Upload
gita-grayesa
View
154
Download
10
Embed Size (px)
Citation preview
MAKALAH ASUHAN KEBIDANAN IV
ASUHAN KEBIDANAN PADA RADANG GENITALIA INTERNA
(MYOMETRITIS, PARAMETRITIS, ADNEXITIS, PERITONITIS)
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4
1. ENDANG PASURINA 1226030075
2. DEKI ERLIANTI 1226030076
3. GITA GRAYESA 1226030077
4. ANGGIE KARTINA PRATIWI 1226030078
5. VERA ANGGRAINI 1226030079
6. RATI DIAN KESUMA 1226030080
7. MAU IZATUL HASANAH 1226030081
8. RAHYU ONALA 1226030082
TINGKAT / SEMESTER : II / IV B
DOSEN PENGAMPUH :
Dra. Hj. NETTY HERAWATI, DHSM, M.Si
STIKES TRI MANDIRI SAKTI BENGKULU
DIII KEBIDANAN
2013/2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat
pada waktunya yang berjudul “Asuhan Kebidanan pada Radang Genitalia Interna”.
Selesainya makalah ini berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini kami sebagai penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang
telah membantu dalam proses pembuatan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat dipahami dan diterapkan oleh semua pihak yang
membacanya dan dapat berguna dalam kegiatan perkuliahan.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari sempurna. Olah
karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca terhadap
makalah ini. Kami beharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
berkompeten. Amin.
Bengkulu, Juni 2014
Penulis
Kelompok 4
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah 1
1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Tujuan 2
BAB II. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian 3
2.2 Tujuan 3
2.3 Gangguan Sistem Reproduksi
2.3.1 Mastitis 3
2.3.2 Fibrio Adenoma 5
2.3.3 Kista Sarcoma Fillodes 7
2.3.4 Sarcoma 8
2.3.5 Kanker Payudara 9
2.3.6 Tumor Jinak dan Ganas pada Vulva, Vagina, Tuba, Uterus, dan Ovarium13
2.4 Prosedur Pemeriksaan 17
2.5 Deteksi Dini 20
BAB III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan 23
3.2 Saran 23
DAFTAR PUSTAKA 24
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Radang atau infeksi pada alat-alat genetal dapat timbul secara akut dengan akibat
meninggalnya penderita atau penyakit bisa sembuh sama sekali tanpa bekas atau dapat
meninggalkan bekas seperti penutupan lumen tuba. Penyakit ini bisa juga menahun
atau dari permulaan sudah menahun. Salah satu dari infeksi tersebut adalah pelviksitis,
serviksitis, adneksitis dan salpingitis
Sebagian besar wanita tidak menyadari bahwa dirinya menderita infeksi
tersebut.Biasanya sebagian besar wanita menyadari apabila infeksi telah menyebar dan
menimbulkan berbagai gejala yang mengganggu. Keterlambatan wanita memeriksakan
dirinya menyebabkan infeksi ini menyebar lebih luas dan akan sulit dalam
penanganannya.
Aktivitas seksual merupakan kebutuhan biologis setiap manusia untuk
mendapatkan keturunan.Namun, masalah seksual dalam kehidupan rumah tangga
seringkali mengalami hambatan atau gangguan karena salah satu pihak (suami atau
isteri) atau bahkan keduanya, mengalami gangguan seksual.Jika tidak segera diobati,
masalah tersebut dapat saja menyebabkan terjadinya keretakan dalam rumah
tangga.Oleh karena itu, alangkah baiknya apabila kita dapat mengenal organ
reproduksi dengan baik sehingga kita dapat melakukan deteksi dini apabila terdapat
gangguan pada organ reproduksi.
Salah satu tenaga kesehatan yang dapat memberikan asuhan secara komprehensif
yaitu bidan melalui asuhan kebidanan yang sudah dimilikinya.Beberapa peran bidan
diantaranya yaitu peran bidan sebagai pengelola dimana bidan memiliki beberapa
tugas salah satunya tugas kolaborasi. Didalam kolaborasi ini bidan harus menerapkan
manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan sesuai fungsi kolaborasi dengan
melibatkan klien dan keluarga serta memberikan asuhan kebidanan secara
komprehensif dan pertolongan pertama pada kegawatdaruratan yang memerlukan
tindakan kolaborasi dengan tim medis lain. (Soepardan,Suryani.Hal 38.2008). Oleh
karena itu pada kesempatan kali ini kami akan membahas secara lebih dalam
tentang infeksi/radang alat-alat genetalia dan penatalaksanaannya dengan konsep
asuhan kebidanan.
2
1.2 Rumusan Masalah
Apakah pengertian, tanda, gejala serta penanganan radang genitalia interna :
a. Myometritis
b. Parametritis
c. Adnexitis
d. Peritonitis
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui pengertian, tanda, gejala serta penanganan genitalia interna :
a. Myometritis
b. Parametritis
c. Adnexitis
d. Peritonitis
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Myometritis
1. Pengertian Myometritis
Miometritis / Metritis adalah radang miometrium. Metritis adalah infeksi uterus
setelah persalinan yang merupakan salah satu penyebab terbesar kematian ibu. Penyakit ini
tidak berdiri sendiri tetapi merupakan lanjutan dari endometritis, sehingga gejala dan
terapinya seperti endometritis.
2. Klasifikasi
a. Metritis akuta
Metritis Akuta biasanya terdapat pada abortus septic atau infeksi postpartum. Penyakit ini
tidak berdiri sendiri, akan tetapi merupakan bagian dari infeksi yang lebih luas. Kerokan
pada wanita dengan endometrium yang meradang (endometritis) dapat menimbulkan
metritis akut. Pada penyakit ini miometrium menunjukkan reaksi radang berupa
pembengkakan dan infiltrasi sel-sel radang. Perluasan dapat terjadi lewat jalan limfe atau
lewat trombofeblitis dan kadang-kadang dapat terjadi abses.
b. Metritis Kronik
Metritis kronik adalah diagnosis yang dahulu banyak dibuat atas dasar menometroragia
dengan uterus lebih besar dari biasa, sakit pinggang dan leukorea. Akan tetapi pembesaran
uterus pada seorang multipara umumnya disebabkan oleh pertambahan jaringan ikat akibat
kelamin. Bila pengobatan terlambat atau kurang adekuat dapat menjadi :
1) Abses pelvik
2) Peritonitis
3) Syok septic
4) Dispareunia
5) Trombosis vena yang dalam
6) Emboli pulmonal
7) Infeksi pelvik yang menahun
8) Penyumbatan tuba dan infertilitas
3. Faktor Predisposisi
a. Infeksi abortus dan partus
2
b. Penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim
c. Infeksi post curettage
4. Gejala – gejala
a. Demam
b. Keluar lochea berbau / purulent, keputihan yang berbau
c. Sakit pinggang
d. Nyeri abdomen
e. Nyeri saat berhubungan seksual
f. Nyeri di daerah pelvic
g. Nyeri di punggung kaki (betis)
h. Gangguan kesuburan
i. Gangguan buang air besar (sembelit atau kembung)
5. Komplikasi
Dapat terjadi penyebaran ke jaringan sekitarnya seperti:
a. Parametritis (infeksi sekitar rahim)
b. Salpingitis (infeksi saluran otot)
c. Ooforitis (infeksi indung telur)
d. Pembentukan pernanahan sehingga terjadi abses pada tuba atau indung telur.
6. Penatalaksanaan
Terapi miometritis :
a. Antibiotika spektrum luas
Ampisilin 2 g iv / 6 jam
Gentamisin 5 mg kgbb
Metronidasol 500 mg iv / 8 jam
b. Profilaksi antitetanus
7. Manajemen
-Antibiotik kombinasi
-Transfusi jika diperlukan
2
D. Parametritis
1. Definisi
Parametritis adalah radang dari jaringan longgar di dalam lig.latum. Radang ini
biasanya unilatelar. Parametritis adalah infeksi jaringan pelvis yang dapat terjadi beberapa
jalan:
Secara rinci penyebaran infeksi sampai ke parametrium memalui 3 cara yaitu:
1. Penyebaran melalui limfe dari luka serviks yang terinfeksi atau dari endometritis
2. Penyebaran langsung dari luka serviks yang meluas sampai ke dasar ligamentum
3. Penenyebaran sekunder dari tromboflebitis pelvika. Proses ini dapat tinggal terbatas pada
dasar ligamentum latum atau menyebar ekstraperitoneal ke semua jurusan. Jika menjalar
ke atas , dapat diraba pada dinding perut sebelah lateral di atas ligamentum inguinalis, atau
pada fossa iliaka.
Radang paling banyak berlokasi di parametrium bagian lateral akan tetapi bisa juga
ke depan dan ke belakang, radang bisa juga menjahi abses. Apabila terjadi abses, dan
proses berkembang terus, maka abses akan mencari jalan keluar yaitu di atas ligamentum
pouparty, ke daerah ginjal, melalui foramina obturatorium ke paha bagian dalam, dan
sebagianya. Parametritis dapat juga menahun dan di tempat radang terjadi fibrosis.
Kalau terjadi infeksi parametrium, maka timbulah pembengkakan yang mula-mula
lunak tetapi kemudian menjadi keras sekali. Infiltrasi ini dapat terjadi hanya pada dasar lig.
Latum tetapi dapat juga bersifat luas misalnya dapat menempati seluruh parametrium
sampai ke dinding panggul dan dinding perut depan di atas lig. Inguinale.
Kalau filtrat menjalar ke belakang dapat menimbulkan pembengkakan di belakang
cervix. Eksudat ini lambat laun direasorpsi atau menjadi abses. Abses dapat memecah di
daerah lipat paha di atas lig. Inguinale atau ke dalam cavum douglas. Parametritis biasanya
unilateral dan karena biasanya sebagai akibat luka cervix, lebih sering terdapat pada
primipara daripada multipara.
2. Etiologi
Parametritis dapat terjadi:
1) Dari endometritis dengan 3 cara :
1. Per continuitatum : endometritis → metritis → parametitis.
2. Lymphogen.
2
3. Haematogen : phlebitis → periphlebitis → parametritis
2) Dari robekan serviks
3) Perforasi uterus oleh alat-alat ( sonde, kuret, IUD)
3. Patofisiologi
Endometritis → Infeksi meluas →Lewat jalan limfe atau tromboflebitis → Infeksi
menyebar ke miometrium → Miometritis → Infeksi meluas lewat jalan
limfe/tromboflebitis → Parametritis
Terjadi reaksi :
1. Kalor
2. Dolor
3. Nyeri hebat
4. Nafsu makan berkurang
5. Asam lambung meningkat
6. Reaksi mual
7. Vasodilatasi
8. syok septic/ infertilitas/ infeksi meluas
4. Tanda dan gejala
1. Suhu tinggi dengan demam tinggi
Parametritis ringan dapat menyebabkan suhu yang meninggi dalam nifas. Bila suhu
tinggi menetap lebih dari seminggu disertai rasa nyeri di kiri atau kanan ada nyeri sebelah
atau kedua belah di perut bagian bawah, sering memancar pada kaki.
Pada perkembangan proses peradangan lebih lanjut gejala-gejala parametritis
menjadi lebih jelas. Pada pemeriksaan dalam dapat diraba tahanan padat dan nyeri di
sebelah uterus dan tahanan ini yang berhubungan erat dengan tulang panggul, dapat meluas
ke berbagai jurusan. Di tengah-tengah jaringan yang meradang itu bisa tumbuh abses.
Dalam hal ini, suhu yang mula-mula tinggi secara menetap menjadi naik turun disertai
dengan menggigil.
2. Penderita tampak sakit, nadi cepat, dan perut nyeri.
3. Nyeri unilateral tanpa gejala rangsangan peritoneum, seperti muntah
5. Diagnosis
Dalam minggu pertama biasanya gejala-gejala setempat belum menunjukkan dengan
nyata adanya perluasan infeksi ; yang lebih penting ialah gejala umum. Seorang penderita
2
dengan infeksi yang meluas diluar porte d’entrée tampaknya sakit, suhu meningkat dengan
kadang-kadang disertai menggigil, nadi cepat, keluhannya juga lebih banyak.
6. Prognosis
Yang paling dapat dipercayai untuk membuat prognosa ialah nadi ; jika nadi tetap di
bawah 100 maka prognosa baik, sebaliknya kalau nadi di atas 130, apalagi kalau tidak ikut
turun dengan turunnya suhu prognosanya kurang baik.
Demam yang continou adalah lebih buruk prognosanya dari demam yang remittens.
Demam menggigil berulang-ulang, insomnia dan icterus, merupakan tanda-tanda yang
kurang baik.Kadar Hb yang rendah dan jumlah leucocyt yang rendah atau sangat tinggi
memburukkan prognosa.
Juga kuman penyebab yang ditentukan dengan pembiakan menentukan prognosa.
Menurut derajatnya septicemia merupakan infeksi yang paling berat dengan mortalitas
tinggi, dan yang segera diikuti oleh peritonitis umum. Pada Pelvioperitonitis dan Sellulitis
pelvis bahaya kematian dapat diatasi dengan pengobatan yang sesuai. Abses memerlukan
tindakan untuk mengeluarkan nanahnya.
7. Penatalaksanaan
1) Pencegahan
Selama kehamilan
Oleh karena anemia merupakan predisposisi untuk infeksi nifas, harus diusahakan
untuk memperbaikinya. Keadaan gizi juga merupakan factor penting, karenanya diet yang
baik harusdiperhatikan. Coitus pada hamil tua sebaiknya dilarang karena dapat
mengakibatkan pecahnya ketuban dan terjadinya infeksi.
Selama persalinan
Usaha-usaha pencegahan terdiri dari membatasi sebanyak mungkin kuman-kuman
dalam jalan lahir, menjaga supaya persalinan tidak berlarut-larut, menyelesaikan persalinan
dengan trauma sedikit mungkin, dan mencegah terjadinya perdarahan banyak. Semua
petugas dalam kamar bersalin harus menutup hidung dan mulut dengan masker, alat-alat,
kain-kain yang dipakai dalam persalinan harus suci hama. Pemeriksaan dalam hanya boleh
dilakukan jika perlu, terjadinya perdarahan harus dicegah sedapat mungkin dan transfusi
darah harus diberikan menurut keperluan.
Selama nifas
2
Sesudah partus terdapat luka-luka dibeberapa tempat pada jalan lahir. Pada hari
pertama postpartum harus dijaga agar luka-luka ini tidak dimasuki kuman-kuman dari luar.
Tiap penderita dengan tanda-tanda infeksi nifas jangan dirawat bersama dengan wanita-
wanita dalam nifas sehat.
2) Pengobatan
Antibiotika memegang peranan yang sangat penting dalam pengobatan infeksi nifas.
Karena pemeriksaan-pemeriksaan ini memerlukan waktu, maka pengobatan perlu dimulai
tanpa menunggu hasilnya. Terapi pada parametritis yaitu dengan memberika antibiotika
berspektrum luas. Dalam hal ini dapat diberikan penicillin dalam dosis tinggi atau
antibiotika dengan spectrum luas, seperti ampicillin dan lain-lain.
Disamping pengobatan dengan antibiotika, tindakan-tindakan untuk mempertinggi
daya tahan badan tetap perlu dilakukan. Perawatan baik sangat penting, makanan yang
mengandung zat-zat yang diperlukan hendaknya diberikan dengan cara yang cocok dengan
keadaan penderita, dan bila perlu transfusi darah dilakukan.
Jika keadaan sudah tenang dapat diberi terapi diatermi dalam beberapa seri dan
penderita dinasehatkan agar jangan melakukan pekerjaan yang berat- berat. Dengan terapi
ini biar pun sisa- sisa peradangan masih ada, keluahan- keluhan penderita sering kali hilang
atau sangat berkurang. Pada sellulitis pelvika dan pelvioperitonitis perlu diamat-amati
dengan seksama apakah terjadi abses atau tidak. Jika terjadi abses, abses harus dibuka
dengan menjaga supaya nanah tidak masuk kedalam rongga peritoneum dan pembuluh
darah yang agak besar tidak sampai dilukai. Jika ditemukan abses, di tempat itu perlu
diadakan pembukaan tumor dan drainase karena selalu ada bahaya bahwa abses mencari
jalan ke jaringan tubuh yang lain. Kalau ada fluktasi perlu dilakukan insici. Tempat insici
ialah di atas lipat paha atau pada cavum douglas.
3. Penanganan
Beri antibiotik seperti benzyl penisilin ditambah gentamisin dan metronidazol.
Jika perlu, berikan obat pereda nyeri seperti pethidine 50-100 mg 1M setiap 6 jam.
Jika ibu tidak membaik dalam 2 atau 3 hari, ibu harus segera di bawa ke rumah sakit
daerah.
E. Adnexitis
1. Pengertian
2
Adnexitis adalah infeksi atau radang pada adnexa rahim. Adnexa adalah jaringan
yang berada di sekitar rahim, termasuk tuba fallopi dan ovarium.Istilah lain dari adnexitis
antara lain: pelvic inflammatory disease, salpingitis, parametritis, salpingo-oophoritis.
2. Gejala:
• Kram atau nyeri perut bagian bawah yang tidak berhubungan dengan haid(bukan pre
menstrual syndrome)
• Menorrhagia
• Keluar cairan kental berwarna kekuningan dari vagina
• Nyeri saat berhubungan intim
• Demam
• Nyeri punggung
• Keluhan saat buang air kecil
3. Penyebab
Radang atau infeksi ini biasanya akibat infeksi yang menjalar ke atas dari uterus,
tetapi juga bisa datang dari tempat ekstra vaginal lewat jalan darah, atau menjalar dari
jaringan-jaringan di sekitarnya. Diantara sebab yang paling banyak adalah infeksi
gonorrhea(kencing nanah) dan Chlamidia, serta infeksi setelah aborsi dan masa nifas.
Selain itu juga sebagai akibat dari beberapa tindakan, seperti kerokan, laparotomi,
pemasangan IUD dan perluasan radang dari alat yang letaknya tidak jauh seperti
appendiks.
Peradangan biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri, dimana bakteri masuk
melalui vagina dan bergerak ke rahim lalu ke tuba falopii.
90-95% kasus PID disebabkan oleh bakteri yang juga menyebabkan terjadinya
penyakit menular seksual (misalnya klamidia, gonore, mikoplasma, stafilokokus,
streptokokus).
Infeksi ini jarang terjadi sebelum siklus menstruasi pertama, setelah menopause
maupun selama kehamilan.
Penularan yang utama terjadi melalui hubungan seksual, tetapi bakteri juga bisa
masuk ke dalam tubuh setelah prosedur kebidanan/kandungan (misalnya pemasangan IUD,
persalinan, keguguran, aborsi dan biopsi endometrium).
Penyebab lainnya yang lebih jarang terjadi adalah:
• Aktinomikosis (infeksi bakteri)
2
• Skistosomiasis (infeksi parasit)
• Tuberkulosis.
• Penyuntikan zat warna pada pemeriksaan rontgen khusus.
4. Faktor resiko terjadinya PID:
• Aktivitas seksual pada masa remaja
• Berganti-ganti pasangan seksual
• Pernah menderita PID
• Pernah menderita penyakit menular seksual
• Pemakaian alat kontrasepsi yang bukan penghalang.
5. Terapi
Penyakit ini dapat diterapi dengan pemberian antibiotika. Tergantung dari derajat
penyakitnya, biasanya diberikan suntikan antibiotik kemudian diikuti dengan pemberian
obat oral selama 10-14 hari. Beberapa kasus memerlukan operasi untuk menghilangkan
organ sumber infeksi, ini dilakukan jika terapi secara konvensional (pemberian antibiotik)
tidak berhasil. Jika terinfeksi penyakit ini melalui hubungan seksual, maka pasangannya
juga harus mendapat terapi pengobatan, sehingga tidak terinfeksi terus menerus.
Pembedahan perlu dilakuan jika :
• Jika terjadi ruptur atau abses ovarium
• Jika terjadi gejala-gejala ileus karena perlekatan
• Jika terjadi kesukaran untuk membedakan antara apendiksitis akuta dan adneksitis
akuta
F. PERITONITIS
1. Definisi
Peritonitis adalah peradangan dinding kavum abdomen atau peritoneum.
2. Etiologi
Secara umum peritonitis biasanya disebabkan oleh :
1. Penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi.
Yang sering menyebabkan peritonitis adalah perforasi lambung, usus, kandung
empedu, appendiks, buli-buli dan pankreas. Sebenarnya peritoneum sangat kebal terhadap
2
infeksi, jika pemaparan tidak berlangsung terus-menerus, tidak akan terjadi peritonitis dan
peritoneum cenderung mengalami penyembuhan jika diobati.
2. Luka tusuk karena bakteri dari pisau atau benda tajam yang masuk ke rongga abdomen.
3. Kelainan hati atau gagal jantung, dimana cairan bisa terkumpul di perut (asites) dan
mengalami infeksi.
4. Penyebabnya biasanya adalah infeksi pada pipa saluran yang ditempatkan di dalam perut
5. Iritasi tanpa infeksi
Misalnya peradangan pankreas (pankreatitis akut) atau bubuk bedak pada sarung tangan
dokter bedah juga dapat menyebabkan peritonitis tanpa infeksi.
6. Infeksi dari rahim dan saluran telur yang mungkin disebabkan oleh beberapa jenis
kuman (termasuk yang menyebabkan gonorrhoe dan infeksi chlamidia).
3. Patofisiologi
Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami
kebocoran. Respon umum terhadap kehilangan cairan intravaskular ini digariskan dalam
gambar l. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat
menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator seperti interleukin, dapat
memulai kaskade respons hiperinflamatoris, sehingga membawa perkembangan
selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba mengkompensasi dengan
cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk.
Takikardia awalnya meningkatkan curah jantung, tetapi ini segera gagal begitu terjadi
hipovolemia. Terjebaknya cairan di dalam cavum peritonealis dan lumen, lebih lanjut
meningkatkan tekanan intra abdomen, membuat usaha pernafasan penuh menjadi sulit dan
menimbulkan penurunan perfusi splanik.
Gejala sisa metabolik mencakup katabolisme otot untuk menyediakan asam amino
skeleton untuk sintesis energi dan protein fase akut. Cadangan glikogen hati dengan cepat
berkurang secara dini dalam perjalanan peritonitis, dan terjadi resistensi insulin relatif.
Bahkan dengan pemberian protein dan kalori dari luar (eksogen), lingkungan hormonal
dapat mencegah penggunaan penuhnya untuk mendukung hospes.
4. KLASIFIKASI
A. Peritonitis Primer
Peritonitis yang disebabkan oleh penyebaran infeksi dari darah dan limfe ke peritoneum.
Pembagian peritonitis berdasarkan kuman penyebab:
2
1. Peritonitis Streptococcus
Penyebabnya adalah Streptococcus ß haemolitikus, penderita terbanyak berusia ± 4
tahun akibat infeksi saluran pernafasan, seperti tonsilitis atau faringitis.
2. Peritonitis pneumococcus
Penyebabnya adalah pneumococcus, penderita terbanyak adalah anak perempuan
berusia 3-10 tahun, akibat vaginitis dan salphingitis. Selain itu dapat disebabkan oleh
pneumonia dan infeksi telinga tengah.
3. Peritonitis gonococcus
Sering terjadi pada wanita dewasa karena salphingitis.
4. Peritonitis tuberculosis
Penyebabnya adalah Mycobacterium tuberculosa dan dapat terjadi pada semua
golongan umur.
B. Peritonitis Sekunder
Peritonitis yang disebabkan oleh masuknya bakteri atau enzim ke peritoneum,
biasanya :
Infeksi peritoneum akut bisa disebabkan oleh perforasi gastrointestinal atau nekrosis
pankreas.
Sering disebabkan oleh organisme aerob dan anaerob. Organisme yang paling sering
adalah E. coli dan Bacteroides fragilis.
Pemasangan benda asing ke dalam rongga peritoneum pada :
1) Kateter Ventrikulo - Peritoneal yang dipasang pada pengobatan hidrosefalus
2) Kateter Peritoneo - Jugular untuk mengurangi asites
3) Continous Ambulatory Peritoneal Dialisis.
5. Tanda Dan Gejala Klinik
Gambaran klinis bervariasi sesuai dengan jenis dan luasnya agen penyebab, kondisi
umum penderita dan respon tubuh penderita terhadap inflamasi dan infeksi.
1. Nyeri abdomen, nyeri abdominal akut merupakan gejala khas, nyeri ini terjadi tiba-
tiba, hebat, dapat terlokalisir ataupun difus
2. Muntah, pada awalnya merupakan refleks visceral. Muntah kemudian menetap
sebagai tanda peritonitis dan ileus.
3. Peningkatan denyut nadi, temperatur, dan frekuensi pernafasan.
4. Iritasi diafragma sehingga pernafasan menjadi cepat dan dangkal.
2
5. Nyeri tekan abdomen dan spasme otot. Nyeri lepas mungkin ditandai dengan tidak
adanya nyeri tekan.
6. Bising. usus menghilang dan ini merupakan tanda yang paling penting dari
peritonitis.
7. Distensi abdomen dalam berbagai tingkatan.
Tes Laboratorium
1. Leukositosis, hematokrit yang meningkat (hemokonsentrasi) dan metabolik asdosis,
pada peritonistis yang tidak di terapi, dapat terjadi kegagalan-kegagalan ; pernapasan,
hepatik dan renal
2. Gambaran radiologik menunjukkan adanya distensi abdomen yang difus dari ileus
paralitik. Lingkaran batas cairan dan gas tersebar pada Gambaran usus halus dan usus
besar, berdilatasi, udara bebas dapat terlihat pada kasus – kasus perforasi.
6. Diagnosa
Diagnosa peritonitis akut, baik yang disebabkan oleh bakterial maupun kimiawi,
Secara umum ditegakkan berdasarkan :
THERAPI
Terapi pada peritonitis primer adalah dengan pemberian antibiotika bila diagnosa telah
ditegakkan. Sedangkan untuk peritonitis sekunder, terapi bergantung pada penyakit
dasarnya memerlukan tindakan bedah.
Langkah - langkah penatalaksanaan peritonitis :
1. Mengistirahatkan traktus gastrointestinal dengan puasa dan pemasangan selang
nasogastrik yang bertujuan untuk pengontrolan dekompresi terhadap distensi usus akibat
ileus paralitik.
2. Atasi syok dan koreksi cairan dan elektrolit.
Resusitasi hebat dengan larutan salin isotonik adalah penting. Pengembalian volume
intravaskular memperbaiki perfusi jaringan dan pengantaran oksigen, nutrisi, dan
mekanisme pertahanan. Defisit kalium bertanggung jawab terhadap inhibisi ileus setelah
peritonitis sembuh. Pengeluaran urin dan tekanan pengisian jantung harus dipantau.
3. Antibiotika berspektrum luas diberikan secara empirik dan kemudian diubah jenisnya
setelah hasil pembiakan laboratorik keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada organisme
mana yang dicurigai menjadi penyebab. Antibiotika ini merupakan tambahan bagi drainase
2
bedah, walaupun drainase sendiri tidak mutlak harus dilakukan. Harus tersedia dosis yang
cukup pada saat pembedahan karena bakteremia akan berkembang selama operasi.
4. Oksigen dan dukungan ventilasi. Sepsis yang sedang berlangsung membawa ke
hipoksemia yang disebabkan oleh pintas dan splinting dinding dada. Penghantaran oksigen
yang cukup adalah penting.
5. Obat - obat yang menstimulasi aktivitas usus tidak boleh diberikan.
6. Penyakit yang berhubungan dan akibat umum peritonitis harus diobati
7. Pembedahan
a. Koreksi penyakit dasar.
Hal ini menjadi peraturan penatalaksanaan peritonitis yang fundamental. Penyingkiran atau
penutupan sumber kontaminasi peritoneal harus dilakukan segera. Segala usaha harus
dilakukan untuk membuang semaksimal mungkin benda asing dan material - material
infeksius.
c. Cairan peritoneal diaspirasi dan dibilas dengan larutan salin. Pembilasan dengan
antibiotika dan antiseptika masih diperdebatkan sampai sekarang.
d. Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan karena pipa itu dengan
segera ( dalam waktu hanya beberapa jam) menjadi terisolasi atau terpisah dari ruangan
yang dimaksudkan semula, mempengaruhi pertahanan peritoneum dan dapat mengganggu
organ dalam. Indikasi drainase adalah :
• Pengumpulan pus yang terlokalisir.
•Suatu daerah dari jaringan mati yang tidak dapat
dibuang.
• Penutupan organ berongga yang tidak aman.
• Kebocoran cairan tubuh seperti empedu, cairan pankreas, urin, cairan usus, darah yang
tidak dapat dihentikan dengan operasi.
Kontaminasi retroperitoneal dengan faeces, pus, dan darah.
8. Perawatan pasca bedah harus sangat seksama pada penderita yang keadaannya gawat.
Antibiotika harus diberikan dan bila perlu diganti. Ahli bedah harus waspada terhadap
pembentukan abses. Posisi setengah duduk (semi - Fowler) dapat mengumpulkan pus yang
terbentuk pada rongga pelvik, tetapi kegunaan posisi ini tidak sebesar yang dibayangkan.
KOMPLIKASI
a. Hipovolemia pada penderita peritonitis kimiawi.
b.Sepsis pada penderita peritonitis bakterial.
2
c.Kegagalan organ - organ tubuh (pulmoner, kardial, hepatik, renal), mendahului kematian
beberapa hari sebelumnya.
d.Abses abdominal dan perlengketan yang dapat menyebabkan obstruksi abdominal di
kemudian hari.
PROGNOSA
Prognosa peritonitis tergantung kepada usia penderita, penyakit yang berhubungan,
penyebab peritonitis, serta daya guna dan kesigapan tindakan bedah itu sendiri.
BAB IIIPENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit radang panggul adalah keadaan terjadinya infeksi pada genetalia interna,
yang disebabkan berbagai mikroorganisme dapat menyerangendometrium, tuba, ovarium
parametrium, dan peritoneum panggul, baik secara perkontinuinatum dan organ sekitarnya,
secara homogen, ataupun akibat penularan secara hubungan seksual.
Peradangan biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri, dimanabakteri masuk melalui
vagina dan bergerak ke dalam rahim lalu ke tuba fallopi 90 – 95 % kasus PID disebabkan
oleh bakteri yangjuga menyebabkan terjadinya penyakit menularseksual (misalnya
clamidia, gonare, mikroplasma, stafilokokous,streptokus).
Gejala biasanya muncul segera setalah siklus menstruasi. Penderita merasakan
nyeri pada perut bagian bawah yang semakin memburuk dan disertai oleh mual atau
muntah. Biasanya infeksi akan menyumbat tuba fallopi. Tuba yang tersumbat bias
membengkak dan terisi cairan. Sebagai akibatnya bisa terjadi nyeri menahun, perdarahan
menstruasi yang tidak teratur dan kemandulan, infeksi bisa menyebar ke struktur di
sekitarnya,menyebabkan terbentuknya jaringan perut dan perlengketan fibrosa yang
abnormal diantara organ – organ perut serta menyebabkan nyeri menahun.
B. Saran
Kepada para pembaca agar dapat menindaklanjuti jika terdapat tanda-tanda dari radang
genetalia interna
Jika terdapat gejala- gejala dari radang genetalia interna,bisa segera mengunjungi klinik
bidan atau ke rumah sakit terdekat.
2
DAFTAR PUSTAKA
Mochtar, Prof. Dr. Rustam, Sinopsis Obstetri, ECG, Jakarta, 1989.
.Sarwono P. Ilmu Kamdungan , Jakarta, 2005
Keluarga Berencana Untuk Bidan. EGC. Jakarta.
Rabe, Thomas, 2002. Buku Saku Ilmu Kandungan, Hipokrates, Jakarta.
Scoot, J. 2002. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. Jakarta, Widya Medika.
2