32
PRENATAL DIAGNOSTIK Patricia Jessica C. Babay 10.2009.052 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Terusan Arjuna Utara no 6, Jakarta Barat [email protected] A. PENDAHULUAN Diagnosis prenatal adalah ilmu dan seni untuk mengidentifikasi kelainan struktur dan fungsi pada perkembangan janin. Sekitar 2-3% bayi baru lahir mempunyai masalah dengan kelainan kongenital mayor yang ditemukan pada saat lahir. Kelainan kongenital mayor merupakan salah satu penyebab utama kematian neonatus, dan kelainan genetik merupakan empat besar kasus rawat inap di bagian anak. 1 1

Makalah Blok 27 - Prenatal Diagnostik

Embed Size (px)

DESCRIPTION

PBL

Citation preview

Page 1: Makalah Blok 27 - Prenatal Diagnostik

PRENATAL DIAGNOSTIK

Patricia Jessica C. Babay

10.2009.052

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Terusan Arjuna Utara no 6, Jakarta Barat

[email protected]

A. PENDAHULUAN

Diagnosis prenatal adalah ilmu dan seni untuk mengidentifikasi kelainan struktur dan fungsi

pada perkembangan janin. Sekitar 2-3% bayi baru lahir mempunyai masalah dengan kelainan

kongenital mayor yang ditemukan pada saat lahir. Kelainan kongenital mayor merupakan

salah satu penyebab utama kematian neonatus, dan kelainan genetik merupakan empat besar

kasus rawat inap di bagian anak.1

Banyak kelainan pada janin dapat diidentifikasi saat prenatal dan kemajuan teknologi

dalam bidang kesehatan telah memungkinkan untuk melakukan pengobatan prenatal,

sehingga saat ini diagnosis prenatal merupakan jembatan penting antara obstetri dan

pediatrik. Terapi prenatal saat ini meliputi optimalisasi lingkungan intrauteri dan kondisi pada

saat persalinan, transfusi darah, pemberian obat-obatan, amnioreduksi, pemasangan shunt dan

operasi. Utuk masa yang akan datang akan memungkinkan untuk melakukan transplantasi

hematopeitic stem cell dan metode transfer gen yang lain.1,2,3

Diagnosis prenatal meliputi evaluasi terhadap tiga kategori pasien berupa yaitu :1

1

Page 2: Makalah Blok 27 - Prenatal Diagnostik

1. Janin dengan risiko tinggi untuk kelainan genetik dan kongenital

2. Mereka dengan risiko yang tidak diketahui untuk kelainan kongenital umum.

3. Janin yang pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan mempunyai kelainan struktur

dan perkembangan

Kualitas USG mempengaruhi kemampuannya untuk diagnostik prenatal dalam

mendeteksi kelainan-kelainan kongenital yang secara klinis sudah jelas tampak, dan juga

peningkatan kemampuannya mendeteksi kelainan kongenital yang masih belum tampak jelas

secara klinik, selain itu dapat membantu atau sebagai pembimbing yang sangat akurat untuk

berbagai prosedur seperti : pemeriksaan amniosintesis, pemeriksaan villi khorialis,

pemeriksaan darah janin dan pemeriksaan biopsi Janin.

Upaya pencegahan cacat bawaan dapat dibedakan atas pencegahan primer dan

pencegahan sekunder. Pencegahan primer ditujukan pada upaya pencegahan terjadinya

kehamilan dengan cacat bawaan, kegiatan utamanya adalah penyaringan atau deteksi dini

golongan yang mempunyai risiko untuk mendapat keturunan dengan cacat bawaan, yang

meliputi kegiatan skrining, konseling prakonsepsi / pranikah dan tindakan supportifnya

berupa keluarga berencana, adopsi atau inseminasi donor.2, 3

Pencegahan sekunder ditujukan pada upaya pencegahan kelahiran bayi dengan cacat

bawaan dengan melakukan kegiatan pranatal antara lain: skrining genetika dalam kehamilan,

konseling prenatal, diagnosis prenatal dan tindakan suportif lainnya berupa terminasi

kehamilan, terapi gen maupun terapi janin in utero.2, 3

B. PEMBAHASAN

I. ANAMNESIS

Menanyakan identitas dan data umum seperti nama, usia, pekerjaan, agama, suku

Menanyakan keadaan sosial dan ekonomi, gaya hidup dan kondisi lingkungan

Menanyakan adanya keluhan utama dan penyerta

Menanyakan apakah pasien telah melakukan pemeriksaan sebelumnya atau

pengobatan sebelumnya, apa yang dilakukan untuk mengatasi keluahannya sebelum

kedokter.

Menanyakan riwayat penyakit keluarga dan penyakit terdahulu.

2

Page 3: Makalah Blok 27 - Prenatal Diagnostik

Pada anamnesis umum kehamilan perlu ditanyakan usia kehamilan atau menghitung

kehamilan dengan menanyakan hari pertama dari haid terakhir, riwayat pernikahan ibu,

riwayat penyakit yang sedang diderita ibu seperti preeklamsia, maupun keadaan janin dalam

pemeriksaan kandungan sebelumnya seperti adanya kondisi hidroamnion pada janin, atau

solusio plasenta.

Tanyakan pula tentang riwayat penyakit dahulu, khususnya penyakit kronis seperti hipertensi,

diabetes, atau kelainan jantung.

Perlu ditanyakan pula keluhan tambahan seperti adanya nyeri pinggang, atau nyeri perut

untuk melihat adakah indikasi inpartu pada ibu pasca terjadinya KPD. Perlu ditanyakan juga

apa warna, konsistensi, dan bau dari cairan yang keluar, sehingga dapat dibedakan dengan

kemungkinan inkontinensia urin pada ibu hamil maupun untuk membedakan dengan darah

dan sekret vagina. Tanyakan pula apakah ibu masih merasakan pergerakan bayi atau tidak,

sebagai indikasi kehidupan bayi, apakah frekuensinya bertambah banyak atau tidak

mengindikasikan bayi sedang dalam stres atau tidak .

Keluhan lainnya yang perlu ditanyakan adanya apakah terdapat demam untuk indikasi adanya

infeksi.

Selain itu tanyakan pula apakah ibu pernah mengalami keadaan seperti ini? Pelajari pola

makan dan kualitas gizinya. Apakah ia merokok atau minum minuman beralkohol?

Bagaimana ruang lingkup sosialnya?

Bagaimana riwayat kehamilan sebelum ini, apakah pernah mengalami masalah seperti ini

atau masalah lainnya seperti preeklamsia maupun hidroamnion dan sebagainya.9

II. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan tekanan darah, berat badan, tinggi badan, tinggi

fundus uteri ( tafsiran berat badan janin ), auskultasi ( mengetahui denyut jantung janin ),

palpasi abdomen untuk mendeteksi kehamilan ganda ( setelah umur kehamilan 28 minggu ),

manuver Leopold untuk menentukan posisi dan letak janin.

Pemeriksaan Leopold I, bertujuan untuk mengetahui letak fundus uteri dan bagian lain yang

terdapat pada bagian fundus uteri. Dengan cara:

- Wajah pemeriksa menghadap kearah ibu

- Palpasi fundus uterus

3

Page 4: Makalah Blok 27 - Prenatal Diagnostik

- Tentukan bagian janin yang ada pada fundus

Pemeriksaan Leopold II, bertujuan untuk menentukan punggung dan bagian kecil janin di

sepanjang sisi maternal, dengan cara:

- Wajah pemeriksa menghadap ke arah kepala ibu.

- Palpasi dengan satu tangan pada tiap sisi abdomen.

- Palpasi janin di antara dua tangan.

- Temukan mana punggung dan bagian ekstremitas.

Pemeriksaan Leopold III, bertujuan untuk membedakan bagian persentasi dari janin dan

sudah masuk dalam pintu panggul, dengan cara:

- Wajah pemeriksa menghadap ke arah kepala ibu.

- Palpasi di atas simfisis pubis. Beri tekanan pada area uterus.

- Palpasi bagian presentasi janin di antara ibu jari dan keempat jari dengan 

  menggerakkan pergelangan tangan. Tentukan presentasi janin.

- Jika ada tahanan berarti ada penurunan kepala.

Pemeriksaan Leopold IV, bertujuan untuk meyakinkan hasil yang ditemukan pada

pemeriksaan Leopold III dan untuk mengetahui sejauh mana bagian presentasi sudah masuk

pintu atas panggul. Memberikan informasi tentang bagian presentasi : bokong atau kepala,

sikap/attitude (fleksi atau ekstensi), dan station (penurunan bagian presentasi), dengan cara:

- Wajah pemeriksa menghadap ke arah ekstremitas ibu.

- Palpasi janin di antara dua tangan.

- Evaluasi penurunan bagian presentasi.9

III. INDIKASI PRENATAL DIAGNOSTIC

Alasan utama untuk melakukan diagnosis prenatal adalah faktor usia maternal (>35

tahun), abnormalitas maternal serum alfa fetoprotein (MSAFP) dan hasil skrining test lain

yang positif. Secara singkat indikasi untuk diagnosis prenatal adalah sebagai berikut :1-3

1. Usia maternal 35 tahun atau lebih

4

Page 5: Makalah Blok 27 - Prenatal Diagnostik

2. Riwayat keluarga dengan anomali kromosom

3. Orang tua dengan karier translokasi

4. Abnormalitas MSAFP atau multiple markers screen

5. Riwayat keluarga dengan neural tube defect (NTD)

6. Kelainan gen tunggal – riwayat keluarga atau karier yang didapat dari skrining

populasi.

7. Malformasi kongenital yang didiagnosis dengan USG

8. Kecemasan.

Wanita yang berusia lebih dari 35 tahun perlu ditawarkan untuk menjalani pemeriksaan

diagnosis prenatal karena pada usia 35 tahun insidens trisomi mulai meningkat dengan cepat.

Hal ini berhubungan dengan non-disjunction pada miosis. Pada usia 35 tahun kemungkinan

untuk mendapat bayi lahir hidup dengan kelainan kromosom adalah 1:192, sehingga ada

beberapa ahli yang menawarkan diagnosis prenatal pada usia 33 tahun namun hal ini belum

menjadi konsensus.1, 2

IV. PRENATAL DIAGNOSTIC :

1. PEMERIKSAAN ULTRASONOGRAFI

Sejak Donald memperkenalkan ultrasonografi (USG) dalam bidang obstetri pada akhir

tahun 1950an telah terjadi banyak kemajuan dalam teknologi USG ini. Dengan semakin

baiknya resolusi dan sensitifitas pemeriksaan dengan USG, maka telah terjadi peningkatan

penggunaan USG untuk diagnosis prenatal dalam mememukan abnormalitas morfologi

janin terutama setelah 18 minggu, dengan penggunaan transduser transvaginal

memungkinkan deteksi abnormalitas morfologi janin mulai kehamilan 13 minggu.1, 4

Informasi yang dapat diperoleh dari pemeriksaan ultrasonografi antenatal meliputi :4

- Konfirmasi kehidupan janin

- Penentuan umur kehamilan yang akurat

- Diagnosis kehamilan ganda dan penentuan korionisitas

- Deteksi anomali pada janin

- Pemantauan pertubuhan janin

- Penilaian kesejahteraan janin

- Penentuan lokasi plasenta dan tepinya

- Pemantauan real time untuk prosedur invasif

5

Page 6: Makalah Blok 27 - Prenatal Diagnostik

- Deteksi kelainan uterus dan adneksa

RCOG pada tahun 1997 membuat rekomendasi untuk pemakaian USG sebagai berikut :4

1. Skrining universal lebih dapat dipercaya untuk menentukan kelainan pada janin

dibanding dengan pemeriksaan scanning selektif.

2. Skrining kelainan pada janin menurunkan angka kematian perinatal karena mampu

mengidentifikasi kelainan dan melakukan terminasi kehamilan.

3. Berdasarkan bukti terkini, scanning pada usia kehamilan 18-20 minggu merupakan

metode yang paling efektif untuk mendeteksi kelainan pada janin.

4. Walaupun tidak memerlukan persetujuan tertulis sebelum pemeriksaan namun wanita

perlu diberi kesempatan untuk memilih apakah mau diperiksa. Harus tersedia

informasi tertulis dan lisan sebelum pemeriksaan. Ketetapan mengenai konseling dan

informasi yang memadai harus merupakan bagian dari program skrining.

5. Bila terdeteksi adannya suatu kelainan maka harus diskusi mengenai dampaknya.

Orang tua mendapat manfaat dari diskusi yang melibatkan ahli lain selain

ultrasonografer dan spesialis kebidanan seperti ahli anak, ahli genetik dan ahli bedah

anak.

6. Pemeriksaan ultrasonografi hanya dilakukan oleh tenaga yang sudah terlatih.

Pemeriksaan skrining rutin harus dilakukan dengan dengan menggunakan protokol

atau daftar tilik yang telah disetujui.

Diagnosis kelainan janin dilakukan dengan tiga cara yaitu :

1. Dengan visualisasi langsung dari defek struktural, misalnya tidak adanya tulang

tengkorak pada anencephali.

2. Dengan menunjukkan disproporsi ukuran atau pertumbuhan dari bagian tubuh tertentu

pada janin misalnya, anggota gerak yang pendek pada dwarfism.

3. Dengan mengenali dampak dari anomali terhadap organ yang berdekatan, misalnya

adanya katup pada uretra posterior terdiagnosis dengan adanya dilatasi pada saluran

ginjal.

RCOG merekomendasikan program pemeriksaan dua tahap; pertama pada saat ibu

mendaftar dan pemeriksaan kedua pada sekitar atau saat kehamilan 20 minggu, minimal

pada kehamilan 20 minggu. Bila ditemukan adanya kelainan maka harus dirujuk untuk

diperiksa oleh tenaga yang terampil untuk pemeriksaan yang lebih rinci dan menentukan

penanganan selanjutnya yang sesuai. Keputusan penanganan harus dilakukan dengan

6

Page 7: Makalah Blok 27 - Prenatal Diagnostik

mendapat masukan dari tim dengan keahlian yang multidisplin. Orang tua harus terlibat

langsung dan mendapat informasi yang memadai untuk mengambil keputusan.4

Beberapa anomali yang banyak ditemukan antara lain : defek pada jantung, defek

dinding perut, kelainan SSP, kelainan gastro intestinal, kelainan ginjal dan nuchal

translucency. Kelainan ini dapat tersendiri atau berhubungan dengan anomali kromosom atau

bagian dari sindroma mendelian. Dengan demikian pemeriksan dengan USG akan

memberikan manfaat yang besar.2

Standar RCOG untuk pemeriksaan USG pada kehamilan 20 minggu adalah sebagai

berikut :4

Umur kehamilan : dengan mengukur diameter biparietal (BPD), lingkar kepala (HC)

dan panjang femur (FL)

Nomalitas janin

Bentuk kepala dan struktur di dalamnya : midline echo, kavum pellucidum,

cerebellum, ukuran ventrikel dan atrium (< 10 mm)

Spina : longitudinal dan transversal

Bentuk abdomen dan isinya ( setinggi lambung)

Bentuk abdomen dan isinya (setinggi umbilikus)

Pelvis ginjal (jarak anterior-posterior < 5 mm)

Aksis longitudinal : tampak toraks – abdominal (diafragma / buli-buli)

Toraks (setinggi 4 chamber view)

Lengan – 3 tulang dan tangan (tidak termasuk jari-jari)

Tungkai – 3 tulang dan kaki (tidak termasuk jari-jari)

Optional : pembuluh darah yang keluar dari jantung, muka dan bibir.4

Tabel di bawah ini menunjukkan defek kromosomal janin dan abnormalitas ultrsonografi

pada trimester ke-2:

7

Page 8: Makalah Blok 27 - Prenatal Diagnostik

Tabel 6. Defek kromosomal janin dan abnormalitas ultrsonografi.2

2. AMNIOSINTESIS

2.1. AMNIOSINTESIS MIDTRIMESTER

Amniosintesis adalah tindakan mengeluarkan cairan amnion yang mengandung sel-sel

janin dan unsur biokimia dari rongga amnion. Pertama kali dilakukan pada tahun 1880 untuk

dekompresi polihidramnion. Pada tahun 1950 amniosintesis menjadi alat diagnostik ketika

mulai dilakukan pengukuran kadar bilirubin dalam cairan amnion untuk memantau

isoimunisasi rhesus. Amniosintesis untuk deteksi kelainan kromosom prenatal pertama kali

dilaporkan pada tahun 1967. Sejak itu amniosintesis diterima secara luas menjadi metode

untuk diagnosis prenatal untuk kelainan kromosom, penyakit-penyakit yang diturunkan, dan

beberapa infeksi kongenital.2, 3

8

Page 9: Makalah Blok 27 - Prenatal Diagnostik

Indikasi utama untuk tindakan amniosintesis adalah pemeriksaan karyotype janin. Sel-

sel dalam cairan amnion berasal dari kulit janin yang mengalami deskuamasi dan dikeluarkan

dari saluran gastrointestinal, urogenital, saluran pernafasan dan amnion. Sel-sel ini

dipersiapkan untuk analisis pada tahap metafase maupun untuk pemeriksaan FISH. Namun

laboratorium lebih senang bila mendapat sampel dari darah atau villi korialis karena banyak

mengandung DNA yang diperlukan untuk kultur.5

Dahulu cairan amnion juga dipakai untuk pemeriksaan kadar enzym untuk

menentukan adanya gangguan metabolisme dan analisis metabolit untuk mendeteksi penyakit

kistik fibrosis, namun saat ini telah digantikan dengan pemeriksaan yang lebih akurat yaitu

dengan pemeriksaan mutasi DNA yang bertanggung jawab tehadap kondisi ini.5

Amniosintesis midtrimester untuk pemeriksaan genetik umumnya dilakukan pada

usia kehamilan antara 15-18 minggu. Pada saat itu jumlah air ketuban sudah memadai

(sekitar 150 ml) dan perbandingan antara sel yang viable dan non viable mencapai rasio

terbesar.3, 5

Sebelum amniosintesis terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan USG untuk

menentukan jumlah janin, konfirmasi usia kehamilan, memastikan viabilitas janin, deteksi

anomali pada janin dan menentukan lokasi plasenta dan insersi tali pusat serta

memperkirakan jumlah air ketuban. Dilakukan tindakan antisepsis pada kulit perut ibu dan

operator memakai sarung tangan steril. Dengan tuntunan USG, tusukkan jarum ukuran 20-22

pada kantong amnion yang tidak berisi bagian kecil janin atau tali pusat. Sebaiknya dilakukan

pada daerah fundus untuk mengurangi risiko robekan selaput ketuban, dan sedapat mungkin

menghindari daerah plasenta. Bila terpaksa harus melakukan tusukan pada daerah plasenta

sebaiknya dibantu dengan color doppler untuk mengidentifikasi pembuluh darah dan lakukan

tusukan pada daerah yang paling tipis jauh dari tepi plasenta. Prosedur ini biasanya tidak

memerlukan anestesi lokal.3, 5

Dapat dilakukan dengan teknik “free hand” dimana tangan operator yang satu

memegang tranduser dan tangan lainnya memegang jarum, atau dapat dipasang pengantar

jarum pada tranduser. Cara ini mempunyai keuntungan karena dapat menghindari gerakan

jarum ke arah lateral yang dapat meningkatkan ukuran tusukan jarum. Cairan amnion yang

pertama diaspirasi dibuang sebanyak 1-2 ml untuk menghindari kontaminasi dengan sel-sel

maternal. Dilakukan aspirasi cairan amnion sebanyak 15 ml ke dalam tabung untuk analisa

sitogenetika.3, 5

Bila pada kesempatan pertama gagal untuk mengaspirasi cairan maka dapat dilakukan

pada lokasi lain setelah terlbih dahulu menilai kembali keadaan janin dan letak plasenta.

9

Page 10: Makalah Blok 27 - Prenatal Diagnostik

Tenting pada selaput ketuban atau kontraksi uterus sering menjadi penyebab kegagalan. Bila

tindakan kedua gagal maka tunda tindakan amniosintesis untuk beberapa hari kemudian,

jangan melakukan dua kali tindakan pada satu kesempatan yang sama.3, 5

Walaupun dengan pengalaman selama kurang lebih tiga dekade dengan amniosintesis

midtrimester namun masih sulit untuk menentukan risiko prosedur ini yang berhubungan

dengan abortus. Pada penelitian prospektif, multisenter yang luas diperkirakan risiko abortus

berkisar 0,5 – 1%.

Selain abortus risiko lain pada janin dan ibu juga perlu untuk dipertimbangkan. Sudah

ada laporan mengenai terjadinya scar pada tubuh janin akibat tusukan jarum namun jarang

terjadi. Amniosintesis yang dilakukan dengan tuntunan USG dapat mengurangi risiko

tersebut dan juga risiko perlukaan yang lain. Komplikasi lain dari amniosintesis midtrimester

meliputi korioamnionitis, robekan selaput ketuban dan perdarahan pervaginam. Insidens

korioamnionitis < 1 per 1000 prosedur, robekan selaput ketuban terjadi pada 1-2% penderita,

namun biasanya sembuh sendiri dan terjadi reakumulasi cairan dan pada umumnya luaran

kehamilan normal. Insiden perdarahan pervaginam juga sekitar 1% dan berhubungan dengan

ukuran jarum yang dipakai.2, 5

Sudah pernah dilaporkan kasus sensitasi pada wanita dengan rhesus negatif setelah

amniosintesis, risikonya sekitar 1%. Risiko ini dapat dikurangi dengan menghindari

pendekatan transplasenta, memakai jarum berukuran kecil dan pemberian anti-D

immunoglobulin intramuskuler sesudah tindakan amniosintesis terhadap pasien Rh-negatif

yang belum tersensitasi.5

2.2. AMNIOSITESIS DINI

Amniosintesis dini adalah amniosintesis yang dilakukan pada usia kehamilan sebelum

15 minggu (11-14 minggu). Kesulitan teknisnya lebih besar karena jumlah air ketuban belum

banyak dan fusi antara amnion dan korion belum sempurna sehingga sering menyebabkan

tenting pada selaput ketuban. Selain itu targetnya lebih kecil, uterus belum berbatasan dengan

dinding perut sehingga meningkatkan kemungkinan perlukaan pada usus atau masuknya

kuman dari usus ke uterus.2, 3

Tindakan amniosintesis dini dilakukan dengan maksud untuk melakukan diagnosis

prenatal yang lebih dini dan menjadi tindakan alternatif untuk pemeriksaan villi korialis yang

tekniknya relatif lebih sulit dan mempunyai lebih banyak komplikasi. Dengan tuntunan USG

dilakukan pengambilan cairan amnion sebanyak 10-12 ml. Walaupun jumlah sel yang

terambil lebih sedikit namun persentasi sel yang viable lebih besar dibanding dengan pada

10

Page 11: Makalah Blok 27 - Prenatal Diagnostik

usia kehamilan yang lebih lanjut. Keberhasilan kultur pada kehamilan 12-14 minggu lebih

dari 95% dengan waktu panen rata-rata 12 hari (1-2 lebih lama ) daripada kehamilan 16

minggu. Dibanding dengan CVS, amniosintesis dini mempunyai frekuensi kontaminasi sel

maternal dan mosaicsm yang lebih rendah.5

Beberapa penelitian melaporkan peningkatan risiko abortus pada tindakan

amniosintesis dini dibanding dengan amniosintesis midtrimester dan CVS, namun Johnson

dkk tidak menemukan adanya perbedaan kejadian abortus antara kelompok amniosintesis dini

dan midtrimester. Penelitian lain di Kanada menemukan perbedaan yang bermakna pada

kejadian abortus (7,6% vs 5,9%), robekan selaput ketuban (3,5% vs 1,7%) dan deformitas

tulang, khususnya talipes equinovarus (1,4% vs 0,4%) antara kelompok amniosintesis dini

dan midtrimester, sehingga peneliti ini menganjurkan untuk tidak melakukan amniosisntesis

dini kecuali tidak ada alternatif lain.3, 5

3. PEMERIKSAAN VILLI KORIALIS

Diagnosis prenatal yang dikerjakan pada trimester kedua mempunyai beberapa

kekurangan antara lain, diagnosis baru dapat diketahui pada usia kehamilan yang lebih lanjut

sehingga risiko untuk terminasi kehamilan lebih besar dan terminasi pada saat janin sudah

mulai bergerak menimbulkan beban emosional yang berat bagi pasien, sehingga diusahakan

untuk melakukan diagnosis prenatal pada trimester pertama.

Teknik pemeriksaan villi korialis pertama kali diperkenalkan di Cina pada tahun 1975

yang bertujuan untuk menentukan jenins kelamin janin dengan cara memasukkan kateter

halus ke dalam uterus dengan hanya dituntun perasaan taktil. Bila terasa ada hambatan,

kemudian pengisap dipasang dan dilakukan aspirasi potongan villi.3

Pemeriksaan villi korialis biasanya dilakukan pada usia kehamilan antara 10-12

minggu, untuk pemeriksaan sitogenetik, molekuler (analisis DNA) dan atau metode biokimia

yang dapat diaplikasikan pada jaringan villii. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi anomali

kromosom, defek gen spesifik dan aktivitas enzym yang abnormal dalam kehamilan

terutama pada penyakit turunan.2, 3

Jaringan villi dapat diambil dengan teknik transervikal maupun transabdominal.

Sebelum tindakan, dilakukan pemeriksaan USG untuk konfirmasi denyut jantung janin dan

letak plasenta. Tentukan posisi uterus dan serviks, bila uterus anteversi maka tambahan

pengisian kandung kemih dapat membantu untuk meluruskan posisi uterus, namun hindari

11

Page 12: Makalah Blok 27 - Prenatal Diagnostik

pengisian kandung kemih yang berlebihan karena dapat mendorong uterus keluar dari rongga

pelvis sehingga memperpanjang jarak untuk mencapai tempat pengambilan sampel yang

dapat mengurangi kelenturan yang diperlukan untuk manipulasi kateter.3, 6

Pasien dibaringkan dalam posisis litotomi, antisepsis vulva dan vagina kemudian

masukkan spekulum dan lakukan hal yang sama pada serviks. Ujung distal kateter (3-5 cm)

sedikit ditekuk untuk membentuk lengkungan dan kateter dimasukkan kedalam uterus dengan

tuntunan USG sampai terasa tahanan menghilang pada endoserviks. Operator menunggu

sampai sonographer menvisualisasi ujung kateter, kemudian kateter dimasukkan sejajar

dengan selaput korion ke tepi distal plasenta. Keluarkan stylet dan pasang tabung pengisap 20

ml yang mengandung medium nutrien. Jaringan villi yang terisap ke dalam tabung dapat

dilihat dengan mata telanjang sebagai struktur putih yang terapung dalam media. Kadang kala

diperlukan pemeriksaan mikroskop untuk mengkonfirmasi jaringan villi. Sering jaringan

desidua ibu ikut terambil namun mudah dikenali sebagai stuktur yang amorf (tak berbentuk).

Bila tidak berhasil mendapat jaringan villi yang cukup maka dapat dilakukan insersi kedua.3, 6

Teknik transabdominal pertama kali diperkenalkan oleh Smid –Jensen dan

Hahnemann dari Denmark. Dengan tuntunan USG masukkan jarum spinal ukuran 19 atau 20

ke dalam sumbu panjang plasenta. Setelah stylet dikeluarkan, aspirasi villi ke dalam tabung

20 ml yang berisi media kultur jaringan. Berhubung karena jarum yang dipakai lebih kecil

dari kateter servikal maka perlu dilakukan tiga sampai empat kali gerakan maju mundur pada

ujung jarum terhadap jaringan plasenta agar jaringan villi dapat terambil. Berbeda dengan

teknik transervikal yang dilakukan sebelum usia kehamilan 14 minggu, teknik ini dapat

dilakukan sepanjang kehamilan sehingga dapat menjadi alternatif untuk amniosintesis dan

pemeriksaan darah janin.3, 6

Komplikasi yang dapat terjadi pada pemeriksaan villi korialis adalah abortus dan yang

ditakuti akhi-akhir ini adalah hubungan antara tindakan ini dengan kejadian reduksi anggota

gerak. CVS yang dilakukan pada kehamilan < 9 minggu mempunyai risiko untuk reduksi

anggota gerak 10-20 kali lebih besar dibandingkan dengan CVS yang dilakukan setelah usia

> 11 minggu.3

Kontaminasi jaringan desidua ibu pada sampel yang dikultur dapat memberikan hasil

negatif palsu, dan hal ini sering terjadi bila hanya sedikit sampel yang terambil, namun di

senter yang telah berpengalaman kejadian ini tidak ditemukan lagi.6

12

Page 13: Makalah Blok 27 - Prenatal Diagnostik

4. PEMERIKSAAN DARAH JANIN

Pada tahun 1983, Daffos dkk memperkenalkan metode pengambilan darah janin

dengan tuntunan USG menggunakan jarum spinal ukuran 20-22 melalui perut ibu ke dalam

tali pusat. Teknik ini disebut juga kordosentesis, PUBS (percutaneous umbilical blood

sampling), fetal blood sampling atau furnipuncture. Kordosintesis adalah istilah yang sering

digunakan.7

Indikasi pemeriksaan ini dapat dibagi atas indikasi diagnostik dan terapeutik.

Umumnya, pemeriksaan darah janin diindikasikan bila keuntungannya lebih banyak dari

kerugiannya. Sebelumnya pemeriksaan darah janin dilakukan untuk karyotype cepat namun

dengan teknik sitogenetik yang baru memakai metode FISH sampel dari villi korialis dan

amniosit juga dapat diperiksa dengan cepat. Indikasi lain untuk pemeriksaan ini adalah bila

ditemukan mosaik atau kegagalan kultur pada amniosintesis dan biopsi plasenta. Pemeriksaan

darah janin juga dilakukan pada wanita yang datang terlambat (usia kehamilan lanjut) pada

kunjungan antenatal dan menginginkan pemeriksaan karyotype atau untuk diagnosis prenatal

retardasi mental fragile-X.3, 7

Indikasi diagnostik yang lain adalah pemeriksaan hemoglobinopathi, koagulaopathi,

penyakit granulomatous kronik dan beberapa kelainan metabolisme serta penentuan anemia

dan trombositopenia pada janin. Untuk indikasi terapeutik adalah : terapi anemia pada janin

melalui transfusi darah dan pemberian obat antiaritmia pada janin dengan hidrops.7

Dengan tuntunan USG tusukkan jarum melalui dinding perut ibu dan arahkan ke

tempat insersi tali pusat di plasenta, tusukan pada bagian tali pusat yang melayang lebih sulit

dilakukan. Bila menggunakan pengantar jarum pada tranduser USG maka ukuran jarumnya

lebih kecil (22-26) sedang bila menggunakan teknik free hand jarum yang dipakai berukuran

20-22. Bila ujung jarum telah mencapai tali pusat, pasang tabung pengisap dan isap darah

kurang lebih 5 ml. Penting untuk menentukan apakah sampel darah ini berasal dari janin atau

terkontaminasi darah ibu, walaupun dengan teknik yang baik hal ini jarang terjadi namun

lebih bijaksana bila dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikannya. Sel darah

janin akan tampak lebih besar dengan MCV yang lebih besar. Pengambilan sampel darah

janin juga dapat dilakukan pada vena intrahepatik maupun jantung janin3, 7

13

Page 14: Makalah Blok 27 - Prenatal Diagnostik

Komplikasi yang dapat terjadi pada janin pasca kordosintesis adalah : terjadinya

hematoma atau perdarahan pada tempat tusukan jarum, bradikardi, infeksi. Kemungkinan

untuk terjadinya kematian janin berkisar 1% untuk itu perlu dilakukan pemantauan denyut

jantung janin dengan kardiotokografi selama paling sedikit 30 menit. Pada ibu komplikasi

yang dapat terjadi adalah isoimunisasi rhesus, sehingga harus diberikan anti-D

immunoglobulin pada ibu dengan rhesus negatif.7

5. BIOPSI JANIN

Indikasi pemeriksaan jaringan janin sampai saat ini masih terus berkembang. Teknik

yang invasif ini digunakan hanya untuk kelainan dengan morbiditas tinggi, dimana diagnosis

dengan pemeriksaan amniosintesis, villi khorialis atau darah janin tidak memuaskan. Jaringan

yang diambil dari janin untuk prenatal diagnosis antara lain : kulit, otot, liver, ginjal dan

otak.2, 3

Indikasi yang paling sering digunakan untuk pemeriksaan jaringan janin adalah untuk

diagnosis genodermatosis, yang merupakan penyakit berat turunan pada kulit dengan angka

morbiditas dan mortalitas tinggi.

Pada awalnya biopsi janin dilakukan dengan fetoskopi, tetapi saat ini telah diganti

dengan memakai USG. Prosedur ini dilakukan pada kehamilan 17-20 minggu dengan

memakai forsep biopsi yang dimasukkan melalui jarum angiocath no 14. Biopsi jaringan

janin untuk diagnosis genodermatosis hanya dapat dilakukan dengan biopsi kulit, hasil biopsi

ini dapat diperiksa dengan teknik morfologi, immunohistokimia, dan biokimia.2, 3

Biopsi jaringan otot janin, jarang dilakukan tetapi pernah dilakukan untuk diagnosis

prenatal mucular dystrophy yang disebabkan mutasi gen pada kromosom X, gen untuk

distrofin. Sejak karakteristik gen distrofin diketahui diagnosis prenatal untuk janin yang

berisiko dapat dilakukan dengan metode molekuler (polymerase chain reaction) yang

diambil dari ekstrak DNA dari cairan ketuban atau vili korialis.2

Seperti halnya biopsi otot, maka biopsi hati juga hanya dilakukan pada penyakit yang

diturunkan yang tidak dapat didiagnosis dengan pemeriksaan amniosit atau villi korialis.

Sejumlah kecil penyakit gangguan metabolisme termasuk dalam kategori ini dan dapat

didiagnosis dengan pemeriksaan enzym yang diproduksi di hati, seperti ornitrin

14

Page 15: Makalah Blok 27 - Prenatal Diagnostik

transcarbamilase (OTC) deficiency, carbamoyl phospstase synthetase (CPS) deficiency,

glucosa 6 phospatase deficiency (G6PD).2

6. MATERNAL SERUM ALPHA-FETOPROTEIN (MSAFP)

Janin yang sedang berkembang memiliki dua protein darah utama : albumin dan alfa

fetoprotein ( AFP ). Karena orang dewasa biasanya hanya memiliki albumin dalam darah, tes

MSAFP dapat dimanfaatkan untuk menentukan tingkat AFP dari janin. Biasanya, hanya

sejumlah kecil AFP memperoleh akses ke air ketuban dan plasenta untuk melintasi darah ibu.

Namun, bila ada cacat tabung saraf pada janin, dari kegagalan bagian dari saraf embryologic

tabung untuk menutup, maka AFP akan melarikan diri ke dalam cairan ketuban. Cacat tabung

saraf termasuk anencephaly ( kegagalan penutupan pada akhir tengkorak tabung saraf).

Insiden gangguan-gangguan tersebut sekitar 1-2 kelahiran per 1000 di AS. Juga, jika ada

omphalocele ( keduanya cacat pada dinding perut janin ), AFP dari janin akan berakhir di

darah ibu dalam jumlah yang lebih tinggi.

Agar tes MSAFP memiliki utilitas terbaik, usia kehamilan ibu harus diketahui dengan

pasti. Hal ini karena jumlah MSAFP meningkat sesuai usia kehamilan. Juga, ras ibu dan

kehadiran gestational diabetes penting untuk diketahui, karena MSAFP dapat dipengaruhi

oleh faktor-faktor ini. MSAFP biasanya dilaporkan sebagai multiples of mean (MoM).

Semakin besar MoM, semakin besar kemungkinan cacat hadir. Para MSAFP memiliki

sensitivitas terbesar antara 16-18 minggu kehamilan, tetapi masih berguna antara 15-22

minggu kehamilan. Namun tes ini tidak spesifik 100 % karena terkadang ada berbagai faktor

yang menyebabkan MSAFP meningkat terutama saat terjadi kesalahan penghitungan usia

kehamilan. MSAFP juga dapat berguna dalam penyaringan untuk Sindrom Down dan

trisomies lainnya. MSAFP cenderung lebih rendah ketika Sindrom Down atau kelainan

kromosom lain hadir.

7. MATERNAL SERUM BETA-HCG

Tes ini paling sering digunakan sebagai tes untuk kehamilan. Dimulai pada sekitar

seminggu setelah pembuahan dan implantasi embrio ke dalam rahim, trofoblas akan

menghasilkan cukup beta-HCG untuk mendiagnosis kehamilan. Jadi, pada saat pertama kali

menstruasi luput, beta-HCG akan sudah cukup untuk tes kehamilan positif. Beta-HCG juga

15

Page 16: Makalah Blok 27 - Prenatal Diagnostik

dapat diukur dalam serum dari darah ibu, dan ini dapat berguna di awal kehamilan ketika

terancam aborsi atau kehamilan ektopik dicurigai, karena jumlah beta-HCG akan lebih

rendah dari yang diharapkan.

Kemudian pada kehamilan, di tengah sam akhir trimester kedua, beta-HCG dapat

digunakan bersama MSAFP untuk skrining kelainan kromosom, dan sindrom down pada

khususnya. Sebuah beta-HCG tinggi dibarengi dengan penurunan MSAFP menunjukkan

Sindrom Down. Tingkat HCG yang tinggi mengindikasikan adanya penyakit Tropoblastic

( kehamilan molar ). Tidak adanya bayi saat di USG disertai HCG yang tinggi

mengindikasikan mola hidatidosa, Kadar HCG juga bisa digunakan untuk follow up

perawatan pada kehamilan molar untuk memastikan tidak adanya penyakit trophoblastik

seperti kariokarsinoma.

8. SERUM ESTRIOL MATERNAL

Jumlah estriol dalam serum ibu bergantung pada kelayakan janin, sebuah plasenta

berfungsi dengan benar, dan keadaan ibu. Substrat untuk estriol dimulai sebagai

dehydroepiandrosterone ( DHEA ) yang dibuat oleh kelenjar adrenal janin. Ini dimetabolisme

lebih lanjut di dalam plasenta menjadi estriol. Estriol masuk ke sirkulasi ibu dan dieksresi

oleh ginjal dalam air seni ibu atau oleh hati ibu dalam empedu. Pengukuran tingkat estriol

serial pada trimester ketiga akan memberikan indikasi umum kesejahteraan janin. Jika tingkat

estriol turun, maka janin terancam dan emergency mungkin diperlukan. Estriol cenderung

lebih rendah bila Sindrom Down hadir dan juga adanya adrenal hypoplasia dengan

anencephaly.

9. INHIBIN-A

Inhibin disekresi oleh plasenta dan korpus liteum. Inhibin-A dapat diukur dalam

serum ibu. Tingkat peningkatan inhibin-A adalah dikaitkan dengan peningkatan risiko untuk

trisomi 21. Inhibin-A tinggi dapat berhubungan dengan risiko kelahiran prematur.

10. PREGNANCY-ASSOCIATED PLASMA PROTEIN A ( PAPP-A )

16

Page 17: Makalah Blok 27 - Prenatal Diagnostik

Rendahnya tingkat PAPP-A sebagai diukur dalam serum ibu trimester pertama dapat

berhubungan dengan anomali kromosom janin termasuk trisomies 13,18, dan 21. Selain itu,

kadar PAPP-A pada trimester pertama dapat memprediksi hasil kehamilan yang merugikan,

termasuk small for gestational age ( SGA ) atau lahir mati. PAPP-A tinggi dapat memprediksi

large of gestational age ( LGA) baby.

11. TRIPLE OR QUADRIPLE SCREEN

Menggabungkan tes serum ibu dapat membantu dalam meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas untuk deteksi kelainan janin. Tes klasik adalah

triple screen untuk MSAFP, beta-HCG, dan estriol (uE3) atau quadriple screen dengan ditambah inhibin-A.1,2,3

CONDITION MSAFP uE3 HCG

Neural tube defect Increased Normal Normal

Trisomy 21 Low Low Increased

Trisomy 18 Low Low Low

Molar pregnancy Low Low Very High

Multiple gestation Increased Normal Increased

Fetal death Increased Low Low

V. KOMPLIKASI HAMIL DI USIA TUA

Risiko untuk mendapatkan abnormalitas kromosom meningkat dengan meningkatnya umur

ibu (grafik 1). Selain itu, oleh karena janin dengan abnormalitas kromosom lebih sering mati

intrauterin dibanding dengan janin normal, risiko untuk itu menurun dengan meningkatnya

umur kehamilan (grafik 2).2

17

Page 18: Makalah Blok 27 - Prenatal Diagnostik

Grafik 1. Hubungan umur ibu dengan risiko abnormalitas kromosom.

Grafik 2. Hubungan umur kehamilan dengan risiko abnormalitas kromosom. Setiap

garis menunjukkan risiko relatif

Berdasarkan kedua grafik di atas, dapat ditarik kesimpulan untuk hubungan risiko

abnormalitas kromosom dengan usia ibu dan gestasi adalah2:

- Risiko untuk trisomi meningkat menurut umur ibu

- Risiko untuk Sindroma Turner and triploidi tidak berubah dengan meningkatnya umur

ibu.

18

Page 19: Makalah Blok 27 - Prenatal Diagnostik

- Semakin dini usia gestasi, semakin besar risiko mendapatkan abnormalitas

kromosom.

- Angka kematian janin pada trisomi 21 antara umur kehamilan 12 minggu (pada saat

skrining NT dilakukan) dan umur kehamilan 40 minggu sekitar 30% dan antara 16

minggu (pada saat dilakukan skrining trimester ke dua serum biokimiawi) dengan 40

minggu, sekitar 20%.

- Pada trisomi 18, 13 dan sindroma Turner, angka kematian janin pada umur kehamilan

12-40 minggu berkisar 80%.8

VI. KONSELING GENETIK

Konseling genetik merupakan proses komunikasi yang berhubungan dengan kejadian atau

risiko kejadian kelainan genetik pada keluarga. Dengan adanya konseling genetik, maka

keluarga memperoleh manfaat terkait masalah genetik, khususnya dalam mencegah

munculnya kelainan-kelainan genetik pada keluarga. Manfaat ini dapat diperoleh dengan

melaksanakan tindakan-tindakan yang dianjurkan oleh konselor, termasuk di dalamnya

tindakan untuk melakukan uji terkait pencegahan kelainan genetik.

Kapan konseling genetik perlu dilakukan? Pertama, bila ada riwayat mempunyai anak cacat

lahir yang disebabkan oleh kelainan genetik. Kedua, bila terjadi keguguran berulang. Ketiga,

bila wanita hamil pada usia lebih dari 35 tahun. Keempat, bila ada masalah kesehatan pada

anak yang diduga karena kelainan genetik. Kelima, pemeriksaan kehamilan bila salah satu

atau kedua belah pihak mempunyai masalah genetik, atau mempunyai riwayat keluarga

dengan kelainan genetik.1

19

Page 20: Makalah Blok 27 - Prenatal Diagnostik

Apabila hasil

Genetik konselor dapat membantu anda memahami masalah anda dan memberikan anjuran-

anjuran langsung kepada anda, anda beserta keluarga akan memutuskan apa yang akan

dilakukan selanjutnya.

20

Page 21: Makalah Blok 27 - Prenatal Diagnostik

Jika anda telah mendapatkan informasi tentang konsepsi bahwa anda atau pasangan berisiko

tinggi untuk memiliki anak dengan kecacatan yang parah/ fatal pilihan anda adalah:

1. Diagnosis preimplantasi ; saat sel telur telah dibuahi dalam uterus dilakukan tes untuk

menilai kecacatan pada fase blastosis dan hanya blastosis yang tidak terpengaruh yang

ditanamkan di uterus untuk menghasilkan kehamilan.

2. Menggunakan donor sperma atau donor sel telur

3. Adopsi

Jika anda mendapatkan diagnosis kecacatan yang fatal setelah konsepsi berikut ini adalah

piilihan-pilihan yang dapat anda lakukan:

1. Menyiapkan diri untuk menghadapi tantangan saat anda memiliki bayi.

2. Pembedahan pada fetal untuk memperbaiki kecacatan sebelum dilahirkan. (Pembedahan

ini hanya dapat digunakan untuk mengatasi beberapa kecacatan, seperti : spina bifida, atau

hernia diafragma congenital).

3. Mengakhiri kehamilan.1

VII. Penutup

Prenatal diagnostik sangat disarankan bagi wanita hamil ≥ 35 tahun, dimana faktor resiko

terjadinya kelainan pada janin meningkat. Pemeriksaan tersebut sebaiknya dilakukan sedini

mungkin sehingga jika ditemukan kelainan dapat dikoreksi jika kelainan tersebut dapat

dikoreksi atau jika perlu dilakukan terminasi kehamilan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham F, MacDonald P, Gant N, Leveno K, Gilstrap L, Hankins Gea. Prenatal

diagnosis and therapy. In: Williams Obstetrics. 21 st ed. New York: McGraw Hill; 2005. p.

1083-112.

2. Rossiter J, Blakemore K. Fetal genetic disorders. In: Winn H, Hobbins J, editors. Clinical

maternal-fetal medicine. 1 st ed. New York: Parthenon Publishing Group; 2000. p. 783-98.

21

Page 22: Makalah Blok 27 - Prenatal Diagnostik

3. Jenkins T, Wapner R. Prenatal diagnosis of congenital disorders. In: Creasy R, Resnik R,

Iams J, editors. Maternal fetal medicine. 5 th ed. Philadelphia: WB. Saunders; 2004. p. 235-

73.

4. Rodeck C, Pandya P. Prenatal diagnosis of fetal abnormalities. In: Chamberlain G, Steer P,

Breat G, Chang A, Johnson M, Neilson J, editors. Turnbull's obstetrics. 3 rd ed. London:

Churchill Livingstone; 2001. p. 169 - 96.

5. Overton T, Fisk N. Amniocentesis. In: James D, Steer P, Weiner C, Gonik B, editors. High

risk pregnancy management option. 2 nd ed. New York: W.B Saunders; 2000. p. 215-23.

6. Holzgreve W, Miny P. Chorionic villus sampling and placental biopsy. In: James D, Steer

P, Weiner C, Gonik B, editors. High risk pregnancy management option. 2 nd ed. New York:

W.B Saunders; 2000. p. 207-13.

7. Soothill P. Fetal blood sampling before labor. In: James D, Steer P, Weiner C, Gonik B,

editors. High risk pregnancy management option. 2 nd ed. New York: W.B Saunders; 2000.

p. 225-33.

8. Nicolaides K, Snijders R. First trimester diagnosis of chromosomal defects. In: Nicolaides

K, editor. The 11–13+6 weeks scan. London: Fetal Medicine Foundation; 2004. p. 7-42.

9. Norwitz ER, Schorge JO. At a glance obstetri dan ginekologi. Edisi 2. Jakarta: Penerbit

Erlangga;2008.h.118-9.

22