Upload
inadina123
View
740
Download
76
Embed Size (px)
DESCRIPTION
asuhan kesehatan
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Skoliosis adalah kelengkungan tulang belakang yang abnormal ke arah
samping, yang dapat terjadi pada segmen servikal (leher), torakal (dada)
maupun lumbal (pinggang). Skolisis merupakan penyakit tulang belakang yang
menjadi bengkok ke samping kiri atau kanan sehingga wujudnya merupakan
bengkok benjolan yang dapat dilihat dengan jelas dari arah belakang. Penyakit
ini juga sulit untuk dikenali kecuali setelah penderita meningkat menjadi
dewasa (Mion, Rosmawati, 2007).
Walaupun penyebab skoliosis idiopatik tidak diketahui, namun ada beberapa
perbedaan teori yang menunjukkan penyebabnya seperti faktor genetik,
hormonal, abnormalitas pertumbuhan, gangguan biomekanik dan
neuromuskular tulang, otot dan jaringan fibrosa. Meskipun skoliosis tidak
mendatangkan rasa sakit penderita perlu di rawat seawal mungkin. Tanpa
perawatan, tulang belakang menjadi semakin bengkak dan menimbulkan
berbagai komplikasi seperti kerusakan peru-paru dan jantung, serta sakit tulang
belakang.
Sekitar 4% dari seluruh anak-anak yang berumur 10-14 tahun mengalami
skoliosis, 40-60% diantaranya ditemukan pada anak perempuan. Scoliosis
adalah kira-kira dua kali lebih umum pada anak-anak perempuan daripada
anak-anak lelaki. Bentuk ini dapat dilihat pada semua umur, namun lebih
umum pada mereka yang lebih dari 10 tahun umurnya.
Scoliosis adalah turunan atau warisan dimana orang-orang dengan scoliosis
adalah lebih mungkin mempunyai anak-anak dengan scoliosis.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian skoliosis?
2. Apa saja klasifikasi dari skoliosis?
3. Apa etiologi dari skoliosis?
4. Bagaimana patofisiologi skoliosis?
5. Bagaimana manifestasi klinik skoliosis?
6. Bagaimana prognosis skoliosis?
7. Apa komplikasi dari skoliosis?
8. Apa pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada skoliosis?
9. Bagaimana penatalaksanaan dari skoliosis?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian skoliosis.
2. Untuk mengetahui klasifikasi dari skoliosis.
3. Untuk mengetahui etiologi skoliosis.
4. Untuk mengetahui patofisiologi skoliosis.
5. Untuk mengetahui manifestasi klinik skoliosis.
6. Untuk mengetahui prognosis dari skoliosis.
7. Untuk mengetahui komplikasi dari skoliosis.
8. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada
skoliosis.
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan skoliosis.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Skoliosis berasal dari kata Yunani yang berarti lengkungan, mengandung
arti kondisi patologik.
Skoliosis merupakan masalah ortopedik yang sering terjadi adalah
pelengkungan lateral dari medulla spinalis yang dapat terjadi di sepanjang
spinal tersebut. Pelengkungan pada area toraks merupakan scoliosis yang
paling sering terjadi, meskipun pelengkungan pada area servikal dan area
lumbal adalah scoliosis yang paling parah.
Skoliosis adalah suatu kelainan bentuk pada tulang belakang dimana terjadi
pembengkokan tulang belakang ke arah samping kiri atau kanan. Kelainan
skoliosis ini sepintas terlihat sangat sederhana. Namun apabila diamati lebih
jauh sesungguhnya terjadi perubahan yang luar biasa pada tulang belakang
akibat perubahan bentuk tulang belakang secara tiga dimensi, yaitu perubahan
sturktur penyokong tulang belakang seperti jaringan lunak sekitarnya dan
struktur lainnya (Rahayussalim, 2007). Skoliosis ini biasanya membentuk
kurva “C” atau kurva “S”.
Skoliosis adalah kelengkungan tulang belakang yang abnormal ke arah
samping, yang dapat terjadi pada segmen servikal (leher), torakal (dada)
maupun lumbal (pinggang).Skolisis merupakan penyakit tulang belakang yang
menjadi bengkok ke samping kiri atau kanan sehingga wujudnya merupakan
bengkok benjolan yang dapat dilihat dengan jelas dari arah belakang.Penyakit
ini juga sulit untuk dikenali kecuali setelah penderita meningkat menjadi
dewasa (Mion, Rosmawati, 2007).
Jadi, skoliosis merupakan kondisi patologik yaitu kelengkungan tulang
belakang yang abnormal ke arah samping (kiri atau kanan ).
2.2 Klasifikasi
Secara umum skoliosis dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
2.2.1 Skoliosis Struktural
Skoliosis tipe ini bersifat irreversible ( tidak dapat di perbaiki ) dan
dengan rotasi dari tulang punggung. Komponen penting dari deformitas itu
adalah rotasi vertebra, processus spinosus memutar kearah konkavitas kurva.
Tiga bentuk skosiliosis struktural yaitu :
a. Skosiliosis Idiopatik (tidak diketahui penyebabnya) adalah bentuk yang
paling umum terjadi dan diklasifikasikan menjadi 4 kelompok :
1) Bayi : dari lahir – 3 tahun
2) Anak-anak : 4 – 9 tahun
3) Remaja : 10 – 19 tahun (akhir masa pertumbuhan)
4) Dewasa : > 19 tahun
b. Skoliosis Osteopatik
1) Skoliosis Kongenital (didapat sejak lahir)
1. Terlokalisasi :
a. Kegagalan pembentukan tulang punggung (hemivertebrae)
b. Kegagalan segmentasi tulang punggung (unilateral bony bar)
2. General :
a. Osteogenesis imperfect
b. Arachnodactily
2) Skoliosis Didapat
a. Fraktur dislokasi dari tulang punggung, trauma
b. Rickets dan osteomalasia
c. Emfisema, thoracoplasty
c. Skoliosis Neuropatik
1) Kongenital
a. Spina bifida
b. Neurofibromatosis
2) Didapat
a. Poliomielitis
b. Paraplegia
c. Cerebral palsy
d. Friedreich’s ataxia
e. Syringomielia
2.2.2 Skoliosis Struktural
Skoliosis tipe ini bersifat reversibel (dapat dikembalikan ke bentuk
semula), dan tanpa perputaran (rotasi) dari tulang punggung. Pada skoliosis
postural, deformitas bersifat sekunder atau sebagai kompensasi terhadap
beberapa keadaan diluar tulang belakang, misalnya dengan kaki yang pendek,
atau kemiringan pelvis akibat kontraktur pinggul, bila pasien duduk atau
dalam keadaan fleksi maka kurva tersebut menghilang.
Ada tiga tipe-tipe utama lain dari scoliosis :
1. Functional: Pada tipe scoliosis ini, spine adalah normal, namun suatu
lekukan abnormal berkembang karena suatu persoalan ditempat lain
didalam tubuh. Ini dapat disebabkan oleh satu kaki adalah lebih pendek
daripada yang lainnya atau oleh kekejangan-kekejangan di punggung.
2. Neuromuscular: Pada tipe scoliosis ini, ada suatu persoalan ketika tulang-
tulang dari spine terbentuk. Baik tulang-tulang dari spine gagal untuk
membentuk sepenuhnya, atau mereka gagal untuk berpisah satu dari
lainnya.Tipe scoliosis ini berkembang pada orang-orang dengan kelainn-
kelainan lain termasuk kerusakan-kerusakan kelahiran, penyakit otot
(muscular dystrophy), cerebral palsy, atau penyakit Marfan. Jika lekukan
hadir waktu dilahirkan, ia disebut congenital. Tipe scoliosis ini seringkali
adalah jauh lebih parah dan memerlukan perawatan yang lebih agresif
daripada bentuk-bentuk lain dari scoliosis.
3. Degenerative: Tidak seperti bentuk-bentuk lain dari scoliosis yang
ditemukan pada anak-anak dan remaja-remaja, degenerative scoliosis
terjadi pada dewasa-dewasa yang lebih tua. Ia disebabkan oleh
perubahan-perubahan pada spine yang disebabkan oleh arthritis.
Pelemahan dari ligamen-ligamen dan jaringan-jaringan lunak lain yang
normal dari spine digabungkan dengan spur-spur tulang yang abnormal
dapat menjurus pada suatu lekukan dari spine yang abnormal.
2.3 Etiologi
Penyebab terjadinya skoliosis belum diketahui secara pasti, tapi dapat
diduga dipengaruhi oleh diantaranya kondisi osteopatik, seperti fraktur,
penyakit tulang, penyakit arthritis, dan infeksi.Scoliosis tidak hanya
disebabkan oleh sikap duduk yang salah.
Menurut penelitian di Amerika Serikat, memanggul beban yang berat seperti
tas punggung, bisa menjadi salah satu pemicu scoliosis.
Terdapat 3 penyebab umum dari skoliosis:
1) Kongenital (bawaan), biasanya berhubungan dengan suatu kelainan
dalam pembentukan tulang belakang atau tulang rusuk yang menyatu.
2) Neuromuskuler, pengendalian otot yang buruk atau kelemahan otot atau
kelumpuhan akibat penyakit berikut :
a. Cerebral palsy
b. Distrofi otot
c. Polio
d. Osteoporosis juvenile
3) Idiopatik, penyebabnya tidak diketahui.
Faktor predisposisi
Faktor yang dapat menyebabkan masalah skoliosis bertambah buruk adalah
(Jamaluddin, 2007) :
1) Proses pertumbuhan
Dengan bertumbuh dan berkembangnya tubuh penderita maka derajat
kelengkungannya juga ikut berkembang dan menjadi semakin besar
2) Jenis Kelamin
Masalah skoliosis biasanya lebih buruk di kalangan remaja perempuan
dibanding lelaki.
3) Umur
Lebih awal seseorang penderita mengalami skoliosis, kemungkinan untuk
penyakit tersebut menjadi buruk akan lebih besar. Walaupun secara
umumnya ini lebih banyak berlaku pada remaja, anak-anak juga dapat
mengalami masalah ini pada umur empat hingga delapan tahun.
4) Lokasi
Lengkungan pada bagian tengah atau bawah tulang belakang biasanya
jarang bertambah buruk. Masalah skoliosis hanya bertambah buruk jika ini
berlaku pada bagian atas tulang belakang, menyebabkan badan belakang
penderita menonjol keluar dan kelihatan bongkok.
5) Masalah tulang belakang ketika dilahirkan
Skoliosis pada anak-anak yang dilahirkan dengan penyakit ini berisiko
tinggi menjadi buruk dengan cepat. Oleh karena skoliosis tidak
menyebabkan kesakitan, masalah ini jarang diberi perhatian dan rawatan
hingga postur badan berubah
2.4 Patofisiologi
Kelainan bentuk tulang punggung yang disebut scoliosis ini berawal dari
adanya syaraf – syaraf yang lemah atau bahkan lumpuh yang menarik ruas –
ruas tulang belakang. Tarikan ini berfungsi untuk menjaga ruas tulang
belakang berada pada garis yang normal yang bentuk nya seperti penggaris
atau lurus. Tetapi karena suatu hal, diantaranya kebiasaan duduk yang miring,
membuat sebagian syaraf yang bekerja menjadi lemah. Bila ini terus berulang
menjadi kebiasaan, maka syaraf itu bahkan akan mati. Ini berakibat pada
ketidakseimbangan tarikan pada ruas tulang belakang. Oleh karena itu, tulang
belakang yang menderita skoliosis itu bengkok atau seperti huruf S atau pun
huruf C.
2.5 Manifestasi Klinik
Gejala yang ditimbulkan berupa:
1. Tulang belakang melengkung secara abnormal ke arah samping
2. Bahu dan atau pinggul kiri dan kanan tidak sama tingginya
3. Nyeri punggung
4. Kelelahan pada tulang belakang setelah duduk atau berdiri lama
5. Skoliosis yang berat (dengan kelengkungan yang lebih besar dari 60 )
bisa menyebabkan gangguan pernafasan.
Kebanyakan pada punggung bagian atas, tulang belakang membengkok ke
kanan dan pada punggung bagian bawah, tulang belakang membengkok ke kiri;
sehingga bahu kanan lebih tinggi dari bahu kiri. Pinggul kanan juga mungkin
lebih tinggi dari pinggul kiri.
Awalnya penderita mungkin tidak menyadari atau merasakan sakit pada
tubuhnya karena memang skoliosis tidak selalu memberikan gejala–gejala yang
mudah dikenali. Jika ada pun, gejala tersebut tidak terlalu dianggap serius
karena kebanyakan mereka hanya merasakan pegal–pegal di daerah punggung
dan pinggang mereka saja.
Menurut Dr Siow dalam artikel yang ditulis oleh Norlaila H. Jamaluddin
(Jamaluddin, 2007), skoliosis tidak menunjukkan gejala awal. Kesannya hanya
dapat dilihat apabila tulang belakang mulai bengkok. Jika keadaan bertambah
buruk, skoliosis menyebabkan tulang rusuk tertonjol keluar dan penderita
mungkin mengalami masalah sakit belakang serta sukar bernafas.
Dalam kebanyakan kondisi, skoliosis hanya diberi perhatian apabila
penderita mulai menitik beratkan soal penampilan diri. Walaupun skoliosis
tidak mendatangkan rasa sakit, rata-rata penderita merasa malu dan rendah diri.
Skoliosis pada masyarakat indonesia dapat dijumpai mulai dari derajat
yang sangat ringan sampai pada derajat yang sangat berat.
Derajat pembengkokan biasanya diukur dengan cara Cobb dan disebut
sudut Cobb. Dari besarnya sudut skoliosis dapat dibagi menjadi (Kawiyana
dalam Soetjiningsih, 2004) :
1. Skoliosis ringan : sudut Cobb kurang dari 20”
2. Skoliosis sedang : sudut Cobb antara 21 – 40”
3. Skoliosis berat : sudut Cobb lebih dari 41”
4. Pada skoliosis derajat berat (lebih dari 40 derajat), hanya dapat diluruskan
melalui operasi.
2.6 Prognosis
Prognosis tergantung kepada penyebab, lokasi dan beratnya kelengkungan.
Semakin besar kelengkungan skoliosis, semakin tinggi resiko terjadinya
progresivitas sesudah masa pertumbuhan anak berlalu.
Skoliosis ringan yang hanya diatasi dengan brace memiliki prognosis yang
baik dan cenderung tidak menimbulkan masalah jangka panjang selain
kemungkinan timbulnya sakit punggung pada saat usia penderita semakin
bertambah.
Penderita skoliosis idiopatik yang menjalani pembedahan juga memiliki
prognosis yang baik dan bisa hidup secara aktif dan sehat.
Penderita skoliosis neuromuskuler selalu memiliki penyakit lainnya yang
serius (misalnya cerebral palsy atau distrofi otot). Karena itu tujuan dari
pembedahan biasanya adalah memungkinkan anak bisa duduk tegak pada
kursi roda.
Bayi yang menderita skoliosis kongenital memiliki sejumlah kelainan
bentuk yang mendasarinya, sehingga penanganannyapun tidak mudah dan
perlu dilakukan beberapa kali pembedahan.
2.7 Komplikasi
Walaupun skoliosis tidak mendatangkan rasa sakit, penderita perlu
dirawat seawal mungkin. Tanpa perawatan, tulang belakang menjadi semakin
bengkok dan menimbulkan berbagai komplikasi seperti :
1. Deformitas tulang jika tidak cepat ditangani
2. Penyakit sendi generatif
3. Gangguan keseimbangan (nyeri/cepat lelah)
4. Kerusakan paru-paru dan jantung
Ini boleh berlaku jika tulang belakang membengkok melebihi 60 derajat.
Tulang rusuk akan menekan paru-paru dan jantung, menyebabkan
penderita sukar bernafas dan cepat capai. Justru, jantung juga akan
mengalami kesukaran memompa darah. Dalam keadaan ini, penderita
lebih mudah mengalami penyakit paru-paru dan pneumonia.
5. Sakit tulang belakang
Semua penderita, baik dewasa atau kanak-kanak, berisiko tinggi
mengalami masalah sakit tulang belakang kronik. Jika tidak dirawat,
penderita mungkin akan menghidap masalah sakit sendi. Tulang belakang
juga mengalami lebih banyak masalah apabila penderita berumur 50 atau
60 tahun.
2.8 Pemerksaan Penunjang
Pada pemeriksaan fisik penderita biasanya diminta untuk membungkuk
ke depan sehingga pemeriksa dapat menentukan kelengkungan yang terjadi.
Pemeriksaan neurologis (saraf) dilakukan untuk menilai kekuatan, sensasi
atau refleks.
Pemeriksaan lainnya yang biasa dilakukan:
1. Skoliometer
Skoliometer adalah sebuah alat untuk mengukur sudut kurvaturai. Cara
pengukuran dengan skoliometer dilakukan pada pasien dengan posisi
membungkuk, kemudian atur posisi pasien karena posisi ini akan berubah-
ubah tergantung pada lokasi kurvatura, sebagai contoh kurva dibawah
vertebra lumbal akan membutuhkan posisi membungkuk lebih jauh dibanding
kurva pada thorakal. Kemudian letakkan skoliometer pada apeks kurva,
biarkan skoliometer tanpa ditekan, kemudian baca angka derajat kurva.
Pada screening, pengukuran ini signifikan apabila hasil yang diperoleh
lebih besar dari 50, hal ini biasanya menunjukkan derajat kurvatura > 200
pada pengukuran cobb’s angle pada radiologi sehingga memerlukan evaluasi
yang lanjut.
2. Rontgen tulang belakang
Foto polos : Harus diambil dengan posterior dan lateral penuh terhadap
tulang belakang dan krista iliaka dengan posisi tegak, untuk menilai
derajat kurva dengan metode Cobb dan menilai maturitas skeletal dengan
metode Risser. Kurva structural akan memperlihatkan rotasi vertebra, pada
proyeksi posterior-anterior, vertebra yang mengarah ke puncak prosessus
spinosus menyimpang kegaris tengah; ujung atas dan bawah kurva
diidentifikasi sewaktu tingkat simetri vertebra diperoleh kembali.
Cobb Angle diukur dengan menggambar garis tegak lurus dari batas
superior dari vertebra paling atas pada lengkungan dan garis tegak lurus
dari akhir inferior vertebra paling bawah.Perpotongan kedua garis ini
membentuk suatu sudut yang diukur.
Maturitas kerangka dinilai dengan beberapa cara, hal ini penting karena
kurva sering bertambah selama periode pertumbuhan dan pematangan
kerangka yang cepat. Apofisis iliaka mulai mengalami penulangan segera
setelah pubertas; ossifikasi meluas kemedial dan jika penulangan krista
iliaka selesai, pertambahan skoliosis hanya minimal. Menentukan
maturitas skeletal melalui tanda Risser, dimana ossifikasi pada apofisis
iliaka dimulai dari Spina iliaka anterior superior (SIAS) ke
posteriormedial.Tepi iliaka dibagi kedalam 4 kuadran dan ditentukan
kedalam grade 0 sampai 5. Derajat Risser adalah sebagai berikut :
Grade 0 : tidak ada ossifikasi,
grade 1 : penulangan mencapai 25%,
grade 2 : penulangan mencapai 26-50%,
grade 3 : penulangan mencapai 51-75%,
grade 4 : penulangan mencapai 76%
grade 5 : menunjukkan fusi tulang yang komplit.
3. MRI ( jika di temukan kelainan saraf atau kelainan pada rontgen )
2.9 Penatalaksanaan
Tujuan dilakukannya tatalaksana pada skoliosis meliputi 4 hal penting :
1. Mencegah progresifitas dan mempertahankan keseimbangan
2. Mempertahankan fungsi respirasi
3. Mengurangi nyeri dan memperbaiki status neurologis
4. Kosmetik
Adapun pilihan terapi yang dapat dipilih, dikenal sebagai “The three O’s”
adalah :
a. Observasi
Pemantauan dilakukan jika derajat skoliosis tidak begitu berat, yaitu <25 0
pada tulang yang masih tumbuh atau <500 pada tulang yang sudah berhenti
pertumbuhannya. Rata-rata tulang berhenti tumbuh pada saar usia 19
tahun. Pada pemantauan ini, dilakukan kontrol foto polos tulang punggung
pada waktu-waktu tertentu. Foto kontrol pertama dilakukan 3 bulan setelah
kunjungan pertama ke dokter. Lalu sekitar 6-9 bulan berikutnya bagi yang
derajat <200 dan 4-6 bulan bagi yang derajatnya >200.
b. Orthosis
Orthosis dalam hal ini adalah pemakaian alat penyangga yang dikenal
dengan nama brace. Biasanya indikasi pemakaian alat ini adalah :
1) Pada kunjungan pertama, ditemukan derajat pembengkokan sekitar 30-
40 derajat
2) Terdapat progresifitas peningkatan derajat sebanyak 25 derajat.
3) Jenis dari alat orthosis ini antara lain :
a) Milwaukee
b) Boston
c) Charleston bending brace
Alat ini dapat memberikan hasil yang cukup signifikan jika digunakan
secara teratur 23 jam dalam sehari hingga 2 tahun setelah menarche.
Brace Milwaukee Brace Boston
c. Operasi
Jika kelengkungan mencapai 40% atau lebih, biasanya dilakukan
pembedahan. Pada pembedahan dilakukan perbaikan kelengkungan dan
peleburan tulang-tulang. tulang dipertahankan pada tempatnya dengan bantuan
1-2 alat logam yang terpasang sampai tulang pulih (kurang dari 20 tahun).
Sesudah dilakukan pembedahan mungkin perlu dipasang brace untuk
menstabilakn tulang belakang kadang diberikan perangsang elecktrospinal,
dimana otot tulang belakang dirangsang dengan arus listrik rendah untuk
meluruskan tulang belakang.
Tidak semua skoliosis dilakukan operasi. Indikasi dilakukannya operasi
pada skoliosis adalah :
1) Terdapat derajat pembengkokan >50 derajat pada orang dewasa.
2) Terdapat progresifitas peningkatan derajat pembengkokan >40-45
derajat pada anak yang sedang tumbuh.
3) Terdapat kegagalan setelah dilakukan pemakaian alat orthosis.
Resiko operasi :
Operasi skoliosis adalah operasi besar dimana resiko tidak berhasil dan
komplikasi bisa diperhitungkan antara 50 % sampai 1%.
Komplikasi operasi yang dapat timbul adalah kehilangan darah, paru-paru
terluka, tulang- tulang iga patah, leher dan jantung terganggu, bahkan
terjadi kelumpuhan.
ASUHAN KEPERAWATAN SKOLIOSIS
Contoh Kasus:
Tn. K berusia 45 tahun datang ke rumah sakit, ia mengeluh sesak bila beraktivitas
(bekerja). Tn. K merasa lemah dan susah bergerak, ia juga merasakan nyeri
dipunggungnya ketika beraktivitas (bekerja). Saat dilakukan pemeriksaan fisik
hasil palpasi pada vertebra teraba tulang belakang yang melengkung, dada kanan
posterior menonjol disertai scapula kanan tampak lebih tinggi dan menonjol, TD
120/80 mmHg, Nadi 70 x /menit, pernafasan 25x/menit, suhu 36,5 ºC. Klien
tampak murung, meringis kesakitan, lemah dan lesu dan merasa malu dengan
keadaannya.
3.1. PENGKAJIAN DATAIDENTITAS KLIENNama : Tn. K No. Reg : 0428
Umur : 45 Tahun Tgl. MRS : -
Jenis Kelamin : Laki-laki Diagnosa : Skoliosis
Suku / Bangsa : Jawa / Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SMA
Alamat : Jalan A.H Nasution, Jombang
RIWAYAT KEPERAWATAN (NURSING HISTORY)
A. Keluhan Utama : Klien mengeluh sesak
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien mengatakan kalau sering sesak saat beraktivitas, merasa lemah,
susah bergerak dan nyeri saat beraktivitas.
C. Riwayat Kesehatan Terdahulu
Tn. K mengatakan bahwa sekitar 1 tahun yang lalu pernah mengalami
arthritis.
D. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tn. K mengatakan tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit
sepertinya.
E. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Lingkungan klien bersih, tidak terdapat pabrik disekitar tempat tinggal
klien, tidak terdapat paparan asbes, silica, maupun zat berbahaya lainnya.
PEMERIKSAAN FISIK
1.1 Keadaan Umum dan Vital Sign
Keadaan umum
Kehilangan BB : 5 Kg
Kelemahan : Sangat lemah
Perubahan mood : murung
Vital sign
TD : 120/80 mmHg
N : 70 x /menit
RR : 25 x / menit
Suhu : 36,5 ºC
1.2 Pemeriksaan Per Sistem
a. Pernapasan
inspeksi : pernafasan cepat
auskultasi : sonor
b. Kardiovaskuler dan limfe
inspeksi : kesadaran baik, bentuk dada normal chest, wajah
nampak pucat, tidak ada udema pada tangan, kaki dan sendi
palpasi : tidak ada pembesaran vena jugularis, tidak ada nyeri
tekan
perkusi : -
auskultasi : irama jantung tidak teratur
c. Persyarafan
inspeksi : masih sadarkan diri
d. Perkemihan dan eliminasi uri
-
d. Sistem pencernaan
-
f. Sistem muskuloskeletel
inspeksi : kekuatan otot berkurang, pola aktivitas terganggu
palpasi : vertebra teraba tulang belakang melengkung, dada kanan
posterior menonjol disertai scapula kanan tampak lebih
tinggi dan menonjol
g. Sistem endokrin dan eksokrin
-
h. Sistem reproduksi
-
h. Persepsi sensori
Mata
Inspeksi : bentuk simetris kiri dan kanan, konjungtiva nampak
pucat, kelopak mata tidak udema
Palpasi : tidak ada nyeri dan tidak ada pembengkakan mata
Penciuman-(hidung)
Palpasi : tidak ada pembengkakan dan tidak ada nyeri saat
palpasi fosa kanina
Perkusi : tidak ada reaksi hebat pada regio frontalis, sinus
frontalis dan fosa kanina
Pendengaran
Inspeksi : simetris kiri dan kanan, tidak ada pengeluaran secret,
fungsi pendengaran baik
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
3.2 Analisa data pasien NS.
DIAGNOSIS :(NANDA-I)
Ketidakefektifan pola nafas
DEFINITION: Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak member ventilasi adekuat
DEFINING CHARACTER
ISTICS
Perubahan kedalaman
pernapasan
Perubahan ekskursi dada
Mengambil posisi tiga titik
Bradipnea
Penurunan tekanan ekspirasi
Penurunan tekanan inspirasi
Penurunan ventilasi semenit
Penurunan kapasitas vital
Dispnea
Peningkatan diameter anterior-
posterior
Pernapasan cuping hidung
Ortopnea
Fase ekspirasi memanjang
pernapasan bibir
Takipnea
Penggunaan otot aksesorius
untuk bernapas
RELATED FACTORS:
Ansietas
Posisi tubuh
Deformitas tulang
Deformitas dinding tulang
Keletihan
Hiperventilasi
Sindrom hipoventilasi
Gangguan musculoskeletal
Kerusakan neurologis
Imaturitas neurologis
Disfungsi neuromuscular
Obesitas
Nyeri
Keletihan otot pernapasan
Cedera medulla spinalis
ASS
ESS
ME
NT
Subjective data entry
Klien mengeluh sesak bila
beraktivitas (bekerja)
Klien mengeluh nyeri di
punggungnya ketika beraktivitas
(bekerja)
Klien mengatakan lemah dan susah
bergerak
Klien merasa malu dengan
keadaannya
Objective data entry
Tanda – tanda vital :
Pernafasan : 25 x/menit Pada vertebra teraba tulang belakang
melengkung, dada kanan posterior
menonjol disertai scapula kanan tampak
lebih tinggi dan menonjol
Klien tampak meringis kesakitan
Klien tampak lemah dan lesu
Klien tampak susah bergerak
Aktifitas terbatas
Ekspresi wajah tampak murung
Klien tampak malu dengan kondisinya.
DIA
GN
OSI
S ClientDiagnosticStatement:
Ns. Diagnosis (Specify):Ketidakefektifan pola napas
Related to:Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal (penekanan paru).
3.3. Intervensi
NIC NOC
INTERVENSI AKTIVITAS OUTCOME INDICATOR
Bantuan Ventilasi
Def :
Peningkatan pola
nafas spontan
optimal yang
memaksimalkan
pertukaran oksigen
dan karbondioksida
dalam paru-paru.
Pertahankan kepatenan
jalan nafas
Berikan pasien posisi yang
dapat meredakan dispnea
Berikan pasien posisi yang
dapat meringankan upaya
bernapas (misalnya atur
head up/semifowler)
Auskutasi dada untuk
mendengarkan bunyi napas
setiap dua jam
Hitung dan catat frekuensi
pernapasan
Amati tanda-tanda distress
pernapasan
Ajari pasien teknik napas
dalam
Kolaborasi pemberian
terapi oksigen
Kolaborasi pemberian
terapi farmokologi
Respiratory status :
Ventilation Respiratory status :
Airway Patency
Def :
Respiratoy status :
Ventilation
Movement of air in
and out of the
lungs
Respiratoy status :
Airway Patency
Open, clear
tracheobronchial
passages of for air
exchange
Respiratory status
: Ventilation
1. Respiratory rate = 5
2. Dyspnea with exertion = 5
Respiratory status
: Airway Patency
1. Respiratory rate
= 5
2. Anxiety = 5
3. Fear = 5
4. Dyspnea with
mild exertion = 5
3.4. ImplementasiNo. diagnose
masalah kolaboratif
Tgl/jam Tindakan Paraf
06-04-2013/07.00
08.00
09.00
Mempertahankan kepatenan jalan
nafas
Memberikan pasien posisi yang
dapat meredakan dispnea
Memberikan pasien posisi yang
dapat meringankan upaya bernapas
(misalnya atur head
up/semifowler)
Melakukan auskutasi dada untuk
mendengarkan bunyi napas setiap
dua jam
Menghitung dan mencatat
frekuensi pernapasan
Mengamati tanda-tanda distress
pernapasan
Mengajari pasien teknik napas
dalam
Melakukan kolaborasi pemberian
terapi oksigen
Melakukan kolaborasi pemberian
terapi farmokologi
3.5. EvaluasiMasalah kep/kolaboratif
Tgl/jam Catatan perkembangan Paraf
06-03-2014/08.00
09.00
10.0011.00
S :a. Pasien menunjukan
bunyi nafas normalb. Frekuensi dan irama
nafas teraturc. Pasien mengatakan
nyeri di punggungnya berkurang ketika beraktivitas
O :a. pernafasan noramal :
24x/menit
A : Ketidakefektifan pola nafas teratasiP : Ajurkan melakukan posisi head up / semifowler
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran