28
ELEKTRONIKMU, SAMPAHMU Ketika Bahaya Memanjakanmu! SUNGAI CITARUM : Dulu Kerajaan Sunda, Sekarang Kerajaan Sampah PENCINTA ALAM, Mencoba Memaknai Kembali Vol. 3 /3. Desember 2010

Majalah JEJAK

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Majalah Jejak edisi 8 terbit 3 bulanan dan GRATIS

Citation preview

Page 1: Majalah JEJAK

ElEktronikmu, Sampahmuketika Bahaya memanjakanmu!

Sungai citarum :Dulu kerajaan Sunda, Sekarang kerajaan Sampah

pEncinta alam,

mencoba memaknai kembali

Vol. 3 /3. Desember 2010

Page 2: Majalah JEJAK

Tanpa sadar barang-barang elektronik yang kita gunakan selama ini menyimpan bahaya untuk ke-hidupan. Di mana dan diapakan sampah-sampah elektronik tersebut?

ketika bahaya memanjakanmu!

Seorang pecinta alam menanggung beban sosial di balik

seharusnya.

Elektronikmu, Sampahmu

Foto Sampul:

Anindyo S. dwiputrA

Foto oleh Anindyo S. dwiputra

deFinA meiSyAnti

Ade SulAemAn

dalam Jejak kali ini.

Sampah bagi Kang Dodong tidaklah untuk dibuang

tentang hasil kreasinya bersama Kang Dodong.

Page 3: Majalah JEJAK

Berbeda untuk lebih Bergairah

ju ferdy

Hey jejakers! Suatu hari, tim kami harus meluangkan sedikit waktu untuk sekedar mengheningkan cipta atas berakhirnya masa aktif perangkat komputer yang sudah menemani kami sejak edisi perdana. Sebuah komputer bertanda apel kegigit ini akhirnya harus wafat di tengah hiruk pikuk masa layout dan tergeletak begitu saja di gudang.”Spare part-nya udah nggak diproduksi nih, nggak bisa dibenerin jadinya ya mati total!” begitulah ungkap tukang servisnya. dari kejadian itu, saya jadi berpikir pasti banyak alat-alat elektronik yang cuma berakhir jadi sampah, dengan kandungannya yang begitu berbahaya kemanakah sebenarnya sampah-sampah elektronik ini berakhir ya? dan dengan senang hati jejak menghadirkan jawabannya di edisi kali ini dalam artikel jejak utama.

di jejak inspirasi kita akan kenalan dengan sosok Kang dodong yang hobi main alat musik dari limbah elektronik yang beliau ciptakan. Kalian akan terkejut bagaimana sosok hebat ini bisa keliling dunia dari mengulik sampah!.Selain itu, jejak tentu masih punya banyak informasi yang tak kalah menarik untuk dijejalkan pada ruang-ruang otak, dan sedikit banyak bisa menginspirasi kita untuk punya gaya hidup lebih ramah lingkungan. dan yang terakhir…tak ada kata lain selain, hebat!!! yang mau saya sampaikan atas terbitnya majalah jejak edisi kali ini. Adalah teman-teman tim majalah jejak yang tiada hentinya saya beri acungan jempol bahkan tepuk tangan super meriah. yang dengan semangat on fire-nya, masih bisa menerbitkan majalah ini di tengah masalah yang lebih sering menghampiri dari biasanya dan mewarnai hiruk pikuk sistem kerja tim kami. dari pemimpin umumnya yang tiba-tiba jadi anak rumahan, pemimpin redaksinya yang hobi jalan-jalan sampai kadang lupa jalan pulang, atau anak lainnya yang sedang kena imbas dinamika asmara lalu jadi kurang konsen kerja, sampai penyakit lupa ingatan kalau deadline naik cetak sudah mulai mepet. tapi tentu saja semua halangan itu tidak berhasil membuat kami berhenti menghadirkan majalah jejak. Oke deh, disaat otak sudah terisi penuh dengan kejaran deadline dan jari-jari mulai keriting akibat kebanyakan ngetik, saya dengan bangga mempersembahkan majalah jejak edisi 8 tepat di depan mata…Selamat menjejak!!!

P.S. Majalah Jejak mengucapkan terimakasih banyak kepada pihak-pihak yang telah membantu kelancaran terbitnya majalah Jejak edisi kali ini.

Anindyo S. dwiputrA

ekspedisi Gn. Jaya 1971, foto oleh edhi Wuryantoro (m-009-ui)

Page 4: Majalah JEJAK

JejakV

ol. 2/3, novem

ber 2009

2

Vol. 3/3. d

esemb

er 2010

Majalah Jejak memang lain daripada yang lain, karena

isinya adalah macem - macem tentang alam dan terkadang ada liputan jalan jalan ditambah lagi dengan foto yang oke - oke dan menyejukkan mata. O iya, kalo bisa tambahin info info tentang travelling dari masalah tempat, harga dan sebagainya kalo perlu sampe ke masalah contact person-nya , haha jadi kan lumayan tuh buat yang “awam” tentang jalan-jalan bakalan terkena “virus” jalan-jalan juga apalagi kalo foto-fotonya banyak, soalnya foto kan kadang-kadang bisa cerita lebih banyak dari sebatas kata kata haha *sokpuitis*.. ya lumayan lah sekalian mempromosikan negeri kita yang indah ini. O iya, liputan tentang underwater dong dibanyakin juga jangan liputan gunung ajee! Jejak emang paling okee !

Faiz Balwell,Mahasiswa Teknik Elektro

Hai Aloysius,

Page 5: Majalah JEJAK

Daur ulangBeli perangkat berkualitas baik

ServisLain-lain

lainnya/rusakTrend/mode

Teknologi

Jeja

kV

ol. 2

/3, n

ovem

ber

200

9

3

Vol

. 3 /

3. d

esem

ber

201

0

Page 6: Majalah JEJAK

.

Vol. 3 /3 . d

esemb

er 2010

Rongsokan elektronik sangat berbahaya bagi perkembangan otak manusia, karena terdiri dari sekitar 1000 material. Sebagian besar dikat-egorikan sebagai bahan berbahaya yang merupakan unsur beracun sep-erti timbal. Penyerapan timbal ke da-lam darah manusia terutama melalui saluran pencernaan dan saluran na-pas. Berdasarkan sebuah riset yang dilakukan Puji Lestari, staf pengajar dan peneliti jurusan Teknik Lingkun-gan ITB Bandung ditemukan adanya hubungan invers (terbalik) kand-

ungan timbal terhadap angka IQ, karena semakin tinggi kadar timbal dalam darah, semakin rendah poin IQ-nya. Sementara dalam jurnal En-viromental Health Perpective, dimuat penelitan yang dilakukan oleh Bruce P. Lanphear, yang memperlihatkan bahwa IQ seorang anak malah mu-lai menurun saat kandungan timbal dalam darah berkisar 2,4 - 10 mkgr/dl. Data World Health Organization (WHO) menyebut,pencemaran unsur berbahaya itu mewabah di hampir seluruh belahan dunia. Di Bangkok,

t i n g -ginya kadar timbal di udara menyebabkan 400 kematian dan 200.000-500.000 kasus hipertensi setiap tahun. Efek lainnya adalah IQ anak-anak berusia 7 tahun lebih ren-dah 4 poin daripada angka normal.

juLI7/ 1989 Pada tahun 1989 dalam suhu -20 derajat celcius tanggal 7 Juli, tim Indo-nesia di wakili Mapala UI yang berang-gotakan Norman Edwin, Didiek Samsu, Dedi Aloy, dan Sute berhasil mencapai Puncak McKinley (6194mdpl) di Amer-ika Selatan, dan menjadi orang-orang Indonesia pertama yang berada di atap benua Amerika Selatan. McKinley send-iri merupakan salah satu dari 7 puncak dunia.

foto?!

Agustus

5 OktoberHari Guru S e d u n i a

b e r k a i t a n dengan peristiwa

b e r s e j a r a h pada tanggal 21

September-5 Oktober 1 9 6 6 , yaitu diselenggarakannya konferensi antar pemerintah di Paris yang dihadiri oleh wakil dari 76 negara anggota UNESCO termasuk Indonesia dan 35 organisasi internasional. Konferensi tersebut menghasilkan rekomendasi (Recommendations Concerning the Status of Teacher), salah satunya menekankan pada profesionalisme dan kesejahteraan guru khususnya dinegara-negara berkembang.

OktOber28 OktoberPeristiwa sejarah Sumpah Pemuda merupakan suatu pengakuan dari Pemuda-Pemudi Indonesia yang mengikrarkan satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa. Sumpah Pemuda dibacakan pada tanggal 28 Oktober 1928 hasil rumusan dari Kerapatan Pemoeda-Pemoedi atau Kongres Pemuda II Indonesia yang hingga kini setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Sumpah Pemuda.

nOvember

10 NovemberTanggal 10 November diperingati sebagai hari Pahlawan. Pada tanggal 10 November 1945, terjadi perang antara rakyat Indonesia dengan pihak asing. Perang ini merupakan simbol perlawanan dari rakyat Surabaya terhadap bentuk kolonialisme. Tokoh yang cukup dikenal dalam peristiwa ini adalah Dr. Soetoemo dengan semboyannya yang terkenal “Merdeka atau Mati”

foto?!

16/ 1945Tahun 1945, sekelompok golongan pemuda membawa Soekarno dan Mu-hammad Hatta ke Rengasdengklok (sekarang dikenal dengan peristiwa Rengasdengklok). Tujuannya selain untuk mendesak Soekarno-Hatta agar segera memproklamasikan kemerde-kaan tapi juga melindungi mereka dari pengaruh Jepang.

17 SeptemberTepat sebulan setelah kemerdekaan RI, 17 September 1945, PMI terbentuk dibantu Panitia lima orang terdiri atas Dr. R Mochtar sebagai Ketua, Dr. Bahder Djohan sebagai Penulis dan tiga anggota panitia yaitu Dr. Djoehana Wiradikarta, Dr. Marzuki, Dr. Sitanala, mempersiapkan terbentuknya Perhimpunan Palang Merah Indonesia. Peristiwa bersejarah tersebut hingga saat ini dikenal sebagai Hari PMI.

septemberAgustus

Page 7: Majalah JEJAK

Vol

. 3 /

3. d

esem

ber

201

0

Mempunyai barang elektronik tapi malas untuk merawatnya sama saja memberi peluang kepada petaka untuk menghampirimu di suatu hari. Barang elektronikmu yang tidak dirawat dengan baik akan cepat menjadi sampah, dan sampah elektronikmu akan sangat berbahaya dampaknya. Sebab, kandungan material yang digunakan dalam tiap komponen elektronik pada umumnya berasal dari berbagai kombinasi bahan kimia beracun dan logam berat. Setiap komponen elektronik mempunyai kandungan material yang berbeda-beda. Untuk itu, bahayanya pun berbeda-beda, tergantung kombinasi bahan kimia beracun d an logam berat yang digunakan di tiap komponen elektronik. Beberapa kandungan material berbahaya yang paling banyak ditemukan dari sampah elektronik antara lain timbal, arsenik, selenium, bahan tahan api polibrominasi, trioksida antimoni, kadmium, kromium, kobal, dan merkuri. Berikut penjelasan dari masing-masing bahan berbahaya tersebut :

Teks oleh Yani HanifahFoto oleh Anindyo S. Dwiputra

Timbal Material ini terdapat pada tabung sinar katoda dan pateri di dalam papan sirkuit barang elektronik. Kontaminasi dari timbal ini dapat mengakibatkan gangguan sistem saraf, darah, dan ginjal, serta gangguan perkembangan otak pada anak.

ArsenikArsenik merupakan racun yang sangat kuat untuk merusak kesehatan manusia, terutama merusak system pencernaan. Racun ini terdapat pada tabung sinar katoda lama.

Bahan tahan api polibrominasi (polybrominated flame retardants)Sebagian besar komponen piranti keras PC dilapisi plastik. Mulai dari keyboard, monitor, dan casing CPU. Lapisan plastik tersebut mengandung bahan tahan api polibrominasi (polybrominated flame retardants). Kontaminasi material ini ke dalam tubuh dapat merusak sistem endokrin dan mereduksi level hormon tiroksin sehingga mengganggu perkembangan tubuh manusia.

SeleniumSama seperti timbal dan arsenik, selenium juga terdapat pada papan sirkuit. Bedanya, material ini ada pada papan sirkuit yang berfungsi sebagai penyearah catu daya. Bila tubuh terkontaminasi selenium, maka akan mengakibatkan gangguan pencernaan, kerontokan rambut, pengelupasan kuku, kelelahan, iritasi, dan kerusakan saraf. Bahkan, pada kasus ekstrim, material ini

dapat menyebabkan sirosis pada hati, edema pada paru-paru, hingga berujung pada kematian.

Trioksida antimonySelain polybrominated flame retardants, ada juga material lain seperti trioksida antimony yang juga berfungsi sebagai lapisan plastik berbahan tahan api. Material ini mengkontaminasi manusia melalui udara yang terhirup. Akumulasi dari hirupan material tersebut di dalam paru-paru akan menyebabkan gangguan pernapasan.

KromiumMaterial ini merupakan lapisan pada baja. Fungsi material tersebut sebagai lapisan adalah untuk melindungi tubuh barang elektronik dari korosi (proses pengkaratan). Terekspos material ini secara terus-menerus akan menyebabkan sesak napas, bronchitis, penurunan fungsi paru-paru, pneumonia dan peningkatan resiko kanker paru-paru.

KadmiumTerdapat pada papan sirkuit dan semikonduktor. Akumulasi Kadmium dalam tubuh manusia memicu kerusakan ginjal. Bila terhirup, material ini dapat dapat menyebabkan gangguan pernapasan.

KobaltKobalt sangat berbahaya jika mengkontaminasi tubuh, sebab materialnya sangat beracun. Terkontaminasi konsentrasi tinggi kobalt dapat merusak kesehatan manusia. Seperti mual dan muntah, kerusakan tyroid dan kerusakan hati. Kobalt biasanya terdapat pada baja untuk struktur dan magnetivitas.

MerkuriMaterial ini terdapat pada tombol dan housing. Terkontaminasi merkuri dapat memicu kanker dan kerusakan otak.

Page 8: Majalah JEJAK

Rasa-rasanya gambaran dalam lirik Pecinta Alam tepat mewakili pecinta alam jaman sekarang, atau bahkan dari dulu. Ketika mereka, kita, yang menyebut diri mereka pecinta alam, membuang sampah-sampah bungkus makanan, botol minum kemasan, bungkus rokok, dan sampah-sampah lainnya di sembarang tempat, juga

mengebor tebing untuk dipanjat ataupun mengambil karang indah yang ditemui ketika menyelam. Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango (TNGP) merupakan salah satu contoh terjadinya kontradiksi makna istilah “pecinta alam”. Memang, menikmati langit dari puncak Gede atau sekedar merasakan

suasana padang edelweiss seperti di Suryakencana dan Mandalawangi pasti punya kepuasaan tersendiri. Namun, ternyata melalui situs gedepangrango.org, ditemui fakta bahwa walaupun luasnya mencapai 22.000 hektar, pihak pengelola Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) hanya memiliki 50 orang

“Pendaki gunung, sahabat alam sejati. Jaketmu penuh lambang, lambang kegagahan. Memproklamirkan dirimu pecinta alam. Sementara maknanya belum kau milikiKetika aku daki dari gunung ke gunung. Di sana ku temui kejanggalan makna. Banyak pepohonan merintih kepedihan. Dikuliti pisaumu yang tak pernah diam”(Rita Rubi Hartland – “Pecinta Alam”)

Teks oleh Fariska Aryani dan Bellina RoselliniFoto oleh Ali Budiharto H.

Page 9: Majalah JEJAK

Vol

. 3 /

3. d

esem

ber

201

0

gunung. Itu pun pendakian yang dilakukan belum seperti saat ini yaitu mendaki gunung es dan atau memanjat tebing yang sangat-sangat tinggi tingkat kesulitannya. Beda dengan saat ini, di mana kita sudah akrab d e n g a n k l u b -klub

petugas kebersihan. Jumlah yang tidak seimbang antara luas wilayah kerja dengan sumber daya manusia tersebut semakin tidak seimbang bila disandingkan dengan jumlah rata-rata pendaki Gunung Gede-Pangrango yang bisa mencapai 600 orang per hari. Bisa dibayangkan betapa sulitnya menjaga kebersihan gunung apabila tidak ada kerjasama antara petugas dan pendaki untuk sama-sama menjaga kebersihan gunung tersebut.

Istilah dan Sejarah Sebelum membahas mengenai kontradiksi makna pecinta alam, Jejak ingin mengulas sejarah dari kegiatan yang berkembang di Indonesia mulai akhir tahun 60-an. Kegiatan ‘Petjinta alam’ saat itu belum sevariatif saat ini. Kegiatan para pemuda yang kebanyakan mahasiswa ini baru sekadar mendaki

pecinta alam di kampus atau bahkan yang khusus dibentuk di perusahaan, pada jaman dulu kegiatan ini dilaksanakan dalam wadah pecinta alam yang sangat sedikit jumlahnya. Misalnya, sebelum BASARNAS (Badan SAR Nasional) sudah ada Merapi Merbabu Club di Yogyakarta yang sudah terkenal sejak pencarian Soe Hok Gie di Gunung Semeru pada akhir tahun 1969 Dengan hanya berselang beberapa bulan, di tahun yang sama pada tahun 1964, berdiri juga Mapala Universitas Indonesia. Organisasi yang salah satu pendirinya adalah Soe Hok-Gie, memiliki sebuah pernyataan menarik soal berdirinya organisasi ini, “tujuan Mapala ini adalah mencoba untuk membangunkan kembali

sesuatu mengenai

l i n g k u n g a n . Jadi, apa kita sudah benar mencintai alam?

Makna Pecinta Alam Bagi Pecinta Alam

idealisme di kalangan mahasiswa untuk secara jujur dan benar-benar mencintai alam, tanah air, rakyat dan almamaternya.” Apabila kita meninjau Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “cinta” memiliki berbagai makna, namun yang pertama kali disebutkan dalam

buku tersebut adalah kata Cinta sebagai “suka sekali atau

sayang benar”, dan kata “pecinta” diartikan sebagai

orang yang “sangat suka akan”. Sedangkan

kata “alam” diartikan sebagai segala sesuatu yang termasuk dalam satu lingkungan dan dianggap sebagai satu keutuhan. Jadi, apabila diringkas,

frasa “pecinta alam” dapat diartikan sebagai

orang yang sangat suka dan sayang akan segala

Setelah melirik sejarah dan juga arti frasa “pecinta alam”, sekarang kita melihat makna pecinta alam, baik dari mereka yang “berlabel” pecinta alam, maupun mereka yang suka berkegiatan di alam namun tidak memiliki “label” sebagai pecinta alam. Mereka diwawancarai Jejak dalam waktu dan tempat yang berbeda. Ketika ditanya mengenai istilah pecinta alam, ternyata diperoleh pendapat yang berbeda-beda. Mulai dari yang memaknai pecinta alam secara etimologis, seperti yang dipaparkan Fahmi dari Wanadri, “Menurut gue, pecinta alam itu orang-orang yang kesehariannya melestarikan lingkungan, tidak merusak lingkungan, tidak buang sampah sembarangan, bukan berarti orang yang naek gunung itu pecinta alam.” Namun, ada pula yang memaknai pecinta alam hanya sebatas pada, seperti yang diungkapkan Hari Bachin (Elpala, SMU 68), “orang yang hanya berkegiatan di

“Kalau pecinta alam itu dia penggiat alam yang dalam kegiatannya nggak ngerusak dan harusnya melakukan hal-hal yang melestarikan lingkungan

atau meminimalisasi kerusakan lingkungan...”

panjat tebing merupakan salah satu kegiatan alam yang sebenarnya bisa merusak jika tidak bijak dalam menggunakan peralatannya.

Suasana camp yang kurang terjaga kebersihannya, merusak pandangan juga merusak lingkungan

Page 10: Majalah JEJAK

melestarikan lingkungan atau meminimalisasi kerusakan lingkungan. Kalau penggiat alam yang penting dia bergiat di alam, melakukan outdoor activity, hanya menikmati alam itu saja dan cenderung tidak peduli dengan kelestarian lingkungannya,” papar dia. Selanjutnya mereka diminta menanggapi adanya organisasi-organisasi yang bergiat di alam

tanpa menyebut diri mereka pecinta alam (seperti klub sepeda gunung) ataupun lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dibidang lingkungan seperti WWF dan Greenpeace. Beberapa menyatakan bahwa LSM yang bergerak di bidang lingkungan dapat disebut Pecinta Alam sedangkan klub-klub sepeda gunung tidak (Hari dari SMU 68).

alam” Pada pertanyaan selanjutnya, Fahmi mengatakan kalau kegiatan yang berlokasi di alam bebas namun justru merusak alam, menurutnya itu tidak termasuk dalam kategori pecinta alam. “Kalau pecinta alam itu dia penggiat alam yang dalam kegiatannya nggak ngerusak dan harusnya melakukan hal-hal yang

Vol. 3 / 3, d

esemb

er 2010

Page 11: Majalah JEJAK

Adapula yang menyatakan bahwa LSM lingkungan dan klub-klub penggiat alam tidak dapat dianggap sebagai pecinta alam (Jamal dari Mapala UI). Namun, adapula yang menyatakan bahwa terkadang, di dalam kedua jenis organisasi tersebut, terdapat orang-orang yang idealis mencintai lingkungan dan ada juga yang hanya sekedar “mencoba eksis” (Tajin dari

Mapala Universitas Mulawarman). Dengan penjelasan yang barusan sudah dipaparkan, barangkali kita jadi bertanya-tanya sebetulnya pecinta alam itu seperti apa sih seharusnya? Mungkin juga kita malah kebingungan untuk menentukan apakah kita mencintai alam atau hanya sekadar bergiat di alam? Barangkali, malahan kita seharusnya

sadar bahwa kita yang gemar berkegiatan di alam sekali pun tetap harus mencintai alam dengan banyak cara serta belajar dari alam dengan berbagai kegiatan di alam. John Kay pernah menulis dalam lariknya: Bring nothing but silent, show nothing but grace, seek nothing but shelter, … take nothing but picture, kill nothing but time, leave nothing but footprints!

Operasi semut yang dilaksanakan di gunung gede-pangrango sebagai bukti bahwa sebagai pecinta alam kita tidak hanya menikmati keindahannya saja, namun juga ikut menjaga dan melestarikannya.

Page 12: Majalah JEJAK

Sahabat Jejak mungkin tahu dengan ikon budaya yang satu ini. Batik! Merupakan ikon budaya bang-sa kita yang semakin hari semakin nge-trend, bukan hanya di kalangan orang-orang dewasa saja bahkan di semua kalangan. Apalagi semenjak batik ditetapkan oleh UNESCO seba-gai warisan budaya dunia pada 2 Ok-tober 2009 lalu, kita sebagai generasi penerus bangsa pun punya andil un-tuk menjaga serta melestarikan wari-san budaya ini. Nah, dengan melambungnya batik sebagai warisan budaya, maka pemakaian batik sebagai busana tidak lagi hanya di acara resmi saja, tetapi pula di kegiatan lainnya seperti sekolah, kantor, atau pun kegiatan santai. Hal ini lah yang menyebabkan industri batik berkembang dan maju pesat. Industri batik sudah berkembang dari industri rumahan yang tradisional menjadi industri besar yang sarat dengan teknologi percetakan baru dan pewarna dari bahan kimia. Departemen Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (FIB UI) bekerja sama dengan Yayasan Kadin Indonesia, Yayasan Batik, Kementerian Perindustrian, Kemenbudpar, serta Kemendiknas menyelenggarakan “Pameran Batik Indonesia sebagai Ikon Budaya Bangsa” untuk memperingati Hari Batik Nasional yang jatuh pada tanggal 2 Oktober 2010. Pameran ini diselenggarakan tanggal 4 – 8 Oktober 2010 di Auditorium Gedung IX FIB Kampus UI Depok. Tema yang diangkat

pada Pameran Batik Indonesia ini ialah Eco-Batik, yakni teknologi batik yang ramah lingkungan. “Diharapkan dengan adanya pameran ini dapat memperkenalkan kepada pengunjung bahwa terdapat teknologi pembuatan batik yang ramah lingkungan”, tutur Dr. Kresno Yulianto selaku Koordinator Pameran Batik Indonesia. “Meskipun jika dillihat dari segi harga, memang batik yang menggunakan pewarna alami ini lebih tinggi dibandingkan dengan batik yang memakai pewarna buatan”, tambah beliau. Dalam pameran ini pengunjung diperkenalkan mengenai industri ba-tik modern, di mana industri batik ini kebanyakan masih mengenyamping-kan penanganan limbahnya. Selain itu pengunjung diperkenalkan juga

dengan eco-batik, yaitu teknologi yang sebenarnya dipakai pertama kali dalam pembuatan batik, yakni dengan menggunakan bahan-bahan dari alam, khususnya dalam hal pe-warnaan, sehingga hal ini dapat men-gurangi pencemaran lingkungan. Oke deh, dengan adanya teknologi kembali ke alam ini, kita semakin mengetahui dan disadarkan bahwa memang orang-orang terdahulu meskipun menggunakan teknologi sederhana, tetapi secara tidak langsung mereka telah menjaga kelestarian lingkungannya, walaupun mungkin di luar pemikiran mereka.

Bagaimana dengan kita yang jelas-jelas mengetahuinya ya?

Teks oleh Ghilman Assilmi

Foto oleh Wira Pratama

Vol. 3 / 3. d

esemb

er 2010

Page 13: Majalah JEJAK

Jeja

kV

ol. 2

/3, n

ovem

ber

200

9

11

green fest

Bila menghadiri suatu acara, biasanya kamu disambut para “pagar ayu” yang hanya memberikan ucapan selamat datang, maka tidak sama dengan acara Green Festival. Karena dalam event ini “pagar ayu” menyambut tamu-tamunya dengan memberikan berbagai pendidikan tentang lingkungan. Ajang 1 tahunan yang pada tahun ini dilaksanakan pada tanggal 5-7 November 2010 tersebut, membuat terowongan yang juga digunakan sebagai pintu masuk ke arena Green Festival dengan pos-pos yang memberikan pendidikan lingkungan yang berbeda. Dengan mengusung tema “Solusiku Untuk Bumi”, maka pos-pos pendidikan lingkungan ini tidak hanya membahas tentang dampak dari pemanasan global saja, tapi dibahas pula solusi untuk setiap permasalahan dari beberapa penyebab Global Warming.

Dari Pos Ke Pos Di pos lampu hemat energi contohnya, para pengunjung diberikan pelatihan untuk mengalokasikan lampu mana saja yang dihidupkan untuk keperluan tertentu. Di pos lain, ada juga pelatihan tentang ketepatan membuang sampah. Para pengunjung dipersilahkan men-

Vol

. 3/3

. d

esem

ber

201

0

11coba membuang sampah di salah satu tong yang disiapkan petugas. Bila jenis sampah yang kamu buang tidak sesuai dengan fungsi tong tampung tersebut, maka akan ada bu-nyi alarm yang memperingatkan kalau kamu salah membuang sampah. Selain itu, masih ada pos lainnya sep-erti penjelasan tentang kegunaan air bagi kehidupan, sumber mata air dan ancaman terhadap kesehatan air, ada juga penjela-san tentang kerugian dari efek global warm-ing dan terakhir ada pos yang menjelaskan tentang bagaimana sistem transportasi yang baik dan yang buruk.

Page 14: Majalah JEJAK

ilustrasi oleh deFinA meiSyAnti

Kami pun terpana melihat begitu banyak pemutar DVD/VCD, televisi, komputer, monitor bertumpuk-tumpuk di sudut-sudut ruangan, onderdil motor, mobil, dan pernak-pernik elektronik bergelantungan dimana-mana, perintilan-perintilan kecil lainnya pun ada yang tersusun dengan rapi dan ada pula yang berserakan. Ini sebuah toko yang memper-jualbelikan barang bekas bernama “Mall Rongsok” di kawasan Kukusan, Beji, Depok. Bagi kebanyakan dari kita, barang-barang elektronik milik pribadi yang sudah tidak terpakai lagi karena b e r b a -

gai macam alasan (rusak sama sekali, tidak lagi berfungsi dengan baik, atau bahkan hanya karena sudah keting-galan jaman) hanya akan menjadi sampah yang kemudian akan dijual atau dibuang begitu saja. Namun, tidak bagi Nur Chollis Agi, pemilik sekaligus pengusaha “Mall Rongsok.” Chollis mengaku bisnisnya ini dimulai dari hobinya mengum-pulkan barang-barang rongsok, seki-tar tahun ’93, dia memulai bisnisnya dengan onderdil motor, sampai ke-mudian beralih pada bisnis yang lain

seperti onderdil mobil, reparasi

h a n d p h o n e dan barang

elektronik l a i n n y a .

Barang-b a -

rang yang dikumpulkan kemudian direparasi, dan dijual kembali dengan keuntungan 100-200% dari harga belinya.

Zaman Rongsokan Elektronik. Penemuan barang-barang elek-tronik yang memudahkan pekerjaan manusia kini berkembang pesat. Pen-emuan-penemuan baru di bidang teknologi terus berkembang dan menggusur penemuan-penemuan teknologi sebelumnya. Baru sebulan yang lalu kita di-hadirkan televisi, laptop, ataupun ponsel berteknologi canggih, sebu-lan berikutnya sudah ada lagi yang lebih canggih. Jelas masyarakat akan meninggalkan produk-produk yang lama. Contoh sederhananya, banyak di antara kita yang selalu cepat bosan dengan ponsel yang kita punya dan selalu ingin membeli produk-produk terbaru yang lebih canggih. Akhirnya menimbulkan tumpukan sampah-sampah elektronik yang sangat besar. Memang, kebiasaan mengganti barang elektronik bukan

Teks oleh Mohammad Iqbal dan Stephanie AmaliaFoto oleh Anindyo S. Dwiputra

“..rongsokan elektronik ini mengandung ratusan material, dan sebagian besar dikategorikan sebagai bahan berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia, karena merupakan unsur beracun..”

12

Vol. 3 /3. d

esemb

er 2010

DEPOK - Toko itu cukup besar, namun cukup sulit bagi pengunjung untuk bergerak leluasa melihat-lihat. Sangat banyak barang-barang bekas dari berbagai macam jenis yang menumpuk dan bergelantungan.

eLektrOnIkmu

sAmpAhmu

Page 15: Majalah JEJAK

Vol

. 3 /

3. d

esem

ber

201

0

lantas membuang yang lama ke tempat sampah, melainkan dijual ke orang lain. Tapi proses itu tetap akan ada akhirnya menghasilkan apa yang disebuat sebagai sampah elektronik (e-waste). Sampah elektronik sangat berbahaya dan sulit untuk diolah, sebab mengandung banyak racun. Namanya saja sampah teknologi tinggi, jadi pengolahannya juga membutuhkan teknologi yang tak kalah tinggi. Sampah dari barang-barang elektronik berbahaya bagi manusia, lho. Merujuk PP Nomor 18 Tahun 1990 jo PP No 85/1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), maka limbah tersebut tergolong limbah B3 berkarakter racun. Rongsokan elektronik mengandung ratusan material, dan sebagian besar dikategorikan sebagai bahan berbahaya, karena merupakan unsur beracun seperti logam berat,

(merkuri, timbal, kromium, kadmiun, arsenik dan sebagainya), PVC dan brominated flame-reterdants, yang kesemuanya ini jelas berbahaya bagi lingkungan dan juga kesehatan manusia. Ketika dibakar, sampah yang mengandung logam berat akan menimbulkan polusi udara (pencemaran timbal) yang sangat berbahaya. Jika dibuang akan menghasilkan cairan yang sangat konduktif untuk masuk ke dalam tanah dan menyebabkan pencemaran air tanah. Logam merkuri dikenal dapat meracuni manusia dan merusak sistem saraf otak, serta menyebabkan cacat bawaan. Sedangkan timbal, se-lain dapat merusak sistem saraf, juga dapat menganggu sistem peredaran darah, ginjal dan perkembangan otak anak. Timbal dapat terakumulasi dilingkungan dan dapat meracuni hewan, tumbuhan, dan mikroorgan-isme. Sementara itu kromium mudah

terabsorpsi ke dalam sel sehingga mengakibatkan berbagai efek racun, alergi dan kerusakan DNA. Kadmi-um masuk ke dalam tubuh manusia melalui respirasi dan makanan dan kemudian merusak ginjal dan men-gakibatkan hal buruk bagi manusia.

Ekspor Rongsokan Elektronik Negara maju seperti Amerika dan Jepang merupakan penghasil sampah elektronik terbesar di dunia. Negara tersebut merupakan produsen dari produk-produk elektronik terbesar di dunia yang terus berlomba-lomba mengeluarkan peralatan elektronik terbaru melalui penemuan teknologi mutakhir terkininya yang selalu mengikuti permintaan dan sifat daya beli konsumen yang terus meningkat. Data dari National Safety Council’s Environmental Health Center mencatat bahwa untuk penanganan sampah-sampah elektroniknya sendiri, kebanyakan negara maju membuang

AMAN MENANGANI DAN MEMANFAATKAN BARANG ELEKTRONIKTeks dan ilustrasi oleh Defina Meisyanti

J• angan mudah terbuai oleh produk baru dari iklan-iklan di media, karena jika kita dengan mudah membeli barang baru, secara otomatis kita turut menyumbang sampah elektronik menjadi semakin banyak.Sebelum membeli barang •elektronik sebaiknya kita mencari informasi tentang barang yang akan kita beli, apakah ramah lingkungan atau tidak.Simpan kartu garansi •barang elektronik yang sudah dibeli. Umumnya, kita m e m p e r o l e h k e s e m p a t a n servis gratis atau p e m e l i h a r a a n produk. Ini cara hemat untuk tetap bisa memakai barang elektronik kita.

Barang elektronik yang tak terpakai lagi sebaiknya •diberikan atau dijual pada orang-orang yang bisa

memanfaatkan sampah elektronik tersebut, misalnya pada Mall

Rongsok, Tukang Loak, Hypermart (bisa menukarkan TV bekas dengan

TV baru), dsb.“Mutilasi” barang elektonik yang sudah •

tidak terpakai dan ambil bagian yang masih bisa dimanfatkan kembali, misalnya pada laptop ambil hardisk-nya.

Terakhir, sekaligus juga yang •paling penting, Jaga barang elektronik yang kita punya mulai dari kebersihan dan keamanan penggunaannya. Biasanya saat kita membeli barang elektronik ada buku manual untuk perawatannya. hal ini dilakukan agar barang elektronik tidak cepat menjadi rusak hingga

menjadi sampah.

Dalam menangani barang elektronik, menimbun ataupun membakarnya bukanlah pilihan yang aman bagi manusia maupun lingkungan. Hal ini dikarenakan sampah elektronik mengandung ratusan material yang semuanya berbahaya. Untuk itu, Jejak mencoba merumuskan cara-cara yang aman untuk menangani dan memanfaatkan sampah elektronik, sebagai berikut:

Page 16: Majalah JEJAK

JejakV

ol. 2/3, novem

ber 2009

14

sampah elektroniknya dengan mengekspor ke negara-negara berkembang. Tak kurang 20.000 hingga 50.000 ton sampah elektronik dibuang ke negara berkembang, sebagai suku cadang ataupun akan diolah kembali oleh masyarakat di negara berkembang menjadi barang elektronik yang baru lagi. Kita tentu akan sering mendengar kata “refurbished” bila kerap melihat situs penjualan handphone di luar negeri. Itu artinya “daur ulang” rongsok elektronik jadi jualan “baru” Lain halnya di negara-negara berkembang, target market para produsen barang elektronik sekaligus juga sampah elektroniknya, punya cara tersendiri untuk “refurbish” sampah-sampah elektronik mereka. Kesadaran masyarakat negara berkembang tentang pentingnya peduli kepada sampah elektronik, di samping dari sisi bahayanya,

masyarakat negara berkembang nampak lebih kreatif untuk menang-gulangi sampah elektronik baik yang mereka hasilkan atau hasil impor dari negara-negara maju seperti yang su-dah dibahas sebelumnya. Di Cina, sampah elektronik yang masuk ke pelabuhan melalui peti kemas kemudian dikumpulkan ke penampungan barang elektronik bekas. Sampah-sampah elektronik tersebut kemudian dipilah-pilah dan diambil suku cadangnya yang masih bisa digunakan. Kumpulan suku cadang bekas tersebut, kemudian diubah menjadi barang elektronik dengan nilai jual yang layak, tetapi dengan usia produk yang relatif lebih pendek, kemudian dijual ke negara-negara lainnya. Limbah elektronik di Indonesia pun nasibnya tak jauh berbeda. Masyarakat menjadikan limbah ini sebagai peluang bisnis dengan memanfaatkannya kembali. Kalau

anda pernah melihat selebaran-selebaran yang bertuliskan “Dibeli Monitor, Laptop, TV, Cardtidge Printer baru maupun bekas, hidup atau mati”, merupakan contoh usaha segelintir orang untuk mengais rejeki dari sampah elektronik. Sampah elektronik dijadikan barang elektronik baru maupun bekas dengan cara diperbaharui, reparasi sehingga menjadi barang elektronik baru hasil modifikasi. Itulah yang dilakukan Nur Chollis Agi, pemilik sekaligus pengusaha “Mall Rongsokan.” Barang-barang yang dia kumpulkan awalnya hasil buruannya berbelanja barang-barang bekas di pasar dan dengan memasang iklan di media cetak. Sampai akhirnya Chollis memulai usahanya ini sekitar enam tahun yang lalu pada tahun 2004. Barang-barang yang ditampung-nya sudah begitu banyak sampai tidak terhitung. Dia juga tak perlu lagi berburu barang bekas kesana-sini karena sudah banyak orang yang datang kepadanya, menawarkan ba-rangnya untuk dibeli oleh Chollis. ke-mudian dijualnya kembali, baik sudah direparasi atau tidak. Ini karena sudah begitu banyak barang yang ada, maka tidak se-muanya sempat direparasi, apabila ada yang menawar barangnya, maka Chollis dengan senang hati menjual-nya. Untuk perkakas kecil atau perin-tilan dari barang elektronik yang su-dah tidak dapat direparasi lagi seperti p o n s e l dan kom-

p u t -e r,

Vol. 3 /3. d

esemb

er 2010

Seorang pengunjung tengah melirik bisnis elektronik bekas di

mall rongsok

Selama ini, biasanya barang-barang elektronik yang sudah rusak hanya akan menjadi sampah. Namun lain halnya dengan Taufik (27) yang saat ini menjadi “kepala suku” dari komunitas Lumintu. Komunitas yang memiliki kepanjangan Lumayan Itung-itung Tutup Usia ini menyulap sampah-sampah elektronik menjadi mainan-mainan yang unik. “Kita mencoba membuat barang-barang bekas ini sampai maksimal supaya orang lain juga terinspirasi untuk memanfaatkan barang bekas yang mereka miliki sampai benar-benar tidak terpakai,” ujar Taufik. Dalam acara Green Festival (5-7/11/2010) di Parkir Timur Senayan Ja-karta, komunitas yang dirintis oleh Slamet Riyadhi sejak tahun 1998 ini, me-nampilkan barang-barang ciptaannya yang dia sebut kreasi robotik.

Lumintu dan Kreasi RobotikTulisan oleh Yani Hanifah, Foto oleh Ade Sulaiman

Page 17: Majalah JEJAK

Jeja

kV

ol. 2

/3, n

ovem

ber

200

9

15

Vol

. 3 /

3. d

esem

ber

201

0

a k a n dikumpul-

kan sesuai dari materialnya seperti besi, aluminium, sampai emas untuk ditimbang dan dijual kembali, biasan-ya untuk dilebur sesuai dengan jenis logamnya. Nur Chollis Agi tidak mengambil pendidikan formal yang spesifik un-tuk mempelajari barang-barang elek-tronik untuk dimanfaatkan kembali, semua dipelajari secara autodidak selama bertahun tahun. Dan hasil-nya bisa terlihat dari nilai bisnis Mall Rongsokan. “Dengan berbisnis barang bekas dan sampah elektronik ini, perbulan ra-ta-rata seratus juta, sehari tiga jutaan, lah” ujar lelaki yang bersama istri, anak, dan keluarganya juga bertempat ting-

gal di dalam “Mall Rongsok” kesayangan-nya. Dengan omset sekitar tiga juta perhari, uangnya akan diputar untuk membeli rang bekas kembali selain untuk hidup sehari-hari. Menarik, bu-kan? Dari sekian banyak dampak dari menumpuknya sampah elektronik yang disebabkan oleh fenomena prilaku konsumtif yang dipicu oleh perkembangan teknologi yang be-gitu pesat, adalah sebuah tugas bagi kita generasi muda untuk memikir-kan jalan keluar dari masalah sampah elektronik yang akan semakin ber-tambah jumlahnya tersebut. Melihat dari dampak yang ditimbulkan dari bahan berbahaya yang terkandung di dalamnya, butuh jalan keluar dari

ahli-ahli ling-kungan un-

tuk menyelesaikan masalah ini agar tidak

merugikan lingkungan dan keseha-tan masyarakat. Apabila kamu meli-hat peluang bisnis yang berprospek cerah dari fenomena sampah elek-tronik seperti narasumber di atas, bisa diprediksi akan sangat menguntung-kan mengingat sampah elektronik akan terus bertambah seiring waktu yang berjalan dan tekhnologi yang berkembang.

Berjejalnya jumlah barang elektronik bekas di mall

rongsok membuat tempat ini panas dan sumpek.

Page 18: Majalah JEJAK

16

Vol

. 3 /

3, d

esem

ber

201

0

Kutipan di atas seolah tervisualisasikan lagi saat Jejak menyaksikan kejuaran arung jeram nasional “Citarum Open III 2010” yang diselenggarakan Federasi Arung Jeram Indonesia (FAJI), di Sungai Citarum, Bandung, Jawa Barat, 29-31 Juli 2010. Perlombaan yang untuk kategori putri dimenangkan oleh tim dari Mapala UI tersebut juga menyisakan kesan tersendiri untuk Jejak. Kesan akan air sungai Citarum yang berwarna gelap dan terkadang mengeluarkan bau tidak sedap. Sanny Martrianna, salah satu peserta kejuaraan Arung Jeram dari

tim Mapala UI berucap “ (dari sungai-sungai yang pernah diarungi, Red.) menurut gue, itu satu-satunya sungai yang airnya berwarna abu-abu dan ngeluarin bau mirip belerang.” Sebuah ucapan yang makin membuat Jejak merasa yakin bahwa sungai ini memang lebih tercemar dibanding sungai-sungai lain yang sering digunakan untuk kegiatan arung jeram seperti Sungai Cicatih, Citarik dan Cisadane.

Sejarah Panjang dari Sungai Terpanjang Sebelum beranjak pada

pembahasan mengenai pencemaran yang diduga terjadi di Sungai Citarum, Jejak ingin mengulas sedikit mengenai sungai terpanjang di Jawa Barat ini. Dari buku-buku pelajaran sekolah dijelaskan bahwa berdasarkan prasasti-prasasti dan catatan-catatan sejarah yang ada, pernah terdapat sebuah kerajaan yang berasal dari sebuah dusun kecil di tepian sungai Citarum yang diberi nama Kerajaan Tarumanegara. Sungai Citarum ini sendiri untuk menjadi garis batas ketika Kerajaan Tarumanegara pecah menjadi Kerajaan Galuh dan Kerajaan Sunda (abad ke lima belas). Begitu

“Suara gemercik air disibak dayung, terdengar melemah ditimpali nafas terengah penumpangnya.” (Norman Edwin dalam “Bengawan Solo, Tak Berapa Airmu”, Mutiara - 1982).

Page 19: Majalah JEJAK

Vol

. 3 /

3. d

esem

ber

201

0

juga pada saat Kesultanan Cirebon dan Kesultanan Banten menjadi “penghuni” Sungai Citarum. Sedangkan untuk saat ini, fungsi dari sungai Citarum yang tampak ketika pertama kali terlihat oleh Jejak adalah sebagai sarana olah raga Arung Jeram. Sedangkan dalam perbincangan dengan warga di sekitar lokasi Kejuaraan “Citarum Open III 2010”, diketahui bahwa warga seringkali menggunakannya sebagai sarana untuk bertani kangkung dan, untuk DAS yang dekat dengan Waduk Cirata, sering digunakan untuk kolam terapung (jaring apung). Sementara itu, berdasarkan Paparan Gubernur Jawa Barat yang berjudul “Progres Program Penanganan DAS Citarum Secara Terpadu” yang disampaikan pada Rapat Koordinasi Tindak Lanjut Penanganan DAS Citarum (Jakarta, 24 September 2010), diketahui Sungai Citarum memiliki fungsi vital bagi irigasi lahan pertanian seluas 300.000

ha dan untuk sumber air minum 6 kabupaten/kota di Jawa Barat (yang sudah disebutkan sebelumnya) dan Provinsi DKI Jakarta, dengan 80% diantaranya digunakan oleh warga Jakarta. Fungsi lain dari sungai Citarum yang tidak kalah pentingnya adalah sebagai sumber pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Apabila mengikuti alur sepanjang sungai Citarum, maka akan ditemui 3 waduk atau DAM besar, yaitu Waduk Saguling, Waduk Cirata serta Waduk Jatiluhur dengan total daya listrik yang mampu dihasilkan dari ketiganya adalah sebesar 1.400 Mega Watt dengan 700 Mega Watt diantaranya untuk area Jawa, Madura, dan Bali. Liku-liku nan panjang dari sejarah sungai Citarum tersebut juga menggambarkan panjang dan berlikunya bentuk Sungai Citarum. Panjangnya yang mencapai 269 km (berawal dari mata air di Gunung Wayang dan bermuara di Tanjung Karawang) menjadikan sungai ini sebagai sungai terpanjang di Jawa Barat. Luas daerah aliran sungai ini (DAS) mencapai 6.614 Km2. Wajarlah apabila sungai ini begitu pentingnya bagi kehidupan 15,303,758 jiwa yang tinggal di sekitar DAS Citarum yang tersebar di 6 Kabupaten atau Kota di Jawa Barat (Bandung, Cimahi, Cianjur, Purwakarta, Bekasi, Karawang).

Tidak Hanya Soal Sungai yang Tercemar Sementara itu, terkait keberadaan

3 PLTA di DAS Citarum, maka kondisi sungai menjadi sangat penting karena turut mempengaruhi kinerja dari ketiga PLTA tersebut. Selain debit air sungai yang harus mencukupi untuk dapat memutar turbin pembangkit, kadar pencemaran pun mempengaruhi “masa kerja” dari waduk-waduk tersebut. Waduk Saguling misalnya, waduk yang dibangun pada 1985 itu didesain untuk bisa beroperasi selama 67 tahun, namun akibat dari tercemarnya sungai Citarum, saat ini waduk tersebut diperkirakan hanya mampu beroperasi 50 tahun saja. General Manager PT Indonesia Power Sudibyanto pada harian Kompas (25/11/2009) mengatakan, buruknya kualitas air Citarum membuat sejumlah peralatan berbahan logam yang digunakan untuk operasionalisasi pembangkitan listrik mudah berkarat. Peralatan yang sering rusak karena korosi adalah pendingin generator listrik. Pencemaran juga akan menurunkan kualitas air sungai, sehingga sangat sulit untuk melihat aktivitas warga di sana. Untuk usaha tambak misalnya, hanya ada beberapa kawasan, seperti di dekat Waduk Cirata, yang masih memungkinkan untuk dijadikan lokasi kolam terapung. Begitu juga dengan harapan sungai Citarum dapat berfungsi untuk transportasi, masih sulit kiranya masyarakat merelakan badannya gatal-gatal setelah “bercengkerama” dengan air

Ist

tim putri mapala ui sedang mengarungi Sungai Citarum di kawasan Bandung Barat dengan latar belakang tepi sungai yang

mengalami erosi.(foto oleh ju ferdy)

Seorang pemulung sedang memilah sampah di Sungai Citarum. Inilah salah satu bukti bahwa Sungai Citarum telah menjadi “kerajaan sampah.“

Page 20: Majalah JEJAK

JejakV

ol. 2/3, novem

ber 2009

18

Sungai Citarum. Melihat dua contoh tersebut, bisa dibayangkan bahwa di sepanjang sungai Citarum, sudah jarang terlihat pemanfaatan air sungai untuk keperluan sehari-hari. Mengenai permasalahan di Sungai Citarum sendiri ternyata tidak terbatas pada masalah pencemaran. Masih ingat dengan Banjir di Kawasan Kabupaten Karawang dan Kabupaten Bekasi pada bulan Maret 2010 yang lalu? Banjir dengan area genangan meliputi 10 kecamatan di Kabupaten Karawang dan 5 kecamatan di

Kabupaten Bekasi ini terjadi karena meluapnya Air Sungai Citarum. Letak 2 kabupaten ini memang tepat di kawasan hilir dari Sungai Citarum, akan tetapi bukan berarti untuk kawasan hulu tidak terjadi banjir. Contohnya yang terjadi di Kabupaten Bandung, tepatnya di Kecamatan Dayeuhkolot dan Kecamatan Baleendah bulan September 2010 yang lalu. Kawasan ini mengalami banjir akibat luapan sungai Citarum. Kerugian yang ditimbulkan oleh banjir ini mungkin sudah tidak

dapat dipungkiri besarnya. Dengan banyaknya rumah yang terendam, maka aktivitas warga menjadi terhambat. Belum lagi dengan dampak setelahnya seperti tumpukan sampah ataupun penyakit kulit dan pernafasan yang muncul akibat banyaknya limbah padat dan cair di Sungai Citarum. Jadi, belum selesai masalah pencemaran yang menurut BPLHD Jawa Barat sudah berada pada kondisi tercemar berat (mendapat nilai D pada saat dilakukan penelitian dengan menggunakan metode Storet, Storage and Retrieval, suatu metode untuk mengidentifikasi kualitas air), masalah banjir juga menjadi permasalahan lain di DAS Citarum yang harus diselesaikan.

Akar Masalah Akar permasalahan yang terjadi di Sungai Citarum, pada dasarnya berpusat pada bagian hulu sungai yang masuk ke dalam 10 sungai terkotor di dunia ini. Bayangkan saja, data tahun 2010 menunjukan di bagian hulu DAS Citarum, yang berada di kawasan Bandung, terdapat 7.867.006 jiwa (data 2010) atau ± 50% dari keseluruhan jumlah penduduk yang berada di DAS Citarum (15,303,758 jiwa). Jumlah penduduk ini pada akhirnya mendorong terjadinya eksploitasi ruang dan juga sumber daya alam. Perubahan bentang alam, mulai dari hilangnya tutupan hutan untuk pertanian hingga untuk kawasan pemukiman, menjadi salah satu penyebab berkurangnya kawasan resapan sekaligus menambah sedimentasi (akibat erosi) ketika terjadi hujan yang deras di kawasan hulu. Berdasarkan paparan Gubernur Jawa Barat yang berjudul “Progress Program Penanganan DAS Citarum Secara Terpadu”, perubahan lahan

perbandingan dAs Citarum hulu tahun 1994 dengan kondisi dAs Citarum hulu tahun 2015 bila tidak terkendali

sungai Citarum dari hulu sampai hilir

Page 21: Majalah JEJAK

tutupan hutan dari tahun 2000 (71.750 Ha) ke tahun 2009 (9.899 Ha) sebesar 86%. Sedangkan penggunaan pemukiman meningkat cukup besar, yaitu 115% (dari 81.686 Ha menjadi 176.442 Ha). Pemukiman ini pula, yang berupa rumah ataupun pabrik, berdasarkan data dari BPLHD Jawa Barat, berperan besar dalam memberi nilai D (pencemaran berat) untuk sungai Citarum. Di sepanjang sungai, terutama di kawasan hulu, banyak sekali ditemui sampah-sampah solid (berbentuk padat). Begitu juga limbah cair yang sebagian besar “disumbangkan” oleh pabrik-pabrik yang berdiri di sepanjang sungai. Belum lagi polusi udara yang disebabkan oleh pemukiman tersebut. Temuan BPLHD Jawa Barat menunjukan bahwa tercemarnya udara di sekitar kawasan DAS Citarum, menyebabkan semakin parahnya pencemaran di sungai ini.

Upaya untuk Cita-Citarum Berdasarkan Laporan Kegiatan Lokakarya Citarum Roadmap & Investment Program Coordination Workshop (29-30 Oktober 2009 di Sari Ater Subang), Jejak memperoleh

informasi bahwa pada tanggal 29 Oktober 2008 lalu Pemerintah Indonesia telah menandatangani Perjanjian Kerangkan Pembiayaan (Framework Financing Agreement) dengan Asian Development Bank (ADB) sebesar US $ 921 juta untuk mendukung program Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu di Wilayah Sungai Citarum atau Integrated Citarum Water Resources Management Program (ICWRMP). Sebuah program yang diharapkan dapat memperbaiki kondisi-kondisi kemiskinan, kesehatan dan kualitas air di DAS Citarum. Beberapa rincian pelaksanaan program ini dapat ditemukan dalam artikel Ringkasan Utama untuk Program Investasi Sumber Daya Air Terpadu di Wilayah Sungai Citarum dari BPLHD Jawa Barat. Rincian tersebut berupa diperbaikinya kondisi daerah tangkapan air di hulu wilayah sungai, kuantitas dan kualitas air di alur-alur sungai dan di waduk-waduk yang memenuhi syarat, terjaganya ketersediaan air minum dan diperbaikinya sanitasi menuju pusat-pusat perkotaan dan masyarakat di pedesaan, berkurangnya kerusakan dan kerugian akibat banjir dan kerusakan lain akibat daya rusak air,

diperbaikinya hasil-hasil pertanian dengan penyaluran air irigasi yang lebih efektif dan pengelolaan irigasi yang lebih efisien dan pemanfaatan dan alokasi sumber daya air yang ketersediaannya terbatas secara lebih ekonomis dan merata. Ada pula program tambahannya berupa pengaturan kelembagaan secara memadai dan efektif untuk pengelolaan sumber daya air terpadu di wilayah sungai, yang tidak hanya melibatkan pemerintah, tapi juga masyarakat. Harapan besar tentunya telah ditaruh di atas pundak tidak hanya para penanggung jawab dan pelaksana ICWRMP tapi juga masyarakat di sepanjang DAS Citarum. Harapan akan membaiknya kondisi sungai Citarum hingga tidak ada lagi rasa segan untuk “bercengkerama” dengannya, melihat dan merasakan sebuah sungai yang bersih dan indah. Sebuah harapan, sebuah cita-cita, “cita-citarum” (dikutip dari www.citarum.org).

Salah satu lokasi banjir di Jawa Barat yang diakibatkan luapan dAS Citarum

Page 22: Majalah JEJAK

Vol. 3 /3, d

esemb

er 2010

Page 23: Majalah JEJAK

Salah satu sudut DAS Citarum yang menampilkan keindahan saat matahari terbenam. Berlokasi di dekat Waduk Cirata.

(Foto oleh Ade Sulaeman)

Page 24: Majalah JEJAK

JejakV

ol. 2/3, novem

ber 2009

22

Melalui informasi yang disampaikan pembawa acara saat itu, diketahui

bahwa alat-alat musik tersebut di buat oleh Dodong Kodir den-gan “bahan baku” sampah. Dari barang-barang yang sudah tidak terpakai dan dibuang oleh para pemi-liknya terdahulu, entah itu dibuang ke tong sampah, ke jalan, ke got, ataupun ke

sungai.

Keliling Dunia dengan Tiket dari “Sampah” Mengusung tema rubrik “Jejak Utama” edisi

ini, yaitu d a u r u l a n g

b a r a n g -barang elektronik, Jejak mencoba menggali lebih dalam cerita di balik sosok pembuat alat-alat musik dari sampah tersebut dengan mengadakan kunjungan ke rumah Kang Dodong di bilangan Dago, Bandung. Jalan menuju ke rumahnya

tidak mudah ditelusuri, setelah sampai di sebuah pertigaan yang

menghubungkan Jalan Cisitu Lama dengan Jalan Cisitu Baru, perjalanan harus dilanjutkan

dengan melalui gang yang selain

hanya memiliki lebar sekitar 1 meter juga cukup berliku-liku. Di depan rumahnya di Jalan Cisitu Lama, Gang VII, Dago, Bandung, Kang Dodong, panggilan akrabnya, menyambut Jejak dengan ramah, khas warga bumi priangan. Tanpa basa-basi, sosok berambut gondrong dan berjanggut tersebut langsung mengajak masuk ke ruang tamu rumahnya. Sebuah ruangan berukuran sekitar 6x3 meter dan sepertiganya dipenuhi oleh alat-alat musik buatannya. Setelah berbincang-bincang sejenak mengenai alasan Jejak mewawancarainya, pensiunan

Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Bandung ini mulai m e n c e r i t a k a n bagaimana dia bisa menciptakan alat-alat musik dari sampah. M e n u r u t n y a , berbagai karya

tersebut dapat tercipta karena kebiasaannya yang “suka ngulik (suka mengutak-atik, Red) dari usia muda”. Kang Dodong senang mencoba-coba memunculkan suatu suara yang tidak diperoleh dari alat musik yang ada. Hasil “ngulik” yang pertama

dodong kodir,sampah yang mengalun

Tepuk tangan riuh mengakhiri sebuah sajian musik dari pria-pria yang seragam mengenakan baju perwarna putih. Sore itu, 25 April 2010, di kantin Pusat Studi Jepang (PSJ), Kampus Universitas Indonesia, Depok, men-galun suara-suara alam yang walaupun terkadang terdengar suara fals, mampu membuat para penonton/pendengar/tamu. “Wajar aja kalau fals, namanya juga dari sampah” ujar Dodong Kodir, pemimpin dari kel-

ompok yang memperkenalkan nama mereka sebagai Lungsuran Daur.

... sebuah harapan bahwa setelah mendengarkan musik dari alat-alat musik buatannya serta, tentu saja,

mengetahui “bahan baku” dari alat-alat musik tersebut orang-

orang akan tergugah dan peduli akan kelestarian lingkungan teru-

tama mengenai sampah...

Teks dan foto oleh Ade Sulaeman

Page 25: Majalah JEJAK

Jeja

kV

ol. 2

/3, n

ovem

ber

200

9

23

diperolehnya adalah sebuah suling yang dibuat dari bambu dengan ukuran besar. Kemudian usaha kedua menciptakan alat musik yang unik diawali kekagumannya pada Shakuhachi, sebuah alat musik tiup dari negara Jepang yang menyerupai suling. Namun, berbeda dengan shakuhachi asli yang berukuran kecil, Sulangsong, nama Sakuhaci buatan Kang Dodong, berukuran lebih besar. Dua alat musik tersebut mengawali sepak terjang Kang Dodong dalam menciptakan alat-alat musik yang unik. Sepak terjang yang sudah banyak diberikan pengakuan dan penghargaan baik itu berupa undangan “mentas” di kampus-kampus atau gedung-gedung kesenian di Indonesia hingga keliling dunia dengan hanya berbekal “sampah”. Beberapa negara yang pernah dia kunjungi adalah Amerika Serikat, Denmark, Jepang, Spanyol, Perancis, Yunani dan Belgia.

Mulai dari Suara Lalat hingga Suara Tornado Ketika ditanya tentang urutan alat musik buatannya yang berjumlah lebih dari 100 buah tersebut,, sosok kelahiran Tasikmalaya, 8 November 1951 ini mengaku tidak bisa mengingat persis, “yang jelas setiap kejadian yang aheng (besar atau

heboh, Red.), saya selalu membuat suatu alat (musik, Red.) untuk mengenangnya” ucapnya. Dia memberi contoh “Sagara”, sebuah alat musik berbentuk segi empat dengan sebuah lingkaran dari sampah bingkai jam dinding di tengahnya serta berisi butiran kecil besi-besi dari roda sepeda. Alat musik yang dapat menirukan suara ombak di laut ini dibuatnya untuk mengenang terjadinya bencana tsunami di Aceh pada tahun 2004. Dia tidak ingat kapan persisnya alat tersebut dibuat, yang jelas tidak lama dari terjadinya tsunami tersebut. Sagara, beserta alat-alat musik lain yang dibuat oleh suami dari Tutin Suwartini ini, dibuat dengan tujuan menyadarkan serta mengingatkan manusia akan lingkungan. Suara-suara yang dimunculkan dari alat-alat musik ciptaannya seperti suara tornado, longsoran tanah, petir, harimau, kicauan burung, kokok ayam ataupun suara lalat tersebut dia buat tanpa tujuan apapun, namun ternyata suara-suara tersebutlah pada akhirnya membuat Kang Dodong merasa bahwa “jangan-jangan limbah juga menghimbau kepada kita”, hingga dia memutuskan untuk peduli pada masalah lingkungan.

Daur Ulangnya Lungsuran Daur Pada tahun 2000, Kang Dodong membentuk sebuah grup pengalun alat-alat musik berbahan baku sampah atau barang bekas dengan nama “Lungsuran Daur”, yang apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai “daur ulang”. Lungsuran Daur sendiri dibentuk dengan sebuah harapan bahwa setelah mendengarkan musik dari alat-alat musik buatannya serta, tentu saja, mengetahui “bahan baku” dari alat-alat musik tersebut orang-orang akan tergugah dan peduli akan kelestarian lingkungan terutama mengenai sampah. “Urang mah euy teu bisa tanaga, urang mah lewat seni we lah” (saya sih gak bisa nyumbang tenaga, jadi melalui seni saja), Kang Dodong berujar ketika ada pihak yang mengajaknya untuk terlibat dalam acara pelestarian lingkungan. Dia berkeyakinan semua orang mampu untuk menyelamatkan lingkungan dengan cara dan kemampuannya masing-masing. Terakhir, Kang Dodong berpesan pada kita semua agar jangan pernah menganggap remeh suatu karya yang berasal dari limbah, “justru kita harus lebih semangat (membuat dan menggunakannya, Red.) karena hasil karya tersebut bernilai lebih besar, (yaitu) dapat secara otomatis mengurangi limbah di sekitar kita”.

kanan: benda yang tampak seperti lukisan ini merupakan sebuah alat musik loh! Alat musik yang dapat menirukan suara

ombak laut ini dibuat untuk mengenang bencana tsunami Aceh tahun 2004

Vol

. 3 /

3. d

esem

ber

201

0

Page 26: Majalah JEJAK

Vol. 3 /3. d

esemb

er 2010

Mechanical Festival 20114-5 Februari 2011

Himpunan Mahasiswa Mesin Institut Teknologi Bandung (HMM ITB), organisasi kemahasiswaan bidang keprofesian teknik mesin, pada awal tahun 2011 akan mengadakan Mechanical Festival 2011 atau disingkat M-Fest 2011 pada tanggal 4-5 Februari 2011. Kegiatan ini nantinya tidak hanya pameran teknologi, tetapi diadakan pula rangkaian acara M-Fest 2011 lainnya yang terdiri dari New Engine Tune Up, National Innovation Contest, Phytagorean Device Performance, acara pembukaan dan penutupan, serta beberapa rangkaian acara pra kegiatan lainnya menuju puncak ajang unjuk kebolehan ITB.

Page 27: Majalah JEJAK

Jeja

kV

ol. 2

/3, n

ovem

ber

200

9

25

Vol

. 3 /

3. d

esem

ber

201

0

Page 28: Majalah JEJAK