Upload
kimozura
View
43
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
AKUNTANSI SYARIAHMAKALAH
APLIKASI PAJAK DAN ZAKAT
Disusun Oleh :
Parli Nando Siagian : 12.10.3.133
Neli Renata Mendrofa : 11.10.0.116
Rindi Sartika : 10.10.1.130
Reza Armi Tanjung : 1010.0.089
Fakultas Ekonomi
Program Studi Akuntansi
Universitas Riau Kepulauan
2013
Kata Pengantar
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNya lah makalah ini dapat kami selesaikan. Terima kasih juga kepada Bapak Dosen mata kuliah Akuntansi Syariah atas tugas yang diberikan sehingga banyak sekali pembelajaran yang kami dapatkan. Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini yang membantu dalam menyiapkan bahan dan memberikan informasi.
Makalah ini dibuat dengan tujuan memperdalam ilmu akuntanis syariah dimana mahasiswa di harapkan dapat memahami konsep zakat dan pajak dalam kehidupan sehari-hari.
Makalah ini di buat dalam proses belajar dan memungkinkan adanya banyak kelemahan dan kekurangan. Kami sebagai penulis mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca sekalian demi perbaikan di masa yang akan datang.Keterbatasan info dan data mungkin ada dalam makalah ini kami mengharapkan masukan dari semua pihak. Semoga makalah ini memberikan manfaat bagi para pembacanya.
Batam,11 Januari 2014
Penulis
2
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.....................……………………...…….........…..…..........2
BAB І :PENDAHULUAN……………………….…..…...............................4
A. Latar Belakang………………….…………………....………....................4B. Rumusan Masalah ……………….….………………….............................4C. Tujuan………………………………………………………………..........4
BAB II : PEMBAHASAN………………..……….……....…………............6
II.A.I Pengertian Pajak.................................................................................5
II.A.2 Fungsi Pajak bagi Negara...............................................................5-6
II.A.2 Pengertian Zakat ..............................................................................7
II.A.3 Kedudukan Zakat Dalam Islam......................................................7-8
II.A.4 Tujuan-tujuan syar’i dibalik kewajiban zakat..............................8-16
II.A.5 Perbedaan antara pajak dan zakat .............................................16-17
II.B Pajak dalam Perspektif Hukum Islam ..........................................17-19
II.C Aplikasi Pajak dan zakat Dalam Kehidupan Sehari- hari.............19-24
BAB III : PENUTUP....................................................................................25
A. Kesimpulan..........................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................26
3
BAB I
PENDAHULUAN
I.A Latar Belakang
Dalam melaksanakan pembangunan pemerintah membutuhkan dana untuk pemenuhan hal-hal yang dibutuhkan, dana tersebut diambil oleh pemerintah melalui pajak yang diambil dari masyarakat sehingga pajak ini menjadi salah satu kewajiban masyarakat. Namun di sisi lain, selain adanya kewajiban untuk membayar pajak, masyarakat yang beragama Islam mempunyai kewajiban lain yang harus ditunaikan yaitu membayar zakat.
Kedudukan zakat penting dalam kehidupan manusia karena merupakan bentuk pelaksanaan interaksi manusia sebagai makhluk sosial dan juga mendorong manusia untuk berusaha mendapatkan harta benda sehingga dapat menunaikan kewajibannya berzakat sebagai bukti pelaksanaan rukun Islam.
Zakat dan pajak merupakan dua hal yang penting dan tidak dapat dipungkiri keberadaannya dalam kehidupan masyarakat sehingga timbul permasalahan mengenai hal mana yang harus lebih diutamakan.
Oleh karena itu, penyusun akan mencoba memaparkan lebih jauh lagi mengenai zakat dan pajak ini dalam makalah kami yang berjudul Aplikasi zakat dan pajak.
I.2 Rumusan Masalah
Dengan melihat latar belakang yang telah di paparkan sebelumnya, maka ada beberapa hal yang akan di bahas dalam makalah ini, diantaranya:
1. Apa pengertian Pajak dan fungsi nya bagi negara ?2. Apa pengertian zakat, kedudukan dan tujuan nya?3. Bagaimana pajak dalam perspektif islam?4. Bagaimana aplikasi zakat dan pajak dalam kehidupan sehari-hari?
I.3 TujuanAdapun tujuan dari penulisan makalah ini, antara lain:
1. Mengetahui pengertian pajak dan fungsi nya bagi negara.2. Mengetahui pengertian zakat, kedudukan dan tujuannya.3. Mengetahui pajak dalam perspektif islam.4. Mengetahui aplikasi zakat dan pajak dalam kehidupan sehari-hari.
4
BAB II
PEMBAHASAN
II.A Pengertian Pajak dan Fungsinya
II.A.I Pengertian Pajak
Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.
II.A.2 Fungsi Pajak bagi Negara
Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan
bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak
merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran
termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak
mempunyai beberapa fungsi, yaitu:
Fungsi anggaran (budgetair)
Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan
melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat
diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan
rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya.
Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah,
yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan
pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan
pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan
dari sektor pajak.
Fungsi mengatur (regulerend)
5
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak.
Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai
tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam
negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak.
Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea
masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.
Fungsi stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan
yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan,
Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di
masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.
Fungsi redistribusi pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat
II.A.2 Pengertian Zakat
Zakat (Bahasa Arab: زكاة; transliterasi: Zakah) adalah jumlah harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang yang beragama Islam dan diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya (fakir miskin dan sebagainya) menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh syarak. Zakat merupakan rukun ketiga dari Rukun Islam. Zakat dari segi prakteknya adalah kegiatan bagi-bagi yang diwajibkan bagi umat islam. Zakat berbeda dengan gratifikasi. Gratifikasi adalah kegiatan bagi-bagi yang tidak diperkenankan oleh negara atau ketentuan pemerintah.
Zakat merupakan sarana untuk membantu dalam memenuhi hajat hidup para fakir miskin yang merupakan kelompok mayoritas sebagian besar negara di dunia.Memberikan dukungan kekuatan bagi kaum Muslimin dan mengangkat eksistensi mereka. Ini bisa dilihat dalam kelompok penerima zakat, salah satunya adalah mujahidin fi sabilillah.
6
II.A.3 Kedudukan Zakat Dalam Islam
Kedudukan dan arti penting zakat dapat dilihat dari beberapa hal berikut:
1. Zakat adalah rukun Islam yang ketiga dan salah satu pilar bangunannya yang agung berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda:
: � �م �قا و�إ الله� س�ول� ر� م�ح�م�د�ا ن�� و�أ الله� � �ال إ �له� إ � ال ن�
� أ �د�ة� ها ش� خ�م�س! ع�ل�ى �م� ال �س� اإل �ي� �ن ب�أل �ي ب س� �ه� �ي �ل إ �ط�اع� ت اس� �م�ن� ل �ت� �ي الب و�ح�ج3 م�ض�ان� ر� � و�ص�وم �اة� ك الز� �ء� �تا �ي و�إ �ة� الص�ال
Islam dibangun di atas lima perkara: syahadat bahwa tidak ada Rabb yang haq selain Allâh dan bahwa Muhammad adalah utusan Allâh, menegakkan shalat, menunaikan zakat, berpuasa Ramadhan dan haji ke Baitullah bagi siapa yang mampu [Muttafaqun ‘alaihi]
2. Allâh Azza wa Jalla menyandingkan perintah menunaikan zakat dengan perintah melaksanakan shalat di dua puluh delapan tempat dalam al-Qur`ân.[1] Ini menunjukkan betapa urgen dan tinggi kedudukannya dalam Islam. Kemudian penyebutan kata shalat dalam banyak ayat di al-Qur`ân terkadang disandingkan dengan iman dan terkadang dengan zakat. Terkadang ketiga-tiganya disandingkan dengan amal shalih adalah urutan yang logis. Iman yang merupakan perbuatan hati adalah dasar, sedangkan amal shalih yang merupakan amal perbuatan anggota tubuh menjadi bukti kebenaran iman. Amal perbuatan pertama yang dituntut dari seorang mukmin adalah shalat yang merupakan ibadah badaniyah (ibadah dengan gerakan badan) kemudian zakat yang merupakan ibadah harta. Oleh karena itu, setelah ajakan kepada iman didahulukan ajakan shalat dan zakat sebelum rukun-rukun Islam lainnya. Ini berdasarkan hadits Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhuma dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallamsaat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Mu’âdz Radhiyallahu anhu ke Yaman, beliau bersabda kepadanya:
س�ول� ر� م�ح�م�د�ا ن�� و�أ الله� � �ال إ �له� إ � ال ن�
� أ �د�ة� ها ش� �لى� إ �د�ع�ه�م� فا �اب� الك�ت ه�ل�� أ م�ن� ق�و�م�ا �ي �أت ت �ك� �ن إ
�ل3 ك ف�ي ص�لوات! خ�م�س� �ه�م� �ي ع�ل �ر�ض� �ف�ت ا الله� ن�� أ �م�ه�م� ع�ل
� ف�أ �ك� �ذل ل �ع�وك� �طا أ ه�م� ��ن� فإ الله�م�ن� �ؤ�خ�ذ� ت ص�د�ق�ة� �ه�م� �ي ع�ل �ر�ض� �ف�ت ا الله� ن�
� أ �م�ه�م� ع�ل� ف�أ �ك� �ذل ل �ع�وك� �طا أ ه�م� ��ن� فإ �ة! �ل و�لي ! �و�م ي
�ه�م� ائ ف�ق�ر� ع�لى� Qد �ر� ف�ت �ه�م� �ئ �يا غ�ن� أ
Sesungguhnya kamu akan datang kepada suatu kaum dari ahli kitab, ajaklah mereka kepada syahadat bahwa tidak ada Rabb yang haq selain Allâh dan bahwa aku adalah utusan Allâh, bila mereka mematuhi ajakanmu, maka katakanlah kepada mereka bahwa Allâh mewajibkan atas mereka shalat lima waktu dalam sehari semalam, bila mereka mematuhi ajakanmu maka katakan kepada mereka
7
bahwa Allâh mewajibkan sedekah yang diambil dari orang-orang kaya dari mereka dan diberikan kepada orang-orang miskin dari mereka [2]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallamhanya menyebutkan shalat dan zakat (dalam hadits di atas) karena besarnya perhatian terhadap keduanya dan keduanya didahulukan sbelumnya selainnya dalam berdakwah kepada Islam. Juga dalam rangka mengikuti prinsip at-tadarruj (bertahap fase demi fase) dalam menjelaskan kewajiban-kewajiban Islam.[3]
Dan masih banyak lagi dalil-dalil dari al-Qur’an maupun al-hadits yang menunjukkan kedudukan zakat yang tinggi dalam Islam.
II.A.4 Tujuan-tujuan syar’i dibalik kewajiban zakat
Islam telah menetapkan zakat sebagai kewajiban dan menjadikannya
sebagai salah satu rukunnya serta memposisikannya pada kedudukan tinggi lagi mulia. Karena dalam pelaksanaan dan penerapannya mengandung tujuan-tujuan syar'i (maqâshid syari’at) yang agung yang mendatangkan kebaikan dunia dan akhirat, baik bagi si kaya maupun si miskin. Di antara tujuan-tujuan tersebut adalah :
1. Membuktikan Penghambaan Diri Kepada Allâh Azza wa Jalla Dengan MenjalankanPerintah-Nya.Banyak dalil yang memerintahkan agar kaum Muslimin melaksanakan kewajiban agung ini, sebagaimana Allâh Azza wa Jalla firmankan dalam banyak ayat, diantaranya :
�ع�ين� اك الر� م�ع� �ع�وا ك و�ار� �اة� ك الز� �وا و�آت ة� الص�ال� ق�يم�وا� و�أ
Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'.” [al-Baqarah/2:43]
Allâh Azza wa Jalla juga menjelaskan bahwa menunaikan zakat merupakan sifat kaum Mukminin yang taat. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
�خ�ش� ي �م� و�ل �اة� ك الز� �ى و�آت ة� الص�ال� ق�ام�� و�أ خ�ر� اآل� � �و�م �ي و�ال �ه� �الل ب آم�ن� م�ن� �ه� الل اج�د� م�س� �ع�م�ر� ي �م�ا �ن إ
�د�ين� �م�ه�ت ال م�ن� �وا �ون �ك ي ن�� أ �ك� �\ئ �ول أ ف�ع�س�ى\ �ه� الل �ال� �إ
8
Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allâh ialah orang-orang yang beriman kepada Allâh dan hari akhir, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allâh, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk. [at-Taubah/9:18]
Seorang mukmin menghambakan diri kepada Allâh Azza wa Jalla dengan menjalankan perintah-Nya melalui pelaksanaan kewajiban zakat sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan syari’at.
Zakat bukan pajak. Zakat adalah ketaatan dan ibadah kepada Allâh Azza wa Jalla yang dilakukan oleh seorang Mukmin demi meraih pahala dan balasan di sisi Allâh Azza wa Jalla . Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
3ه�م� ب ر� �د� ن ع� ه�م� ج�ر�� أ �ه�م� ل �اة� ك الز� �و�ا و�آت ة� الص�ال� ق�ام�وا
� و�أ �ح�ات� الص�ال �وا و�ع�م�ل �وا آم�ن �ذ�ين� ال �ن� إ�ون� ن �ح�ز� ي ه�م� و�ال� �ه�م� �ي ع�ل خ�و�ف و�ال�
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal shalih, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Rabbnya. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. [al-Baqarah/2:277].Juga firman-Nya.
�ل�ك� ق�ب �ز�ل�م�ن� ن� و�م�اأ �ك� �ي �ل إ �ز�ل� ن
� �م�اأ ب �ون� �ؤ�م�ن �ون�ي �م�ؤ�م�ن �ه�م�و�ال �م�ن �م �ع�ل ف�يال �\ك�ن�الر�اس�خ�ون� ل �يه�م� �ؤ�ت ن س� �ك� �\ئ ول
� أ خ�ر� اآل� � �و�م �ي و�ال �ه� �الل ب �ون� �م�ؤ�م�ن و�ال �اة� ك الز� �ون� �م�ؤ�ت و�ال ة� الص�ال� �م�ق�يم�ين� �و�ال ع�ظ�يم�ا ا ج�ر�� أ
“Tetapi orang-orang yang mendalam ilmunya di antara mereka dan orang-orang Mukmin, mereka beriman kepada apa yang telah diturunkan kepadamu (al-Quran), dan apa yang telah diturunkan sebelummu dan orang-orang yang mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan yang beriman kepada Allâh dan hari Kemudian. Orang-orang itulah yang akan Kami berikan kepada mereka pahala yang besar.” [an-Nisa`/4:162]
2. Mensyukuri Nikmat Allâh Dengan Menunaikan Zakat Harta Yang Telah Allâh Azza wa Jalla Limpahkan Sebagai Karunia Kepada Manusia. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
9
�يل�ش�د�يد^ ع�ذ�اب �ن� �م�إ �ف�ر�ت �ن�ك �ئ و�ل �م� �ك ز�يد�ن� أل� �م� �ر�ت �ن�ش�ك �ئ �م�ل Qك ذ�ن�ر�ب
� �أ �ذ�ت و�إ
Dan (ingatlah juga), tatkala Rabbmu memaklumkan, ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." [Ibrâhim/14:7]
Mensyukuri nikmat adalah kewajiban seorang muslim, dengannya nikmat akan langgeng dan bertambah. Imam as-Subki rahimahullah mengatakan, “Diantara makna yang terkandung dalam zakat adalah mensyukuri nikmat Allâh Subhanahu wa Ta’ala . Ini berlaku umum pada seluruh taklief (beban) agama, baik yang berkaitan dengan harta maupun badan, karena Allâh Azza wa Jalla telah memberikan nikmat kepada manusia pada badan dan harta. Mereka wajib mensyukuri nikmat-nikmat tersebut, mensyukuri nikmat badan dan nikmat harta. Hanya saja, meski sudah kita tahu itu merupakan wujud syukur atas nikmat badan atau nikmat harta, namun terkadang kita masih bimbang. Zakat masuk kategori ini.” [5]
Membayar zakat adalah pengakuan terhadap kemurahan Allâh, mensyukuri-Nya dan menggunakan nikmat tersebut dalam keridhaan dan ketaatan kepada Allâh Azza wa Jalla .
3. Menyucikan Orang Yang Menunaikan Zakat Dari Dosa-Dosa. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
م� ل�ي ع م� ل�ي ع ه� �� ع ع�ال � م� ه� عل م� ع� ع ع� ع� ع�ا �ع �ع� ل�ا � م� ل� مي ع� ع ل �ع ع� ع�ا ل# م� ل� ل$ي ع% ه� ع� م� ه& ه' ل� ع) ه� ة( ع+ ع, �ع م� ل� لل ع-ا م. ع/ا م� ل. م0 ه1
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan doakanlah mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allâh Maha mendengar lagi Maha mengetahui. [at-Taubah/9:103].
Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya kewajiban membayar zakat dalam ayat di atas berkaitan dengan hikmah pembersihan dari dosa-dosa.”[6]
10
Ada juga hadits yang menegaskan makna di atas, sebagaimana dalam hadits Muadz bin Jabal Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
�ار� الن �ط�ف�ئ الم�اء� ي �م�ا ك �ة� �ئ الخ�ط�ي �ط�ف�ئ� ت الص�د�ق�ة�
Sedekah itu bisa memadamkan kesalahan sebagaimana air memadamkan api.”[HR. Ahmad 5/231 dan at-tirmidzi no. 2616 dan dishahihkan al-Albani dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi]
Ayat di atas mengumpulkan banyak tujuan dan hikmah syar'i yang terkandung dalam kewajiban zakat. Tujuan-tujuan dan hikmah-hikmah itu terangkum dalam dua kata yang muhkam yaitu, “Dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.”
4. Membersihkan Orang Yang Menunaikannya Dari Sifat Bakhil. Al-Kâsâni rahimahullah mengatakan, “Sesungguhnya zakat membersihkan jiwa orang yang menunaikannya dari kotoran dosa dan menghiasi akhlaknya dengan sifat dermawan dan pemurah. Juga membuang kekikiran dan kebakhilan, karena tabiat jiwa sangat menyukai harta benda. Zakat dapat membiasakan orang menjadi pemurah, melatih menunaikan amanat dan menyampaikan hak-hak kepada pemiliknya. Semua itu terkandung dalam firman Allâh Azza wa Jalla :
�ه�م� �ي ع�ل و�ص�ل3 �ه�ا ب 3يه�م� ك �ز� و�ت ه�م� �ط�ه3ر� ت ص�د�ق�ة� �ه�م� م�و�ال� أ م�ن� خ�ذ�
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.[7]
Kikir adalah penyakit yang dibenci dan tercela. Sifat ini menjadikan manusia berupaya untuk selalu mewujudkan ambisinya, egois, cinta hidup di dunia dan suka menumpuk harta. Sifat ini akan menumbuhkan sikap monopoli terhadap semua. Tentang hakikat ini, Allâh Azza wa Jalla berfirman :
11
ا �ور� ق�ت ان� �س� �ن اإل� �ان� و�ك
Dan manusia itu sangat kikir. [al-Isrâ`/17:100]
Allâh Azza wa Jalla berfirman :
ح� Qالش �ف�س� �ن األ� ت� ح�ض�ر�� و�أ
Walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. [an-Nisâ`/4:128]
Sifat kikir ini merupakan faktor terbesar yang menyebabkan manusia sangat tergantung kepada dunia dan berpaling dari akhirat. Sifat ini menjadi sebab kesengsaraan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda :
س�خ�ط� �ع�ط� ي �م� ل �ن� و�إ ض�ي� ر� ع�ط�ي�� أ �ن� إ �ص�ة� الخ�م�ي �د� و�ع�ب � ه�م الد3ر� �د� �ار�و�ع�ب الد3ين �د� ع�ب �ع�س� ت
�تق�ش� �ن ا � ف�ال �ك� ي ش� �ذ�ا و�إ �ك�س� �ت و�ان �ع�س� ت
Sengsara hamba dinar, sengsara hamba dirham, sengsara hamba khamishah ! Bila dia diberi maka dia rela, bila tidak maka dia murka, sengsara dan tersungkurlah dia, bila dia tertusuk duri maka dia tidak akan mencabutnya. [8]
Cinta dunia dan harta adalah salah satu sumber dosa dan kesalahan. Bila seseorang terselamatkan darinya dan terlindungi dari sifat kikir maka dia akan sukses, sebagaimana firman Allâh Azza wa Jalla yang artinya, “Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung.” [al-Hasyr/59:9]
Allâh Azza wa Jalla berfirman tentang orang-orang yang kikir lagi bakhil,
� م� ه� عل م�' ع2 ع- ه& م ع# � م� ه� عل ة'ا مي ع1 ع- ه& ل� ل� م3 ع4 م� ل. ه� �� ع ال ه� ه& ع�ا آا ع�ا ل# �ع ه�- ع6 م7 ع8 ع� ل80 �ل ع ا ع�� ع7 ع9 م: ع8 ع>ا ع� �ام�ة� �ق�ي ال �و�م� ي �ه� ب �وا ل �خ� ب م�ا �ط�و�ق�ون� ي س�
12
Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allâh berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. [Ali Imrân/3:180]
al-Fakhrurrazi rahimahullah berkata, “Kecintaan mendalam terhadap harta bisa melalaikan jiwa dari kecintaan kepada Allâh dan persiapan menghadapi kehidupan akhirat. Hikmah Allâh Azza wa Jalla menuntut agr pemilik harta mengeluarkan sebagian harta yang dipegangnya; Agar apa yang dikeluarkan itu menjadi alat penghancur ketamakan terhadap harta, pencegah agar jiwa tidak berpaling kepada harta secara total dan sebagai pengingat agar jiwa sadar bahwa kebahagiaan manusia tidak bisa tercapai dengan sibuk menumpuk harta. Akan tetapi kebahagian itu akan terwujud dengan menginfakkan harta untuk mencari ridha Allâh Azza wa Jalla . Kewajiban zakat adalah terapi tepat dan suatu keharusan untuk melenyapkan kecintaan kepada dunia dari hati. Allâh Azza wa Jalla mewajibkan zakat untuk hikmah mulia ini. Inilah yang dimaksud oleh firman-Nya, yang artinya, “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.” Yakni membersihkan dan mensucikan mereka dari sikap berlebih-lebihan dalam menuntut dunia.” [9]
5.Membersihkan Harta Yang Dizakati. Karena harta yang masih ada keterkaitan dengan hak orang lain berarti masih kotor dan keruh. Jika hak-hak orang itu sudah ditunaikan berarti harta itu telah dibersihkan. Permasalahan ini diisyaratkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallamsaat beliau n menjelaskan alasan kenapa zakat tidak boleh diberikan kepada keluarga beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ? Yaitu karena zakat adalah kotoran harta manusia.
6. Membersihkan Hati Orang Miskin Dari Hasad Dan Iri Hati Terhadap Orang Kaya.Bila orang fakir melihat orang disekitarnya hidup senang dengan harta yang melimpah sementara dia sendiri harus memikul derita kemiskinan, bisa jadi kondisi ini menjadi sebab timbulnya rasa hasad, dengki, permusuhan dan kebencian dalam hati orang miskin kepada orang kaya. Rasa-rasa ini tentu melemahkan hubungan antar sesama Muslim, bahkan berpotensi memutus tali persaudaraan.
Hasad, dengki dan kebencian adalah penyakit berbahaya yang mengancam masyarakat dan mengguncang pondasinya. Islam berupaya untuk mengatasinya dengan menjelaskan bahayanya dan dengan pensyariatan kewajiban zakat. Ini
13
adalah metode praktis yang efektif untuk mengatasi penyakit-penyakit tersebut dan untuk menyebarkan rasa cinta dan belas kasih di antara anggota masyarakat. [10]
Orang yang menunaikannya akan dilipatgandakan kebaikannya dan ditinggikan derajatnya. Ini termasuk tujuan syar'i yang penting. Allâh Azza wa Jalla berfirman.
م� ل ع�ا ه� �� ع ع�ال � ه= ع<ا ع8 م� ع� لل ه? ل ع3ا ه8 ه� �� ع ع�ال � ة( 7� ع Aع ه( Bع ل.ا ة( ع� ه7 Cم ه ل ه$ ل4ي ع ل# عCا ع ع� م7 ع Eم Fع ع7 Gم ع/ا ة( 7� ع Aع ل Hع ع� ع$ ل� �� ع ال ل ل7ي ع ل4ي م� ه� عل ع-ا م. ع/ا �ع -Iه Jل Cم ه8 ع� ل80 �ل ع ا ه Hع ع. م� ل�ي ع
"Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allâh adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allâh melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allâh Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui.” [al-Baqarah/2:261]
7. Menghibur Dan Membantu Orang Miskin. Al-Kâsâni rahimahullah berkata, “Pembayaran zakat termasuk bantuan kepada orang lemah dan pertolongan kepada orang yang membutuhkan. Zakat membuat orang lemah menjadi mampu dan kuat untuk melaksanakan tauhid dan ibadah yang Allâh wajibkan, sementara sarana menuju pelaksanaan kewajiban adalah wajib.” [11]
8. Pertumbuhan Harta Yang Dizakati. Telah diketahui bersama bahwa di antara makna zakat dalam bahasa Arab adalah pertumbuhan. Kemudian syariat telah menetapkan makna ini dan menetapkannya pada kewajiban zakat. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
! �يم ث� أ �ف�ار! ك �ل� ك Qح�ب� ي ال� �ه� و�الل �يالص�د�ق�ات� ب �ر� و�ي �ا ب الر3 �ه� الل �م�ح�ق� �ي
Allâh memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah dan Allâh tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa.” (al-Baqarah/2:276). Yakni menumbuhkan dan memperbanyak. [12]
14
Juga firman-Nya, yang artinya, "Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allâh akan menggantinya dan Dia-lah pemberi rizki yang sebaik-baiknya.” (Saba`/34:39). Yakni Allâh menggantinya di dunia dengan yang semisalnya dan di akhirat dengan pahala dan balasan. [13]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda :
� �فا ل خ� � �ف�قا م�ن ع�ط�� أ �لله�م� ا ح�د�ه�م�ا
� أ �ق�ول� ف�ي �ن� �ز�ال �ن ي �ان� و�م�لك � �ال إ �اد� الع�ب �ح� �ص�ب ي ! �و�م ي م�ن� م�ا � �فا �ل ت � كا م�م�س� �ع�ط� أ الله�م� اآلخ�ر� �ق�ول� و�ي
Tidak ada satu hari di mana manusia mendapatkan waktu pagi kecuali ada dua malaikat turun, salah satu dari keduanya berkata, ‘Ya Allâh berikanlah pengganti kepada orang yang berinfak.’ Sedangkan yang lainnya berkata, ‘Ya Allâh berikanlah kebinasaan kepada orang yang menahan.” [Muttafaqun ‘alaihi]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallamjuga bersabda :
م�ال! م�ن� ص�د�ق�ة �ق�ص�ت� ن م�ا
Sedekah tidak mengurangi harta. [HR Muslim]
9. Mewujudkan Solidaritas Dan Kesetiakawanan Sosial. Zakat adalah bagian utama dari rangkaian solidaritas sosial yang berpijak kepada penyediaan kebutuhan dasar kehidupan. Kebutuhan dasar kehidupan itu berupa makanan, sandang, tempat tinggal (papan), terbayarnya hutang-hutang, memulangkan orang-orang yang tidak bisa pulang ke negara mereka, membebaskan hamba sahaya dan bentuk-bentuk solidaritas lainnya yang ditetapkan dalam Islam. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda :
�ه� م�ن �ك�ى ت اش� �ذ�ا إ الو�اح�د� د� الج�س� �ل� �م�ث ك �ع�اط�ف�ه�م� و�ت اح�م�ه�م� �ر� و�ت �و�اد3ه�م� ت ف�ي �ين� الم�ؤ�م�ن �ل� م�ثو�الح�م�ى ه�ر� �لس� با د� الج�س� �ر� ائ س� �ه� ل �د�اع�ى ت ع�ض�و^
Perumpamaan orang-orang mukmin dalam sikap saling menyayangi, mengasihi dan melindungi adalah seperti jasad yang satu, bila ada satu anggota jasad yang sakit maka anggota lainnya akan ikut merasakannya dengan tidak tidur dan demam. [HR Muslim]
15
10. Menumbuhkan Perekonomian Islam.Zakat mempunyai pengaruh positif yang sangat signifikan dalam mendorong gerak roda perekonomian Islam dan mengembangkannya. Karena pertumbuhan harta individu pembayar zakat memberikan kekuatan dan kemajuan bagi ekonomi masyarakat. Sebagaimana juga zakat dapat menghalangi penumpukan harta di tangan orang-orang kaya saja. Allâh Azza wa Jalla berfirman, yang artinya, "Supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allâh. Sesungguhnya Allâh amat keras hukumanNya.” [al-Hasyr/59:7]
Keberadaan uang di tangan kebanyakan anggota masyarakat mendorong pemiliknya untuk membeli keperluan hidup, sehingga daya beli terhadap barang meningkat. Keadaan ini dapat meningkatkan produksi yang menyerap tenaga kerja dan membunuh pengangguran. [14]
11. Dakwah Kepada Allâh Azza wa Jalla . Di antara tujuan mendasar zakat adalah berdakwah kepada Allâh dan menyebarkan agama serta menutup hajat fakir-miskin. Semua ini mendorong mereka untuk lebih lapang dada dalam menerima agama dan menaati Allâh Azza wa Jalla .
II.A.5 Perbedaan antara pajak dan zakat.
Pertama, zakat merupakan manifestasi ketaatan ummat terhadap perintah Allah SWT dan Rasulullah SAW sedangkan pajak merupakan ketaatan seorang warganegara kepada ulil amrinya (pemimpinnya).
Kedua, zakat telah ditentukan kadarnya di dalam Al Qur’an dan Hadits, sedangkan pajak dibentuk oleh hukum negara.
Ketiga, zakat hanya dikeluarkan oleh kaum muslimin sedangkan pajak dikeluarkan oleh setiap warganegara tanpa memandang apa agama dan keyakinannya.
Keempat, zakat berlaku bagi setiap muslim yang telah mencapai nishab tanpa memandang di negara mana ia tinggal, sedangkan pajak hanya berlaku dalam batas garis teritorial suatu negara saja.
16
Kelima, zakat adalah suatu ibadah yang wajib di dahului oleh niat sedangkan pajak tidak memakai niat. Dan sesungguhnya masih banyak lagi hal-hal yang membedakan antara zakat dan pajak.
II.B Pajak dalam Perspektif Hukum Islam
Ulama berbeda pendapat terkait apakah ada kewajiban kaum muslim atas
harta selain zakat. Mayoritas fuqaha berpendapat bahwa zakat adalah satu-satunya
kewajiban kaum muslim atas harta. Barang siapa telah menunaikan zakat, maka
bersihlah hartanya dan bebaslah kewajibannya. Dasarnya adalah berbagai hadis
Rasulullah.Di sisi lain ada pendapat ulama bahwa dalam harta kekayaan ada
kewajiban lain selain zakat. Dalilnya adalah QS Al-Baqarah: 177; Al-An’am: 141;
Al-Ma’un: 4-7; Al-Maidah: 2; Al-Isra’: 26; An-Nisa’: 36; al-Balad: 11-18, dan
lain-lain. Jalan tengah dari dua perbedaan pendapat ini adalah bahwa kewajiban
atas harta yang wajib adalah zakat, namun jika datang kondisi yang menghendaki
adanya keperluan tambahan (darurah), maka aka nada kewajiban tambahan lain
berupa pajak (dharibah). Pendapat ini misalnya dikemukakan oleh Qadhi Abu
Bakar Ibn al-Aarabi, Imam Malik, Imam Qurtubi, Imam Syatibi, Mahmud Syaltut,
dan lain-lain
Diperbolehkannya memungut pajak menurut para ulama tersebut di atas, alasan
utamanya adalah untuk kemaslahatan umat, karena dana pemerintah tidak
mencukupi untuk membiayai berbagai “pengeluaran”, yang jika pengeluaran itu
tidak dibiayai, maka akan timbul kemadaratan. Sedangkan mencegah
kemudaratan adalah juga suatu kewajiban. Sebagaimana kaidah ushul fiqh:
Ma layatimmul wajib illa bihi fahuwa wajib
Oleh karena itu pajak tidak boleh dipungut dengan cara paksa dan kekuasaan
semata, melainkan karena ada kewajiban kaum muslimin yang dipikulkan kepada
Negara, seperti member rasa aman, pengobatan dan pendidikan dengan
pengeluaran seperti nafkah untuk para tentara, gaji pegawai, hakim, dan lain
sebagainya. Oleh karena itu, pajak memang merupakan kewajiban warga Negara
17
dalam sebuah Negara muslim, tetapi Negara berkewajiban pula untuk memenuhi
dua kondisi (syarat):
penerimaan hasl-hasl pajak harus dipandang sebagai amanah dan
dibelanjakan secara jujur dan efisien untuk merealisasikan tujuan-tujuan
pajak.
Pemerintah harus mendistribusikan beban pajak secara merata di antara
mereka yang wajib membayarnya.
Para ulama yang mendukung diperbolehkannya memungut pajak menekankan
bahwa yang mereka maksud adalah sistem perpajakan yang adil, yang selaras
dengan spirit Islam. Menurut mereka, sistem perpajakan yang adil adalah apabila
memenuhi tiga criteria:
Pajak dikenakan untuk membiayai pengekuaran yang benar-benar
diperlukan untuk merealisasikan maqasid Syariah.
Beban pajak tidak boleh terlalu kaku dihadapkan pada kemampuan rakyat
untuk menanggung dan didistribusikan secara merata terhadap semua
orang yang mampu membayar.
Dana pajak yang terkumpul dibelanjakan secara jujur bagi tujuan yang
karenanya pajak diwajibkan.
Dalam istilah bahasa Arab, pajak dikenal dengan nama Adh-Dharibah,yang
artinya adalah beban. Ia disebut beban karena merupakan kewajiban tambahan
atas harta setelah zakat, sehingga dalam pelaksanaannya akan dirasakan sebagai
sebuah beban. Secara bahasa maupun tradisi, dharibah dalam penggunaannya
memang mempunyai banyak arti, namun para ulama memakai ungkapan dharibah
untuk menyebut harta yang dipungut sebagai kewajiban dan menjadi salah satu
sumber pendapatan negara. Sedangkan kharaj adalah berbeda dengan dharibah,
karena kharaj adalah pajak yang obyeknya adalah tanah (taklukan) dan subyeknya
adalah non-muslim. Sementara jizyah obyeknya adalah jiwa (an-nafs) dan
subyeknya adalah juga non-muslim.
18
Selain itu, Negara juga mendapatkan sumber pendapatan sekunder, yaitu dari
denda-denda (kafarat), hibah, hadiah, dan lain-lain yang diterima secara tidak
tetap.
Dalam konteks Indonesia, payung hukum bagi Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak
untuk tidak tebang pilih dalam menerapakan aturan perpajakan pada berbasis
syariah di Indonesia telah terbit, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25
Tahun 2009 dengan tajuk Pajak Penghasilan (PPh) Atas Bidang Usaha Berbasis
Syariah. Maka mulai tahun ini, penghasilan yang di dapat dari usaha maupun
transaksi berbasis syariah baik oleh wajib pajak (WP) pribadi maupun badan
bakal dikenakan PP. Penerbitan PP PPh
Syariah ini merupakan bentuk aturan pelaksana yang diamanatkan Pasal 31D UU
Nomor 36 Tahun 2008 tentang PPh
II.C Aplikasi Pajak dan zakat Dalam Kehidupan Sehari- hari.
Kewajiban mengeluarkan zakat ini didasarkan pada Al-Quran surat Al
Baqarah: 267 yang menentukan bahwa setiap pekerjaan yang halal yang
mendatangkan penghasilan, setelah dihitung selama satu tahun hasilnya mencapai
nisab (senilai 85 gram emas) maka wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5%
(sumber: Badan Amil Zakat Nasional).
Mengenai proses hingga zakat mengurangi pembayaran pajak (dalam hal ini pajak
penghasilan), hal ini sudah diatur sejak adanya UU No. 38 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Zakat (“UU 38/1999”), dan kemudian lebih dipertegas oleh UU
Zakat yang terbaru yang menggantikan UU 38/1999 yaitu UU No. 23 Tahun
2011 tentang Pengelolaan Zakat (“UU 23/2011”).
Latar belakang dari pengurangan ini dijelaskan dalam penjelasan Pasal 14 ayat
(3) UU 38/1999 bahwa pengurangan zakat dari laba/pendapatan sisa kena pajak
adalah dimaksudkan agar wajib pajak tidak terkena beban ganda, yakni kewajiban
membayar zakat dan pajak. Ketentuan ini masih diatur dalam UU yang terbaru
yakni dalam Pasal 22 UU 23/2011:
19
“Zakat yang dibayarkan oleh muzaki kepada BAZNAS atau LAZ dikurangkan dari
penghasilan kena pajak.”
Hal ini ditegaskan pula dalam ketentuan perpajakan sejak adanya UU No. 17
Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan, yakni diatur dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a nomor 1 yang
berbunyi:
“Yang tidak termasuk sebagai Objek Pajak adalah: bantuan sumbangan,
termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat
yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan para penerima zakat yang
berhak.”
Dalam ketentuan pasal tersebut baru diatur secara eksplisit bahwa yang tidak
termasuk objek pajak adalah zakat. Sedangkan, pengurangan pajak atas kewajiban
pembayaran sumbangan untuk agama lain belum diatur ketika itu. Hal ini
memang berpotensi menimbulkan kecemburuan dari agama lain yang juga diakui
di Indonesia.
Dengan dikeluarkannya UU No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat
atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (“UU Pajak
Penghasilan”) pasal tersebut mengalami perubahan sehingga berbunyi:
“Yang dikecualikan dari objek pajak adalah:bantuan atau sumbangan, termasuk
zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk
atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang
berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama
yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk
atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang
berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah.”
Ketentuan serupa ditegaskan pula dalam Pasal 9 ayat (1) UU Pajak
Penghasilan.
20
Selain itu, Pasal 1 ayat (1) PP No. 60 Tahun 2010 tentang Zakat atau
Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Boleh Dikurangkan dari
Penghasilan Bruto juga menentukan:
“Zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib yang dapat dikurangkan
dari penghasilan bruto meliputi:
a) zakat atas penghasilan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi
pemeluk agama Islam dan/atau oleh Wajib Pajak badan dalam negeri yang
dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil
zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah; atau
b) sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi Wajib Pajak orang pribadi
pemeluk agama selain agama Islam dan/atau oleh Wajib Pajak badan dalam
negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama selain agama Islam, yang diakui di
Indonesia yang dibayarkan kepada lembaga keagamaan yang dibentuk atau
disahkan oleh Pemerintah.”
Sedangkan, badan/Lembaga yang ditetapkan sebagai penerima zakat atau
sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari
penghasilan bruto diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
PER-15/PJ/2012 yang berlaku sejak tanggal 11 Juni 2012 yang sebelumnya
diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER- 33/PJ/2011, yang
di antaranya adalah: Badan Amil Zakat Nasional, LAZ Dompet Dhuafa
Republika, LAZ Yayasan Rumah Zakat Indonesia, Lembaga Sumbangan Agama
Kristen Indonesia (LEMSAKTI), dan Badan Dharma Dana Nasional Yayasan
Adikara Dharma Parisad (BDDN YADP) - yang keseluruhannya saat ini
berjumlah 21 badan/lembaga. Karena semua peraturan yang telah disebutkan di
atas telah berlaku efektif, maka ketentuan pengecualian zakat atau sumbangan
wajib keagamaan dari objek pajak sudah berlaku efektif di Indonesia.
Mekanisme pengurangan zakat dari penghasilan bruto ini dapat kita temui dalam
Peraturan Dirjen Pajak No. PER-6/PJ/2011 Tahun 2011 tentang
Pelaksanaan Pembayaran dan Pembuatan Bukti Pembayaran atas Zakat
21
atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan
dari Penghasilan Bruto sebagai berikut:
Pasal 2
(1). Wajib Pajak yang melakukan pengurangan zakat atau sumbangan
keagamaan yang sifatnya wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1,
wajib melampirkan fotokopi bukti pembayaran pada Surat
Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak
dilakukannya pengurangan zakat atau sumbangan keagamaan yang
sifatnya wajib.
(2). Bukti pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) :
a dapat berupa bukti pembayaran secara langsung atau melalui
transfer rekening bank, atau pembayaran melalui Anjungan Tunai
Mandiri (ATM), dan
b paling sedikit memuat:
1) Nama lengkap Wajib Pajak dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
pembayar;
2) Jumlah pembayaran;
3) Tanggal pembayaran;
4) Nama badan amil zakat; lembaga amil zakat; atau lembaga
keagamaan yang dibentuk atau disahkan Pemerintah; dan
5) Tanda tangan petugas badan amil zakat; lembaga amil zakat; atau
lembaga keagamaan, yang dibentuk atau disahkan Pemerintah, di bukti
pembayaran, apabila pembayaran secara langsung; atau
22
6) Validasi petugas bank pada bukti pembayaran apabila pembayaran
melalui transfer rekening bank.
Pasal 3
Zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib tidak dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto apabila :
a tidak dibayarkan oleh Wajib Pajak kepada badan amil zakat;
lembaga amil zakat; atau lembaga keagamaan, yang dibentuk atau
disahkan Pemerintah; dan/atau
b bukti pembayarannya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).
Pasal 4
(1). Pengurangan zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya
wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak yang
bersangkutan dalam Tahun Pajak dibayarkan zakat atau sumbangan
keagamaan yang sifatnya wajib tersebut.
(2). Dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan,
zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib sebagaimana ayat
(1) dilaporkan untuk menentukan penghasilan neto.
Lebih jauh mengenai pelaporan pengurangan zakat atas penghasilan bisa Anda
simak dalam salah satu artikel dari Kanwil DJP Jakarta Khusus.
23
Jadi, sesuai uraian di atas, pemberian zakat memang dapat mengurangi pajak,
karena zakat dikecualikan dari objek pajak. Pengurangan pajak ini juga berlaku
atas sumbangan wajib keagamaan bagi pemeluk agama lain yang diakui di
Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan
oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. Dan
peraturan perundang-undangan yang telah disebutkan di atas telah berlaku efektif
di Indonesia, demikian pula dengan mekanisme yang telah diaturnya.
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
24
Pemberian zakat memang dapat mengurangi pajak, karena zakat
dikecualikan dari objek pajak. Pengurangan pajak ini juga berlaku atas sumbangan
wajib keagamaan bagi pemeluk agama lain yang diakui di Indonesia, yang
diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah
dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. Dan peraturan perundang-
undangan yang telah disebutkan di atas telah berlaku efektif di Indonesia,
demikian pula dengan mekanisme yang telah diaturnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Lubis, Ibrahim, 1995, Ekonomi Islam, Jakarta: Kalam Mulia.2. Yusuf, Ali Anwar 2005, Afeksi Islam, Bandung: Tafakur.3. Tjahjono, Ahmad 2005, Perpajakan, Yogyakarta: Unit Penerbit
dan Pencetak Akademi Manajemen Perusahaan YKPN.4. http://id.wikipedia.org/wiki/Zakat
25
5. http://almanhaj.or.id/content/3335/slash/0/zakat-dalam-islam- kedudukan-dan-tujuan-tujuan-syarinya/
6. http://www.syariahonline.com/v2/zakat/2538-perhitungan-a- pembayaran-zakat-penghasilan.html
7. http://id.wikipedia.org/wiki/Zakat
26