Majalah Sinar Muhammadiyah Mesir Edisi 53

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/27/2019 Majalah Sinar Muhammadiyah Mesir Edisi 53

    1/291SINAR MUHAMMADIYAH Edisi Ke-53, September 2013

  • 7/27/2019 Majalah Sinar Muhammadiyah Mesir Edisi 53

    2/292 SINAR MUHAMMADIYAH Edisi Ke-53, September 2013

    ____________________________________________________________________

    EDITORIAL 02_________________________________________________________

    DAPUR REDAKSI 03_________________________________________________________

    SURAT PEMBACA 04_________________________________________________________

    LAPORAN UTAMA 05_________________________________________________________

    KOLOM 08_________________________________________________________

    KAJIAN UTAMA 1 09_________________________________________________________

    KAJIAN UTAMA 2 11_________________________________________________________

    HIWAR 13_________________________________________________________

    TELISIK TOKOH 16_________________________________________________________

    DUNIA PCIM 17_________________________________________________________

    KAJIAN FAKULTATIF 18_________________________________________________________

    WARTA MUHAMMADIYAH 23_________________________________________________________

    TRANSFORMASI 24_________________________________________________________

    ETALASE 25_________________________________________________________

    SASTRA 26_________________________________________________________

    PERSPEKTIF 28_________________________________________________________

    RENUNGAN 29_________________________________________________________

    Edisi Ke-53 , September 2013

    Ajaran Islam telah paripurna sepeninggal Rasulullah Saw. Beliau telahmengejawantahkan nilai-nilai Ketuhanan dalam ranah kehidupan. Risalah yangdiembannya mampu menjawab tantangan zaman pada masa itu. Oleh karena itu,ajaran Islam yang disampaikan oleh duta besar terakhir utusan Allah tersebutsangat sinkron untuk membenahi kondisi dan permasalahan pada zaman jahiliyah.Rasulullah Saw. tidak hanya berusaha menyelesaikan permasalahan padazamannya saja, namun beliau juga meletakkan pondasi dasar untuk umat Islamsepeninggalnya. Pondasi ini lah yang menjadi benteng para ulama untuk menjawabtantangan zaman. Nas-nas keagamaan yang terbatas tentunya tidak dapatdijadikan patokan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan baru yangtidak terbatas. Pemaksaan terhadap nas-nas yang kemudian diaplikasikan terhadappermasalahan yang dihadapi belum tentu menjadi solusi. Bahkan ironinya tidak

    memberikan maslahat bagi manusia karena sikap eksklusifnya tersebut. Tekskeagamaan tidak dapat diaplikasikan dengan berkutat pada ranah lafadz yangtersurat di dalam al-Quran dan as-Sunah saja. Namun, terkandung makna yangtersirat, yang mana justru lebih banyak memberikan maslahat bagi manusia.

    Di era globalisasi ini banyak sekali permasalahan-permasalahan baru yang tidakditemukan dalam Quran dan Sunah yang menuntut sebuah hukum. Tentunyaperbedaan teritorial, letak geografis, budaya dan kondisi antara satu daerah dengandaerah yang lain menuntut hukum yang berbeda-beda. Lebih khususnya lagi ,antar personal juga memiliki kondisi berbeda yang memerlukan hukum baik untukmenjustifikasi perbuatannya atau pun menegasikannya. Fatwa yang dikeluarkanoleh para ulama diharapkan mampu menjawab dan memberikan solusi demikemaslahatan umat yang multi dimensi dan kultural. Imam Ibnul Qayim dalamkitabnyaIlmul Muwaqinmenjelaskan bahwa fatwa berubah tergantung padaperubahan zaman, tempat,adat, dan juga kondisi. Hal tersebut juga senada denganungkapan Syekh Yusuf Qaradhawi dalamMji bt T aghyr Al -Fatwtentangperubahan fatwa untuk kemaslahatan umat melihat dari sisi zaman, tempat, adatdan keadaan.

    Fatwa merupakan produk agama yang menjaga identitas Islam sebagai agamayang shlih li kulli makn wa zamn. Namun, bagaimana jika wajah Islam dicorengoleh monopolisasi fatwa yang digunakan untuk kepentingan kelompok maupungolongan tertentu? Oleh karena itu para ulama telak menetapkan kualifikasi muftiagar fatwa yang dihasilkan terlepas dari belenggu-belenggu kepentingan. Semogarubrikasi pada edisi kali ini dapat menjadi pijakan untuk memahami fatwa secaralebih mendalam, termasuk urgensitas dan posisi fatwa.

    Pimred Sinar

    Fatwa; Wajah Islam MenghadapiTantangan Zaman

    Perbedaan Fatwa danUpaya Pemersatuan Umat

    Di era modern, semakin banyak munculpersoalan yang sebelumnyatidak pernah dijumpai padazaman Rasulullah Saw., sahabat,tabiin, maupun generasi

    setelahnya. Tidak mungkinpersoalan-persoalan barutersebut tidak dihukumi

    hanya karena tidakterdapat teks syariatyang langsungmenghukumi persoalan

    tersebut.

    Fatwa dan Upaya Dialektika Agamadengan Peradaban

    Sesungguhnya Allah mengutus setiap (kurun) seratus tahun kepada umat ini,seseorang (mujadid) yang memperbaharui agamanya.

    Mengenal Seluk-Beluk Fatwa

    Syariah tidak menetapkan hukum secara rinci hingga bagian yang terkecil.Namun, syariah datang membawa perkara dan pernyataan yang sifatnya umum

    yang mencakup berbagai persoalan yang tidak terbatas.

    HIWAR KAJIAN UTAMA

    LAPORAN UTAMA

  • 7/27/2019 Majalah Sinar Muhammadiyah Mesir Edisi 53

    3/293SINAR MUHAMMADIYAH Edisi Ke-53, September 2013

    PELINDUNG:

    Ketua Pimpinan Cabang istimewaMuhammadiyah (PCIM) Kairo-Mesir,

    Nuhdi Febriansyah, Lc.

    LITBANG:

    Muhammad Rifqi Arriza,

    Dedi Djamaludin,Zuhdi Amin

    PIMPINAN UMUM:

    Alda Kartika Yudha

    PIMPINAN REDAKSI

    Muhammad Fardan Satrio Wibowo

    PIMPINAN PERUSAHAAN:

    Fathur Rabbani

    SEKRETARIS:

    Muhammad Bakhrul Ilmi

    BENDAHARA:

    Illa Halisa

    SIRKULASI DAN DISTRIBUSI:

    Syafiq, Umair Fahmidin

    REDAKTUR PELAKSANA:

    Khaerul Anam, Silma Syahida, Rina

    Saadah,Lukman Nur, Azwar, Hana Juhairiyah,

    Wida Rabiatul, Khairul Faizin

    REPORTER:

    Nafi, Muktashim Billah ,Fahrudin

    EDITOR:

    Ismail Sujono, Musa Al-Azhar

    LAYOUTER:

    Syaifuddin Nur, Zaky Al-Rasyid

    PEMBANTU UMUM:

    Keluarga besar Sinar Muhammadiyah

    ALAMAT:

    Buils 113/15 Tenth District

    Nasr City Cairo-Egypt

    Telp: 01117260504

    Email: [email protected]

    Facebook: Sinar Muhammadiyah Mesir

    Long time no see... Sinar!!!Itu mungkin ungkapan rekan-rekan Masisir yang tahu seluk-beluk majalah ini

    mulai dari embrio terbentuknya, proses kelahiran serta perkembangannya, dan siapabapak, serta ibunya.(Lho...mas, Sinar Majalah kan? bukan yang lainnya). Sinaradalah salah satu majalah di ranah Masisir yang berusaha membaca wacana danpergerakan peradaban Islam melalui sudut pandang perpaduan metodologi ilmiahdan pemanfaatan literatur-literatur di bumi kinanah ini. Setelah lama takmenampakkan wajahnya, kini kami berusaha unjuk tangan ( karena gigi sudahterlalu mainstream) kepada khayalak sekalian sebagai wujud penolakan atasdakwaan kalo dunia tulis-menulis Masisir sedang lesu.Thinking & Wr it ing are neverdie, itulah buah pikiran dan semangat kru-kru Sinar periode 2013-2014. Dapur yangsudah lama tak mengepul disulut kembali oleh korek api cap kepercayaan dariKetua PCIM . Bahan bakarnya pun dipilih dengan memilih suluh-suluhatau kayumuda, agar kobaran api lebih tahan lama untuk memasak isi majalah agar renyahdan nikmat ketika dihidangkan serta dinikmati oleh para pembaca.

    Kesiapan dan kecakapan terbatas yang dimiliki kru-kru Sinar tidak menghalangikobaran api untuk senantiasa belajar, berkreasi, serta berdialog lewat alunan katapada majalah tercinta kita. Awalnya ada sedikit keraguan di dapur kami, mengingatsuluhyang tersedia belum mencukupi untuk digunakan memasak bahan makananyang telah disediakan oleh Litbang. Namun, seiring berjalannya waktu, keterbatasanyang dimiliki oleh para punggawa Sinar tidak menyulutkan semangat untuk bekerjakeras dan cerdas. Bekerja keras dengan keterbatasan kru, bekerja cerdas untukmenggali dan mengembangkan potensi yang dimiliki para kru.

    Pembaca membutuhkan makanan yang nikmat untuk disantap. Namun kami

    selaku kru baru masih senantiasa berbenah diri untuk menciptakan menu-menu yangsesuai dengan selera keilmuan pembaca. Kelebihan dan kekurangan pastinya tampakdari masakan yang kami sajikan pada edisi perdana periode kami. Saran dan kritikyang konstruktif sangat kami harapkan guna membuat dapur kami selalu mengepulpada edisi-edisi selanjutnya.

    Kru-kru Sinar yang baru sejenak mewarnai nafas perjalanan di bumi para nabiini. Dengan menorehkan goresan pena hasil aktualisasi jiwa dan raga, kami merekamjejak potret sejarah. Karena menulis adalah bekerja untuk keabadian dan akandikenang oleh sejarah.

    Redaksi

    Dapur Kita Kembali Mengepul, Sobat!

  • 7/27/2019 Majalah Sinar Muhammadiyah Mesir Edisi 53

    4/294 SINAR MUHAMMADIYAH Edisi Ke-53, September 2013

    Assalamu ailikumGimana kabarnya Sinar? sudah lama nihh gak kelihatan,padahal

    dulu saya termasuk langganan Sinar lohh,, tapi kenapa koq sudah lamagak keluar, padahal ki ta sudah lama lohh nungguin Sinar keluar., yasudah dehh kalau gitu, pokoknya aku tetap menunggu sinar keluar. miss

    you all para punggawa Sinarthur_up

    WaalaikumussalamAlhamdulillah kabar Sinar baik. Ada kabar baik nih buat pem-

    baca Sinar. Memang lama ya Mr.Thur_Up, Sinar tidak terdengargaungnya di bumi Masisir. Tapi bulan ini insya allah Sinar kem-bali menyapa teman-teman Mahasiswa Indonesia di Mesir. So,Dont miss it. ^_^

    Assalamu alaikum

    Sudah lama kayaknya Sinar gak mengepul kayak fuul. T api dengar-dengar katanya dalam waktu dekat ini Sinar bakal terbit?., Kami sihhinginnya Sinar ada sedikit tampilan yang berbeda dibanding majalahyang lain, mungkin dari segi isi atau konten yang disaji kan., owh iyaa,,kalau boleh tahu, siapa sihh Pimred Sinar sekarang?? mohon tangga-pannya.. syukran..

    Ibnu ummihiWalaikumussalamIya mas Ibnu ummihi. Sudah sekian lama Sinar belum menam-

    pakkan batang hidungnya. Beberapa surat pembaca juga menan-yakan hal yang serupa kapan Sinar terbit?.Tapi Slow but sure

    kini Sinar kembali menyapa para pembaca yang budiman. Kontenyang berbeda dengan media yang lain sama seperti edisi-edisi se-

    belumnya dengan ciri khas Sinar berupa majalah semi ilmiah.Kami sedang mencari format yang tepat untuk edisi-edisi Sinarselanjutnya. Oleh karena itu, besar harapan kami mendapatkanmasukan dari mas Ibnu Ummihi dan pembaca-pembaca yang lain.Untuk Pimred majalah Sinar periode ini dinahkodai oleh Mas Far-dan Satrio.

    Assalamu alaikumAda yang bil ang katanya Sinar mau keluar lagi yaa?? bener gak

    sihh??, kangen nihh sama tul isannya anak-anak Muhammadiyah. Adahal baru gak yaa yang disaji kan sinar kali ini?? atau masih seperti edisi-edisi yang lama?? tetap semangat lahh pokoknya buat para kru Sinar.,majuu teruss.

    Perindu_Surga

    WaalaikumussalamIya, anda benar sobat Sinar. Bulan ini edisi perdana Sinar pe-

    riode 2013-2014. Banyak hal yang baru, mulai dari kru maupuntampilan Sinar itu sendiri. Ya memang masih banyak kekuranganyang perlu dibenahi baik dari segi tampilan maupun substansitulisan. Tapi itu semua semoga bisa bertahap menuju model yanglebih baik. Terima kasih buat dukungan Perindu_Surga, kru-kruSinar yang baru sedang bersemangat.:)

    Sel amat Dat ang Tahun Aj ar an Bar u2013-2014Teruslah Berkarya hingga Jeda Tiba!

  • 7/27/2019 Majalah Sinar Muhammadiyah Mesir Edisi 53

    5/295SINAR MUHAMMADIYAH Edisi Ke-53, September 2013

    Demikianlah sabda pemegangpanji suci yang buahpikirannya mengilhami ber-bagai dimensi sepeninggal

    beliau. Seiring perkembangan zaman, den-gan berkaca pada kacamata sejarah, sabdanabi Muhammad Saw. ini semakin terbuktikebenarannya. Hal ini dapat terlihat dipanggung peradaban Islam sepeninggalbeliau. Muncul para mujadid/ pembaharuyang berupaya mengejawantahkan nilai-nilai islam sebagai jawaban atas komplek-sitas permasalahan di setiap kurun masa.Terbukti sosok-sosok seperti, Umar binAbdul Aziz, Imam Syafii, Imam Abu HasanAl-Asyari, Imam Ghazali, Imam Suyuthimenjadi pionir garda depan dalam mem-bentengi agama Islam.

    Dari hadis tersebut di atas, substansiyang terkandung di dalam hadis itu me-muat tiga aspek.Pertama, janji Allah untukmengutus seorang utusan. Dengandemikian, sudah lah pasti setiap kurun per-gantian masa muncul sosok yang dijanjikan

    oleh Allah. Sebagaimana ungkapan ImamSuyuti dalam kitabTaqrr al - Isti nd f T af-sr al- I jt ihdbahwasanya setiap masa tidakakan lepas dari kehadiran seorang mujta-hid.Kedua, Subyek pembaharu yaitu seo-rang mujadid. Pembaharu disini tentunyatelah layak dan masuk kualifikasi sebagaiseorang mujtahid.Ketiga, Obyek yangdiperbaharui yaitu agama. Pembaharuanagama itu sendiri bukan berarti ajaran yanglama dan diusung para pendahulu telahusang dan tidak relevan dengan lajuperkembangan zaman. Akan tetapi, slogan

    akhdzu ala jadid al-aslah wa muhfadzahala qadm as-shlih( mengambil sesuatu yangbaru yang leih baik, dan menjaga sesuatu yanglama yang( senantiasa) baik)tetap senantiasaberlaku. Sebagaimana yang diajarkan olehImam Suyuthi dalamHusn Muhdarahyangmana beliau dalam menghukumi sesuatuyang baru tidak lepas dari peranan kitab-kitab turats dan sumbangsih ulama-ulamaterdahulu.

    Pembaharuan tentunya memiliki stan-dar sebagai batasan proses tajdid atau mod-ernisasi dalam ranah agama. Modernisasidisini bersifat kompleks, mencakup mod-ernisasi pemahaman terhadap teks dan kon-teks, metodologi, produk hukum, dan lainsebagainya yang mana memiliki hulu dansumbu yang sama yaitu Quran dan Sunahserta sumber hukum yang lain. Adapunbatasan pembaharuan terbatas pada aspek-

    aspek yang bersifat mutaghayirat( tidakkonstan). Sedangkan aspek yang bersifattsawabit(tetap) tidak ada pembaharuan didalam ranah ini, melainkan hanya yangbersifat metodologis, seperti upaya penja-gaan akidah yang dilakukan oleh ImamGhazali dengan menggunakan ilmu mantikuntuk memahamkan umatnya pada masaabad kelima berkaitan dengan aspek tran-sendental. Pembaharuan terdapat dalamberbagai bidang, seperti ; politik, sebagai-mana yang digaungkan oleh Abu Ala al-Maududi, bidang social, yang diusung olehSayyid Ahmad Khan melalui gerakan Ali-garh di India, dll. Majalah Sinar pada edisikali ini hanya mengangkat pembaharuandalam ranah hukum, yaitu pembahasansalah satu produk ijtihad para ulama berupafatwa dalam upaya penjagaan agama Islamagar senantiasashalih likull i makn wazamn.

    Berikut ini adalah hasil wawancara den-gan para tokoh, baik mahasiswa di Mesiryaitu Ust.Bitoh Purnomo Lc. dan Ust.Dedi

    Jamaludin Lc., maupun tokoh di Indonesiayaitu Bapak Supriyanto Lc. seorang dosendi fakultas pendidikan di salah satu STAIN.

    Urgensitas Fatwa di Era Kontem-porer

    Fatwa merupakan suatu produk hukumyang berasaskan dasar keridhaan antarpihak-pihak. Baik pihakmufti(subyek yangberfatwa) danmustafti(obyek yangmeminta fatwa),maupun antar mustafti.Ust.Dedi Jamaludin Lc. menitik beratkanfatwa sebagai parameter kedewasaan umatmuslim, disamping urgensitas fatwa itu

    sendiri sebagai solusi terhadap perselisihandan permasalahan umat. Berbeda denganqadhayang titik beratnya pada paksaandari pihak qdhi (hakim) yang otomatissikap kerelaan masing-masing pihak tidakbegitu diindahkan. Ust.Bitoh Purnomo Lc.juga menambahkan peranan fatwa dapatterlihat sebagaimana fungsi Darul Ifta(Lembaga Fatwa) di negeri kinanah, belumlagi setiap personal ulama mengeluarkanfatwa atau penjelasan atas suatu hukumyang mengentaskan permasalahan yangdihadapi olehmustafti. Berbicara mengenaifatwa tidak lepas dari pembahasan tentangijtihad dan urgensi dari ijtihad itu sendiri.Karena fatwa merupakan salah satu bagiandari ijtihad para ulama. Klasifikasi seorangmujtahid yang berfatwa pun sudah banyakdijelaskan dalam kitab-kitab turats maupunkontemporer. Syekh Muhammad ibn

    Fatwa dan Upaya Dialektika Agamadengan Peradaban

    SesungguhnyaAllah mengutussetiap (kurun)seratus tahun

    kepada umat ini,seseorang

    (mujadid) yangmemperbaharui

    agamanya.

    (HR. Abu Hurairah)

  • 7/27/2019 Majalah Sinar Muhammadiyah Mesir Edisi 53

    6/296 SINAR MUHAMMADIYAH Edisi Ke-53, September 2013

    Husain al-Makki dalam kitabDhawbit al-Fatwamemaparkan bahwa seorang muftiadalah seorang faqih dan telah mencapaiderajat mujtahid mutlak.

    Menurut Bapak Supriyanto Lc., fatwamenjadi penting keberadaannya untuk

    masa sekarang, karena hal tersebut sangatmambantu masyarakat muslim dalammenegaskan kedudukan hukum dalammasalah- masalah baru yang tidak pernahmuncul pada kurun masa sebelumnya.Disisi lain, fatwa merupakan wajah Islamdalam menghadapi roda permasalahanyang berputar di seluruh penjuru dunia.Oleh karena itu, tak ayal kalau seandainyafatwa dari personal maupun lembagadiantara berbagai negara acap kaliberbeda, hal ini disebakan adanyaperbedaan waktu, tempat, adat dan keadaansebagaimana yang dipaparkan Syekh YusufQaradhawi dalam kitabnyaMjibt T aghyral-Fatw.

    Elastisitas Fatwa sebagai ProdukHukum

    Rayi shawab yahtamilu al-khata`, warayu ghairi khata` yahtamilu al-shawab

    Perkataan Imam Syafii tersebut men-gindikasikan bahwa sebuah pemikiran atauijtihad seseorang memiliki kemungkinanuntuk menjadi benar, maupun menjadisalah. Namun,banyak pihak yang menyalahartikan perkataan Imam Syafii ini. Merekamenyangka bahwa semua manusia memiliki

    derajat yang sama untuk berpendapat, se-bagaimana pola pemikiran barat yang men-junjung tinggi demokrasi dan menyatakankesetaraan manusia dalam berbagai hal.Fenomena tersebut mendapat kritikan dariSyekh Ali Jumah dalam bukunya al-I ft baina al- F iqhi wa al-Wqi menyatakanbahwa dalam perkara agama semua orangtidak dapat ikut andil atau ikut serta didalamnya. Ranah agama berbeda denganranah yang lainnya seperti ekonomi,sosial,maupun politik. Wilayah perbedaan yangterjadi tidak dapat digeneralisir pada semua

    aspek, setiap perbedaan diterima sebagaisuatu keniscayaan. Hal ini dikarenakanpenerimaan tersebut berimplikasi padapeniadaan aspek-aspek yang bersifattsawbit(tetap) dalam Islam. Disisi lain,relativitas kebenaran ini mencoba menya-maratakan seorang yang telah memilikikualifikasi berijtihad dengan yang belummemenuhi kualifikasi.

    Perbedaan pendapat dalam fatwa meru-pakan suatu rahmat. Akan tetapi, satu halyang perlu digaris bawahi adalah perbe-daan terjadi pada para individu yang telahmemiliki kualifikasi sebagai seorang mufti.Perbedaan ini merupakan bentuk elastisitasfatwa sebagai produk hukum yang mampumenjangkau setiap zaman, tempat, adat dankeadaan yang berbeda dari masa ke masa.Tentunya sangat rancu ketika fatwa yangberfungsi sebagai maslahat justru menjadi

    mafsadat dikarenakan tidak mempertim-bangkan keadaan,letak geografis, sertakondisi kultural masyarakat. Karena perbe-daan fatwa ini lah, maka Islam tetap di-yakini menjadi agama yang solutif terhadappermasalahan-permasalahan kontemporer

    yang berubah dari masa ke masa. Kendatidemikian, perbedaan ini juga terkadangmengandung polemik terutama dikalangangrassrootsatau kaum muslim yang belumbegitu mengenal tentang fatwa. Sebagai-mana yang diungkapkan oleh bapak Supri-yanto Lc. bahwamuncul polemik baruketika fatwa fatwa yang dikeluarkanternyata terjadi pada ranah khilafiah, baikitu masalah akidah atau pun fikih. Hal inidilatar belakangi oleh kondisi Islamdiberbagai wilayah di dunia termasuk diIndonesia yang tidak satu warna. Danfatwa- fatwa yang dihasilkan juga tidakpada satu kesepakatan denganpertimbangan-pertimbangan sebagaimanayang disebutkan diatas.

    Keelastisitasan fatwa dapat dipahamisebagai sebuah produk maslahat bagi paramustaftijika mereka memahami hakikatfatwa itu sendiri. Perlunya penyuluhan danpelatihan serta pengenalan tentang fatwaserta urgensitasnya terhadap masyarakatsebagaimana solusi yang dipaparkan olehUst. Bitoh Purnomo Lc. dan Ust. Dedi Ja-maludin Lc.

    Pembentukan Lembaga Fatwa seba-

    gai Upaya Persatuan

    Pada akhir tahun 2012 diadakanKonferensi Internasional tentang fatwa diJakarta. Konferensi Internasional inisetidaknya diikuti oleh peserta dari 20

    negara, di antaranya Indonesia, SaudiArabia, Jepang, China, Taiwan, Kamboja,Brunei Darussalam, Singapura, Serbia,Inggris, Timor Leste, Korea Selatan, PapuaNugini, Mesir, dan Yordania. Konferensifatwa membahas berbagai isu tentang

    fatwa, mulai dari mekanisme fatwa, berbagikisah tentang fatwa di negara masing-masing, serta berdiskusi tentang fatwa-fatwa yang telah dikeluarkan. Salah satubutir rekomendasi dari konferensi iniadalah mendirikan Forum atau LembagaFatwa untuk ASEAN dan negara-negarayang dianggap memerlukannya. Adapunlembaga ini akan berpusat di Jakarta.Adapun tujuan lembaga ini untukmemikirkan persoalan-persoalan umumdan problematika aktual umat agar dapatmemberikan solusi yang tepat.

    Sebelum beranjak lebih jauh membahaslembaga fatwa yang bersifat internasional.Mari kita tengok sejenak ke dalam kancahregional tentang kesiapan dan kemungki-nan membentuk wadah fatwa tersebut.Banyak aspek yang perlu diperhatikan,salah satunya kesadaran masyarakat Indo-nesia akan peranan dan kedudukan fatwaitu sendiri. Memang telah berdiri lembagafatwa di I ndonesia yaitu Majelis UlamaIndonesia (MUI), namun sikap dari umatmuslim itu sendiri yang kurang acuh terha-dap fatwa-fatwa yang dihasilkan MUI.Tentunya ada beberapa aspek yang perlu

    diperhatikan sebelum upaya pembentukanlembaga fatwa Internasional. Adapun aspekyang perlu diperhatikan dalam upaya pem-bentukan lembaga fatwa internasionaladalah berkaca pada kualitas dan sumbang-sih MUI serta respon masyarakat muslimIndonesia. Menurut Ust. Dedi JamaludinLc. Ada faktor-faktor yang perlu diperhati-kan agar MUI dapat menjadi lembagafatwa yang kokoh seperti halnya Darul Iftadi Mesir dan mendapat kepercayaan darimasyarakat muslim.Pertama, I ndependensi,ketidak berpihakan pada salah satu kelom-

    pok dan dapat mengayomi semua pihak.Kedua, Kepercayaan masyarakat terhadappemerintah dan lembaga fatwa itu sendiri.Masyarakat cenderung lebih percaya padatokoh masyarakat atau pun ormas-ormasyang dinilai sepaham dengan alur ber-pikirnya. Pembentukan lembaga fatwa atasdasar kesepakatan masing-masing ormasdapat menjadi salah satu solusi menjagapersatuan umat.

    Ust.Bitoh Purnomo Lc. juga mengaminihal ini. Pembentukan lembaga fatwa ten-tunya harus lepas dari kepentingan-kepentingan golongan dan ajang gengsimasing-masing ormas maupun golonganyang berdiri di balik MUI. Perbedaan fatwayang bersifat parsial dapat dimaklumikarena kondisi antar personal yang berbeda-beda. Sebaliknya, upaya pemersatuanfatwa diharapkan dapat terwujud dalam

    ...muncul polemikbaru ketika fatwa

    fatwa yangdikeluarkan ternyataterjadi pada ranahkhilafiah, baik itu

    masalah akidah ataupun fikih. Hal inidilatar belakangi oleh

    kondisi Islamdiberbagai wilayah di

    dunia termasuk diIndonesia yang tidak

    satu warna.

  • 7/27/2019 Majalah Sinar Muhammadiyah Mesir Edisi 53

    7/297SINAR MUHAMMADIYAH Edisi Ke-53, September 2013

    masalah yang bersifat universal sepertipenetapan awal bulan ramadhan sebagaiupaya pemersatuan umat. Sedangkanmenurut bapak Supriyanto Lc. Indonesiasendiri kini dihadapkan dengan sebuahfenomena yang menarik dengan maraknyafatwa. Budaya masyarakat Islam di

    Indonesia yang memiliki banyak wadah,menjadikan fatwa pada posisi yang tidak

    kokoh, tanpa terkecuali MUI sebagailembaga fatwa. Karena banyak fatwa yangbermunculan dari beberapa pihak, baik itupihak yang terlembagakan atau pihak pihak

    secara personal. Hal ini kemudianmenjadikan fatwa tidak dipandangsebagaimana ia adalah sebuah produk dariijtihad yang ketat, namun lebih dipandangatas siapa yang mengeluarkannya.Kemudian masyarakat yang sudah terbiasa

    untuk berkiblat kepada benderanya masing- masing menjadikan kecenderungan untukmengikuti hukum hukum produk dari apayang mereka ikuti.

    Monopoli FatwaFatwa merupakan salah satu represen-

    tasi hukum Allah Swt. kepada umat muslim

    di seluruh dunia. Ia dapat menjadi gam-baran wajah Islam baik bagi muslim itusendiri maupun non muslim. Tentunyafatwa mutlak merupakan produk maslahatterlepas terjadi perbedaan antar ulama di-karenakan perbedaan sudut pandang dankeadaanmustafti. Sebagaimana yang diuta-rakan oleh Bapak Supriyanto Lc. bahwakemajemukan fatwa ini menimbulkanbeberapa pandangan pada masyarakat, satusisi menganggap bahwa keberagaman iniharusnya mampu diakomodir kemudiandiaruskan pada satu muara, sehingga

    mampu tercipta kesepahaman dalammasyarakat sebuah negara. Namun, di lainpihak menyatakan bahwa keberagaman inijustru menjadi kondisi yang lebih baiksebagaimana fatwa bagi masyarakatindonesia yang umumnya lebih condongkepada ormas-ormas atau personaltertentu.

    Fatwa haruslah lepas dari bias-bias ke-pentingan personal maupun golongan.Fatwa terkadang sesuai dengan kehendakmustaftidan disisi lain ia tidak sesuai den-gan harapanmustafti. Hal ini tercermin darisikap Syekh Mustafa al-Maraghi yangmembentuk suatu badan guna mengoreksiundang-undang dan tugas kehakiman diMesir, disebabkan oleh dominasi mazhabhanafi sangat kental dalam perundang-undangan pada masa itu. Beliau berujarbahwa menetapkan hukum sesuai kadar dan

    tempat serta memperhatikan fikih-fikihmazhab yang lain. Etika dalam berfatwajuga nampak dari proses fatwa itu sendiriyang memang hakikatnya bukan perkaraajang dominasi salah satu pihak. Imam Zar-kasyi dalam kitabal-Bahrul al-Muht f

    Ushl al- F iqhberpendapat bahwa jika seo-rangmustaftiyang bermazhab tertentumeminta fatwa kepada seorang mufti,lantas mufti itu mengambil mazhab laindiluar mazhabmustafti. Maka mufti terse-but harus menyebutkan mazhab yang iagunakan untuk menetapkan hukum, sertamenjelaskan mazhab yang dianut olehmustafti, serta pertimbangan mengambilmazhab selain mazhab yang dianutolehnya.

    Baru-baru ini santer diberitakan fatwaperempuan Tunisia yang menjihadkantubuhnya untuk para mujahidin yang kon-tra dengan Bashar Asad. Tentunya haltersebut mengundang kontroversi daripelbagai pihak. Lantas terdapat pihak-pihakyang tanpa dasar mengambil ungkapanSyekh Yusuf Qaradhawi terkait permasala-han darurat dan kebolehan hal-hal yangdilarang pada masa itu. Tentunya pendapatini murni dipolitisir untuk kepentingankelompok dan memuaskan hasrat nafsuduniawi. Akhirnya, fatwa yang tidak ber-dasarkan pada landasan hukum yang pastiini menjadi santapan empuk bagi orang-orang yang kontra dengan agama Islam.

    Sebagaimana yang diutarakan oleh aktivishak-hak asasi manusia Mesir, MagdaKhalil: Sungguh, segalanya (j ihad, operasibunuh dir i ,dll ) berputar di sekitar seks di ta-man surga. ia juga menambahkan bahwa

    ji ka anda meli hat seluruh sejarah Islam, andaakan sampai pada dua kata: seks dankekerasan.

    Pernyataan Magda Khalil ini tentunyahanya sebagai tamu yang belum memahamiseluk-beluk sebuah agama. Ia mencobamenyamakan antara Islam dan muslim.Padahal kenyataannya tidaklah sama. Seba-gaimana ungkapan Syekh Muhammad Ab-duh al-Islmu mahjbun bil muslimnIslam

    tereduksi justru oleh perilaku umat muslimitu sendiri, karena sejatinya Islam sudahlah besar. Oleh karena itu, fatwa begituurgen sebagai produk hukum Islam untukberdialektika dengan peradaban. Menam-pakkan wajah Islam damai, solutif dan pro-gresif.

    T im Laput:Fardan Es W, Silma Syahida

    Fatwa merupakansalah satu representasi

    hukum Allah Swt.kepada umat muslim

    di seluruh dunia.

    Ia dapat menjadigambaran wajah Islambaik bagi muslim itusendiri maupun non

    muslim.

  • 7/27/2019 Majalah Sinar Muhammadiyah Mesir Edisi 53

    8/298 SINAR MUHAMMADIYAH Edisi Ke-53, September 2013

    Oleh : Nurul Arofah

    Urgensitas Kalender Bagi Kehidupan

    Kalender atau penanggalanadalah sebuah sistem yangdibuat untuk memudahkanmanusia mengenalipergantian periode waktu, mulai darisatuan terkecil yang disebut hari, lalukumpulan hari menjadi bulan, lalu menjaditahun dan seterusnya. Kegunaannya sudahtentu tergantung dari komunitas yangmenyepakatinya, mulai dari pengukurandaur musim untuk bercocok tanam,

    pengaturan sistem pemerintahan, hinggapenentuan kegiatan religius, semuanyamenggunakan kalender.

    Dapat dibayangkan bagaimana jadinyajika tidak ada kalender, manusia tidak dapatmerencanakan apa yang akan dilakukanbeberapa hari ke depan, semua administrasipemerintahan bisa kacau, hubungan antarnegara pun bisa rusak. Contoh sederhanasaja dalam hal surat menyurat, tanpakalender kita tidak akan tahu kapan suratitu dibuat, hari apa, Bulan ke berapa, Tahunyang mana. Bukan hanya itu, semua hari-

    hari penting akan terlewatkan begitu sajadan akhirnya dilupakan. Jika demikiantidak akan ada yang namanya sejarah,padahal bangsa yang luhur adalah bangsayang menghargai sejarahnya.

    Oleh karena itu, sejak ribuan tahunsilam manusia berusaha membuat suatusistem perhitungan sebagai pedoman yangdapat menjadi semacam catatan waktu, baikwaktu yang telah lalu, sekarang, maupunyang akan datang, juga digunakan untukmenandai kejadian-kejadian yang dianggappenting. Sebagai suatu bentuk komunikasimanusia dengan alam semesta dan

    perwujudan dari ketidakberdayaan manusiamelawan putaran waktu.

    Karena kalender merupakancivil izational imperati ve, maka tidak heranjika hampir seluruh peradaban manusiamemiliki sistem kalender yang terpercaya,

    yang mampu merefleksikan nilai-nilai,pandangan hidup dan filosofi peradabantersebut. Sejarah manusia telah mencatatada sekitar 40 sistem kalender yang masihdipakai hingga saat ini, sebagian bersifatastronomis (baca: berdasarkan perputaranbenda langit), seperti kalender Hijriyah dankalender Gregorian (kalender Masehi), dansebagian yang lain non astronomis, sepertikalender Pawukon*.

    Kehadiran kalender merefleksikan dayalenting dan kekuatan suatu peradaban.Pengorganisasian waktu yang merupakanfungsi utama kalender amat penting dalamkehidupan manusia, dan agama Islammenambah arti penting tersebut denganmengaitkannya kepada pelaksanaan ibadah,baik ibadah yang bersifat wajib maupunsunnah sudah terjadwalkan didalamnya.Apalagi tujuan penciptaan manusia dalamIslam adalah Ibadah, hal ini menambah artipentingnya sebuah kalender dalam agamaIslam.

    Namun kenyataannya penggunaan

    kalender Gregorian lebih populer dikalangan umat Islam dari pada kalenderHijriyah, dan ironisnya mayoritas umatIslam tidak mampu menghafal nama-namabulan Hijriyah, bahkan tidak peduli apakahsaat ini sudah masuk bulan Muharram atauSafar. Paling-paling jika mendekatiRamadhan kita baru sadar bahwa kitasudah berada di bulan Syaban. Padahalselain Ramadhan masih banyak hari-haripenting lainnya yang harus kita ketahui,baik karena kaitannya dengan ibadahseperti 9 Zulhijjah untuk puasa Arafah dan

    tanggal 13, 14, dan 15 dari tiap bulanuntuk puasabaidh, ataupun karenamerupakan hari bersejarahseperti IsraMiraj pada tanggal 27 Rajab dan MaulidNabi Saw. pada tanggal 12 Rabiul Awwal.

    Memang tidak dapat dipungkiri bahwapenjajahan bangsa Eropa terhadap bangsa-bangsa Asia dan Afrika mempunyai andilbesar dalam hal ini, kini kalenderGregorian telah ditetapkan sebagaikalender internasional. Mau tidak mau,umat Islam ikut menggunakan kalenderGregorian sebagai acuan untukkepentingan duniawi, mulai dari lembaga

    perbankan, perniagaan, pemerintahanhingga pendidikan, sedangkan kalenderHijriyah hanya digunakan untukpenjadwalan waktu ibadah dan hari-haribesar I slam saja.

    Padahal jika kita telisik lebih dalam,

    kalender Hijriyah memiliki banyakkeunggulan dari pada kalender Gregorian,pertama dasar penanggalannya adalahBulan yang merupakan benda langit yangmudah untuk diobservasi.Kedua,perhitungannya pun lebih akuratkarena dalam kurun waktu 3000 tahunhanya terjadi kesalahan satu hari saja,sedangkan dalam kalender Gregorianterjadi kesalahan 7-8 hari di setiap 1000tahunnya.

    Kalender Hijriyah menjadi lebih unggulketika dilihat dari hubungannya denganibadah, karena bukan hanya puasa yangmenggunakan sistem penanggalan,contohnya haji yang merupakan ibadahyang hanya di laksanakan pada bulanZulhijjah, kewajiban membayar zakat punmenggunakan haul tahunan sebagai batasnisabnya. J ika kita masih menggunakankalender Gregorian sebagai acuan, makasetiap 30 tahun seorang muslim akanterlewat membayar zakat selama 1 tahunkarena kalender Hijriyah bergerak maju

    lebih cepat 11,53 hari dari pada kalenderGregorian. Artinya jika Islam telah ada dibumi ini sekitar 14 abad, maka umat Islamsecara menyeluruh berhutang kepada Allahsekitar 40 tahun membayar zakat.

    Dari uraian diatas cukup jelas bahwamengabaikan betapa pentingnya kalenderIslam ternyata bukan hal yang sepele.Maka sudah menjadi kewajiban kita sebagaiumat Islam untuk menghidupkan kembalinilai-nilai sejarah Islam dan nilai ibadahdimulai dari penggunaan kalender Hijriyahdan mensosialisasikkannya kepada

    masyarakat awam.

    *Pawukon: Kalender aritmatik murni dan tidak

    memperhitungkan fase bulan maupun matahari. Kalender initidak mencatat angka tahun mulainya dan berputar tanpaberhenti. Satu tahun pawukon = 210 hari, terbagi dalamsatuan 7 harian bernama wuku yang berjumlah 30. Kalenderini menjadi pedoman hari raya di pulau Bali dan masihdigunakan oleh sebagian suku Jawa.

    Jika kita masihmenggunakan kalender

    Gregorian sebagai acuan,maka setiap 30 tahunseorang muslim akan

    terlewat membayar zakat

    selama 1 tahun...

  • 7/27/2019 Majalah Sinar Muhammadiyah Mesir Edisi 53

    9/299SINAR MUHAMMADIYAH Edisi Ke-53, September 2013

    Peradaban manusia dapat kitaanalogikan sebagai suatuorganisme hidup yangsenantiasa berkembang se-jalan dengan perkembangan pemikiran dankebutuhan hidupnya. Sebagai makhluksosial, manusia tentu membutuhkan oranglain dan alam sekitar untuk memenuhi ke-butuhan hidupnya, interaksi sosial timbuldari hal ini. Pada perkembangannya, in-teraksi sosial juga menuntut adanya aturanuntuk mengatur dan menjaga harmoni ke-hidupan manusia. Sebagai upaya pengenda-lian sosial dalam masyarakat atau -dalamlingkup yang lebih luasnegara, palingtidak ada sembilan cara yang dapat ditem-puh menurut kaca mata sosiologi. Dua di-antaranya ialah melalui sebuah lembaga,yaitu lembaga hukum dan lembaga agama.

    Fungsi lembaga hukum untuk menyelesai-kan perkara hukum berdasarkan Undang-

    Undang Dasar yang berlaku di negaratersebut. Sedangkan lembaga agama men-jawab tantangan perubahan realitas sosialdengan berpedoman pada hukum agama.Disini penulis akan lebih fokus membahaslembaga agama saja, yaitu lembaga yangmemberikan solusi hukum guna menjawabpermasalahan kontemporer yang barumuncul belakangan dan tidak ada dimasalalu.

    Menurut sosiolog muslim, IbnuKhaldun, dalam bukunyaal-Muqaddimah,keberadaan lembaga yang terorganisir me-rupakanpri nciple commoditybagi masyara-

    kat muslim pada khususnya dan masyara-kat dunia pada umumnya.

    Peran Lembaga AgamaMasyarakat yang dinamis tentu akan

    menelurkan berbagai masalah baru yangberagam. Hal ini menuntut adanya solusi

    tepat terkait legalitas hukum untuk menyi-kapi berbagai masalah. Namun yang men-jadi kendala kemudian ialah, bagaimana jikasuatu masalah itu tidak dijumpai penyele-saiannya dalam Quran dan Sunah? Padahalwahyu verbal telah berhenti turun sejaknabi Muhammad Saw. wafat. Maka yangberperan dan sekaligus berkompeten mem-berikan jawaban ialah seorang mufti me-lalui proses ijtihad berdasarkan pada teks-teks agama dalam wadah lembaga fatwa

    yang menaunginya. Lembaga agama inidianggap mempunyai kewenanganmenghasilkan suatu produk hukum melaluimekanisme studi yang mendalam.

    Pada babahammiyatu al-fatwa wamakanatuhadalam karyanyaal-Taysir fi al-Fatw Asha buhu wa dlawbithuhu, Abdul-lah Shalih bin Ghalib al-Kindi menyebut-kan bahwa seorang mufti ialah penggantiNabi Saw. dalam menyampaikan hukum-hukum Islam. Ia mempunyai peran pentingsebagai subjek dalam proses pengambilanhukum. Hal ini dilegitimasi oleh hadis ri-

    wayat Abu Dawud al-Ulama Waratsatu al-Anbiy. Di Indonesia misalnya ada Ma-jelis Ulama Indonesia, di Saudi Arabia adaLajnah Daimah li al-Buhuts wa al-Ifta, ataudi Mesir juga terdapat Dar al-Ifta al-M ishri yyahdan lainnya. Kesemuanya -secara umum- merupakan lembaga pro-dusen fatwa yang memberikan solusi danlegalitas hukum berkenaan dengan masalah-masalah kontemporer yang muncul be-lakangan. Barangkali itulah manifestasikonkret dari istilah wara tsatu al-anbiya .

    Bila ditelisik lebih jauh, Dr.Imad

    Ahmad Hilal dalam karyanyaal-Ifta al-M ishriy min al-Shahabi Uqbah ibn Amir ilaal-Duktu r Ali Jumah, fakta historismenunjukkan bahwa fatwa mulai terlemba-gakan pertama kalinya ialah di Mesir. Sebe-lumnya fatwa lebih bersifat personal. Seir-ing berkembangnya peradaban masyarakatbaik dari segi ekonomi, politik, budaya dansosial, kebutuhan akan lembaga fatwa se-makin tidak terbendung. Sebagai contoh,ketika Presiden Mesir Anwar Sadat tiba-tiba meminta fatwa kepada mufti Mesir,saat pasukannya yang akan menyerangIsrael telah berhasil melewati T erusan Suezdan sedang dalam keadaan berpuasa.Lantas dia meminta fatwa apakah boleh jikaberbuka (tidak berpuasa)dalam keadaanseperti itu.Disinilah peran lembaga agamaterlihat urgensinya, ia tidak lagi bersifatsekunder, tapi telah menjadi primer.

    Dar al-Ifta al-MishriyyahSebagaimana telah disinggung diatas,

    Dar al-Ifta al-M ishriyyahmerupakan insti-tusi fatwa pertama yang muncul dan ter-lembagakan dalam dunia Islam. Institusi inididirikan pada akhir tahun 1895 bersamaandengan surat keputusan dari QadhiMesir,Abbas Hilmi, yang dialamatkan padaniz-harah haqqaniyahnomor: 10 pada tanggal 21November 1895. Surat tersebut diterimapada 7 Jumad al-Akhir 1313 Hijriyah no-mor 55. Sejak saat itulah lembaga fatwapertama kali terbentuk secara resmi di Me-sir. Secara garis besar tugas institusi initerbagi menjadi dua, tugas keagamaan dantugas yang berkaitan dengan pengadilan.Sebagai institusi agama, ada beberapafungsi penting yang menjadi tugas darilembaga ini.Pertama, menerima pertanyaandan menjawabnya dengan memberikanfatwa dengan berbagai bahasa, sebagaisolusi hukum.Kedua, mengadakan pelati-han fatwa kepada mahasiswa asing. Ketiga,menentukan permulaan bulan hijriah.

    Keempat, memberikan tanggapan resmiterkait isu-isu keagamaan.Kelima, menyu-sun riset-riset ilmiah. Dan keenam, men-jawab kesalahpahaman terhadap ajaranIslam.

    Tugas lainnya berkaitan dengan pen-gadilan, perkara pidana maupun perdata,seperti pertimbangan dankeputusan menu-rut syarakatas vonis mati terhadap ter-dakwa dalam suatu perkara pengadilan.Mufti Agung Mesir berwenang mengeceksemua berkas-berkas yang ada, juga me-meriksa validitas bukti dari permulaan

    hingga pra-pengambilan keputusan. Ke-mudian mencari dalil Alquran, sunnah danpendapat para ulama atas kasus yang adasebagai legitimasi putusan akhir yang dike-luarkan lembaga ini. Namun demikian,pada dasarnya pertimbangan yang diberi-kan oleh lembaga fatwa kepada pihak keha-kiman tidaklah bersifat final. Dengan katalain, keputusan akhir atas terdakwa tetapberada pada pihak kehakiman.

    Disamping al-Azhar, Dar al-i fta al-M ishriyyahmerupakan salah satu institusiIslam penting di Mesir. Ia merupakan salahsatu lembaga yang ada dibawah payungDepartemen Kehakiman Mesir. Selain me-layani masyarakat Mesir, tak jarang UmatIslam hampir diseluruh dunia merujukkepada lembaga ini. Hal ini dapat dilihatdari pertanyaan-pertanyaan yang masuk,ternyata banyak dari Umat Islam diluar

    Oleh : Khoirul Faizin

    Urgensi Lembaga Fatwa

    Masyarakat yangdinamis tentu akan

    menelurkan berba-gai masalah baru

    yang beragam. Halini menuntut

    adanya solusi

  • 7/27/2019 Majalah Sinar Muhammadiyah Mesir Edisi 53

    10/2910 SINAR MUHAMMADIYAH Edisi Ke-53, September 2013

    Mesir. Hal ini menunjukkan betapapentingnya lembaga fatwa ini bagimasyarakat Mesir dan dunia Islam secaraumum.Hingga saat ini,sebagaimana dijelas-kan oleh Syaikh Dr..Ali Jumah dalam suatukesempatan,Dar al-iftaal-M ishriyyahterus

    mengembangkan pelayanan publi-knya.Lembaga ini mempunyai limabagian penting,yaitu dewan fatwa,pusat riset Islam, pusat pelatihanfatwa, pusat terjemah, pusat ko-muniskasi dan fatwa elektronik.Selain bidang-bidang yangtersebut diatas, sebetulnyaDar al-i fta al-M ishriyyahjugamemiliki tim khususmaqa sidal-syari ahdan sosialisasi datailmiah.

    Sejak pertama kali berdiritahun 1895, lembaga fatwa initelah berkali-kali melakukanpergantian mufti. Terhitungtelah ada 19 profil pernah menja-bat sebagai mufti. Nama terakhiryang mengemban jabatan mufti Me-sir adalah Prof.Dr. Ali Jumah, yangkemudian digantikan oleh Prof.Dr. SyauqiIbrahim Abdul Karim Allam sampai saatini.

    Majelis Ulama IndonesiaPada hakikatnya Majelis Ulama Indone-

    sia (MUI) bukanlah lembaga yang secarakhusus bergerak dalam bidang fatwa.

    Meskipun selama ini fatwa di Indonesiaidentik dengan MUI atau organisasi massaIslam lainnya. Dalam khitah lembaga yangberdiri pada 26 Juli 1975 ini disebut-kan,terdapat lima fungsi dari MajelisUlama Indonesia; sebagai pewaris tugas-tugas para Nabi,sebagai pemberifatwa,sebagai pembimbing dan pelayanmasyarakat, sebagai gerakan ishlah wa al-tajdid,dan sebagai penegak amar makrufnahi mungkar. MUI berdiri secara inde-penden, sedangkan di Indonesia belum ter-dapat lembaga fatwa resmi milik pemerin-

    tah.

    Dalam suatu wawancara dengan salahsatu majalah di Indonesia, ketua bidangfatwa Majelis Ulama Indonesia, KH. An-war Ibrahim,menyampaikan pentingnyaek- sistensi

    lem-baga

    yang secara khusus menangani fatwa, meli-hat kondisi sosio-kultur Indonesia yangheterogen yang juga terbalut budayapribumi yang beragam. Hemat saya, untuk

    Negara dengan jumlah muslim terbesar didunia ini keberadaan lembaga fatwa meru-pakan kebutuhan primer yang harus segeradipenuhi. Sebab tidak banyak orang yangmemenuhi kriteria sebagai mufti. Hal iniakan menjadikan kesulitan bagi orangawam untuk mengambil tindakan hukum.Terlebih di Indonesia permasalahan-permasalahan kontemporer terus menguapdipermukaan, kompleks dan membutuhkansegera solusi dan kepastian hukum, ung-kap beliau.Dengan ini, tak berlebihan jikakita menyimpulkan bahwa lembaga khusus

    fatwa dan pengkajian Islam benar-benardibutuhkan.Implementasi dan Respon Masyara-

    katFatwa dalam Islam bersifat kondisional,

    fleksibel, menyesuaikan situasi dan kondisimasyarakat yang menjadi objek penerapanfatwa. Ia tidak bersifat mengikat, bisaberubah sesuai tempat dan waktu. DalamUshul al-Fiqh al-Islami, Prof. Dr. WahbahZuhaily menyebutkan: berubahnya hukum(fatwa) disebabkan berubahnya tempat danwaktu. Imam al-Syaukani (w.1173 H)dalam kitabnyaIrsyad Al-Fuhuljuga men-yampaikan kaidah senada. Fatwa dalamsuatu permasalahan di suatu daerah tidakharus sama dengan fatwa di tempat yanglain, mengingat situasi dan kondisi yangada dalam masyarakat memang berbeda.Kesimpulan hukum yang dihasilkan dalam

    fatwa tentu berbeda, namun bertujuansama; memberikan kepastian hukum yangdisimpulkan berdasarkan dua teks agamayang utama, Alquran dan sunah.

    Seperti yang telah disinggung sebelum-nya, salah satu lembaga keagamaan Islam

    yang dibentuk secara independen di Indo-nesia ialah Majelis Ulama Indonesia

    (MUI), sebagai badan resmi yang diben-tuk untuk mengkaji masalah-masalahyang terkait dengan agama Islam.Jika kita teliti lebih dalam, perma-

    salahan yang dihadapi MUI adalahapakah fatwa yang diberikan(dikeluarkannya) dapat menyentuhpersoalan mendasar yang dihadapiumat? Dan mungkinkah fatwayang dikeluarkan terlepas dari nu-

    ansa politik? Mencermati sejarahpembentukannya, tampak betapa

    lembaga ini begitu dekat dengan pe-merintah, meskipun pada dasarnya ia

    bersifat independen. Kedekatan ini padaakhirnya menyebabkan betapa sulitnyalembaga ini memberi fatwa yang lepas darikepentingan penguasa. J ika punMUI ber-ani untuk berbeda dengan kecenderungan

    pemerintah, makapemerintah tidak akansungkan untuk mengasingkan mereka

    yang tidak sejalan.Fenomena tersebut tampak menguat

    ketika berkuasanya rezim orde baru. Se-jarah mencatat betapa Prof.Dr. Hamkaharus melepas jabatan ketua MUI tatkalaberkeinginan mengeluarkan fatwa harambagi pelaksanaan Undian Harapan.

    Maraknya aksi protes masyarakat terhadapkeberadaan undian harapan tersebut, hanyadapat memaksa untuk merubah nama men-

    jadi Porkas, namun tetap mempunyai

    esensi yang sama. MUI tetap tidak mampu

    memberi kepastian hukum atas praktikperjudian tersebut. Kooptasi pemegangkekuasaan pada MUI begitu kuat, yangmemunculkan banyak asumsi bahwa iahanyalah sekadar lembaga pencari legiti-

    masi kebijakan pemerintah.Fakta seperti ini menimbulkan adanya

    krisis kepercayaan masyarakat terhadapMUI. Sehingga fatwa-fatwa yang dikeluar-kan oleh lembaga ini kurang mendapatrespon dari masyarakat. Sekedar contoh

    kecil, ketika MUI mengeluarkan fatwaharamnya infotainmen, tidak sedikitmasyarakat yang bersikap acuh terhadapfatwa tesebut. Khususnya pihak pengelola

    Fatwa dalam Islambersifat kondisional,

    fleksibel, menye-suaikan situasi dankondisi masyarakatyang menjadi objek

    penerapan fatwa

    Bersambung ke halaman 22

  • 7/27/2019 Majalah Sinar Muhammadiyah Mesir Edisi 53

    11/2911SINAR MUHAMMADIYAH Edisi Ke-53, September 2013

    Oleh : Nafiatush Sholihah

    Allah Swt. menjadikan syariatIslam sebagai syariatterakhir yang dapat berlakubagi semua orang, tempat,

    dan pada segala zaman. Al-Quran dan as-Sunah merupakan kitab yang bersifat

    universal dan global sehingga masihbanyak hal yang tidak dispesifikasikandalam al-Quran. Imam Asy-Syathibiberkata, Syariah tidak menetapkan hukumsecara rinci hingga bagian yang terkeci l.Namun, syariah datang membawa perkara danpernyataan yang sifatnya umum yangmencakup berbagai persoalan yang ti dakterbatas. Hal ini menunjukan bahwaeksistensi ijtihad masih sangat diperlukanuntuk menjawab tantangan persoalan-persoalan hukum yang selalu berkembangyang tidak didapati di dalam al-Quranmaupun as-Sunah.

    Berijtihad tidak mungkin dilakukanoleh seluruh kaum muslimin, karenakemampuan mereka beragam danbertingkat. Hanya orang tertentu yangmemiliki syarat-syarat tertentu yang dapatberijtihad. Syarat-syarat mujtahid yangterdapat dalam kitab-kitab ushul fikihdiperlukan bagi mujtahid mutlak yangbermaksud mengadakan ijtihad dalamsegala masalah fikih di masa lampau.Dengan perkembangan ilmu pengetahuandi masa sekarang, syarat-syarat tersebuttentu belumlah cukup. Untuk melakukan

    jtihad, diperlukan pula pemahamanterhadap ilmu pengetahuan secara umumdengan segala cabangnya. Akan tetapi, itubukanlah suatu hal yang mudah. Namun,memerlukan kerja keras dan usaha serius.

    Berbicara mengenai ijtihad tidakterlepas dari fatwa. Fatwa pada hakikatnyamerupakan produk ijtihad dari individuulama atau mufti atau institusi keulamaanyang berwenang memberikan fatwa atassuatu permasalahan hukum dankeagamaan. Hanya saja seorang mufti tidaksama dengan seorang mujtahid. Seorang

    mufti lebih khusus daripada seorang

    mujtahid. Setiap mujtahid dapat dikatakansebagai seorang mufti, namun setiap muftibelum dapat dikatakan sebagai seorangmujtahid.

    Definisi FatwaSecaraetimologikata fatwa merupakan

    bentuk mashdar dari kata fata, yaitu fatwanyang bermakna muda, baru, penjelasan,penerangan, yaitu pemuda yang kuat.Sehingga orang yang mengeluarkan fatwadikatakan sebagai mufti, karena orangtersebut diyakini mempunyai kekuatandalam memberikan penjelasan dan jawabanterhadap permasalahan yang dihadapinyasebagaimana kekuatan yang dimiliki olehseorang pemuda.

    Disebutkan juga kata fatwa di dalam al-Quran sebanyak sembilanayat yang manamenerangkan pengertian fatwa itu sendiri.Dua diantaranya terdapat pada surat an-Nisa, yang bermakna (Meminta suatu fatwa terhadap permasalah-permasalahan yang berkaitan dalamagama).

    Dan mereka minta fatwa kepadamutentang Para wani ta. Katakanlah: "All ahmemberi fatwa kepadamu tentangmereka... (QS 4 : 127)

    Mereka meminta fatwa kepadamu(tentang kalalah)... (QS 4 : 176)

    Tiga diantaranya terdapat dalam suratYusuf, yang bermakna (interpretasi wahyu).

    Telah diputuskan perkara yang kamuberdua menanyakannya (kepadaku)." (QS 12 :41)

    Hai orang-orang yang terkemuka:

    Terangkanlah kepadaku tentang ta'birmimpiku i tu j ika kamu dapat mena'bir kanmimpi. (QS 12 : 43)

    (setelah pelayan itu berjumpa denganYusuf Dia berseru): Yusuf, Hai orang yangAmat dipercaya, T erangkanlah kepada Kamitentang tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk yang dimakan oleh tujuh ekor sapibeti na yang kurus-kurus. (QS 12 : 46)

    Kata fatwa juga terdapat pada surat al-Kahfi, yang bermakna (pertanyaan).

    Dan jangan kamu menanyakan tentangmereka (pemuda-pemuda i tu) kepada

    seorangpun di antara mereka. (QS 18 : 46)Dalam surat an-Naml kata fatwa

    bermakna (meminta nasehat) dan (musyawarah).Berkata Dia (Balqis): "Hai Para

    pembesar beri lah aku pertimbangan dalam

    urusanku (ini) (QS 27 : 32)Dalam surat ash-Shaffat, kata fatwa

    bermakna pertanyaan.Maka T anyakanlah kepada mereka

    (musyri k M ekah): "Apakah mereka yang lebih

    kukuh kejadiannya ataukah apa yang telahKami ciptakan itu?"(QS 37 : 11)

    Tanyakanlah (ya Muhammad) kepadamereka (orang-orang kafir Mekah): "Apakahuntuk T uhanmu anak-anak perempuan dan

    untuk mereka anak laki -laki. (QS 37 : 149)Secara terminologi fatwa adalahpenjelasan hukum Allah Swt. dan apa-apayang disyariatkan Allah kepada umatnyadengan ketetapan dalil syari dari segiumum maupun khusus. Menurut SyekhYusuf Qaradhawi fatwa adalahmenerangkan hukum syariah padapersoalan sebagai jawaban atas pertanyaanyang diajukan oleh peminta fatwa (mustafti)baik secara perorangan atau kolektif.

    Dari beberapa definisi fatwa diatasdapat kita simpulkan bahwa fatwa adalahjawaban sebuah hukum yang diperoleh dari

    seorang mufti kepada orang yang memintafatwa (mustafti) dan bersifat tidak mengikat.Orang yang memberikan fatwa disebutsebagai mufti, sedangkan orang yangmeminta fatwa disebut mustafti. Pemintafatwa (mustafti)bisa dilakukan secaraperorangan, lembaga maupun siapa sajayang membutuhkannya.

    Syarat-syarat MuftiMemberikan fatwa adalah tugas yang

    sangat berat, tidak semua orang dapatberfatwa secara mudah. Sebagaimana yangkita ketahui bahwa seseorang tidak boleh

    berbicara tentang agama Allah tanpa ilmu.Allah Swt berfirman:

    Katakanlah: "Tuhanku hanyamengharamkan perbuatan yang keji , baik yangnampak ataupun yang tersembunyi, danperbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpaalasan yang benar, (mengharamkan)mempersekutukan Allah dengan sesuatu yangAl lah ti dak menurunkan hujjah untuk itu dan(mengharamkan) mengada- adakan terhadap

    Al lah apa yang tidak kamu ketahui." (QS 7 :33)

    Maka dalam rangka menjaga kualitas

    hukum agar tetap terjamin keabsahannyadiperlukan standarisasi seorang mufti,Seorang mufti harus memiliki kriteria-kriteria sebagai berikut:

    1. Mengetahui sumber hukum, yaitu al-Quran dan as-Sunah.

    Mengenal Seluk-Beluk Fatwa

    Memberi fatwa adalahtugas yang sangat berat,

    tidak semua orangdapat berfatwa secaramudah. Sebagaimana

    yang kita ketahui bahwa

    seseorang tidak bolehberbicara tentangagama Allah tanpa

    ilmu.

  • 7/27/2019 Majalah Sinar Muhammadiyah Mesir Edisi 53

    12/2912 SINAR MUHAMMADIYAH Edisi Ke-53, September 2013

    2. Mengetahui kaidah-kaidah ushulfikih.

    3. Mengetahui dengan baik bahasaArab dan tata bahasa Arab.

    4. Mengetahui nasakh, mansukh, danhukum-hukumnya.

    5. Mengetahui ijmak dan khilafiyahulama terdahulu.6. Mengetahui cara mengqiyas dan

    hukum-hukumya.7. Mengetahui ijtihad.8. Mengetahui cara mengambil illat

    dan urutan dalil-dalil.9. Mengetahui cara mentarjih.10. Harus orang yang dipercaya dan

    jujur.11. Orang yang tidak menganggap

    enteng dalam persoalan agama.Syekh Ali Jumah dalam kitabnya al-

    I ft al-M isrijuga menambahkan syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seorangmufti, diantaranya:

    Beragama Islam Baligh Berakal Berilmu AdilBerfatwa dalam beberapa

    hal sebenarnya merupakanproses lanjut dari berijtihad.Karena definisi ijtihad itusendiri menurut ulama ushul

    fikih adalah mempergunakansegala kesanggupan untukmengeluarkan hukum syaradari kitabullah dan hadis Rasul.Walaupun syarat-syarat muftihampir sama dengan syarat-syarat mujtahid, tetapi tidaksemua yang difatwakan itumerupakan hasil ijtihad. Dengankata lain seorang mufti bisamemfatwakan semua masalahhukum, apabila telah memenuhisyarat-syarat sebagai seorang mujtahid.Seorang mufti yang hanya mengungkapkembali suatu rumusan hukum yang sudahada, seperti di dalam al-Quran, as-Sunah,Ijmak, fatwa sahabat atau hasil-hasil ijtihadpara mujtahid sebelumnya, maka ia tidakharus memenuhi semua syarat mujtahid.Cukup memadai jika ia dapatmempertanggung jawabkan sumberpengambilan hukum-hukum yangdifatwakan itu.

    Perkembangan FatwaSecara esensial perkembangan fatwa

    sudah lama dikenal pada masa nabi. Dalamprakteknya nabi sendiri yang menjadi

    shhibul fatwaterhadap permasalahan yangtidak didapati di dalam al-Quran.

    Katakanlah (hai M uhammad): Aku ti dakmeminta upah sediki tpun padamu atasda'wahku dan bukanlah aku T ermasuk orang-orang yang mengada-adakan.(QS 38 : 86)

    Sepeninggalnya Rasulullah Saw. beliautelah mewariskan dua sumber hukum Islamyang dapat dijadikan rujukan dalampemecahan segala permasalahan yang ada,yaitu Quran dan Sunah nabi. Namunrealitanya, permasalahan-permasalan baru

    semakin bermunculan dan berkembangdimana permasalahan tersebut belumpernah didapati pada masa Rasulullahsedangkan nas sudah dicukupkan ataupunsudah terhenti sejak wafatnya Rasulullah.Perkembangan fatwa setelah nabiMuhammad Saw. wafat, beralih kepadasahabat. Pada masa sahabat, penerapanfatwa dilakukan dengan cara memberikanjawaban yang sesuai dengan keahlian dankemampuan masing-masing sahabat.Misalnya, Zaid ibn Sabit dan Utsman ahlidalam bidang manasik, Muadz ahli dalambidang Fikih, Umar ahli dalam bidangkeuangan, dan Ubai ibn Kaab ahli dalam

    bidang al-Quran. Diriwayatkan dari Hakim

    bahwasanya Umar ibnu Khattabmenyampaikan kepada sekelompokkemudian berkata : Barang siapa yang inginbertanya mengenai al-Quran maka datanglahkepada Ubai ibn Kaab. Barang siapa yangingin bertanya mengenai halal dan haram,maka datanglah kepada Muadz ibn Jabal.Barang siapa yang ingin bertanya tentangilmu wari s, maka datanglah kepada Zaid ibnSabit. Dan barang siapa yang ingin bertanyamengenai keuangan, maka datanglahkepadaku,

    Secara umum, para Sahabat di dalammemberikan sebuah jawaban mereka ber-pegang kepada al-Quran dan as-Sunnah.Dalam menghadapi sebuah permasalahanmereka lebih dahulu mencari nasnya dari al-Quran maupun as-Sunah dan apabilamereka tidak mendapatinya dari kedua nastersebut maka mereka mengadakan

    pertemuan dengan fuqaha sahabat untukmeminta sebuah pendapat yang akanmenghasilkan sebuah kesepakatan. Dankesepaktan inilah yang nantinya akanmenjadi sebuah keputusan. Istilah sepertiini yang dinamakan ijmak.

    Kehidupan masyarakat yang semakindinamis, memungkinkan timbulnya perma-salahanpermasalahan baru yang harusdipecahkan, untuk itu para ulama baik di-kalangan sahabat dan tokoh Islam lainnya,berkewajiban menegakkan hukum syariatyang sesuai dengan al-Quran dan as-Sunah.

    Perkembangan yang terlihat pada akhirabad, dalam masa pembentukan, ekonomi,dan apa-apa yang diperbaharuhi, dari ma-suknya politik, perubahan masyarakat, ke-semuanya itu merupakan pengaruh untukterlaksananya sebuah fatwa. Dimana fatwatersebut berfungsi menyingkap segala se-suatu yang baru agar berjalan sesuai den-

    gan syariat Islam. Denganadanya masalah-masalah kontem-porer dimana masalah tersebutbelum pernah terjadi sebelumnyamaka dari sinilah peran ijtihadkolektif sangat diperlukan. Ijti-had kolektif berlandaskan asasmusyawarah, dimana para mujta-hid berkumpul dalam satu waktuuntuk membahas suatu perma-salahan yang sedang terjadi di-mana belum ada hukum dari

    syariat Islam. Dalam ijtihad inimenghadirkan ulama yang ahlidalam bidangnya. Hinggaakhirnya ulama-ulama terseburbersepakat dalam menghukumisuatu masalah.Keberadaan Ijtihad kolektif tidakmenutupi adanya ijtihad individuselama ulama tersebut memilikikemampuan yang sangat mum-puni dan memenuhi syarat-syaratsebagai seorang mujtahid. Hanya

    saja di masa sekarang keberadaan ijtihad

    individu sudah sangat jarang kita temui.Bahkan dalam prakteknya Ijtihad kolektiflebih diunggulkan daripada ijtihad individu.Karena ijtihad kolektif lebih mendekatikepada sebuah kebenaran. nabi MuhammadSaw bersabda:

    Sesungguhnya sholat bersama seseorangi tu lebih baik dari pada sholat sendirian. Se-dangkan sholat bersama dua orang, lebih baikdari pada sholat bersama seseorang. Dan jum-lah yang lebih banyak (jamaah) maka hal itulebih disukai oleh Allah. HR.Abu Dawud

    Beberapa contoh lembaga fatwa misal-nya, lembaga fatwa Mesir atau yang seringkita sebut dengan Darul Ifta merupakanlembaga fatwa pertama yang didirikan didunia Islam pada tahun 1895. Di Indonesiapun juga terdapat lembaga fatwa, yakni

    Bersambung ke halaman 22

  • 7/27/2019 Majalah Sinar Muhammadiyah Mesir Edisi 53

    13/2913SINAR MUHAMMADIYAH Edisi Ke-53, September 2013

    Sinar: Apa esensi fatwa itu? Apabedanya fatwa, qadha, denganpengajaran hukum?

    Dr. Amr : Perlu diketahui bahwaseorang fakih memiliki tiga peranan:mengajar, menetapkan suatu hukum, danmengeluarkan fatwa yang ini meniscayakanpenjelasan dari masing-masing peran.Namun, seorang fakih tidak harusmenjalankan ketiga peran tersebutsekaligus. Misalnya, ada seorang fakihyang bisa mengajar namun ia tidakmenjalankan peran fatwa. Peran pertamamufti adalahmenyampaikan hukum fikihkepada manusia yangmengikuti mereka,karena tidak semuaorang berpredikatmujtahid. Peran initerjalin misalnya

    dengan

    mengajarkan fikih kepada para pelajarmaupun masyarakat. Menjelaskan semuapersoalan fikih, istilah-istilah dalam fikih,sampai kepada usul fikih.

    Sedangkan pengertian fatwa itu sendiriadalah penjelasan hukum syariat terhadaprealita yang terjadi, penjelasan ini bersifattidak mengikat. Ada unsur penting dalamdefinisi ini:PertamaPenjelasan hukumsyariat yang mencakup pengajaran, fatwa,dan qadh.Kedua, realita yang membuatpengajaran tidak masuk dalam definisi ini.Ketiga, tidak mengikat, berarti qadhtidak bisa masuk dalam definisi ini. Melaluipenjabaran definisi ini sebenarnya sudahjelas perbedaan antara ketiga peran fakihyang tersebut di atas. Mengenai relasifatwa dengan qadha, keduanya sama-samapenjelasan tentang hukum syariat, namundibedakan dengan sifat qadhayangmengikat.

    Sinar: Seperti apa urgensi fatwadalam kehidupan individu maupunsosial?

    Dr. Amr: Ketika berbicara sejarahmisalnya. Sangat sulit ditemukan literatur

    sejarah yang membicarakan sejarahrakyat. Kebanyakan berbicara tentangpenguasa dan kerajaannya. Sehinggaketika ada seorang peneliti yang inginmengetahui sejarah rakyat akankesulitan. Oleh karenanya sayamenyarankan untuk merujuk kepadasumber fatwa kelompok masyarakatketika ingin mengetahui pola hidup

    suatu kelompok masyarakat tersebut.

    Dari fatwa-fatwa itulah kita bisamengetahui persoalan apa saja yangterjadi di masyarakat. Betul,

    karena peran seorang muftiseperti dokter dalam ranahsosial. Bedanya, dokter

    mengobati penyakit dalam tubuh manusiasedangkan seorang mufti mengobatipenyakit dalam tata cara beragamamanusia. Proses ini membutuhkanpengetahuan terhadap persoalanmasyarakat. Nah, persoalan inilah yangsaya maksud dengan sejarah rakyat tadi,itulah yang menggambarkan kondisi rakyatketika itu. Saya punya satu ungkapan(beliau menamakan dengan `IbrahWardniyyahsesuai nama beliau-pen),Fatwa adalah kantor masyarakat didalamnya tersimpan arsip-arsip persoalanmasyarakat.

    Sebegitu pentingnya fatwa, ulama dulusampai menetapkan bahwa setiap jaraktertentu (misalnya jarak bepergian yangmemperbolehkan qasar salat-pen) harusada satu orang mufti. Sehingga ketika pergikemanapun manusia dapat bertanya kepadamufti tersebut ketika menjumpai persoalan.Kebutuhan msyarakat akan fatwa lebihbesar daripada kebutuhan mereka akanqadha, karena penjelasan tentang hukumsyariat selalu dibutuhkan sesuai persoalan

    yang muncul, sedangkan qadhabiasanyahanya dibutuhkan ketika ada sengketamisalnya.

    Sinar: Apa saja syarat yang harusdipenuhi seorang mufti?

    Dr. Amr: Syarat yang harus dipenuhiseorang mufti sama dengan syarat yangharus dipenuhi oleh seorang mujtahid.Kenapa? Karena seorang mufti memangmelakukan ijtihad ketika melakukantugasnya. Namun, tidak dapat dipungkiri

    bahwa semakin lama semakin sedikit orangyang memenuhi kualifikasi mujtahid. Nah,oleh karenanya ada istilah mufti darurat,yaitu orag yang sebenarnya belummencapai derajat mujtahid namun diamampu melakukan inferensi hukum.

    Di era modern, semakin banyak muncul persoalan yang sebelumnya tidak pernah dijumpai pada zaman Rasulullah Saw.,sahabat, tabiin, maupun generasi setelahnya. Tidak mungkin persoalan-persoalan baru tersebut tidak dihukumi hanya

    karena tidak terdapat teks syariat yang langsung menghukumi persoalan tersebut. Oleh karenanya dibutuhkan sekelompokmanusia yang kompeten untuk menghukumi persoalan tersebut dengan metodologi tertentu. Pertanyaan selanjutnya, seperti

    apa kriteria kelompok manusia tersebut? Bagaimana proses lahirnya sebuah hukum terhadap persoalan-persoalan barutersebut? Berikut ini petikan wawancara kru Sinar Muhammadiyah dengan Direktur Pelatihan Fatwa Lembaga Fatwa Mesir,

    Dr. Amr al-Wardani di kantor beliau.

    Perbedaan Fatwa dan Upaya Pemersatuan UmatBersama:

    Syekh Amru al-WardhanyDirektur Lembaga Pelatihan Fatwa, Dar el-Ifta Mesir

  • 7/27/2019 Majalah Sinar Muhammadiyah Mesir Edisi 53

    14/2914 SINAR MUHAMMADIYAH Edisi Ke-53, September 2013

    Selain itu, seorang mufti haruslah orangyang cerdas, bukan orang bodoh. Sehinggamampu memvisualisasikan persoalan yangdihadapkan kepadanya baik dilakukansendiri maupun dengan bantuan orang lain.Dia juga harus mengerahui ilmu-ilmu

    penunjang lainnya untuk memahamirealita. Singkatnya, seorang mufti harusmemahami teks syariat dan realita. Disebuah negara yang menjunjung adat danbudaya keislaman, benturan antarakeduanya niscaya akan terjadi, tentunya halini menuntut seorang mufti darurat untukbisa memahami pula persoalan adatkemudian bagaimana ia memandangnyadalam kacamata teks syariat.

    Sinar: Langkah apa saja yang harusdilalui oleh seorang mufti dalammenentukan suatu hukum?

    Dr. Amr: Ada empat langkah yangharus dilalui untuk merumuskan suatufatwa: penggambaran masalah, kajianmasalah, menghukumi masalah, terakhirmengeluarkan fatwa.

    Dalam penggambaran masalah, peranpemohon fatwa sangat besar, dia harusmenjelaskan masalahnya kepada muftidengan gamblang sehingga dapat memberigambaran di kepala mufti. Kemudian dalamkajian masalah, mufti akan menyesuaikanmasalah dengan teks-teks yang ada juga

    dengan disiplin ilmu terkait. Barulah muftiakan menghukumi masalah tersebutkemudian lahirlah fatwa. Semua proses iniharus dijalankan sebagaimana mestinya.

    Sinar: Apakah ada batasan tertentudalam pertanyaan mufti terhadappemohon fatwa?

    Dr. Amr: Segala persoalan yang terkaitdengan persoalan pemohon fatwa harusditanyakan oleh mufti sehingga mufti benar-benar dapat memahami persoalan

    pemohon fatwa sehingga tepat pula dalammengeluarkan fatwanya. Sangat berbahayaapabila mufti salah memahami persoalanpemohon fatwa, ini akan berdampak kepadakesalahan fatwa yang dilahirkan.

    Sinar: Bagaimana pendapat andamengenai suatu keadaan dimana muftibukanlah seorang individu saja,melainkan berupa suatu lembaga? DiIndonesia misalnya ada Majelis Ulama.Berbeda dengan Mesir yang menunjukseorang mufti.

    Dr. Amr: Sebenarnya tidak demikianyang berlaku di Mesir. Memang adaseorang mufti agung yang ditunjuk, namunMesir juga memiliki Drul Ift al-M ishriyyah(Lembaga Fatwa Mesir).

    Keberadaan Mufti Agung sebagai pimpinandari lembaga fatwa tersebut. Di dalamlembaga ini, ada sebuah tim yang terdiridari mufti dan pembesar ulama LembagaFatwa Mesir yang disebut sebagai

    Amanatul Fatwa. Ketika ada suatu

    permasalahan, mereka inilah yangmengeluarkan fatwa dan setiap fatwa yangdikeluarkan akan ditandatangani olehminimal dua orang dari anggotaAmanatulFatwatersebut.

    Sinar: Jika demikian, berarti yangmenentukan suatu hukum atas persoalanyang ada bukanlah seorang saja?

    Dr. Amr: Benar, yang menentukansuatu hukum atas persoalan bukan satuorang saja melainkan sebagaimana yangsaya sebut tadi adalah suatu tim yangdisebutAmnatul Fatwa.

    Sinar: Bagaimana cara LembagaFatwa Mesir dalam mensosialisasikanfatwa kepada khalayak?

    Dr. Amr: Tentunya dengan berbagaicara. Misalnya dengan tulisan maupunmedia elektronik seperti email, jejaringsosial, dan lainnya.

    Sinar: Apa hubungan antara LembagaFatwa Mesir, Majma`ul Buhts al-

    Islmiyyah,danMasykhahal-Azhar?

    Dr. Amr: Sebenarnya secara instansitidak ada keterkaitan. Namun ada sebuahundang-undang yang menyatakan bahwaMajma`ul Buhtsharus memiliki konklusiyang sama dengan Lembaga Fatwa karena

    yang memiliki legalitas tunggal dalamkeputusan fatwa di Mesir ini adalahLembaga Fatwa Mesir. Sedangkanhubungannya denganMasykhah, semuamufti yang ada di Lembaga Fatwa haruslahorang-orang al-Azhar.

    Sinar: Bolehkah menggunakan fatwanegara lain?

    Dr. Amr: Ingat, fatwa itu adalah suatuperkara yang sifatnya khusus. Ketika adayang ingin mempraktekkan fatwa negaralain, maka ia haruslah orang yangmemenuhi syarat. Banyak hal yang harusdilakukan, misalnya dengan mengamatirumusan masalah sampai fatwa yangmenjelaskan hukumnya. Karena setiapnegara belum tentu memiliki masalah yangsama dengan negara lain, inilah yangmembuat fatwa tidak bisa sembarangditerapkan. Karena sifat fatwa itu sendiriyang bisa berubah karena perbedaankeadaan, waktu, tempat, dan individu.

    Sinar: Menurut anda, bagaimana caramenyatukan fatwa yang ada diIndonesia?

    Dr. Amr: Persatuan fatwa di Indonesiatak akan pernah terwujud tanpa adanyaLembaga Fatwa Indonesia. Sayangnyabeberapa kelompok baik secara langsung

    maupun tidak memang tidak menginginkanhal itu terwujud, seolah-olah perbedaan inimuncul karena faktor politik. Permasalahanini sebenarnya bisa teratasi manakalalembaga-lembaga tersebut bersedia ntukberkumpul dalam satu majelis yang samakemudian bermusyawarah sehingga

  • 7/27/2019 Majalah Sinar Muhammadiyah Mesir Edisi 53

    15/2915SINAR MUHAMMADIYAH Edisi Ke-53, September 2013

    menghasilkan satu keputusan bersama. Ini tidak lain demikemaslahatan umat Islam di Indonesia.

    Sinar: Jika demikian, berarti solusinya adalahmenyerahkan otoritas fatwa kepada pemerintah?

    Dr. Amr: Saya tidak mengatakan bahwa ketika otoritas fatwadiserahkan kepada pemerintah lantas hal itu langsung dapatmenghilangkan perbedaan yang ada. Hal yang terpenting adalahkata sepakat dari para ulama serta memisahkan persoalan yangberada dalam koridor agama dengan yang berada di luar koridoragama. Ini yang mungkin bisa menjadi solusi mengatasiperbedaan yang ada.

    Sinar: Pertanyaan pamungkas dari redaksi, apa nasehatanda bagi para pelajar Indonesia khususnya yang berada diMesir. Juga mungkin kepada ulama di tanah air?

    Dr. Amr: Hendaklah para pelajar bersungguh-sungguh dalam

    memikul amanat menuntut ilmu. Manfaatkan segala kesempatanyang ada, tidak semua orang bisa menikmati kesempatan belajar.Gunakan sebaik-baiknya untuk memperdalam khazanah keilmuanIslam, ini yang akan menjadi bekal ketika keadaan menuntutuntuk mengaplikasikannya. Sehingga ketika kalian kembali ketanah air, kalian dapat memandang segala macam persoalandengan tinjauan yang mendalam kemudian berkontribusi denganmemberikan solusi yang tepat bagi masyarakat ketika berhadapandengan berbagai macam problematika yang ada.

    Kepada para ulama di Indonesia, saya mengarapkan agar selalumengedepankan persatuan dan kemaslahatan umat. Tentunyadengan cara keluar dari perselisihan yang terjadi. Memang,perbedaan merupakan hal yang wajar namun menjadi bencana

    ketika perbedaan tersebut malah menyebabkan perpecahan umat.Dalam dunia Islam, Indonesia terkenal sebagai negara yangmemiliki banyak ulama besar. Akhirnya saya selalu berharap agarpara ulama bisa bergandengan tangan menyelesaikan persoalanyang dihadapi umat. Ini akan bermanfaat bagi umat Islam diIndonesia.

    Tim Hiwar:Khaerul Anam

    FakhruddinZakky al-Rashyid

    Fardan Es W

    Nama:

    Amru Musthafa Wardaniy

    Tempat Tanggal Lahir:

    Kairo, 15 Mei 1971

    Status sosial:

    Menikah,

    Mempunyai tiga orang anak

    Pendidikan:

    Universitas Darul Ulum Kairo

    Karangan:

    Al Insyithah al-mmah f Majli al Auraqah al Mliyah min

    Manzhri al- F iqh

    Al Islam Muqranah bi al-Qanun al-M ishri

    Jabatan resmi:

    Direktur pelatihan fatwa, Dar el-Ifta el-Mishriyyah

    RIWAYAT HIDUP:

    Segenap kru

    Sinar Muhammadiyah mengucapkan:

    selamat dan sukses atas

    terpilihnya

    Sdr. Amrizal Batubara

    sebagai

    ketua PPMI Mesir

    Periode 2013-2014

    Semoga dapat menjalankan amanah

    dengan indah

  • 7/27/2019 Majalah Sinar Muhammadiyah Mesir Edisi 53

    16/2916 SINAR MUHAMMADIYAH Edisi Ke-53, September 2013

    Sejak didirikannya Dar al-I fta(Lembaga Fatwa) Mesir padatahun 1895, Dr. Syauqi IbrahimAbdul Karim Allam terhitung

    menjadi orang pertama yang dipilh dandiamanahi menjadi Mufti Mesir denganmenggunakan sistem pemilihan dan per-timbangan dari suara otoritas para ulamasenior al-Azhar. Bahkan, beliau satu-satunya orang yang terpilih, setelah paraotoritas ulama di bawah wewenang Syekhal-Azhar (Muhammad Thayyib) menyaringsekitar 60 calon mufti berkompeten. Bukanperkara mudah Dr Syauqi bisa menjabatmenjadi mufti baru, karena muftisebelumnya yaitu Syekh Ali Jumahterhitung orang yang mengemban tugasmufti selama sepuluh tahun. SiapakahDr.Syauqi Ibrahim Abdul Karim Allam ?Hingga otoritas para ulama lebihcenderung memilih beliau ?

    Dr. Syauqi I brahim Abdul Karim Allamlahir pada tahun 12 Agustus 1961,beliaulahir dan tumbuh besar di Delta Nil,Shubra yang terletak di utara negeri Mesir.Dari berita yang kami himpun, beliaumemperoleh gelar Bachelor dalam bidang

    Syariah dan Hukum pada tahun 1984, diThanta, Mesir dengan predikat SummaCumclaude. Lalu, pada tahun 1990, beliaumelanjutkan program magisternya dengan

    judul tesis Studi dan Penelitian ManuskripKitab ad-Dzakhirah Imam Al Qarrafi padabagian ketiga dan keempat dalampermasalahan jual-beli, dan akhirnya padatahun 1996 beliau mengajukan desertasidengan judul Studi Komparatif:Penghentian Proses Pidana danPenyelesaiannya tanpa Hukum dalam FikihIslam dan mendapatkan nilai cumlaude.

    Sedangkan dalam segi amanah dan jabatan,Dr Syauqi Ibrahim Allam pernah menjadikepala Yurisprudensi I slam dan HukumSyariah di Universitas al-Azhar, cabangThantadan menjadi kepala Departemenfikih di Fakultas ilmu Islam atasrekomendasi Kesultanan Oman. Selain itu,beliau juga tidak memiliki afiliasi denganpartai politik, sehingga terkenal bahwabeliau netral dalam permasalahan politik.Beliau juga dikenal sebagai ahli fikih danpermasalahan-permasalahan kontemporer,salah satu karyanya yang banyakdibicarakan dan paling fenomenal adalahpersoalan penetapan jenis kelamin janindan legalitas sesuai dengan hukum Islam.

    Penelitian dan KaryaSelain perannya dalam berbagai

    lembaga, Dr. Syauqi Ibrahim Abdul KarimAllam juga memiliki setidaknya 13

    penelitian khusus dalam bidang agamaterkhusus fikih, beberapa diantaranyaadalah :Daur al-Daulah fi al- Zakat,AhkamuKhiyar al-Majl is Dirasah Muqoronah,al-T afriq al-Qodloi li al-Maqoshid al-Syariah,al-Qowaid al-F iqhiyah wa Dauriha fi al-T afsir al-Qodloi l i al-Aqdi inda al-Tanazufi Al fadzihadan al-Marah al-Muslimah fiAshri al-Hadis.

    Sedangkan dalam dunia kepenulisan,beliau telah berhasil membukukan sekitar25 buku diantaranya :Mabad iI lm Mawari ts,Muhadharat fi Fiqhil Ibadat,Durus fi F iqhil

    Ahwal Al Syakhshiyyah, Al Mujiz fi QawaidAl Fiqh Al Kull iyyah, Muhadharat fi Al F iqhAl Maliki.

    Mazhab dan KeahlianMeskipun beliau terkenal sebagai

    penganut mazhab Maliki, namun beliaujuga terkenal menguasai semua fikihperbandingan dan permasalahan-permasalahan kontemporer. Disamping itu,ia juga menguasai ekonomi I slam danperaturan hukum peradilan dalam Islam.Dan inilah juga mungkin salah satupenyebab otoritas Ulama Mesir memilihbeliau, semoga amanah dan mengayomi

    masyarakat Mesir !Kedudukan Mufti MesirSetelah memaparkan profil beliau, kita

    harus memahami bersama-sama ladangkerja seorang mufti. Lembaga Fatwa Mesirterhitung sebagai salah satu pilar utamaInstitusi Islam di Mesir, dan menjadilembaga fatwa pertama yang berdiri didunia. Sebagai lembaga fatwa, lembaga inijuga memiliki kedudukan untuk memberifatwa kepada masyarakat umum danmenjadi pusat konsultasi untuk lembaga-lembaga peradilan di Mesir, bahkan

    wilayah lembaga fatwa Mesir tidak terbatasdi dalam negeri saja. Berdasarkan catatanfatwa, hampir seluruh dunia pernahmeminta fatwa kepada lembaga fatwa ini.Bahkan lembaga ini turut memiliki andildalam memvonis mati terdakwa kasuskriminal. Semua peranan penting initentunya berangkat dari posisinyadalam mengambil hukum, sertametodenya yang terkenal moderat danmemutuskan masalah dengan metodeyang khusus.

    Tugas Lembaga Fatwa Mesir

    Tidak cukup lembaran kertasini bila harus menyebutkansemua tugas lembagafatwa mesir yang siapdiemban oleh muftiyang baru. Namun,

    secara garis besar, lembaga fatwa Mesirmemiliki tugas keagamaan dan tugas yangberkaitan dengan peradilan. Adapun tugaskeagamaan ini mencakup menerima danmenjawab pertanyaan dengan berbagaibahasa, baik dalam bentuk tulisan, lisan,

    maupun via telepon mengenaipermasalahan seperti; menentukan awalbulan hijriyyah dan menyatukan antarailmu hisab dan rukyat agar tak terjadiperselisihan, mengeluarkan pernyataanresmi seputar masalah keagamaan,menyusun riset-riset ilmiah keislamanterutama dalam masalah kontemporer,menjawab kesalahpahaman umat tentangagama, mengadakan pelatihan fatwakepada mahasiswa asing, dengankurikulum yang sudah ditentukan. Bahkan,terdapat pula pembelajaran jarak jauh, agarpara generasi muda siap untuk menjadipusat pertanyaan ummat Islam dinegaranya jika terjadi persoalan-persoalan.

    Sedangkan dalam tugas yang berkaitandengan peradilan, lembaga fatwa Mesirmemiliki andil dalam memutuskan vonismati kepada terdakwa kriminal, bahkanpengadilan pidana wajib melimpahkankeputusan vonis mati kepada mufti setelahkeputusan tersebut disepakati dalampengadilan dan tertutupnya kesempatanbanding sebelum membacakan vonisterakhir. Setelah dilimpahkan, tugas muftiadalah meneliti kasus ini mulai dari awal

    mula kejadian, jika mufti menemukan buktiyang diakui syariat yang kuat, agar pelakuini di hukum mati, maka sang mufti akanmengeluarkan keputusan tersebut sesuaiapa yang ada di dalam syariat Islam, namunapabila tuntutan pengadilan tidak sesuaidengan syariat Islam, maka mufti berhakuntuk memberikan putusan untuk tidakmenghukum mati terdakwa tersebut.

    Begitulah kurang lebih kedudukan dantugas Lembaga Fatwa Mesir, semogadengan ditunjuknya Dr. Syauqi IbrahimAbdul Karim Allam sebagai mufti baru,

    dapat mengemban semuaamanah yang tidak

    ringan ini, karenamengambilamanah berartisiap

    mempertanggungjawabkan amanah,selamat bekerja mufti

    baru!

    Dr. Syauqi Ibrahim Abdul Karim Allam Oleh : Muktashim Billah

  • 7/27/2019 Majalah Sinar Muhammadiyah Mesir Edisi 53

    17/2917SINAR MUHAMMADIYAH Edisi Ke-53, September 2013

    Oleh : Muhammad Bakhrul Ilmi

    "Minggu ini majalah harus sudah selesai, setelah itu kitalangsung tahap percetakan", ujar ketua Pimred majalah Sinar Mu-hammadiyah. Sementara beberapa kru majalah Sinar Muham-madiyah sedang dalam kesibukanya masing-masing, editing, lay-outing, cetak cover, serta merampungkan beberapa tulisan yangbelum selesai. aktifitas PCIM semakin ramai ketika kru Sinar Mu-hammadiyah berencana untuk kembali menerbitkan majalahnya,sehingga sedikit banyak menambah ramai Markaz Da'wah Mu-hammadiyah di Mesir.

    Rapat konsolidasi sudah beberapa kali dilakukan oleh para krumajalah Sinar Muhammadiyah untuk membincangkan beberapahal, mulai dari kendala, solusi, dan alternatif. pada edisi sinar kaliini memang agak lebih berat dikarenakan majalah Sinar yang su-dah vakum lama, serta waktu penggarapan majalah yang berte-patan dengan musim panas sehingga sedikit membuat kewalahanpara punggawa majalah Sinar. Meskipun majalah kali ini menjadiFi rst Editi onbagi para kru baru Sinar Muhammadiyah, namunmajalah ini adalah edisi yang kesekian bagi PCI MuhammadiyahMesir. majalah ini memiliki arti dan peran penting bagi pergera-kan PCI Muhammadiyah Mesir.

    Sebagai salah satu organisasi massa dikalangan Masisir, PCIMuhammadiyah melalui lembaga afiliasinya berusaha untuk mem-berikan sedikit banyak sumbangsihnya kepada Masisir secaraumum dan para kader Muhammadiyah di Mesir secara khusus.

    Majalah Sinar Muhammadiyah sebenarnya sudah agak lamaberada dikalangan Masisir, hanya saja sekitar dua tahun terahirmeredup hingga seolah hilang begitu saja.

    "Tentang Sinar Muhammadiyah seingat saya pertama kaliterbit s2kitar tahun 1998. Waktu itu yang jadi ketua IKM(sekarang PCIM) Ust. Abdillah Nur Ridlo." ujar Dr.Muhtadi Ab-dul Mun'im, Lc. MA. mantan Pimred majalah Sinar Muhammadi-yah yang berhasil dihubungi melalui pesan singkat. Setiap keke-luargaan, kelompok studi, dan organisasi yang ada di Kairo ber-lomba-lomba untuk menerbitkan karya mereka, sambung beliauyang berhasil menyelesaikan S3 nya di Amerika. banyak se-benarnya manfaat yang bisa diambil dari majalah Sinar Muham-madiyah ini, disamping sebagai media cetak, juga sebagai ajang

    berlatih menulis bagi awak kapal Sinar Muhammadiyah yangnantinya akan berlabuh di perairan Indonesia.Setelah beberapa kali tertunda untuk diterbitkan, akhirnya

    majalah Sinar Muhammadiyah kembali dicetak. Tentu denganberbagai pertimbangan sehingga para kru Sinar Muhammadiyahmau memperjuangkan majalah yang sudah lama tertidur ini. Sejakawal rencana diterbitkannya majalah Sinar Muhammadiyah mun-cul suara-suara dari para kader Sinar Muhammadiyah yang ada diIndonesia untuk juga mengirimkan tulisan para kru Sinar Mu-hammadiyah guna mengisi beberapa rubrik di majalah Suara Mu-hammadiyah di Indonesia. Bukannya menambah berat beban parapunggawa Sinar Muhammadiyah, justru hal ini menambah seman-gat juang Kru Sinar Muhammadiyah. Bayangkan, belum juga ma-jalah Sinar Muhammadiyah terbit, pesonanya sudah merebak ke-

    mana-mana.Rangkaian rencana majalah Sinar Muhammadiyah selanjut-

    nya adalah mengadakanUpgradingbagi rekan-rekan kru SinarMuhammadiyah yang akan melanjutkan perjuangan setahunkedepan ini. Majalah Sinar Muhammadiyah juga terbuka bagiseluruh kalangan Masisir baik itu pengiriman karya tulis ilmiah,

    atau hanya sekedar bertanya-tanya terkait jurnalistik atau majalahSinar Muhammadiyah itu sendiri.

    Kedepannya Sinar Muhammadiyah akan melakukan regenerasibagi para kru dan pelaku dibalik layar majalah ini, sehingga rodakepengurusan majalah bisa dilanjutkan oleh generasi setelahnya.Mungkin bentuk rekrutmen akan dipublikasikan lebih lanjutkedepannya. dan diharapkan nantinya akan muncul penerus han-dal yang mampu untuk mengemban roda pergerakan majalah Si-nar Muhammadiyah.

    Majalah Sinar Muhammadiyah juga berencana untuk melebar-kan sayapnya ke beberapa negara lain, terutama negara-negarayang terdapat komunitas kader Muhammadiyah atau sekedar sim-patisan. Sebagai langkah awal, majalah Sinar Muhammadiyahsebagian akan dipasarkan di Perancis dan Rusia melalui PCI Mu-hammadiyah yang ada disana. Untuk langkah selanjutnya akandibuka pemesanan majalah Sinar di beberapa cabang istimewaMuhammadiyah yang terdapat di berbagai negara. Nantinya parapembaca majalah Sinar Muhammadiyah dimana pun juga dipersi-lahkan untuk mengirimkan karya-karyanya dan diberi hak untukdimuat di Sinar Muhammadiyah jika memang layak.

    Kritik dan saran yang membangun juga bisa disampaikankepada kru Sinar Muhammadiyah, bisa menghubungi langsungatau melalui email resmi milik Sinar Muhammadiyah Mesir dia-lamat berikut [email protected] harapan kami agar

    pembaca sekalian ikut berpartisipasi dalam mengembangkan ma-jalah Sinar Muhammadiyah dengan memberikan kritik, saran, danlain sebagainya.

    Selamat berjuang bagi kru Sinar Muhammadiyah Mesir, se-moga berhasil mencapai target yang dicanangkan. Dan dengansemangat revolusi Mesir 25 Januari kita segarkan kembali ma-jalah Sinar Muhammadiyah. Semoga mampu menjadi partnerdalam mewadahi ulama Muhammadiyah dan umat islam secaraumum.

    Kembalinya PesonaSinar Muhammadiyah

  • 7/27/2019 Majalah Sinar Muhammadiyah Mesir Edisi 53

    18/2918 SINAR MUHAMMADIYAH Edisi Ke-53, September 2013

    Oleh : Zaky Al Rasyid

    MukadimahDalam kitabTj al-Urs, Fatwa secara

    bahasa didefinisikan sebagai jawaban atashal meragukan yang sesuai denganketerangan orang yang bertanya.Sedangakan secara istilah, fatwa berarti

    menjelaskan hukum syari dari dalil-dalil /nas agama kepada orang yang bertanyasuatu hukum. Imam Al-Faraqimenambahkan, fatwa adalah berita dariAllah Swt. dan mufti adalah seorangpenterjemah (menerjemahkan hukumAllah).

    Fatwa atau yang lebih dikenalmasyarakat umum sebagai keputusan ataupenjelasan seseorang/ sekumpulan ulamadalam menghukumi sebuah perkara baikyang telah terjadi dan terdapat dalam nas,maupun yang baru, serta belum ada hukumdalam nash agama mengenai hal tersebut.Di masa perkembangan zaman yang begitupesat ini, banyak bermunculan perkara-perkara baru yang belum ada hukumnyasecara jelas di dalam nas-nas agama.Sehingga kadang membuat masyarakatmenjadi bingung akan hukum suatu hal.Terlebih lagi jika menyentuh perkara-perkara yang sensitif bagi masyarakat.Yang kadang fatwa yang dihasilkan bisamempengaruhi stabilitas kondisimasyarakat, sehingga dalam beberapakeadaan masyarakat tidak mengindahkanfatwa dari ulama.

    Inilah yang kadang timbul kontroversiditengah-tengah masyarakat yangmembuat masyarakat bertanya. Apakahfatwa itu perlu? Dan juga apakah fatwa dariseorang/sekelompok mufti wajib diikuti?

    Urgensi FatwaSeperti yang sudah dijelaskan di atas,

    banyaknya perkara-perkara baru yangterjadi saat ini membuat masyarakat awammenjadi ragu-ragu atau bingung dalammengerjakan perkara-perkara yang barutersebut. Ditambah, terbatasnya nash-nashagama yang diturunkan oleh Allah Swt.

    baik Al Quran maupun As-Sunnahmembuat perlunya kaum musliminmembuat mempunyai rumusanpenyimpulan hukum suatu perkara baruyang belum pernah terjadi di masaRasulullah Saw., para sahabat. Karena jika

    perkara tersebut terjadi pada masaRasulullah Saw. Hidup, maka hukumperkara tersebut akan langsung ditentukanoleh Allah lewat Al Quran dan As-Sunnah,sehingga kaum muslimin pada waktu itumenjadikan Rasulullah sebagai satu-

    satunya tempat bertanya hukum suatuperkara. Kemudian di zaman para sahabatjika ada perkara baru, maka para sahabatakan berkumpul membuat ijma mengenaiperkara tersebut. Ijma para sahabat padawaktu itu mudah dilakukan, karena padasaat itu sahabat mayoritas masih berada diMadinah terutama pada masa Khalifah AbuBakar dan Khalifah Umar bin Khattab.

    Kemudian timbul pertanyaan, apakahhukum pekara yang tidak ada nas yangmembahasnya di dalam Al Quran dan AsSunnah tidak ada hukumnya?

    Allah berfirman dalam QS. Al-Maidah:3 :Pada hari ini telah Aku cukupkanagamamu untukmu, dan telah Aku cukupkannikmat-Ku bagimu dan telah Aku r idai I slamsebagai agamamu.Dan juga pada QS.Saba :28 :Dan Kami tidak mengutus kamu,melainkan kepada umat manusia seluruhnyasebagai pembawa berita gembira dan sebagaipemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusiatiada mengetahuinya.Sehingga dapatdisimpulkan bahwa, hukum-hukum agamayang Allah turunkan pada masa Rasulullahsudah sempurna dan cocok untuk siapasaja, kapanpun dan dimanapun. Hanya saja

    hukum tersebut perlu untuk diterjemahkanterutama bagi permasalahan kontemporeryang tidak terjadi pada zaman Rasulullah.Hukum perkara-perkara yang belum adahukumnya di dalam nas-nas agama bukanmenunjukkan Islam tidak mengaturmasalah itu, tetapi hukum-hukum perkaratersebut belum diterjemahkan. Jika padamasa Rasulullah, penerjemah hukum ituRasulullah dan pada masa sahabat itu parasahabat yang faqih dalam ilmu agama,maka pada masa sekarang adalah seorangmufti yang menjadi penerjemah hukum-

    hukum Allah untuk agama Islam. Dalamhal ini adalah dasar-dasar agama yangkemudian bisa dikembangkanpenerapannya oleh para mufti di kemudianhari.

    Oleh karena itu, Fatwa merupakan

    suatu kebutuhan di masa saat ini dalammenghadapi perkara-perkara baru yanghukumnya belum diterjemahkan dari nas-nas agama. Di sinilah peran pentingseorang mufti, dia menerjemahkan sertamengejawantahkan nas-nas agama menjadi

    produk hukum yang bisa langsungdigunakan oleh masyarakat. T imbullahpertanyaan, apakah boleh perkataanseorang mufti dijadikan dalil untukmenjangkau permasalahan kontemporer?

    Ibnu Shalah dalam bukunyaAdab al-Fatw wa Syurth al-Muft wa shi fat al-Mustaft wa Ahkmuhu,beliau menukilpendapat Ibnu Taimiyah : Taat kepadaAl lah dan Rasul-Nya, menghalalkan apa yangdihalalkan oleh Keduanya, mengharamkan apayang diharamkan oleh Keduanya danmewaj ibkan apa yang diwaj ibkan oleh

    Keduanya - kewaj iban untuk manusia dan jin,kewaj iban di seti ap kondisi (samar maupun

    jelas)akan tetapi jika ada perkara yang tidakdiketahui hukumnya oleh kebanyakan manusia,maka hukumnya merujuk kepada orang yanglebih mengetahui hukum-hukum Allah.Dikarenakan dia lebih tahu dengan apa yangdisabdakan oleh Rasulullah dan apamaksudkan sabda beliau. Maka dari itu, paraImam kaum muslimin yang dii kuti olehmanusia dalam hal wasilah, jalan dan dali l-dali l sabda Rasul yang mereka sampaikan danberitahukan maksudnya antara manusia dan

    Rasulul lah dengan ijti had dan kapabil i tasmereka. Dari pendapat Ibnu Taimiyyah di atas

    dapat disimpulkan bahwa jika dalam suatuperkara baru yang tidak ada nash/ dalil dariAllah dan Rasulnya mengenai hukumperkara tersebut, maka perkataan mujtahid(mufti) bisa dijadikan dasar hukum perkaratersebut, karena mujtahid(mufti)merupakan orang yang mempunyaipengetahuan tentang nash-nash agama dankemampuan mengambil hukum(berijtihad)dari nash yang ada. Selain menjadipenerjemah hukum-hukum Allah untukperkara-perkara baru yang belum adahukumnya di dalam nash-nash agama, paramujtahid merupakan para ulama yangmenjadi pewaris para nabi untukmembimbing umat manusia. Hal ini jugadiperkuat oleh hadits Abu Darda dariRasul Saw. Bersabda : Sesungguhnya paraulama itu pewaris para nabi.Dari haditstersebut jelas bahwa penetapan keutamaanulama di antara umat manusia dengantujuan memberikan penjelasan hukum-hukum Allah kepada umat manusia salahsatunya lewat jalan pemfatwaan. Dan juga

    ada yang berpendapat bahwa haditstersebut merupakan penanda dari AllahSwt. tentang dibolehkannya perkataanseorang mufti menjadi dalil untukpermasalahan-permasalahan kontemporer.[ lihat Abu Amr Utsman Ibnu Shalah Asy-

    Urgensi danIlzmFatwa

  • 7/27/2019 Majalah Sinar Muhammadiyah Mesir Edisi 53

    19/2919SINAR MUHAMMADIYAH Edisi Ke-53, September 2013

    Syahrazuri, Adab al-Fatw wa Syurth al-Muft wa shifat al-Mustaft wa Ahkmuh,Maktabah al-Khanji, Kairo, cet. I I, 2009,hal. 4]

    IlzmFatwaSetelah sebuah fatwa dihasilkan oleh

    seorang mufti dan ada dalil yang jelas yangmenyatakan bahwa perkataan seorangmufti dapat dijadikan dalil dalammenghadapi permasalahan kontemporer,apakah kita wajib melaksanakan fatwa ituatau tidak? Walaupun perkataan seorangmufti dapat dijadikan dalil untukpermasalahan kontemporer, fatwamerupakan produk hukum hasil istinbth/penyimpulan manusia (dari hukum-hukumAllah) yang di dalamnya bisa terdapatkesalahan. Berbeda dengan hukum taklifiyang murni turun dari Allah Swt.

    Dalam hal ini Ibnu Muzhaffar al-Samani berpendapat:Ji ka seorang mustafti(peminta fatwa) mendengar jawaban dari

    seorang muft i (mengenai hal yang ia tanyakan)maka fatwa tersebut ti dak waj ib kecuali dengankomitmenya, bisa juga dikatakan bahwa : dia(mustaft i) wajib jika melaksanakan fatwa

    tersebut. Ada juga yang berpendapa: fatwatersebut wajib ji ka fatwa tersebut cocok denganapa yang terjadi dalam di r inya, dan pendapatini adalah yang lebih utama dibandingkanpendapat lain.

    Menanggapi pendapat Ibnu Muzhaffaral-Samani, Ibnu Shalah menambahkan:Saya ti dak menemukan pendapat mengenai ini(hal di atas) selain beliau. Beliau menceritakan

    setelah itu dari sebagian ushuli yyun bahwa j ikaseorang mufti berfatwa mengenai suatu halkepada seorang mustaft i di dalam masalahyang ada perbedaan dengan muft i lain, makadia(mustafti ) boleh menerima fatwanya ataumenerima fatwa dari mufti yang lain.Kemudian Ibnu Muzhaffar memil ih bahwamustaft i tersebut wajib berijt ihad dari fatwakedua mufti tersebut dan waj ib mengambilfatwa dari mufti yang dia pili h dan dia tidakwajib memilih mufti yang pertama.[ lihat

    Abu Amr Utsman Ibnu Shalah Asy-Syarazuri, Op.cit, hal. 148].

    Dari pendapat kedua ulama di atasdapat disimpulkan bahwa menunaikansebuah fatwa dalam permasalahankontemporer itu wajib jika seoarangmustaftimempunyai komitmen untukmelaksakan fatwa tersebut dan yang lebihutama lagi jika fatwa tersebut cocokdengan permasalahan yang terjadi dalamdirinya. Dan jika ada 2 fatwa yang berbedadari 2 mufti/ lebih, maka dia wajib memilihsalah satu dari 2 fatwa terse