Upload
meida-prefik-nugraeni
View
277
Download
15
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS BID`AH DALAM KEHIDUPAN
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi salah-satu tugas
Aqidah Islam dengan dosen pengampu Drs. Abas Asyafah M.Pd
Disusun oleh:
Lela Nursafitri (1304652)
Meida Prefik Nugraeni (1300768)
Vera Novayanti (1301144)
Kelas B
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2013
KATA PENGANTAR
Assalamu `alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.
Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah swt. yang telah melimpahkan
rahmat dan ridha-Nya sehingga kami bisa menyusun makalah yang membahas
tentang problematika bid`ah secara menyeluruh yang sering terjadi di lingkungan
sekitar. Dimulai dari sejarah mengapa bid`ah itu muncul, macam-macam bid`ah
serta bahaya-bahayanya.
Kami berharap semoga dengan disusunnya makalah ini akan memberikan
manfaat bagi penyusun khususnya para pembaca yang ingin lebih mengetahui
tentang bid`ah.
Islam adalah agama yang sempurna dan bersifat universal. Jika ajaran Islam
diaplikasikan dalam kehidupan, pasti akan membawa kebaikan. Sebab, Islam
tidak hanya sekedar agama yang mempermasalahkan ibadah ritual saja. Islam juga
memiliki banyak aturan dalam kehidupan. Contohnya aturan bagaimana manusia
berhubungan dengan Tuhannya, manusia, dan dirinya sendiri.
Penulis menyadari pasti ada kekurangan dan kelemahan yang terdapat pada
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan yang penulis miliki. Untuk itu,
penyusun terbuka terhadap kritik dan saran sehingga bisa menambah
kesempurnaan dan memberikan kami tambahan pengetahuan.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuhu.
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Islam adalah agama yang sempurna, akan tetapi perbuatan yang dilakukan
sebagian umat muslim yang melakukan hal-hal diluar syariat Islam menjadikan
agama ini seolah-olah agama yang tidak sempurna. Banyak umat Islam yang tidak
mengetahui secara jelas tentang agamanya. Mereka hanya menjadikan Islam
sebagai identitas semata. Inilah yang menyebabkan umat muslim tidak memiliki
jadi diri. Menjadikan mereka mengikuti sesuatu perbuatan yang tidak diketahui
apa hukumnya menurut syara. Menentukan suatu perbuatan bukan atas dasar ilmu.
Akibatnya, muncullah perbuatan-perbuatan yang tidak disyariatkan dalam Islam,
menjadikan seolah-olah itu dari Islam. Akhirnya agama yang suci ini menjadi
ternodai karena perbuatan umat muslim yang tidak memahami ilmu.
Tak dapat disangkal lagi bila fenomena yang ada menunjukkan tak sedikit
dari kaum muslimin yang begitu hobi melakukan praktek bid`ah dan khurafat,
yang lebih mengenaskan bid`ah dan khurafat itu dikemas sedemikian rupa agar
tampak seolah-olah suatu ibadah yang disyariatkan. Lebih dari itu ternyata bid’ah
dan khurafat kini gemar dikampanyekan orang-orang yang mengagung-agungkan
sunnah Rasul. Ironinya model-model yang seperti inilah yang dijadikan tokoh-
tokoh penting bangsa ini, naik daun dan melambung namanya di hadapan rakyat
yang awam akan ilmu agama.
Sementara itu, apa yang ada di dalam Kitabullah berisikan perintah untuk
ittiba’ (mengikuti tuntunan Rasulullah Saw). Allah berfirman:
Artinya: “Katakanlah: ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah
aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.’
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Ali Imran:
31).
Allah juga berfirman dalam Surat Al-An`am ayat 153:
Artinya: “Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalanKu yang
lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-
jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu
dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu
agar kamu bertakwa.” (QS Al An’am: 153).
Bidah merupakan pelanggaran yang sangat besar dari sisi melampaui
batasan-batasan hukum Allah dalam membuat syariat, karena sangatlah jelas
bahwa hal ini menyalahi dalam meyakini kesempurnaan syariat Islam. Menuduh
Rasulullah SAW menghianati risalah, menuduh bahwa syariat Islam masih kurang
dan membutuhkan tambahan serta belum sempurna. Jadi secara umum dapat
diketahui bahwa semua bid’ah dalam perkara ibadah/agama adalah haram atau
dilarang sesuai kaedah ushul fiqih bahwa hukum asal ibadah adalah haram kecuali
bila ada perintah dan tidaklah tepat pula penggunaan istilah bid’ah hasanah jika
dikaitkan dengan ibadah atau agama sebagaimana pandangan orang banyak.
Namun masih relevan jika dikaitkan dengan hal-hal baru selama itu berupa urusan
keduniawian murni. Misalnya, dulu orang berpergian dengan unta sekarang
dengan mobil, maka mobil ini adalah bid’ah namun bid’ah secara bahasa bukan
definisi bid’ah secara syariat dan contoh penggunaan sendok makan, mobil,
mikrofon, pesawat terbang pada masa kini yang dulunya tidak ada inilah yang
hakikatnya bid’ah hasanah sebab ini merupakan perkara yang bersifat madaniyah
dan universal yang dalam pengambilannya tidak perlu memperhatikan aspek apa
pun.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang pemasalahan di atas, maka Penulis dalam
menyusun makalah ini dapat mengambil beberapa permasalahan, yaitu
1. Apa yang dimaksud dengan bid`ah?
2. Apa saja macam-macam bid`ah?
3. Mengapa bid`ah itu dapat terjadi?
4. Apa bahaya atas perbuatan bid`ah?
3. Tujuan
Berdasarkan uraian di atas, maka tujuan dalam penyusunan makalah ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian bid'ah.
2. Untuk mengetahui macam-macam bid'ah dalam agama Islam.
3. Untuk mengetahui penyebab-penyebab lahirnya bid'ah.
4. Untuk mengetahui apa saja bahayanya atas perbuatan bid`ah bagi umat
muslim.
5. Untuk mengetahui bagaimana cara menghindarkan diri dari bid'ah
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian bid'ah
Menurut Bahasa:
Bid'ah menurut bahasa, diambil dari bida' yaitu mengadakan sesuatu tanpa
ada contoh, Syaikh al-Fazan memberikan pengertian
سابق مثال غير على االختراع
bahwa bid’ah itu adalah mengadakan sesuatu yang belum ada sebelumnya.
Ini sebagaimana Allah SWT berfirman,
ض� ر�� و�األ� م�او�ات� �الس �د�يع ب
Artinya : “Allah SWT pencipta langit dan bumi" [Al-Baqarah : 117]
Artinya adalah Allah swt yang mengadakannya tanpa ada contoh sebelumnya.
Juga firman Allah swt,
��ي �ل إ ي وح�ى م�ا ��ال إ �ع �ب ت� أ �ن� إ �ك م� ب و�ال� �ي ب ي ف�ع�ل م�ا د�ر�ي
� أ و�م�ا س ل� الر3 م�ن� �د�ع5ا ب �ت ك ن م�ا ق ل�
�ين: م ب �ذ�ير: ن ��ال إ �ا �ن أ و�م�ا
Artinya: Katakanlah : 'Aku bukanlah rasul yang pertama di antara
rasul-rasul". [Al-Ahqaf : 9].
Maksudnya adalah, Aku bukanlah orang yang pertama kali datang dengan risalah
ini dari Allah swt kepada hamba-hambanya, bahkan telah banyak sebelumku dari
para rasul yang telah mendahuluiku. Dan dikatakan juga : "Fulan mengada-adakan
bid'ah", maksudnya : memulai satu cara yang belum ada sebelumnya.
Berikut pengertian bid`ah secara istilah, Syaikh Asyathibi memberikan pengertian
bid’ah sebagai berikut:
بدعة الشرع في عليه دليل ال الذي العمل
Yakni: amalan yang tidak ada dalilnya dalam syari’at yang diada-adakan.
Syaikh asyathibi memberikan pengertian tentang bid'ah dengan dua macam;
عليها .1 بالسلوك يقصد الشرعية تضاهي مخترعة الدين في طريقة عن عبارة
البدعة معنى في العادات يدخل ال من رأي على وهذا ، سبحانه لله التعبد في المبالغة
Bid'ah adalah penjelasan sebuah metode/cara/ritual yang diciptakan (ditemukan)
yang menyerupai syari'at, dengan maksud untuk menempuh cara berlebihan dalam
beribadah kepada Allah swt.
يقصد .2 ما عليها بالسلوك يقصد الشرعية تضاهي مخترعة الدين في طريقة
الشرعية بالطريقة
Bid'ah adalah cara baru dalam agama yang menyamai syari'at, yang dimaksudkan
untuk menapaki seperti apa yang di maksudkan dalam syari'at (maksudnya sama
dengan syari'at).
Syaikh menjelaskan secara detail tentang makna bid’ah diatas satu persatu.
Maksud dari kata الشرعية menyerupai) تضاهي syari’at) itu adalah تشابه أنها
كذلك الحقيقة في تكون أن غير من الشرعية yakni menyamakan cara الطريقة
beribadah dengan yang selainnya yang bukan merupakan hakikat sebenarnya.
Ibtida (membuat sesuatu yang baru) ada dua makna:
1. Membuat sesuatu yang baru dalam hal adat (urusan keduniaan), seperti
penemuan-penemuan modern, hal semacam ini boleh saja karena hukum asal
dalam adat itu adalah mubah.
2. Membuat sesuatu yang baru dalam agama,dan hal ini haram hukumnya.karena
hukum asal dalam agama adalah tawqif (terbatas pada apa yang diajarkan oleh
syari'at).
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Artinya : Barangsiapa yang
mengadakan hal yang baru (berbuat yang baru) di dalam urusan kami ini yang
bukan dari urusan tersebut, maka perbuatannya di tolak (tidak diterima)”. Dan di
dalam riwayat lain disebutkan: “Artinya: Barangsiapa yang berbuat suatu amalan
yang bukan didasarkan urusan kami, maka perbuatannya di tolak”.
Hukum dari bi`dah ini adalah haram. Perbuatan dimaksud ialah perbuatan
baru atau penambahan dalam hubungannya dengan peribadatan dalam arti sempit
(ibadah mahdhah), yaitu ibadah yang tertentu syarat dan rukunnya.
Menurut Istilah
Bid’ah menurut istilah (syar’i/terminologi) adalah sesuatu yang diada-
adakan menyerupai syariat tanpa ada tuntunannya dari Rasulullah yang diamalkan
seakan-akan bagian dari ibadah. Dalam hal ini Rasūlullôh Shallallahu ’alaihi wa
Salam bersabda : ”Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang tiada ada
tuntunannya dariku, maka tertolak” (HR Bukhari Muslim) dan hadits : ”Setiap
bid’ah itu sesat dan setiap kesesatan neraka tempatnya.”
Adapun menurut etimologi (bahasa), makna bid’ah adalah al-ikhtira’,
sesuatu yang diada-adakan tanpa ada contohnya sebelumnya. Seperti firman
Allah: “Allôhu Badî’us Samâwât..” (Allah-lah yang menciptakan langit,
maksudnya mengadakan langit tanpa ada contoh sebelumnya). Termasuk makna
etimologi ini adalah, ucapan Sahabat ’Umar: “sebaik-baik bid’ah adalah ini”
ketika beliau memerintahkan untuk sholat tarawih berjama’ah.
Untuk memudahkan pemahaman, berikut ini beberapa poin penting
mengenai bid’ah:
- Makna bid’ah secara bahasa diartikan mengadakan sesuatu tanpa ada
contoh sebelumnya.
- Makna bid’ah secara istilah adalah suatu cara baru dalam beragama yang
menyerupai syari’at dimana tujuan dibuatnya adalah untuk berlebih-
lebihan dalam beribadah kepada Allah.
- Tiga unsur yang selalu ada pada bid’ah adalah; (a) mengada-adakan, (b)
perkara baru tersebut disandarkan pada agama, (c) perkara baru tersebut
bukan bagian dari agama.
2. Macam-Macam Bid`ah
Macam bid’ah ada lima, semuanya adalah kesesatan sebagiannya lebih
jelek dari sebagian yang lain).
Pertama: Bid’ah I’tiqadiyyah (bid’ah keyakinan), yaitu setiap keyakinan
yang menelisihi kitab (al-Qur’an) dan sunnah. Seperti orang yang menyakini
Qutub-Qutub, Badal-Badal, Ghauts-Ghauts memiliki daya upaya dalam mengatur
alam atau mengetahui perkara yang ghaib, ini merupakan kekufuran.
Kedua: Bid’ah Lafziyyah (bid’ah ucapan), yaitu setiap Lafaz (ucapan)
yang diucapkan seseorang dalam rangka beribadah yang menyelisihi kitab (al-
Qur’an) dan sunnah. Seperti sseorang yang berdzikir dengan nama mufrad (الله)
atau dengan nama ganti (هو) lihat Majmu Fatawa karya Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah 10/226-229.
Ketiga: Bid’ah Badaniyah (bid’ah yang dilakukan oleh badan), yaitu
setiap gerakan yang dilakukan oleh seseorang dalam rangka beribadah, sedangkan
gerakan itu yang menyelisihi kitab (al-Qur’an) dan sunnah. Seperti seseorang
yang berjoget/bergoyang ketika berdzikir.
Keempat: Bid’ah Maaliyah (bid’ah yang terkait dengan harta) yaitu setiap
harta yang dikeluarkan dalam rangka beribadah kepada Allah dengan sesuatu yang
menyelisihi kitab (al-Qur’an) dan sunnah. Seperti membangun kubah ditas
kuburan dan membuat tawaabit (tabut-tabut/peti-peti) diatasnya.
Kelima: Bid’ah Tarkiyah (bid’ah dengan meninggalkan sesuatu), yaitu
setiap orang yang meninggalkan sesuatu dari perkara agama atau perkara yang
mubah (boleh) dalam rangka beribadah (dengan niat untuk beribadah –ed) seperti
meninggalkan menikah, atau meninggalkan memamakan daging dalam rangka
beribadah. (Al-Qaulul Mufiid Fi Adilatit Tauhid, Syaikh Muhammad bin Abdil
Wahhab al-Whusoby: 182)
Para ‘ulama ahli ushul fiqih telah sepakat menetapkan pembagian bid’ah
itu kedalam dua bagian yaitu:
1. Bid’ah ‘Amm (umum)
Macam-macamnya: Fi’liyyah dan Tarkiyyah, I’tiqadiyyah dan ‘Amaliyyah,
Zamaniyyah, Makaniyyah dan Haliyyah, Haqiqiyyah dan Idhafiyyah, Kulliyyah
dan Juz-iyyah, ‘Ibadiyyah dan ‘Adiyyah.
2. Bid’ah Khash (khusus):
Macam-macamnya: Bid’ah wajibah, Bid’ah Mandubah, Bid’ah Mubahah, Bid’ah
Muharramah, Bid’ah Makruhah.
3. Bid’ah Haqiqah adalah sesuatu yang baru dan sama sekali tidak ada dalil
syar’inya, baik dalam Al Qur’an, Sunnah, maupun Ijma’. Tidak ada istidlal
(petunjuk dalil) yang digali oelh para ulama mu’tabar. Bid’ah Haqiqiyyah : yaitu
suatu perbuatan yang tidak ada dalilnya sedikitpun baik dalil Al-qur’an, Sunnah
rasul, dan ijma’ maupun istidlal yang mu’tabar dari para ahli ilmu agama dengan
ringkas atau panjang, contohnya:
1. Mendekatkan diri kepada Allah swt dengan cara menjadi Rahib.
2. Menyiksa diri dengan berbagai macam siksa dgn tujuan agar lekas mati untuk
segera memperoleh kemuliaan disyurga.
3. Menyerahkan hukum agama kepada ‘aqal-fikiran manusia, dan menolak nash-
nash yang terang dari Allah dan Rasul-Nya.
4. Menyamakan urusan riba dengan jual beli dengan dalih sama-sama mencari
keuntungan.
5. Mengerjakan rukun sholat dengan dibalik-balik rukunnya, misalnya ruku’ 2 kali
dan sujud satu kali, dll.
6. Puasa (Ramadhan) dimalam hari dan berbuka disiang hari.
7. Mengadakan thawaf ditempat lain (bukan di sekeliling ka’ba) misalnya
ditempat2 yang dianggap keramat.
8. Ber-wukuf ditempat lain selain dari Arafah, sebagai ganti Arafah.
Bid’ah Idlafiyyah adalah sesuatu yang secara prinsip memiliki dasar
syar’i, tetapi dalam penjelasan dan operasionalnya tidak berdasar dalil syar’i.
Contoh Bid’ah Idhafiyyah. Bid’ah Idhafiyyah, yaitu suatu perbuatan yang terdapat
padanya dua unsur yang bercampur, yakni bila dilihat atau dihubungkan dengan
dalil atau sunnah kelihatannya bukan perbuatan bid’ah, tetapi bila dilihat dari sisi
yang lain, perbuatan itu menjadi bid’ah, contoh:
1. Sholat Ragha-ib atau sholat 12 raka’at pada malam Jum’at minggu pertama
bulan Rajab dengan cara2 tertentu, dilihat dari satu jurusan perbuatan sholat
adalah mengikut sunnah Rasul, tetapi dilihat dari jurusan lain sholat sunnah
tersebut tidak pernah diperintahkan/dicontohkan oleh Nabi saw.
2. Sholat Nishfu Sya’ban, yaitu sholat 100 raka’at pada malam 15 bulan sya’ban.
(tidak ada contoh/perintah dari Rasulullah saw).
3. Sholat sunnah sehabis Fardhu Subuh dan Fardhu Ashyar, (bahkan sholat sunnah
tsb dilarang Rasulullah).
4. Mengerjakan Adzan dan Iqamat pada sholat hari raya Idul-Fitri, dan sholat
gerhana mata hari/bulan.
5. Membaca shalawat dan salam sehabis adzan dengan nyaring, dan
menjadikannya sebagai lafaz adzan.
6. Membaca adzan dan iqamat dengan suara keras pada saat menguburkan mayat.
7. Membaca istighfar sehabis sholat berjamaah dengan suara nyaring dan
dibacakan bersama-sama.
Bid’ah Tarkiyyah adalah sikap meninggalkan perbuatan halal dengan
menganggap bahwa sikapnya itu tadayyun (kesalihan beragama). Sikap ini
bertentangan dengan konsep syari’ah secara umum. Seperti yang pernah diajukan
oleh tiga orang yang bertanya tentang ibadah Nabi, lalu masing-masing dari tiga
ini berjanji untuk meninggalkan sesuatu yang halal dengan tujuan agar lebih shalil
dalam beragama. Sehingga keluar pernyataan Nabi: …barang siapa yang tidak
suka dengan sunnahku, maka ia bukanlah dari ummatku”. Muttafaq alaih
Bid’ah Iltizam adalah pembatasan diri pada syari’ah yang mutlak, dengan
waktu atau tempat tertentu. Syari’ah yang mutlak itu bisa berupa ucapan,
perbuatan. Seperti bershalawat Nabi, dsb. Secara prinsip bershalawat diajarkan
agama dan diperintahkan untuk banyak melakukannya, kecuali yang dibaca pada
shalat. Bid’ah dalam hal ini muncul ketika ada pembatasan waktu atau tempat
tertentu, tidak bisa dilakukan di luar waktu atau tempat yang telah ditentukan itu.
Bid’ah I’tiqadiyah adalah bid’ah dalam pandangan keyakinan,seperti
meyakini pandangan agamanya yang dianggap benar,padahal sesungguhnya tidak
benar.
C. Penyebab Terjadinya Bid`ah
Syaikh fauzan mengatakan bahwa sebab-sebab terjadi nya bid’ah kurang lebih ada
lima macam, yakni:
1) Bodoh Terhadap Hukum-Hukum Ad-Dien ( الدين بأحكام (الجهل
Semakin panjang zaman dan manusia berjalan menjauhi atsar-atsar risalah Islam,
semakin sedikitlah ilmu dan tersebarlah kebodohan, sebagaimana hal itu
dikabarkan oleh Rasulullah saw dalam sabdanya :
ا كثير5 اختالف5ا فسيرى بعدي منكم يعش من
Artinya: Barangsiapa dari kamu sekalian yang masih hidup setelahku, pasti akan
melihat banyak perselisihan”. [Hadits Riwayat Abdu Daud, At-Tirmidzi, beliau
berkata hadits ini hasan shahih].
العلماء بقبض العلم يقبض ولكن ، العباد من ينتزعه انتزاع5ا العلم يقبض ال الله إن
فضلوا علم بغير فأفتوا فسئلوا ، جهاال5 ا رءوس5 الناس اتخذ عالم5ا يبق لم إذا حتى
وأضلوا
Artinya : “Sesungguhnya Allah swt tidak mengambil (mencabut) ilmu dengan
mencabutnya dari semua hamba-Nya akan tetapi mengambilnya dengan
mewafatkan para ulama, sehingga jika tidak ada (tersisa) seorang ulamapun, maka
manusia mengangkat pemimpin-pemimpin yang bodoh, mereka ditanya
(permasalahan) lalu berfatwa tanpa dibarengi ilmu, akhirnya mereka sesat dan
menyesatkan”.
Tidak akan ada yang bisa meluruskan bid’ah kecuali ilmu dan para ulama ;
maka apabila ilmu dan para ulama telah hilang terbukalah pintu untuk muncul dan
tersebarnya bagi para penganut dan yang melestarikannya.
2. Mengikuti Hawa Nafsu ( الهوى (اتباع
Barangsiapa yang berpaling dari Al-Kitab dan As-Sunnah pasti dia mengikuti
hawa nafsunya, sebagaimana firman Allah swt:
ه د5ى �ر� �غ�ي ب ه�و�اه �ع� �ب ات م�م�ن� �ض�ل3 أ و�م�ن� �ه�و�اء�ه م� أ �ع ون� �ب �ت ي �م�ا ن� أ �م� ف�اع�ل �ك� ل يب وا �ج� ت �س� ي �م� ل �ن� ف�إ
�ه� الل م�ن�
Artinya : “Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu), ketahuilah bahwa
sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). Dan
siapakah yang lebih sesat dari pada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan
tidak mendapat petunjuk dari Allah SWT sedikitpun”. [Al-Qashshash : 50].
Dan Allah swt berfirman:
ع�ل�ى و�ج�ع�ل� �ه� �ب و�ق�ل م�ع�ه� س� ع�ل�ى �م� ت و�خ� _ �م ل ع� ع�ل�ى �ه الل �ه ض�ل� و�أ ه�و�اه �ه�ه �ل إ ذ� �خ� ات م�ن� �ت� �ي أ �ف�ر� أ
�ه� الل �ع�د� ب م�ن� �ه�د�يه� ي ف�م�ن� او�ة5 غ�ش� �ص�ر�ه� ب
Artinya: “Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya
sebagai ilahnya dan Allah SWT membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan
Allah SWT telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan
atas penglihatannya. Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesuadh
Allah SWT (membiarkannya sesat)”. [Al-Jatsiyah : 23].
Dan bid’ah itu hanyalah merupakan bentuk nyata hawa nafsu yang diikuti.
3. Ashabiyah Terhadap Pendapat Orang-Orang Tertentu ( لآلراء التعصب
(والرجال
Ashabiyah terhadap pendapat orang-orang tertentu dapat memisahkan antara dari
mengikuti dalil dan mengatakan yang haq. Allah SWT Ta’ala berfirman.
�ا �اء�ن آب �ه� �ي ع�ل �ا �ن �ف�ي �ل أ م�ا �ع �ب �ت ن �ل� ب ق�ال وا �ه الل ل� �ز� �ن أ م�ا �ع وا �ب ات �ه م ل ق�يل� �ذ�ا و�إ
Artinya: Dan apabila dikatakan kepada mereka : ‘Ikutilah apa yang telah
diturunkan Allah SWT’. Mereka menjawab: ‘(Tidak) tetapi kami hanya mengikuti
ap yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami’. ‘(Apakah
mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak
mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk”. [Al-Baqarah : 170].
Inilah keadaan orang-orang ashabiyah pada saat ini dari sebagian
pengikut-pengikut madzhab, aliran tasawuf serta penyembah-penyembah kubur.
Apabila mereka diajak untuk mengikuti Al-Kitab dan As-Sunnah serta membuang
jauh apa-apa yang menyelisihi keduanya (Al-Kitab dan As-Sunnah) mereka
berhujjah (berdalih) dengan madzhab-madzhab, syaikh-syaikh, bapak-bapak dan
nenek moyang mereka.
Yang seperti ini juga masuk kedalam bab ghulu’ dimana karena begitu
beratnya kepercayaan seseorang terhadap tokoh tertentu, sampai ia mengacukan
ulama-ulama yang mempunya keilmuan yang sudah tidak dipertanyakan lagi
seperti ibnul qoyyim, imam asyafi’i dan lain sebagainya, yang kemudian
dibanding-bandingkan dengan orang yang mereka tokohkan.
Padahal Allah SWT dan rasulnya telah memperingatkan akan bahaya dari
ghulu itu sendiri;
دينكم " في تغلو ال الكتاب أهل يا " قل
Artinya: “Wahai ahlul kitab, janganlah kalian ghulu’ (berlebih-lebihan) dalam
agama kalian”
Juga sebagaimana sabda beliau:
الغلو : " قبلكم كان من أهلك إنما وسلم عليه الله صلى وكقوله
Artinya : “sesungguhnya orang yang akan binasa setelah kalian itu adalah mereka
yang ghulu”
4. Menyerupai Orang-Orang Kafir
Hal ini merupakan penyebab paling kuat yang dapat menjerumuskan kepada
bid’ah, sebagaimana disebutkan dalam hadits Abi Waqid Al-Laitsy berkata.
، بكفر عهد حدثاء ونحن حنين إلى وسلم عليه الله صلى الله رسول مع خرجنا
، أنواط ذات لها يقال أسلحتهم بها وينوطون ، عندها يعكفون سدرة وللمشركين
فقال : ؟ أنواط ذات لهم كما أنواط ذات لنا اجعل ، الله رسول يا فقلنا بسدرة فمررنا
بيده : - - نفسي والذي قلتم السنن إنها ، أكبر الله وسلم عليه الله صلى الله رسول
�ج�ه�ل ون� : ت ق�و�م: �ك م� �ن إ ق�ال� �ه�ة: آل �ه م� ل �م�ا ك �ه5ا �ل إ �ا �ن ل اج�ع�ل� لموسى إسرائيل بنو قالت كما
قبلكم كان من سنن لتركبن
Artinya : “Kami pernah keluar bersama Rasulullah ShallAllah SWTu ‘alaihi wa
sallam menuju Hunain dan kami baru saja masuk Islam (pada waktu itu orang-
orang musyrik mempunyai sebuah pohon bidara) sebagai tempat peristirahatan
dan tempat menyimpan senjata-senjata mereka yang disebut dzatu anwath. Kami
melewati tempat tersebut, lalu kami berkata :” Ya Rasulullah buatkanlah untuk
kami dzatu anwath sebagaimana mereka memiliki dzatu anwath, lalu Rasulullah
ShallAllah SWTu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Allah SWTu Akbar ! Sungguh ini
adalah kebiasaan buruk mereka, dan demi yang jiwaku di tangannya, ucapan
kalian itu sebagaimana ucapan Bani Israil kepada Musa ‘Alaihi Sallam Artinya:
Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah ilah (berhala) sebagaimana mereka
mempunyai beberapa ilah (berhala)”. [Al-A'raf: 138] Lalu Musa bersabda:
“Sungguh kamu sekalian mengikuti kebiasaan-kebiasaan sebelum kamu”.
Di dalam hadits ini disebutkan bahwa menyerupai orang-orang kafir itulah
yang menyebabkan Bani Israil dan sebagian para sahabat Nabi saw menuntut
sesuatu yang buruk, yakni agar mereka dibuatkan tuhan-tuhan yang akan mereka
sembah dan dimintai berkatnya selain Allah swt. Hal ini jugalah yang menjadi
realita saat ini. Sungguh kebanyakan kaum muslimin telah mengikuti orang-orang
kafir dalam amalan-amalan bid’ah dan syirik, seperti merayakan hari-hari
kelahiran, mengkhususkan beberapa hari atau beberapa minggu (pekan) untuk
amalan-amalan tertentu, upacara keagamaan dan peringatan-peringatan, melukis
gambar-gambar dan patung-patung sebagai pengingat, mengadakan perkumpulan
hari suka dan duka, bid’ah terhadap jenasah, membuat bangunan di atas kuburan
dan lain sebagainya.
D. Bahaya Bid’ah
Beberapa bahaya bid`ah yaitu bisa menutup pintu-pintu rahmat,
menghalangi petunjuk dan hidayah, bisa berdampak lebih sesat dan semakin
banyak ujian, membuat umat menjadi terpecah belah atau berkelompok-
kelompok, mendatangkan azab dari Allah, diharamkan mendapat syafaat karena
bertentangan dengan sunah Nabi, dan matinya pun dalam keadaan su’ul khatimah.
Adapun bahaya bid’ah lainnya yaitu:
1. Anggapan baik terhadap bid’ah berarti menganggap Islam seolah-olah belum
sempurna
Syari’at islam telah sempurna, sehingga tidak memerlukan tambahan
ataupun pengurangan. Allah swt berfirman: “Pada hari ini telah kusempurnakan
untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu, dan telah ku
ridhoi islam sebagai agamamu.”(Qs. Al-Maidah: 3) dan Nabi saw tidaklah wafat
kecuali telah menjelaskan seluruh perkara dunia dan agama yang dibutuhkan. Jika
demuikian, maka maksud perkataan atau perbuatan bid’ah dari pelakunya adalah
bahwa agama ini seakan-akan belum sempurna, sehingga perlu untuk dilengkapi,
sebab amalan yang diperbuatnya dengan anggapan dapat mendekatkan diri kepada
Allah swt belum terdapat di dalamnya.
Ibnu Majisyun berkata: “Aku mendengar Imam malik berkata:
“Barangsiapa yang membuat bid’ah dalam islam dan melihatnya sebagai suatu
kebaikan, maka Sesungguhnya dia telah menuduh bahwa Nabi Muhammad rtelah
berkhianat, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman Dalam Al-qur’an,
“pada hari ini telah aku sempurnakan bagimu agamu.” Maka apa yang pada hari
itu tidak termasuk sebagai agama maka pada hari inipun bukan termasuk Agama.”
(Asy-syatibi dalam Al-I’tisam).
2. Amalan bid’ah tertolak (tidak di terima oleh Allah swt )
Nabi Shallallahu ‘Alahi wa Sallam bersabda: “Barang siapa yang
membuat hal yang baru dalam urusan agama kami ini sesuatu yang tidak ada
didalamnya, maka ia tertolak.” (Bukhari Muslim)
Sebagaimana maklum bahwa syarat di terimanya amalan adalah: ikhlas
dan sesuai dengan sunnah.
3. Bid’ah mengikuti hawa nafsu
Sebagaimana perkataan Syaikhul Islam Ibnu Thaimiyah: “para pelaku
bid’ah adalah orang-orang yang mengikuti hawa nafsu dan syubhat. Mereka
mengikuti hawa nafsunya dalam sesuatu yang di sukai dan di benci, mereka
menetapkan hukum dengan prasangka dan syubhat. Mereka mengikuti prasangka
dan apa yang di inginkan nafsunya, padahal telah datang petunjuk dari Tuhan
Subhanahu wa Ta’ala mereka. Jika seseorang menggunakan hawa nafsunya dalam
masalah agama maka sungguh dia adalah orang yang difirmankan Allah swt: “Dan
siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan
tidak mendapatkan petunjuk dari Allah. “(Al-Qashash: 50). Bid’ah lebih di cintai
oleh iblis dari pada perbuatan maksiat
4. Bid’ah melenyapkan Sunnah
Seperti apa yang di katakan oleh Ibnu Abbas Radhiallahu wa Anhu: ”
Tidaklah datang suatu tahun pada Manusia melainkan mereka membuat bid’ah
dan mematikan sunnah, hingga bentuk-bentuk bid’ah menjadi hidup dan sunnah
menjadi mati.”
Hasan bin ‘Athiyyah: “Tidaklah suatu kaum membuat bid’ah dalam agama
mereka melainkan Allah swt akan mencabut dari mereka sunnah yang sepadan
dengan nya, kemudian tidak akan mengembalikan kepada mereka sampai hari
kiamat.” betapa indahnya yang dikatakan oleh sahabat agung Ibnu mas’ud
Radhiallahu wa Anhu: “Hendaklah kamu menghindari apa yang baru di buat
Manusia dari bentuk-bentuk bid’ah. Sebab agama tidak akan hilang dari hati
seketika. Tetapi syaithan membuat bid’ah baru untuknya, hingga iman keluar dari
hati, dan hampir-hampir Manusia meninggalkan apa yang telah di tetapkan Allah
Subhanahu wa Ta’ala kepada mereka berupa shalat, puasa, halal dan haram,
sementara mereka masih berbicara tentang Tuhan Yang Mahamulia. Maka siapa
yang mendapatkan masa itu hendaknya dia lari. “Ia di tanya, “Wahai Abu
Abdurrahman , kemana larinya ? “ia menjawab. “Tidak kemana-mana. Lari
dengan hati dan agamanya. Janganlah duduk besama-sama dengan ahli bid’ah.
(Al-Hajjah I/312 oleh Al-Ashbahani)
5. Bid’ah termasuk sikap ghuluw (melampaui batas syari’at)
Imam Al-Bukhari berkata dalam kitab shahihnya, Kitab Al-I’tisham bil
kitab wa sunnah: “Bab: Apa yang dilarang tentang berlebih-lebihan, perselisihan
di dalam ilmu, ghuluw di dalam agama dan bid’ah-bid’ah, berdasarkan firman
Allah Subhanahu wa Ta’ala : ” Wahai Ahli kitab janganlah kamu melampauibatas
dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakanterhadaap Allah kecuali yang
benar.” (An-Nisa’:171).
Bid’ah menyebabkan perpecahan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“dan bahwa (yang kami peritahkan) ini adalah jalanku yang lurus, maka ikutilah
dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan
(subul) itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya.”(Al-An’am 153).
Imam Asy-Syathibi berkata: “sirhathal mustaqim (jalan yang lurus) adalah
jalan Allah yang dia serukan, yaitu As-Sunnah. Sedangkan As-Subul (jalan-jalan
lain) adalah jalan-jalan orang-orang yang berselisih. Yang menyimpang dari jalan
yang lurus. Mereka adalah para ahli bid’ah”(Al-I’tisham I/76 tahqiq Syaikh Salim
Al-Hilali)
6. Pelaku bid’ah semakin jauh dari Allah swt
Diriwayatkan dari Al-hasan bahwa dia berkata: “shahibu (pelaku) bid’ah,
tidaklah dia menambah kesungguhan, puasa, dan shalat, kecuali dia semakin jauh
dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dan dari Ayyub As-Sikhtiyani, dia berkata: “tidaklah pelaku bid’ah
menambah kesungguhan kecuali dia semakin jauh dari Allah Subhanahu wa
Ta’ala .” Pernyatan tersebut diisyaratkan kebenarannya oleh sabda Rasulullah
rtentang khawarij: “satu kaum akan keluar di dalam ummat ini yang kamu
meremehkan shalat kamu di bandingkan dengan shalat mereka, mereka membaca
Al-Qur’an tetapi tidak melewati kerongkongan mereka. Mereka melesat dari
agama sebagaimana melesatnya anak panah dari sasarannya.”(HR. Bukhari).
Asy-Syatibi berkata: “pertama beliau (Rasulullah Shallallahu ‘Alahi wa
Sallam pent.) menjelaskan tentang kesungguhan mereka, kemudian beliau
menjelaskan tentang jaunya mereka dari Allah Subhanahu wa Ta’ala .(Al-I’tisham
I/156).
7. Menangguh dosa bid’ah dan dosa-dosa orang yang mengamalkannya sampai
hari kiamat
Dalam hal ini Nabi Shallallahu ‘Alahi wa Sallam bersabda : “Barang siapa
yang menyeru kepada petunjuk , maka dia mendapatkan pahala sebagaimana
pahala-pahala yang mengikutinya, hal itu tidak mengurangi pahala-pahala mereka
sedikitpun. Dan barang siapa yang menyeru kepada kesesatan, maka dia
mendapatkan dosa-dosa orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosa-
dosa mereka sedikitpun.”(HR. Muslim)
8.Pelaku bid’ah akan di usir dari telaga Rasululah saw pada hari kiamat
Rasululah Shallallahu ‘Alahi wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya aku
mandahului dan menanti kamu di telaga. Barang siapa yang melewatiku niscaya
dia minum, dan barang siapa yang minum niscaya dia tidak akan haus selama-
lamanya. Sesungguhnya sekelompok orang akan mendatangiku, aku mengenal
mereka, dan mereka mengenalku, kemudian dihalangi antara aku dengan mereka,
maka aku berkata: “Sesungguhnya mereka dari pengikutku” tetapi di jawab
“Sesungguhnya engkau tidak mengetahui apa yang mereka ada-adakan secara
baru setelahmu.” Maka aku (Nabi Shallallahu ‘Alahi wa Sallam) berkata: “jauh !
jauh!! Bagi orang-orang yang merubah agama setelahku.” (HR. Bukhari -
Muslim).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa:
Bid’ah merupakan pelanggaran yang sangat besar dari sisi melampaui
batasan-batasan hukum Allah dalam membuat syariat, karena sangatlah jelas
bahwa hal ini menyalahi dalam meyakini kesempurnaan syariat. Menuduh
Rasulullah Muhammad SAW menghianati risalah, menuduh bahwa syariat Islam
masih kurang dan membutuhkan tambahan serta belum sempurna. Jadi secara
umum dapat diketahui bahwa semua bid’ah dalam perkara ibadah/agama adalah
haram atau dilarang sesuai kaedah ushul fiqih bahwa hukum asal ibadah adalah
haram kecuali bila ada perintah dan tidaklah tepat pula penggunaan istilah bid’ah
hasanah jika dikaitkan dengan ibadah atau agama sebagaimana pandangan orang
banyak.
Analisis tentang Bid'ah dapat dipergunakan untuk menambah pengetahuan
tentang agama islam bagi masyarakat. Berkaitan dengan moral dan peran
manusia,maka penyebab yang paling dominan sebagai penyebab terjadinya Bid'ah
yaitu tidak adanya pemahaman dan komitmen agama yang baik dikalangan
masyarakat.
Iman kita dapat dirusak oleh perbuatan-perbuatan yang mendekati bid'ah.
Iman memiliki fungsi dan hikmah yang besar bagi kehidupan untuk melenyapkan
bid'ah.
B. Saran
Setelah disadari bahwa bid'ah kesalahan yang besar yang menyalahi
hukum-hukum Allah dan tidak diajarkan dalam agama Islam maka hendaklah
masyarakat mampu meramu pendidikan agama Islam yang sesuai dengan
ketentuan-ketentuan yang diajarkan dalam agama islam.
Diharapkan dengan adanya makalah ini pembaca akan lebih banyak
mencari tahu tentang bid'ah. Karena hal-hal yang termasuk bid’ah ini sudah
semakin mengakar dan tidak diketahui dasar-dasar agamanya. Hendaknya,
sebagai seorang muslim pun lebih bersemangat untuk mendalami ilmu-ilmu
agama. Sebab, jangan sampai menjaddikan agama Islam sebagai identitas saja
tanpa tahu ilmunya. Karena agama Islam itu adalah agama yang sempurna,
memiliki aturan-aturan yang menyeluruh bagi seluruh umat manusia.
DAFTAR PUSTAKA
http://singgihcongol.wordpress.com
http://kajianummat.blogspot.com
http://tauhiddansyirik.wordpress.com