42
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran organ dalam tubuh seseorang merupakan hal terpenting dalam proses ekresi obat. Obat yang masuk kedalam tubuh akan mengalami absorsi, distribusi, metabolisme dan yang terakhir ekresi. Dalam proses tersebut dibutuhkan organ yang sehat dan kuat jika tidak obat dapat menjadi racun dalam tubuh kita. Peran seorang farmasis dalam pemberian obat dan pengobatan telah berkembang dengan cepat dan luas seiring dengan perkembangan pelayanan kesehatan. Farmasis diharapkan terampil dan tepat saat melakukan pemberian obat. Pengetahuan tentang manfaat dan efek samping obat sangat penting dimiliki oleh seorang farmasis. Keberhasilan promosi kesehatan sangat tergantung pada cara pandang klien atau pasien sebagai bagian dari pelayanan kesehatan, yang juga bertanggung jawab terhadap menetapkan pilihan perawatan dan pengobatan, baik itu berbentuk obat alternatif, diresepkan oleh dokter, atau obat bebas tanpa resep dokter. Sehingga, tenaga kesehatan terutama seorang farmasis harus dapat membagi pengetahuan tentang obat- obatan sesuai dengan kebutuhan klien atau pasien. Rute pemberian obat (Routes of Administration) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efek obat, karena karakteristik lingkungan fisiologis anatomi dan biokimia yang berbeda pada daerah kontak obat dan tubuh karakteristik ini berbeda karena jumlah suplai darah yang berbeda, enzim-enzim 1

makalah absorpsi obat

Embed Size (px)

DESCRIPTION

absorbsi

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangPeran organ dalam tubuh seseorang merupakan hal terpenting dalam proses ekresi obat. Obat yang masuk kedalam tubuh akan mengalami absorsi, distribusi, metabolisme dan yang terakhir ekresi. Dalam proses tersebut dibutuhkan organ yang sehat dan kuat jika tidak obat dapat menjadi racun dalam tubuh kita.Peran seorang farmasis dalam pemberian obat dan pengobatan telah berkembang dengan cepat dan luas seiring dengan perkembangan pelayanan kesehatan. Farmasis diharapkan terampil dan tepat saat melakukan pemberian obat. Pengetahuan tentang manfaat dan efek samping obat sangat penting dimiliki oleh seorang farmasis. Keberhasilan promosi kesehatan sangat tergantung pada cara pandang klien atau pasien sebagai bagian dari pelayanan kesehatan, yang juga bertanggung jawab terhadap menetapkan pilihan perawatan dan pengobatan, baik itu berbentuk obat alternatif, diresepkan oleh dokter, atau obat bebas tanpa resep dokter. Sehingga, tenaga kesehatan terutama seorang farmasis harus dapat membagi pengetahuan tentang obat-obatan sesuai dengan kebutuhan klien atau pasien.Rute pemberian obat (Routes of Administration) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efek obat, karena karakteristik lingkungan fisiologis anatomi dan biokimia yang berbeda pada daerah kontak obat dan tubuh karakteristik ini berbeda karena jumlah suplai darah yang berbeda, enzim-enzim dan getah-getah fisiologis yang terdapat di lingkungan tersebut berbeda.

1.2 Tujuan1. Mengenal teknik-teknik pemberian obat melalui berbagai rute pemberian obat2. Menyadari berbagai pengaruh rute pemberian obat terhadap efeknya3. Dapat menyatakan beberapa konsekuensi praktis dari pengaruh rute pemberian obat terhadap efeknya4. Mengenal manifestasi berbagai obat yang diberi.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1Tinjauan PustakaRute pemberian obat (Routes of Administration) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efek obat, karena karakteristik lingkungan fisiologis anatomi dan biokimia yang berbeda pada daerah kontak obat dan tubuh karakteristik ini berbeda karena jumlah suplai darah yang berbeda, enzim-enzim dan getah-getah fisiologis yang terdapat di lingkungan tersebut berbeda. Hal-hal ini menyebabkan bahwa jumlah obat yang dapat mencapai lokasi kerjanya dalam waktu tertentu akan berbeda, tergantung dari rute pemberian obat.Rute pemberian obat dibagi 2, yaitu enternal dan parenteral (Priyanto, 2008). Jalur EnternalJalur enteral berarti pemberian obat melalui saluran gastrointestinal (GI), seperti pemberian obat melalui sublingual, bukal, rektal dan oral. Pemberian melalui oral merupakanjalur pemberianobat paling banyak digunakankarena paling murah, paling mudah, dan paling aman. Kerugian dari pemberian melalui jalur enternal adalah absorpsinya lambat, tidak dapat diberikan pada pasien yang tidak sadar atau tidak dapat menelan. Kebanyakan obat diberikan melalui jalur ini, selain alasan di atas juga alasan kepraktisan dan tidak menimbulkan rasa sakit. Bahkan dianjurkan jika obat dapat diberikan melalui jalur ini dan untuk kepentingan emergensi (obat segera berefek), obat harus diberikan secara enteral. Jalur ParenteralParenteral berarti tidak melalui enteral. Termasuk jalur parenteral adalah transdermal (topikal), injeksi, endotrakeal (pemberian obat ke dalam trakea menggunakan endotrakeal tube), dan inhalasi. Pemberian obat melalui jalur ini dapat menimbulkan efek sistemik atau lokal. Tabel 1 merupakan deskripsi cara pemberian obat, keuntungan, dan kerugiannya.Tabel 1. Keuntungan dan Kerugian dari Masing-masing Jalur Pemberian ObatDeskripsiKeuntunganKerugian

AerosalPartikel halus atau tetesan yang dihirupLangsung masuk ke paru-paruIrtasi pada mukosa paru-paru atau saluran pernafasan, memerlukan alat khusus, pasien harus sadar.

BukalObat diletakkan diantara pipi dengan gusi Obat diabsorpsi menembus membranTidak sukar, tidak perlu steril, dan efeknya cepatTidak dapat untuk obat yang rasanya tidak enak, dapat terjadi iritasi di mulut, pasien harus sadar, dan hanya bermanfaat untuk obat yang sangat non polar

InhalasiObat bentuk gas diinhalasiPemberian dapat terus menerus walaupun pasien tidak sadarHanya berguna untuk obat yang dapat berbentuk gas pada suhu kamar, dapat terjadi iritasi saluran pernafasan

IntramuskularObat dimasukkan kedalam venaAbsorbsi cepat, dapat di berikan pada pasien sadar atau tidak sadarPerlu prosedur steril, sakit, dapat terjadi infeksi di tempat injeksi

IntravenaObat dimasukkan ke dalam venaObat cepat masuk dan bioavailabilitas 100%Perlu prosedur steriil, sakit, dapat terjadi iritasi di tempat injeksi, resiko terjadi kadar obat yang tinggi kalau diberikan terlalu cepat

OralObat ditelan dan diabsorpsi di lambung atau usus halusMudah, ekonomis, tidak perlu sterilRasa yang tidak enak dapat mengurangi kepatuhan, kemungkinan dapat menimbulkan iritasi usus dan lambung, menginduksi mual dan pasien harus dalam keadaan sadar. Obat dapat mengalami metabolisme lintas pertama dan absorbsi dapat tergganggu dengan adanya makanan

SubkutanObat diinjeksikan dibawah kulitPasien dapat dalam kondisi sadar atau tidak sadarPerlu prosedur steril, sakit dapat terjadi iritasi lokal di tempat injeksi

SublingualObat terlarut dibawah lidah dan diabsorpsi menembus membranMudah, tidak perlu steril dan obat cepat masuk ke sirkulasi sistemikTidak dapat untuk obat yang rasanya tidak ennak,dapat terjadi iritasi di mulut, pasien harus sadar, dan hanya bermanfaat untuk obat yang sangat larut lemak

TransdermalObat diabsorpsi menembus kulitObat dapat menembus kulit secara kontinyu, tidak perlu steril, obat dapat langsung ke pembuluh darahHanya efektif untuk zat yang sangat larut lemak, iritasi lokal dapat terjadi

Memilih rute penggunaan obat tergantung dari tujuan terapi, sifat obatnya serta kondisi pasien. Oleh sebab itu perlu mempertimbangkan masalah-masalah seperti berikut:a) Tujuan terapi menghendaki efek lokal atau efek sistemik b) Apakah kerja awal obat yang dikehendaki itu cepat atau masa kerjanya lamac) Stabilitas obat di dalam lambung atau ususd) Keamanan relatif dalam penggunaan melalui bermacam-macam rutee) Rute yang tepat dan menyenangkan bagi pasien dan dokterf) Harga obat yang relatif ekonomis dalam penyediaan obat melalui bermacam-macam ruteg) Kemampuan pasien menelan obat melalui oral.Bentuk sediaan yang diberikan akan mempengaruhi kecepatan dan besarnya obat yang diabsorpsi, dengan demikian akan mempengaruhi pula kegunaan dan efek terapi obat. Bentuk sediaan obat dapat memberi efek obat secara lokal atau sistemik. Efek sistemik diperoleh jika obat beredar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah, sedang efek lokal adalah efek obat yang bekerja setempat misalnya salep.

2.2AbsorpsiAbsorpsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam darah bergantung pada cara pemberiannya, tempat pemberian obat adalah saluran cerna (mulut sampai dengan rectum), kulit, paru,otot, dan lain lain. Yang terpenting adalah cara pemberian obat per oral dengan cara ini tempat absorbs utama adalah usus halus karena memiliki permukaan absorbsi yang sangat luas, yakni 200 m2 (Anonim,2007).Cara pemberian obat yang paling umum dilakukan adalah pemberian obat per oral, karena mudah, aman, dan murah . Dengan cara ini tempat absorpsi utama adalah usus halus, karena memiliki permukaan absorpsi yang sangat luas, yakni 200 m2. Pada pemberian secara oral, sebelum obat masuk ke peredaran darah dan didistribusikan ke seluruh tubuh, terlebih dahulu harus mengalami absorbsi pada saluran cerna.1. Bentuk SediaanTerutama berpengaruh terhadap kecepatan absorbsi obat, yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi intensitas respon biologis obat. Dalam bentuk sediaan yang berbeda, maka proses absorpsi obat memerlukan waktu yang berbeda-beda dan jumlah ketersediaan hayati kemungkinan juga berlainan.2. Sifat Kimia dan Fisika ObatBentuk asam, ester, garam, kompleks atau hidrat dari bahan obat dapat mempengaruhi kekuatan dan proses absorpsi obat. Selain itu bentuk kristal atau polimorfi, kelarutan dalam lemak atau air, dan derajat ionisasi juga mempengaruhi proses absorpsi. Absorpsi lebih mudah terjadi bila obat dalam bentuk non-ion dan mudah larut dalam lemak.3. Faktor BiologisAntara lain adalah pH saluran cerna, sekresi cairan lambung, gerakan saluran cerna, waktu pengosongan lambung dan waktu transit dalam usus, serta banyaknya pembuluh darah pada tempat absorpsi.4. Faktor Lain-lainAntara lain umur, makanan, adanya interaksi obat dengan senyawa lain dan adanya penyakit tertentu.Kerugian pemberian per oral adalah banyak faktor dapat mempengaruhi bioavaibilitas obat. Karena ada obat-obat yang tidak semua yang diabsorpsi dari tempat pemberian akan mencapai sirkulasi sistemik. Sebagian akan dimetabolisme oleh enzim di dinding usus dan atau di hati pada lintasan pertamanya melalui organ-organ tersebut (metabolisme atau eliminasi lintas pertama). Eliminasi lintas pertama obat dapat dihindari atau dikurangi dengan cara pemberian parenteral, sublingual, rektal, atau memberikannya bersama makanan. Selain itu, kerugian pemberian melalui oral yang lain adalah ada obat yang dapat mengiritasi saluran cerna, dan perlu kerja sama dengan penderita, dan tidak bisa dilakukan saat pasien koma.Pemberian obat dibawah lidah hanya untuk obat yang sangat larut dalam lemak, karena luas permukaan absorbsinya kecil sehingga obat harus melarut dan diabsorbsi dengan sangant cepat, karena darah dari mulut langsung ke vena kava superior dan tidak melalui vena porta, maka obat yang diberikan sublingual ini tidak mengalami metabolisme lintas pertama oleh hati. (Anonim,2007)Pada pemberian obat melalui rektal misalnya untuk pasien yang tidak sadar atau muntah, hanya 50% darah dari rectum yang melalui vena porta, sehingga eliminasi lintas pertama oleh hati juga hanya 50%. Akan tetapi, adsorpsi obat melui rectum sering kali tidak teratur dan tidak lengkap dan banyak obat menyebabkan iritasi rectum. (Anonim,2007)Bentuk sediaan yang diberikan akan mempengaruhi kecepatan dan besarnya obat yang diabsorpsi, dengan demikian akan mempengaruhi pula kegunaan dan efek terapi obat. Bentuk sediaan obat dapat memberi efek obat secara lokal atau sistemik. Efek sistemik diperoleh jika obat beredar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah, sedang efek lokal adalah efek obat yang bekerja setempat misalnya salep (Anief, 1994).Efek sistemik dapat diperoleh dengan cara (Anief, 1994):a. Oral melalui saluran gastrointestinal atau rectal b. Parenteral dengan cara intravena, intra muskuler dan subkutanc. Inhalasi langsung ke dalam paru-paru.Efek lokal dapat diperoleh dengan cara (Anief, 1994):a. Intraokular, intranasal, aural, dengan jalan diteteskan ada mata, hidung, telinga b. Intrarespiratoral, berupa gas masuk paru-paruc. Rektal, uretral dan vaginal, dengan jalan dimasukkan ke dalam dubur, saluran kencing dan kemaluan wanita, obat meleleh atau larut pada keringat badan atau larut dalam cairan badan.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Absorpsi Obat, antara lain :1. Biologis/ HayatiA. Kecepatan pengosongan lambung Kecepatan pengosongan lambung besar penurunan proses absorpsi obat-obat yang bersifat asam. Kecepatan pengosongan lambung kecil peningkatan proses absorpsi obat-obat yang bersifat basaB. Motilitas ususJika terjadi motilitas usus yang besar (ex : diare), obat sulit diabsorpsi.C. pH medium Lambung : asam untuk obat-obat yang bersifat asam Usus : basa untuk obat-obat yang bersifat basa.

D. Jumlah pembuluh darah setempat Intra muskular dengan subkutan Intra muscular absorpsinya lebih cepat, karena jumlah pembuluh darah di otot lebih banyak dari pada di kulit.2. Hakiki / ObatPolaritas koefisien partisiSemakin non polar semakin mudah diabsorpsi3. MakananParacetamol terganggu absorpsinya dengan adanya makanan dalam lambung, maka dapat diberikan 1 jam setelah makan.4. Obat lainKarbon aktif dapat menyerap obat lain.5. Cara pemberianPer oral dan intravena berbeda absorpsinya.

Beberapa Faktor Fisiologi Biologi Yang Berpengaruh Pada absorpsi Gastro Intestinal1. pH di lumen gastro intestinalKeasaman cairan gastro intestinal yang berbea-beda di lambung (pH 1-2) duodenum (pH 4-6) sifat-sifat dan kecepatan berbeda dalam absorpsi suatu obat.Menurut teori umum absorpsi : obat-obat golongan asam lemah organic lebih baik di absorpsi di dalam lambung dari pada di intestinum karena fraksi non ionic dari zatnya yang larut dalam lipid lebih besar dari pada kalau berada di dalam usus yang pHnya lebih tinggi. Absorpsi basa-basa lemah seperti antihistamin dan anti depressant lebih berarti atau mudah di dalam usus halus karena lebih berada dalam bentuk non ionic daripada bentuk ionik.Sebaliknya sifat asam cairan lambung bertendensi melambatkan atau mencegah absorpsi obat bersifat basa lemah. Penyakit dapat mempengaruhi pH cairan lambung. Lemak-lemak dan asam-asam lemak telah diketahui menghambat sekresi lambung Obat-obat anti spasmodic seperti atropine, dan anti histamine H2 bloker seperti cimetidin dan ranitidin pengurangan sekresi asam lambung2. Motilitas gastro intestinal dan waktu pengosongan lambungLama kediaman (residence time) obat di dalam lambung juga menentukan absorpsi obat dari lambung masuk ke dalam darah.Faktor-faktor tertentu dapat mempengaruhi pengosongan lambung akan dapat berpengaruh terhadap lama kediaman obat di suatu segmen absorpsi.Pengosongan lambung diperlama oleh lemak dan asam-asam lemak dan makanan,depresi mental, penyakit-penyakit seperti gastro enteritis, tukak lambung (gastric ulcer) dll.Pemakaian obat-obat juga dapat mempengaruhi absorpsi obat lainnya, baik dengan cara mengurangi motilitas (misal obat-obat yang memblokir reseptor-reeptor muskarinik) atau dengan cara meningkatkan motilitas (misalnya metoklopropamid, suatu obat yang mempercepat pengosongan lambung).3. Aliran darah (blood flow) dalam intestine.Debit darah yang masuk ke dalam jaringan usus dapat berperan sebagai kecepatan pembatas (rate limited) dalam absorpsi obat.Dalam absorpsi gastro intestinal atau in vivo sebagai proses yang nyata untuk proses penetrasi zat terlarut lewat barrier itu sendiri.Maka ditentukan oleh 2 langkah utama, Yaitu : Permeabilitas membrane GI terhadap obat, dan Perfusi atau kecepatan aliran darah didalam barrier GI membawa zat terdifus ke hatiAliran darah normal disini 900ml/menit.

Efek- Efek Makanan Atas AbsorpsiSecara umum absorpsi obat lebih disukai atau berhasil dalam kondisi lambung kosong. Kadang-kadang tak bisa diberikan dalam kondisi demikian karena obat dapat mengiritasi lambung.Ex : Asetosal (dapat menyebabkan iritasi karena bersifat asam) Kecepatan absorpsi kebanyakan obat akan berkurang bila diberikan bersama makanan.Ex : Digoksin, Paracetamol, Phenobarbital (obat sukar larut) Pemakaian antibiotika setelah makan seringkali penurunan bioavailabilitasnya maka harus diberikan sebelum makan.Ex : Tetraciklin, Penisilin, Rifampisin, Erytromycin strearat Absorpsi griseofulvin meningkat bila makanan mengandung lemak

Pengaruh Faktor-Faktor Fisika Kimia Atas Absorpsi GIMisal : Antibiotik penisilinPenisilin oral bisa diformulasikan sebagai asam bebas yang bersifat sukar larut, atau dalam bentuk garam yang mudah larut.Jika penisilin dalam bentuk garam kalium diberikan, maka obat tersebut akan mengendap sebagai asam bebas setelah mencapai lambung, dimana pH nya rendah, membentuk suatu suspensi dengan partikel-partikel halus dan diabsorpsi dengan cepat.Tetapi bila diberikan dalam bentuk asam, maka penisilin bentuk asam ini sukar larut dalam lambung dan absorpsinya jauh lebih lambat, sebab partikel-partikel yng terbentuk adalah besar. Antibiotik TetrasiklinTetrasiklin mengikat ion-ion Ca dengan kuat, dan makanan yang kaya kalsium (terutama susu) dapat mencegah absorpsi tetrasiklin Pemberian paraffin cair sebagai pencahar akan menghambat absorpsi obat-obat yang bersifat lipofilik seperti vitamin K.

2.3Faktor Yang Mempengaruhi Dengan Pemberian OralFaktor yang mempengaruhi penyerapan obat dari saluran pencernaan terdapat pada tabel 2.Tabel 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan obat dari saluran pencernaanFaktor yang mempengaruhi penyerapan obat melalui saluran pencernaan

1. Formulasi Obat Waktu hancur Waktu disolusi

2. Karakteristik Pasien Pengosongan lambung Waktu transit diusus Luas permukaan saluran pencernaan Adanya penyakit cerna

3. Adanya Campuran Zat Lain Pada Saluran Pencernaan Interaksi dengan obat lain Interaksi dengan makanan

4. Karakteristik Farmakokintek Obat Metabolisme obat oleh bakteri usus Metabolisme diusus tanpa bakteri

Formulasi obat memiliki efek dramatis pada penyerapan, misalnya eksipien yang terkandung dalam kapsul fenitoin yang ada di Negara Autralia berubah bioavaibilitasnya meningkat dan hal ini dapat mengakibatkan keracunan epidemi fenitoin. Adanya obat lain di dalam usus juga dapat mengubah dan merusak faktor penyerapan obat tersebut. Diketahui juga bahwa penyerapan tetrasiklin terganggu dengan adanya garam besi serta kation lain seperti kalsium atau magnesium. Resin penukar anion seperti cholestiramine dapat mengganggu penyerapan obat, mengingat pada saat yang sama seperti warfarin.Sering dinyatakan bahwa makanan yang ada di dalam lambung akan merusak penyerapan obat, tetapi tidak ada pola yang konsisten dalam efek ini. Penyerapan beberapa obat seperti propanolol dapat ditingkatkan jika berinteraksi dengan makanan. Beberapa faktor pasien yang paling penting yang dapat mempengaruhi penyerapan obat adalah pada waktu pengosongan lambung. Jika pengosongan lambung berjalan lambat, maka penyerapan obat senyawa asam di dalam perut dapat ditingkatkan.Pada umumnya, faktor perlambatan pengosongan lambung akan cenderung untuk memperlambat tingkat dimana obat diserap tetapi biasanya tidak akan mengurangi jumlah obat yang diserap. 2.4Rute Alternatif Pemberian Obat1.Pemberian Secara Intramuskular atau IntravenaPemberian dapat diberikan melalui suntikan intramuskular. Pemberian ini akan bekerja dengan obat yang diberikan dapat hancur di dalam perut, sebagai contoh benzilpenicillin, lignokain karena biasa diperuntukkan sebagai terapi atau untuk mempercepat laju timbulnya efek terapetik. Namun, masalah dapat timbul jika obat tersebut tidak larut dalam air dan dapat mengendap dari larutan sebelum penyerapan dapat terjadi, misalnya seperti diazepam. Penyerapan setelah pemberian intramuscular dapat terhambat jika pemberian obat dikurangi akan menyebabkan efek lambat pada aliran darah, hal ini dapat terjadi misalnya pada pasien syok diberikan mrofin secara intramuscular setelah terjadi infark miokard.

2. Pemberian Secara Bukal (Diantara Gusi dengan Membran Mukosa Antara Pipi)Pemberian ini digunakan untuk memastikan kedua onset yang cepat misalnya sebagai contoh adalah gliseril trinitrat. Berdasarkan data yang pernah ada, penyerapan obat tersebut langsung kesirkulasi sistemik dan penyerapan obat yang akan dihancurkan oleh keasaman lambung atau metabolisme pertama cukup luas, sebagai contoh misalnya morfin atau buprenorphine.Dalam beberapa tahun terakhir industri farmasi telah menyadari bahwa keuntungan dari rute pemberian bukal dan formulasi agen terapi untuk pemanfaatan lebih cepat efeknya dibandingkan dengan pemberian lainnya, seperti contoh yaitu morfin, buprenorfin, turunan nitrat seperti gliseril atau isosorbid.3. Pemberian Secara RektalObat dapat diberikan sebagai suppositoria karena alasan yang sama seperti pemberian secara bukal, tetapi secara umum kurang memberikan efek. Efek pertama yang tidak dapat benar-benar dihindari adalah karena aliran vena ganda rektum ke aliran portal dan sistem sistemik. Karena luas permukaan rectum yang kecil, sehingga penyerapan menjadi lambat. Namun, hal ini memiliki keuntungan yaitu ketika pasien asma diberikan suppositoria yaitu aminofillin pada malam hari untuk memastikan efek yang berkepanjangan4. Pemberian Secara PerkutanBanyak obat yang diserap dengan baik dikulit, terutama jika kulit dalam keadaan sakit atau meradang. Obat diberikan dengan cara diserap langsung ke dalam sirkulasi sistemik sehingga untuk menghindari metabolisme yang akan terjadi. Bahkan pada kulit yang normal akan mudah menyerap obat yang mengandung lipid, meskipun penyerapannya lebih cepat dimana kulit kurang keratin, misalnya pada lengan atas, di dada atau dibelakang telinga. Rute pemberian ini memiliki keuntungan lebih cepat dalam pemberian obat dan dapat dihentikan cepat dengan menghapus obat yang telah dioleskan dari kulit. Ada kemungkinan bahwa obat lain akan diberikan untuk pemberian perkutan dalam waktu dekat.5. Pemberian Yang Diberikan Melalui Paru-paru (Pulmonary)Pemberian melalui anatesi atau secara bius biasanya diserap dengan cara ini. Stimulan beta, salbutamol atau terbutalin diberikan secara inhaler memberikan efek lebih cepat dan dalam dosis lebih kecil dari pada ketika diberikan secara oral. Natrium kromoglikat tidak baik diserap dari saluran pencernaan dan hanya aktif dalam mencegah asma ketika serbuk dihirup.Pasien perlu dilatih dalam penggunaan inhaler, kemudian lebih dari 90% obat akan ditelan. Partikel inhalasi dalam ukuran 2-5 m untuk mencapai bronkiolus terkecil.

Rute lain dalam pemberian obat dapat digunakan misalnya secara konjungtiv, vaginal, tetapi diantara pemberian tersebut masing-masing memiliki indikasi, efek keuntungan dan kerugian yang utama.

BAB IIIPEMBAHASAN

3.1 MEKANISME OBATMekanisme obat meliputi 3 fase yaitu fase farmasetik, fase farmakokinetik, dan fase farmakodinamik.1. Fase FarmasetikPada fase farmasetik ini sediaan yang sering dipakai adalah sediaan padat atau cair. Untuk dapat diabsorpsikan harus dapat melarutkan dalam tempat absorpsinya. Jadi obat bentuk tablet untuk dapat diabsorpsikan harus mengalami proses-proses seperti pecah (terdegradasi) menjadi granul, lalu granul-granul terpecahkan menjadi partikel-partikel yang lebih kecil, berikutnya terjadi pelepasan zat aktif dari zat pembawa (tambahan), berikutnya zat aktif terdisolusi (larut) dan diabsorpsi.Sediaan obat yang cepat larut, secara teoritis akan lebih cepat diabsorpsi dan cepat menimbulkan relative. Urutan kecepatan melarutkan atau kecepatan absorsi dari beberapa sediaan obat adalah sebagai berikut.LARUTAN > SUSPENSI > SERBUK > KAPSUL >TABLET > TABLET SALUT.2. Fase FarmakokinetikFarmakokinetik adalah ilmu yang mempelajari absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi (ADME) obat dari dalam tubuh. Atau mempelajari pengaruh tubuh terhadapa obat.a. Absorbsiadalah proses masuknya obat dari tempat obat kedalam sirkulasi sistemik (pembuluh darah). kecepatan obat tergantung dari kecepatan obat melarutkan pada tempat absorpsi , derajad ionisasi, pH tempat absorpsi dan sirkulasi darah di tempat obat melarutkan.a. Transpor obat dari saluran cernaObat-obat dapat diabsorbsi dari saluran cerna dengan cara difusi pasif dan transpor aktif.1) Difusi pasifTenaga dari penggerak difusi pasif dari suatu obat adalah perbedaan konsentrasi yang melewati suatu membran yang memisahkan dua kompartemen tubuh, obat tersebut bergerak dari suatu bagian yang konsentrasinya tinggi ke konsentrasinya yang rendah. Sebagian besar obat masuk kedalam tubuh dengan mekanisme ini.2) Transpor aktifCara masuk obat ini melibatkan protein-protein karier terutama yang terentang pada membran sel. Transpor aktif mampu membawa obat melawan suatu concentration-gradient, yaitu dari bagian yang konsentrasi rendah ke bagian yang konsentrasinya tinggi. Pada proses menunjukkan titik jenuh suatu kecepatan maksimum pada kadar substrat yang tinggi ketika ikatan ke enzim tersebut sudah maksimal.Kecepatan obat tergantung dari kecepatan obat melarutkan pada tempat absorpsi , derajad ionisasi, pH tempat absorpsi dan sirkulasi darah di tempat obat melarutkan.a. KelarutanUntuk dapat di absorpsi, obat dapat melarut atau dalam bentuk , yang sudah terlarut. Sehingga kecepatan melarut dari suatu obat akan sangat menentukan kecepatan absorpsi.untuk itu , sediaan obat, obat padat sebaiknya di minum dengan cairan yang cukup untuk membantu mempercepat kelarutan obat.b. pHadalah derajad keasaman atau kebasaan jika zat berada dalam bentuk larutan. Obat yang terlarut dapat berupa ion atau non ion. Bentuk non ion relatif lebih mudah larut dalam lemak sehingga lebih mudah menembus membran, karena sebagian besar membran sel tersusun dari lemak. Kelarutan obat menembus membran dipengaruhi oleh pH obat dalam larutan dan pH dari lingkungan obat berada. Obat yang bersifat asam lemah akan mudah menembus membrane sel pada suasana asam. Karena dalam suasana asam, obat relatif tidak terionisasi atau bentuk ionnya sedikit sehingga lebih mudah menembus membrane sel. Sebagai contoh aspirin (suatu obat yang bersifat asam) akan lebih mudah menembus membrane lambung yang relative asam jika dibandingkan dengan pH usus halus. Jika pH obat berubah (di tambah buffer) atau pH lambung beruban karna pemberian antasida (basa) absorpsi aspirin akan melambat. Sebaiknya obat yang bersifat basa lemah akan mudah di absorpsi di usus halus karena juga relatif tidak terionisasi.c. Tempat absorpsiObat dapat diabsorpsi pada berbagai tempat, misalnya dikulit, membran mukosa, lambung, dan usus halus. Namun demikian, untuk obat oral absorpsi banyak berlangsung di usus halus karena paling luas permukaannya. Begitu pula obat yang diberikan melalui nhalasi di absorpsi sangat cepat karena epithelium paru-paru juga sangat luas. Absorpsi obat yang menembus lapisan sel tunggal (tipis), seperti pada epithelium intestinal akan lebih cepat jika dibandingkan kalau menembus membrane kulit yang berlapis-lapis karena kecepatan absorpsi berbanding lurus dengan luas membran dan berbanding terbalik dengan tebal membran.d. Sirkulasi darah Obat umumnya diberikan pada daerah yang kaya akan sirkulasi darah (vaskularisasi). Misalnya pemberian melalui sublingual akan lebih cepat di absorpsi jika di bandingkan dengan kalau diberikan melalui subkutan. Karena sirkulasi darah di subkutan lebih sedikit dibandingkan disublingual.Selain itu aliran darah secara keseluruhan juga berpengaruh pada absorpsi obat. Sebagai contoh, obat yang diberikan pada pasien yang syok, absorpsinya akan melambat atau tidak konstan.b. Distribusi adalah penyebaran obat dari pembulu darah kejaringan atau tempat kerjanya. Kecepatan distribusi di pengaruhi oleh permeabilitas membrane kapiler terhadap molekul obat. Karena membran kapiler kebanyakan terdiri dari lemak, obat yang mudah larut dalam lemak juga akan mudah terdistribusi. Faktor lain yang mempengaruhi distribusi adalah fungsi kardiovaskuler, ikatan obat dengan protein plasma, dan adanya hambatan fisiologi tertentu.Volume distribusi obat adalah suatu volume cairan, yang secara hifotesis, tempat obat tersebar didalamnya. c. MetabolismeMetabolisme atau biotransformasi ialah reaksi perubahan zat kimia dalam jaringan biologi yang dikatalisis oleh enzim menjadi metabolitnya. Proses metabolisme mengubah obat-obat lipofilik mejadi produk yang bersifat lebih polar dan mudah diekresi. Lokasi utama pada proses metabolisme adalah hati tetapi pada obat-obat tertentu dapat mengalami biotransformasi dalam jaringan lain seperti pada ginjal dan usus. Beberapa obat yang pada awalnya berbentuk senyawa tidak aktif harus dimetabolisme menjadi bentuk aktif.3. Fase FarmakodinamikFarmakodinamik mempelajari efek obat terhadap fisiologi dan biokimia selular dan mekanisme kerja obat. Respons obat dapat menyebabkan efek fisiologi primer atau sekunder atau kedua-duanya. Efek primer adalah efek yang diinginkan, dan efek sekunder bisa diinginkan atau tidak diinginkan. Salah satu contoh dari obat dengan efek primer dan sekunder adalah difenhidramin (benadryl) suatu antihistamin. Efek primer dari difenhidramin adalah untuk mengatasi gejala-gejala alergi, dan efek sekundernya adalah penekanan susunan saraf pusat yang menyebabkan rasa kantuk. Efek sekunder ini tidak diinginkan jika sedang mengendarai mobil, tetapi pada saat tidur, dapat menjadi diinginkan karena menimbulkan sedasi ringan.

3.2 Prinsip Prinsip Pemberian Obat Pada Pasien Menggambarkan 6 hal yaitu benar dalam pemberian obat, agar dapat tercapainya pemberian obat yang aman, seorang farmasis harus dapat melakukan hal tersebut: Tepat pasien Tepat obat Tepat dosis Tepat waktu Tepat rute pemberian dan dokumentasi yang benar.

Memberikan pedoman keamanan dalam pemberian obat. Beberapa pedoman umum dalam pemberian obat dijelaskan dalam prosedur pemberian obat-obat yang benar yang terdiri dari 4 langkah (persiapan, pemberian, pencatatan, dan hal-hal yang tidak boleh dalam pemberian obat).

3.3Faktor Yang Memengaruhi Kerja Obat Akibat perbedaan cara dan tipe kerja obat,respon terhadap obat sangat bervariasi. Faktor selain karakteristik obat juga mempengaruhi kerja obat. Pasien atau klien mungkin tidak memberi respon yang sama terhadap setiap dosis obat yang diberikan.Begitu juga obat yang sama dapat menimbulkan respons yang berbeda pada klien yang berbeda. 1. Perbedaan GenetikSusunan genetik memepengaruhi biotransformasi obat. Pola metabolik dalam keluarga seringkali sama.Faktor genetik menentukan apakah enzim yang terbentuk secara alami ada untuk meembantu penguraian obat.Akibatnya anggota keluarga sensitif terhadap suatu obat. 2. Variabel FisiologiPerbedaan hormonal antara pria dan wanita mengubah metabolisme obat tertentu. Hormon dan obat saling bersaing dalam biotransformasi karena kedua senyawa tersebut terurai dalam proses metabolik yang sama. Variasi diurnal pada sekresi estrogen bertanggung jawab untuk fluktuasi siklik reaksi obat yang dialami wanita. Usia berdampak langsung pada kerja obat. Bayi tidak memiliki banyak enzim yang diperlukan untuk metabolisme obat normal. Sejumlah perubahan fisiologis yang menyertai penuaan memengaruhi respon terhadap terapi obat. Sistem tubuh mengalami perubahan fungsi dan struktur yang mengubah pengaruh obat. Sebagai seorang farmasis harus berupaya untuk meminimalkan efek obat yang berbahaya dan meningkatkan kapasitas fungsi yang tersisa pada kien. Apabila status nutrisi klien buruk, sel tidak dapat berfungsi dengan normal, sehingga biotransformasi tidak berlangsung seperti semua fungsi tubuh, metabolisme obat bergantung pada nutrisi yang kuat untuk membentuk enzim dan protein. Kebanyakan obat berikatan dengan protein sebelum didistribusi ke tempat kerja obat. Setiap penyakit yang merusak fungsi organ yang bertanggung jawab untuk farmakoniketik normal juga merusak kerja obat. Perubahan integritas kulit, penurunan absorpsi atau motilitas saluran cerna, dan kerusakan fungsi ginjal dan hati hanya beberapa kondisi penyakit yang berhubungan dengan kondisi yang dapat mengurangi kemanjuran obat atau membuat klien berisiko mengalami toksikasi obat.3. Kondisi LingkunganStres fisik dan emosi yang berat akan memicu respons hormonal yang pada akhirnya menggangu metabolisme obat pada klien atau pasien. Radiasi ion menghasilkan efek yang sama dengan mengubah kecepatan aktivitas enzim. panas dan dingin dapat memengaruhi respons terhadap obat. Klien atau pasien hipertensi diberi vasodilator untuk mengatur tekanan darahnya. Pada cuaca panas,dosis vasodilator perlu di kurangi karnar suhu yang tinggi meningkatkan efek obat. Cuaca dingin cenderung meningkatkan vasokontriksi, sehingga dosis vasolidator perlu di tambah. Reaksi suatu obat bervariasi, bergantung pada lingkungan obat tersebut digunakan. Klien atau pasien yang dilindungi dalam isolasi dan diberi analgesik memperoleh efek peredaan nyeri yang lebih kecil dibanding klien yang dirawat di ruang tempat keluarga dapat mengunjungi klien atau pasien. Contoh lain ialah jika minum alkohol sendirian; efek yang timbul hanya mengantuk. Namun. Minum bersama sekelompok teman membuat individu menjadi ceria dan bergaul.4. Faktor PsikologisSejumlah faktor psikologis memengaruhi penggunaan obat dan respons terhadap obat. Sikap seseorang terhadap obat berakar dari pengalaman sebelumnya atau pengaruh keluarga. Melihat orangtua sering menggunakan obat-obatan dapat membuat anak menerimat obat sebagai bagian dari kehidupan normalnya.Makna obat atau signifikansi mengonsumsi obat mempengaruhi respon klien terhadap terapi.Sebuah obat dapat digunakn sebagai cara untuk mengatasi rasa tidak aman.Pada situasi ini ,klien bergantung pada obat sebagai media koping dalam kehidupan .Sebaliknya jika klien kesal terhadap kondisi fisik mereka ,rasa marah dan sikap bermusuhan dapat menimbulkan reaksi yang diinginkan terhadap obat.Obat seringkali memberi rasa aman .penggunaan secara teratur obat tanpa resep atau obat yang dijual bebas.misalnya vitamin,laksatif,dan aspirin,banyak orang merasa mereka dapat mengontrol kesehatannya.Prilaku perawat saat memberikan obat dapat berdampak secara signifikan pada respon klien terhadap pengobatan.Apabila perawat memberi kesan bahwa obat dapat membantu pengobatan kemungkinan akan memberi efek yang positif.Apabila perawat terlihat kurang peduli saat klien merasa tidak nyaman,obat yang diberikan terbuktif relatif tidak efektif. 5. Diet Interaksi obat dan nutrien dapat mengubah kerja obat atau efek nutrien dapat mengubah kerja obat atau efek nutrien. Contoh vitamin K (terkandung dalam sayuran hijau berdaun) merupakan nutrien yang melawan efek warfarin natrium (Coumadin) mengurangi efeknya pada mekanisme pembekuan darah. Minyak mineral menurunkan absorbsi vitamin larut lemak. Klien atau pasien membutuhkan nutrisi tambahan ketika mengonsumsi obat yang menurunkan efek nutrisi. Menahan konsumsi nutrien tertentu dapat menjamin efek terapeutik obat.

3.4 Rute pemberian obatObat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda. Faktor yang menentukan pemberian rute terbaik ditentukan oleh keadaan umum pasien, kecepatan respon yang diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat serta tempat kerja yang diinginkan. Pemberian obat ikut juga dalam menentukan cepat lambatnya dan lengkap tidaknya resorpsi suatu obat. Tergantung dari efek yang diinginkan, yaitu efek sistemik (di seluruh tubuh) atau efek lokal (setempat) dapat dipilih di antara berbagai cara untuk memberikan obat.1.Oral Adalah rute pemberian yang paling umum dan palin g banyak dipakai karena ekonomis, paling nyaman dan aman. Obat dapat juga diabsorbsi melalui rongga mulut (sublingual atau bukal) seperti tablet ISDN. Bentuk sediaan obatnya dapat berupa Tablet, Kapsul, Larutan (solution), Sirup, Eliksir, Suspensi, Magma, Jel, dan Bubuk. Kelebihan: relatif aman, praktis, ekonomis, meminimalkan ketidak nyamanan pada klien dan dengan efek samping yang paling kecil. Kekurangan : bioavaibilitasnya banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor, iritasi pada saluran cerna, perlu kerjasama dengan penderita (tidak bisa diberikan pada penderita koma), timbul efek lambat, tidak bermanfaat untuk pasien yang sering muntah, diare, tidak sadar, tidak kooperatif; untuk obat iritatif rasa tidak enak penggunaannya terbatas, obat yang inaktif/terurai oleh cairan lambung/ usus tidak bermanfaat (penisilin G, insulin), obat absorpsi tidak teratur, kerja obat oral lebih lambat dan efeknya lebih lama. 2.BukalPemberian obat melalui rute bukal dilakukan dengan menempatkan obat padat di membran mukosa pipi sampai obat larut. Klien harus diajarkan untuk menempatkan dosis obat secara bergantian di pipi kanan dan kiri supaya mukosa tidak iritasi, diperingatkan untuk tidak mengunyah atau menelan obat atau minum air bersama obat. Kelebihan: onset cepat, mencegah first-pass effect tidak diperlukan kemampuan menelan Kekurangan: absorbsi tidak adekuat, kepatuhan pasien kurang (compliance), mencegah pasien menelan3. ParenteralRute parenteral adalah memberikan obat dengan meninginjeksi ke dalam jaringan tubuh, obat yang cara pemberiaannya tanpa melalui mulut (tanpa melalui saluran pencernaan) tetapi langsung ke pembuluh darah. Misalnya sediaan injeksi atau suntikan. Tujuannya adalah agar dapat langsung menuju sasaran. Kelebihan: bisa untuk pasien yang tidak sadar, sering muntah dan tidak kooperatif, tidak dapat untuk obat yang mengiritasi lambung, dapat menghindari kerusakan obat di saluran cerna dan hati, bekerja cepat dan dosis ekonomis.Kekurangan: kurang aman karena jika sudah disuntikan ke dalam tubuh tidak bisa dikeluarkan lagi jika terjadi kesalahan, tidak disukai pasien, berbahaya (suntikan infeksi). Pemberian parenteral meliputi empat tipe utama injeksi berikut: a. Intravena (iv)Tidak mengalami tahap absorpsi. Obat langsung dimasukkan ke pembuluh darah sehingga kadar obat di dalam darah diperoleh dengan cepat, tepat dan dapat disesuaikan langsung dengan respons penderita. Kelebihan: cepat mencapai konsentrasi, dosis tepat, mudah menitrasi dosis kekurangan: obat yang sudah diberikan tidak dapat ditarik kembali, sehingga efek toksik lebih mudah terjadi. Jika penderitanya alergi terhadap obat, reaksi alergi akan lebih terjadi. Pemberian intravena (iv) harus dilakukan perlahan-lahan sambil mengawasi respons penderita. konsentrasi awal tinggi toksik, invasive resiko infeksi, memerlukan keahlian.b. Intramuscular (im)Kelarutan obat dalam air menentukan kecepatan dan kelengkapan absorpsi. Obat yang sukar larut seperti dizepam dan penitoin akan mengendap di tempat suntikan sehingga absorpsinya berjalan lambat, tidak lengkap dan tidak teratur. Kelebihan: tidak diperlukan keahlian khusus, dapat dipakai untuk pemberian obat larut dalam minyak, absorbsi cepat obat larut dalam air. Kekurangan: rasa sakit, tidak dapat dipakai pada gangguan bekuan darah (Clotting time), bioavibilitas bervariasi, obat dapat menggumpal pada lokasi penyuntikan. c. Subkutan (SC)Hanya boleh dilakukan untuk obat yang tidak iritatif terhadap jaringan. Absorpsi biasanya berjalan lambat dan konstan, sehingga efeknya bertahan lebih lama. Absorpsi menjadi lebih lambat jika diberikan dalam bentuk padat yang ditanamkan dibawah kulit atau dalam bentuk suspensi. Pemberian obat bersama dengan vasokonstriktor juga dapat memperlambat absorpsinya Penyuntikkan dibawah kulitKelebihan: diperlukan latihan sederhana, absorpsi cepat obat larut dalam air, mencegah kerusakan sekitar saluran cerna. Kekurangan: dalam pemberian subkutan yaitu rasa sakit dan kerusakan kulit, tidak dapat dipakai jika volume obat besar, bioavibilitas bervariasi sesuai lokasi. Efeknya agak lambat4.Rektal Obat dapat diberi melalui rute rektal berupa enema atau supositoria yang akan mencairpada suhu badan. Pemberian rektal dilakukan untuk memperoleh efek lokal. Bentuknya suppositoria dan clysma obat pompa. Pemberian obat perektal memiliki efek yang lebih cepat dibandingkan pemberian obat bentuk oral, namun sayangnya tidak semua obat disediakan supositoria.

Kelebihan: Baik sekali untuk obat yang dirusak oleh asam lambung, diberikan untuk mencapai takaran yang cepat dan tepat, tidak dapat dipakai jika pasien tidak biasa per-oral, tidak dapat mencegah first-pass-metabolism, pilihan terbaik untuk anak-anak. Kekurangan: absorbsi tidak kuat, banyak pasien tidak nyaman / risih per-rektal.5. TransdermalTransdermal adalah rute administrasi dimana bahan aktif yang disampaikan dikulit untuk distribusi sistemik. Cara pemakaian melalui permukaan kulit, berupa plester. Obat menyerap secara perlahan dan kontinyu, masuk ke sistem peredaran darah, langsung ke jantung. Umumnya untuk gangguan jantung misalnya angina pectoris, tiap dosis dapat bertahan 24 jam. Kelebihan: Durasi yang lama dari tindakan yang mengakibatkan penurunan frekuensi dosis, Peningkatan kenyamanan untuk mengelolah obat-obatan yang tidak akan membutuhkan dosis sering, meningkatkan bioavaibilitas, lebih seragam plasma level, mengurangi efek samping dan terapi karena pemeliharaan kadar plasma sampai akhir interval pemberian dosis, Obat terhindar dari first passed effect, terhindar dari degradasi oleh saluran gastro interstinal, Absorbsi obat relative konstan dan kontinyu. Kekurangan: Memiliki koefisien partisi sedang (larut dalam lipid maupun air), memiliki titik lebut yang relative rendah, memiliki effective dose yang relative rendah, range obat terbatas (terutama terkait untuk molekulnya), dosis harus kecil, kemungkinan terjadinya iritasi dan sensitivitas kulit, tidak semua bagian tubuh dapat menjadi tempat aplikasi obat-obat transdermal. Misalnya telapak kaki,dll, 6.InhalasiYaitu pemberian obat melalui saluran pernafasan. Saluran nafas memiliki epitel untuk absorpsi yang sangat luas, dengan demikian berguna untuk pemberian obat secara local, pada salurannya, misalnya salbutamol (ventolin), combivent, berotek untuk asma, atau dalam keadaan darurat misalnya terapi oksigen. Obat diberikan untuk disedot melalui hidung atau mulut atau disemprotkan Penyerapan dapat terjadi pada selaput mulut, tenggorokan dan pernafasan. Bentuk sediaan : Gas dan Zat padat, tetapi bisa juga mempunyai efek sistemik. Kelebihan: absorpsi terjadi cepat dan homogen, kadar obat dapat terkontrol, terhindar dari efek lintas pertama dan dapat diberikan langsung kepada bronkus. Kekurangan: Metode ini lebih sulit dilakukan, memerlukan alat dan metode khusus sukar mengatur dosis sering mengiritasi paru.7.IntranasalPemberian obat secara intranasall merupakan alternative ideal untuk menggantikan sistem penghantaran obat sistemik parenteral.Kelebihan: Pencegahan eliminasi lintas perta hepatic Metabolisme dinding saluran cerna atau destruksi obat disaluran cerna kecepatan dan jumlah absorpsi Profil konsentrasi obat versus waktu relatif sebanding dengan pengobatan secara intravenaKekurangan: Secara kosmetik tidak menarik Absorbsi tidak kuat8. PervaginamObat diberikan melalui selaput lendir/mukosa vagina, Diberikan pada antifungi dan anti kehamilan, Obat yang dimasukkan pada umumnya bekerja secara local. Obat ini tersedia dalam bentuk krim, tablet yang dapat larut dengan perlahan ataupun dapat juga dalam bentuk salep dan suppositoria

Kelebihan: Obat cepat bereaksi Efek yang ditimbulkan bersifat lokalKekurangan: Dapat membangkitkan rasa malu Kesulitan dalam melakukan prosedur terhadap wanita lansia Setiap rabas yang keluar memungkinkan berbau busuk

Farmakokinetika Klinik TetrasiklinTetrasiklin merupakan salah satu obat antimikroba yang menghambat sintesis protein mikroba. Untuk kehidupannya, sel mikroba perlu mensintesis berbagai protein. Sintesis protein berlangsung di ribosom, dengan bantuan mRNA dan tRNA. Pada bakteri, ribosom terdiri atas atas dua subunit, yang berdasarkan konstanta sedimentasi dinyatakan sebagai ribosom 30S dan 50S. untuk berfungsi pada sintesis protein, kedua komponen ini akan bersatu pada pangkal rantai mRNA menjadi ribosom 70S.Golongan tetrasiklin yang pertama ditemukan adalah klortetrasiklin kemudian ditemukan oksitetrasiklin. Tetrasiklin sendiri dibuat secara semisintetik dari klortetrasiklin, tetapi juga dapat diperoleh dari species Streptomyces lain. Demeklosiklin, doksisiklin dan minosiklin juga termasuk antibiotic golongan tetrasiklin.a. Mekanisme kerja Golongan tetrasiklin menghambat sintesis protein bakteri pada ribosomnya. Paling sedikit terjadi 2 proses dalam masuknya antibiotik ke dalam ribosom bakteri gram negatif; pertam yang disebut difusi pasif melalui kanal hidrofilik, kedua ialah sistem transport aktif. Setelah masuk maka antibiotik berikatan dengan ribosom 30S dan menghalangi masuknya tRNA-asam amino pada lokasi asam amino. b. Efek AntimikrobaPada umumnya spektrum golongan tetrasiklin sama (sebab mekanismenya sama), namun terdapt perbedaan kuantitatif dan aktivitas masing-masing drivat terhadap kuman tertentu. Hanya mikroba yang cepat membelah yang dipengaruhi obat ini. Golongan tetrasiklin termasuk antibiotik yang terutama bersifat bakteriostatik dan bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein kuman.

c. Farmakokinetik AbsorpsiSekitar 30-80% tetrasiklin diserap dalam salura cerna. Doksisiklin dan minosiklin iserap lebih dari 90%. Absorpsi sebagian besar berlangsung di lambung dan usus halus. Adanya makanan dalam lambung menghambat penyerapan, kecuali minosiklin dan doksisiklin. Absorpsi dihambat dalam derajat tertentu oleh pH tinggi dan pembentukan kelat yaitu kompleks tetrasiklin dengan suatu zat lain yang sukar diserap seperti aluminium hidroksid, garam kalsium dan magnesium yang biasanya terdapat dalam antasida, dan juga ferum. Tetrasiklin diberikan sebelum makan atau 2 jam sesudah makan. DistribusiDalam plasma semua jenis tetrasiklin terikat oleh protein plasma dalam jumlah yang bervariasi. Dalam cairan cerebrospinal (CSS) kadar golongan tetrasiklin hanya 10-20% kadar dalam serum. Penetrasi ke CSS ini tidak tergantung dari adanya meningitis. Penetrasi ke cairan tubuh lain dan jaringan tubuh cukup baik. Obat golongan ini ditimbun di hati, limpa dan sumssum tulang serta di sentin dan email gigi yang belum bererupsi. Golongan tetrasiklin menembus sawar uri dan terdapat dalam ASI dalam kadar yang relatif tinggi. Dibandingkan dengan tetrasiklin lainnya, doksisiklin dan minosiklin daya penetrasinya ke jaringan lebih baik.EkskresiGolongan tetrasiklin diekskresi melalui urin dengan filtrasi glomerolus dan melalui empedu. Pemberiaan per oral kira-kira 20-55% golongan tetrasiklin diekskresi melalui urin. Golongan tetrasiklin yang diekskresi oleh hati ke dalam empedu mencapai kadar 10 kali kadar dalam serum. Sebagian besar obat yang diekskresi ke dalam lumen usus ini mengalami sirkulasi enterohepatik; maka obat ini masih terdapat dalam darah untuk waktu lama setelah terapi dihentikan. Bila terjadi obstruksi pada saluran empedu atau gangguan faal hati obat ini akan mengalami kumulasi dalam darah. Obat yang tidak diserap diekskresi melalui tinja.d. Efek sampingGangguan lambung. Penekanan epigastrik biasanya disebabkan iritasi ari mukosa lambung dan sering kali terjadi pada penderita yang tidak patuh yang diobati dengan obat ini. Efek terhadap kalsifikasi jaringan. Deposit dalam tulang dan pada gigi timbul selama kalsifikasi pada anak yang berkembang. Hal ini menyebabkan pewarnaan dan hipoplasi pada gigibdan menganggu pertumbuhan sementara.Hepatotoksisitas fatal. Efek samping ini telah diketahui timbul bila obat ini diberikan pada perempuan hamil dengan dosis tinggi terutama bila penderita tersebut juga pernah mengalami pielonefritis.Fototoksisitas . Fototoksisitas, misalnya luka terbakar matahari yang berat terjadi bila pasien menelan tetrasiklin terpajan oleh sinar matahari atau UV. Toksisitas ini sering dijumpai dengan pemberian tetrasiklin, doksisiklin dan deklosiklin.Gangguan keseimbangan. Efek samping ini misalnya pusing, mual, muntah terjadi bila mendapat minosiklin yang menumpuk dalam endolimfe telinga dan mempengaruhi fungsinya.Pseudomotor serebri. Hipertensi intrakranial benigna ditandai dengan sakit kepala dan pandangn kabur yang dapat terjadi pad orang dewasa. Meskipun penghentian meminum obat membalikkan kondisi, namun tidak jelas apakah dapat terjadi sekuela permanen.Superinfeksi. Pertumbuhan berlebihan dari kandida (misalnya dalam vagina) atau stafilokokus resisten (dalam usus) dapat terjadi.e. Penggunaan klinikPenyakit yang obat pilihannya golongan tetrasiklin adalah:Riketsiosis. Perbaikan yang dramatik tampak setelah penggunaan obat golongan ini. Demam mereda dalam 1-3 hari dan ruam kulit hilang dalam 5 hari. Perbaikan klinis tampak 24 jam setelah terapi. Infeksi klamidia. Limfogranuloma venereum: Golongan tetrasiklin merupakan obat pilihan utama penyakit ini. Terapi 3-4 minggu dan 1-2 bulan untuk keadaan kronik.Psitakosis: pemberiaan golongan tetrasiklin selama beberapa hari mengatasi gejala klinis. f. Interaksi obatBila tetrasiklin diberikan dengan metoksifluoran maka dapat menyebabkan nefrotoksisk. Bila dikombinasikan dengan penisilin maka aktivitas antimikrobanya dihambat. Bila tetrasiklin digunakan bersamaan dengan produk susu maka akan menurunkan absorpsinya karena membentuk khelat tetrasiklin dengan ion kalsium yang tidak dapat diabsorpsi.

BAB IVPENUTUP

4.1KesimpulanMekanisme kerja obat setelah melalui proses absorpsi, distribusi, dan metabolisme obat akan dikeluarkan dari tubuh. Fase ini dinamakan fase ekskresi. Eksresi dapat melalui ginjal, urin, feses, keringat dan lain-lain. Ginjal adalah eksresi paling sering terjadi.Dalam memberikan dosis obat harus sesuai dengan kondisi dan usia pasien. Dengan menggunakan rumus yang telah ditetapkan untuk menentukan dosis yang tepat agar pasien merasa puas atas tindakan keperawatan yang kita berikan.Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi distribusi obat yaitu: Formulasi obat Karakteristik pasien Adanya zat lain pada saluran pencernaan Karakteristik farmakokinetik obatRute lain dari pemberian obat dapat digunakan misalnya secara konjungtiv, vaginal dan intranasal, tetapi diantara masing-masing terapi tersebut memiliki indikasi, kekurangan dan kelebihan dari masing-masing obatnya.

4.2 SaranDalam proses ekskresi juga dibutuhkan organ yang sehat agar semua berjalan dengan lancer, dan menjaga kesehatan adalah hal yang utama. Dalam memberikan dosis obat yang tepat dan juga akurat. Dibutuhkan kemampuan untuk mengetahui dan menerapkan rumus perhitungan dosis. Jadi, kita sebagai perawat yang profesi professional harus mampu menguasai tentang dosis obat.

2