Click here to load reader
Upload
indriyanti-indri-keyy
View
635
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
KATA PENGANTAR
� ِح�يِم ِح�مِن� الَّر� � اللِه� الَّر� ِم �ْس� ِب
Alhamdulillah puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang
masih memberikan nafas kehidupan, sehingga penulis dapat
menyelesaikan pembuatan makalah dengan judul “Asbabun Nuzul”
dengan tepat waktu. Tidak lupa shalawat dan salam selalu tercurahkan
kepada Nabi Muhammad SAW yang merupakan inspirator terbesar dalam
segala keteladanannya. Tidak lupa penulis sampaikan terima kasih
kepada dosen pengampu mata kuliah Study Al-Qur’an yang telah
memberikan arahan dan bimbingan dalam pembuatan makalah ini.
Akhirnya penulis sampaikan terima kasih atas perhatiannya
terhadap makalah ini, dan penulis berharap semoga makalah ini
bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca yang pada umumnya.
Tak ada gading yang tak retak, begitulah adanya makalah ini. Dengan
segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang konstruktif sangat
penulis harapkan dari para pembaca guna peningkatan pembuatan
makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.
Kediri, 29 September
2013
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Al-Qur’an adalah mukjizat bagi umat Islam yang diturunkan kepada
nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada umat manusia. Al-
Qur’an sendiri dalam proses penurunannya mengalami banyak proses
yang mana dalam penurunannya itu berangsur-angsur dan dengan
berbagai macam cara nabi menerimanya. Sebagaimana dalam perjalanan
pembukuan Al Qur’an yang banyak mengalami hambatan sampai
banyaknya para penghafal Al Qur’an yang meninggal, maka dalam proses
aplikasi nilai-nilai yang terkandung di dalamnya juga sangat banyak
kendalanya. Kita mengenal turunnya Al Qur’an sebagai tanggal 17
Ramadhan. Maka setiap bulan 17 Ramadhan kita mengenal yang
namanya Nuzulul Quran yaitu hari turunnya Al-Qur’an.
Penurunan Al-Quran terjadi di dua kota yaitu Madinah dan Mekkah.
Surat yang turun di kota Mekkah disebut dengan Surat Makkiyah
sedangkan surat yang turun di kota Madinah disebut dengan Surat
Madaniyah. Dan juga dalam pembedaan itu terjadi banyak perbedaan
antara para ahli Qur’an apakah ini surat Makkiyah atau surat Madaniyah.
Maka dari permasalahan diatas tercetus dalam benak kami ingin
mengulas tentang Asbabun Nuzul sejarah turunnya Al-Quran. Maka untuk
itu pertanyaan ini akan mengantarkan pembahasan kami tentang
turunnya al-Quran.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan diatas
dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian dari Asbabun nuzul itu ?
2. Apa Redaksi Asbabun Nuzul?
3. Apa yang dimaksud dengan satu ayat dengan sebab-sebab banyak?
4. Apa maksud dari banyaknya nuzul dengan satu sebab?
5. Apa maksud dari ayat yang turun mengenai satu orang?
6. Bagaimana turunnya Al-Qur’an surat pertama sampai terakhir ?
7. Apa yang dimaksud Ilmu Makkiyah dan Madaniyah ?
8. Apakah faedah (manfaat) dari mempelajari asbabun nuzul itu ?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah atau karya tulis ini adalah
sebagaimana berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian dari Asbabun nuzul itu.
2. Untuk mengetahui Redaksi Asbabun nuzul.
3. Untuk mengetahui satu ayat dengan sebab-sebab banyak.
4. Untuk mengetahui banyaknya nuzul dengan satu sebab.
5. Untuk mengetahui ayat yang turun mengenai satu orang.
6. Untuk mengetahui turunnya Al-Qur’an surat pertama sampai terakhir
7. Untuk mengetahui Ilmu Makkiyah dan Madaniyah.
8. Untuk mengetahui faedah (manfaat) dari mempelajari asbabun nuzul
itu.
1.4 Manfaat Penulisan
1. Memberi pengetahuan baru tentang Asbabun Nuzul.
2. Memberi cakrawala baru pada pembaca perihal Asbabun Nuzul.
3. Member pengetahuan baru kepada pembaca perihal Asbabun Nuzul..
4. membahas mengenai pada masa khalifah siapakah masa kejayaan itu
terjadi dan prestasi apa saja yangernah diraih
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Asbabun Nuzul
Menurut bahasa (etimologi), asbabun nuzul berarti turunnya ayat-
ayat al-Qur’an dari kata “asbab” jamak dari “sababa” yang artinya sebab-
sebab, nuzul yang artinya turun. Yang dimaksud disini adalah ayat al-
Qur’an. Asbabun nuzul adalah suatu peristiwa atau saja yang
menyebabkan turunnya ayat-ayat al-Qur’an baik secara langsung atau
tidak langsung. Menurut istilah atau secara terminologi asbabun nuzul
terdapat banyak pengertian, diantaranya :
1. Menurut Az-Zarqani
“Asbab an-Nuzul adalah hal khusus atau sesuatu yang terjadi serta
hubungan dengan turunnya ayat al-Qur’an yang berfungsi sebagai
penjelas hukum pada saat peristiwa itu terjadi”.
2. Ash-Shabuni
“Asbab an-Nuzul adalah peristiwa atau kejadian yang menyebabkan
turunnya satu atau beberapa ayat mulia yang berhubungan dengan
peristiwa dan kejadian tersebut, baik berupa pertanyaan yang diajukan
kepada Nabi atau kejadian yang berkaitan dengan urusan agama”.
3. Subhi Shalih
ما نزلت اآلية اواآيات ِبْسببِه متضمنة لِه او مجيبة عنِه او مبينة لحكمِه زمِن
وقوعِه
“Asbabun Nuzul adalah sesuatu yang menjadi sebab turunnya satu
atau beberapa ayat al-Qur’an yang terkadang menyiratkan suatu
peristiwa sebagai respon atasnya atau sebagai penjelas terhadap hukum-
hukum ketika peristiwa itu terjadi”.
4. Mana’ al-Qathan
مانزل قَّرآن ِبشأنِه وقت وقوعِه كحادثة او سؤال
“Asbab an-Nuzul adalah peristiwa yang menyebabkan turunnya al-
Qur’an berkenaan dengannya waktu peristiwa itu terjadi, baik berupa satu
kejadian atau berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi”.
5. Nurcholis Madjid
Menyatakan bahwa asbab al-nuzul adalah konsep, teori atau berita
tentang adanya sebab-sebab turunnya wahyu tertentu dari al-Qur’an
kepada Nabi saw baik berupa satu ayat, satu rangkaian ayat maupun satu
surat.
Kendatipun redaksi pendefinisian di atas sedikit berbeda semua
menyimpulkan bahwa asbab an-nuzul adalah kejadian/peristiwa yang
melatarbelakangi turunnya ayat al-Qur’an dalam rangka menjawab,
menjelaskan dan menyelesaikan masalah-masalah yang timbul dari
kejadian tersebut.
Mengutip pengertian dari Subhi al-Shaleh kita dapat mengetahui
bahwa asbabun nuzul ada kalanya berbentuk peristiwa atau juga berupa
pertanyaan, kemudian asbabun nuzul yang berupa peristiwa itu sendiri
terbagi menjadi 3 macam :
a. Peristiwa berupa pertengkaran
Seperti kisah turunnya surat Ali Imran : 100
Yang bermula dari adanya perselisihan oleh kaum Aus dan Khazraj hingga
turun ayat 100 dari surat Ali Imran yang menyerukan untuk menjauhi
perselisihan.
b. Peristiwa berupa kesalahan yang serius
Seperti kisah turunnya surat an-Nisa’ : 43
Saat itu ada seorang Imam shalat yang sedang dalam keadaan mabuk,
sehingga salah mengucapkan surat al-Kafirun, surat An-Nisa’ turun
dengan perintah untuk menjauhi shalat dalam keadaan mabuk.
c. Peristiwa berupa cita-cita/keinginan
Ini dicontohkan dengan cita-cita Umar ibn Khattab yang menginginkan
maqam Ibrahim sebagai tempat shalat, lalu turun ayat
والتخذ وامِن مقام اِبَّراهيِم مصلlى
Sedangkan peristiwa yang berupa pertanyaan dibagi menjadi 3 macam,
yaitu :
a. Pertanyaan tentang masa lalu seperti :
s �َّرا ِذ�ك uِه� مvن uِم �ك wي عwل uو �ل wْت أ wس قuْل� �ِن� wي ن �قwَّر� ال ِذ�ي عwِن wَكw uون wل أ wْس� وwي
“Mereka akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Dzulkarnain.
Katakanlah: "Aku akan bacakan kepadamu cerita tantangnya". (QS. Al-
Kahfi: 83)
b. Pertanyaan yang berhubungan dengan sesuatu yang sedang
berlangsung pada waktu itu seperti ayat:
s �يًال قwل � �َّال ِإ � �ِم �ِع�ل ال مvِن uِم �يت uوْت ُأ وwمwا vي ِب wَر م�َّر�w ُأ م�ِن� uوُح �الَّر قuْل� وُح� �الَّر عwِن� wَكw uون wل أ wْس� وwي
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu
termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan
melainkan sedikit". (QS. Al-Isra’ : 85)
c.
Pertanyaan tentang masa yang akan datang
“(orang-orang kafir) bertanya kepadamu (Muhammad) tentang hari
kebangkitan, kapankah terjadinya?”
2.2 Redaksi Asbabun Nuzul
Bentuk redaksi yang menerangkan sebab nuzul itu terkadang
berupa pernyataan tegas mengenai sebab dan terkadang pula berupa
pernyataan yang hanya mengandung kemungkinan mengenainya. Bentuk
pertama ialah jika perawi mengatakan : “Sebab nuzul ayat ini adalah
begini”, atau menggunakn fa ta’qibiyah (kira-kira seperti “maka”, yang
menunjukkan urutan peristiwa) yang dirangkaikan dengan kata “turunlah
ayat”, sesudah ia menyebutkan peristiwa atau pertanyaan. Misalnya, ia
mengatakan “telah terjadi peristiwa begini”, atau “Rasulullah ditanya
tentang hal begini,m maka turunlah ayat ini.” Dengan demikian, kedua
bentuk di atas merupakan mernyataan yang jelas tentang sebab. Contoh-
contoh untuk kedua hal ini akan kami jelaskan lebih lanjut.
Bentuk kedua, yaitu redaksi yang boleh jadi menerangkan sebab
nuzul atau hanya sekedar menjelaskan kandungan hukum ayat ialah bila
perawi mengatakan: “Ayat ini turun mengenai ini.” Yang dimaksudkan
dengan ungkapan (redaksi) ini terkadang sebab nuzul ayat dan terkadang
pula kandungan hukum ayat tersebut. Demikian juga bila ia mengatakan
“Aku mengira ayat ini turun mengenai soal begini” atau “Aku tidak
mengira ayat ini turun kecuali mengenai hal yang begini.” Dengan bentuk
redaksi demikian ini, perawi tidak memastikan sebab nuzul. Kedua bentuk
redaksi tersebut mungkin menunjukkan sebab nuzul dan mungkin pula
menunjukkan yang lain. Contoh pertama ialah apa yang diriwayatkan dari
Ibn Umar, yang mengatakan:
“Ayat istri-istri kamu adalah ibarat tanah tempat kamu bercocok tanam
(Al Baqarah:223) turun berhubungan dengan menggauli istri dari
belakang.”
Contoh kedua ialah apa yang diriwayatkan dari Abdullah bin Zubair,
bahwa Zubair mengajukan gugatan kepada seorang laki-laki dari kaum
Ansar yang pernah ikut dalam Perang Badar bersama Nabi, di hadapan
Rasulullah tentang saluran air yang mengalir dari tempat yang tinggi;
keduanya mengaliri kebun kurma masing-masing dari situ. Orang Ansar
berkata: “Biarkan airnya mengalir.” Tetapi Zubair menolak. Maka kata
Rasulullah: “Airi kebunmu itu Zubair, kemudian biarkan air itu mengalir ke
kebun tetanggamu.” Orang Ansar itu marah, katanya: Rasulullah, apa
sudah waktunya anak bibimu itu berbuat demikian?” Wajah Rasulullah
menjadi merah. Kemudian ia berkata: “Airi kebunmu Zubair, kemudian
tahanlah air itu hingga memenuhi pematang; lalu biarkan ia mengalir ke
kebun tetanggamu.” Rasulullah dengan keputusan ini telah memenuhi
hak Zubair, padahal sebelum itu mengisyaratkan keputusan yang
memberikan kelonggaran kepadanya dan kepada orang Ansar itu. Ketika
Rasulullah marah kepada orang Ansar, ia memenuhi hak Zubair secara
nyata. Maka kata Zubair. “Aku tidak mengira ayat berikut turun mengenai
urusan tersebut: Maka demi Tuhanmu, mereka pada hakekatnya tidak
beriman hingga menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka
perselisihkan.” (An-Nisa’:65).
Ibn Taimiyah mengatakan: “Ucapan mereka bahwa ‘ayat ini turun
mengenai urusan ini’, terkadang dimaksudkan sebagai penjelasan
mengenai sebab nuzul, dan terkadang dimaksudkan bahwa urusan itu
termasuk ke dalam cakupan ayat walaupun tidak ada sebab nuzulnya.
Para ulama’ berselisih pendapat mengenai ucapna sahabat: ‘Ayat ini hadis
musnad seperti kalau dia menyebutkan sesuatu sebab yang karenanya
ayat diturunkan ataukah berlaku sebagai tafsir daripada sahabat itu
sendiri dan bukan musnad? Bukhari memasukkanya ke dalam kategori
hadis musnad, sedang yang lain tidak memasukkanya. Dan sebagian
besar hadis musnad itu menurut istilah atau pengertian ini, seperti
musnad Ahmad dan yang lain-lain. Berbeda halnya bila sahabat
menyebutkan sesuatu sebab yang sesudahnya diturunkan ayat. Bila
demikian, maka mereka semua memasukkan pernyataan seperti ini ke
dalam hadis musnad. Zarkasyi dalam Al Burhan menyebutkan: “Telah
diketahui dari kebiasaan para sahabat dan tabi’in bahwa apabila salah
seorang dari mereka berkata: ‘ Ayat ini utrun mengenai urusan ini’, maka
yang dimaksudkan ialah bahwa ayat itu mengandung hukum urusan
tersebut; bukanya urusan itu sebagai sebab penurunan ayat. Pendapat
sahabat ini termasuk ke dalam jenis penyimpulan hukum dengan ayat,
bukan jenis
pemberitaan mengenai suatu kenyataan yang terjadi.”
2.3 Satu ayat dengan sebab banyak
Para mufasir menyebutkan turunya ayat yang mempunyai beberpa
sebab, maka jika di temukan dalam satu ayat tersebut, maka salah satu
mufasir berkata ayat ini turun mengenai urusan ini sedangkan riwayat lain
menyebutkan asbabun nuzul dengan tegas.dan riwayat yang tidak
tegas,termasuk didalam hokum ayat"istri-istri mu ibarat kamu tempat
bercocok tanam"sementara itu orang islam menyebutkan sebab nuzul
yang bertentangan dengan riwayat melalui jabir,orang yahudi berkata"jika
seorang laki-laki mendatangi istrinya dari belakang,maka anaknya
bermata juling"jika suatu ayat disebutkan sebab dan sebab yang lain ittu
shoheh maka yang di jadikan penganga adlah riwayat yang shoheh
riwayat dari bokhori muslim dan hadist yang lainya dari humdan al bunawi
nabi menderita sakit hingga dua hari dua malam'kemudian datang
seorang perempuanb kepadanya kepadanya dan berkata : "hai
Muhammad kurasa setanmu sudah tak mendekatimu ,selama dua ,tiga
malam ini sidah tidak mendekatimi lagi."maka allah menurunkan ayat
demi waktu dhuha dan demi malam apabila setelah sunyi tuhan mu tiada
meninggalmu dan tidaklah membencimu.
Dan mengenai turunya ayat itu di karenakan dua sebab maka di
hukumkan pada semua itu , jika tidak ada sesuatu yang mencegah dari
sebab yang berlainan dan mungkin juga turunya ayat,sebab contoh ayat
tersebut diturunkan dalam pemasukan orang-orang ansor.maka tidak
akan kedatangan masalah. Pada suatu hari sebagai malam ini dan di
turuinkan imam bukhori dan hambali,di makkah sebelum hijrah dengan
suatu surat dan ayat tersebut adalah al makki madanni yang kedua di
gunung uhud.
2.4 Banyaknya Nuzul dengan satu sebab.
Terkadang banyak ayat yang turun, sedangsebabnya hanya satu.
Dalam hal ini tidak ada masalah yang cukup penting, karena itu banyak
ayat yang turun di dalam berbagai surat berkenaan dengan suatu
peristiwa. Contohnya ialah apa yang diriwayatkan Said bin Manshur,
Abdurrazaq, At-Tirmidzi, Ibnu Jarir, Ibnul Mundzir, Ibnu Abu Hatim, Ath-
Thabrani dan Al-Hakim mengatakan shahih, dari Ummu Salamah, ia
berkata:
“Wahai Rasulullah. Aku tidak mendengar Allah menyebut kaum
perempuan sedikitpun mengenai hijrah. Maka Allah menurunkan: “Maka
Tuhan mereka Memperkenankan permohonannya (dengan berfirman),
“Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang yang beramal di
antara kamu, baik laki-laki maupun perempuan, (karena) sebagian kamu
adalah (keturunan) dari sebagian yang lain…….” (Ali Imran: 195)
Juga hadist yag diriwayatkan Ahmad, Ibnu Jarir, Ibnul Mundzir, Ath-
Thabrani dan Ibnu Mardawaih dari Ummu Salamah katanya, “Aku telah
bertanya, “Wahai Rasulullah, mengapakah kami tidak disebutkan
dalamAl-Qur’an seperti kaum laki-laki? ‘Maka pada suatu hari aku
dikejutkan dengan seruan Rasulullah di atas mimbar. Beliau
membacakan: “Sungguh, laki-laki dan perempuan Muslim, laki-laki dan
perempuan Mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam
ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan
perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki
dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang
berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-
laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah
Menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (Al-Ahzab:
35)
Al-Hakim meriwayatkan dari Ummu Salamah, ia berkata, “Kaum
laki-laki berperang sedang perempuan tidak. Di samping itu kami hanya
memperoleh warisan setengah bagian disbanding laki-laki? Maka Allah
menurunkan ayat: “Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang
telah Dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain.
(Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan
bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan.
Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sungguh, Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu.” (An-Nisaa’ : 32) Dan ayat: “Sesungguhnya
laki-laki dan perempuanyang muslim……..” ketiga ayat di atas turun
karena satu sebab.
2.5 Beberarapa ayat yang turun menai satu orang.
Terkadang seorang sahabat mengenai peristiwa lebih dari satu kali
dan Al –quq'an turun mengenai satu peristiwa,maka dari itu kebanyakan
al quran turun sesuai dengan peristiwa yang terjadi, misalnya seperti apa
yang di riwayatkan oleh bukhori dalam kitab al-adahi mufiat tentang
berbakti kepada orang tua, dari saad bin abi waqos ada empat ayat al-
quran turun berkenaan dengan aku yang pertama ketika ibuku
bersumpah dia tidak akan makan dan minum sebelum aku meninggalkan
Muhammad lalu allah menurunkan ayat," dan jika memaksamu untuk
mempersekutukan aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu
tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya dan pergilah
keduanya di dunia dengan baik (luqman:15. kedua ketika aku mengambil
sebuah pedang dan mengaguminya maka aku berkata kepada rosullullah,
''berikan aku pedang ini'' maka turunlah ayat. Mereka bertanya kepadamu
tentang pembagian harta rampasan perang (al-anfal:01). Ketiga: ketika
aku sedang sakit rosullullah mengunjungiku dan aku bertanya kepada
beliau: ''rosullulloh aku ingin membagikan hartaku, bolaehkah aku
mewasiatkan separuh nya?'' beliau menjawab: ''tidak'' aku bertanya:
''bagaimana jika sepertiganya?'' rosullullah diam. maka wasiat dengan
sepertiga harta itu diperbolehkan keempat ketika aku sedang minum
minuman keras (khomr) bersama kaum ansor ,seorang memukul
hidungku dengan tulang rahang unta,lalu aku datang kepada rasullulloh ,
maka Allah swt melarang minum khomr. Dalam hal ini telah turun wahyu
yang sesuai dengan banyak ayat.
2.6 Turunnya Surat Al-Qur’an Pertama sampai Terakhir
Hari pertama turun al-qur’an dan tempatnya.
A.Para ulama berbeda pendapat tentang surah yang pertama kali
turun:
1. Dikatakan bahwa tertib surah itu tauqifi dan di tangani langsung oleh nabi
sebagaimana di beitahukan jibril kepadanya atas perintah tuhan. Dengan
demikian, Qur’an pada masa nabi telah tersusun surah-surahnya secara
terib sebagaimana terib ayat-ayat nya, seperti yang ada di tangan kita
saat ini, yaitu mushaf usman yang tidak ada seorang sahabat pun
menentangnya, ini telah menunjukan terjadi kesepakatan( ijma) atas
tertib surah, tanpa suatu perselisihan apapun.
Yang mendukung pendapat ini ialah, bahwa Rasulilloh telah membaca
beberapa surah secara tertib di dalam salat nya, ibn abi syaibah
meriwayatkan bahwa nabi pernah membaca beberapa surah mufassal
(surah-surah pendek) dalam satu rokaat.
Telah di riwayatkan melalui iBn wahab berkata “aku mendengar Rabi’ah
di tanya orang, ‘mengapa surah baqarah dan ali imron di dahulukan ,
padahal sebelum kedua surah itu telah di turunkan delapan puluh sekian
surah makki, sedang keduanya di turunkan di madinah” ia menjawab:
kedua surah itu memang di dahulukan dan Qur’an di kumpulkan menurut
pengetahuan dari oraang yang mengumpulkannya. ‘kemudian katanya:
ini adalah sesuatu yang mesti terjadi dan tidak perlu di pertanyakan.
2. Dikatakan bahwa tertib surah berdasarkan para ijtihad para sahabat,
mengingat adanya perbedaan tertib di dalam mushaf-mushaf mereka,
misalnya mushaf ali disusun menurut tertib nuzul yakni dimulai dengan
iqra’, kemuin mudatsir lalu nun , Qalam kemudian muzammil, dan seterus
nya hingga akhir surah makki dan madani.
3. Dikatakan bahwa sebagaian surah itu terbitnya tauqifi dan sebagian lain
nya berdasarkan ijtihad para sahabat, hal ini karna terdapat dalil yang
menunjukan tertib sebagian surah pada masa nabi. Misalnya, keterangan
yang mnunjukan tertib as-sab’ut tiwal dan al-mufassol pada masa hidup
Rasululloh.
Di riwayatkaan,
Bahwa Rasululloh berkata:bacalah olehmu dua surah yang bercahaya,
baqarah dan ali’imran
Di riwayatkan lagi:
Bahwa jika hendak pergi ke tempat tidur, Rasululloh mengumpulkan
kedua telapak tangannya kemudian meniup lalu membaca Qul
huwallohhua ahad dan mu’awwidzatain.
Dengan demikian, tetaplah tertib bahwa surah-surah itu bersifat
taufiqqi, seperti halnya tertib ayat-aat Abu Bakar ibnu hambali
menyebutan: “alloh telah menurunkan Qur’an seluruhnya ke langit dunia,
kemudin ia menurunkan nya secara berangsur-angsur selam dua puluh
sekian tahun. Sebuah surat turun karena suatu urusan yang terjadi dan
ayat pun turun sebagai jawaban bagi orang yang bertanya, sedangkan
jibril senantiasa memberi tahukan kepada nabi dimana surah dan ayat
tersebut harus di tempatkan. Dengan demikian susunan surah-surah,
seperti halnya susunan ayat-ayat dan logat-logat al-qur’an, seluruhnya
berasal dari nabi, oleh karena itu barang siapa mendahulukan sesuatu
surah atau mengakhirkannya, ia telah merusak tatanan al – quran.
B. Ayat yang terakhir turunya
Ayat yang pengabisan turunnya menurut pendapat jumhur ialah:
Surah al-ma’idah yang artinya;pada hari ini telah aku sempurnakan
bagimu agamamu dan aku telah cukupkan untukmu nikmat ku dan telah
aku pilih islam menjadi agama mu.
Apa yang kami terangkan ini adalah pendapat yang masyhur dalam
msyarakat. Dan pndapat ini memberi pengertian bahwa akhit turun al-
Quran, ialah pada hari arafah. Menurut sebagian ahli, bahwa ayat yang
tersebut di atas ini turun di arafah. Dan di antara hari arafah dengan
wafat rasul masih lama lagi yaitu 81 malam.
Al-kirmani dalam al-burhan mengatakan: tertib surah seperti kita
kenal sekarang ini adalah menurut alloh pada lauh mahfud, Qur’an sudah
meniru tartib ini , dan menurut tertib ini pula nabi membacakan di
hadapan jibril setiap tahun apa yang di kumpulkannya dari jibril itu, nabi
membacakan di hadapan jibril menurut tertib ini pada tahun kewafatanya
sebanyak dua kali. Dan ayat yang terakhir kali turun ialah surah al-bqorah
ayat 281: dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi) hari yang pada
waktu itu semua dikembalikan pada alloh. Lalu jibril memerintahkan
kepadanya untuk meletakan ayat ini di antara ayat riba dan ayat tentang
utang-piutang.
Surah-surah Al-Qur’an itu ada empat bagian:
1) At-tiwal
2) Al-mi’un
3) Al-masani
4) Al-mufassJumlah surah al-Qur’an ada 114 surah. Dan di katakan
pula 113, karena surah anfal dan bara’ah dianggap satu surah, adapun
jumlah ayat nyasebanyak 6.200.ayat terpanjang adalah ayat tentang
utang-piuang, sedang surah terpanjang adalah surah al-baqarah.
2.7 Definisi Ilmu Makiyah dan Madaniyah
Ilmu Makiyy wal Madany adalah ilmu yang membahas tentang
surat-surat dan ayat-ayat yang diturunkan di Mekkah dan yang diturunkan
di Madinah. Di kalangan ulama terdapat beberapa pendapat tentang
dasar yang untuk menentukan Makiyyah atau Madaniyah suatu surat atau
ayat.
A. Ciri-ciri khas Surat Makkiyah
Sesuai dengan dhabit qiasi yang telah ditetapkan,maka cirri-ciri
khas untuk surat Makkiyah ada 2 macam:
a.Ciri-ciri khas yang bersifat qath’I bagi surat Makkiyah ada 6. Sebagai
berikut
1. Setiap surat yang terdapat ayat sadjah di dalamnya,adalah surat
Makkiyah. Sebagian ulama mengatakan,bahwa jumlah ayat sajdah ada 16
ayat.
2. Setiap surat yang di dalamnya terdapat kata “kalla”adalah Makkiyah.
3. Setiap surat yang terdapat di dalamnya lafal: dan tidak ada
,adalah makkiyah,kecuali surat al-Hajj. Surat al-Hajj ini sekalipun pada
ayat 77 terdapat Tetapai surat ini tetap dipandang Makkiyah.
4. Setiap surat yang terdapat kisah-kisah Nabi dan umat manusia yang
terdahulu,adalah Makkiyah,kecuali surat al-Baqarah.
5. Setiap surat yang terdapat di dalamnya kisah Nabi Adam dan iblis adalah
makkiyah,kecuali surat al-Baqarah.
6. Setiap surat yang di dahului dengan hurup Tahajji (hurup abjad),adalah
Makkiyah,kecuali surat al-Baqarah dan Ali Imran.
Tentang surat al-Ra’du masih dipermasalahkan,tetapi menurut
pendapat yang lebih kuat, bahwa saurat al-Ra’du itu Makkiyah, karena
melihat gaya bahasa dan kandungannya. Karena cirri diatas dengan
beberapa pengecualian merupakan cirri-ciri yang qath’i bagi surat
Makkiyah, yang tepat benar penerapannya.
b.Ciri-ciri Khas yang bersifat Aghlabi bagi Surat Makkiyah
Ada beberapa cirri khas lagi bagi surat Makkiyah,tetapi hanya
bersifat Aghlabi, artinya pada umumnya cirri tersebut menunjukan
Makkiyah,yaitu:
1. Ayat-ayat dan surat-suratnya pendek-pendek (ijaz),nada perkataannya
keras dan agak bersanjak.
2. Mengandung seruan untuk beriman kepada Allah dan hari Kiamat dan
menggambarkan keadaan Surga dan Neraka.
3. Mengajak manusia untuk berakhlak yang mulia dan berjalan diatas jalan
yang baik.
4. Membantah orang-orang yang Musyrik dan menerangkan kesalahan-
kesalahan kepercayaan dan perbuatannya.
5. Terdapat banyak lafal sumpah.
B. Ciri-ciri khas bagi surat Madaniyah
Ciri-ciri khas yang membedakan antara surat Madaniyah dan Makkiyah
ada yang bersifat Qath’I dan ada yang bersifat Aghlabi.
a.Ciri-ciri surat Madaniyah yang bersifat qath’I adalah sebagai
berikut :
1. Setiap surat yang mengandung izin berjihad atau menyebut hal perang
dan menjelaskan hukum-hukumnya,adalah Madaniyah.
2. Setiap surat yang memuat penjelasan secara rinci tentang hukum
pidana,faraid,hak-hak perdata,peraturan-peraturan yang berhubungan
dengan perdata,kemasyarakatan dan kenegaraan adalah Madaniyah.
3. Setiap surat yang menyinggung hal ikhwal orang-orang munafik,adalah
Madaniyah, kecuali surat al-Ankabut yang diturunkan di Mekkah, hanya
sebelas ayat yang pertama dari surat al-Ankabut ini adalah Madaniyah,
dan ayat-ayat tersebut menjelaskan perihal orang-orang munafik.
4. Setiap surat yang membantah kepercayaan/pendirian/tata cara
keagamaan Ahlul Kitap (Kristen dan Yahudi) yang dipandang salah, dan
mengajak mereka agar tidak berlebih-lebihan dalam menjalankan
agamanya,adalah Madaniyah. Seperti surat al-Baqarah,Ali-Imran,al-
Ni’sa,al-Maidah dan al-Taubat.
b. Adapun ciri-ciri khas yang bersifat Aghlabi untuk Madaniyah
antara lain:
1. Sebagaian surat-suratnya panjang-panjang,sebagian ayat-ayatnya pun
panjang-panjang dan gaya bahasanya pun cukup jelas di dalam
menerangkan hukum-hukum agama.
Menerangkan secara rinci bukti-bukti dan dalil-dalil yang menunjukkan
hakikat-hakikat keagamaan.
2.8 Faedah (manfaat) dari mempelajari asbabun nuzul.
Ketika seseorang mengalami kesukaran memahami makna sesuatu
ayat al-Quran, ke manakah mereka akan merujuk? Berdasarkan pendapat
Ibnu Taimiyah, beliau “mengetahui sebab turunnya ayat-ayat al-Quran
akan membantu seseorang itu memahami kandungan makna dan
kejelasan maksud ayat-ayat tersebut. Mengetahui asbabun nuzul sangat
besar pengaruhnya dalam memahami makna ayat-ayat dalam Al-Qur’an.
Oleh karena itu, para ulama sangat berhati-hati dalam memahami
asbabun nuzul, sehingga banyak ulama yang menulis tentang itu.
Diantara kitab termasyhur yang membahas tentang asbabun nuzul
adalah; Asbabun Nuzul, karya Imam Al-Wahidi, Lubabun Nuqul fi Asbabin
Nuzul karya Imam Suyuthi. Beberapa faedah mengetahui asbabun nuzul
antara lain:
1. Dapat mengetahui hikmah disyari’atkannya hokum. Imam Al-Wahidi
mengatakan, ”Tidak mungkin orang bisa mengetahui tafsir suatu
ayat tanpa mengetahui kisah dan penjelasan mengenai turunnya
lebih dahulu”.
2. Kekhususan hukum disebabkan oleh sebab tertentu. Ibnu Taimiyyah
mengatakan, ”Mengetahui asbabun nuzul sangat membantu untuk
memahami ayat. Sesungguhnya dengan mengetahui sebab akan
mendapatkan ilmu musabbab”.
3. Mengetahui nama orang, dimana ayat diturunkan berkaitan
dengannya, dan pemahaman ayat menjadi lebih jelas.
4. Menghindarkan anggapan menyempitkan dalam memandang
hukum yang nampak lahirnya menyempitkan.
Ibnu Jarîr meriwayatkan dalam Jâmi’ul Bayâni Fit Ta’wîlil Qur’âninya(3/94):
“Abu Kuraib telah bercerita kepada kami(Ibnu Jarîr), katanya(Abu Kuraib):
“Abû Dâwud telah bercerita kepada kami((Abu Kuraib) dari Sufyan dari
Ja’far bin Iyas dari Sa’îd bin Jubair dari Ibnu ‘Abbâs, katanya(Ibnu ‘Abbâs):
“dahulu mereka tidak mau memberi sebagian kecil hartanya kepada
kerabat mereka dari kalangan Musyrikin, lalu turunlah:
uِم� وwمwا ك �ُفuْس� �َّر� َفwألن ي wوا م�ِن� َخuُف�ق� uن اُءu وwمwا ْت wشw wْه�ِد�ي مwِن� ي �ِهw ي wك�ِن� الل �َكw هuِدwاهuِم� وwل wي �َسw عwل wي ل
) wونuمw uْظ�ل uِم� َّال ْت �ت wن uِم� وwُأ �ك wي �ل uوwَّف� ِإ �َّر�ي ي wوا م�ِن� َخuُف�ق� uن �ِه� وwمwا ْت �َغwاُءw وwْج�ِه� الل �ت �َّال اِب �ُف�قuونw ِإ uن )٢٧٢ْت
272. Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk,
akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang
dikehendaki-Nya. dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di
jalan Allah), maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. dan janganlah kamu
membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah. dan
apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi
pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya
(dirugikan).
Ketarangan:
Kata Ibnu Jarîr: “Hadis di atas para rawinya adalah rawi shahih”.
Pendapat Ibnu Jarîr juga dikuatkan kerajihannya dengan Hadis yang
dinisbahkan Ibnu Katsîr dalam Tafsîr al-Qur’ân al-‘Adzîmnya(1/323)
kepada: “an-Nasâ’î”. Imâm Jalâludin ash-Suyûthî juga menisbahkan dalam
Lubâb an-Nuqûli fî Asbâb an-Nuzûlinya(Bab I, Surat ke-2: al-Baqarah)
kepada: “an-Nasâ’î, al-Hakim, al-Bazzâr, ath-Thabrânî dan Ibnu Abî
Hâtim”, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbâs. Asy-Syaikh Muqbil bin Hadî al-
Wadi’î juga menisbahkan dalam ash-Shahîh al-Musnad min Asbâb an-
Nuzûlnya(Surat al-Baqarah, ayat: 272) kepada: “at-Tirmidzî, al-Haitsamî,
adz-Dzahabî dan al-Hâkim”.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian diatas dapatlah kita tarik kesimpulan bahwasannya al Quran
mengandung banyak nilai-nilai kehidupan maka dari itu kita patutlah
mempelajarinya. Al Qur’an sebagai mukjizat yang di anugrahkan kepada
nabi Muhammad adalah salah satu kitap Allah yang paling sempurna
diantara kitap suci yang lain. Al Quran diturunkan kepada nabi
Muhammad melalui beberapa cara yang mana dalam penurunan Al-Quran
itu sendiri diberikan secara berangsur-angsur atau bertahap. Di dalam
penurunan al-Quran terjadi di dua kota pusat Islam pada zaman dahulu,
kota itu adalah Mekkah dan Madinah dan dari kedua kota tersebut al
Quran memiliki cirri-ciri tersendiri dalam bahasanya karena hal itulah
disebut Makkiyah surat Quran yang turun di Mekkah dan Madaniyah surat
Quran yang turun di Madinah.
Turunnya al Quran kita kenal dengan istilah nuzulul Quran
yang sebagaian orang besar di peringati pada tanggal 17 bulan
Ramadhan. Sebagai kalamullah sudah sepantasnya lah kita
mencintai,memelihara,mempelajari segala nilai-nilai yang terdapat pada
Al-Quran tersebut dengan sebaik mungkin, salah satu wujud bahwa kita
mencintai al Quran dengan cara banyak membaca Al-Quraana serta
mengamalkan nilai yang ada di dalamnya. Maka untuk itu marilah kita
bersama-sama berusaha untuk memahami apa yang terkandung dalam al
Quran sebagai kitap suci kita yang diturunkan oleh Allah kepada nabi
Muhammad.
DAFTAR PUSTAKA
Husein,muhammadibnu ulumul maliki,1986. zubadatul itqon. Jeddah: Darus
syuruq
Kholil, manna Al-qotton. 1973. mabahis fi ulumil qur'an. Makkah: Darus
syaruq.
Ahmadehirjin, Moh., Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti
Primayasa, 1998.
Al-Qathan, Mana’, Mabahits fi Ulumul Qur’an, Mansyurat al-Ahsan al-Hadits,
t.tp., 1973.
Al-Utsaimin, Muhammad bin Shaleh, Dasar-dasar Penafsiran al-Qur’an,
Semarang: Dina Utama, 1989.
Anwar, Rosihon, Ulumul Qur’an, Bandung: Pustaka Setia, 2006.