajak kita semua untuk belajar berpikir sederhana, mengacu pada ucapan Leonardo da Vinci bahwa “Kesederhanaan merupakan kecanggihan yang tidak tertandingi.” Menarik apa yang disampaikan oleh pembicara utama, Dra. Hanna I. Adisurya, Psi bahwa: “Sederhana adalah segala sesuatu yang bisa kita lakukan dengan apa yang kita miliki pada saat ini, tidak membutuhkan biaya mahal, tetapi akan sangat bernilai bila dilakukan dengan ketulusan.”

Retret Komisi usia Senja GKI Gunsa

Sederhana Itu Indah

Bina Pelawatan yang diadakan oleh Kelker Pelawatan pada tanggal 13 September 2014 dalam rangka melengkapi pelayanan Tim Pelawatan GKI Gunsa

Page 21: Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 Kata dari Redaksi Surat Gembala: Revolusi Mental Suara Pembaca: Siaran Sekata dan Senada di RPK 96.3 FM Fokus II: Revolusi Mental Obrolan Si Encim

Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 41

Beliau mengajak peserta mengingat hal-hal sederhana apa yang pernah dialami atau dilakukan oleh orang lain bagi kita (bukan sesuatu yang mahal atau canggih) tetapi masih tetap kita ingat dan memberi kenangan indah. Terbayang oleh penulis kartu-kartu ulang tahun hasil karya cucu: selembar kertas folio penuh dengan gambar hati, kupu-kupu tetapi yang paling utama gambar dua orang bergandengan tangan, yang seorang kecil, yang seorang besar dengan tulisan “me and oma”. Sekitarnya penuh dengan tulisan “Happy birthday, Oma. God bless you. Love, love, love, kiss, kiss, kiss.” Kartu ulang tahun dengan tulisan dan gambar yang naik turun ini bagiku jauh lebih indah daripada kartu ultah yang termahal sekalipun, karena aku tahu Grace, cucuku, membuatnya dengan penuh cinta dan ketulusan.

Betapa banyak hal-hal kecil dan sederhana yang sering kita abaikan dan tidak/kurang dihargai karena kita lebih melihat ke hal-hal besar yang dapat memuaskan keinginan kita dan bukan kebutuhan kita. Mengapa kita sering sulit untuk berpikir sederhana? Menurut pembicara penyebabnya antara lain adalah rasa kuatir, pikiran

yang campur aduk, tidak jujur pada diri sendiri, tidak membuat batasan dan prioritas, pengalaman buruk masa lalu dan sulit melupakan yang sudah berlalu. Sebenarnya berpikir sederhana dapat dilatih antara lain dengan:

- Menyediakan waktu hening setiap hari

- Memilah-milah hal-hal yang prioritas dan non prioritas

- Belajar berserah dan menerima kenyataan, merelakan apa yang sudah berlalu

- Berpikir dulu sebelum berbicara

- Mengambil hikmah dari setiap kegagalan

- Tingkatkan rasa humor

Masih banyak lagi yang dipaparkan, tetapi penulis ingin pembaca untuk menyimak apa yang dikemukakan oleh Pdt. Em. Bambang Sutopo sebagai pembicara berikutnya dengan topik: ‘Belajar dari Kesederhanaan Yesus”. Menurut beliau, hidup kita adalah wisata kehidupan dengan tujuan yang sama dengan misi Tuhan Yesus yaitu menjadi berkat bagi sesama.

Apakah pedoman hidup kita? Maz. 119:105:

‘Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku.’

Di luar Allah tidak ada kebenaran. Tuhan Yesus lahir, hidup dan mati dalam kesederhanaan. Demikian juga dengan perumpamaan-perumpamaan yang dikemukakan-Nya, semuanya sederhana, tidak ada yang rumit.

Dalam Filipi 2:5-8 Rasul Paulus meminta supaya kita dalam kehidupan bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat dalam Tuhan Yesus. Tuhan Yesus yang tidak menganggap kesetaraan dengan Allah sebagai milik-Nya yang harus dipertahankan melainkan rela mengosongkan diri-Nya, taat sampai mati di kayu salib. Hidup sederhana berkaitan erat dengan kerendahan hati karena orang yang percaya pada Tuhan Yesus harusnya juga mempunyai kerendahan hati.

Resep hidup sederhana yang diberikan Pak Bambang adalah sebagai berikut:

When difficult moment, seek God

When happy moment, praise God

When Painful moment, trust God

When quiet moment, worship God

Every moment, Thank God

Bea djuanda

God is greater than any problem you have

God’s mercies are fresh with each new day

Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/201440

Page 22: Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 Kata dari Redaksi Surat Gembala: Revolusi Mental Suara Pembaca: Siaran Sekata dan Senada di RPK 96.3 FM Fokus II: Revolusi Mental Obrolan Si Encim

Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 43Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/201442

Kita mungkin tidak menyadari, betapa banyaknya orang di sekeliling kita yang mempunyai

masalah. Mereka yang hidupnya ditolak, mereka yang hancur hatinya, mereka yang putus asa, hampa, kesepian, putus asa, diabaikan, penuh kekhawatiran bahkan mereka yang terisolasi. Dorothy Valćarcel, katalisator untuk Transformation Garden.com, lewat bukunya Yang Tersisih Dipulihkan, mengajak kita menjumpai 18 perempuan-perempuan dalam Perjanjian Baru, dengan berbagai masalah masing-masing. Dan bagaimana kehadiran Seseorang dalam hidup mereka memulihkan dan mengeluarkan mereka dari keterpurukan itu. Dalam bukunya tersebut, Dorothy juga melengkapinya dengan pertanyaan reflektif dan pendalaman nas Alkitab pada akhir tiap bab.

Dalam Perjanjian Baru, kita mengenal Maria, ibu Yesus. Maria adalah sosok gadis yang tidak sempurna. Ia menilai

Judul asli : When A Woman Meets JesusPengarang : Dorothy ValćarcelPenerbit : Yayasan Komunikasi Bina KasihTebal buku : 324 halamanTahun terbit : 2009

dirinya sebagai seorang perempuan yang rendah dan hina. Ia merasa bahwa dirinya bukanlah orang yang tepat untuk menjadi ibu Yesus. Ia belum cukup umur, ia tidak cukup kaya, ia tidak cerdas, atau tidak cukup terdidik. Ia merasa bahwa dirinya bukanlah seseorang yang sempurna untuk melahirkan dan membesarkan seorang Anak yang sempurna. Namun ia memberikan dirinya secara total untuk suatu tugas surgawi. “Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu” (Luk. 1:38). Kehidupan Maria menunjukkan bahwa pilihan surgawi justru berbeda dengan kesempurnaan di mata duniawi. Di tengah ketidaksempurnaan kita, Allah tetap menerima dan memilih kita untuk melakukan tugas-tugasnya. Yang Ia minta adalah agar kita melakukan hal terbaik. Hal yang sama berlaku juga untuk kita.

Hana, adalah seorang janda tanpa anak dalam Perjanjian Baru. Sangat mungkin sekali ia berada dalam krisis finansial, setelah ditinggal mati suaminya.

Namun daripada bersembunyi di balik kesedihan dan meratapi nasibnya, ia mengambil jalan yang berbeda. Ia tidak memfokuskan dirinya pada apa yang tidak dimilikinya, melainkan membuka dirinya untuk menerima apa yang dijanjikan kepadanya. Menanti kedatangan Yesus di Bait Allah. Yesus datang ke dalam hidup Hana yang kosong sebagai Bayi yang tidak berdaya. Bagi Hana, itu adalah satu-satunya berkat yang ia doakan sepanjang hidupnya. Dan menjumpai Hana sebagai seorang bayi adalah cara Yesus untuk menjawab doa Hana. Jikalau kita mempunyai ruang kosong dalam hidup kita, buka mata kita lebar-lebar, ulurkan tangan kita, dan buka hati kita bagi Yesus, Ia akan memenuhi kekosongan hati kita dengan kelimpahan.

Ditolak, dibuang dan dihindari. Itulah yang dirasakan oleh perempuan Samaria. Namun perjumpaannya dengan Yesus membuatnya terkejut. Bukannya ditolak seperti yang biasa dialaminya saat berjumpa dengan orang lain, Orang asing yang ada di hadapannya justru merespons dengan tidak menjaga jarak. Ia mengulurkan tangan-Nya dan mengasihinya tanpa memedulikan masa lalunya. Perjumpaannya dengan Yesus menyadarkannya bahwa ada Seseorang yang benar-benar peduli kepadanya.

Perasaan khawatir seringkali menyelimuti kita saat kita tidak tahu apa yang akan terjadi dalam hidup kita selanjutnya. Begitu pula yang dirasakan oleh Ibu mertua Petrus

yang sakit parah. Ia kemudian mencari Seseorang yang dapat ia andalkan. Ia meminta keluarganya untuk menemui Yesus dan meminta Yesus datang untuk membantunya (Mark. 1:30-31). Apakah kita sedang menghadapi masalah yang mengganggu kehidupan kita seperti Ibu Mertua Petrus? Apakah gelombang pasang surut kekhawatiran menghantam dan melumpuhkan kita? Mari kita meneladani ibu mertua Petrus: pergi menemui Batu Karang itu. Ketika diterpa badai kehidupan ketika penyakit dan kematian membuat perasaannya terbalik, kehadiran Yesus membuat dia menjadi teguh dan kuat kembali.

Lalu ada perempuan Kanaan dalam Matius 15:22-28 yang anak perempuannya kerasukan setan. Perempuan ini berteriak-teriak minta tolong dan merasa terabaikan. Namun Yesus hadir mendengarkannya, menolongnya dan menyembuhkan anaknya. Yesus mendengar seruan anak-anaknya setiap saat.

Perempuan yang delapan belas tahun dirasuk roh sehingga sakit sampai bungkuk punggungnya dan tidak dapat tegak lagi (Lukas 13:11), dipanggil dengan sebutan yang menyakitkan “dirasuk setan”. Pernahkah kita dipanggil dengan sebutan yang melukai hati kita hingga kita tak bisa melupakan panggilan itu? Yesus menunjukkan empatinya terhadap perempuan yang dicap tersebut dengan memanggilnya: “Ibu” – panggilan yang menunjukkan rasa hormat.

C E L A H B u K u

Yang Tersisih DiPulihkan

Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 43

Page 23: Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 Kata dari Redaksi Surat Gembala: Revolusi Mental Suara Pembaca: Siaran Sekata dan Senada di RPK 96.3 FM Fokus II: Revolusi Mental Obrolan Si Encim

Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/201444 Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 45

Seorang anak laki-laki kecil menghampiri ayahnya dengan membawa sebuah pertanyaan:

“Apakah memungkinkan jika kita hidup benar seumur hidup kita?” Mendapatkan pertanyaan demikian maka sang ayah diam sejenak, menggeleng-gelengkan kepalanya dan berkata: “Tidak mungkin, karena kita bukanlah pribadi yang sempurna.”

Mendapatkan jawaban yang demikian, maka anak laki-laki itu kembali bertanya: “Jika tidak mungkin kita hidup benar seumur hidup kita, apakah kita mungkin hidup benar selama satu tahun?” “ Itupun tidak mungkin” sambung ayahnya.”Bagaimana kalau satu bulan – atau satu minggu?” “Itu juga tidak mungkin!” Anak laki-laki kecil itu tampak berpikir, dan kemudian dengan ragu-ragu dia kembali bertanya: “Apakah mungkin kita hidup benar selama sehari

penuh?” Mendengar pertanyaan yang demikian, sekarang giliran sang ayah yang berpikir. Perlahan-lahan dia kemudian berkata sambil mengangguk-anggukan kepalanya: “Jika hanya satu hari, rasanya mungkin kita bisa melakukannya!” Mendengar jawaban terakhir, sang anak laki-laki itu tampak gembira, dan dengan penuh antusias dia kemudian bertanya: “Bagaimana caranya?”

Sang ayah, lalu menatap wajah anaknya dan berkata: “Pertama-tama, marilah kita jangan berbuat kesalahan – dan jika itu berhasil kita lakukan maka langkah ke dua yang harus kita upayakan adalah berusaha untuk berbuat kebaikan”.

Ya, awalnya belajarlah untuk tidak berbuat kesalahan sepanjang hari. Jika kita mampu melampauinya segeralah disusul dengan melakukan

Berbuat Baik Dalam SehariOleh: Pdt. Imanuel Kristo

I N P S I R A S IAdapula perempuan (janda) yang putus asa dari kota Nain yang anaknya meninggal dunia (Lukas 7:11-13). Yesus memulihkan pengharapannya dengan membangkitakan kembali anaknya. Pengharapan membuat kita percaya bahwa kita akan menerima apa yang telah Tuhan janjikan kepada kita.

Marta, perempuan yang stress karena banyaknya aktivitas dan kesibukan, diundang oleh Yesus untuk beristirahat dan memfokuskan diri kepada hal yang lebih penting yaitu menghabiskan waktu bersama Yesus.

Seringkali dalam kehidupan kita, kita disalahmengerti oleh lingkungan kita. Maria, perempuan dari Betania (Yoh. 12:1-3) adalah perempuan yang disalahmengerti oleh lingkungannya karena tindakannya yang meminyaki kaki Yesus dengan minyak narwastu murni yang mahal harganya. Namun Yesus memahami tindakannya bahwa melalui kebersamaannya dengan Yesus, Maria mempunyai pemahaman untuk mengetahui apa yang bisa ia lakukan bagi Yesus sebelum kematian-Nya.

Salome, ibu Yohanes dan Yakobus (Mat. 20:20-22) adalah sosok perempuan ambisius yang ingin agar anak-anaknya duduk dalam kerajaan Yesus kelak. Yesus menyadarkan ambisinya yang

salah dan memberikan peta dengan petujuk jelas menuju kerajaan-Nya.

Janda miskin yang memberikan persembahan dua uang tembaga (Mark. 12:41-44) namun bagi Yesus persembahannya itu bernilai tak terkira karena persembahan itu didasarkan oleh sifat murah hati, memberi dari kekurangan. Bagi Yesus, nilai perempuan itu bukanlah dari persembahannya tetapi bagaimana perempuan itu telah memberikan segalanya – hidupnya bagi Yesus.

Maria adalah perempuan yang kesepian (Yoh. 20:15-16) karena kematian Yesus. Namun Yesus tak pernah melupakan Maria. Yesus sendiri datang secara pribadi kepada Maria untuk memastikan bahwa Ia tidak melupakan Maria.

Perempuan-perempuan dalam Per- janjian Baru itu bukanlah sekedar kisah belaka. Mereka adalah perempuan-perempuan nyata yang menjadi saksi dari Kristus yang hadir bagi pergumulan hidup mereka: tidak sempurna, tersisih, hancur hati, putus asa, disalah mengerti, terisolasi, merasa tidak berharga, stress, kesepian. Mereka adalah perempuan-perempuan yang dipulihkan oleh Yesus dan perjumpaan mereka dengan Kristus telah mengubahkan hidup mereka. (yla)

Page 24: Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 Kata dari Redaksi Surat Gembala: Revolusi Mental Suara Pembaca: Siaran Sekata dan Senada di RPK 96.3 FM Fokus II: Revolusi Mental Obrolan Si Encim

Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/201446

perbuatan baik. Apa sulitnya tidak berbuat kesalahan? Bukankah pada hakikatnya hal tentang benar dan salah itu selalu dapat diketahui. Ya. Namun masalahnya sekedar tahu saja tidaklah cukup menjamin bahwa apa yang kita tahu itu dapat kita berlakukan. Dalam praktek hidup kita sehari-hari kita selalu dapat menjumpai kondisi seperti ini: mereka yang menyerobot lampu lalu lintas bukanlah orang-orang yang buta warna – tetapi mereka adalah orang-orang yang selalu dapat membuat alasan untuk kesalahan yang dilakukannya. Setiap pekerja tahu jam kantor yang sepatutnya mereka jalani, tetapi selalu saja ada yang datang terlambat dan pulang lebih awal setiap harinya. Mereka gagal memberlakukan apa yang seharusnya mereka berlakukan.

Seorang yang gagal adalah mereka yang memiliki pengetahuan tetapi tidak melakukan dan mereka yang melakukan tetapi tanpa pengetahuan. Jika kita ada di posisi yang demikian maka diri kita tidak memiliki makna apa-apa. Norman Cousins, pernah berkata: “Kematian bukanlah kehilangan terbesar dalam hidup, kehilangan terbesar adalah apa yang mati dalam sanubari sementara kita masih hidup”. Sementara itu orang yang berhasil adalah mereka yang dapat mengambil manfaat dari kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan, dan mencobanya kembali dengan cara yang berbeda.

Hal kedua agar kita dapat hidup benar adalah soal melakukan yang baik, apa

itu kebaikan dan perbuatan baik, Imam Syafi’i mengatakan: “Kebaikan itu ada lima perkara: kekayaan hati, bersabar atas kejelekan orang lain, mencari rezeki yang halal, taqwa dan yakin akan janji Tuhan”.

Malakukan semua yang baik adalah langkah lanjutan, ini adalah upaya untuk “menjadi” sebagaimana kita dapat “menjadi”. Inilah hakikat kita yang sesungguhnya. Abraham Maslow, pernah berkata: “Musisi harus menciptakan musik, pelukis harus menggoreskan lukisannya, penyair harus menulis sajaknya. Mereka harus melakukannya untuk mendapatkan kedamaian dalam diri mereka sendiri”. Begitu jugalah seharusnya setiap insan mengusahakan kedamaian dalam dirinya dengan “menjadi” sebagaimana seharusnya “menjadi”, yaitu: tidak melakukan kesalahan dan mengusahakan kebaikan. Karena pada kenyataannya tidak ada satu pribadipun yang dapat menikmati kedamaian ketika hidupnya selalu diwarnai dengan perbuatan-perbuatan salah dan jauh dari perbuatan baik.

Mulailah dengan satu hari tanpa berbuat kesalahan. Jika kita telah berhasil menjalaninya, susullah dengan satu hari melakukan kebaikan. Demikian terus di lakukan secara terus menerus maka apa yang kita lakukan berulang-ulang pada akhirnya akan menjadi gaya hidup.

Selamat mencoba.

Indonesia adalah negara plural yang terdiri dari berbagai etnik, agama, dan budaya. Namun

tidak jarang keanekaragaman itu memicu konflik. Bagaimana kita – umat Kristen – yang menjadi bagian dari keanekaragaman itu memberi sumbangsih yang positif adalah pembahasan dari acara talkshow 23 Agustus 2014 yang dipandu oleh Linayanti dan Bpk.Budiawan Atmadja. Sebagai narasumber adalah Ibu Susan Jasmine Zulkifli atau yang biasa dikenal Lurah Susan dan Pdt. Albertus Patty, pendeta yang aktif dalam kegiatan lintas agama, pembelaan HAM dan

banyak menulis tentang sosial politik di berbagai media massa.

Istilah plural bertitik tolak dari perbedaan. Pluralitas atau keanekaragaman dalam menganut kepercayaan terlihat dengan adanya pemeluk agama yang berbeda-beda, ada Islam, Kristen, Budha, Hindu, Konghucu, dan lain sebagainya. Keanekaragaman itu adalah suatu keniscayaan. Tidak bisa ditolak dan bagian dari hidup. Oleh karena itu kita harus menerimanya.

Pengakuan terhadap pluralitas perlu diteruskan dengan upaya memahami

Merajut Kebersamaan di Tengah Keanekaragaman

L I P u TA N

Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 47

Page 25: Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 Kata dari Redaksi Surat Gembala: Revolusi Mental Suara Pembaca: Siaran Sekata dan Senada di RPK 96.3 FM Fokus II: Revolusi Mental Obrolan Si Encim

perbedaan itu, yaitu tentang memahami dimana letak perbedaan dan kesamaan. Dalam pemahaman antar umat beragama pasti banyak perbedaannya namun dalam konteks persoalan kemanusiaan kita memiliki kesa- maan yaitu misi untuk menyelesaikan permasalahan kema- nusiaan seperti ke- miskinan, kelaparan, korupsi, dan sebagainya. Dalam hal inilah antar umat beragama dapat bekerjasama untuk menyelesaikannya.

***

Berbagai konflik lintas agama seperti penyerbuan gereja di Sleman, larangan mendirikan tempat ibadah GKI Yasmin, penghakiman terhadap umat Ahmadiyah di Parung menunjukkan bahwa pengakuan terhadap keanekaragaman kepercayaan masih jauh dari ideal.

Contoh kasus yang masih segar dalam ingatan kita adalah penolakan terhadap Lurah Susan sebagai lurah di Lenteng Agung, hanya karena alasan ia seorang wanita juga seorang Kristen. Lurah Susan menceritakan bagaimana penolakan terhadap dirinya itu sudah dimulai sebelum pemilu legislatif. Penolakan itu ditunjukkan melalui pemasangan spanduk dengan kalimat yang berbau SARA, teror SMS yang menganggap keberadannya dianggap

meresahkan warga, serta surat penolakan yang disertai tanda-tangan beberapa tokoh agama di sana.

Namun Lurah Susan tidak pernah menggubris. Ia justru mendatangi semua tokoh agama yang menolaknya. Bukan bersama dengan Satuan Polisi Pamong Praja. Melainkan hanya bersama seorang kuncen (juru kunci) yang sudah sepuh, ia dihantar menemui para tokoh agama di kediaman mereka. Kepada mereka Lurah Susan menunjukkan sikapnya yang ingin mengenal mereka. Menegaskan keberadaannya di sana hanya untuk bekerja dan melayani seluruh warga sesuai peraturan yang berlaku. Serta menyatakan sikapnya yang akan selalu netral dan tidak akan memihak kepada kelompok tertentu.

Menurut Lurah Susan yang menyelesaikan gelar S1 di FISIP Universitas Indonesia tahun 1997 jurusan Administrasi Negara, warga di Lenteng Agung memang tertutup.

Mereka tidak suka terhadap perubahan meskipun untuk sesuatu yang baik dan mereka juga sulit menerima keanekaragaman.

Dari sikap yang diambil Lurah Susan, Pdt. Patty menangkap pesan bahwa ketika ada yang tidak suka pada kita, datanglah kepadanya dan jadilah sahabatnya. Janganlah kita menyembunyikan diri, takut, dan semakin ekslusif. Tetapi dengan spirit cinta kita menjalin komunikasi dengan mereka agar suasana menjadi lebih cair.

Karena menurutnya lagi, penolakan atas nama agama terkadang hanya packaging saja. Sebab konflik yang sesungguhnya adalah karena adanya kemiskinan, iri hati, dan kecemburuan sosial. Kekerasan biasa terjadi di daerah pingggiran. Karena orang pinggiran mengalami keterkejutan. Ketika di tengah kota harga tanah semakin mahal, orang akan pindah ke pinggiran. Daerah pinggiran yang awal hanya memiliki satu suku dan satu agama, kini dipaksa harus mengakui keberadaan banyak suku dan banyak agama. Jika dulu penduduk setempat menjadi tokoh masyarakat tetapi kini karena perpindahan penduduk yang juga secara ekonomi mungkin lebih baik menyebabkan penduduk asli menjadi bukan siapa-siapa.

Komitmen Lurah Susan untuk melayani setiap warganya disertai dengan jalinan komunikasi yang baik dengan warganya termasuk dengan mereka

yang menentangnya, kini telah menghasilkan buah yang positif. Salah satunya tampak ketika pembongkaran bangunan liar sebagai tempat tinggal di bantaran kali berhasil dikerjakan tanpa kekerasan. Bahkan si pemilik membongkar sendiri rumah mereka masing-masing dengan senang hati.

Jika ada orang tidak suka kepada kita hal itu sah-sah saja. Tetapi tugas kita adalah meyakinkan orang tersebut tentang siapa diri kita yang sebenarnya. Salah satu caranya adalah seperti yang dilakukan Lurah Susan, yaitu dengan interaksi, pertemanan, dan melayani mereka dengan cara terbaik. Sebagai orang percaya, identitas kita perlu kita tunjukkan melalui sikap hidup kita, yaitu kepedulian untuk menolong orang lain dengan cinta kasih. Karena tugas kitalah untuk mengangkat manusia sampai pada taraf kemanusiaannya, karena mereka juga makhluk ciptaan Tuhan yang dicintai-Nya.

***

Banyak kisah dalam Alkitab yang menunjukkan bahwa keanekaragaman etnik, keyakinan, latar belakang sosial, ekonomi dan sebagainya sebagai sesuatu yang harus kita akui. Lebih lanjut Pdt. Patty yang melayani di GKI Maulana Yusuf, Bandung, memberi contoh misalnya ketika Yesus yang berinteraksi dengan perempuan Samaria yang jelas berbeda etnik dan keyakinan, serta memakai perumpamaan orang Samaria yang baik hati untuk mengajar kepada orang Yahudi.

Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 4948

Page 26: Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 Kata dari Redaksi Surat Gembala: Revolusi Mental Suara Pembaca: Siaran Sekata dan Senada di RPK 96.3 FM Fokus II: Revolusi Mental Obrolan Si Encim

Dan konstitusi itu pula yang menjadi payung bangsa ini, apapun agama dan etniknya, sehingga bangsa kita masih mampu bertahan selama 69 tahun ini.

Kita patut bersyukur telah memiliki konstitusi yang luar biasa menjaga kehidupan keanekaragaman di Indonesia. Namun kita jangan berhenti bersandar kepada hal yang normatif tersebut. Karena tugas gereja adalah untuk merekatkan masyarakat, mendorong supaya warga jemaatnya memiliki relasi yang baik dengan lingkungan sekitarnya.

Kita perlu mendefinisikan ulang diri kita sebagai sesama warga negara dan sesama ciptaan Tuhan dan jangan pernah mengajarkan yang buruk mengenai agama/etnik lain, agar kita bisa hidup dan berkumpul dengan siapa saja. Sehingga sebuah kondisi yang ideal bisa terwujud, yaitu ketika bisa hidup bersama dengan aman dan damai, dan ketika seorang memanggil yang lainnya sebagai saudara, dan ketika kita bisa memilih para pejabat dan pemimpin di negeri ini tanpa lagi mempermasalahkan apa gender, etnik, dan agama mereka (Ella/Ru)

Sumber: Acara Talkshow dengan tema: Inetgritas Orang Kristen di Tengah Pluralisme Indonesia, 23 Agustus 2014,GKI Gunsa

Juga kisah Petrus yang diperintahkan untuk menemui Kornelius seorang perwira pasukan yang memiliki agama dan etnik yang berbeda. Dimana akhirnya Petrus menegerti bahwa Allah tidak pernah membedakan orang (Kis. 10:34).

***

Meskipun sampai saat ini masih terjadi di tengah kita aksi kekerasan yang bernuansa SARA, namun sifatnya sporadis. Namun demikian negara kita relatif masih lebih aman dan damai jika dibandingkan dengan konflik yang terjadi negara-negara Islam di Timur Tengah – Mesir, Irak, Suriah, Turki, Afghanistan – yang terlibat konflik berkepanjangan. Sekalipun jika dibanding dengan negara tetangga kita, Malaysia, di mana hampir mustahil seorang muslim mengubah keyakinannya menjadi Kristen.

Kita bisa menikmati kebebasan beragama seperti sekarang ini karena para bapak/ibu pendiri bangsa ini ketika di awal masa kemerdekaan sudah berpikir jauh ke depan, mereka berhasil meletakkan konstitusi - Pancasila dan UUD 45 – sebagai dasar Negara. Dimana hak kebebasan beragama, beribadah dan kesetaraan warga negara benar-benar dihormati.

Berawal dari banyaknya remaja yang sudah memasuki usia dewasa. Dimana mereka dituntut

untuk memasuki fase baru kehidupan yang biasanya disebut pemuda maka para remaja “tua” ini memiliki kebutuhan yang berbeda dengan fase remaja yang baru saja mereka lewati. Maka Komisi Pemuda GKI Gunsa merancang sebuah acara wisuda bagi anggota jemaat Komisi Remaja yang sudah memasuki usia pemuda, dengan tema Youthology, di Lembur Pancawati pada tanggal 23-24 Agustus 2014.

L I P u TA NWisuda Remaja

Youthology and Togetherness

Sesi pertama dalam rangkaian acara ini diberi tema “Comyouthnity as 2nd Home”. Dalam sesi ini para peserta diajak untuk melihat betapa aneka-ragam karakter dan identitas dalam komunitas Pemuda GKI Gunsa. Selain dari pembicaraan satu arah oleh pembicara Sdri. Dessy Sanger, sesi ini juga memiliki games interaktif yang cukup menarik. Misalnya, para peserta dibagikan beberapa kertas kecil bertuliskan macam talenta yang biasa ditemukan dalam diri seseorang, lalu setiap peserta diminta memberikan kertas tersebut kepada orang yang

Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 51

Page 27: Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 Kata dari Redaksi Surat Gembala: Revolusi Mental Suara Pembaca: Siaran Sekata dan Senada di RPK 96.3 FM Fokus II: Revolusi Mental Obrolan Si Encim

Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/201452 53

dianggap memiliki talenta tersebut. Dan hasilnya cukup menyentak para peserta, betapa banyaknya talenta yang sebenarnya mereka miliki, dan yang mereka miliki adalah talenta yang saling melengkapi satu sama lain.

Melanjutkan sesi pertama, Sdri.Dessy Sanger melanjutkan pembicaraan tentang komunitas. Dalam sesi kedua ini, para peserta diajak untuk menjadi satu komunitas yang utuh. Banyak keanekaragaman yang ada dalam komunitas GKI Gunsa: ada yang introvert dan ekstrovert, ada yang suka tampil di panggung atau di baliklayar saja, ada yang bertempat tinggal jauh dari gereja atau dekat. Semua keanekaragaman ini adalah sebuah kekuatan yang ada di dalam komunitas dan para peserta menyadari bahwa komunitas yang ada sekarang adalah komunitas yang akan memperkokoh mereka.

Para pengurus Komisi Pemuda juga mempersiapkan satu acara khusus yang memperkenalkan program-program kerja Komisi Pemuda. Acara ini dikemas khusus dengan gaya siaran radio ala Senada (Seputar Anak Muda) yang biasa disiarkan di Radio Pelita Kasih (RPK) setiap hari Sabtu, pk. 20.00.

Di sela-sela rangkaian acara, para panitia juga telah mempersiapkan beberapa games yang dimainkan oleh para peserta untuk meningkatkan kebersamaan dan kekompakan di antara para peserta seperti games

tongkat estafet, puzzle segitiga, dan games puzzle angka.

Setelah menyelesaikan rangkaian acara pada tanggal 23 Agustus 2014, para peserta memasuki acara pelantikan yang menandakan bahwa mereka sudah resmi bukan lagi seorang remaja, melainkan seorang pemuda. Acara ini dipandu langsung oleh Sdri. Steffi, ketua Komisi Pemuda, acara ini ingin menunjukan bahwa seluruh pemuda GKI Gunsa menerima para peserta wisuda dengan tangan terbuka.

Pada hari kedua yang jatuh pada tanggal 24 Agustus 2014, para peserta wisuda di hari pertama bergabung dengan peserta yang berangkat pada hari kedua, pagi harinya. Acara kebaktian padang yang bertemakan “Togetherness” ini diawali dengan kebaktian Minggu dan langsung dilanjutkan dengan games di alam terbuka.

Games ini terbagi menjadi lima pos: Moon Landing, The Flying Water, Dodge Ball, Hole in Pail, dan Balloon Train. Masing-masing pos memiliki poin 1,000 untuk tim yang menang dan 500 untuk tim yang kalah. Poin yang terkumpul oleh masing-masing tim dapat digunakan untuk “membeli” hadiah yang sudah disediakan oleh panitia dengan sistem lelang. Acara kebaktian padang dan kebersamaan pemuda ini berakhir dengan foto bersama seluruh peserta dan panitia yang ada. (R)

Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/201452

Memasuki usia yang sudah “cukup”, sama seperti kebanyakan orang, aku

juga ingin sekali memiliki pasangan. Aku adalah tipe orang yang punya banyak banget perencanaan. Sejak kecil aku bahkan telah merencanakan umur berapa aku ingin menikah dan dengan tipe pria seperti apa. Kebayang dong bagaimana galaunya aku ketika target waktu yang kutentukan sendiri hampir lewat dan aku masih saja berstatus jomblo. Apalagi, melihat orang-orang di sekitarku satu per satu memiliki pasangan. Bersyukur bahwa Tuhan menjaga hatiku untuk tetap

Oleh: Lauren Fransisca

M u d A

Page 28: Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 Kata dari Redaksi Surat Gembala: Revolusi Mental Suara Pembaca: Siaran Sekata dan Senada di RPK 96.3 FM Fokus II: Revolusi Mental Obrolan Si Encim

Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/201454 55

memercayai waktu-Nya, sehingga kegalauanku gak sampai membuatku jadi asal “comot” pacar untuk menikah.

Pandangan populer mem- beritahu kita bahwa memiliki pasangan menjadikan hidup kita lebih lengkap. Benarkah demikian? Seorang teman bahkan pernah memberiku ide yang menurutku agak gila: “menikah saja dulu, toh kalo tidak cocok kan bisa cerai, daripada kamu ketuaan dan gak laku lagi…” Sepertinya pernikahan adalah segala-galanya, tujuan utama dari hidup ini. Aku balik bertanya: “kalau hanya untuk cerai, mengapa harus menikah?”

Apakah status kita yang single menjadikan diri kita lebih buruk dari orang lain? Tidak juga. Apakah kita yang single lebih tidak bahagia dibanding mereka yang sudah menikah? Tidak juga. Banyak orang yang pernikahannya bermasalah, karena memang punya pasangan itu tidak menjamin kita bahagia. Malah status single sebenarnya memberi kita banyak keleluasaan untuk bergaul, belajar hal-hal yang baru, mengenal banyak orang, melakukan berbagai hal yang kita sukai, bahkan mewujudkan impian-impian kita tanpa harus terbebani dengan urusan rumah tangga.

Aku suka membayangkan menjalani masa-masa sendiri itu seperti mendaki gunung. Adakalanya kita merasa lelah, capek, dan ingin menyerah, karena

puncak gunung itu tak kunjung terlihat dan tidak ada orang yang memberi kita semangat. Adakalanya kita merasa kesepian dan iri dengan orang-orang lain yang hidup bersama di lembah-lembah. Namun,

sebenarnya perjalanan itu membuat otot-otot kaki kita menjadi jauh lebih kuat, kita makin tegar dan tidak mudah menyerah. Lebih dari itu, kita dapat melihat pemandangan dari puncak yang tak dapat dilihat oleh orang-orang yang tinggal di lembah. Tuhan menjadikan segala sesuatunya indah pada waktu-Nya. Jangan berusaha “mempercepat” waktu Tuhan dan sok mencoba “membantu”-Nya. Kita perlu bertanya, apa yang Tuhan ingin kita pelajari dan lakukan dalam masa-masa sendiri. Mungkin ada karakter yang perlu diperbaiki, ada ketrampilan baru yang perlu kita latih, ada pelayanan yang perlu kita kerjakan. Dan masa yang tepat untuk itu adalah ketika kita belum berumah tangga. Masa single bukanlah masa untuk mengasihani diri sendiri, tetapi masa untuk kita menjadi maksimal.

Seorang pendeta pernah berkata, “Jika kita tidak merasa utuh saat kita masih single, jangan pernah berpikir kita akan menjadi utuh saat kita berpasangan, karena hanya Kristus sendirilah yang dapat membuat kita menjadi utuh dan penuh.” Aku pikir itu benar sekali. Banyak pernikahan bermasalah karena orang berharap pasangannya dapat memenuhi semua kebutuhannya,

membuatnya menjadi utuh dan penuh. Secara tidak langsung mereka berharap pasangannya menjadi “Kristus” bagi mereka. Lalu mereka kecewa, karena pasangannya ternyata hanya seorang manusia berdosa yang sama seperti dirinya. Pernikahan tidak pernah dimaksudkan Tuhan menjadi pusat hidup manusia. Ingat saja bahwa Adam pun tidak pernah meminta calon pasangan pada Tuhan, ia enjoy hidup dengan Tuhan. Tuhan sendirilah yang berinisiatif memberikan pasangan bagi Adam, untuk memenuhi tujuan-tujuan-Nya dalam dunia ini. Pernikahan dipakai Tuhan untuk menggambarkan hubungan antara Tuhan dengan umat-Nya. Tuhan-lah yang seharusnya menjadi pusat segala sesuatu. Kita dapat menjadi pribadi yang utuh ketika kita menjalani hidup bersama Kristus.

Bila kamu juga adalah seorang yang masih single, daripada galau mikirin pasangan yang belum jelas, mending kita giat mengejar hidup yang maksimal di dalam Tuhan. Bertumbuh menjadi makin serupa Kristus. Kita bahkan bisa mendoakan juga “calon pasangan” kita, ──jika Tuhan mau kita menikah nanti──agar ia juga memiliki karakter yang sesuai dengan sifat-sifat Kristus.

Kadang aku pikir kita seperti anak kecil yang memegang kuat-kuat boneka kumal kesayangannya ketika diminta oleh sang ayah untuk diganti dengan yang baru. Kita suka memegang kuat-kuat rasa galau, takut, dan cemas, padahal Tuhan ingin kita menyerahkan semua itu di tangan-Nya untuk

Dia gantikan dengan kedamaian, ketenteraman, dan sukacita. Bapa kita tahu kerinduan kita untuk memiliki pasangan, namun lebih dari itu, Dia juga tahu apa yang terbaik bagi kita.

So, still single? No problem. Kita bisa tetep happy selama kita hidup di dalam Kristus. Jadikanlah Tuhan sebagai pusat utama hidup kita, hal-hal yang lain akan menempati posisi yang semestinya. Jangan cemas dan galau hanya karena umur; bukankah lebih baik tidak menikah dibandingkan salah menikah? Bawalah semua perasaan galau kita kepada Tuhan dan biarkan Tuhan memulihkan hati kita. Bawalah kerinduan kita untuk memiliki pasangan kepada Bapa kita di surga. Dia mengerti dan senang ketika kita meminta kepada-Nya, karena kita adalah anak-anak-Nya. Namun, ingatlah bahwa Bapa juga tidak akan sembarangan memberikan apa yang kita minta, apalagi ketika kita belum siap, karena Dia yang lebih tahu apa yang terbaik bagi kita. Trust God, trust His time … Pakailah masa-masa single untuk bertumbuh maksimal di dalam Kristus, dibentuk menjadi pribadi yang memancarkan keindahan-Nya.

Untuk segala sesuatu ada masanya.... Tuhan membuat segala sesuatu

indah pada waktunya

(Pengkhotbah 3:1,11)

Dikutip dari: http://www.warungsatekamu.org/2014/11/single-be-max-be-you/

Masa single bukanlah masa

untuk mengasihani diri sendiri, tetapi masa untuk kita

menjadi maksimal.

Page 29: Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 Kata dari Redaksi Surat Gembala: Revolusi Mental Suara Pembaca: Siaran Sekata dan Senada di RPK 96.3 FM Fokus II: Revolusi Mental Obrolan Si Encim

Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/201456 57

Parenting adalah sebuah proses interaksi antara orangtua dengan anak yang isinya meliputi

merawat (nourihsing), mengasuh (nurturing), melindungi (protecting), dan membimbing (guiding) (Brooks, 2008). Bagi keluarga Kristen, parenting bermakna lebih dari sekedar tugas sosial atau kewajiban hukum. Parenting

adalah anugerah dan mandat Allah serta model kehadiran Allah dalam kehidupan umat (Balswick,1998). Di samping contents yang diberikan, parenting menuntut dua hal penting yang sangat mendasar yaitu kontrol dan kehangatan orangtua. Untuk menentukan materi apa (content) yang hendak diberikan, bagaimana

(Sebuah ringkasan disertasi: EDUKASI PARENTING

DALAM PERSPEKTIF SADAR PADA REALITAS

KELUARGA URBAN MASA KINI)

oleh: Pdt. David Sudarto

PA R E N T I N G

PARENTS MUST

LEARN!

melakukan kontrol dan membangun kehangatan, diperlukan pengetahuan, kecakapan dan hikmat. Karena parenting adalah sebuah proses setiap hari, maka memerlukan pengetahuan, kecakapan dan hikmat dalam bingkai kekinian (Kelly,2008). Setiap orangtua menghadapi tantangannya sendiri sesuai dengan realitas sosial di mana mereka tinggal, realitas keluarga dan realitas anak itu sendiri sebagai anak pada zamannya. Dalam perspektif kekinian tersebut, maka pengetahuan, kecakapan dan kearifan dituntut relevan, up to date serta compatible dengan realitas tantangan masa kini. Hanya mengandalkan sumber tradisional untuk menjalankan parenting dalam keluarga urban masa kini adalah sebuah persoalan parenting itu sendiri.

Melalui studi yang penulis lakukan terhadap para orangtua urban di GKI Gunung Sahari di mana penulis melayani, ditemukan fakta bahwa dalam menjalankan parenting pada umumnya para orangtua (parents) masih sangat mengandalkan atau bergantung pada sumber tradisional, yaitu orangtua mereka. Lebih jauh, penulis melakukan penelitian dengan pendekatan kualitatif terhadap beberapa kasus dan hasilnya menunjukkan bahwa sumber tradisional ternyata tidak cukup untuk menjadi rujukan parenting dalam konteks masa kini. Setidaknya ada tiga alasan mengapa sumber tradisional tersebut tidak cukup. Pertama, bahwa sumber tradisional belum cukup

mempersiapkan para orangtua urban masa kini dengan pengetahuan, kecakapan, dan kearifan untuk menghadapi realitas pada konteks masa kini. Kedua, sumber tradisional memiliki pola-pola yang tidak selalu cocok (incompatible) untuk diterapkan dalam konteks sekarang. Ketiga, harus diakui bahwa dalam sumber tradisional terdapat pola-pola atau pengalaman yang bermasalah atau kurang baik. Penelitian tersebut sekaligus menyingkapkan jawaban-jawaban mengapa terjadi kasus-kasus dalam parenting jika dilihat dari sisi orangtua. Pintu masuk itu adalah karena adanya ketidaktahuan, penerapan pengetahuan atau pola pikir yang tidak compatible, dan mewarisi sesuatu yang buruk. Pada gilirannya, penelitian ini menunjukkan bahwa sumber tradisional bukan saja tidak cukup untuk dijadikan satu-satunya rujukan karena belum mempersiapkan para orangtua untuk menghadapi tantangan masa kini namun dalam hal-hal tertentu ikut pula bertanggungjawab atas terjadinya kasus-kasus parenting yang dialami oleh para orangtua urban masa kini.

Studi ini bermanfaat untuk membangun kesadaran bahwa menjadi orangtua

Sumber tradisional memiliki pola-pola

yang tidak selalu cocok untuk diterapkan

dalam konteks sekarang.

Page 30: Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 Kata dari Redaksi Surat Gembala: Revolusi Mental Suara Pembaca: Siaran Sekata dan Senada di RPK 96.3 FM Fokus II: Revolusi Mental Obrolan Si Encim

Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/201458 59

perlu belajar (parents must learn!). Mengandalkan sumber tradisional saja untuk menjadi rujukan dalam mengelola parenting dalam perspektif kekinian tidaklah cukup. Di samping hal-hal yang didapat dari sumber tradisional, orangtua dalam keluarga urban masa kini harus belajar dari sumber lain yang menyediakan pengetahuan, kecakapan dan kearifan yang relevan dan up to date, serta compatible dengan realitas tantangan yang dihadapi orangtua keluarga urban masa kini. Penulis kemudian mengusulkan sebuah gagasan agar gereja menyediakan parenting ministry yang utuh dalam perspektif kekinian. Parenting ministry yang digagas ini, tidak hanya bersifat reaktif dan ad hoc. Melalui ministry ini, gereja menyediakan pendampingan ketika ada kasus terjadi sekaligus juga harus menyediakan pelayanan yang memberi edukasi untuk

memberdayakan para orangtua yang berbasis keutuhan konsep sesuai dengan tantangan yang dihadapi. Dengan ministry ini, maka gereja akan menjadi sumber belajar atau rujukan alternatif yang melengkapi para orangtua keluarga urban untuk menjalankan parenting yang cocok (compatible) dengan tantangan yang dihadapi. Campuran (hybrid) antara sumber tradisional dan sumber masa kini, adalah sebuah keniscayaan yang diperlukan.

dAFTAR PuSTAKA

Brooks, Jane.The Process of Parenting, 7th ed.NY: Mc Grow Hill,2008.

Balswick, Jack O. & Judith K.Balswick, The Family A Christian Perspective on The Contemporary Home. Grand Rapids, Michigan: Baker Books, 1998.

Kelly, Mattew. Building Better Families: A Practical Guide to Raising Amazing Children. New York: Ballantine Books,2008.

Sudarto, David. “Menggagas Edukasi Parenting dalam Perspektif Sadar Pada Realitas Keluarga Urban.” Disertasi D. Min (Doctor of Ministry), Sekolah Tinggi Teologia Jakarta (STTJ), 2014.

Suatu malam, seorang wanita berusia 20-an tahun bertengkar dengan ibunya. Karena sangat

marah, ia segera meninggalkan rumah tanpa membawa apapun. Saat berjalan ia baru menyadari bahwa ia sama sekali tidak membawa uang. Saat menyusuri sebuah jalan, ia melewati sebuah kedai bakmi dan ia mencium harumnya aroma masakan. Ia ingin sekali memesan semangkuk bakmi, tetapi ia tidak mempunyai uang.

KasihSeorang Ibu

Page 31: Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 Kata dari Redaksi Surat Gembala: Revolusi Mental Suara Pembaca: Siaran Sekata dan Senada di RPK 96.3 FM Fokus II: Revolusi Mental Obrolan Si Encim

Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/201460 61

Pemilik kedai melihat si anak berdiri cukup lama di depan kedainya, lalu berkata: “Nona, apakah engkau ingin memesan semangkuk bakmi?”.

“Ya, tetapi, aku tidak membawa uang”, jawab si wanita dengan malu-malu.

“Tidak apa-apa, aku akan mentraktirmu”, jawab si pemilik kedai.

“Silakan duduk, aku akan memasakkan bakmi untukmu”.

Tidak lama kemudian, pemilik kedai itu mengantarkan semangkuk bakmi.

Si wanita segera makan beberapa suap, kemudian air matanya mulai berlinang.

“Ada apa nona?”, tanya si pemilik kedai.

“Tidak apa-apa”, aku hanya terharu jawab wanita itu sambil mengeringkan air matanya.

“Bahkan, seorang yang baru kukenal pun memberi aku semangkuk bakmi! Tetapi, ibuku sendiri, setelah bertengkar denganku, mengusirku dari rumah dan mengatakan kepadaku agar jangan kembali lagi. Anda seorang yang baru kukenal, tetapi begitu peduli denganku dibandingkan dengan ibu kandungku sendiri”, katanya kepada pemilik kedai.

Setelah mendengar perkataannya, pemilik kedai itu menarik nafas panjang lalu berkata: “Nona, mengapa kau berpikir seperti itu? Renungkanlah hal ini, aku hanya memberimu semangkuk bakmi dan kau begitu terharu. Ibumu telah memasak bakmi dan nasi untukmu saat kau kecil sampai saat ini, mengapa kau tidak berterima kasih kepadanya? Dan kau malah bertengkar dengannya”.

Si wanita terhenyak mendengar hal tersebut. “Mengapa aku tidak berpikir tentang hal itu? Untuk semangkuk bakmi dari orang yang baru kukenal, aku begitu berterima kasih. Tetapi kepada ibuku yang memasak untukku selama bertahun-tahun, aku bahkan tidak memperlihatkan kepedulianku kepadanya. Dan hanya karena persoalan sepele, aku bertengkar dengannya”.

Dia segera menghabiskan bakminya, lalu ia menguatkan dirinya untuk segera pulang ke rumahnya. Saat berjalan ke rumah, ia memikirkan kata-kata yang harus diucapkan kepada ibunya. Begitu sampai di ambang pintu rumah, ia melihat ibunya berwajah letih dan cemas. Ketika bertemu dengannya,

kalimat pertama yang keluar dari mulutnya adalah, ”Nak, kau sudah pulang? Cepat masuklah, Ibu telah menyiapkan makan malam. Makanlah dahulu sebelum kau tidur. Makanan akan dingin jika kau tidak memakannya sekarang”. Pada saat itu si wanita tidak dapat menahan tangisnya. Ia pun menangis di pelukan ibunya.

Sekali waktu, kita mungkin akan sangat berterima kasih kepada orang lain di sekitar kita untuk suatu pertolongan kecil yang diberikan kepada kita. Tetapi kepada orang yang sangat dekat dengan kita, khususnya orang tua kita, kita harus ingat bahwa kita berterima kasih kepada mereka seumur hidup kita.

Terkadang kita sulit atau lebih tepatnya tidak mau untuk melihat dan menghargai pertolongan yang diberikan oleh orang-orang yang sudah sangat kita kenal. Untuk menghargai cinta kasih mereka, kita menganggap itu sebagai suatu keharusan, sebuah kewajiban.

Renungkanlah:

- Kapan kita terakhir kali menelpon Ibu?

- Kapan kita terakhir mengundang Ibu?

- Kapan terakhir kali kita mengajak Ibu jalan-jalan?

- Kapan terakhir kali kita memberikan kecupan manis dengan ucapan terima kasih kepada Ibu kita?

-Dan kapankah kita terakhir kali berdoa untuk Ibu kita

Berikanlah kasih sayang selama Ibu kita masih hidup, percuma kita memberikan bunga maupun tangisan apabila Ibu telah berangkat, karena Ibu tidak akan bisa melihatnya lagi.

Dikutip dari: Renungan Harian Kristen

Berikanlah kasih sayang selama Ibu kita masih hidup

Page 32: Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 Kata dari Redaksi Surat Gembala: Revolusi Mental Suara Pembaca: Siaran Sekata dan Senada di RPK 96.3 FM Fokus II: Revolusi Mental Obrolan Si Encim

Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/201462 63

L E PA S

Pertanyaan ini seringkali diajukan oleh mereka yang ingin sekali mempunyai berat badan ideal,

atau mereka yang sedang berusaha mengurangi berat badannya. Banyak pendapat yang mengatakan bahwa ngemil itu bisa bikin gemuk. Jadi sebenarnya boleh gak sih ngemil itu? Bener gak sih kalau ngemil bikin gemuk? Sebelum kita mendapatkan jawabannya, ada baiknya kita mengetahui apa yang dimaksud dengan cemilan atau bahasa Inggris disebut snack. Cemilan adalah makanan atau

minuman yang dikonsumsi di antara waktu makan utama (makan pagi, makan siang dan makan malam) kita. Jumlah kalori cemilan ini biasanya tidak sebesar dengan makanan utama (misalnya nasi dengan lauk pauk dan sayuran). Namun, hati-hati... ada pulanya cemilan yang jumlah kalorinya besar. Sehingga jika kita tidak cermat, maka cemilan ini bisa menjadi pengganti makanan utama karena jumlah kalorinya yang besar. Nah, cemilan yang kalorinya besar ini yang cenderung menjadi penyebab kegemukan.

Kembali ke pertanyaan awal, boleh gak sih ngemil? Tentu saja boleh... Tapi ada baiknya kita memperhatikan waktu dan jenis cemilan kita supaya cemilan itu tidak membuat gemuk atau mengganggu waktu makan utama kita.

Kapan boleh mengemil?

Sebenarnya tidak ada batasan waktu kapan kita boleh dan tidak boleh mengemil. Namun alangkah baiknya mengemil dilakukan di antara waktu makan utama, misalnya di antara makan pagi dan makan siang (sekitar pk. 10.00) atau di antara makan siang dan makan malam (sekitar pk. 15.30). Mengemil sebenarnya juga dibutuhkan bagi penderita mag, diabetes dan orang obese (gemuk) karena mereka dianjurkan untuk tidak mengonsumsi makanan dalam kalori yang terlalu besar untuk tiap kali makan namun frekuensi makan lebih diperbanyak. Hal ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan kadar gula darah dalam tubuh. Hindari mengemil di waktu malam, terutama menjelang tidur. Kenapa? Tubuh kita juga mempunyai jam biologis yang dikenal dengan siklus circadia. Menurut siklus circadia, pada pk. 04.00-12.00, tubuh kita mengalami fase pengeluaran (disposal phase). Pada fase ini tubuh akan mengeluarkan semua sisa-sisa metabolisme yang ada dalam tubuh, biasanya dalam bentuk feces (tinja). Sedangkan pada pk. 12.00-20.00, tubuh memasuki fase pencernaan (digestion phase). Rentang waktu ini adalah waktu yang paling baik untuk mengkonsumsi makanan.

Selanjutnya tubuh akan memasuki fase absorpsi/penyerapan (absorption phase) yang terjadi pada pk. 20.00-04.00. Pada rentang waktu ini, kita tidak dianjurkan untuk makan, terutama makanan yang berkalori tinggi karena pada saat ini tubuh sudah memasuki fase absorpsi makanan, selain itu karena aktivitas yang kita lakukan pada waktu malam umumnya tidak terlalu banyak, sehingga pembakaran makanan yang kita makan tidak terlalu besar. Jika jumlah energi yang masuk yang berasal dari makanan yang kita makan tidak seimbang dengan energi yang dikeluarkan melalui aktivitas tubuh, maka makanan akan disimpan oleh tubuh sebagai cadangan makanan, yang umumnya dalam bentuk lemak. Lemak ini yang dapat menyebabkan kegemukan. Menjelang waktu tidur, perut sebaiknya tidak penuh dengan makanan karena dapat mengganggu kenyamanan tidur.

Hindari juga mengemil saat perut dalam keadaan kosong. Mengapa? Karena saat perut kita kosong, tubuh sebenarnya membutuhkan energi yang cukup besar yang harus dipenuhi dari makanan yang kita makan. Akibatnya, jika kita mengemil saat perut kita kosong, kita akan terus menerus mengemil sampai tubuh terasa kenyang. Padahal kita tahu bahwa kandungan gizi cemilan tidak sebaik kandungan gizi dari makanan utama. Kandungan gizi cemilan umumnya tidak sekaya kandungan gizi makanan utama kita. Umumnya kandungan gizi cemilan terbatas pada nutrien tertentu saja,

Page 33: Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 Kata dari Redaksi Surat Gembala: Revolusi Mental Suara Pembaca: Siaran Sekata dan Senada di RPK 96.3 FM Fokus II: Revolusi Mental Obrolan Si Encim

Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/201464 65

seperti karbohidrat, protein dan lemak namun sangat minim dalam kandungan serat, vitamin dan mineralnya.

Jenis cemilan apa yang boleh dikonsumsi?

Sebaiknya hindari jenis cemilan yang mempunyai kalori yang besar. Jenis cemilan yang mempunyai kalori yang besar adalah jenis cemilan yang digoreng, banyak mengandung lemak, protein dan karbohidrat atau cemilan yang manis. Contohnya adalah donat, risoles keju mayoneise, martabak, es krim. Makanan yang bersantan juga termasuk kategori jenis cemilan yang berlemak. Jadi sebaiknya hindari jenis cemilan ini. Jika kamu ingin mengonsumsi cemilan jenis ini, boleh-boleh saja... tapi jangan terlalu sering dan jumlahnya jangan terlalu banyak.

Mengapa jenis cemilan yang digoreng dan mengandung banyak lemak atau gula (manis) harus dihindari? Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa makanan yang tinggi kadar lemak dan manis dapat menyebabkan kegemukan. Jenis cemilan ini dapat menyebabkan tubuh kelebihan kalori jika dikonsumsi dalam jumlah banyak apalagi bila tidak diimbangi dengan aktivitas tubuh. Cemilan ini membuat perut kita menjadi kenyang sehingga jika cemilan ini dimakan mendekati waktu makan utama dapat mengganggu waktu makan kita.

Jenis cemilan yang baik untuk dikonsumsi adalah jenis cemilan yang kalorinya rendah dan banyak mengandung serat. Buah-buahan, sayur-sayuran adalah jenis cemilan yang sehat dan sangat baik dikonsumsi karena berkalori rendah dan membuat tubuh cepat kenyang. Oat dan cereal juga baik dimakan sebagai cemilan. Selain itu, biskuit juga baik dikonsumsi sebagai cemilan. Namun pilihlah biskuit yang terbuat dari gandum atau oat, tidak banyak mengandung gula atau cream dan rendah kadar garam (natrium).

Page 34: Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 Kata dari Redaksi Surat Gembala: Revolusi Mental Suara Pembaca: Siaran Sekata dan Senada di RPK 96.3 FM Fokus II: Revolusi Mental Obrolan Si Encim

Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/201466 Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 67

Page 35: Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 Kata dari Redaksi Surat Gembala: Revolusi Mental Suara Pembaca: Siaran Sekata dan Senada di RPK 96.3 FM Fokus II: Revolusi Mental Obrolan Si Encim

Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/201468 69

Page 36: Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 Kata dari Redaksi Surat Gembala: Revolusi Mental Suara Pembaca: Siaran Sekata dan Senada di RPK 96.3 FM Fokus II: Revolusi Mental Obrolan Si Encim

70 71

MENdATAR:

1. Bulan Keluarga di GKI4. Setuju (singkatan)6. Mahkamah Konstitusi (singkatan)7. Alat musik daerah8. Tidak cepat rusak10. Salah satu benua13. Yang kita sembah16. Warna17. Bentuk, rangkaian18. Kota di Jawa Tengah19. Tua dan ringsek (Jawa)

20. Petunjuk21. Sedot, hisap22. Malas, acuh (Jawa; dibalik)23. Tidak manis, tidak asin24. Perencana, ahli desain27. Tidak wajar, najis29. Zat penguat tulang

MENuRuN

1. Jenis makanan (dibalik)2. Suara wanita nyanyi (dibalik)

KuPOn KKS-MG89/XXXI/2014

K K S

Syarat pengiriman Jawaban KKS:

1. Jawaban ditulis di atas sehelai kartu pos atau kertas seukuran kartu pos dengan ditempel kupon asli KKS MG 89/XXXI/2014, disertai dengan nama dan alamat sesuai kartu identitas.

2. Diterima selambatnya hari Minggu tanggal 25 Januari 2015, melalui pos atau dimasukkan lewat kotak Majalah Gunsa di depan pintu masuk GSP I lt 1.

3. Jawaban yang benar akan diundi dan disediakan 3 (tiga) buah voucher belanja.

4. Nama pemenang akan diumumkan lewat Warta Persekutuan dan Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014. Bagi para pemenang, hadiah dapat diambil di perpustakaan GKI Gunsa pada hari Minggu setelah kebaktian pk 08.00 dengan membawa bukti diri yang sah

5. KKS – MG tertutup bagi anggota redaksi MG

6. Hadiah yang tidak diambil lewat sebulan sejak pengumuman di Warta Persekutuan, akan menjadi milik redaksi.

Jawaban KKS –MG 88/XXXI/2014

3. Bisa rumah tinggal untuk usaha5. Angkutan massal (singkatan)6. Majalah dinding (singkatan)8. Berkat9. Kakek, tua11. Serasi, seimbang12. Bapak orang percaya13. Peran utama

14. Ada di tempat15. Pola hidup24. Minuman keras25. Kelompok radikal di Irak/Suriah (singkatan)26. Umat, kelompok27. Pasukan laut (singkatan)28. Bank pemerintah (singkatan)

Pemenang KKS MG 88/XXXI/14

1. Brandon Christian, Jl. Tegalan 2, Jakarta 13040

2. Ratna Tjandrayani. S, Jl. Jatinegara Timur 74, Jakarta Timur, Jakarta 13310

3. Yustina Sudiharni, Jl. Kampung Serdang No. 14, Rt: 012/009, Jakarta Pusat

Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014

Page 37: Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/2014 Kata dari Redaksi Surat Gembala: Revolusi Mental Suara Pembaca: Siaran Sekata dan Senada di RPK 96.3 FM Fokus II: Revolusi Mental Obrolan Si Encim

Majalah Gunsa edisi 89/XXXI/201472