Upload
pramana-putri
View
29
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Just want to share
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tidak setiap anak mengalami perkembangan normal.Banyak di antara mereka yang
dalam perkembangannya mengalami hambatan, gangguan, kelambatan, atau memiliki faktor-
faktor resiko sehingga untuk mencapai perkembangan optimal diperlukan penanganan atau
intervensi khusus.Kelompok inilah yang kemudian dikenal sebagai anak berkebutuhan khusus.
Anak-anak berkebutuhan khusus, adalah anak-anak yang memiliki keunikan
tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, yang membedakan mereka dari anak-
anak normal pada umumnya. Keadaan inilah yang menuntut pemahaman terhadap
hakikat anak berkebutuhan khusus. Keragaman anak berkebutuhan khusus terkadang
menyulitkan guru dalam upaya menemu kenali jenis dan pemberian layanan
pendidikan yang sesuai. Namun apabila guru telah memiliki pengetahuan dan
pemahaman mengenai hakikat anak berkebutuhan khusus, maka mereka akan dapat
memenuhi kebutuhan anak yang sesuai.
Anak berkebutuhan khusus sejatinya terjadi dari berbagai macam dan karakter. Anak
berkebutuhan khusus bisa digolongkan menjadi anak yang memiliki kelainan secara fisik,
mental, berkelainan emosional maupun akademik. Dan sebagai tenaga pendidik, memahami
berbagai karakter anak terutama anak yang memiliki karakter yang istimewa seperti anak
berkebutuhan khusus tentu saja harus menjadi sebuah keahlian karena bukan tidak mungkin ,
siswa yang pada nantinya menjadi anak didik bisa saja memiliki keistimewaan seperti anak
berkebutuhan khusus.
Untuk itu melalui makalah ini kami mencoba mengkaji lebih dalam mengenai klasifikasi
dan karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) berkelainan Fisik dan ABK
berkelainan emosi Oleh karna itu , penulis membuat makalah ini yang fungsinya bertujuan untuk
memaparkan karakteristik – karakteristik yang terdapat pada anak yang mengalami gangguan
fisik, dan emosi agar nantinya bagi para calon pendidik Anak Berkebutuhan Khusus dapat
mengenali dan memahami mereka serta mampu memberikan layanan pendidikan yang sesuai
dengan kebutuhan Anak Berkebutuhan Khusus.
1.2 Rumusan masalah
1. Bagaimana sejarah ABK ?
2. Apa saja karakteristik dan ciri-ciri ABK ?
3. Pengertian dari tunanetra dan apa saja ciri-ciri dari tuna netra?
4. Pengertian dari tunarungu dan apa saja cirri-ciri dari tunarungu ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui sejarah perkembangan ABK
2. Mengetahui karakteristik dan ciri-ciri dari ABK
3. Memahami pengertian dari tunnetra dan mengetahui ciri-ciri dari tunanetra
4. Memahami pengertian dari tunarungu dan mengetahu cirri-ciri dari tunarungu
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Sejarah perkembangan anak luar biasa
Para ahli sejarah pendidikan biasanya menggambarkan mulainya pendidikan luar biasa
pada akhir abad kedelapan belas atau awal abad kesembilan belas. Di Indonesia sejarah
perkembangan anak luar biasa dimulai ketika belanda masuk ke Indonesia (1596-1942) mereka
memperkenalkan system persekolahan dengan orientasi barat. Untuk pendidikan bagi anak-anak
penyandang cacat dibuka lembaga-lembaga khusus. Lembaga pertama untuk pendidikan anak
tuna netra, tuna grahita tahun 1927 dan untuk tuna runggu tahun 1930 ketiganya terletak di kota
bandung.Tujuh tahun setelah proklamasi kemerdekaan, pemerintah RI mengundang-undangkan
yang pertama menganai pendidikan. Mengenai anak –anak yang mempunyai kelainan mental
atau mental, undang-undang itu menyebutkan pendidikan dan pengajaran luar biasa diberikan
dengan khusus untuk mereka yang membutuhkan (pasal 6 ayat 2) dan untuk itu anak – anak
tersebut pasal 8 yang mengatakan: Semua anak anak yang sudah berumur 6 tahun berhak dan
sudah berumur 8 tahun di wajibkan belajar di sekolah sedikitnya 6 tahun dengan
diberlakukannya unang- lundang tersebet maka sekolah-sekolah baru yamg khusus bagi anak-
anak penyandang cacat, termasuk untuk anak tuna daksa dan tuna laras sekolah ini disebut
sekolah luar biasa (SLB).
Selain berdasarkan urutan sejarh berdirinya SLB pertama untuk masing-masing kategori
kecacatan SLB itu di kelompokan menjadi:
1. SLB bagian A untuk tuna netra
2. SLB bagian B untuk tuna runggu
3. SLB bagian C untuk tuna grahita
4. SLB bagian D untuk tuna daksa
5. SLB bagian E untuk tuna laras
6. SLB bagian F untuk anak cacat ganda
Konsep pendidikan terpadu diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1978 yang
bertujuankhusus untuk tuna netra.
2.2 Siapa Anak Berkebutuhan Khusus?
Istilah anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah sebagai pengganti istilah lama anak
cacat atau penyandang cacat. Sebenarnya istilah anak berkebutuhan khusus adalah untuk
menunjukan mereka yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan social.
Pemerintahan memahami pada kondisi yang memiliki kekurangan dan kelebihan kemampuan
khususnya dalam bidang pendidikan. Itulah Anak Berkebutuhan Khusus.
Ada anak berkebutuhan khusus pada awalnya dikenal dengan sebagai anak luar biasa
(ALB) sehingga pendidikanny juga dikenal sebagai pendidikan luar biasa(PLB), dimana UU
no.2 tahun 1989 pasal 8 ayat1 menegskan bahwa”Warga Negara Yang Memiliki Kelainan Fisik
Dan/Atau Mental Berhak Memperoleh Pendidikan Luar Biasa”. Pada masa itu lembaga
pendidikannya juga dikenal sebagai SEKOLAH LUAR BIASA(SLB).
Anak Berkebutuhan khusus (HEWARD) adlah anak dengan karakteristik khusus yang
berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidak mampuan ental,
emosi atau fisik. Yang termsuk kedalam ABK antara lain: tuna netra,tuna runggu, tuna grahita,
tuna daksa, tuna laras,kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan
kesehatan. Istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat.
Karena karakteristik dan hambatan yang dimiliki, ABK emerlukan bentuk pelayanan pendidikan
khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi tuna netra
mereke memerlukan mosifikasi teks baacaan menjadi tulisan Braille dan tuna runggu
berkomunikasi dengan isyarat. Anak berkebutuhan khusus biasanya bersekolah di SLB sesuai
dengan kekhususannya masing.
2.3 Klasifikasi Dan Ciri-Ciri ABK
Anak berkebutuhan khusus adalah sebutan lain untuk anak cacat dan anak luar biasa.
Anak berkebutuhan khusus yang banyak diperhatikan:
1. Anak yang mengalami kesulitan dalam pengeliahatan (tuna netra)
2. Anak yang mengalami kesulitan pendengaran atau tuli dan anak yang mengalami
kesulitan dalam berbicara atau bisu (tuna runggu dan tuna wicara)
3. Anak yang mengalami kesulitan kondisi fisik atau cacat tubuh (tuna daksa)
4. Anak yang kesulitan perkembangan fungsional atau dengan hendaya perkembangan
intelegensi (tuna grahita)
5. Anak yang mengalami kesulitan karena salah asuh (tuna laras)
6. Anak yang mengalami kesulitan campuran (tuna ganda)
7. Anak yang mengalami kesulitan belajar
8. Anak hiperaktif
9. Anak autistic
10. Anak berbakat
A. Tunanetra
Anak tunanetra pada umumnya hidup normal dengan tingkat intelegensi dan perasaan
tidak mengalami hambatan. Namun jarak dan beragamnya pengalaman menjadikan mereka
memiliki kemampuan terbatas karena tidak sama dengan orang yang bias melihat. Kondisi
tersebut berpengaruhi pada pengalamannya terhadap linkungan serta mereka tidak memiliki
kendali yang sama pada lingkungan dan diri sendiri mereka mengalami kesulitan dalam
berkomunikasi dan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mengucapkan kata pertama
walaupun susunan kata-katanya sama dengan anak normal. Bahasa merupakan sesuatu yang
sangat berguna untuk mengetahui apa yng sedang terjadi dilingkungannya sehingga pada
akhirnya orang lain dapat berkomunikasi dengan mereka. Dalam perkembangan social anak
tunanetra melakukan interaksi dengan cara menyentuh dan mendengar objeknya. Hal ini disebut
dengan kemampuan taktil yaitu kemampuan merasakan objek melalui sentuhan jari jemarinya.
Kemampuan ini terdiri atas kemampuan mengekplorasi dan kemampuan menyetuh dengan indra
peraba.
Menurut Daniel p. Hallalhan dalam Mardiati Busono, 1988 yang dikutip dari buku
Geniofam bahwa tuna netra dapat dibagi menjada atas 2 kelompok besar yaitu:
A. Buta Total
Orang dikatakan buta total jika tidak dapat melihat 2 jari dimukanya atau hanya melihat sinar
atau cahaya yang lumayan dapat dipergunakan untuk orientasi mobilitas. Mereka hanya mampu
menggunakan huru BRAILLE.
Intelektual atau kecerdasaan anak tuna netra pada umumnya tidak berbeda jauh dengan anak
normal. Kecendrungan 10 anak tunanetra ada pada batas atas sampai batas bawah. Biasanya anak
tunanetra mengalami hambatan dalam perkembangan kepribadian dengan timbulnya beberapa
masalah anatara lain:
a. Curiga terhadap orang lain, akibat dari keterbatasan rangsangan visual dan kurang
mampu berorientasi dengan lingkungan sehingga kemampuan mobilitas pun terganggu.
Dengan banyak latihan berorientasi dan mobilitas serta upaya mempertajam fungsi indera
lainnya akan membantu anak tunnetra dalam menumbuhkan sikap disiplin dan rasa
percaya diri.
b. Perasaan mudah tersinggung, Dapat disebabkan oleh terbatasny rangsangan visual yang
diterima pengalam sehari-hari yang selalu menumbuhkan kecewa menjadikan seorang
tuna netra yang emosional.
c. Ketergantungan berlebihan, anak tuna netra berkesulitan dalam mengatasi kesulitan diri
sendiri, cendrung mengharapkan pertolongan lain. Anak tunnetra harus dilatih untuk
mampu menolong dirinya sendiri dan bertanggung jawab, seperti makan, minum,mandi,
berpakian dibiasakan melakukansendiri sejak kecil.
B. Low Vision
Ciri yang tampak pada anak low vision adalah:
1. Menulis dan membaca dengan jarak yang sangat dekat
2. Hanya mampu membaca huruf yang berukuran besar
3. Mata tampak lain terlihat lain putih ditengah mata (katarak) atau kornea ( bagian
pening didepan mata) terlihat berkabut
4. Terlihat tidak menatap lurus kedepan
5. Memicingkan mata atau mengkerutkan kening terutama dicahaya terang atau saat
mencoba melihat sesuatu
6. Lebih sulit melihat pada malam hari daripada siang hari
7. Pernah menjalani operasi mata dan memakai kaca mata yang sangat tebal tetapi masih
tidak dapat melihat dengan jelas.
2.5 Tuna Rungu
Tuna runggu adalah individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik permanen
maupun tidak permanen. Klasifikasi tuna runggu berdasarkan tingkat gangguan pendengaran
adalah :
1. Gangguan pendengaran sangat ringan
2. Gangguan pendengaran ringan
3. Gangguan pendengaran sedang
4. Gangguan pendengaran berat
5. Gangguan pendengaran ekstrem / tuli
Karena memiliki hambatan dalam pendengaran indivu tunarungu memiliki hambatan dalam
berbicara sehingga mereka biasa disebut tuna wicara. Cara berkomunikasi dengan individu
menggunakan bahasa isyarat bahasa berbeda-beda disetiap Negara. Saat ini beberapa sekolah
sedang dikembangkan komunukasi totatal yaitu cara berkomunikasi dengan melibatkan
bahasa verbal, bahasa isyarat dan bahasa tubuh. Individu tunarungu cenderung kesulitan
dalam memahami konsep dari sesuatu yang abstrak.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Sejarah Pendidikan ABK
Pendidikan khusus tumbuh dari satu kesadaran awal bahwa beberapa anak membutuhkan
sejenis pendidikan yang berbeda dari pendidikan tipikal atau biasa agar dapat mencapai potensi
mereka. Akar dari kesadaran ini dapat ditelusuri di Eropa pada tahun 1700-an ketika para pionir
tertentu mulai membuat upaya-upaya terpisah untuk pendidikan anak berkebutuhan khusus.
Salah satu upaya tersebut dengan mendirikan lembaga-lembaga residensial yang didirikan di
Amerika Serikat untuk mengajar penyandang cacat terbanyak di awal 1800-an. Hal ini membuat
Amerika Serikat menjadi negara yang memimpin negara-negara lain dalam pengembangan
pendidikan khusus di seluruh dunia. Pengenalan yang perlahan-lahan terhadap pendidikan
khusus sebagai sebuah profesi yang membutuhkan keahlian telah merangsang perkembangan
bidang ini. Sehingga organisasi-organisasi profesi dan kelompok-kelompok pendukung mulai
didirikan dan menjadi kekuatan yang dahsyat di belakang banyaknya perubahan yang mengakar
dan memberikan kekuatan munculnya layanan-layanan pendidikan khusus.
Setiap negarapun mulai menyediakan jenis layanan yang berbeda dengan Negara lainnya
yang didasarkan pada sumber daya keuangan Negara bersangkutan. Pengadaan pendidikan
khusus ini akan terus menarik perhatian dari para pembuat kebijakan, orang tua, pendidik,
kelompok-kelompok pendukung akan terus berupaya mandapatkan mandate guna menjamin
terlaksananya pengadaan tersebut.
Dewasa ini, peran lembaga pendidikan sangat menunjang tumbuh kembang dalam mengolah
system maupun cara bergaul dengan orang lain. Selain itu lembaga pendidikan tidak hanya
sebatas wahana untuk system bekal ilmu pengetahuan, namun juga sebagai lembaga yang dapat
member skill atau bekal untuk hidup yang nanti diharapkan dapat bermanfaat dalam masyarakat.
Sementara itu, lembaga pendidikan tidak hanya ditunjukkan kepada ank yang memiliki
kelengkapan fisik saja, tapi juga anak-anak keterbelakangan mental. Pada dasarnya pendidikan
untuk anak berkebutuhan khusus sama dengan pendidikan anak-anak pada umumnya.
Para ahli sejarah pendidikan biasanya menggambarkan mulainya pendidikan luar biasa pada
akhir abad ke 18 atau awal abad ke 19. Di Indonesia di mulai ketika Belanda masuk ke Indonesia
(1596-1942), dimana dengan memperkenalkan system persekolahan dengan orientasi barat,
untuk pendidikan bagi anak penyandang cacat dibuka lembaga-lembaga khusus. Lembaga
pertama untuk anak tunanetra, tunagrahita tahun 1927 dan untuk tunarungu tahun 1930 yang
ketiganya terletak di Kota Bandung.
Tujuh tahun setelah proklamasi kemerdekaan, pemerintah RI mengundang-undangkan
tentang pendidikan. Undang-undang tersebut menyebutkan pendidikan dan pengajaran luar biasa
diberikan dengan khusus untuk mereka yang membutuhkan (pasal 6 ayat 2) dan untuk itu anak-
anak tersebut berhak dan diwajibkan belajar di sekolah sedikitnya 6 tahun (pasal 8). Dengan ini
dapat dinyatakan berlakunya undang-undang tersebut maka sekolah-sekolah baru yang khusus
bagi anak-anak penyandang cacat, termasuk untuk anak tunadaksa dan tunalaras yang disebut
dengan Sekolah Luar Biasa (SLB).
Berdasarkan urutan berdirinya SLB pertama untuk masing-masing kategori kecacatan SLB
dikelompokkan menjadi:
1. SLB A untuk anak tunanetra
2. SLB B untuk anak tunarungu
3. SLB C untuk anak tunagrahita
4. SLB D untuk anak tunadaksa
5. SLB E untuk anak tunalaras
6. SLB F untuk anak tunaganda
3.2 Pasal-pasal yang Melandasi Pendidikan Luar Biasa
Dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 1 disampaikan bahwa tiap warga Negara tanpa terkecuali
apakah dia mengalami kelainan atau tidak mempunyai hak yang sama untuk memperoleh
pendidikan. Kemudian pada tahun 2003, dikeluarkan UU No. 20 tentang system pendidikan
nasional. Dimana dalam UU tersebt erat kaitannya dengan pendidikan anak berkebutuhan khusus
sbb:
BAB I (pasal 1 ayat 18), wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti
oleh warga Negara Indonesia atas tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah.
BAB II (pasal 4 ayat 1), pendidikan diselenggarakan secara demokratis berdasarkan HAM,
agama, cultural, dan kemajemukan bangsa.
BAB IV (pasal 5 ayat 1), setiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh
pendidikan yang bermutu baik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual atau
social berhak memperoleh pendidikan khusus.
BAB V bagian 11 (pasal 32 ayat 1), pendidikan khusus bagi peserta yang memiliki tingkat
kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, social,
atau memiliki potensi kecerdasan.
3. 3 Pengertian Pendidikan Luar Biasa
Pendidikan luar biasa adalah merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki
tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental
social, tetapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Selain itu pendidikan luar biasa
juga berarti pembelajaran yang dirancang khususnya untuk memenuhi kebutuhan yang unik dari
anak kelainan fisik. Pendidikan luar biasa akan sesuai apabila kebutuhan siswa tidak dapat
diakomodasikan dalam program pendidikan umum. Secara singkat pendidikan individu siswa.
3.4 Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus (Heward) adalah anak dengan karakteristik khusus yang
berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan padaketidakmampuan mental,
emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita,
tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan perilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan
kesehatan. istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat.
Karena karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan
pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka, contohnya bagi
tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu
berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat.
Anak berkebutuhan khusus, sesungguhnya banyak sekali variasi dan derajat kelainan. Ini
mencakup anak-anak yang mengalami kelainan fisik, mental intelektual, sosial emosional,
maupun masalah akademik dan anak autis.
Adapun karakteristik secara umun ialah:
1. Anak-anak berkelainan fisik:
a. Klasifikasi Anak Tuna Netra
b. Klasifikasi anak tuna Rungu
c. Klasifikasi Anak Tuna Daksa
2. Anak Berkelainan Mental Emosional:
a. Klasifikasi Anak Tuna Grahita
b. Klasifikasi Anak Tuna Laras
3. Anak Berkelainan Akademik
a. Klasifikasi anak berbakat
b. Klasifikasi anak berkesulitan belajar.
4. Anak Autis
3.5 Klasifikasi Dan Ciri-Ciri Tunanetra, Tuna Runggu
1. Klasifikasi Anak Tuna Netra
Anak tuna netra adalah anak yang mengalami kelainan atau gangguan fungsi penglihatan,
yang memiliki tingkat atau klasifikasi yang berbeda-beda. Secara pedagogis membutuhkan
layanan pendidikan khusus dalam belajarnya di sekolah, berdasarkan tingkatannya dapat
diklasifikasi sebagai berikut:
a. Berdasarkan tingkat ketajaman penglihatan
1) Low vision (kurang lihat) yaitu penyandang tunanetra yang memiliki ketajaman penglihatan
6/20m-6/60m.
2) berat atau The Blind yaitu penyandang tunanetra yang memiliki tingkat ketajaman penglihatan
6/60m atau kurang. Untuk yang kategori berat ini, masih ada dua kemungkinan yaitu adakalanya
masih dapat melihat gerakan-gerakan tangan atau hanya dapat membedakan gelap dan terang.
Sedangkan tuna netra yang memiliki ketajaman penglihatan dengan visus 0, sudah sama sekali
tidak dapat melihat.
b. Berdasarkan adaptasi Pedagogis
1) Kemampuan melihat sedang (moderate visual disability), masih dapat melaksanakan tugas-tugas
visual yang dilakukan orang awas dengan menggunakan alat bantu khusus serta dengan bantuan
cahaya yang cukup.
2) Ketidakmampuan melihat taraf berat (severe visual disability), memiliki penglihatan yang
kurang baik, atau kurang akurat meskipun dengan menggunakan alat bantu visual dan
modifikasi.
3) Ketidakmampuan melihat taraf berat (profound visual disability), mengalami kesulitan dalam
melakukan tugas-tugas visual, dan tidak dapat melakukan tugas-tugas yang lebih detail seperti
membaca dan menulis.
c . Ciri-ciri tuna netra
Tidak dapat melihat gerakan tangan pada jarak kurang dari satu meter.
Ketajaman penglihatan 20/200 kaki yaitu ketajaman yang mampu melihat suatu benda pada
jarak 20 kaki.
Bidang penglihatannya tidak lebih luas dari 20º.
Kesulitan dalam mempersepsi objek.
Ciri-ciri dari segi fisik antara lain: mata juling, sering berkedip, menyipitkan mata, kelopak
mata merah, gerakan mata tak beraturan dan cepat, mata selalu berair dan sebagainya.
Low Vision, Ciri-ciri antara lain :
1) Menulis dan membaca dengan jarak yang sangat dekat
2) Hanya dapat membaca huruf yang berukuran besar
3) Memicingkan mata atau mengerutkan kening terutama di cahaya terang atau saat
mencoba melihat sesuatu.
4) Gangguan masalah orientasi dan mobilitas.
5) Perlu tongkat putih untuk berjalan.
6) Umumnya memerlukan irriabaca dengan huruf Braille, radio dan pustaka kaset.
Hampir buta, memiliki ciri-ciri:
1) Penglihatan menghitung jari kurang empat kaki
2) Penglihatan tidak bermanfaat bagi orientasi mobilitas
3) Harus memakai alat non visual
Buta total, memiliki ciri-ciri:
1) Tidak mengenal adanya rangsangan sinar
2) Seluruhnya tergantung pada alat indera selain mata
2. Klasifikasi Anak Tuna Rungu
Tuna rungu adalah istilah yang menunjuk pada kondisi ketidakfungsian organ
pendengaran atau telinga seorang anak.Kondisi ini menyebabkan mereka mengalami hambatan
dan keterbatasan dalam merespon bunyi-bunyi yang ada disekitarnya.Tuna rungu terdiri atas
beberapa tingkatan kemampuan mendengar, yang umum dan khusus.
a. Klasifikasi umum
1) The deaf atau tuli yaitu penyandang tuna rungu berat dan sangat berat dengan tingkat ketulian
diatas 91dB.
2) Hard of hearing atau kurang dengar yaitu penyandang tuna rungu ringan atau sedang dengan
derajat ketulian 41-55dB.
b. Klasifikasi khusus
1) Tuna rungu ringan, yaitu penyandang tuna rungu yang mengalami tingkat ketulian 41-55dB.
Mengalami kesulitan untuk merespon suara-suara yang datangnya agak jauh.
2) Tuna rungu sedang, yaitu penyandang tuna rungu yang mengalami tingkat ketulian 56-70dB.
Hanya mengerti percakapan pada jarak 3-5 feet (kaki) secara berhadapan.
3) Tuna rungu berat, yaitu penyandang tuna rungu yang mengalami tingkat ketulian 71-90dB.
Hanya dapat merespon bunyi-bunyi dalam jarak yang sangat dekat dan diperkeras.
4) Tuna rungu sangat berat, yaitu penyandang tuna rungu yang mengalami tingkat ketulian 91 dB
keatas. Tidak dapat merespon bunyi sama sekali.
c. Ciri-Ciri Tuna Runggu
Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 20-30 Db (slight losses), memiliki irri-ciri:
1) Kemampuan mendengan masih baik karena berada digaris batas antara pendengaran normal
dan kekurangan pendengaran taraf ringan.
2) Tidak mengalami kesulitan memahami pembicaraan dan dapat mengikuti sekolah biasa
dengan syarat tempat duduknya perlu diperhatikan, terutama harus dekat guru.
3) Dapat belajar bicara secara efektif dengan melalui kemampuan pendengarannya.
4) Perlu diperhatikan kekayaan perbendaharaan bahasa supaya perkembangan bicara dan
bahasanya tidak terhambat.
5) Yang bersangkutan menggunakan alat bantu dengan untuk meningkatkan ketajaman daya
pendengarannya.
Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 30-40 Db (mild losses), memiliki ciri-ciri:
1) Dapat mengerti percakapan biasa pada jarak sangat dekat.
2) Tidak mengalami kesulitan untuk mengekspresikan isi hatinya.
3) Tidak dapat menangkap suatu percakapan yang lemah.
4) Kesulitan menangkap isi pembicaraan dari lawan bicaranya, jika posisi tidak searah dengan
pandangannya (berhadapan).
Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 40-60 Db (moderate losses), memiliki
ciri-ciri:
1) Dapat mengerti percakapan keras pada jarak dekat, kira-kira satu meter, sebab dia kesulitan
menangkap percakapan pada jarak normal.
2) Sering terjadi mis-understanding terhadap lawan bicaranya jika diajak bicara.
3) kesulitan menggunakan bahasa dengan benar dalam percakapan.
4) Penyandang tunarungu kelompok ini mengalami kelainan bicara, terutama pada huruf konsonan.
5) Pembendaharaan kosa katanya sangat terbatas.
Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 60-75 Db (severe losses), memiliki ciri-
ciri:
1) Kesulitan membedakan suara.
2) Tidak memiliki kesadaran bahwa benda-benda yang ada disekitarnya memiliki getaran suara.
Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 75 Db keatas (profoundly losses),
memiliki ciri-ciri:
1) Pada kelompok ini hanya dapat mendengar suara keras sekali pada jarak kira-kira satu inci (±
2,54 cm) atau sama sekali tidak mendengar.
2) Biasanya tidak menyadari bunyi keras, mungkin juga ada reaksi jika dekat telinga.
3) Meskipun mengunakan alat pengeras suara, tetapi tetap tidak dapat memahami atau menangkap
suara.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Anak berkebutuhan khusus (dulu di sebut sebagai anak luar biasa) di definisikan sebagai
anak yang memerlukan pendidikan dan layanan khusus untuk mengembangkan potensi
kemanusiaan mereka secara sempurna. Penyebutan sebagai anak berkebutuhan khusus,
dikarenakan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, anak ini membutuhkan bantuan layanan
pendidikan, layanan sosial, layanan bimbingan dan konseling, dan berbagai jenis layanan lainnya
yang bersifat khusus.
Dalam penanganan anak berkebutuhan khusus, terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan,
diantaranya yaitu penguatan kondisi mental orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus,
dukungan sosial yang kuat dari tetangga dan lingkungan sekitar anak berkebutuhan khusus
tersebut, dan yang terakhir adalah peran aktif pemerintah dalam menjadikan pelayanan kesehatan
dan konsultasi bagi anak berkebutuhan khusus.
4.2 Saran
Setelah mengetahui dan memahami segala sesuatu hal yang berhubungan dengan anak
berkebutuhan khusus, sangat diharapkan bagi masyarakat indonesia terutama bagi para pendidik
dalam menyikapi dan mendidik anak yang menyandang berkebutuhan khusus dengan baik dan
sesuai dengan yang diharapkan. Karena pada dasarnya anak seperti itu bukan malah dijauhi akan
tetapi didekati dan diperlakukan sama dengan manusia normal lainnya akan tetapi caranya yang
berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Sarlito, Wirawan Sarwono, 2010, Pengantar Psikologi Umum, Jakarta: Rajawali Pers.
Dariyo, Agoes, 2007, Psikologi Perkembangan anak 3 tahun pertama, bandung: Revika
Aditama.
An, Mahfud, TT, Petunjuk Mengatasi Stres, Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Ahmadi, Abu, 2008, Psikologi Belajar, jakarta: Rineka Cipta.