25
MAKALAH BIOETANOL PEMBUATAN ETANOL DARI ECENG GONDOK MELALUI PROSES HYDROTHERMAL Disusun Oleh: Muhammad Afif Prasetio NIM. 1314052 Larasati Kusuma NIM. 1314064 Mumliatus Solokah NIM. 1214068 Miranti Andini NIM. 1314070 Siti Sri Wahyuni NIM. 1314072 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

Makalah Bioetanol

Embed Size (px)

Citation preview

MAKALAH BIOETANOL

PEMBUATAN ETANOL DARI ECENG GONDOK MELALUI PROSES HYDROTHERMAL

Disusun Oleh:

Muhammad Afif Prasetio NIM. 1314052

Larasati Kusuma NIM. 1314064

Mumliatus Solokah NIM. 1214068

Miranti Andini NIM. 1314070

Siti Sri Wahyuni NIM. 1314072

JURUSAN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG

2015

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...........................................................................................................................i

BAB I....................................................................................................................................iii

PENDAHULUAN................................................................................................................iii

1.1. Latar Belakang.......................................................................................................iii1.2. Tujuan....................................................................................................................iii1.3. Manfaat...................................................................................................................iv

BAB II BAHAN DAN METODE PENELITIAN.................................................................1

2.1. Eceng Gondok.........................................................................................................12.2. Pretreatment.........................................................................................................12.3. Fermentasi............................................................................................................12.4. Bioetanol..............................................................................................................22.5. Sistem Peralatan...................................................................................................2

BAB III METODE PENDEKATAN.....................................................................................3

3.1. Perlakuan Pendahuluan Terhadap Eceng Gondok...........................................33.2. Perlakuan Hidrothermal...................................................................................33.3. Filtrasi..............................................................................................................3

a.Analisa Kadar Gula Metode Luff Schoorl.....................................................3b.Analisa Kandungan Selulosa dan Lignin Dengan Metode Chesson..............4

3.4. Hidrolisis..........................................................................................................43.5. Fermentasi........................................................................................................53.6. Penyulingan......................................................................................................5

a.Pengujian kadar etanol dengan indes bias......................................................5b.Pengujian kadar etanol dengan alat Gas Cromatographi...............................5

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................................7

KESIMPULAN....................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................13

i

ii

BAB I

PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang

BBM masih merupakan energi utama yang dikonsumsi oleh masyarakat. Persentase

konsumsinya terhadap total pemakaian energi final merupakan yang terbesar dan terus

mengalami peningkatan.Satu hal yang mengkhawatirkan adalah bahwa ada kecenderungan

impor BBM kian meningkat, maka bukan tidak mungkin suatu saat Indonesia akan

mengimpor sepenuhnya kebutuhan BBM bila upaya mendiversifikasi pemakaian energi

non BBM tidak dilakukan secara serius. Bioetanol merupakan salah satu bahan bakar

alternatif yang mempunyai kelebihan dibandingkan BBM. Bioetanol adalah etanol (alkohol

yang paling dikenal masyarakat) yang dibuat dengan fermentasi yang membutuhkan faktor

biologis untuk prosesnya. Bahan baku yang digunakan untuk membuat bioethanol adalah

eceng gondok. Keunggulan tersebut adalah memiliki laju pertumbuhan tiga persen dari 3

% perhari di rawa atau danau dan tingkat perumbuhan eceng gondok mencapai 125 ton

basah/6 bulan. Dengan penelitian lebih lanjut, diketahui eceng gondok dapat membantu

produsen bioethanol untuk mengetahui spesies yang dapat menghasilkan bioethanol ,

dilihat dari jumlah sukrosa yang dihasilkan spesies tersebut jika dihidrolisis sebelum

proses hidrolisis dengan enzim, dilakukan terlebih dahulu proses hidrothermal dengan

harapan biomassa yang menggandung lignoselulosa yang dinding selnya terbungkus oleh

ligning dipecah menjadi gula sederhana agar enzim mudah menembus selulosa yang ada

didalamnya.

1.2. Tujuan

Secara khusus penelitian ini bertujuan, antara lain :

1. Mengetahui pengaruh waktu autoklaf terhadap persen glukosa dari eceng gondok

2. Mengetahui pengaruh temperature autoklaf terhadap kerusakan struktur sel eceng

gondok

3. Menganalisis produk fermentasi yang dihasilkan.

4. Menghasilkan produk etanol dari proses bioetanol.

iii

1.3. Manfaat

Pada penelitian ini akan dilakukan kajian tentang pengaruh hidrothermal menggunakan

autoklaf terhadap kerusakan/perubahan struktur sel yang akhirnya menghasilkan paket

teknologi produk bioetanol dan pemurniannya.

iv

BAB II

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

2.1. Eceng Gondok

Eceng gondok atau enceng gondok (Latin:Eichhornia crassipes) adalah salah satu

jenis tumbuhan air mengapung. Eceng gondok memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi

sehingga tumbuhan ini dianggap sebagai gulma yang dapat merusak lingkungan perairan.

Eceng gondok dengan mudah menyebar melalui saluran air ke badan air lainnya. Karena

eceng gondok memiliki kandungan selulosa yang tinggi, sehingga berpotensi untuk

dijadikan sebagai bahan bakar.

2.2. Pretreatment

Pretreatment biomassa lignoselulosa harus dilakukan untuk mendapatkan hasil yang

tinggi di mana penting untuk pengembangan teknologi biokonversi dalam skala komersial.

Sebagai contoh pretreatment yang baik dapat mengurangi jumlah enzim yang digunakan

dalam proses hidrolisis. Pretreatment dapat meningkatkan hasil gula yang diperoleh. Gula

yang diperoleh tanpa pretreatment kurang dari 20%, sedangkan dengan pretreatment dapat

meningkat menjadi 90% dari hasil teoritis. Tujuan dari pretreatment adalah untuk

membuka struktur lignoselulosa agar selulosa menjadi lebih mudah diakses oleh enzim

yang memecah polymer polisakarida menjadi monomer gula. Menurut (Sun & Cheng,

dalam Isroi, 2008) pretreatment seharusnya memenuhi kebutuhan berikut ini:1)

meningkatkan pembentukan gula atau kemampuan menghasilkan gula pada proses

berikutnya melalui hidrolisis enzimatik; 2) menghindari degradasi atau kehilangan

karbohidrat; 3) menghindari pembentukan produk samping yang dapat menghambat proses

hidrolisis dan fermentasi, 4) biaya yang dibutuhkan ekonomis.

2.3. Fermentasi

Beberapa spesies mikroba dari kelompok yeast/khamir, bakteri dan fungi dapat

memfermentasi karbohidrat menjadi ethanol dalam kondisi bebas oksigen. Reaksi yang

terjadi dalam proses fermentasi pembuatan etanol adalah sebagai berikut:

C6H12O6 2C2H12OH + 2CO2

Mikroba yang sangat umum dimanfaatkan dalam proses fermentasi adalah ragi roti

(Saccharomyces cereviseae) dan Zymomonas mobilis. Saccharomyces cereviseae memiliki

v

banyak keunggulan antara lain adalah mampu memproduksi ethanol dari gula C6

(heksosa), toleran terhadap konsentrasi ethanol yang tinggi dan toleran terhadap senyawa

inhibitor yang terdapat di dalam hidrolisat biomassa lignoselulosa (Olsson and Hahn-

Hägerdal dalam Isroi,2008). yang digunakan: Minyak Goreng, Air, Methanol.

Alat yang digunakan: Tabung reaktor, Heater kapasitas 1500 Watt, Pressure gauge,

Thermocouple, Thermocontrol, Tabung penurun tekanan., Tangki pendingin, Gelas

ukur, Heater untuk pemanasan awal, Meter Listrik PLN, Peralatan workshop.

2.4. Bioetanol

Bioetanol merupakan bahan bakar yang bersih, hasil pembakaran menghasilkan CO2

dan H2O. Bioetanol merupakan etanol yang diperoleh melalui proses fermentasi biomassa

dengan bantuan mikroorganisme. Bioetenol yang mengandung 35% oksigen dapat

meningkatkan efesiensi pembakaran dan mengurangi emisi gas rumah kaca. Keuntungan

lain dari bioetanol adalah nilai oktannya lebih tinggi dari premium sehingga dapat

menggantikan fungsi bahan aditif seperti MTBE dan TEL. Bioetanol dapat langsung

dicampur dengan premium pada berbagai komposisi sehingga dapat meningkatkan

efesiensi dan emisi gas buang yang lebih ramah lingkungan.

2.5. Sistem Peralatan

Gambar 1. Autoklaf

Sistem peralatan berfungsi sebagai tempat proses hidrolisis dimana proses perlakuan

awal dilakukan, yakni metode autoklaf dilanjutkan dengan impregnasi dengan HCl. Sistem

peralatan dengan koil pemanas dilengkapi dengan sensor pengatur suhu, pengadukan,

manometer, dan kran tempat pengambilan sampel.

vi

BAB III

METODE PENDEKATAN

3.1. Perlakuan Pendahuluan Terhadap Eceng Gondok

Bahan baku yang digunakan untuk percobaan adalah eceng gondok jenis kelas

Monocotylodenae dan keluarga Pontederiaceae yang berasal dari Kota Makassar. Eceng

gondok sebanyak 10 kg dibersihkan dari kotoran seperti pasir dan lumut kemudian

dipotong-potong ±1-2 cm. Pencucian dilakukan dengan cara meyemprotkan air ke eceng

gondok. Kemudian direndam semalam lalu dicuci kembali dan direndam kembali,

pekerjaan tersebut dilakukan selama 3 hari. Setelah itu eceng gondok tersebut dikeringkan

dahulu pada suhu 105oC selama 16 jam Eceng gondok yang telah dikeringkan diperkecil

ukurannya hingga lolos 100 mesh . Selanjutnya eceng gondok siap untuk di treatment

sesuai dengan kondisi operasi yang telah ditetapkan.

3.2. Perlakuan Hidrothermal

Pengaruh suhu, waktu operasi dan pH larutan terhadap kerusakan struktur sel eceng

gondok diteliti dengan melakukan perlakuan hidrothermal pada tekanan 1 atm. Penelitian

pada tekanan 1 atm (101, 35 kPa) juga dilakukan sebagai kondisi kontrol/pembanding.

Penelitian ini juga dilakukan dengan memvariasikan suhu (120 oC,150 oC dan

170oC)selama 30 dan 60 menit serta pH larutan dengan ada/tanpa penambahan larutan

buffer (10 g eceng gondok dalam 500 ml buffer asetat).

3.3. Filtrasi

Tahap berikutnya adalah menyaring hidrolisat yang diperoleh dengan dibantu oleh kerja

pompa vakum. Analisa dilakukan di awal maupun diakhir proses, yaitu analisa glukosa dari

bahan baku eceng gondok , kadar lignin dan strukturnya

a. Analisa Kadar Gula Metode Luff Schoorl

- Dipipet 10 ml substrat ke dalam labu takar kemudian diimpitkan dengan aquadest hingga

tanda batas lalu dipipet 25 ml ke dalam erlenmeyer

- Ditambahkan 25 ml larutan Luff Schoorl dan 15 ml aquadest

- Ditutup erlenmeyer dengan aluminium foil kemudian dididihkan selama 10 menit.

- Setelah dingin ditambahkan 2 g KI dan 25 ml larutan H2SO4 4 N

vii

- Dititrasi dengan larutan Natrium Tiosulfat 0,1 N (yang sudah distandarisasi) dan

menggunakan kanji 3 % sebagai indikator. Untuk memperjelas perubahan warna pada

saat titrasi sebaiknya kanji ditambahkan pada saat titrasi hampir berakhir. Dicatat

volume penitar yang digunakan (a ml).

- Dilakukan hal yang sama untuk blangko menggunakan aquadest (b ml)

b. Analisa Kandungan Selulosa dan Lignin Dengan Metode Chesson

- Ditimbang sampel kering sebanyak 1 gram (berat a), ditambahkan 150 ml aquadest dan dipanaskan pada suhu 100 oC selama 1 jam.

- Disaring dan residu dicuci dengan air panas 300 ml, kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 105 oC selama 30 menit kemudian ditimbang (berat b)

- Ditambahkan 150 ml H2SO4 1 N, kemudian merefluks selama 1 jam pada suhu 100 oC

- Disaring dan padatan dicuci dengan aquadest sampai netral

- Dikeringkan hingga berat konstan (berat c)

- Ditambahkan 100 ml H2SO4 72 % dan membiarkan selama 4 jam pada suhu kamar. Menambahkan 150 ml H2SO4 1 N dan merefluks pada suhu 100 oC C selam 1 jam.

- Disaring dan padatan dicuci dengan aquadest sampai netral, mengeringkan di dalam oven pada suhu 105 oC sampai diperoleh berat konstan (berat d)

- Selanjutnya diabukan di dalam tanur pada suhu 800 oC

- Didinginkan dalam eksikator dan menimbangnya (berat e)

- Dihitung kadar selulosa dan lignin dengan rumus :

% 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑙𝑜𝑠𝑎=(c−𝑑)/𝑎 x 100 %

% 𝐿𝑖𝑔𝑛𝑖𝑛 =(𝑑−𝑒)/𝑎 x 100 %

3.4. Hidrolisis

Mengambil eceng gondok yang sudah halus dan kering sebanyak 10 gram ke dalam

gelas kimia dan melarutkan dengan buffer asetat pH 4,6 sebanyak 500 ml untuk hidrolisis

melakukan proses pemanasan sesuai suhu optimum yang di dapatkan dari pengujian kadar

gula. Ke dalam gelas kimia tersebut ditambahkan inokulum ( mengambil 10-15 % dari

larutan tersebut, lalu menambahkan 1,5 g ekstrat ragi, 20 g glukosa dan 1,5 g Na3PO4 di

sterilkan selama 15 menit suhu 121 oC, lalu ditambahkan secuil mikroba Trichoderma

ressei yang telah diremajakan dan dishaker selama 48 jam) sisa dari larutan tersebut

sebagai media fermentasi, selanjutnya memasukkan inokulum tersebut ke dalam media

fermentasi, menguji kadar gulanya dengan tujuan mencari waktu optium untuk proses

hidrolisis.

viii

3.5. Fermentasi

Hasil dari proses hidrolisis kemudian dipanaskan pada suhu 121 oC selama 15 menit,

membuat media inokulum (mengambil 10-15 % dari larutan tersebut, lalu menambahkan

1,5 g ekstrat ragi, 20 g glukosa dan 1,5 g Na3PO4 di sterilkan selama 15 menit suhu 121 oC,

lalu ditambahkan secuil mikroba Saccharomyces cereviseae yang telah diremajakan, lalu

ditambahkan 0,15 g urea , NPK 0,15 g dan dishaker selama 24 jam) sisa dari larutan

tersebut digunakan sebagai media fermentasi ditambahkan urea 2,4 g dan NPK 2,4 g

bagian dari volume fermentasi larutan tersebut dan didiamkan selama 7-8 hari. Dengan

reaksi fermentasi sebagai berikut:

C6H12O6 2CO2 + 2C2H5OH

Pada hari pertama pemberian ragi tidak langsung terjadi reaksi karena bakteri butuh waktu

yang agak lama untuk berkembang. Setelah kurang lebih 3 hari perbedaan eceng gondong

hasil hidrolis (hidrolisat) hari pertama dan hari ke tiga mulai tampak. Dan setelah 7 hari

dihasilkan gelembung-gelembung udara pada eceng gondok tampak agak kekuningan

dibandinghari sebelumnya. Gelembung tersebut merupakan hasil fermentasi dimana

dihasilkan gas CO2 dan etanol serta energi yang berupa panas.

3.6. Penyulingan

Untuk mendapatkan etanol hasil fermentasi perlu dilakukan pemisahan yaitu

dengancara penyulingan atau distilasi pada suhu 800C dan suhu ini harus

dipertahankan,karena etanol sendiri menguap pada suhu tersebut. Uap etanol yang

dihasilkandikembalikan ke fase cair dengan cara kondensasi sehingga didapatkan etanol.

Pada penyulingan pertama biasanya dihasilkan etanol 50%-60%.

a. Pengujian kadar etanol dengan indes bias

- Dibuat kurva standar (campuran larutan air-etanol dengan indeks bias)

- Dipipit hasil fermentasi untuk 2 hari dan dianalisa

- Kadar etanol yang di dapatkan dapat dilihat melalui kurva standar

b. Pengujian kadar etanol dengan alat Gas Cromatographi

- Alat dinyalakan dan ditunggu hingga 10-15 menit.

- Dipipet etanol 98 % dengan alat syrine lalu dimasukan ke alat injeksi GC dan menekan tombol sambil menunggu pembacaan kadar etanol pada komputer.

- Hal sama dilakukan untuk kedua sampel tersebut

ix

x

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Tabel 1. Kadar Glukosa dari Proses Hidrothermal

NO Suhu (oC)Waktu

(menit)Volume (ml) % Gula (b/v)

%

Karbohidrat

1 8030 25,5 0,286 0,644

60 25 0,5 1,012

2 12030 24,4 1,39 3,127

60 23,9 1,8 4,049

3 15030 23,5 3,19 7,97

60 22,9 3,9 8,8

4 17030 22,7 5,62 12,645

60 22,6 5,78 13,02

xi

Tabel 2. Pengujian Kadar Lignin dan Selulosa

Sampel a b c d e%

Lignin

%

Selulosa

Tanpa

perlakuan1,0495 0,8819 0,7654 0,7184 0,0054 67,9 4,5

Hidrothermal

pada suhu

170 oC

1,0085 0,6981 0,5796 0,3537 0,0171 33,4 13,1

Setelah

Hidrolisis

dengan

enzim

1 0,2065 0,1767 0,1252 0,0053 11,9 5,15

Pengujian Kadar Etanol Dengan Alat Indeks Bias

Tabel 3. Kurva Standar

KadarIndeks

Bias

5 1,3333

10 1,3356

15 1,337

20 1,3402

25 1,3431

Tabel 4. Sampel

HariIndeks

Bias

Kadar bila volumenya

100 ml2 1.3314 1,73 1.3315 1,94 1.3313 1,65 1.3314 1,76 1.3308 1,07 1.3317 2,5

xii

Tabel 5. Pengujian Kadar Etanol dengan Alat GC setelah Pemurnian Kedua

Sampel Ret. Time Area Konsentrasi (%)

Hari ke-3 2.504 16190976 6.468279953Hari ke-7 2.504 15611918 6.236946817

Etanol Absolute

2.442 250313470 100

Pengujian SEM pada Eceng Gondok

Gambar 2. Tanpa Perlakuan Gambar 3. Hydrothermal Suhu 120 oC

xiii

Gambar 4. Hydrothermal Suhu 170 oC Gambar 5. Hydrothermal Suhu 170 oC

Gambar 6. Setelah Hidrolisis

4.2 Pembahasan

Pada tabel 1 menunjukkan kadar glukosa pada eceng gondok dengan pemanasan 1700C dengan waktu 60 menit adalah 5,78 % (b/b) sementara kadar lignin 33,4 % dan selulosa adalah 13,1 %. Melihat kadar gula pada pemanasan 170 oC dengan waktu 60 menit lebih banyak daripada pemanasan sampel lain. Sehingga pemanasan 170 oC waktu 60 menit dijadikan patokan untuk melanjutkan ketahap hidrolisis. Selain itu, dari grafik hubungan antara kadar glukosa dan temperatur terlihat bahwa kadar glukosa setelah proses hydrothermal berbanding lurus. Dimana semakin tinggi suhu yang digunakan dalam proses hydrothermal maka semakin besar pula kandungan glukosa yang dihasilkan. Hal ini

xiv

menandakan bahwa dalam proses hydrothermal terjadi pengerusakan ikatan lignin sehingga pada saat hidrolis enzim dengan mudah masuk ke dalam struktur selulosa karena ikatan lignin telah terbuka oleh proses hydrothermal. Akan tetapi, pada kondisi suhu 170 oC kadar glukosa yang dihasilkan pada waktu 30 menit dan 60 menit sudah tidak memiliki selisih kandungan glukosa yang besar dengan kata lain, kadar glukosa pada temperature tersebut telah konstan.

Hidrolisis eceng gondok sendiri menggunakan mikroba Trichoderma reseei guna menghasilkan enzim selulase agar dapat merombak struktur selulosa eceng gondok sehingga memudahan pembentukan etanol dikarenakan adanya lignin yang menghambat proses pembentukan

Berdasarkan gambar struktur eceng gondok sebelum dan sesudah proses hidrolisis nampak jelas bahwa enzim selulase yang dihasilkan oleh Trichoderma reseei membuka struktur eceng gondok. Dengan terbukanya struktur eceng gondok maka memudahkan ke proses fermentasi menggunakan Saccharomyces cerevisiae.

Pada proses fermentasi kedua, bakteri Saccharomyces cerevisiae dapat mengubah glukosa menjadi etanol dan gas CO2. Untuk mendapatkan etanolnya diperlukan perlakuan seperti pH antara 4,5-4,8, suhu sekitar 38-40 oC dan difermentasi sampai 7 hari. Sebab waktu maksimal membentuk etanol adalah pada hari ke-7.

Untuk metode pengujian selanjutnya, volume yang diambil dari hasil fermentasi adalah 100 ml dari 400 ml. Untuk menghitung kadar etanol yang terbentuk setelah destilasi pertema menggunakan alat indeks bias, sebaiknya menggunakan kurva standar dengan membuat larutan etanol-air kemudian diuji dengan alat indeks bias, selanjutnya untuk mengetahui kadar etanol dari masing-masing sampel berdasarkan harinya menggunakan metode ploting. Sehingga didapatkan kadar etanol dari hari ke 2-7 adalah 1.7, 1.9, 1.6, 1.7, 1.0 dan 2.5 %. Adapun kadar etanol yang terbentuk tidak konstan dikarenakan kemungkinan saat destilasi terjadinya penguapan.

Untuk destilasi kemurnian konsentrasi etanol yang diambil adalah 1,9 dan 2.5 % dari jumlah volume awal 100 ml dan setelah di destilasi menjadi 6 ml dan 9 ml. Selanjutnya dilakukan pengujian etanol menggunakan alat GC guna mengetahui kadar kemurnian etanol sebenarnya. Hasil dari pengujian kemurnian etanol adalah 6,2% dan 6,4%

xv

KESIMPULAN - Waktu yang digunakan untuk mendapatkan kadar glukosa yang optimum pada proses

hydrothermal yaitu selama 60 menit.

- Temperatur pada proses hydrothermal berbanding lurus dengan kadar glukosa yang

dihasilkan, tetapi pada suhu optimum kadar glukosa mancapai pada keadaan konstan.

- Pada kondisi optimum dalam proses hydrothermal, terjadi kerusakan struktur sel ecang

gondok. Sehingga mampu merombak hemiselulosa dan menghasilkan glukosa yang

optimal.

- Kandungan bioetanol yang diperoleh dari hasil fermentasi dan pemisahan destilasi adalah

6,2% dan 6,4% .

xvi

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim.1966, Eceng Gondok, http://id.wikipedia.org/wiki/Eceng_gondok, diakses

tanggal 22 September 2011Makassar

2. Ardiwinata.R.O. 1985. Musuh Dalam Selimut di Rawa Pening, Kementrian Pertanian.

Vorking: Bandung.

3. Contributed by Administrator. 2007. Bio-Etanol, Sentra Teknologi Polimer.

http://www.sentrapolimer.com, diakese tanggal 22 September 2011 Makassar

4. Glori K. Wadrianto.2012 Danau Tondano Dikepung Eceng Gondok,

(http://travel.kompas.com/read/2012/11/01/09005234/Danau.Tondano.Dikepung.Eceng.

Gondo) diakses tanggal 22 September 2011 Makassar.

5. Izzati Nurul, dkk. 2010. Pengaruh Perlakuan Awal Autoklaf dan Autoklaf-

Impregnasi Terhadap Persen Sakarifikasi Ampas Tebu Secara Enzimtis Menjadi

Bioetanol Sebagai Bahan Bakar Alternatif. Program Kreativitas Mahasiswa,

Universitas Negeri Malang.

6. Kadar Z, dkk. 2007. Ethanol Fermentation of Various Pretreated and Hydrolyzed

Substrates at Low Initial pH. Applied Biochemistry and Biotechnology Vol. 136–140;

pp 847–858.

7. Naila, 2010, Fermentasi Bioethanol, [online] http://dunianaila.blogspot.

com/2010/04/proses fermentasi-glukosa-menjadi-bioethanol, diakses tanggal 22

September 2011 Makassar.

8. Taherzadeh, M. J, dkk. 2008. Pretreatment of Lignocellulosic Wastes to Improve

Ethanol and Biogas Production. International Journal of Molecular Sciences, 1621-

1651. ISSN 1422-0067.

9. Taufikrahmat’s Park. 2008. Problema Eceng Gondok di Ibu Kota [online],

(http://taufikurahman.wordpress.com/2008/02/06/problema-eceng-gondok-di-ibu-kota/)

diakses tanggal 22 September 2011Makassar.

10. Tomy Linelejan,2009, Ancaman Eceng Gondok (http://sman1ah .wordpress.com

/2009/07/20/ancaman-eceng-gondok/), diakses tanggal 22 September 2011, Makassar

xvii