Upload
satria-spa
View
24
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
sx
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.LATAR BELAKANG
Menurut Robert Klitgaard dalam bukunya Controlling Corruption, korupsi
adalah, "Tingkah laku menyimpang dari tugas resmi sebuah jabatan demi
keuntungan status atau uang yang menyangkut pribadi, kerabat atau kroni".
korupsi dalam perspektif ajaran Islam adalah identik dengan risywah, ghulul, dan
at-tajawuz fi isti'mal al-haqq, serta termasuk salah satu bentuk dari sikap khianat
yang diharamkan oleh Allah SWT karena korupsi berdampak negatif dan sangat
merugikan masyarakat luas. Adapun Jenis dan kategori korupsi adalah Penyalah-
gunaan wewenang, Penyelewengan dana (seperti Pengeluaran fiktif, Manipulasi
harga pembelian atau kontrak, Penggelapan dana atau pencurian langsung
darikas). Pada saat sekarang ini, bangsa Indonesia tengah mengalami krisis
ekonomi berkepanjangan yang salah satunya disebabkan oleh praktek Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang dilakukan oleh para pejabat pemerintah sejak
dari tingkat desa hingga tingkat nasional. Di antara faktor-faktor yang
menyebabkan maraknya praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) adalah
karena lemahnya iman dan penghayatan para pejabat negara terhadap ajaran-
ajaran agama, serta ketidak-mengertian mereka tentang hukum Korupsi, Kolusi
dan Nepotisme(KKN).
1.2.RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana korupsi jika ditinjau dari segi Aqidah.?
2. Bagaimana korupsi jika ditinjau dari segi Syariah.?
3. Bagaimana korupsi jika ditinjau dari segi Akhlaq.?
4. Cara mencegah atau memberantas korupsi.?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Korupsi Menurut Segi Aqidah.
Aqidah(Bahasa Arab: �د�ة� �ع�ق�ي �ل ;ا transliterasi: Aqidah) dalam istilah Islam
yang berarti iman. Semua sistem kepercayaan atau keyakinan bisa dianggap
sebagai salah satu akidah. Dalam bahasa Arab akidah berasal dari kata al-'aqdu (
�ع�ق�د� (ال yang berarti ikatan, at-tautsiiqu ( �ق� �ي �و�ث (الت yang berarti kepercayaan atau
keyakinan yang kuat, al-ihkaamu ( �ام� �ح�ك �إل (ا yang artinya mengokohkan
(menetapkan), dan ar-rabthu biquw-wah ( �ق�و�ة� ب �ط� ب (الر� yang berarti mengikat
dengan kuat. Sedangkan menurut istilah (terminologi): 'akidah adalah iman yang
teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikit pun bagi orang yang
meyakininya.
Jadi, Akidah Islamiyyah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti
kepada Allah dengan segala pelaksanaan kewajiban, bertauhid dan taat kepada-
Nya, beriman kepada Malaikat-malaikat-Nya, Rasul-rasul-Nya, Kitab-kitab-Nya,
hari Akhir, takdir baik dan buruk dan mengimani seluruh apa-apa yang telah
shahih tentang prinsip-prinsip Agama (Ushuluddin), perkara-perkara yang ghaib,
beriman kepada apa yang menjadi ijma' (konsensus) dari Salafush Shalih, serta
seluruh berita-berita qath'i (pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah
yang telah ditetapkan menurut Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahih serta ijma'
Salaf as-Shalih.
Sedangkan Korupsi adalah suatu perbuatan tidak jujur atau penyelewengan yang
dilakukan karena adanya suatu pemberian. Selain itu korupsi adalah salah satu
bentuk pengkhianatan terhadap agama sebab ia mengkhianati amanah yang
dibebankan di pundaknya. Ia juga menyelewengkan dan menyalahgunakan tugas
dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Maka dari itu korupsi itu dosa dan haram hukumnya, sebagaimana di
dalam al-Quran Allah SWT berfirman yang artinya “Dan janganlah sebahagian
kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang
bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya
kamu dapat memakan sebahagian dari pada harta benda orang lain itu dengan
(jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui”.
Di dalam ayat lain disebutkan yang artinya “Sesungguhnya Allah
menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan
(menyuruh kamu) apabila menetakan hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-
baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha
Melihat”. Di dalam ayat lain juga disebutkan yang artinya ”Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga)
janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu,
sedang kamu mengetahui.” Di dalam salah satu Hadis Rasulullah SAW juga
bersabda yang artinya “Laksanakanlah amanah kepada orang yang
memberikannya kepadamu dan janganlah kamu melakukan pengkhianatan
(sekalipun) terhadap orang yang pernah mengkhianatimu.
Dari beberapa firman ALLAH SWT dan Hadist-hadist tersebut dapat kita
simpulkan bahwa dari segi aqidah suatu perbuatan korupsi sudah menunjukan
bahwa tingkat kualitas aqidah (iman) pelaku korupsi sangatlah rendah karena
pelaku korupsi sudah tentu tidak mempunyai iman dan takwa yang tinggi
sehingga ia berani melakukan perbuatan yang sangat dilarang dan dibenci
ALLAH SWT, dan juga telah berani mengkhianati amanah yang dibebankan
kepadanya. Dan seseorang yang melakukan korupsi walapun orang lain tidak
mengetahui perbutanya tetapi ALLAH SWT maha mengetauhi sehiga walapun
didunia ia tidak mendapatkan hukum yang setimpal dengan perbuatanya namun
diakhirat semua perbuatanya harus dipertanggung jawabkanya didepan ALLAH
SWT.
2.2 Korupsi Menurut Segi Syari’ah islam
Korupsi ialah menyalahgunakan atau menggelapkan uang/harta kekayaan
umum (negara, rakyat atau orang banyak) untuk kepentingan pribadi. Praktik
korupsi biasanya dilakukan oleh pejabat yang memegang suatu jabatan
pemerintah. Dalam istilah politik bahasa Arab, korupsi sering disebut ‘al-fasad’,
atau ‘risywah’. Tetapi yang lebih spesifik, ialah “ikhtilas” atau “nahb al-amwal al-
`ammah”.
Islam diturunkan Allah -Subhanahu wa Ta`ala- adalah untuk dijadikan
pedoman dalam menata kehidupan umat manusia, baik dalam berkeluarga,
bermasyarakat, dan bernegara. Tidak ada sisi yang teralpakan (tidak diatur) oleh
Islam. Aturan atau konsep itu bersifat “mengikat” bagi setiap orang yang
mengaku “muslim”. Konsep Islam juga bersifat totalitas dan komprihensif, tak
boleh dipilah-pilah seperti yang dilakukan kebanyakan rezim sekarang ini.
Mengambil sebagian dan membuang bagian lainnya, adalah sikap yang tercela
dalam pandangan Islam (al-Baqoroh : 85).
Korupsi adalah suatu jenis perampasan terhadap harta kekayaan rakyat dan
negara dengan cara memanfaatkan jabatan demi memperkaya diri. Dibantah atau
tidak, korupsi memang dirasakan keberadaannya oleh masyarakat. Ibarat penyakit,
korupsi dikatakan telah menyebar luas ke seantero negeri. Terlepas dari itu semua,
korupsi apa pun jenisnya merupakan perbuatan yang haram. Nabi Muhammad
SAW menegaskan: “Barang siapa yang merampok dan merampas, atau
mendorong perampasan, bukanlah dari golongan kami (yakni bukan dari umat
Muhammad saw.” (HR Thabrani dan al- Hakim). Adanya kata-kata laisa minna,
bukan dari golongan kami, menunjukkan keharaman seluruh bentuk perampasan
termasuk korupsi.
Di samping itu, kita juga dapat menemukan hadits nabi Muhammad SAW,
yang secara tegas berbicara tentang kolusi dan korupsi, yaitu :
“Rasulullah -shallallahu `alaihi wasallam- melaknat orang yang
memberikan uang sogok (risywah), penerima sogok dan perantara keduanya
(calo).”
Lebih jauh lagi, Abu Dawud meriwayatkan sebuah hadis yang berasal dari ‘Addiy
bin ‘Umairah al-Kindy yang bunyinya, “Hai kaum muslim, siapa saja di antara
kalian yang melakukan pekerjaan untuk kami (menjadi pejabat/pegawai negara),
kemudian ia menyembunyikan sesuatu terhadap kami walaupun sekecil jarum,
berarti ia telah berbuat curang. Lalu, kecurangannya itu akan ia bawa pada hari
kiamat nanti. Siapa yang kami beri tugas hendaknya ia menyampaikan hasilnya,
sedikit atau banyak. Apa yang diberikan kepadanya dari hasil itu hendaknya ia
terima, dan apa yang tidak diberikan janganlah diambil.” Sabdanya lagi, “Siapa
saja yang mengambil harta saudaranya (tanpa izin) dengan tangan kanannya
(kekuasaan), ia akan dimasukkan ke dalam neraka, dan diharamkan masuk surga.”
Seorang sahabat bertanya,“Wahai Rasul, bagaimana kalau hanya sedikit saja?’
Rasulullah saw. menjawab, “Walaupun sekecil kayu siwak” (HR Muslim, an-
Nasai, dan Imam Malik dalam al-Muwwatha).
Dilihat dari aspek keharamannya, jelas perkara haram tersebut harus
dihilangkan, baik ada yang menuntutnya ataupun tidak. Demikian pula kasus
korupsi, tanpa ada tuntutan dari rakyat pun sudah merupakan kewajiban
pemerintah untuk mengusut, menyelidiki, dan mengadilinya. Apalagi, ditinjau
dari sisi lain, korupsi ini menyangkut perampasan terhadap milik rakyat dan
negara. Padahal, yang namanya pemimpin merupakan “pengembala” rakyatnya.
Kata Nabi saw., “Sesungguhnya pemimpin itu (imam) adalah pengembala, dan ia
pasti dimintai pertanggungjawabannya tentang apa yang digembalakan itu.” Bila
ditafakuri karakter pengembala, maka akan tampak bahwa sang pengembala ia
akan mencari makanan untuk gembalaannya, bila sakit diobati, ada nyamuk
dibuatkan api unggun, dan bila tubuhnya kotor dimandikan di sungai.
Artinya, hal-hal yang merupakan kebutuhannya dipenuhi dan hal-hal yang
membahayakannya dicegah dan dilawan. Realitanya, harta yang dikorupsi
merupakan harta rakyat dan negara. Bila dibiarkan, rakyatlah yang akan
mendapatkan kerugian finansial. Yang semestinya rakyat yang menikmati, gara-
gara korupsi rakyat menjadi setengah mati. Seorang pemimpin sejati, pasti tidak
akan membiarkan kondisi seperti ini. Bila tidak, ia telah berkhianat terhadap akad
sebelum ia menjadi pemimpin. Padahal, Allah Swt. di dalam terjemahan surat al-
Maa-idah (5): 1 menyatakan, “Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah janji-
janji.Hewan ternak dihalalkan bagimu, kecuali yang akan disebutkan kepadamu
dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu berihram(haji atau umrah).
Sesuguhnya ALLAH SWT menetapkan hukum sesuai dengan yang dia
kehendaki”.
Ada suatu teladan dari Umar bin Khaththab. Di dalam kitab Thabaqat,
Ibnu Sa’ad mengetengahkan kesaksian asy-Syi’bi yang mengatakan, “Setiap
mengangkat pemimpin, Khalifah Umar selalu mencatat kekayaan orang tersebut.
Selaain itu, bila meragukan kekayaan seorang penguasa atau pejabat, ia tidak
segan-segan menyita jumlah kelebihan dari kekayaan yang layak baginya, yaang
sesuai dengan gajinya.” Tampak jelas bahwa sikap Umar bin Khaththab progresif
dalam mengusut kasus korupsi. Beliau tidak menunggu terlebih dahulu tuntutan
dari rakyat. Selain itu, sederhana sekali rumus yang diberikan beliau. Bila
kekayaan yang ada sekarang tidak mungkin diperoleh dengan gaji yang
didapatkan selama sekian lama menjabat, pasti kelebihan kekayaannya tersebut
hasil korupsi. Jelaslah, diperlukan sikap tegas dan serius dari pemerintah untuk
mengusut, menyelidiki, dan mengadili orang yang diduga melakukan korupsi
karena ini merupakan kewajibannya.
Salah satu aturan Islam yang bersifat individual, adalah mencari kehidupan
dari sumber-sumber yang halal. Islam mengajarkan kepada ummatnya agar dalam
mencari nafkah kehidupan, hendaknya menempuh jalan yang halal dan terpuji
dalam pandangan syara`. Pintu-pintu rezeki yang halal terbuka sangat luas, tidak
seperti yang dibayangkan oleh banyak orang awam, bahwa dizaman modern ini
pintu rezeki yang halal sudah tertutup rapat dan tak ada jalan keluar dari sumber
yang haram. Anggapan ini amat keliru dan pessimistik. Tidak masuk akal, Allah
memerintahkan hambaNya mencari jalan hidup yang bersih sementara pintu halal
itu sendiri sudah tidak didapatkan lagi. Alasan di atas lebih merupakan hilah
(dalih) untuk menjustifikasi realitas masyarakat kita yang sudah menyimpang jauh
dan menghalalkan segala cara.
Dalam waktu yang sama, Allah swt melarang hambanya memakan
harta/hak orang lain secara tidak sah, apakah melalui pencurian, copet, rampok,
pemerasan, pemaksaan dan bentuk-bentuk lainnya. Dalam kaitan ini, Allah swt
berfirman dalam al-Qur`an:
“Dan janganlah kamu makan harta sesama kamu dengan cara yang batil”. (al-
Baqoroh 188, dan An-Nisa`: 29).
Larangan (nahy) dalam ayat di atas menunjukkan bahwa memakan barang atau
harta orang lain, baik bersifat individu atau harta orang banyak hukumnya haram.
Pelakunya diancam dengan dosa.
Islam sebagai agama eskatologis, mengajarkan kepada semua umatnya
untuk mempertanggungjawabkan semua perbuatannya. Dalam QS Al
Maidah,5;42, disebutkan bahwa memakan harta korupsi sama dengan memakan
barang haram. Sanksinya secara sosial; dikucilkan dari masyarakat, serta
kesaksiaannya tidak lagi diakui. Bahkan, seorang koruptor secara moral dalam
etika Islam diharapkan dikenai sanksi sebagai orang yang tercela dan tidak
disholatkan jenazahnya ketika mati.
Bagi umat Islam yang paling berat adalah sanksi terhadap pelaku korupsi
di akhirat. Berdasarkan tafsir dan Fiqih, Korupsi dapat mencegah pelakunya
masuk surga. Bahkan lebih dari itu, Korupsi dapat menjerumuskan pelakunya ke
dalam neraka. Hal ini karena harta hasil korupsi termasuk suht (melincinkan
kepentingan kolega). Harta korupsi juga akan membebani pelakunya di hari
kiamat karena korupsi termasuk ghulul (khianat). Dengan melakukan pendekatan
agama dan mengerti sanksi korupsi, bisa dimungkinkan niat untuk melakukan
korupsi bisa berkurang. Soal sanksi, wallohu alam bisshowab.
Dari beberapa keterangan di atas, dapat dipahami bahwa korupsi adalah
pekerjaan yang diharamkan karena termasuk memakan harta orang lain dengan
cara tidak sah.
2.3 Korupsi Menurut Segi Akhlak.
Akhlak secara terminologi berarti tingkah laku seseorang yang didorong
oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang baik.
Akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluk, berasal dari bahasa
Arab yang berarti perangai, tingkah laku, atau tabiat.
Tiga pakar di bidang akhlak yaitu Ibnu Miskawaih, Al Gazali, dan Ahmad
Amin menyatakan bahwa akhlak adalah perangai yang melekat pada diri
seseorang yang dapat memunculkan perbuatan baik tanpa mempertimbangkan
pikiran terlebih dahulu.
Kata akhlak dapat juga diartikan sebagai suatu tingkah laku, tetapi tingkah
laku tersebut harus dilakukan secara berulang-ulang tidak cukup hanya sekali
melakukan perbuatan baik, atau hanya sewaktu-waktu saja. Seseorang dapat
dikatakan berakhlak jika timbul dengan sendirinya didorong oleh motivasi dari
dalam diri dan dilakukan tanpa banyak pertimbangan pemikiran apalagi
pertimbangan yang sering diulang-ulang, sehingga terkesan sebagai keterpaksaan
untuk berbuat. Apabila perbuatan tersebut dilakukan dengan terpaksa bukanlah
pencerminan dari akhlak.
Ada empat hal yang harus ada apabila seseorang ingin dikatakan berakhlak.
1.Perbuatan yang baik atau buruk.
2.Kemampuan melakukan perbuatan.
3.Kesadaran akan perbuatan itu
4.Kondisi jiwa yang membuat cenderung melakukan perbuatan baik atau buruk.
Sedangkan suatu tindakan korupsi merupakan suatu tindakan kejahatan,
yang mana sangat melanggar norma dan aturan. Maka dari segi akhlakpun tidak
biasa dikatakan bahwa orang yang malakukan tindakan korupsi disebut orang
yang berakhlak, karena seperti yang tertera diatas bahwa untuk menjadi orang
yang berakhlak dibutuhkan beberapa syarat yang mana salah satu syaratnya yaitu
melakukan kebaikan, sedangkan korupsi merupakan tindak kejahatan bukan
kebaikan. Maka dari itu pelaku-pelaku korupsi itu merupakan orang-orang yang
tidak mempunyai akhlak yang baik sehingga ia berani melakukan suatu tindakan
kejahatan.
2.4 Cara-cara mencegah ataupun membrantas korupsi
Adapun cara-cara yang dapat ditempuh untuk memberantas korupsi
tersebut antara lain adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan Penghayatan Ajaran Agama
Meningkatkan pengetahuan, pengamalan dan penghayatan ajaran
agama kepada para pemeluknya, sehingga ummat beragama dapat
menangkap intisari daripada ajaran agama itu dan dampak positif dari
ajaran agama itu dapat diresapi hingga melekat pada tindak tanduk serta
perilaku masyarakat. Dengan demikian maka ibadah yang dilakukan oleh
seseorang bukan hanya bersifat ritual ceremonial belaka, akan tetapi
ibadah itu dilaksanakan bersifat ritual aktual.
2. Meluruskan Pemahaman Keagamaan
Meluruskan pemahaman keagamaan yang dimaksudkan di sini
adalah meluruskan pemahaman keagamaan bahwa memberikan sesuatu
infaq/shodaqah kepada siapa sajapun itu akan mendapatkan pahala
manakala uang ataupun harta yang diinfakkan/disedekahkan itu berasal
dari yang halal dan bukan berasal dari yang haram. Apaabila uang / harta
itu berasal dari yang halal maka barulah satu kebaikan mendapatkan
pahala tujuh ratus kali lipat, sebagaimana tercermin dalam Firman Allah
SWT :
Artinya : Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang
menafkahkan hartanya di Jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih
yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir seratus biji. Allah
melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah
Maha luas (kurniaNya) lagi Maha Mengetahui.
Dan apabila sebaliknya (berasal dari yang haram) maka
infaq/shodaqahnya itu tidak akan mendapatkan ganjaran apa-apa kecuali
ganjaran kejahatan/dosa, sebagaimana hadis Nabi :
Artinya : Tidak diterima sholat seseorang kecuali dalam keadaan suci dan
tidak diterima sedekah seseorang yang bersumber dari penipuan.
3. Merubah Sistem
Sebagaimana disebutkan di muka bahwa seseorang melakukan
tindak pidana korupsi salah satunya adalah disebabkan adanya kesempatan
dan peluang yang didukung oleh sistem yang sangat kondusif untuk
berbuat korupsi. Untuk itu maka sistem itu harus dirubah dan diperbaiki
sehingga setiap orang tidak mempunyai kesempatan dan peluang untuk
berbuat korupsi. Salah satu bentuik yang harus diperbaiki adalah adanya
pengawasan melekat dari atasannya, tidak adanya uang pelicin, uang
setoran dan lain sebagainya.
4. Meningkatkan Mentalitas
Merubah dan meningkatkan mentalitas bangsa Indonesia dari
mentalitas yang rapuh menjadi mentalitas yang kuat dan tahan banting.
Untuk meningkatkan mentalitas ini dapat dilakukan melalui peningkatan
pengetahuan dan pengamalan agama, sebab apabila pengetahuan dan
pengamalan agama seseorang baik, maka dapat dipastikan bahwa sikap
mental orang tersebut akan baik, namun demikian tidak semua yang
bermental baik berarti memiliki pengetahuan dan pengamalan agama yang
baik, sebab masih banyak penyebab-penyebab lainnya yang menyebabkan
seseorang bermental baik.
5. Meningkatkan Penghasilan
Meningkatkan perekonomian dan atau gaji pegawai sesuai dengan
kebutuhan hidup di masyarakat adalah merupakan salah satu langkah
penting yang harus dilakukan dalam rangka menghilangkan perilaku
korupsi sebab harus diakui bahwa gaji pegawai saat ini tidak mencukupi
untuk hidup layak. Gaji yang diterima itu hanya cukup untuk satu atau dua
minggu, makanya para pegawai berusaha untuk mendapatkan tambahan
yang salah satunya melalui korupsi. Gaji pegawai ini seharusnya diberikan
sampai dia bisa mampu menyekolahkan anaknya dan juga bisa
menyimpan / menabung untuk keperluan hari tuanya. Dan bahkan pegawai
negeri itu harus diberikan gaji sehingga dia bisa hidup layak sebagaimana
yang lainnya dengan fasilitas yang memadai.
6. Merubah Budaya yangs Mendorong Korupsi
Adalah sebuah kebiasaan bagi kita orang Indonesia bahwa setiap
seseorang menjadi pejabat tinggi dalam sebuah pemerintahan, maka yang
bersangkutan akan menjadi sandaran dan tempat bergantung bagi
keluarganya, akibatnya dia diharuskan melakukan perbuatan korupsi untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarganya tersebut, apalagi permintaan
akan kebutuhan itu datang dari orang yang sangat berpengaruh bagi
dirinya seperti mamak umpamanya. Selain daripada itu dalam budaya kita
akan dianggap bodoh seseorang manakala dia tidak mempunyai apa-apa di
luar penghasilannya, sementara dia menduduki suatu jabatan penting,
akibatnya dipaksa untuk melakukan korupsi. Budaya ini harus dirubah dan
dijadikan menjadi keluarga akan merasa malu manakala seseorang dari
keluarganya membantu keluarga yang lainnya dengan uang hasil korupsi
sekalipun dia pejabat tinggi. Oleh karena itu maka yang bersangkutan
lebih baik tidak membantu keluarganya, kalau uang bantuan itu berasal
dari hasil korupsi.
7. Menghilangkan Kebiasaan dan Kebersamaan
Menghilangkan kebiasaan dan kebersamaan dalam melakukan
korupsi, sebab dalam kenyataannya Peraktek korupsi sudah menjadi
sebuah kebiasaan bagi yang mempunyai peluang dan kesempatan
melakukannya, ditambah lagi peraktek korupsi ini telah dilakukan oleh
banyak orang, dan bahkan dilakukan secara berjamaah. Untuk itu maka
kebiasaan ini harus dicegah dan dibasmi sampai ke akar-akarnya, sehingga
hilang sama sekali dari bumi Indonesia.
8. Meningkatkan Penegakan Hukum.
Penegakan hukum kita memang sangat lemah padahal aturan-
aturannya sudah sangat lengkap, makanya orang tidak kapok melakukan
korupsi secara berulang-ulang. Oleh karena itu maka penegakan hukum ini
harus dilaksanakan tanpa pandang bulu dan tanpa pilih kasih dengan
hukuman yang berat dan tegas sebagaimana yang disebutkan oleh Nabi
Muhammad SAW, : Sekiranya anakKu Fatimah mencuri maka pasti akan
saya potong tangannya. Penegakan hukum ini dapat juga dilakukan oleh
masyarakat dengan cara mengasingkan atau memboikot si koruptor dari
pergaulan umum sebagai contoh, apabila si koruptor mengundang untuk
menghadiri pesta pernikahan anaknya umpamanya, maka masyarakat
bersepakatn untuk tidak menghadiri pestanya. Atau dapat juga dalam
bentuk tidak melibatkannya dalam kegiatan-kegiatan sosial
kemasyarakatan. Dan apabila dipandang perlu dapat juga dilakukan
dengan memboikat si koruptor dari jual beli kebutuhan sehari-hari. Bila
dia menjual sesuatu maka tidak dibeli jualannya dan bila dia hendak
membeli sesuatu maka tidak dijual padanya.
9. Menumbuhkan rasa bersalah dan rasa malu.
Hal ini dirasakan sangat penting sebab para koruptor dan
sebahagian penduduk bangsa Indonesia telah hilang rasa bersalah dan
apalagi rasa malunya. Oleh karena itu maka perlu dilakukan upaya-upaya
untuk menumbuhkan rasa bersalah dan rasa malu ini. Hal ini dapat
dilakukan dengan pendekatan agama.
10. Menumbuhkan sifat Kejujuran dalam diri.
Hal ini dirasakan sangat urgent sebab kejujuran adalah merupakan
satu asset yang sangat berharga bagi seseorang yang beriman dan bertaqwa
kepada Allah SWT, sebab kejujuran akan mampu menjadi benteng bagi
seseorang untuk menghindari perbuatan-perbuatan munkar seperti
perbuatan korupsi ini. Oleh karena itulah maka sejak kecil dalam rumah
tangga kejujuran sudah harus ditanamkan kepada anak-anak, begitu juga di
sekolah-sekolah, pembinaan dan penerapan sifat kejujuran haruslan
mendapat prioritas utama dari para guru dan ibu guru.
11. Menghilangkan Sikap Tamak dan Serakah.
Menghilangkan Sikap tamak dan serakah adalah merupakan hal
yang sangat penting dalam pemberantasan korupsi sebab kedua sifat ini
menjerumuskan ummat manusia ke jurang kehinaan dan kehancuran sebab
kedua sikap ini mengantar manusia kepada sikap tidak pernah merasa puas
dan tidak pernah merasa cukup sekalipun harta yang telah dimilikinya
sudah melimpah ruah. Hal ini antara lain dapat dilakukan dengan
pendalaman, pengamalan dan penghayatan ajaran agama.
12. Menumbuhkan budaya kerja keras.
Menumbuhkan budaya kerja keras haruslah dijadikan menjadi
prioritas utama dalam pencegahan korupsi sebab sikap ini akan dapat
membentengi orang dari sifat ingin cepat kaya, tanpa usaha dan tanpa
kerja keras. Dalam ajaran agama disebutkan bahwa bekerja adalah
merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh ummat.
13. Menghilangkan Sifat Materialistik, Kapitalistik dan Hedonistik,
Ketiga sifat ini sangat rentan menjerumuskan seseorang untuk
terjerumus dalam melakukan perilaku korupsi. Orang yang memiliki
ketiga sifat ini tidak akan pernah merasa puasa dan cukup dalam hal harta,
selalu kehausan dan kekurangan setiap saat. Oleh karena itulah maka
ketiga sifat ini harus dikikis habis dari penduduk negeri ini.
BAB III
KESIMPULAN dan SARAN
3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan mengenai Korupsi ditinjau dari segi
akidah,syari’ah dan akhlaq dapat diambil kesimpulan bahwa :
1. Korupsi dalam perspektif ajaran Islam adalah identik dengan risywah,
ghulul, dan at-tajawuz fi isti'mal al-haqq, serta termasuk salah satu
bentuk dari sikap khianat yang diharamkan oleh Allah SWT karena
korupsi berdampak negatif dan sangat merugikan masyarakat luas.
2. Dari segi aqidah pelaku korupsi merupakan orang-orang yang tidak
mempunya iman yang tinggi sehingga ia tidak percaya dengan azab
ALLAH SWT yang sangat pedih
3. Menurut syari’ah islam segala bentuk perbuatan yang merugikan orang
lain atau segala bentuk korupsi HARAM hukumya.
4. Dari segi akhlak pelaku korupsi merupakan orang-orang yang
kesaharianya belum tidak mengamalkan sunah-sunah rosul atau segala
perbuatan baik yang dilakukan nabi Muhammad SAW.
5. Untuk mencegah atau memberantas korupsi dapat dilakukan dengan
cara-cara berikut : Meningkatkan Penghayatan Ajaran Agama, Meluruskan
Pemahaman Keagamaan, Merubah Sistem, Meningkatkan Mentalitas,
Meningkatkan Penghasilan, Merubah Budaya yangs Mendorong Korupsi,
Menghilangkan Kebiasaan dan Kebersamaan, Meningkatkan Penegakan
Hukum, Menumbuhkan rasa bersalah dan rasa malu, Menumbuhkan sifat
Kejujuran dalam diri, Menghilangkan Sikap Tamak dan Serakah,
Menumbuhkan budaya kerja keras, Menghilangkan Sifat Materialistik,
Kapitalistik dan Hedonistik.
3.1 SARAN
Semakin maju suatu Negara maka Sumber Daya Manusianya juga akan
semakin maju, namun disisi lain masih banyak orang-orang pintar yang salah
memanfaatkan kepintaranya sehingga terjadilah yang namaya Korupsi yang
merupakan tindakan kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang pintar untuk
kepentinganya sendiri dengan menyusahkan orang lain, maka dari itu sebagai
generasi muda,calon permimpin bangsa kita harus memberantas korupsi atau
paling tidak kita harus memutus kebiasaan korupsi di masa kita mendatang,
namun untuk melakukanya tentulah sulit maka sebelum kita terjun ke dunia
pemerintahan kita harus membekali diri kita dengan aqidah dan akhlak yang baik
dan kita harus mengetahui dan memahami hukum-hukum islam agar nantinya kita
tidak tersesat ke perbuatan yang dibenci dan dilarang ALLAH SWT yaitu
Korupsi.
BAB III
DAFTAR PUSTAKA
- http://riau.kemenag.go.id/index.php?a=artikel&id=327 )
- http://ulumuddin-fahmi.blogspot.com/2011/11/korupsikolusinepotisme- dalam-ajaran.html
- http://hizbut-tahrir.or.id/2011/12/06/syariat-islam-dalam-pemberantasan- korupsi-2/
- id.m.wikipedia.org/wiki/Aqidah
- id.m.wikipedia.org/wiki/Syariat_Islam
- id.m.wikipedia.org/wiki/akhlak