Makalah Dbd

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Makalah Pembahasan Kasus DBD

Citation preview

  • Seorang Anak Laki Laki dengan Keluhan Sulit Dibangunkan

    KELOMPOK 9

    Mailiani Safitri Hatapayo 030.08.151

    Senida Ayu Rahmadika 030.09.230

    R. Ifan Arief Fahrurozi 030.10.226

    Rachma Tia Wasril 030.10.228

    Radian Savani 030.10.229

    Ramayani Batjun 030.10.231

    Ratu Suci Anggraini 030.10.232

    Raysa Angraini 030.10.233

    Reynatta Audralia 030.10.234

    Riana Rahmadhany 030.10.235

    Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

    Jakarta, 10 Juli 2012

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    Penyakit demam berdarah adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus.

    Dikenal bermacam-macam jenis virus penyebab penyakit demam berdarah, tetapi di

    Indonesia hanya terdapat 2 jenis virus penyebab demam berdarah yaitu virus dengue dan

    virus chikungunya. Diantara kedua jenis virus yang terdapat di negeri kita, virus dengue

    merupakan penyebab terpenting dari demam berdarah. Oleh karena itu, penyakit demam

    berdarah yang kita kenal tepatnya bernama demam berdarah dengue, sesuai dengan nama

    virus penyebab.

    Virus dengue sebagai penyebab penyakit demam berdarah dengue, merupakan

    mikroorganisme yang sangat kecil hanya dapat dilihat dengan mikroskop elektron. Virus

    hanya dapat hidup di dalam sel hidup, maka demi kelangsungan hidupnya, virus harus

    bersaing dengan sel manusia yang ditempati terutama untuk kebutuhan protein. Apabila daya

    tahan tubuh seseorang yang terkena infeksi virus tersebut rendah, sebagai akibatnya sel

    jaringan akan semakin rusak bila virus tersebut berkembang banyak maka fungsi organ tubuh

    tersebut baik, maka akan sembuh dan timbul kekebalan terhadap virus dengue yang pernah

    masuk ke dalam tubuhnya.

    Penyakit demam berdarah dengue mengenai seseorang melalui gigitan nyamuk Aedes

    aegypti. Nyamuk yang menularkan penyakit adalah nyamuk betina dewasa. Nyamuk betina

    memerlukan darah manusia atau binatang untuk hidup dan berkembang biak. Apabila di

    sekitar tempat bersarang nyamuk tersebut dijumpai seseorang yang sedang sakit demam

    berdarah penyakit demam berdarah dengue ringan atau berat. Bila daya tahan tubuh baik dan

    virus tidak ganas, maka derajat penyakit tidak berat. Sebaliknya apabila daya tahan tubuh

    rendah seperti pada anak-anak, penyakit infeksi dengue ini dapat menjadi berat bahkan dapat

    mematikan.

    Seperti halnya virus yang lain (misalnya influenza, campak) sebagian besar penderita

    anak sembuh dengan sendirinya, baik diobati maupun tidak diobati oleh karena penyakit

    virus bersifat self limiting disease. Jadi, penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus

    mempunyai keunikan yaitu datang mendadak, penyakit akan berjalan terus walaupun diobati,

    dan akhirnya akan sembuh dengan sendirinya tergantung dari ketahanan tubuh orang yang

    terkena. Jadi, apa gunanya diobati? Sebenarnya yang diobati adalah gejala yang timbul

    sebagai akibat ulah virus yang berakhir timbul gejala demam, syok, maupun perdarahan,

  • oleh karena sampai sekarang belum ada obat yang dapat membunuh virus dengue, maka

    harapan lainnya adalah dibuatnya vaksin dengue, yang sampai saat ini masih dalam taraf

    penelitian dan belum beredar.

  • BAB II

    LAPORAN KASUS

    Seorang anak laki laki berusia 3 tahun 10 bulan dibawa ibunya ke UGD RS dengan keluhan

    sulit dibangunkan sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit (smrs). 3 hari smrs pasien demam.

    Demam muncul secara mendadak dan terus menerus sepanjang hari. Keesokan harinya

    dibawa ke klinik dan diberi obat dalam bentuk puyer, demam turun, namun tidak lama

    kemudian demam muncul kembali. Tidak ada batuk pilek mual maupun muntah. 1 hari smrs

    demam turun, pasien lemas. 11 jam smrs pasien muntah 3 kali sebanyak gelas aqua, berisi

    sedikit makanan dan air. Pasien buang air besar 4 kali, konsistensi lembek, warna kehijauan,

    tidak ada lendir dan darah. Pasien dibawa ke dokter, diberi obat dan pulang ke rumah.

    2 jam smrs pasien yang awalnya rewel dan gelisah menjadi terlihat mengantuk, dan pasien

    sulit dibangunkan. Tangan dan kaki pasien dingin sedangkan badannya panas. Pasien segera

    dibawa ke rumah sakit. Pasien tidak nafsu makan. Gusi berdarah dan mimisan di sangkal.

    Tidak bisa buang air kecil. Pasien belum pernah sakit seperti ini sebelumnya, dan dalam

    keluarga tidak ada yang sakit sama seperti pasien.

    Riwayat kehamilan dan persalinan baik. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan baik.

    Riwayat makanan ASI sampai usia 12 bulan, pasi sejak usia 8 bulan, buah sejak usia 2 bulan,

    bubur susu sejak usia 4 bulan, nasi tim sejak usia 6 bulan. Kesulitan makan tidak ada.

    Riwayat imunisasi lengkap. Riwayat keluarga ayah 28 tahun S1 dan ibu 25 tahun SMA.

  • Pemeriksaan Fisik :

    Kesan sakit : tampak sakit berat

    Kesadaran : apatis-somnolen

    Tanda Vital :

    Tekanan Darah : 90 / 70 mmHg

    Nadi : 148x / menit

    Suhu : 39,3o C diukur pada axila kiri

    Pernafasan : 52 x /menit, teratur

    Antropometri :

    Berat badan : 10 kg

    Tinggi Badan : 96 cm

    Lingkar Kepala : 50 cm

    Status Gizi :

    BB/U : 62,5 %

    TB/U : 101 %

    BB/TB : 66,6 %

  • Kulit : Tidak sianotik, tidak ikterik, kulit teraba dingin

    Kepala : Normal

    THT : Tidak ada Kelaianan

    Leher : Tidak ada Kelaianan

    Paru Paru : dalam batas normal

    Jantung : dalam batas normal

    Abdomen : Bising usus +3/menit, Perkusi Timpani dan Palpasi hangat, nyeri

    tekan di epigastrium, tidak ada hepatosplenomegali.

    Ekstremitas : atas, bawah terdapat Petechiae (+)

    Pemeriksaan Penunjang

    NO Jenis Pemeriksaan Hari ke 1 RS Hari ke 2 RS

    1 Leukosit 11.700 6500

    2 Hb 15,7 13

    3 Ht 46 38

    4 Trombosit 19.000 10.000

    5 Gula Darah Sewaktu - 63

    6 Natrium - 136

    7 Kalium - 4,4

    8 Chlorida - 109

    9 CPP Kuantitatif - 5

  • Pemeriksaan Tinja Rutin :

    Makroskopis : Warna hijau, konsistensi lunak, lendir (+), darah ( - )

    Mikroskopis : Leukosit (+)

    Eritrosit (-)

    Telur Cacing (-)

    Amoeba (-)

    Serat (+)

  • BAB III

    PEMBAHASAN

    MASALAH DAN HIPOTESIS

    Masalah Pembahasan Hipotesis

    Sulit dibangunkan

    sejak 2 jam sebelum

    masuk rumah sakit

    Sulit dibangunkan kemungkinan adanya

    gangguan fungsi otak bilateral

    diakibatkan kurangnya vaskularisasi

    otak akibat perdarahan berat maupun

    dehidrasi berat. Pasien ini harus

    dilakukan pemeriksaan GCS untuk

    melihat tingkat kesadaran nya.

    Kesadaran Menurun

    Demam muncul secara

    mendadak dan terus

    menerus sepanjang

    hari

    Pola demam muncul mendadak dan

    terus menerus adalah ciri dari 2 tipe

    demam yaitu demam kontinyu dan

    demam remitten.

    DHF (Remitten)

    Falciparum Malaria

    Demam Tifoid

    (Kontinyu)

    Pasien muntah 3 kali

    sebanyak gelas

    aqua, berisi sedikit

    makanan dan air.

    Pasien buang air besar

    4 kali. 2 jam smrs

    pasien yang

    Kemungkinan adanya gangguan

    motilitas akibat infeksi virus. Biasa

    muntah dan BAB akan diawali oleh

    nyeri perut

    Frekwensi muntah dan BAB serta

    volume cairan yang dikeluarkan

    mengindikasikan pasien mengalami

    DEHIDRASI

    DHF

    Falciparum Malaria

  • Awalnya rewel dan

    gelisah menjadi terlihat

    mengantuk. Tidak bisa

    buang air kecil. Tangan

    dan kaki pasien dingin

    Kemungkinan pasien mengalami

    dehidrasi berat akibat berkurangnya

    plasma darah dan vaskularisasi darah di

    otak dan perifer Curigai Shock

    Dehidrasi Berat

    Syok Hipovolemik

    PATOFISIOLOGI

    DHF2

  • Demam Tifoid

    ANAMNESIS

    a) Identitas

    Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan,

    pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, RS Berguna untuk mengetahui background

  • pasien yang akan berhubungan dengan tatalaksana dan prognosis terhadap pasien ini, sudah

    tertera di atas

    b) Keluhan Utama

    Apakah keluhan utama pasien ? Keluhan utama pada pasien ini adalah sulit dibangunkan

    Anamnesis tambahan

    Untuk melengkapi informasi yang kita butuhkan maka diperlukan anamnesis lanjutan.

    Baiknya ditanyakan riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit

    keluarga serta riwayat pengobatan.untuk membantu penegakan diagnosis.

    I.Riwayat penyakit sekarang

    Apakah ada gejala yang menyertai? Demam? Kejang? Mimisan? Petechiae?

    Apakah ada gejala mual dan muntah?

    Apakah anak kesulitan makan?.

    II.Riwayat penyakit Dahulu

    Bagaimana riwayat kehamilan dan persalinan?

    Bagaimana riwayat pertumbuhan dan perkembangan?

    Apakah anak mendapatkan imunisasi lengkap?

    Bagimana asupan gizi anak?

    III.Riwayat Penyakit Keluarga

    Apakah keluarga ada yang sakit seperti ini?

    Apakah keluarga ada penyakit keganasan?

  • IV.Riwayat kebiasaan

    Bagaimana riwayat makanan anak?

    Apakah anak pernah ke daerah endemis?

    PEMERIKSAAN FISIK

    K.U :

    Kesan sakit : Tampak sakit berat -> Kondisi Darurat

    Kesadaran : apatis somnolent -> ada gangguan saraf pusat, gangguan vaskularisasi otak

    akibat dehidrasi

    T.V :

    T.D : 90/70 Menurun (N= 95/65)

    Nadi : 148x Meningkat (N= 60-90)

    Suhu : 39,3C Meningkat Febris

    Pernafasan : 52x Meningkat (N= 20-30)

    Antropometri

    Anak 3-4 tahun

    BB : 10 kg Rendah

    Anak dengan usia 3 tahun 10 bulan seharusnya memilki berat badan ideal 12 13 kg. namun

    anak ini memiliki berat badan dalam standar deviasi antara -3 dan -2 yaitu kategori

    KURANG

    TB : 96 cm Normal

    LK : 50 cm Normal

  • Status Gizi

    BB/U : 62,5 %

    Tb/U : 101 %

    BB/U : 66,66 %

    Berdasarkan table NCIS maka dapat disimpulkan anak ini mengalami GANGGUAN GIZI

    Kulit

    Tidak ikterik Normal

    Tidak sianotik Normal

    Akral teraba dingin Curiga syok

    Demam mendadak terus menerus

    Remiten : Penyakit Virus

    Kontinyu : Malaria Falciparum dan Thypoid

    Feses Hijau dan lunak Normal

    PEMERIKSAAN LABORATORIUM1,3

    Hasil

    Laboratorium

    Nilai Normal Hari ke-1 Hari ke-2 Interpretasi

    Leukosit 5300 11.500 ul

    11.700 ul 6.500 ul Meningkat,

    menandakan

    adanya leukopenia

    yang disebabkan

    oleh supresi sum sum tulang.

    Hb 13,5 17,5 g/dl

    15,7 g/dl 13 g/dl Menurun,

    menandakan

    adanya anemia dan

    perdarahan yang

    ditandai dengan

    adanya ptechiae.

  • Hematokrit 34 - 39% 46% 38% Meningkat

    menandakan

    adanya syok akibat

    dari kebocoran

    plasma ke ruang

    ekstravaskular.

    Trombosit 250.000 550.000 mm

    3 19.000 mm

    3 10.000 mm

    3 Menurun,

    menunjukkan

    adanya

    trombositopenia

    akibat agregasi dari

    trombosit yang

    disebabkan

    inflamasi sistemik.

    Gula Darah

    Sewaktu

    60 100 mmol/L

    63 mmol/L Normal.

    Na 136 145 mmol/L

    136 mmol/L Normal.

    K 3,5 5 mmol/L 4,4 mmol/L Normal.

    Cl 95 105 mmol/L

    109 mmol/L Normal.

    CRP Kuantitatif

  • d. Serat (+) : Normal, kemungkinan serat berasal dari pengkonsumsian sayur

    sayuran, susu berkadar glukosa tinggi, dll.

    DIAGNOSIS1,2,3

    Demam Berdarah Dengue. Berdasarkan kriteria menurut kriteria WHO tahun 2009, pasien

    masuk dalam kategori severe dengue yang ditandai dengan adanya syok akibat dari plasma

    leakage. Diagnosis klinik ditetapkan bila ditemukan suhu tubuh meningkat, maninfestasi

    perdarahan, trombositopenia, dan peningkatan hematokrit >20%. Warning sign yang positif

    ditandai dengan adanya nyeri abdomen dan ptechiae, serta alarm sign yang positif dimana

    pasien adalah anak anak

    DIAGNOSIS BANDING

    Demam Typhoid. Dilihat dari demam yang termasuk dalam kategori kontinu X belum dapat

    dipastikan apakah demam tersebut remiten/intermiten karena bekum ada keterangan lebih

    lanjut. Kemungkinan pasien terkena thypoid. Demam thypoid terklasifikasi dalam demam

    yang kontinu. DHF diklasifikan dalam demam yang kontinu X remiten. Dugaan demam

    thypoid juga dilihat pada manifestasi klinik pada GIT pasien. Demam thypoid dengan tidak

    adanya cardinal sign seperti biokardi relatif,organomegali,thypoid tongue,x roseole. Pada

    pasien juga didapatkan ptechiae,syok,trombositopenia,yang lebih mengarah pada DHF

    PENATALAKSANAAN3,6

    1. Rujuk ke RS.

    2. Monitoring terhadap sirkulasi, pernapasan, Ht, dehidrasi minimal dalam waktu 48 jam

    rawat.

    3. Pemberian infus normal saline dikarenakan pasien mengalami syok.

    4. Febris diberikan ibuprofen 5-10 mg/kgBB.

  • Pencegahan dengue lebih ditunjukkan untuk menghindari gigitan nyamuk antara lain dengan

    cara menggunakan insektisida,repelan, kelambu, dan pemasangan kasa nyamuk di rumah.

    Persediaan air untuk keperluan rumah tangga harus dijaga agar tidak menjadi tempat bertelur

    nyamuk, atau diberikan abate. Demikian juga dengan genangan air disekitar rumah harus

    dibersihkan. Upaya penyemprotan nyamuk dapat dilakukan secara massal disuatu wilayah

    dengan pengasapan (fogging) malathion dimaksudkan untuk membunuh nyamuk secara cepat

    bila terjadi wabah.

    KOMPLIKASI

    Ensefalopati Dengue

    Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan dengan

    pendarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak disertai syok. Gangguan

    metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan, dapat menjadi penyebab

    terjadinya ensefalopati. Melihat ensefalopati DBD bersifat sementara, maka kemungkinan

    dapat juga disebabkan oleh trombosis pembuluh darah otak, sementara sebagai akibat dari

    koagulasi intravaskular yang menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus dengue dapat menembus

    sawar darah-otak.

    Edema paru

    Udem paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat pemberian cairan yang

    berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit ketiga sampai kelima sesuai panduan yang

    diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan udem paru oleh karena perembesan plasma

    masih terjadi. Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang ekstravaskuler, apabila

    cairan diberikan berlebih (kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan hemoglobin dan

    hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit), pasien akan mengalami distress pernafasan,

    disertai sembab pada kelopak mata, dan ditunjang dengan gambaran udem paru pada foto

    rontgen dada.

    Gagal Ginjal Akut

    Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari syok yang

    tidak teratasi dengan baik.

  • PROGNOSIS

    a. Ad Vitam : Dubia ad Bonam

    et causa pasien sudah masuk dalam fase syok.

    b. Ad Functionam : Ad Bonam.

    Penatalaksanaan pada DHF dengan segera mempercepat perbaikan keadaan pasien.

    c. Ad Sanationam : Dubia

    karena Indonesia merupakan negara endemis DHF.

  • BAB IV

    TINJAUAN PUSTAKA

    DEMAM BERDARAH DENGUE4

    Pendahuluan

    Demam dengue ( dengue fever,DF ) adalah suatu sindrom bersifat akut dan benigna

    disebabkan oleh arbovirus yang ditandai oleh demam bifasik ,nyeri otot / sendi , ruam kulit ,

    sefalgia , dan limfadenopati. Infeksi sekunder oleh virus dengue dengan serotipe berbeda

    merupakan faktor resiko atas timbulnya demam berdarah dengue atau dengue hemorrhagic

    fever ( DHF) , dimana penyakit berlangsung berat dengan febris ,manifestasi perdarahan, dan

    dapat terjadi bentuk yang dikenal sebagai sindrom rejatan dengue atau dengue shock syndrom

    (DSS) yaitu bila disertai dengan kegagalan fungsi sirkulasi ,kehilangan protein, dan dapat

    berakibat fatal.

    Etiologi

    Virus dengue termaksud genus Flavivirus dan famili flaviviridae, secara serologi terdapat 4

    tipe ,yaitu DEN-1 , DEN-2 , DEN-3 dan DEN-4 .Serotipe virus dengue (DEN-1, DEN-2,

    DEN-3 dan DEN-4) secara antigenik sangat mirip satu dengan lainnya, tetapi tidak dapat

    menghasilkan proteksi silang yang lengkap setelah terinfeksi oleh salah satu tipe. Keempat

    serotipe virus dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. Serotipe DEN-3 merupakan

    serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang

    berat .Virus dengue ditularkan kepada manusia terutama melalui gigitan nyamuk Aedes

    aegypti. Selain itu dapat juga ditularkan oleh nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis

    dan beberapa spesies lain yang merupakan vektor yang kurang berperan. Nyamuk Aedes

    aegypti hidup di daerah tropis dan subtropis dengan suhu 28-32OC dan kelembaban yang

    tinggi serta tidak dapat hidup di ketinggian 1000 m. Vektor utama untuk arbovirus bersifat

    multiple bitter, antropofilik, dapat hidup di alam bebas, terbang siang hari (jam 08.00-10.00

    dan 14.00-16.00), jarak terbang 100 m 1 km, dan ditularkan oleh nyamuk betina yang

    terinfeksi.

  • Cara Penularan

    Virus yang ada di kelenjar ludah nyamuk ditularkan ke manusia melalui gigitan. Kemudian

    virus bereplikasi di dalam tubuh manusia pada organ targetnya seperti makrofag, monosit,

    dan sel Kuppfer kemudian menginfeksi sel-sel darah putih dan jaringan limfatik. Virus

    dilepaskan dan bersirkulasi dalam darah. Di tubuh manusia virus memerlukan waktu masa

    tunas intrinsik 4-6 hari sebelum menimbulkan penyakit. Nyamuk kedua akan menghisap

    virus yang ada di darah manusia. Kemudian virus bereplikasi di usus dan organ lain yang

    selanjutnya akan menginfeksi kelenjar ludah nyamuk. Virus bereplikasi dalam kelenjar ludah

    nyamuk untuk selanjutnya siap-siap ditularkan kembali kepada manusia lainnya. Periode ini

    disebut masa tunas ekstrinsik yaitu 8-10 hari. Sekali virus dapat masuk dan berkembangbiak

    dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat emnularkan virus selama hidupnya

    (infektif).

    Epidemiologi

    Vektor utama dari dengue adalah aedes aegypti dari famili Steogomyia .Nyamuk ini

    menggigit manusia pada siang hari ,bertelur di air bersih seperti untuk minum , mandi , dan

    genangan air hujan disekitar rumah .Gambaran epidemiologi dari DF tergantung kepada jenis

    nyamuk yang ada di daerah masing-masing . Penyakit demam berdarah ditemukan di daerah

    tropis dan subtropis di berbagai belahan dunia, terutama di musim hujan yang

    lembap.Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan setiap tahunnya terdapat 50-100

    juta kasus infeksi virus dengue di seluruh dunia.Gejala demam berdarah baru muncul saat

    seseorang yang pernah terinfeksi oleh salah satu dari empat jenis virus dengue mengalami

    infeksi oleh jenis virus dengue yang berbeda.

    Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD sangat kompleks,

    yaitu (1) Pertumbuhan penduduk yang tinggi, (2) Urbanisasi yang tidak terencana & tidak

    terkendali, (3) Tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis, dan (4)

    Peningkatan sarana transportasi.

    PATOFISIOLOGI2,4

    Volume Plasma

  • Penyelidikan bolume plasma pada kasus DBD dengan menggunakan 131 Iodine labelled

    human albumin sebagai indikator membuktikan bahwa plasma merembes selama perjalanan

    penyakit mulai dari permulaan masa demam dan mencapai puncaknya pada masa syok. Pada

    kasus berat, syok terjadi secara akut, nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan

    menghilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Meningginya nilai

    hematokrit pada kasus syok menimbulkan dugaan bahwa syok terjadi sebagai akibat

    kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskular (ruang interstitial dan rongga serosa) melalui

    kapiler yang rusak.

    Pada sebagian besar kasus, plasma yang menghilang dapat diganti secara efektif dengan

    memberikan plasma atau ekspander plasma. Pada masa dini dapat diberikan cairan yang

    mengandung elektrolit. Syok terjadi secara akut dan perbaikan klinis terjadi secara cepat dan

    drastis. Sedangkan pada otopsi tidak ditemukan kerusakan dinding pembuluh darah yang

    bersifat destruktif atau akibat radang, sehingga menimbulkan dugaan bahwa perubahan

    fungsional dinding pembuluh darah agaknya disebabkan oleh mediator farmakologis yang

    bekerja secara cepat.

    Trombositopenia

    Nilai trombosit mulai menurun pada masa demam dan mencapai nilai terendah pada masa

    syok. Jumlah trombosit secara cepat meningkat pada masa konvalesens dan nilai normal

    biasanya tercapai 7-10 hari sejak permulaan sakit. Trombositopenia yang dihubungkan

    dengan meningkatnya megakariosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup

    trombosit diduga akibat meningkatnya destruksi trombosit. Dugaan mekanisme lain ialah

    depresi fungsi megakariosit. Penyalidikan dengan radioisotop membuktikan bahwa

    penghancuran trombosit terjadi dalam sistem retikuloendotelial, limpa, dan hati. Penyebab

    peningkatan destruksi trombosit tidak diketahui, namun beberapa faktor dapat menjadi

    penyebab yaitu virus dengue, komponen aktif sistem komplemen, kerusakan sel endotel dan

    aktivasi sistem pembekuan darah secara bersamaan atau secara terpisah. Lebih lanjut fungsi

    trombosit pada DBD terbukti menurun mungkin disebabkan proses imunologis terbukti

    ditemui kompleks imun dalam peredaran darah. Trombositopenia dan gangguan fungsi

    trombosit dianggap sebagai penyebab utama terjadinya perdarahan pada DBD.

    Sistem Koagulasi dan Fibrinolisis

  • Masa perdarahan memanjang, masa pembekuan normal, masa tromboplastin parsial yang

    teraktivasi memanjang. Beberapa faktor pembekuan menurun, termasuk faktor II, V, VII,

    VIII, X, dan fibrinogen. Pada kasus DBD berat terjadi peningkatan fibrinogen degradation

    products (FDP). Penelitian lebih lanjut faktor koagulasi membuktikan adanya penurunan

    aktivitas antitrombin III. Di samping itu juga dibuktikan bahwa menurunnya aktivitas faktor

    VII, faktor II, dan antitrombin III tidak sebanyak seperti fibrinogen dan faktor VIII. Hal ini

    menimbulkan dugaan bahwa menurunnya kadar fibrinogen dan faktor VIII tidak hanya

    diakibatkan oleh konsumsi sistem koagulasi, tetapi juga oleh konsumsi sistem fibrinolisis.

    Kelainan fibrinolisis pada DBD dibuktikan dengan penururnan aktivitas alpha-2 plasmin

    inhibitor dan penurunan aktivitas plasminogen.

    Seluruh penelitian di atas membuktikan bahwa :

    Pada DBD stadium akut telah terjadi proses koagulasi dan fibrinolisis

    Disseminated intravascular coagulation (DIC) secara potensial dapat terjadi juga pada

    DBD tanpa syok.

    Perdarahan kulit umumnya disebabkan oleh faktor kapiler, gangguan fungsi trombosit

    dan trombositopenia; sedangkan perdarahan masif ialah akibat kelainan mekanisme

    yang lebih kompleks seperti trombositopenia, gangguan faktor pembekuan, dan

    kemungkinan besar oleh faktor DIC, terutama pada kasus dengan syok lama yang

    tidak dapat diatasi disertai komplikasi asidosis metabolik.

    Antitrombin III yang merupakan kofaktor heparin. Pada kasus dengan kekurangan

    antirombin II, respons pemberian heparin akan berkurang.

    Sistem Komplemen

    Penelitian sistem komplemen pada DBD memperlihatkan penurunan kadar C3, C3

    proaktivator, C4, dan C5, baik pada kasus yang disertai syok maupun tidak. Penurunan ini

    menimbulkan perkiraan bahwa pada dengie, aktivasi komplemen terjadi baik melalui jalur

    klasik maupun jalur alternatif. Aktivasi ini menghasilkan anafilatoksin C3a dan C5a yang

    mempunyai kemampuan menstimulasi sel mast untuk melepaskan histamin dan merupakan

    mediator kuat untuk menimbulkan peningkatan permeabilitas kapiler, pengurangan volume

    plasma, dan syok hipovolemik. Komplemen juga bereaksi dengan epitop virus pada sel

    endotel, permukaan trombosit, dan limfosit T yang mengakibatkan waktu paruh trombosit

  • memendek, kebocoran plasma, syok, dan perdarahan. Di samping itu komplemen juga

    merangsang monosit untuk memproduksi sitokim seperti TNF, IFN gamma, IL-2, dan IL-1.

    Patogenesis

    The Immunological Enhancement Hypothesis

    Antibodi yang terbentuk pada infeksi dengue terdiri dari IgG yang berfungsi menghambat

    peningkatan replikasi virus dalam monosit, yaitu enhancing-antibody dan neutralizing

    antibody. Pada saat ini dikenal 2 jenis tipe antibodi yaitu kelompok monoklonal reaktif yang

    tidak mempunyai sifat menetralisasi tetapi memacu replikasi virus, dan antibodi yang dapat

    menetralisasi secara spesifik tanpa disertai daya memacu replikasi virus. Perbedaan ini

    berdasarkan adanya virion determinant spesificity. Antibodi non-neutralisasi yang dibentuk

    pada infeksi primer akan menyebabkan terbentuknya kompleks imun pada infeksi sekunder

    dengan akibat memacu replikasi virus. Teori ini pula yang mendasari pendapat bahwa infeksi

    sekunder virus dengue oleh serotipe dengue yang berbeda cenderung menyebabkan

    manifestasi berat. Dasar utama hipotesis ialah meningkatnya reaksi imunologis yang

    berlangsung sebagai berikut :

    Sel fagosit mononuklear yaitu monosit, makrofag, histiosit, dan sel Kupffer

    merupakan tempat utama terjadi infeksi virus dengue primer.

    Non neutralizing antibody baik yang bebas dalam sirkulasi maupun yang melekat

    (sitofilik) pada sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk melekatnya virus dengue

    pada permukaan sel fagosit mononuklear. Mekanisme pertama ini disebut mekanisme

    aferen.

    Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononuklear yang telah

    terinfeksi.

    Selanjutnya sel monosit yang mengandung kompleks imun akan menyebar ke usus,

    hati, limpa dan sumsum tulang. Mekanisme ini disebut mekanisme eferen. Parameter

    perbedaan terjadinya DBD dengan dan tanpa renjatan ialah jumlah sel yang terkena

    infeksi.

    Sel monosit yang telah teraktivasi akan mengadakan interaksi dengan sistem humoral

    dan sistem komplemen dengan akibat dilepaskannya mediator yang memperngaruhi

  • permeabilitas kapiler dan mengaktivasi sistem koagulasi. Mekanisme ini disebut

    mekanisme efektor.

    Aktivasi Limfosit T

    Limfosit T juga memegang peran penting dalam patogenesis DBD. Akibat rangsang monosit

    yang terinfeksi virus dengue atau antigen virus dengue, limfosit dapat mengeluarkan

    interferon (IFN alpha dan gamma). Pada infeksi sekunder oleh virus dengue (serotipe berbeda

    dengan infeksi pertama), limfosit T CD4+ berproliferasi dan menghasilkan IFN alpha, yang

    selanjutnya merangsang sel yang terinfeksi virus dengue dan mengakibatkan monosit

    memproduksi mediator. Oleh limfosit T CD4+ dan CD8+ spesifik virus dengue, monosit

    akan mengalami lisis dan mengeluarkan mediator yang menyebabkan kebocoran plasma dan

    perdarahan.

  • DSS terjadi biasanya pada saat atau setelah demam menurun, yaitu diantara hari ke-3

    dan ke-7 sakit. Hal ini dapat diterangkan dengan hipotesis meningkatnya reaksi imunologis,

    yang dasarnya sebagai berikut:

    1. Pada manusia, sel fagosit mononukleus, yaitu monosit, histiosit, makrofag dan sel

    kupfer merupakan tempat utama terjadinya infeksi verus dengue.

    2. Non-neutralizing antibody, baik yang bebas di sirkulasi maupun spesifik pada sel,

    bertindak sebagai reseptor spesifik untuk melekatnya virus dengue pada permukaan

    sel fogosit mononukleus.

    3. Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononukleus yang telah

    terinfeksi itu. Parameter perbedaan terjadinya DHF dan DSS ialah jumlah sel yang

    terinfeksi.

    4. Meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan disseminated intravaskular

    coagulation (DIC) terjadi sebagai akibat dilepaskannya mediator-mediator oleh sel

    fagosit mononukleus yang terinfeksi itu. Mediator tersebut berupa monokin dan

    mediator lain yang mengakibatkan aktivasi komplemen dengan efek peninggian

    permeabilitas dinding pembuluh darah, serta tromboplastin yang memungkinkan

    terjadinya DIC.

    Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan mengalami keluhan dan

    gejala karena viremia, seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan,

    hiperemia di tenggorok, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin terjadi pada sistem

    retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjarkelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam

    pada DD disebabkan oleh kongesti pembuluh darah dibawah kulit.

    Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan membedakan DD

    dengan DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler karena pelepasan zat

    anafilatoksin, histamin dan serotonin serta aktivasi sistem kalikrein yang berakibat

    ekstravasasi cairan intravaskular. Berakibat berkurangnya volum plasma, terjadi hipotensi,

    hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi pleura dan renjatan. Plasma merembes selama

    perjalanan penyakit mulai dari saat permulaan demam dan mencapai puncaknya saat renjatan.

    Pada pasien dengan renjatan berat, volume plasma dapat menurun sampai lebih dari 30%.

  • Adanya kebocoran plasma ke daerah ektravaskular dibuktikan dengan ditemukannya

    cairan dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura dan perikard. Renjatan

    hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma, bila tidak segera diatasi dapat

    berakibat anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian.

    Perdarahan pada DHF umumnya dihubungkan dengan trombositopenia, gangguan

    fungsi trombosit dan kelainan sistem koagulasi. Trombositopenia yang dihubungkan dengan

    meningkatnya megakariosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup

    trombosit menimbulkan dugaan meningkatnya destruksi trombosit dalam sistem

    retikuloendotelial. Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses

    imunologis dengan terdapatnya sistem koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati

    yang fungsinya memang terganggu oleh aktivitasi sistem koagulasi.

    DIC secara potensial dapat juga terjadi pada pasien DHF tanpa renjatan. Pada awal

    DHF pernah DIC tidak menonjol dibanding dengan perembesan plasma, tetapi bila penyakit

    memburuk dengan terjadinya asidosis dan renjatan, maka akan memperberat DIC sehingga

    perannya akan menonjol.

  • Manifestasi Klinik

    Infeksi virus dengue mempunyai spektrum klinis yang luas mulai dari asimptomatik (silent

    dengue infection), demam dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD), dan demam

    berdarah dengue disertai syok (sindrom syok dengue, SSD).

    Spektrum

    Klinis Manifestasi Klinis

    DD

    Demam akut selama 2-7 hari, disertai dua atau lebih manifestasi berikut:

    nyeri kepala, nyeri retroorbita, mialgia, manifestasi perdarahan, dan

    leukopenia.

    Dapat disertai trombositopenia.

    Hari ke-3-5 ==> fase pemulihan (saat suhu turun), klinis membaik.

  • Tabel 1. Manifestasi klinis infeksi virus dengue

    Keterangan:

    Manifestasi klinis nyeri perut, hepatomegali, dan perdarahan terutama perdarahan

    GIT lebih dominan pada DBD.

    Perbedaan utama DBD dengan DD adalah pada DBD terjadi peningkatan

    permeabilitas kapiler sehingga terjadi perembesan plasma yang mengakibatkan

    haemokonsentrasi, hipovolemia dan syok.

    Uji torniquet positif : terdapat 10 - 20 atau lebih petekiae dalam diameter 2,8 cm (1

    inchi).

    DBD

    Demam tinggi mendadak selama 2-7 hari disertai nyeri kepala, nyeri

    retroorbita, mialgia dan nyeri perut.

    Uji torniquet positif.

    Ruam kulit : petekiae, ekimosis, purpura.

    Perdarahan mukosa/saluran cerna/saluran kemih : epistaksis, perdarahan

    gusi, hematemesis, melena, hematuri.

    Hepatomegali.

    Perembesan plasma: efusi pleura, efusi perikard, atau perembesan ke

    rongga peritoneal.

    Trombositopenia.

    Hemokonsentrasi.

    Hari ke 3-5 ==> fase kritis (saat suhu turun), perjalanan penyakit dapat

    berkembang menjadi syok

    SSD

    Manifestasi klinis seperti DBD, disertai kegagalan sirkulasi (syok).

    Gejala syok :

    Anak gelisah, hingga terjadi penurunan kesadaran, sianosis.

    Nafas cepat, nadi teraba lembut hingga tidak teraba.

    Tekanan darah turun, tekanan nadi < 10 mmHg.

    Akral dingin, capillary refill turun.

    Diuresis turun, hingga anuria.

  • Pemeriksaan Penunjang

    Uji laboratorium meliputi :

    1. Isolasi virus

    Dapat dilakukan dengan menanam spesimen pada :

    Biakan jaringan nyamuk atau biakan jaringan mamalia.

    Pertumbuhan virus ditunjukan dengan adanya antigen yang ditunjukkan

    dengan immunoflouresen, atau adanya CPE (cytopathic effect) pada biakan

    jaringan manusia.

    Inokulasi/ penyuntikan pada nyamuk

    Pertumbuhan virus ditunjukan dengan adanya antigen dengue pada kepala

    nyamuk yang dilihat dengan uji immunoflouresen.

    2. Pemeriksaan Serologi

    Uji HI (Hemaglutination Inhibition Test)

    Uji Pengikatan komplemen (Complement Fixation Test)

    Uji Netralisasi (Neutralization Test)

    Uji Mac.Elisa (IgM capture enzyme-linked immunosorbent assay)

    Uji IgG Elisa indirek

    PEMERIKSAAN RADIOLOGI5

    Pada pemeriksaan radiologi dan USG Kasus DBD, terdapat beberapa kerlainan yang

    dapat dideteksi yaitu :

    1. Dilatasi pembuluh darah paru

    2. Efusi pleura

    3. Kardiomegali dan efusi perikard

    4. Hepatomegali, dilatasi V. heapatika dan kelainan parenkim hati

    5. Caran dalam rongga peritoneum

    6. Penebalan dinding vesika felea

  • Diagnosis3,4,5

    WHO Dengue Guidelines for Diagnosis 2009

  • Algoritma 1. Diagnosis Demam Dengue dan DBD6,7

  • PENATALAKSANAAN1,3,4,6,7

    1. Demam Dengue

    Medikamentosa:

    Antipiretik (apabila diperlukan) : paracetamol 10 15 mg/kg BB/kali, 3 kali/hari.

    Tidak dianjurkan pemberian asam asetilsalisilat/ibuprofen pada anak yang dicurigai

    DD/DBD.

    Edukasi orang tua:

    Anjurkan anak tirah baring selama masih demam.

    Bila perlu, anjurkan kompres air hangat.

    Perbanyak asupan cairan per oral: air putih, ASI, cairan elektrolit, jus buah, atau sup.

    Tidak ada larangan konsumsi makanan tertentu.

    Monitor keadaan dan suhu anak dirumah, terutama selama 2 hari saat suhu turun.

    Pada fase demam, kita sulit membedakan antara DD dan DBD, sehingga orang tua

    perlu waspada.

    Segera bawa anak ke rumah sakit bila : anak gelisah, lemas, muntah terus menerus,

    tidak sadar, tangan/kaki teraba dingin, atau timbul perdarahan.

    2. Demam Berdarah Dengue

    Fase demam

    Prinsip tatalaksana DBD fase demam sama dengan tatalaksana DD.

    Antipiretik: paracetamol 10 15 mg/kg BB/kali, 3 kali/hari.

    Perbanyak asupan cairan oral.

    Monitor keadaan anak (tanda-tanda syok) terutama selama 2 hari saat suhu turun.

    Monitor trombosit dan hematokrit secara berkala.

    Penggantian volume plasma

  • Anak cenderung menjadi dehidrasi. Penggantian cairan sesuai status dehidrasi pasien

    dilanjutkan dengan terapi cairan rumatan.

    Jenis cairan adalah kristaloid : RL, 5% glukosa dalam RL, atau NaCl.

    Tabel 3. Kebutuhan cairan pada rehidrasi ringan-sedang

    Berat Badan (Kg) Jumlah Cairan

    (ml/kg BB/hari)

    < 7 220

    7 11 165

    12 18 132

    >18 88

    Tabel 4. Kebutuhan cairan rumatan

    Berat Badan (Kg) Jumlah cairan (ml)

    10 100 per kg BB

    10 20 1000 + 50 x kg BB (untuk BB di atas 10 kg)

    >20 1500 + 20 x kg BB (untuk BB di atas 20 kg)

    Tabel 5. Kriteria rawat inap dan memulangkan pasien

    Kriteria rawat inap Kriteria memulangkan pasien

    Ada kedaruratan:

    Syok

    Muntah terus menerus

    Kejang

    Kesadaran turun

    Muntah darah

    Berak hitam

    Tidak demam selama 24 jam

    tanpa antipiretik

    Nafsu makan membaik

    Secara klinis tampak perbaikan

    Hematokrit stabil

    Tiga hari setelah syok teratasi

    Trombosit > 50.000/uL

  • Hematokrit cenderung meningkat setelah 2 kali

    pemeriksaan berturut-turut

    Hemokonsentrasi (Ht meningkat = 20%)

    Tidak dijumpai distres

    pernafasan

    Algoritma 2. Tatalaksana DBD Derajat II5,7

  • Algoritma 3. Tatalaksana DBD Derajat III/IV atau SSD

    demam ringan yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness), Demam Dengue, atau

    bentuk yang lebih berat yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Sindrom Syok Dengue

    (SSD).

    Komplikasi DBD

    Pada DD tidak terdapat komplikasi berat namun anak dapat mengeluh lemah / lelah (fatigue)

    saat fase pemulihan. Penyebab kematian pada deman berdarah dengue:

  • Syok berkepanjangan (Prolonged shock)

    Kelebihan cairan

    Perdarahan masif

    Manifestasi yang jarang :

    Ensefalopati dengue

    Gagal ginjal akut

    Ensefalopati DBD

    Diduga akibat disfungsi hati, udem otak,

    perdarahan kapiler serebral

    atau kelainan metabolik

    Ditandai dengan kesadaran menurun dengan atau tanpa kejang, baik pada DBD

    dengan atau tanpa syok

    Ketepatan diagnosis

    Bila ada syok, harus diatasi dulu

    Pungsi lumbal setelah syok teratasi, hati-hati trombosit < 50000/ul

    Transaminase, PT/PTT, gula darah, analisa gas darah, elektrolit, amoniak

    darah

  • BAB V

    KESIMPULAN

    Pada pasien ini dapat disimpulkan bahwa pasien ini menderita Demam Berdarah Dengue

    yang masuk dalam kategori Severe Dengue sehingga membutuhkan perawatan ICU yang

    bersifat gawat darurat dan harus diberikan pengobatan yang adekuat sehingga pasien dapat

    menjadi stabil sebelum timbul komplikasi akibat tidak diperbaikinya kondisi darurat tersebut.

  • DAFTAR PUSTAKA

    1. Guerrant RL, Walker DH. Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever. In: Ooi EE,

    Gubler DJ, Editors. Tropical Infectious Disease Princples, Pathogens and Practice. 3rd

    ed. London:Saunders Elsevier;2011;p.504-10

    2. Suhendro.Demam Berdarah Dengue. In: Suhendro, Editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit

    Dalam.Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI;2006:

    p.1709-13

    3. Suroso T, Hadinegoro SR. Demam Berdarah Dengue. In : Wuryadi S, Sumanjuntak

    G, Umar AI, Editors.Penyakit Demam Berdarah Dengue dan Demam Berdarah

    Dengue.Jakarta:Departemen Kesehatan Republik Indonesia;2000;p.3 58

    4. Tomashek KM. Dengue Fever and Dengue Hemorrhagic Fever. Available at :

    http://wwwnc.cdc.gov/travel/yellowbook/2012/chapter-3-infectious-diseases-related-to-

    travel/dengue-fever-and-dengue-hemorrhagic-fever.htm accessed on 8 July 2012

    5. Soedarmo PS. Infeksi Virus Dengue. In: Soedarmo PS, Editors. Buku Ajar Infeksi dan

    Pediatri Tropis. 2nd

    ed. Jakarta:Badan Penerbit IDAI;2010;p.155-80

    6. Widagdo. Demam Berdarah Dengue. In: Editors. Masalah dan Tatalaksana Penyakit

    Infeksi Pada Anak. Jakarta:Sagung Seto;2011;p.12-3

    7. Suhendro. Demam Berdarah Dengue. In: Nainggolan L, Editors. Buku Ilmu Penyakit

    Dalam. 5th

    ed. Jakarta:Interna Publishing;2009;p.2773-9