19
PERBEDAAN INDIVIDU DAN IMPLIKASI DALAM PEMBELAJARAN A. Latar Belakang Dari bahasa bemacam-macam aspek perkembangan individu, dikenal ada dua fakta yang menonjol, yaitu (i) semua manusia mempunyai unsur-unsur kesamaan di dalam pola perkembangannya dan (ii) di dalam pola yang bersifat umum dari apa yang membentuk warisan manusia secara biologis dan sosial, tiap- tiap individu mempunyai kecenderungan berbeda. Perbedaan- perbedaan tersebut secara keseluruhan lebih banyak bersifat kuantitatif dan bukan kualitatif. Sejauh mana individu berbeda akan mewujudkan kualitas perbedaan mereka atau kombinasi- kombinasi dari berbagai unsur perbedaan tersebut. Setiap orang, apakah ia seorang anak atau seorang dewasa, dan apakah ia berada di dalam suatu kelompok atau seorang diri, ia disebut individu. Individu menunjukkan kedudukan seseorang sebagai orang perorangan atau perseorangan.Sifat individual adalah sifat yang berkaitan dengan orang perseorangan, berkaitan dengan perbedaan individual perseorangan. Ciri dan sifat orang yang satu berbeda dengan yang lain. Perbedaan ini disebut perbedaan individu atau perbedaan individual. Maka “perbedaan” dalam “perbedaan individual” menurut Landgren (1980: 578) menyangkut variasi yang terjadi, baik variasi pada aspek fisik maupun psikologis.Seorang ibu yang memiliki seorang bayi, bertutur bahwa bayinya banyak menangis, banyak bergerak, dan kuat minum. Ibu lain yang juga memiliki seorang bayi, menceritakan bahwa bayinya pendiam, banyak tidur, tetapi kuat minum. Cerita

makalah bdp.doc

Embed Size (px)

DESCRIPTION

PERBEDAAN INDIVIDU DAN IMPLIKASI DALAM PEMBELAJARAN (Belajar dan Pembelajaran)By : Ibnu Daramawanto (06111010008)FKIP KImia Universitas Sriwijaya

Citation preview

Page 1: makalah bdp.doc

PERBEDAAN INDIVIDU DAN IMPLIKASI DALAM PEMBELAJARAN

A. Latar Belakang

Dari bahasa bemacam-macam aspek perkembangan individu, dikenal ada dua fakta

yang menonjol, yaitu (i) semua manusia mempunyai unsur-unsur kesamaan di dalam pola

perkembangannya dan (ii) di dalam pola yang bersifat umum dari apa yang membentuk

warisan manusia secara biologis dan sosial, tiap-tiap individu mempunyai kecenderungan

berbeda. Perbedaan-perbedaan tersebut secara keseluruhan lebih banyak bersifat kuantitatif

dan bukan kualitatif. Sejauh mana individu berbeda akan mewujudkan kualitas perbedaan

mereka atau kombinasi-kombinasi dari berbagai unsur perbedaan tersebut.

Setiap orang, apakah ia seorang anak atau seorang dewasa, dan apakah ia berada di

dalam suatu kelompok atau seorang diri, ia disebut individu. Individu menunjukkan

kedudukan seseorang sebagai orang perorangan atau perseorangan.Sifat individual adalah

sifat yang berkaitan dengan orang perseorangan, berkaitan dengan perbedaan individual

perseorangan. Ciri dan sifat orang yang satu berbeda dengan yang lain. Perbedaan ini disebut

perbedaan individu atau perbedaan individual. Maka “perbedaan” dalam “perbedaan

individual” menurut Landgren (1980: 578) menyangkut variasi yang terjadi, baik variasi pada

aspek fisik maupun psikologis.Seorang ibu yang memiliki seorang bayi, bertutur bahwa

bayinya banyak menangis, banyak bergerak, dan kuat minum. Ibu lain yang juga memiliki

seorang bayi, menceritakan bahwa bayinya pendiam, banyak tidur, tetapi kuat minum. Cerita

kedua ibu itu telah menunjukkan bahwa kedua bayi itu memiliki ciri dan sifat yang berbeda

satu sama lainnya.

Seorang guru setiap tahun ajaran baru selalu menghadapi siswa-siswa yang berbeda

satu sama lain. Siswa-siswa yang berada di dalam sebuah kelas, tidak terdapat seorang pun

yang sama. Mungkin sekali dua orang dilihatnya hampir sama atau mirip, akan tetapi pada

kenyataannya jika diamati benar-benar antara keduanya tentu terdapat perbedaan. Perbedaan

yang segera dapat dikenal oleh seorang guru tentang siswanya adalah perbedaan fisiknya,

seperti tinggi badan, bentuk badan, wurna kulit, bentuk muka, dan semacamnya .Dari

fisiknya seorang guru cepat mengenal siswa di kelasnya satu per satu. Ciri lain yang segera

dapat dikenal adalah tingkah laku masing-masing siswa, begitu pula suara mereka. Ada siswa

yang lincah, banyak gerak, pendiam, dam sebagainya. Ada siswa yag nada suaranya kecil dan

ada yang besar atau rendah, ada yang berbicara cepat dan ada pula yang pelan-pelan. Apabila

Page 2: makalah bdp.doc

ditelusuri secara cermat siswa yang satu dengan yang lain memiliki sifat psikis yang berbeda-

beda.

Upaya pertama yang dilakukan untuk mengetahui perbedaan individu, sebelum

dilakukan pengukuran kapasitas mental yang mempengaruhi penilaian sekolah, adalah

menghitung umur kronologi. Seorang anak memasuki sekolah dasar pada umur 6 tahun dan ia

diperkirakan dapat mengalami kemajuan secara teratur dalam tugas tugas sekolahnya dilihat

dalam kaitannya dengan faktor umur. Selanjutnya ada anggapan bahwa semua anak

diharapkan mampu menangkap/ mengerti bahan-bahan pelajaran yang mempunyai kesamaan

materi dan penyajiannya bagi semua siswa pada kelas yang sama. Ketidakmampuan yang

jelas tampak pada siswa untuk menguasai bahan pelajaran umumnya dijelaskan dengan

pengertian faktor-faktor seperti kemalasan atau sikap keras kepala. Penjelasan itu tidak

mendasarkar, kenyataan bahwa para siswa memang berbeda dalam hal kemampuan mereka

untuk menguasai satu atau lebih bahan pelajaran dan mungkin berada dalam satu tingkat

perkembangan.

Telah disadari bahwa perbedaan-perbedaaan antara satu dengan lainnya dan juga

kesamaan-kesamaan di antara mereka merupakan ciri-ciri dari semua pelajaran pada suatu

tingkatan belajar. Sebab-sebab dan pengaruh perbedaan individu ini dan sejauh mana tingkat

tujuan pendidikan, isi dan teknik-teknik pendidikan ditetapkan, hendaknya disesuaikan

dengan perbedaan-perbedaan tersebut, tampaknya hal ini telah mendapat banyak perhatian

dari para ahli ilmu jiwa dan petugas sekolah.

B. Tujuan

     Untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Belajar dan Pembelajaran

C. Batasan Materi

1. Intelegensia

2. Sosial Ekonomi

3. Budaya

4. Implikasi Prinsip Perbedaan Individual

5. Aplikasi konsep perbedaan individu dalam pelajaran kimia

Page 3: makalah bdp.doc

D. Pembahasan

  I. Intelegensia

Pengertian Inteligensi

Inteligensi adalah suatu istilah yang popular. Hampir semua orang sudah mengenal

istilah tersebut, bahkan mengemukakannya. Seringkali kita dengar seorang mengatakan si A

tergolong pandai atau cerdas ( inteligen ) dan si B tergolong kurang cerdas ( tidak inteligen ).

Istilah inteligen sudah lama ada dan berkembang dalam masyarakat sejak zaman Cicero yaitu

kira-kira dua ribu tahun yang lalu dan merupakan salah satu aspek alamiyah dari

seseorang.Inteligensi bukan merupakan kata asli yang berasal dari bahasa Indonesia. Kata

inteligensi adalah kata yang berasal dari bahasa latin yaitu “ inteligensia “. Sedangkan kata “

inteligensia “ itu sendiri berasal dari kata inter dan lego, inter yang berarti diantara,

sedangkan lego berarti memilih. Sehingga inteligensi pada mulanya mempunyai pengertian

kemampuan untuk memilih suatu penalaran terhadap fakta atau kebenaran. Untuk

memperjelas pengertian inteligensi, maka penulis memaparkan beberapa definisi

inteligensi yang dikemukakan oleh beberapa ahli psikologi maupun pendidik diantaranya :

Menurut para ilmuwan, dewasa ini manusia  menggunakan 10 persen dari kemampuan

otaknya. Dari 10 persen itu sebagian besar hanya mengoptimalkan belahan otak kiri (Stanford

Research Institute).Pada dasarnya setiap orang dapat menjadi jenius. Idealnya memang harus

dipersiapkan sejak kecil dengan mengaktifkan fungsi otak untuk mengembangkan

kecerdasan-kecerdasan yang menunjang proses pembelajaran. Usia remaja juga dapat

memberdayakan otak secara optimal, untuk itu kita harus mengetahui terlebih dahulu cara

kerja otak tersebut. (Sidiarto L. 2008)

Beberapa penelitian yang telah dilakukan  mengenai kecerdasan otak, diketahui bahwa

kecerdasan otak yang bersumber di sistem limbik justru memberikan kontribusi jauh lebih

besar dibandingkan dengan kecerdasan yang bersumber dari neokorteks. Terdapat dua

kecerdasan yang bersumber selain dari neo kortex yaitu  pada   emosional di sistem limbik

dan  spiritual di God spot (temporal).  Kontribusi kecerdasan emosional  dan  spiritual

terhadap keberhasilan karir atau hidup seseorang diperkirakan  sekitar 80 %, sedangkan

Page 4: makalah bdp.doc

sisanya merupakan kontribusi dari kecerdasan rasional.  Dari 80 % kontribusi tersebut

ternyata spiritual  mendominasi sekitar 60 % dan sisanya merupakan kontribusi emosional .

Potensi kecerdasan sebagai inti Inteligensi merupakan pusat kreativitas dan inovasi

yang dihasilkan oleh suatu fungsi organ otak pada manusia (Cattel,1971 dalam Pasiak 2008).

atau manusia dapat beraktifitas bermanfaat yang merupakan kegiatan kreatif dan inovatif

berdasar derajat inteligensi yang dimotori oleh otak yang sehat.

Dengan demikian untuk mengatasi segala tantangan dan perubahan yang terjadi. Oleh

karena itu harus  cerdas dan juga  mampu menggunakan semua kecerdasan otak yaitu

intelektual, emosional dan spiritual.

Menurut pendapat Munandar U. (1999) “bahwa inteligensi meliputi terutama

kemampuan verbal, pemikiran lancar, pengetahuan, perencanaan, perumusan masalah,

penyusunan strategi, representasi mental, keterampilan pengambilan suatu keputusan dan

keseimbangan serta integritas intelektual secara umum”

Wechler, “merumuskan inteligensi sebagai keseluruhan kemampuan individu untuk

berpikir dan bertindak secara terarah serta kemampuan mengolah dan menguasai lingkungan

secara efektif”.

Dari pendapat ini bahwa hal-hal yang mempengaruhi perkembangan intelek itu antara lain :

1. Bertambahnya informasi yang disimpan (di dalam otak) seseorang sehingga ia mampu

berpikir reflektif.

2. Banyaknya pengalaman dan latihan-latihan untuk memecahkan suatu masalah,

sehingga seseorang dapat berpikir proporsional.

3. Adanya kebebasan berpikir menimbulkan keberanian seseorang dalam menyusun

hipotesis-hipotesis yang radikal, kebebasan menjajaki masalah secara keseluruhan dan

menunjang keberanian anak dalam memecahkan suatu masalah dan menarik

kesimpulan yang baru dan benar.

Menurut dasar-dasar teori Piaget, “ perkembangan inteligensi yaitu :

1. Fungsi inteligensi termasuk proses adaptasi yang bersifat biologis.

Page 5: makalah bdp.doc

2. Bertambahnya usia menyebabkan berkembangnya struktur inteligensi baru, sehingga

pengaruh pula terhadap terjadinya perubahan kualitatif”

Beberapa faktor yang mempengaruhi intelegensi, sehingga terdapat perbedaan

intelegensi  seseorang dengan yang lain ialah:

1. Pembawaan, Pembawaan ditentukan oleh sifat-sifat dan cirri yang dibawah sejak

lahir. Batas kesangupan kita yakni dapat tidaknya memecahkan suatu soal, pertama

ditentukan oleh pembawaan kita.Orang itu ada yang pintar ada pula yang bodoh.

Sekalipun menerima latihan dan pelajaran yang  sama, perbedaan-perbedaan itu masih

tetap ada.

2. Kematangan, tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan

perkembangan. Tiap organ(fisik maupun non fisik) dapat dikatakan telah matang jika

telah mencapai kesangupan menjalangkan fungsinya masing-masing. Anak tidak

dapat memecahkan soal-soal tertentu karena soal-soal itu masih terlampau sukar

baginya.Organ-organ tubuhnya dan fungsi-fungsi jiwanya masih belum matang untuk

mengenai soalitu dan kematangan erat hubungannya dengan umur.

3. Pembentukan, pembentukan ialah segala keadaan diluar diri seseorang yang

mempengaruhi perkembangan intelegensi. Dapat kita bedakan pembentukan sengaja

seperti yang dilakukan disekolah-sekolah) dan pembentukan tidak sengaja (pengaruh

alam sekitar)

4. Minat dan pembawaan yang khas, Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan

dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia terdapat dorongan –

dorongan(motif-motif) yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia

luar. Motif menggunakan dan menyelidiki dunia luar (manipulate and exploring

motivasi) dari manipulasi dan eksplorasi yang dilakukan terhadap dunia luar itu, lama

kelamaan timbulah minat terhadap sesuatu, apa yang mereka minat seseorang

mendorongnya untuk berbuat lebih giat dan lebih baik

5. Kebebasan, kebebasan berarti bahwa manusia itu dapat memilih metode-metode yang

tertentu dalam memecahkan masalah-masalah. Manusia mempunyai kebebasan

memilih metode juga bebas dalam memilih masalah sesuati dengan kebutuhannya.

Dengan adanya kebebasan ini berarti bahwa  minat itu tidak selamanya menjadi syarat

dalam pembentukan intelegensi. (Dalyono, 2007.)

Page 6: makalah bdp.doc

II. Sosial  Ekonomi

Mekanisme Pembentukan Perilaku Menurut Aliran Holistik (Humanisme)

Holistik atau humanisme memandang bahwa perilaku itu bertujuan, yang berarti aspek-

aspek intrinsik (niat, motif, tekad) dari dalam diri individu merupakan faktor penentu untuk

melahirkan suatu perilaku, meskipun tanpa ada stimulus yang datang dari lingkungan.

Holistik atau humanisme menjelaskan mekanisme perilaku individu dalam konteks what

(apa), how (bagaimana), dan why (mengapa). What (apa) menunjukkan kepada tujuan

(goals/incentives/purpose) apa yang hendak dicapai dengan perilaku itu. How (bagaimana)

menunjukkan kepada jenis dan bentuk cara mencapai tujuan (goals/incentives/pupose), yakni

perilakunya itu sendiri. Sedangkan why (mengapa) menunjukkan kepada motivasi yang

menggerakan terjadinya dan berlangsungnya perilaku (how), baik bersumber dari diri

individu itu sendiri (motivasi instrinsk) maupun yang bersumber dari luar individu (motivasi

ekstrinsik).

Perilaku individu diawali dari adanya kebutuhan. Setiap individu, demi

mempertahankan kelangsungan dan meningkatkan kualitas hidupnya, akan merasakan adanya

kekurangan-kekurangan atau kebutuhan-kebutuhan tertentu dalam dirinya. Dalam hal ini,

Maslow mengungkapkan jenis-jenis kebutuhan-individu secara hierarkis, yaitu:

1. kebutuhan fisiologikal, seperti : sandang, pangan dan papan

2. kebutuhan keamanan, tidak dalam arti fisik, akan tetapi juga mental, psikologikal dan

intelektual

3. kebutuhan kasih sayang atau penerimaan

4. kebutuhan prestise atau harga diri, yang pada umumnya tercermin dalam berbagai

simbol-simbol status

5. kebutuhan aktualisasi diri.

Page 7: makalah bdp.doc

Sementara itu, Stranger (Makmun, 2003) mengetengahkan empat jenis kebutuhan individu,

yaitu:

1. Kebutuhan berprestasi (need for achievement), yaitu kebutuhan untuk berkompetisi,

baik dengan dirinya atau dengan orang lain dalam mencapai prestasi yang tertinggi.

2. Kebutuhan berkuasa (need for power), yaitu kebutuhan untuk mencari dan memiliki

kekuasaan dan pengaruh terhadap orang lain.

3. Kebutuhan untuk membentuk ikatan (need for affiliation), yaitu kebutuhan untuk

mengikat diri dalam kelompok, membentuk keluarga, organisasi ataupun

persahabatan.

4. Kebutuhan takut akan kegagalan (need for fear of failure), yaitu kebutuhan untuk

menghindar diri dari kegagalan atau sesuatu yang menghambat perkembangannya.

Kebutuhan-kebutuhan tersebut selanjutnya menjadi dorongan (motivasi) yang

merupakan kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan

antusiasmenya dalam melaksanakan suatu aktivitas, baik yang bersumber dari dalam diri

individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik).

Jika kebutuhan yang serupa muncul kembali maka pola mekanisme perilaku itu akan

dilakukan pengulangan (sterotype behavior), sehingga membentuk suatu siklus.

Bentuk perilaku salah (maldjustment), diantaranya : Agresi marah, kecemasan tak

berdaya, regresi (kemunduran perilaku), fiksasi, represi (menekan perasaan), rasionalisasi

(mencari alasan), proyeksi (melemparkan kesalahan kepada lingkungan), sublimasi

(menyalurkan hasrat dorongan pada obyek yang sejenis), kompensasi (menutupi kegagalan

atau kelemahan dengan sukses di bidang lain), berfantasi (dalam angan-angannya, seakan-

akan ia dapat mencapai tujuan yang didambakannya).

Di sinilah peran guru untuk sedapat mungkin membantu para peserta didiknya agar

terhindar dari konflik yang berkepanjangan dan rasa frustasi yang dapat menimbulkan

perilaku salah-suai.Sekaligus juga dapat memberikan bimbingan untuk mengatasinya apabila

peserta didik mengalami konflik yang berkepanjangan dan frustrasi.

III. Budaya

Page 8: makalah bdp.doc

Goodenough, 1971; Spradley, 1972; dan Geertz, 1973 mendefinisikan arti kebudayaan

di mana kebudayaan merupakan suatu sistem pengetahuan, gagasan dan ide yang dimiliki

oleh suatu kelompok masyarakat yang berfungsi sebagai landasan pijak dan pedoman bagi

masyarakat itu dalam bersikap dan berperilaku dalam lingkungan alam dan sosial di tempat

mereka berada (Sairin , 2002).

Sebagai sistem pengetahuan dan gagasan, kebudayaan yang dimiliki suatu masyarakat

merupakan kekuatan yang tidak tampak (invisble power), yang mampu menggiring dan

mengarahkan manusia pendukung kebudayaan itu untuk bersikap dan berperilaku sesuai

dengan pengetahuan dan gagasan yang menjadi milik masyarakat tersebut, baik di bidang

ekonomi, sosial, politik, kesenian dan sebagainya.

Pada dasarnya pendidikan tidak akan pernah bisa dilepaskan dari ruang lingkup

kebudayaan. Kebudayaan merupakan hasil perolehan manusia selama menjalin interaksi

kehidupan baik dengan lingkungan fisik maupun non fisik.Hasil perolehan tersebut berguna

untuk meningkatkan kualitas hidup manusia.

Proses hubungan antar manusia dengan lingkungan luarnya telah mengkisahkan suatu

rangkaian pembelajaran secara alamiah. Pada akhirnya proses tersebut mampu melahirkan

sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia. Disini kebudayaan dapat disimpulkan

sebagai hasil pembelajaran manusia dengan alam. Alam telah mendidik manusia melalui

situasi tertentu yang memicu akal budi manusia untuk mengelola keadaan menjadi sesuatu

yang berguna bagi kehidupannya.

Fungsi pendidikan dalam konteks kebudayaan dapat dilihat dalam perkembangan

kepribadian manusia. Tanpa kepribadian manusia tidak ada kebudayaan, meskipun

kebudayaan bukanlah sekadar jumlah kepribadian-kepribadian.Para pakar antropologi,

menunjuk kepada peranan individu bukan hanya sebagai bidakbidak di dalam papan catur

kebudayaan. Individu adalah creator dan sekaligus manipulator kebudayaannya. Di dalam hal

ini studi kebudayaan mengemukakan pengertian “sebab-akibat sirkuler” yang berarti bahwa

antara kepribadian dan kebudayaan terdapat suatu interaksi yang saling menguntungkan. Di

dalam perkembangan kepribadian diperlukan kebudayaan dan seterusnya kebudayaan akan

dapat berkembang melalui kepribadian–kepribadian tersebut. Inilah yang disebut sebab-

akibat sirkuler antara kepribadian dan kebudayaan. Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa

pendidikan bukan semata-mata transmisi kebudayaan secara pasif tetapi perlu

Page 9: makalah bdp.doc

mengembangkan kepribadian yang kreatif.Pranata sosial yang disebut sekolah harus kondusif

untuk dapat mengembangkan kepribadian yang kreatif tersebut. Namun apa yang terjadi di

dalam lembaga pendidikan yang disebut sekolah kita ialah sekolah telah menjadi sejenis

penjara yang memasung kreativitas peserta didik.

Kebudayaan sebenarnya adalah istilah sosiologis untuk tingkah-laku yang bisa

dipelajari.Dengan demikian tingkah laku manusia bukanlah diturunkan seperti tingkah-laku

binatang tetapi yang harus dipelajari kembali berulang-ulang dari orang dewasa dalam suatu

generasi. Di sini kita lihat betapa pentingnya peranan pendidikan dalam pembentukan

kepribadian manusia.

Di sinilah peran pendidikan di dalam pembentukan perilaku manusia. Begitu pula

psikolog aliran psikoanalis menganggap perilaku manusia ditentukan oleh dorongan-

dorongan yang sadar maupun tidak sadar ini ditentukan antara lain oleh kebudayaan di mana

pribadi itu hidup. John Gillin dalam Tilaar (1999) menyatukan pandangan behaviorisme dan

psikoanalis mengenai perkembangan kepribadian manusia sebagai berikut.

1. Kebudayaan memberikan kondisi yang disadari dan yang tidak disadari untuk belajar.

2. Kebudayaan mendorong secara sadar ataupun tidak sadar akan reaksi-reaksi perilaku

tertentu. Jadi selain kebudayaan meletakkan kondisi, yang terakhir ini kebudayaan

merupakan perangsang-perangsang untuk terbentuknya perilaku-perilaku tertentu.

3. Kebudayaan mempunyai sistem “reward and punishment” terhadap perilaku-perilaku

tertentu. Setiap kebudayaan akan mendorong suatu bentuk perilaku yang sesuai

dengan system nilai dalam kebudayaan tersebut dan sebaliknya memberikan hukuman

terhadap perilaku-perilaku yang bertentangan atau mengusik ketentraman hidup suatu

masyarakat budaya tertentu.

4.  Kebudayaan cenderung mengulang bentuk-bentuk kelakuan tertentu melalui proses

belajar. Apabila analisis Gillin di atas kita cermati, tampak betapa peranan

kebudayaan dalam pembentukan kepribadian manusia, maka pengaruh antropologi

terhadap konsep pembentukan kepribadian juga akan tampak dengan jelas.

IV. Implikasi Prinsip Perbedaan Individual

Page 10: makalah bdp.doc

Implikasi adanya prinsip perbedaan individual bagi siswa diantaranya adalah

menentukan tempat duduk dikelas, menyusun jadwal belajar, atau memilih bahwa implikasi

adanya prinsip perbedaan individu bagi siswa dapat berupa perilaku fisik maupun psikis.

Guru sebagai penyelenggara kegiatan pembelajaran dituntut untuk memberikan perhatian

kepada semua keunikan yang melekat pada setiap siswa. Dengan kata lain guru tidak

mengansumsikan bahwa siswa dalam kegiatan pembelajaran yang diselenggarakannya

merupakan satu kesatuan yang memiliki karakteristik yang sama.

Implikasi atau penerapan prinsip-prinsip perbedaan individual dalam proses pembelajaran,

terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan guru sebagai berikut:

1. Para siswa harus dapat dibantu untuk memahami kekuatan dan kelemahan dirinya dan

untuk selanjutnya mendapat perlakuan dan layanan kegiatan belajar yang mereka

butuhkan.

2. Para siswa harus terus didorong memahami potensi dirinya dan untuk selanjutnya

mampu merencanakan dan melaksanakan kegiatan.

3. Peserta didik membutuhkan variasi layanan, tugas, bahan dan metode yang selaras

dengan minat, tujuan, dan latar belakang mereka. Hal ini terutama disebabkan para

pesrta didik cenderung memilih kegiatan belajar yang sesuai dengan pengalaman

masa lampau yang mereka rasakan bermakna untuk dirinya.

4. Para siswa harus dapat dibantu untuk memahami kekuatan dan kelemahan dirinya

serta pemenuhan kebutuhan belajar maupun bimbingan yang berbeda dengan siswa-

siswa yang lain.

5. Kesempatan-kesempatan yang tersedia untuk belajar dapat lebih diperkuat bilamana

para siswa tidak merasa terancam oleh proses yang ia ikuti serta lingkungannya

sehingga mereka memiliki keleluasan untuk berpartisipasi secara efektif dalam

kegiatan belajar.

6. Para siswa yang telah memahami kekuatan dirinya akan lebih cenderung memiliki

dorongan dan minat untuk belajar secara lebih sungguh-sungguh.

V. Aplikasi konsep perbedaan individu dalam pelajaran kimia

Page 11: makalah bdp.doc

Dalam proses belajar, guru membagi kelompok. Siswa yang ada di dalam kelas

tersebut di bagi ke dalam beberapa kelompok. Pada tiap kelompok terdapat siswa yang

pandai dan kurang pandai. Hal ini dilakukan guru agar siswa yang kurang pandai bisa

mengerti pelajaran tentang koloid, yaitu materi Efek Tyndall. Jika di dalam kelompok hanya

terdapat, misalkan siswa yang pandai semua, maka siswa yang kurang pandai akan

mengalami kesulitan untuk memahami materi tentang Efek Tyndall tersebut. Siswa yang

kurang pandai cenderung akan malas dalam belajar, karena di dalam kelompoknya tidak ada

yang bisa membantunya untuk mengerti materi Efek Tyndall. Jadi intinya di dalam

pembagian kelompok guru harus membagi kelompok secara random atau hetrogen bukan

kelompok yang homogen, baik intelegensi, social ekonomi maupun budayanya.

Selain cara diatas ada juga cara lain dalam mengaplikasikan konsep perbedaan

individual dalam kelas , kuhsusnya kimia materi koloid. Dalam menyampaikan materi

tentang koloid guru dapat membagikan materinya menjadi sub-sub materi yang akan

disampaikan dalam beberapa kali pertemuan, misalnya pertemuan pertama membahas tentang

pengertian koloid, pertemuan ke-2 membahas tentang macam-macam koloid dan yang

terakhir tentang Efek Tydall. Maka untuk menerapkan konsep perbedaan individu ini

hendaknya guru mengunakan metode yang bervariasi dalam menyampaikan materi, misalnya

pertemuan pertama mengunakan metode ceramah sedangkan pertemuan ke-2 dan 3 bisa

menggunakan metode diskusi kelompok dan lain-lain. Hal ini dilakukan karena

mempertimbangkan banyaknya perbedaan karakteristik siswa didalam kelas karena kelas di

Indonesia pada umumnya masih bersifat klasik, yaitu dalam kelas terdapat banyak siswa.

Page 12: makalah bdp.doc

DAFTAR PUSTAKA

Alan. 2011. Perbedaan Individu dan Implikasi Dalam Pembelajaran. (online).

(http://blog.umy.ac.id/ucihaklan/2011/11/09/perbedaan-individu-dan-implikasi-dalam-

pembelajaran/, diakses tanggal 6 Januari 2013).

Depoter, Bobbi & Mike Hernachi 1999, Quantum Learning Membiasakan Belajar Nyaman

dan Menyenangkan, Kaifa, Bandung.

Hakim, Zainal. 2010. 7 Prinsip Belajar. (online). (http://www.zainalhakim.web.id/7-prinsip-

belajar.html, diakses tanggal 7 Januari 2013).

Hartono S., 1999. Perkembangan Peserta Didik, Rineka Cipta,  Jakarta

Wirapanjunan , Rivai. 2012. Prinsip-Prinsip Belajar. (online). (http://akhmadrifai1.blogspot.com/2012/12/prinsip-prinsip-belajar.html, diakses tanggal 7 Januari 2013).