Upload
whaawang-si-bolang
View
1.066
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
Tugas
METABOLISME BILIRUBIN
Andi Aswan Nur
70300108016
Keperawatan B1
JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KESEHATAN
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Definisi
Ikterus (‘jaundice’) terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam
darah, sehingga kulit (terutama) dan atau sklera bayi (neonatus) tampak
kekuningan. 1-4 Pada orang dewasa, ikterus akan tampak apabila serum bilirubin
> 2 mg/dL (> 17 μmol/L), sedangkan pada neonatus baru tampak apabila serum
bilirubin > 5 mg/dL ( >86μmol/L).
Hiperbilirubinemia adalah istilah yang dipakai untuk ikterus neonatorum
setelah ada hasil laboratorium yang menunjukkan peningkatan kadar serum
bilirubin. Hiperbilirubinemia fisiologis yang memerlukan terapi sinar, tetap
tergolong non patologis sehingga disebut ‘Excessive Physiological Jaundice’.1-4
Digolongkan sebagai hiperbilirubinemia patologis (‘Non Physiological
Jaundice’) apabila kadar serum bilirubin terhadap usia neonatus > 95 0/00
menurut Normogram Bhutani.
Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada
sebagian besar neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama
kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60%
bayi cukup bulan dan 80% bayi kurang bulan. Di RSU Dr. Soetomo Surabaya
ikterus patologis 9,8% (tahun 2002) dan 15,66% (tahun 2003). RSAB Harapan
Kita Jakarta melakukan transfusi tukar 14 kali/bulan (tahun 2002). Di Hospital
Bersalin Kualalumpur dengan ‘tripple phototherapy’ tidak ada lagi kasus yang
memerlukan tindakan transfusi tukar (tahun 2004), demikian pula di Vrije
Universitiet Medisch Centrum Amsterdam dengan ’double phototherapy’ (tahun
2003).
Ikterus ini pada sebagian penderita dapat bersifat fisiologis dan pada
sebagian lagi mungkin bersifat patologis yang dapat menimbulkan gangguan yang
menetap atau menyebabkan kematian. Oleh karena itu, setiap bayi dengan ikterus
harus mendapatkan perhatian, terutama apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam
pertama kehidupan bayi atau bila kadar bilirubin meningkat > 5 mg/dL (>
86μmol/L) dalam 24 jam. Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang
berlangsung lebih dari 1 minggu serta bilirubin direk >1 mg/dL juga merupakan
keadaan yang menunjukkan kemungkinan adanya ikterus patologis. Dalam
keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus harus dilakukan sebaik-baiknya agar
akibat buruk ikterus dapat dihindarkan. Walaupun pada tahun 1970-an kasus
kernikterus sudah tidak ditemukan lagi di Washington, namun pada tahun 1990-
an ditemukan 31 kasus kernikterus (data Georgetown University Medical Centre
Washington D.C. tahun 2002).
BAB II
TINJAUAN PUUSTAKA
A. Metabolisme Bilirubin
Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan
oleh tubuh. Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari degradasi hemoglobin
darah dan sebagian lagi dari hem bebas atau proses eritropoesis yang tidak efektif.
Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan
biliverdin serta beberapa zat lain. Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan
menjadi bilirubin bebas atau bilirubin IX α (Gbr. 2). Zat ini sulit larut dalam air
tetapi larut dalam lemak, karenanya mempunyai sifat lipofilik yang sulit
diekskresi dan mudah melalui membran biologik seperti plasenta dan sawar darah
otak.
Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan
dibawa ke hepar. Dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin
terikat oleh reseptor membran sel hepar dan masuk ke dalam hepar. Segera
setelah ada dalam sel hepar terjadi persenyawaan ligandin (protein Y), protein Z
dan glutation hepar lain yang membawanya ke retikulum endoplasma hepar,
tempat terjadinya konjugasi. Proses ini timbul berkat adanya enzim glukoronil
transferase yang kemudian menghasilkan bentuk bilirubin direk. Jenis bilirubin
ini dapat larut dalam air dan pada kadar tertentu dapat diekskresi melalui ginjal.
Sebagian besar bilirubin yang terkonjugasi ini diekskresi melalui duktus
hepatikus ke dalam saluran pencernaan dan selanjutnya menjadi urubilinogen dan
keluar dengan tinja sebagai sterkobilin. Dalam usus, sebagian di absorpsi kembali
oleh mukosa usus dan terbentuklah proses absorpsi entero hepatik.
Gambar . Metabolisme Bilirubin pada Neonatus.
B. Hiperbilirubinemia
Hiperbilirubinemia bisa disebabkan proses fisiologis atau patologis atau
kombinasi keduanya. Risiko hiperbilirubinemia meningkat pada bayi yang
mendapat ASI, bayi kurang bulan, dan bayi yang mendekati cukup bulan.
Neonatal hiperbilirubinemia terjadi karena peningkatan produksi atau penurunan
clearance bilirubin dan lebih sering terjadi pada bayi imatur.
Hiperbilirubinemia yang signifikan dalam 36 jam pertama biasanya
disebabkan karena peningkatan produksi bilirubin (terutama karena hemolisis),
karena pada periode ini hepatic clearance jarang memproduksi bilirubin lebih dari
10 mg/dL. Peningkatan penghancuran hemoglobin 1% akan meningkatkan kadar
bilirubin 4 kali lipat.
Pada hiperbilirubinemia fisiologis bayi baru lahir, terjadi peningkatan
bilirubin tidak terkonjugasi >2 mg/dl pada minggu pertama kehidupan. Kadar
bilirubin tidak terkonjugasi itu biasanya meningkat menjadi 6 sampai 8 mg/dl
pada umur 3 hari dan akan mengalami penurunan. Pada bayi kurang bulan, kadar
bilirubin tidak terkonjugasi akan meningkat menjadi 10 sampai 12 mg/dl pada
umur 5 hari.
Dikatakan hiperbilirubinemia patologis apabila terjadi saat 24 jam setelah
bayi lahir, peningkatan kadar bilirubin serum >0,5 mg/dl setiap jam, ikterus
bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau 14 hari pada bayi kurang
bulan, dan adanya penyakit lain yang mendasari (muntah, letargi, penurunan berat
badan yang berlebihan, apnu, asupan kurang).
C. Ikterus Fisiologis Vs Ikterus Patologis
Sebagian besar neonatus mengalami peninggian kadar bilirubin indirek
pada hari-hari pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses
fisiologis tertentu pada neonatus. Proses tersebut antara lain karena tingginya
kadar eritrosit neonatus, masa hidup eritrosit yang lebih pendek (80-90 hari) dan
belum matangnya fungsi hepar.
Peninggian kadar bilirubin ini terjadi pada hari ke 2 – 3 dan mencapai
puncaknya pada hari ke 5 – 7, kemudian akan menurun kembali pada hari ke 10 –
14. Kadar bilirubinpun biasanya tidak > 10 mg/dL (171 μmol/L) pada bayi kurang
bulan dan < 12 mg/dL (205 μmol/L) pada bayi cukup bulan. Masalah timbul
apabila produksi bilirubin ini terlalu berlebihan atau konjungasi hepar menurun
sehingga terjadi kumulasi di dalam darah. Peningkatan kadar bilirubin yang
berlebihan dapat menimbulkan kerusakan sel tubuh tertentu, misalnya kerusakan
sel otak yang akan mengakibatkan gejala sisa dikemudian hari, bahkan terjadinya
kematian. Karena itu bayi ikterus sebaiknya baru dianggap fisiologis apabila telah
dibuktikan bukan suatu keadaan patologis. Sehubungan dengan hal tersebut, maka
pada hiperbilirubinemia, pemeriksaan lengkap harus dilakukan untuk mengetahui
penyebabnya, sehingga pengobatanpun dapat dilaksanakan dini. Tingginya kadar
bilirubin yang dapat menimbulkan efek patologis tersebut tidak selalu sama pada
tiap bayi. Di RS Dr. Soetomo Surabaya, bayi dinyatakan menderita bilirubinemia
apabila kadar bilirubin total > 12 mg/dL (> 205 μmol/L) pada bayi cukup bulan,
sedangkan pada bayi kurang bulan bila kadarnya > 10 mg/dL (>171 μmol/L).
1. Pengaruh Sinar Fototerapi Terhadap Bilirubin
Pengaruh sinar terhadap ikterus pertama sekali diperhatikan dan
dilaporkan oleh seorang perawat di salah satu rumah sakit di Inggris. Perawat
Ward melihat bahwa bayi – bayi yang mendapat sinar matahari di bangsalnya
ternyata ikterusnya lebih cepat menghilang dibandingkan bayi – bayi lainnya.
Cremer yang mendapatkan laporan tersebut mulai melakukan penyelidikan
mengenai pengaruh sinar terhadap hiperbilirubinemia ini. Dari penelitiannya
terbukti bahwa disamping pengaruh sinar matahari, sinar lampu tertentu juga
mempunyai pengaruh dalam menurunkan kadar bilirubin pada bayi – bayi
prematur lainnya.
Sinar fototerapi akan mengubah bilirubin yang ada di dalam kapiler-
kapiler superfisial dan ruang-ruang usus menjadi isomer yang larut dalam air
yang dapat diekstraksikan tanpa metabolisme lebih lanjut oleh hati. Maisels,
seorang peneliti bilirubin, menyatakan bahwa fototerapi merupakan obat
perkutan. Bila fototerapi menyinari kulit, akan memberikan foton-foton diskrit
energi, sama halnya seperti molekul-molekul obat, sinar akan diserap oleh
bilirubin dengan cara yang sama dengan molekul obat yang terikat pada
reseptor Molekul-molekul bilirubin pada kulit yang terpapar sinar akan
mengalami reaksi fotokimia yang relatif cepat menjadi isomer konfigurasi,
dimana sinar akan merubah bentuk molekul bilirubin dan bukan mengubah
struktur bilirubin. Bentuk bilirubin 4Z, 15Z akan berubah menjadi bentuk
4Z,15E yaitu bentuk isomer nontoksik yang bisa diekskresikan. Isomer
bilirubin ini mempunyai bentuk yang berbeda dari isomer asli, lebih polar dan
bisa diekskresikan dari hati ke dalam empedu tanpa mengalami konjugasi atau
membutuhkan pengangkutan khusus untuk ekskresinya. Bentuk isomer ini
mengandung 20% dari jumlah bilirubin serum. Eliminasi melalui urin dan
saluran cerna sama-sama penting dalam mengurangi muatan bilirubin. Reaksi
fototerapi menghasilkan suatu fotooksidasi melalui proses yang cepat.
Fototerapi juga menghasilkan lumirubin, dimana lumirubin ini mengandung
2% sampai 6% dari total bilirubin serum.
Lumirubin diekskresikan melalui empedu dan urin. Lumirubin bersifat
larut dalam air
Penelitian Sarici mendapatkan 10,5% neonatus cukup bulan dan
25,5% neonatus kurang bulan menderita hiperbilirubinemia yang signifikan
dan membutuhkan fototerapi.31 Fototerapi diindikasikan pada kadar bilirubin
yang meningkat sesuai dengan umur pada neonatus cukup bulan atau
berdasarkan berat badan pada neonatus kurang bulan, sesuai dengan
rekomendasi American Academy of Pediatrics (AAP).
Tabel .Rekomendasi AAP penanganan hiperbilirubinemia pada neonatus sehat dan
cukup bulan.
Total serum bilirubin (mg/dl)
Usia Pertimbangan Fototerapi
Fototerapi Transfusi tukar jika fototerapi
intensif gagal
Transfusi tukar dan intensif Fototerapi
≤ 24 jam - - - -
25-48 ≥ 12 ≥ 15 ≥ 50 ≥ 25
49-72 ≥ 15 ≥ 18 ≥ 25 ≥ 30
> 72 ≥ 17 ≥ 20 ≥ 25 ≥ 30
Tabel Rekomendasi AAP untuk penanganan hiperbilirubinemia pada neonatus prematur (sehat dan sakit).
Total serum bilirubin (mg/dl) Neonatus sehat Neonatus sakit
Berat badan Fototerapi Transfusi tukar Fototerapi Transfusi Tukar
< 1500 gr 5-8 13-16 4-7 10-14
1500-2000 gr 8-12 16-18 7-10 14-16
2000-2500 gr 12-15 18-20 10-12 16-18
> 2500 gr Tabel 1 Tabel 1 13-15 17-12
Kontraindikasi fototerapi adalah pada kondisi dimana terjadi peningkatan
kadar bilirubin direk yang disebabkan oleh penyakit hati atau obstructive jaundice.
2. Sinar Fototerapi
Sinar yang digunakan pada fototerapi adalah suatu sinar tampak yang
merupakan suatu gelombang elektromagnetik. Sifat gelombang
elektromagnetik bervariasi menurut frekuensi dan panjang gelombang, yang
menghasilkan spektrum elektromagnetik. Spektrum dari sinar tampak ini
terdiri dari sinar merah, oranye, kuning, hijau, biru, dan ungu. Masing masing
dari sinar memiliki panjang gelombang yang berbeda beda.
Panjang gelombang sinar yang paling efektif untuk menurunkan kadar
bilirubin adalah sinar biru dengan panjang gelombang 425-475 nm. Sinar biru
lebih baik dalam menurunkan kadar bilirubin dibandingkan dengan sinar biru-
hijau, sinar putih, dan sinar hijau.
Intensitas sinar adalah jumlah foton yang diberikan per sentimeter
kuadrat permukaan tubuh yang terpapar. Intensitas yang diberikan
menentukan efektifitas fototerapi, semakin tinggi intensitas sinar maka
semakin cepat penurunan kadar bilirubin serum. Intensitas sinar, yang
ditentukan sebagai W/cm2/nm.
Intensitas sinar yang diberikan menentukan efektivitas dari fototerapi.
Intensitas sinar diukur dengan menggunakan suatu alat yaitu radiometer
fototerapi. Intensitas sinar ≥ 30 μW/cm2/nm cukup signifikan dalam
menurunkan kadar bilirubin untuk intensif fototerapi. Intensitas sinar yang
diharapkan adalah 10 – 40 μW/cm2/nm. Intensitas sinar maksimal untuk
fototerapi standard adalah 30 – 50 μW/cm2/nm. Semakin tinggi intensitas
sinar, maka akan lebih besar pula efikasinya.
Faktor-faktor yang berpengaruh pada penentuan intensitas sinar ini
adalah jenis sinar, panjang gelombang sinar yang digunakan, jarak sinar ke
neonatus dan luas permukaan tubuh neonatus yang disinari serta penggunaan
media pemantulan sinar.
3. Jarak Sinar Fototerapi
Intensitas sinar berbanding terbalik dengan jarak antara sinar dan
permukaan tubuh. Cara mudah untuk meningkatkan intensitas sinar adalah
menggeser sinar lebih dekat pada bayi.
Rekomendasi AAP menganjurkan fototerapi dengan jarak 10 cm
kecuali dengan menggunakan sinar halogen.26 Sinar halogen dapat
menyebabkan luka bakar bila diletakkan terlalu dekat dengan bayi.19 Bayi
cukup bulan tidak akan kepanasan dengan sinar fototerapi berjarak 10 cm dari
bayi. Luas permukaan terbesar dari tubuh bayi yaitu badan bayi, harus
diposisikan di pusat sinar, tempat di mana intensitas sinar paling tinggi.
4. Penurunan Kadar Bilirubin dengan Fototerapi
Penurunan kadar bilirubin ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain
spektrum sinar yang dihasilkan, besar intensitas sinar, luasnya permukaan
tubuh yang terpapar, penyebab dari ikterus dan kadar serum bilirubin pada
saat fototerapi dimulai. Pada saat kadar bilirubin yang tinggi (lebih dari 30
mg/dL [513 μmol/L]) dengan menggunakan fototerapi ganda, kadar bilirubin
akan mengalami penurunan sekitar 10 mg/dL (171 μmol/L) dapat terjadi
dalam beberapa jam.
Garg AK dkk menyatakan fototerapi ganda lebih cepat menurunkan
kadar bilirubin dibandingkan dengan menggunakan fototerapi tunggal, selain
mudah dilakukan dan lebih efektif.36 Dengan menggunakan sinar biru jarak
yang terbaik untuk menurunkan kadar bilirubin adalah jarak 10 cm dengan
penurunan kadar bilirubin sekitar 58% dibandingkan dengan jarak 30 cm
dengan penurunan kadar bilirubin sekitar 45% dan 50 cm dengan penurunan
kadar bilirubin sekitar 13%.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dari metabolisme bilirubin bahwa Bilirubin adalah
pigmen kristal berbentuk jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir dari
pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi.1 Bilirubin
berasal dari katabolisme protein heme, dimana 75% berasal dari penghancuran
eritrosit dan 25% berasal dari penghancuran eritrosit yang imatur dan protein
heme lainnya seperti mioglobin, sitokrom, katalase dan peroksidase. Metabolisme
bilirubin meliputi pembentukan bilirubin, transportasi bilirubin, asupan bilirubin,
konjugasi bilirubin, dan ekskresi bilirubin.
DAFTAR PUSTAKA
Camilia R.M, Cloherty J.P. Neonatal hyperbilirubinemia. Dalam: Cloherty
J.P et al Manual of Neonatal Care 5th Ed., Lippincott Williams & Wilkins, 2004.
Harrison, 2002. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit dalam. EGC: Jakarta
Jayashree Ramasethu (Division of Neonatology Georgetown University MC. Washington DC). Neonatal Hyperbilirubinemia. Dalam: Neonatal Intensive Care Workshop, RSAB Harapan Kita Jakarta, 2002.