25
TUGAS TERSTRUKTUR DOSEN PENGAMPU Agama 4 (Akhlak Tasawuf) Syarifuddin,M.Ag MAKALAH KELOMPOK 5 “7 MAQAM KENAIKAN ROHANI” DISUSUN OLEH : 1. DINA FADHILA (11251201969) 2. ELSY RAMADHANI (11251202070) 3. DIAN PURWADI (11251102158) JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

Makalah 7 Maqamat Kenaikan Rohani

Embed Size (px)

DESCRIPTION

MAQAMAT

Citation preview

Page 1: Makalah 7 Maqamat Kenaikan Rohani

TUGAS TERSTRUKTUR DOSEN PENGAMPU

Agama 4 (Akhlak Tasawuf) Syarifuddin,M.Ag

MAKALAH KELOMPOK 5

“7 MAQAM KENAIKAN ROHANI”

DISUSUN OLEH :

1. DINA FADHILA (11251201969)

2. ELSY RAMADHANI (11251202070)

3. DIAN PURWADI (11251102158)

JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

PEKANBARU

2013

Page 2: Makalah 7 Maqamat Kenaikan Rohani

2

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat

serta hidayah kepada kita semua, sehingga berkat karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan

makalah yang berjudul “7 Maqam Kenaikan Rohani”.  Makalah ini diajukan guna

memenuhi tugas matakuliah Akhlak Tasawuf.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis tidak lupa mengucapkan banyak terimakasih

pada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas makalah ini sehingga

penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.

Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharap kritik dan

saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Dalam penyusunan

makalah ini penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri

maupun kepada pembaca pada umumnya.

Pekanbaru, 29 Maret 2013

Penulis

Page 3: Makalah 7 Maqamat Kenaikan Rohani

3

DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................................................... 1

Daftar Isi.............................................................................................................. 2

                 I.       Pendahuluan

I. 1. Latar Belakang.................................................................................... 3

I.2. Rumusan Masalah................................................................................ 3

I.3. Tujuan Penulisan.................................................................................. 3

              II.      Pembahasan

II.1. Pengertian Maqom atau Maqamat................................................................ 4

II.2. Maqom Kenaikan Rohani............................................................................. 6

II.2.1. Maqom Taubat............................................................................... 7

II.2.2. Maqom Wara’................................................................................ 8

II.2.3. Maqom Zuhud............................................................................... 9

II.2.4. Maqom Fakir................................................................................. 10

II.2.5. Maqom Sabar................................................................................. 11

II.2.6. Maqom Tawakal............................................................................ 12

II.2.7. Maqom Ridho............................................................................... 12

    III.    Penutup

III. 1. Kesimpulan..................................................................................... 14

Daftar Pustaka.................................................................................................... 15

Page 4: Makalah 7 Maqamat Kenaikan Rohani

4

BAB I

PENDAHULUAN

I. 1. Latar Belakang

Secara umum tasawuf merupakan perjalanan pada garis zuhud, menjauhkan diri

dari perhiasan hidup dengan segala bentuknya. Tasawuf itu adalah bermacam-macam ibadat,

wirid dan lapar, berjaga-jaga pada shalat atau membaca wirid sehingga lemahlah pada diri

manusia itu unsur jasadnya dan semakin kuatlah unsur jiwa dan rohaninya. Tasawuf itu

adalah menundukan jasad jiwa dengan jalan yang disebut sebagai usaha mencapai hakikat

kesempurnaan jiwa dan mengenal zat ketuhanan dan kesempurnaannya dan inilah yang

mereka gambarkan dengan mengenal hakikat.

Dalam mencapai hakikat kesempurnaan jiwa dan mengenal zat ketuhanan dan

kesempurnaannya agar lebih dekat kepada Allah, seorang sufi harus menempuh jalan panjang

yang berisi tentang kedudukan (station), yang disebut maqamat (bentuk jamak dari maqam) .

Di samping istilah maqamat ini, dalam literatur tasawuf terdapat pula istilah ahwal (bentuk

jamak dari hal).

Dalam makalah ini, kami akan mencoba menjelaskan dan mendeskripsikan

tentang maqamat dan ahwal dalam tradisi tasawuf beserta maqam-maqam nya yang

berjumlah tujuh macam yang biasa disebut tujuh maqam kenaikan dalam rohani.

I. 2. Rumusan Penulisan

1.    Pengertian Maqom atau Maqamat dalam ilmu tasawuf.

2.    Macam – macam Maqom atau Maqamat dalam kenaikan rohani.

I.3. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memperdalam pengetahuan kami

dalam materi Akhlak Tasawuf khususnya tentang materi 7 Maqam Kenaikan Rohani.

Page 5: Makalah 7 Maqamat Kenaikan Rohani

5

BAB II

PEMBAHASAN

II.  1. Pengertian Maqom atau Maqamat

“Maqamat dan Ahwal” adalah dua kata kunci yang menjadi icon untuk dapat

mengakses lebih khusus ke dalam inti dari sufisme, yang pertama berupa tahapan-tahapan

yang mesti dilalui oleh calon sufi untuk mencapai tujuan tertinggi, berada sedekat-dekatnya

dengan Tuhan, dan yang kedua merupakan pengalaman mental sufi ketika menjelajah

maqamat. Dua kata ‘maqamat dan ahwal’ dapat diibaratkan sebagai dua sisi mata uang yang

selalu berpasangan. Namun urutannya tidak selalu sama antara sufi satu dengan yang lainnya.

Maqamat adalah bentuk jamak dari kata maqam, yang secara terminologi berarti

tingkatan, posisi, stasiun, lokasi. Secara terminologi Maqamat bermakna kedudukan spiritual

atau Maqamat adalah stasiun-stasiun yang harus dilewati oleh para pejalan spiritual (salik)

sebelum bisa mencapai ujung perjalanan.

Istilah Maqamat sebenarnya dipahami berbeda oeh para sufi. Secara terminologis

kata maqam dapat ditelusuri pengertiannya dari pendapat para sufi, yang masing-masing

pendapatnya berbeda satu sama lain secara bahasa. Namun, secara substansi memiliki

pemahaman yang hampir sama.

Menurut al-Qusyairi (w. 465 H) maqam adalah tahapan adab (etika) seorang

hamba dalam rangka wushul (sampai) kepadaNya dengan berbagai upaya, diwujudkan

dengan suatu tujuan pencarian dan ukuran tugas. Adapun pengertian maqam dalam

pandangan al-Sarraj (w. 378 H) yaitu kedudukan atau tingkatan seorang hamba dihadapan

Allah yang diperoleh melalui serangkaian pengabdian (ibadah), kesungguhan melawan hawa

nafsu dan penyakit-penyakit hati (mujahadah), latihan-latihan spiritual (riyadhah) dan

mengarahkan segenap jiwa raga semata-mata kepada Allah.

Semakna dengan al-Qusyairi, al-Hujwiri (w. 465 H) menyatakan bahwa maqam

adalah keberadaan seseorang di jalan Allah yang dipenuhi olehnya kewajiban-kewajiban

yang berkaitan dengan maqam itu serta menjaganya hingga ia mencapai kesempurnaannya.

Jika diperhatikan beberapa pendapat sufi diatas maka secara terminologis kesemuanya

sepakat memahami Maqamat bermakna kedudukan seorang pejalan spiritual di hadapan

Allah yang diperoleh melalui kerja keras beribadah, bersungguh-sungguh melawan hawa

nafsu dan latihan-latihan spiritual sehingga pada akhirnya ia dapat mencapai kesempurnaan.

Page 6: Makalah 7 Maqamat Kenaikan Rohani

6

Bentuk maqamat adalah pengalaman-pengalaman yang dirasakan dan diperoleh

seorang sufi melalui usaha-usaha tertentu; jalan panjang berisi tingkatan-tingkatan yang harus

ditempuh oleh seorang sufi agar berada sedekat mungkin dengan Allah. Tasawuf memang

bertujuan agar manusia (sufi) memperoleh hubungan langsung dengan Allah sehingga ia

menyadari benar bahwa dirinya berada sedekat-dekatnya dengan Allah. Namun, seorang sufi

tidak dapat begitu saja dekat dengan Allah. Ia harus menempuh jalan panjang yang berisi

tingkatan-tingkatan (stages atau stations). Jumlah maqam yang harus dilalui oleh seorang sufi

ternyata bersifat relatif. Artinya, antara satu sufi dengan yang lain mempunyai jumlah maqam

yang berbeda. Ini merupakan sesuatu yang wajar mengingat maqamat itu terkait erat dengan

pengalaman sufi itu sendiri.

Ibn Qayyim al-Jauziyah (w. 750 H) berpendapat bahwa Maqamat terbagi kepada

tiga tahapan, yaitu:

1. kesadaran (yaqzah)

2. tafkir (berpikir)

3. musyahadah

Sedangkan menurut al-Sarraj Maqamat terdiri dari tujuh tingkatan yaitu:

1. Taubat

2. wara’

3. zuhd

4. faqr

5. shabr

6. tawakkal

7. ridha

Al Ghazali dalam kitab Ihya Ulumudin membuat sistematika maqamat adalah :

1. Taubat

2. Sabar

3. Faqir

4. Zuhud

5. Tawakal

6. Mahabah

7. Ma’rifat

8. Ridha

Page 7: Makalah 7 Maqamat Kenaikan Rohani

7

At Thusi menjelaskan maqamat sebagai berikut :

1. Al Taubat

2. Wara

3. Zuhud

4. Faqir

5. Sabar

6. Ridha

7. Tawakal

8. Ma’rifat,

Al Kalabadhi (w. 990/5) didalam kitabnya “Al taaruf Li Madzhab Ahl Tasawuf” menjelaskan

ada sekitar 10 maqamat, yaitu :

1. Taubat

2. Zuhud

3. Sabar

4. Faqir

5. Dipercaya

6. Tawadhu (rendah hati)

7. Tawakal

8. Ridho

9. Mahabbah (cinta)

10. Ma’rifat

Jika kembali kepada sejarah, sebenarnya konsep tentang Maqamat dan ahwal

telah ada pada masamasa awal Islam. Tokoh pertama yang berbicara tentang konsep ini

adalah Ali Ibn Abi Thalib. Ketika ia ditanya tentang iman ia menjawab bahwa iman dibangun

atas empat hal: kesabaran, keyakinan, keadilan dan perjuangan. Akan tetapi, macam-macam

maqamat yang akan dijadikan acuan dalam bahasan ini lebih mengarah pada konsep al-

Sarraj.

II.  2. Maqom Kenaikan Rohani

Harun Nasution dalam bukunya Falsafat dan Mistisisme dalam Islam

mengatakan: “Buku-buku tasawuf tidak selamanya memberikan angka dan susunan yang

sama tentang station-station (maqam-maqam) ini”. Di sini akan diikuti pembagian dan

susunan Abu Nasr al-Sarraj al-Thusi dalam bukunya Kitab al-luma’ fi’it Thasawwuf.

Page 8: Makalah 7 Maqamat Kenaikan Rohani

8

Dalam buku ini diketengahkan adanya tujuh maqam secara urut yang masing-

masingnya umum terdapat dalam kitab-kitab lainnya.

Sebagaimana telah disebutkan diatas tingkatan - tingkatan(Maqamat) yang harus

dilalui oleh seorang salik menurut masing-masing ahli sufi terdiri dari beberapa tahapan.

Masing-masing ketujuh maqam ini mengarah ke peningkatan secara tertib dari satu maqam

ke maqam berikutnya. Dan pada puncaknya akan tercapailah pembebasan hati dari segala

ikatan dunia. Adapun maqamat yang dimaksud diantaranya sebagai berikut:

II. 2. 1. Maqom Taubat

Menurut orang sufi, yang menyebabkan manusia jauh dari Allah adalah karena

dosa, sebab dosas adalah sesuatu yang kotor, sedangkan Allah Maha Suci dan menyukai yang

suci. Oleh karena itu, apabila seseorang ingin mendekatkan diri kepadaNya, maka ia harus

terlebih dahulu membersihkan dirinya dari segala macam dosa dengan jalan bertaubah.

Dalam beberapa literatur ahli sufi ditemukan bahwa maqam pertama yang harus

ditempuh oleh salik adalah taubat dan mayoritas ahli sufi sepakat dengan hal ini. Beberapa

diantara mereka memandang bahwa taubat merupakan awal semua maqamat yang

kedudukannya laksana pondasi sebuah bangunan. Tanpa pondasi bangunan tidak dapat

berdiri dan tanpa taubat seseorang tidak akan dapat menyucikan jiwanya dan tidak akan dapat

dekat dengan Allah.

Dalam ajaran tasawuf konsep taubat dikembangkan dan memiliki berbagai

macam pengertian. Secara literal taubat berarti “kembali”. Dalam perspektif tasawuf , taubat

berarti kembali dari perbuatan-perbuatan yang menyimpang, berjanji untuk tidak

mengulanginya lagi dan kembali kepada Allah. Menurut para sufi dosa merupakan pemisah

antara seorang hamba dan Allah karena dosa adalah sesuatu yang kotor, sedangkan Allah

Maha Suci dan menyukai orang suci. Karena itu, jika seseorang ingin berada sedekat

mungkin dengan Allah ia harus membersihkan diri dari segala macam dosa dengan jalan

tobat. Tobat ini merupakan tobat yang sebenarnya, yang tidak melakukan dosa lagi. Bahkan

labih jauh lagi kaum sufi memahami tobat dengan lupa pada segala hal kecuali Allah.

Tobat tidak dapat dilakukan hanya sekali, tetapi harus berkali-kali Dalam hal ini

Dzu al Nunal-Mishry membagi taubat pada dua bagian yaitu taubatnya orang awam dan

orang khawas.

Lebih lanjut al-Daqqaq membagi taubat dalam tiga tahap. Tahap pertama yaitu

taubat kemudian inabah (kembali) dan tahap terakhir yaitu awbah. Menurut al-Sarraj tobat

terbagi pada beberapa bagian. Pertama, taubatnya orang-orang yang berkehendak (Muridin),

Page 9: Makalah 7 Maqamat Kenaikan Rohani

9

muta’arridhin, thalibin dan qashidin. Kedua, taubatnya ahli haqiqat (kaum khawwas). Pada

bagian ini para ahli haqiqat tidak ingat lagi akan dosa-dosa mereka karena keagungan Allah

telah memenuhi hati mereka dan mereka senantiasa berzikir kepadaNya. Ketiga, taubat ahli

ma’rifat (khusus al-khusus). Adapun taubatnya ahli ma’rifat yaitu berpaling dari segala

sesuatu selain Allah.

II. 2. 2. Maqom Wara’

Kata wara’ secara etimologi berarti menghindari atau menjauhkan diri. Dalam

perspektif tasawuf wara’ bermakna menahan diri hal-hal yang sia-sia, yang haram dan hal-hal

yang meragukan (syubhat). Hal ini sejalan dengan hadits nabi:

“Diantara (tanda) kebaikan ke-Islaman seseorang ialah meninggalkan sesuatu yang

tidak penting baginya”.

Adapun makna wara’ secara rinci adalah meninggalkan segala hal yang tidak

bermanfaat berupa ucapan, penglihatan, pendengaran, perbuatan, ide atau aktivitas lain yang

dilakukan seorang muslim. Seorang salik hendaknya tidak hidup secara sembarangan, ia

harus menjaga tingkah lakunya, berhati-hati jika berbicara dan memilih makanan dan

minuman yang dikonsumsinya.

Dalam risalah al-qusyairiyah banyak membahas tentang makam wara’ beserta

pandangan atau rumusan para sufi tentang hal ini. Wara’ adalah meninggalkan hal yang

syubhat: tarku syubhat yakni menjauhi atau meninggalkan segala hal yang belum jelas haram

dan halalnya. Abu bakar as-shiddiq mengatakan “Kami tinggalkan tujuh puluh pintu menuju

yang halal lantaran takut jatuh pada satu pintu menuju haram”.

Wara’ memang salah-satu sendi etika islam yang sangat penting, oleh karena itu

nabi bersabda yang artinya

“Ibadah itu sepuluh suku, Sembilan dari padanya dalam mencari halal”.

Jadi Sembilan persepuluh dari ibadah adalah mencari halal. Pada hadist lain nabi

bersabda yang artinya :

“Hendaknya kamu menjalankan laku wara’, agar kamu jadi ahli ibadah”.

Laku hidup wara’ memang penting bagi perkembangan mentalitas ke-islaman,

apalagi bagi tasawuf. Dalam tasawuf wara’ merupakan langkah kedua sesudah taubat, dan

disamping merupakan pembinaan mentalitas (akhlak) juga merukan tangga awal untuk

membersihkan hati dari ikatan keduniaan.

Page 10: Makalah 7 Maqamat Kenaikan Rohani

10

Wara’ itu ada dua tingkat, wara’ segi lahir yaitu hendaklah kamu tidak bergerak

terkecuali untuk ibadah kepada Allah. Dan wara’ batin, yakni agar tidak masuk dalam hatimu

terkecuali Alloh ta’ala.

Wara’ adalah meninggalkan setiap yang berbau syubhat dan meninggalkan apa

yang tidak perlu, yaitu meninggalkan apa yang tidak perlu, yaitu meninggalkan berbagai

macam kesenangan.

II. 2. 3. Maqom Zuhud

Sesudah maqam wara’ dikuasai mereka baru berusaha menggapai maqam di

atasnya, yaitu maqam zuhud. Berbeda dengan maqam wara’ yang pada maka dasarnya

merupakan laku menjauhi yang syubhat dan setiap yang haram, zuhud pada dasarnya adalah

tidak tamak atau tidak ingin dan mengutamakan kesenangan duniawi. Adapun zuhud menurut

bahasa Arab materinya tidak berkeinginan. Dikatakan, zuhud pada sesuatu apabila tidak

tamak padanya. Adapun sasarannya adalah dunia. Dikatakan pada seseorang bila dia menarik

diri untuk tekun beribadah ddan menghindarkan diri dari keinginan menikmati kelezatan

hidupadalah zuhud pada dunia.

Dalam tasawuf, zuhud dijadikan maqam dalam upaya melatih diri dan

menyucikan hati untuk melepaskan ikatan hati dengan dunia. Maka di dalam tasawuf zuhud

diberi pengertian dan diamalkan secara bertingkat.

Kata zuhud banyak dijelaskan maknanya dalam berbagai literatur ilmu tasawuf.

Karena zuhud merupakan salah satu persyaratan yang dimiliki oleh seorang sufi untuk

mencapai langkah tertinggi dalam spiritualnya. Diantara makna kata zuhud adalah

sebagaimana yang dikemukakan oleh Imam al-Gazali “mengurangi keinginan kepada dunia

dan menjauh darinya dengan penuh kesadaran”, adapula yang mendefenisikannya dengan

makna “berpalingnya hati dari kesenangan dunia dan tidak menginginkannya”, “kedudukan

mulia yang merupakan dasar bagi keadaan yang diridhai”, serta “martabat tinggi yang

merupakan langkah pertama bagi salik yang berkonsentrasi, ridha, dan tawakal kepada Allah

SWT”.

Menurut Haidar Bagir konsep zuhud diidentikkan dengan asketisme yang dapat

melahirkan konsep lain yaitu faqr. Menurut Abu Bakr Muhammad al- Warraq (w.290/903 M)

kata zuhud mengandung tiga hal yang mesti ditinggalkan yaitu huruf “z” berarti zinah

(perhiasan atau kehormatan), huruf “h” berarti hawa (keinginan), dan “d” menunjuk kepada

dunia (materi).

Page 11: Makalah 7 Maqamat Kenaikan Rohani

11

Dalam perspektif tasawuf, zuhud diartikan dengan kebencian hati terhadap hal

ihwal keduniaan padahal terdapat kesempatan untuk meraihnya hanya karena semata-mata

taat dan mengharapkan ridha Allah SWT.

Menurut Syaikh Syihabuddin ada tiga jenis kezuhudan yaitu :

Pertama, Kezuhudan orang – orang awam dalam peringkat pertama.

Kedua, kezuhudan orang-orang khusus (kezuhudan dalam kezuhudan). Hal ini berarti

berubahnya kegembiraan yang merupakan hasil daripada zuhud hanyalah kegembiraan

akhirat, sehingga nafsunya benar-benar hanya dipenuhi dengan akhirat.

Ketiga, Kezuhudan orang-orang khusus dikalangan kaum khusus. Dalam peringkat

ketiga ini adalah kezuhudan bersama Allah. Hal ini hanyalah dikhususkan bagi para Nabi dan

manusia suci. Mereka telah merasa fana’ sehingga kehendaknya adalah kehendak Allah.

Sedangkan menurut al-Sarraj ada tiga kelompok zuhud :

1. Kelompok pemula (mubtadiin), mereka adalah orang-orang yang kosong tangannya

dari harta milik, dan juga kosong kalbunya.

2. Kelompok para ahli hakikat tentang zuhud (mutahaqqiqun fi al-zuhd). Kelompok ini

dinyatakan sebagai orang-orang yang meninggalkan kesenangan-kesenangan jiwa dari apa-

apa yang ada di dunia ini, baik itu berupa pujian dan penghormatan dari manusia.

3. Kelompok yang mengetahui dan meyakini bahwa apapun yang ada di dunia ini

adalah halal bagi mereka, namun yakin bahwa harta milik tidak membuat mereka jauh dari

Allah dan tidak mengurangi sedikitpun kedudukan mereka, semuanya semata-mata karena

Allah.

II. 2. 4. Maqom Fakir

Jika pada dasarnya wara’ berusaha meninggalkan syubhat agar hidup hanya

mencari yang jelas, kemudian dengan zuhud telah mulai menjauhi keinginan terhadap yang

halal-halal dan hanya yang amat penting bagi kelangsungan hidupnya, di dalam maqam fakir

telah sampai puncaknya, yaitu mengosongkan seluruh hati dari ikatan dan keinginan terhadap

apa saja selain Tuhan. Maka maqam fakir merupakan perwujudan upaya “tathhir al-qalbi

bi’i-kulliyati‘an ma siwa ‘llah”, yaitu penyucian hati secara keseluruhan terhadap apa yang

selain tuhan. Yang dituju dengan konsep fakir sebenarnya hanyalah memutuskan

persangkutan hati dengan dunia, sehingga hatinya hanya terisi pada kegandrungan pada

keindahan penghayatan makrifat pada Zat Tuhan saja di sepanjang keadaan.

Faqir bermakna senantiasa merasa butuh kepada Allah. Sikap faqir sangat erat

hubungannya dengan sikap zuhud. Jika zuhud bermakna meninggalkan atau menjauhi

Page 12: Makalah 7 Maqamat Kenaikan Rohani

12

keinginan terhadap hal-hal yang bersifat materi (keduniaan) yang sangat diinginkan maka

faqr berarti mengosongkan hati dari ikatan dan keinginan terhadap apa saja selain Allah,

kebutuhannya yang hakiki hanya kepada Allah semata.

Orang yang faqir bukan berarti tidak memiliki apaapa, namun orang faqir adalah

orang yang kaya akan dengan Allah semata, orang yang hanya memperkaya rohaninya

dengan Allah. Orang yang bersikap faqr berarti telah membebaskan rohaninya dari

ketergantungan kepada makhluk untuk memenuhi hajat hidupnya. Ali Uthman al-Hujwiri

dalam Kasyf al-Mahjub, mengutip seorang sufi yang mengatakan “Faqir bukan orang yang

tak punya rezeki/penghasilan, melainkan yang pembawaan dirinya hampa dari nafsu

rendah”. Dia juga mengutip perkataan Syekh Ruwaym bahwa “Ciri faqir ialah hatinya

terlindung darikepentingan diri, dan jiwanya terjaga dari kecemaran serta tetap

melaksanakan kewajiban agama.”

II. 2. 5. Maqom Sabar

Dalam tasawuf sabar dijadikan satu maqam sesudah maqam fakir. Karena

persyaratan untuk bisa konsentrasi dlam zikir orang harus mencapai maqam fakir, tentu

hidupnya akan dilanda berbagai macam penderitaan dan kepincangan. Oleh karena itu harus

segera melangkah ke maqam sabar.

Sebagai satu maqam sabar dalam tasawuf direnungkan dan dikembangkan

menjadi konsep yang diungkapkan dalam berbagai pengertian. Ibnu ‘atha misalnya

mengatakan (sabar adalah menerima segala bencana dengan laku sopan atau rela).

Jadi dengan maqam sabar para sufi memang telah menyengaja dan menyiapkan

diri bergelimang dengan seribu satu kesulitan dan derita dalam hidupnya dengan sikap sabar,

tanpa ada keluhan sedikit pun . itulah laku maqam sabar dalam tassawuf.

Sabar secara etimologi berarti tabah hati. Dalam Mu’jam Maqayis al-Lughah

disebutkan bahwa katasabar memiliki tiga arti yaitu menahan, sesuatu yang paling tinggi dan

jenis bebatuan.

Sabar menurut terminologi adalah menahan jiwa dari segala apa tidak disukai

baik itu berupa kesenangan dan larangan untuk mendapatkan ridha Allah.

Dalam perspektif tasawuf sabar berarti menjaga menjaga adab pada musibah yang

menimpanya, selalu tabah dalam menjalankan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-

Nya serta tabah menghadapi segala peristiwa. Sabar merupakan kunci sukses orang beriman.

Sabar itu separoh dari iman karena iman terdiri dari dua bagian. Setengahnya adalah sabar

dan setengahnya lagi syukur baik itu ketika bahagia maupun dalam keadaan susah.

Page 13: Makalah 7 Maqamat Kenaikan Rohani

13

Makna sabar menurut ahli sufi pada dasarnya sama yaitu sikap menahan diri

terhadap apa yang menimpanya. Menurut al-Sarraj sabar terbagi atas tiga macam yaitu:

1.    Orang yang berjuang untuk sabar

2.    Orang yang sabar

3.    Orang yang sangat sabar.

II. 2. 6. Maqom Tawakal

Tawakkal atau tawakkul (bahasa Arab) berasal dari kata kerja (fi’il) w-k-l , yang

berarti mewakilkan atau menyerahkan. Jika dilihat dari segi istilah, tawakkal berarti berserah

diri sepenuhnya kepada Allah dalam menghadapi atau menunggu hasil suatu pekerjaan, atau

menanti akibat dari suatu keadaan.

Tawakkal dalam tasawuf dijadikan washilah untuk memalingkan dan menyucikan

hati manusia agar tidak terikat dan tidak ingin dan memikirkan keduniaan serta apa saja

selain Allah. Pada dasarnya makna atau konsep tawakkal dalam dunia tasawuf berbeda

dengan konsep agama.

Tawakkal menurut para sufi bersifat fatalis, menggantungkan segala sesuatu pada

takdir dan kehendak Allah. Syekh Abdul Qadir Jailany menyebut dalam kitabnya bahwa

semua yang menjadi ketentuan Tuhan sempurna adanya, sungguh tidak berakhlak seorang

salik jika ia meminta lebih dari yang telah ditentukan Tuhan.

Tawakkal adalah suatu sikap mental seorang (sufi) yang merupakan hasil dari

keyakinannya yang bulat kepada Allah, karena di dalam tauhid ia diajari agar meyakini

bahwa hanya Allah yang menciptakan segala-galanya, pengetahuanNya Maha Luas, Dia yang

menguasai dan mengatur alam semesta ini. Menurut ajaran Islam, tawakkal itu adalah

tumpuan terakhir dalam suatu usaha atau perjuangan. Jadi arti tawakkal yang sebenarnya

menurut ajaran Islam ialah menyerahkan diri kepada Allah Swt setelah berusaha keras dalam

berikhtiar dan bekerja sesuai dengan kemampuan dalam mengikuti sunnah Allah yang Dia

tetapkan.

II. 2. 7. Maqom Ridho

Setelah mencapai maqam tawakal, nasib hidup mereka bulat-bulat diserahkan

pada pemeliharaan dan rahmat Allah, meninggalkan dan membelakangi segala keinginan

terhadap apa saja selain tuhan, maka harus segera diikuti menata hatinya untuk mencapai

maqam ridha.

Page 14: Makalah 7 Maqamat Kenaikan Rohani

14

Maqam ridha adalah ajaran untuk menanggapi dan mengubah segala bentuk

penderitaan, kesengsaraan dan kesusahan menjadi kegembiraan dan kenikmatan.

Pada dasarnya beberapa ulama mengemukakan konsep ridha secara berbeda.

Seperti halnya ulama Irak dan Khurasan yang berbeda mengenai konsep ini, apakah ia

termasuk bagian dari maqam atau hal. Maqam ridha adalah ajaran untuk menanggapi dan

mengubah segala bentuk penderitaan, kesengsaraan menjadi kegembiraan dan kenikmatan.

Dalam kitab al-Risalah al-Qusyairiyah disebutkan beberapa pendapat ulama mengenai makna

ridha, diantaranya pendapat Ruwaim yang mengatakan bahwa :

“Ridha itu seandainya Allah menjadikan neraka jahanam di kanannya, tidak akan

diminta untuk dipindah ke kirinya”

Ibnu Khafif mengatakan: kerelaan hati menerima ketentuan Tuhan, dan

persetujuan hatinya terhadap yang diridlai Allah untuknya.

Dalam perspektif tasawuf ridha berarti sebuah sikap menerima dengan lapang

dada dan senang terhadap apapun keputusan Allah kepada seorang hamba, meskipun hal

tersebut menyenangkan atau tidak. Sikap ridha merupakan buah dari kesungguhan seseorang

dalam menahan hawa nafsunya.

Ridha menurut al-Sarraj merupakan sesuatu yang agung dan istimewa,

maksudnya bahwa siapa yang mendapat kehormatan dengan ridha berarti ia telah disambut

dengan sambutan paling sempurna dan dihormati dengan penghormatan tertinggi. Dalam

kitabnya al-Luma’ al-sarraj lebih lanjut mengemukakan bahwa maqam ridha adalah maqam

terakhir dari seluruh rangkaian maqamat.

Imam al-Gazali mengatakan bahwa hakikat ridha adalah tatkala hati senantiasa

dalam keadaan sibuk mengingatnya. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa

seluruh aktivitas kehidupan manusia hendaknya selalu berada dalam kerangka mencari

keridhaan Allah.

Page 15: Makalah 7 Maqamat Kenaikan Rohani

15

BAB III

PENUTUP

III.   1. Kesimpulan

Setelah membahas dan memahami uraian di atas, dapat dibuat beberapa point

dalam sebuah kesimpulan sebagai berikut:

Maqam adalah tingkatan yang harus ditempuh oleh para pejalan spiritual untuk

sampai pada titik akhir tujuan.

Maqamat adalah jamak dari maqam, yang berarti tempat atau kedudukan

(stations). maqam diterjemahkan sebagai kedudukan spiritual. Karena sebuah maqam

diperoleh melalui daya upaya (mujahadah) dan ketulusan dalam menempuh perjalanan

spiritual. Namun sesungguhnya perolehan tersebut tidak lepas dari karunia yang diberikan

oleh Allah SWT. Perkataan maqam dapat diartikan dengan station, tahapan atau tingkatan,

yakni tingkatan spiritual yang telah dicapai oleh seorang sufi.

Pada dasarnya konsep mengenai tingkatan atau macam-macam maqam menurut

ahli sufi berbeda antara satu dengan yang lainnya, diantara mereka ada yang menyebutkan

bahwa tingkatan tersebut terdiri dari taubat, wara’, zuhd, faqr, shabr, tawakkal dan ridha.

Adapula yang membuat sistematika maqamat dengan taubat – sabar – faqir – zuhud – tawakal

– mahabah – ma’rifat dan ridha dan sebagainya.

Maqam sifatnya lebih dinamis dan aktif karena merupakan usaha dari para salik

sendiri. Tujuh maqam kenaikan rohani, yaitu :

1. Maqam taubat: permohonan ampun segala kesalahan.

2. Maqam wara’: meninggalkan yang subhat/samar.

3. Maqam zuhud: meninggalkan segala kesenangan duniawi.

4. Maqam fakir: mengosongkan seluruh hati dari ikatan dan keinginan terhadap apa saja

selain Tuhan.

5. Maqam sabar: menerima segala ketentuan tuhandengan kerelaan hati.

6. Maqam tawakkal: pasrah dan rela menerima ketentuan Tuhan.

7. Maqam ridha: mengubah segala bentuk penderitaan menjadi kegembiraan.

Page 16: Makalah 7 Maqamat Kenaikan Rohani

16

DAFTAR PUSTAKA

Ardani, Moh. Akhlak Tasawuf. Karya Mulia: Jakarta, 2000.

Mahyudin, Pengantar Study Tasawuf.  Raja Grafindo Persada: Jakarta,1994.

Simuh. Tasawuf dan Perkembangannya dalam Islam. Raja Grafindo Persada: Jakarta,

1997.

http://alyz86.wordpress.com/2011/05/09/tujuh-maqom-kenaikan-rohani/pdf.

http://my.opera.com/boekingken/blog/2011/01/25/maqamat-dan-ahwal.

http://mufazi881.blogspot.com/2009/07/tahapan-dan-tingkatan-dalam-tasawuf.html.

http://maqom kenaikan rohani/maqqmat/2010/05/02/maqamat/tasawuf/pdf.

http://google/7 maqom kenaikan rohani/pdf/2007/11/03/maqamat-ahwal.