34
1. Persaingan Usaha dalam Perekonomian Modern Persaingan antar pelaku usaha di dunia bisnis dan ekonomi adalah sebuah keharusan. Persaingan usaha dapat diamati dari dua sisi, yaitu sisi pelaku usaha atau produsen dan sisi konsumen. Dari sisi produsen, persaingan usaha berbicara mengenai bagaimana perusahaan menentukan strategi bersaing, apakah dilakukan secara sehat atau saling mematikan. Dari sisi konsumen, persaingan usaha terkait dengan seberapa tinggi harga yang ditawarkan dan seberapa banyak ketersediaan pilihan. Kedua faktor tersebut akan menentukan tingkat kesejahteraan konsumen atau masyarakat. Dalam dunia perekonomian modern, langkah-langkah yang biasa digunakan untuk memenangkan suatu persaingan usaha dari pihak produsen bisa berupa : 1. Praktek Dumping Menurut Kamus Lengkap Perdagangan Internasional dumping adalah penjualan suatu komoditi di suatu pasar luar negeri pada tingkat harga yang lebih rendah dari nilai yang wajar, biasanya dianggap sebagai tingkat harga yang lebih rendah daripada tingkat harga di pasar domestiknya atau di negara ketiga. Sementara itu menurut Kamus Ekonomi (Inggris-Indonesia) dumping adalah suatu bentuk diskriminasi harga, di mana misalnya seorang produsen menjual pada dua pasar yang berbeda

Makalah Ebi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Makalah Ebi

1. Persaingan Usaha dalam Perekonomian Modern

Persaingan antar pelaku usaha di dunia bisnis dan ekonomi adalah sebuah keharusan.

Persaingan usaha dapat diamati dari dua sisi, yaitu sisi pelaku usaha atau produsen dan sisi

konsumen. Dari sisi produsen, persaingan usaha berbicara mengenai bagaimana perusahaan

menentukan strategi bersaing, apakah dilakukan secara sehat atau saling mematikan. Dari sisi

konsumen, persaingan usaha terkait dengan seberapa tinggi harga yang ditawarkan dan

seberapa banyak ketersediaan pilihan. Kedua faktor tersebut akan menentukan tingkat

kesejahteraan konsumen atau masyarakat.

Dalam dunia perekonomian modern, langkah-langkah yang biasa digunakan untuk

memenangkan suatu persaingan usaha dari pihak produsen bisa berupa :

1. Praktek Dumping

Menurut Kamus Lengkap Perdagangan Internasional dumping adalah penjualan suatu

komoditi di suatu pasar luar negeri pada tingkat harga yang lebih rendah dari nilai yang

wajar, biasanya dianggap sebagai tingkat harga yang lebih rendah daripada tingkat harga di

pasar domestiknya atau di negara ketiga.

Sementara itu menurut Kamus Ekonomi (Inggris-Indonesia) dumping adalah suatu

bentuk diskriminasi harga, di mana misalnya seorang produsen menjual pada dua pasar yang

berbeda atau dengan harga-harga yang berbeda, karena adanya penghalang tertentu antara

pasar-pasar tersebut dan terdapat elastisitas permintaan yang berbeda antara kedua pasar

tersebut .

Praktek dumping merupakan praktek dagang yang tidak fair, karena bagi negara

pengimpor, praktek dumping akan menimbulkan kerugian bagi dunia usaha atau industri

barang sejenis dalam negeri, dengan terjadinya banjir barang-barang dari pengekspor yang

harganya jauh lebih murah daripada barang dalam negeri akan mengakibatkan barang sejenis

kalah bersaing, sehingga pada akhirnya akan mematikan pasar barang

Membancirnya produk-produk impor di negara kita ini, baik itu produk makanan

ataupun tekstil yang harganya jauh lebih murah dari produk sejenis buatan lokal,

kemungkinan besar itu juga merupakan salah satu cara pengusaha negara lain untuk

memenangkan persaingan dan mematikan pengusaha lokal dengan praktek dumping ini.

2. Praktek Countervailing

Page 2: Makalah Ebi

Menurut Adhi Warman dalam bukunya "Ekonomi Islam ; Suatu Kajian

Kontemporer", praktek countervailing diartikan sebagai pemberian berbagai macam subsidi

dan fasilitas yang dilakukan oleh suatu negara kepada produsun di negaranya agar mampu

menjual hasil produksinya dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan dengan harga

di pasar internasional.

Praktek Countervailing ini seringkali ditemukan di negara maju atau industri. Negara

memberikan berbagai macam subsidi dan fasilitas, terutama kepada produsen pertanian dan

peternakan. Sehingga, dengan berbagai macam subsidi dan fasilitas yang diterima, si

produsen mampu menghasilkan produksi dengan skala yang sangat besar. Kelebihan dari

hasil produksi yang dihasilkan, ketika kebutuhan di negaranya telah terpenuhi, kemudian

dijual di pasar internasional dengan harga yang sangat murah yakni di bawah harga standar

internasional.

Di sisi lain, negara yang menjadi tujuan ekspor barang tersebut (negara berkembang), tidak

mampu bersaing untuk menjual komoditas yang sama. Hal ini disebabkan karena, pemerintah

di negaranya tidak mampu memberikan subsidi dan fasilitas bagi mereka. Sehingga tidaklah

mengherankan jika suatu negara yang dikategorikan sebagai negara agraris yang

penduduknya mayoritas bekerja di sektor pertanian harus mengimpor beras dari negara lain.

3. Praktek Predatory Pricing

Praktek ini bisa diartikan sebagai penetapan harga yang murah untuk mematikan

pesaing. Pada saat para pesaingnya telah gulung tikar, maka pengusaha yang menggunakan

praktek predatory pricing akan menaikkan harga barangnya kembali ke posisi harga yang

normal.

Predatory pricing terjadi apabila suatu perusahaan secara temporer mengenakan harga

rendah sebagai upaya untuk membendung masuknya pesaing ke suatu pasar, mengenyahkan

pesaing yang telah ada di dalam suatu pasar, atau mendikte pesaing di suatu pasar tertentu.

Praktek predatory prising seringkali dilakukan oleh pengusaha yang memiliki modal yang

lebih besar untuk mematikan usaha pengusaha lain yang memiliki modal di bawahnya.

Contoh kecil praktek seperti ini sangat jelas sekali terlihat pada persaingan antar supermarket

dengan ruko ataupun kios yang menjual komoditas yang sama. Selisih harga barang antara di

supermarket dengan harga barang di ruko ataupun di kios memang tidak terlalu signifikan.

Akan tetapi, untuk memenangkan persaingan, para pengelola supermarket seringkali

menurunkan harga barang mereka, memberikan diskon, memberikan berbagai macam bentuk

Page 3: Makalah Ebi

undian berhadiah yang kiranya tidak bisa diberikan oleh pedagang ruko maupun pedagang

kios.

4. Praktek Kolusif

Praktek kolusif ialah perilaku beberapa perusahaan untuk mengatur harga secara

bersama-sama atau membagi-bagi pasar sedemikian rupa sehingga memaksimumkan

keuntungan masing-masing perusahaan. Perilaku kolusi dapat dilakukan dengan tersembunyi

(tacit collusion) ataupun terbuka (explicit collusion). Contoh perilaku kolusi terbuka adalah

pembentukan kartel oleh perusahaan-perusahaan.

Dalam pengamatan penulis, praktek kolusif ini seringkali dilakukan oleh para pengelola

supermarket (misalnya : Daimond, Carrefur, Alfa Mart ). Praktek kolusif yang mereka

lakukan bisa berupa pemberian diskon terhadap suatu prodak secara bergantian ataupun tidak

akan memberi diskon terhadap suatu prodak jika ditempat lain sedang memberikan diskon

terhadap prodak yang sama. Misalnya : jika di supermarket Carrefur sedang memberikan

diskon terhadap pembelian produk susu, maka kemungkinan besar di Alfa Mart produk yang

di diskon adalah selain produk susu tersebut, begitu juga sebaliknya. Jadi, bisa dipastikan

bahwa kita tidak akan pernah menemukan pemberian diskon terhadap produk yang sama,

pada waktu yang sama diantara supermarket Carrefur, Alfa Mart, maupun Daimond.

5. Praktek Monopoli

Praktek monopoli terjadi ketika si pengusaha menjadi penjual tunggal atas suatu

produk barang dalam suatu perdagangan. Hal ini mengakibatkan si pengusaha bisa

melakukan pematokan harga suatu barang semaunya. Praktek monopoli baru bisa terjadi jika

mendapatkan restu dari pemerintah. Bahan Bakar Minyak, Listrik merupakan usaha yang

dimonopoli oleh BUMN Pertamina dan PLN. Sehingga tidaklah mengherankan jika

penaikkan harga BBM dan Tarif Dasar Listrik tidak terlalu memperhatikan mekanisme pasar.

Hal ini disebakan karena ketiadaan rival dalam sektor yang sama. Andaikata Peramina dan

PLN memiliki rival dalam sektor yang sama, kemungkinan besar ceritanya akan berbeda.

Dan tidak menutup kemungkinan, persaingan yang mucul seperti persaingan dalam sektor

telekomunikasi.

6. Praktek Monopsoni

Page 4: Makalah Ebi

Tidaklah jauh berbeda dengan praktek monopoli, praktek monopsoni terjadi ketika

dalam suatu perdagangan hanya terdapat pembeli tunggal. Hal ini lantas mengakibatkan pada

penetapan harga terhadap produk yang mau di jual oleh pihak lain didasarkan atas

kemauannya sendiri.

Praktek monopsoni, di Nusa Tenggara Barat, khususnya di pulau Lombok, terlihat sekali

dalam praktek jual-beli tembakau. Para pemilik gudang tembakau (perusahaan Djarum),

kerap kali memberikan harga atas penjualan tembakau para petani di bawah harga pasar yang

berlaku. Para petani di sana hanya bisa menerima dengan pasrah saja. Hal ini disebabkan

karena kebutuhan mereka akan uang untuk menutup biaya produksi yang telah dilakukan.

Sehingga mereka tidak bisa berbuat banyak atas penetapan harga yang diberikan.

2. Persaingan Usaha dalam Ajaran Islam

Dalam semua hubungan, kepercayaan adalah unsur dasar. Kepercayaan diciptakan

dari kejujuran. Kejujuran adalah satu kualitas yang paling sulit dari karakter untuk dicapai

didalam bisnis, keluarga, atau dimanapun gelanggang tempat orang-orang berminat untuk

melakukan persaingan dengan pihak-pihak lain. Selagi kita muda, kita diajarkan bahwa di

dalam tiap-tiap kasus ada kebajikan atau hikmah yang terbaik. Kebanyakan dari kita didalam

bisnis mempunyai satu misi yang terkait dengan rencana-rencana. Kita mengarahkan energi

dan sumber daya kita ke arah tujuan keberhasilan misi kita yang kita kembangkan sepanjang

perjanjian-perjanjian. Para pemberi kerja tergantung pada karyawan, para pelanggan

tergantung pada para penyalur, bank-bank tergantung pada peminjam dan pada setiap pelaku

atau para pihak sekarang tergantung pada para pihak terdahulu dan ini akan berlangsung

secara terus menerus. Oleh karena itu kita menemukan bahwa bisnis yang berhasil dalam

masa yang panjang akan cenderung untuk membangun semua hubungan atas mutu, kejujuran

dan kepercayaan.

Dan inilah yang menjadi salah satu kunci sukses Rasulullah dalam berbisnis. Dalam

dunia bisnis kepercayaan sangat penting artinya. Tanpa didasari atas rasa saling percaya,

maka transaksi bisnis tidak akan bisa terlaksana. Akan tetapi, dalam dunia bisnis juga kita

dilarang untuk terlalu cepat percaya pada orang lain, karena hal ini rawan terhadap penipuan.

Maka, kita dianjurkan untuk melihat track record lawan binis kita sebelumnya.

Page 5: Makalah Ebi

Dalam ajaran Islam, setiap muslim yang ingin berbisnis maka dianjurkan untuk selalu

melakukan persaingan yang sehat, jujur, terbuka dan adil.

1. Melakukan Persaingan yang Sehat.

Baik itu dalam bentuk tidak diperbolehkan menawar barang yang sedang ditawar oleh

orang lain, tidak diperbolehkan membeli barang pedagang yang dari kampung yang belum

tahu harga pasar, Tidak diperbolehkan pura-pura menawar barang dengan harga tinggi untuk

mengelabui pembeli yang lain. Hal ini berpedoman pada firman Allah yang berbunyi:

“Janganlah kamu memakan sebagian harta sebagian kamu dengan cara yang bathil dan

(janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan

sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu

mengetahui.”(Al Baqarah : 188)

  Selain itu juga, berbeda dengan sistem kapitalisme dan komunisme yang melarang

terjadinya monopoli ataupun monopsoni, di dalam ajaran Islam siapapun boleh berbisnis

tanpa peduli apakah dia satu-satunya penjual atau pembeli, asalkan dia tidak melakukan

ikhtikar, yaitu mengambil keuntungan di atas keuntungan normal dengan cara menjual lebih

sedikit barang untuk harga yang lebih tinggi atau dalam istilah ekonominya monopoly’s rent.

Persoalan monopoli sesungguhnya merupakan persoalan yang sangat menarik untuk

dibahas. Bahkan permasalahan ini telah mendapat perhatian yang sangat serius dari ajaran

Islam, sebagaimana yang dinyatakan oleh Allah SWT: "...agar harta itu jangan hanya

berputar di kalangan orang-orang kaya di antara kamu sekalian..." (QS 59: 7). Selain riba,

monopoli adalah komponen utama yang akan membuat kekayaan terkonsentrasi di tangan

segelintir kelompok, sehingga menciptakan kesenjangan sosial dan ekonomi.

Para ulama terkemuka abad pertengahan pun, seperti Ibn Taimiyyah, Ibn al-Qayyim

al-Jauziyyah, dan Ibn Khaldun, telah pula melakukan kajian yang mendalam tentang praktik

monopoli. Ibn Taimiyyah misalnya, dalam kitabnya Al-Hisbah fil Islam menyatakan bahwa

Page 6: Makalah Ebi

ajaran Islam sangat mendorong kebebasan untuk melakukan aktivitas ekonomi sepanjang

tidak bertentangan dengan aturan agama.

Kepemilikan dan penguasaan aset kekayaan di tangan individu adalah sesuatu yang

diperbolehkan dalam Islam. Namun demikian, ketika kebebasan tersebut dimanfaatkan untuk

menciptakan praktik-praktik monopolistik yang merugikan, maka adalah tugas dan kewajiban

negara untuk melakukan intervensi dan koreksi.

Sementara itu, Ibn Khaldun dalam kitab Muqaddimah juga menyatakan pentingnya

peran negara dalam menciptakan keadilan ekonomi dan keseimbangan pasar. Ia menegaskan

bahwa pajak (dan juga denda) adalah instrumen yang dapat digunakan oleh negara untuk

meningkatkan pertumbuhan ekonomi, sekaligus untuk mengeliminasi praktik-praktik

kecurangan yang terjadi di pasar, termasuk praktik-praktik monopoli yang dilakukan oleh

segelintir pebisnis.

Namun demikian, ajaran Islam membolehkan praktik monopoli yang dilakukan oleh

negara, dengan syarat hanya terbatas pada bidang-bidang strategis yang menguasai hajat

hidup orang banyak. Dalam sebuah hadist, Rasulullah SAW bersabda: "Manusia berserikat

dalam tiga hal: air, api, dan padang rumput". Ke depan, diperlukan langkah-langkah strategis

untuk mengelola investasi yang diharapkan dapat mengembangkan perekonomian nasional.

Lebih lanjut, berdasarkan kaidah fiqh yang disepakati oleh banyak ulama, segala hal

dalam bermuamalah pada dasarnya adalah dibolehkan kecuali ada dalil yang

mengharamkannya (al-ashlu fi al-mu’amalah al-ibaahah illaa an-yadulla daliilaan ‘alaa

tahriimihaa).

Islam mengajarkan bahwa manusia dalam berusaha, harus melepaskan diri dari hal-

hal yang dilarang oleh Allah, atau haram dan bathil. Hal-hal yang dilarang in meliputi bisnis

dengan cara dan untuk hal-hal berikut:

1. Riba

Riba yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah (batil) antara lain dalam transaksi

pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan (fadhl),

atau dalam transaksi pinjam-meminjam yang mempersyaratkan Nasabah Penerima Fasilitas

mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu

(nasi’ah)”.

Page 7: Makalah Ebi

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya

orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang

demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu

sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.

Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari

mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan);

dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka

orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”

2. Maysir

Kata maysir dalam arti harfiahnya adalah memperoleh sesuatu dengan sangat mudah

tanpa kerja keras atau mendapat keuntungan tanpa bekerja. Oleh karena itu disebut berjudi.

Prinsip berjudi itu adalah terlarang, baik itu terlibat secara mendalam maupun hanya berperan

sedikit saja atau tidak berperan sama sekali. Dalam berjudi kita menggantungkan keuntungan

hanya pada keberuntungan semata, bahkan sebagian orang yang terlibat melakukan

kecurangan, kita mendapatkan apa yang semestinya kita tidak dapatkan, atau menghilangkan

suatu kesempatan.

Adapun dalil yang menjelaskan keharaman berjudi adalah sebagai berikut :

Page 8: Makalah Ebi

Artinya :

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban

untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan

syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.

Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di

antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari

mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).”

(al-Maidah/5: 90-91)

3. Gharar

Menurut bahasa Arab, makna al-gharar adalah al-khathr (pertaruhan) sehingga

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyatakan al-gharar adalah yang tidak jelas hasilnya

(majhul al-’aqibah). Sedangkan menurut Syaikh As-Sa’di, al-gharar adalah al-mukhatharah

(pertaruhan) dan al-jahalah (ketidakjelasan). Perihal ini masuk dalam kategori perjudian.

Dari penjelasan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud jual beli gharar

adalah, semua jual beli yang mengandung ketidakjelasan; pertaruhan, atau perjudian.

Gharar dilarang dalam Islam sebagaimana firman Allah SWT dalam QS al-A’raf 85

Artinya :

Dan (Kami telah mengutus) kepada penduduk Mad-yan saudara mereka, Syu'aib. Ia berkata: "Hai

kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah

datang kepadamu bukti yang nyata dari Tuhanmu. Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan

janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah

kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. Yang demikian itu lebih

baik bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman".

Page 9: Makalah Ebi

4. Zhulm

Kata zalim berasal dari bahasa Arab, dengan huruf “dho la ma” ( م ل ( ظ yang

bermaksud gelap. Di dalam al-Qur’an menggunakan kata zhulm selain itu juga digunakan

kata baghy, yang artinya juga sama dengan zalim yaitu melanggar haq orang lain.

Zhulm dilarang sebagaimana terdapat dalam QS Al-Baqarah : 193

“Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya

semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada

permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zhalim” (al-Baqarah/2: 193)

5. Tabdzir

Tabdzir berasal dari akar kata badzara. Artinya al-habba yang berarti menabur ( benih ), menanam,

menumbuhkan, tumbuh-tumbuhan, menyebarkan, memboroskan dan menghambur-hamburkan

harta. Orang yang menghambur-hamburkan harta disebut al-mubadziru atau al-mubadzriku. Jika

kata tabdzir dipergunakan dalam kalimat: badzara al-mal tabdziran ( menghambur-hamburkan harta

), maknanya satu akar kata dengan israfan dan badzratan.

Allah melarang manusia untuk berbuat tabdzir sebagaimana terdapat dalam QS Al-Isra: 26-27

Artinya :

“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan

orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara

boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu

adalah sangat ingkar kepada Tuhannya”(al-Isra/17: 26-27).

6. Risywah

Page 10: Makalah Ebi

Risywah secara bahasa, Risywah berasal dari kata rasyâ (رشا) yang berarti al-ja’lu

(menyuap). rasywah adalah sesuatu yang menyampaikan pada keperluan dengan jalan

menyogok ( بالـُم�صانعة الـحاجة �لـى ِإ �ة� .(الُو�ْص�َل Al-Râsyi adalah orang yang memberikan

risywah secara bathil, al-Murtasyi adalah orang yang mengambil risywah dan al-Ra`isy

adalah orang yang bekerja sebagai perantara risywah yang minta tambah atau minta kurang.

“...(janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim (dengan menyuapnya),

supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu secara batil,

padahal kamu mengetahui.” (al-Baqarah/2: 188) dan hadist Rasullullah SAW ysng berbunyi :

الَله : رسُول لعن قال هريرة أبي عن أبيه عن سَلُمة أبي بن عُمرو عن عُوانة أبُو حدثنا قتيبة حدثنا

( ). الترمذى رواه الحكم في والُمرتشي الراشي سَلم و عَليه الَله .ْصَلى

Artinya:”Hadis diterima dari Abu Hurairah, berkata: Rasulullah SAW melaknat orang yang

menyogok dan yang menerima sogok dalam hukum”. (HR. al-Turmuzi).

7. Maksiyat

Maksiat adalah perbuatan tercela dan telah difitrahkan agar manusia tidak menyukai sifat

kemaksiatan tersebut. Sebagaimana dijelaskan dalam Firman Allah SWT QS Al Hujurat 49: 7

Artinya :

“...tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah

dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan

tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam

hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan dan kemaksiayatan

2. Kejujuran

Sebagaian dari makna kejujuran adalah seorang pengusaha senantiasa terbuka dan

transparan dalam jual belinya. Ketika kita memiliki sifat jujur, maka orang lain akan menaruh

kepercayaan pada kita dan dia tidak perlu terlalu khawatir berbisnis dengan kita. Banyak

Page 11: Makalah Ebi

sekali orang yang berhasil dalam dunia bisnis karena sifat jujur yang mereka miliki. Hal ini

berpedoman pada Q.S. Al-Ahzab : 70

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah

perkataan yang benar”.

3. Keterbukaan

Pada zaman sekarang ini, ketika manusia yang satu dengan manusia yang lain sulit

sekali saling percaya, apalagi dalam masalah yang berkaitan dengan keuangan, maka setiap

usaha yang ingin menjalin kerjasama ditintut untuk terbuka. Terbuka dalam arti bahwa

memiliki laporan keuangan yang jelas atas usaha yang dimiliki dimana laporan keuangan

tersebut bisa diaudit oleh pihak-pihak terkait. Dan sifat terbuka inilah yang merupakan salah

satu kunci sukses keberhasilan Rasulullah dalam berbisnis menjual barang-barang dagangan

khodijah.

4. Keadilan

Salah satu bentuk sederhana dalam berbisnis yang berkaitan dengan keadilan adalah

tidak menambah atau mengurangi berat timbangan dalam jual-beli. Hal ini berpedoman pada

Q.S. Al-Isra : 35

Artinya : “Dan sempurnakanlah takaran ketika kamu menakar dan timbanglah dengan neraca

yang benar.

1. Good Corporate Governance

Sebagai sebuah konsep, GCG ternyata tak memiliki definisi tunggal. Komite Cadburry, misalnya, pada tahun 1992 - melalui apa yang dikenal dengan sebutan Cadburry Report - mengeluarkan definisi tersendiri tentang GCG. Menurut Komite Cadburry, GCG adalah prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam memberikan

Page 12: Makalah Ebi

pertanggungjawabannya kepada para shareholders khususnya, dan stakeholders pada umumnya. Tentu saja hal ini dimaksudkan pengaturan kewenangan Direktur, manajer, pemegang saham, dan pihak lain yang berhubungan dengan perkembangan perusahaan di lingkungan tertentu.

Good Corporate Governance adalah serangkaian proses, kebiasaan, kebijakan, hukum, dan

lembaga-lembaga yang mempengaruhi cara sebuah perusahaan (atau perusahaan) diarahkan,

diberikan atau dikendalikan. Tata kelola perusahaan juga mencakup hubungan antara para

pemangku kepentingan yang terlibat dan tujuan yang diatur perusahaan. Para pemangku

kepentingan utama adalah para pemegang saham, direksi, karyawan, pelanggan, kreditur,

pemasok, dan masyarakat pada umumnya.1

GCG ini menjadi acuan suatu korporasi dalam menjalankan operasional hariannya agar

berjalan lancar. Terdapat lima prinsip GCG yang dapat dijadikan pedoman bagi suatu

korporat atau para pelaku bisnis, yaitu Transparency, Accountability, Responsibility,

Indepandency dan Fairness yang biasanya diakronimkan menjadi TARIF.  Penjabarannya

sebagai berikut :

1. Transparency (keterbukaan informasi)

Secara sederhana bisa diartikan sebagai keterbukaan informasi.  Dalam mewujudkan prinsip

ini, perusahaan dituntut untuk menyediakan informasi yang cukup, akurat, tepat waktu

kepada segenap stakeholders-nya. Informasi yang diungkapkan antara lain keadaan

keuangan, kinerja keuangan, kepemilikan dan pengelolaan perusahaan. Audit yang dilakukan

atas informasi dilakukan secara independen. Keterbukaan dilakukan agar pemegang saham

dan orang lain mengetahui keadaan perusahaan sehingga nilai pemegang saham dapat

ditingkatkan.

2. Accountability (akuntabilitas)

Yang dimaksud dengan akuntabilitas adalah kejelasan fungsi, struktur, system dan

pertanggungjawaban elemen perusahaan.  Apabila prinsip ini diterapkan secara efektif, maka

akan ada kejelasan akan fungsi, hak, kewajiban dan wewenang serta tanggung jawab antara

pemegang saham, dewan komisaris dan dewan direksi.

1 http://taufiqarrakhman89.blogspot.com/2010/11/good-corporate-governance-gcg.html

Page 13: Makalah Ebi

Dewan direksi bertanggung jawab atas keberhasilan pengelolaan perusahaan dalam rangka

mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh pemegang saham. Komisaris bertanggung jawab

atas keberhasilan pengawasan dan wajib memberikan nasehat kepada direksi atas pengelolaan

perusahaan sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai. Pemegang saham bertanggung jawab

atas keberhasilan pembinaan dalam rangka pengelolaan perusahaan.

3. Responsibility (pertanggung jawaban)

Bentuk pertanggung jawaban perusahaan adalah kepatuhan perusahaan terhadap peraturan

yang berlaku, diantaranya; masalah pajak, hubungan industrial, kesehatan dan keselamatan

kerja, perlindungan lingkungan hidup, memelihara lingkungan bisnis yang kondusif bersama

masyarakat dan sebagainya.  Dengan menerapkan prinsip ini, diharapkan akan menyadarkan

perusahaan bahwa dalam kegiatan operasionalnya, perusahaan juga mempunyai peran untuk

bertanggung jawab kepada shareholder juga kepada stakeholders-lainnya.

4. Indepandency (kemandirian)

Prinsip ini mensyaratkan agar perusahaan dikelola secara profesional tanpa ada benturan

kepentingan dan tanpa tekanan atau intervensi dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan

peraturan-peraturan yang berlaku. Dengan kata lain, prinsip ini menuntut bertindak secara

mandiri sesuai peran dan fungsi yang dimilikinya tanpa ada tekanan. Tersirat dengan prinsip

ini bahwa pengelola perusahaan harus tetap memberikan pengakuan terhadap hak-hak

stakeholders yang ditentukan dalam undang-undang maupun peraturan perusahaan.

5. Fairness (kesetaraan dan kewajaran)

Prinsip ini menuntut adanya perlakuan yang adil dalam memenuhi hak stakeholder sesuai

dengan peraturan perundangan yang berlaku.  Diharapkan fairness dapat menjadi faktor

pendorong yang dapat memonitor dan memberikan jaminan perlakuan yang adil di antara

beragam kepentingan dalam perusahaan. Pemberlakuan prinsip ini di perusahaan akan

melarang praktek-praktek tercela yang dilakukan oleh orang dalam yang merugikan pihak

lain.

Nah, demikian segelintir informasi terkait penerapan GCG dalam operasinalnya untuk

mencapai tujuan yang telah ditargetkan.

Page 14: Makalah Ebi

4. Good Corporate Governance dalam Islam

Sebagai sebuah konsep, GCG ternyata tak memiliki definisi tunggal. Komite

Cadburry, misalnya, pada tahun 1992 - melalui apa yang dikenal dengan sebutan Cadburry

Report - mengeluarkan definisi tersendiri tentang GCG. Menurut Komite Cadburry, GCG

adalah prinsip yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar mencapai

keseimbangan antara kekuatan serta kewenangan perusahaan dalam memberikan

pertanggungjawabannya kepada para shareholders khususnya, dan stakeholders pada

umumnya. Tentu saja hal ini dimaksudkan pada pengaturan kewenangan Direktur, manajer,

pemegang saham, dan pihak lain yang berhubungan dengan perkembangan perusahaan di

lingkungan tertentu.

Islam mengajarkan bahwa setiap orang harus bertanggung jawab terhadap tugas yang

diembannya. Dalam beberapa kasus, orang bisa mendelegasikan tugas tersebut kepada orang

lain, akan tetapi dia harus tetap bertanggung jawab terhadap hasil dari pengerjaan tugas itu

karena bagaimanapun juga, tugas yang dibebankan tetap merupakan wewenangnya.

Rasulullah SAW diutus oleh Allah memperbaiki aklhaq manusia sebagaimana

dinyatakan dalam sebuah hadits:

�ُت� �ع�ْث �ب ُأل �ُم:م� ت �ار�م� م�ك �ِق� ْخ�ـَال� �ُأل ا

<ُم�ا �ن ِ �ِإ

”Bahwa sanya aku diutus adalah untuk menyempurnakan akhlaq manusia”.

Akhlaq yang biasa diterjemahkan menjadi etika, moralitas atau budi pekerti, lebih dari

sekedar etika atau moralitas dalam pengertian umum, melainkan memiliki makna keterkaitan

hubungan timbal-balik antara manusia sebagai makhluq dengan Khaliqnya. Manusia

senantiasa merasa diawasi oleh al-Khaliq dalam setiap urusan, termasuk urusan bisnis.

Pelaksanaan bisnis dalam Islam hendaknya juga mengikuti pelaksanaan bisnis

Rasulullah SAW yang merupakan implementasi dari sifat-sifat beliiau yang dikategorikan

oleh para ulama menjadi empat ShiFAT sebagai kepanjangan dari:Shiddiq, Fathonah,

Amanah danTabligh.

Page 15: Makalah Ebi

1. Shiddiq berarti benar, yaitu senantiasa menyatakan dan melakukan kebenaran dan

kejujuran dimanapun berada dan kepada siapapun. Implikasinya dalam berbisnis adalah

tegaknya kejujuran dan menghindari segala bentuk penipuan, penggelapan dan perilaku

dusta.

2. Fathanah berarti cerdas, yaitu mampu berpikir secara jernih dan rasional serta mengambil

keputusan dengan cepat dan tepat. Dalam dunia bisnis sifat fatanah ini digunakan untuk

mengidentifikasi dan menetapkan hal-hal dan atau kegiatan yang halal, tayib, ikhsan dan

tawazun

3. Amanah berarti dapat dipercaya, yaitu menjaga kepercayaan yang diberikan oleh Allah dan

orang lain. Dalam berbisnis, pemberian kepercayaan ini diwujudkan dalam berbagai bentuk

pertanggungjawaban dan akuntabilitas atas kegiatan-kegiatan bisnis.

4. Tabligh berarti menyampaikan, yaitu menyampaikan Risalah dari Allah tentang kebenaran

yang harus ditegakkan di muka bumi. Kebenaran Risalah ini harus diteruskan oleh ummat

Islam dari waktu ke waktu agar Islam benar-benar dapat menjadi rahmat bagi alam semesta.

Dalam dunia bisnis, penyampaian risalah kebenaran dapat diwujudkan dalam bentuk

sosialisasi praktik-praktik bisnis yang baik dan bersih, termasuk perilaku bisnis Rasulullah

Saw dan para sahabatnya.

Keempat sifat ini merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan

yang lainnya yang merupakan salah satu perwujudan dari iman dan takwa.

Dari keempat Shifat Rasulullah SAW yang wajib diteladani dan larangan yang wajib

dijauhi dalam bisnis yang Islami (syar’i), maka istilah umum dalam Good Corporate

Governance (GCG) juga dapat diterapkan pada tata kelola bisnis Islami, yang biasa dikenal

dengan TARIF (Transparency, Accountability, Responsibility, Independence danFairness)

atau di-Indonesiakan menjadi TARIK (Transparansi, Akuntabilitas, Responsibilitas,

Independensi dan Kewajaran)

Dalam Draft Umum Pedoman Good Governance Bisnis Syariah (GGBS) oleh Tim

Penyusun yang dibentuk oleh KNKG, TARIF atau TARIK ini dijelaskan sebagai berikut :2

1. Transparansi

2 http://kunami.wordpress.com/2007/11/09/pelaksanaan-good-corporate-governance

Page 16: Makalah Ebi

Berdasarkan prinsip syariah yang ditegaskan dalam surat al-Baqarah/2: 282 “...dan

transparankanlah (persaksikanlah) jika kalian saling bertransaksi...”, dan berdasarkan hadits

yang menyatakan “... barang siapa yang melakukan ghisy (menyembunyikan informasi yang

diperlukan dalam transaksi) bukan termasuk umat kami”, maka semua transaksi harus

dilakukan secara transparan. Tranparansi (transparency) mengandung unsur pengungkapan

(disclosure) dan penyediaan informasi yang memadai dan mudah diakses oleh pemangku

kepentingan. Transparansi diperlukan agar pelaku bisnis syariah menjalankan bisnis secara

objektif dan sehat. Pelaku bisnis syariah harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan

tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundangan, tetapi juga hal yang

penting untuk pengambilan keputusan yang sesuai dengan ketentuan syariah.

Transparansi meliputi:

1. Pelaku bisnis syariah harus menyediakan informasi tepat waktu, memadai, jelas,

akurat dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh semua pemangku

kepentingan sesuai dengan haknya.

2. Informasi yang harus diungkapkan meliputi, tetapi tidak terbatas pada, visi, misi,

sasaran usaha dan strategi organisasi, kondisi keuangan, susunan pengurus,

kepemilikan, sistem manajemen risiko, sistem pengawasan dan pengendalian internal,

sistem dan pelaksanaan GGBS serta tingkat kepatuhannya, dan kejadian penting yang

dapat mempengaruhi kondisi entitas bisnis syariah.

3. Prinsip keterbukaan yang dianut oleh pelaku bisnis syariah tidak mengurangi

kewajiban untuk memenuhi ketentuan kerahasiaan organisasi sesuai dengan peraturan

perundangan, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi.

4. Kebijakan organisasi harus tertulis dan secara proporsional dikomunikasikan kepada

semua pemangku kepentingan.

2. Akuntabilitas

Akuntabilitas merupakan asas penting dalam bisnis syariah sebagaimana tercermin

dalam surat al-Isra/17: 84 yang artinya “Katakanlah setiap entitas bekerja sesuai dengan

posisinya dan Tuhan kalian yang lebih mengetahui siapa yang paling benar jalanya diantara

kalian”. dan dalam ayat 36 yang artinya “...dan janganlah kamu berbuat sesuatu tanpa

pengetahuan atasnya, sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semua itu akan

Page 17: Makalah Ebi

dimintai pertanggungjawaban”. Akuntabilitas (accountability) mengandung unsur kejelasan

fungsi dalam organisasi dan cara mempertanggungjawabkannya. Pelaku bisnis syariah harus

dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu bisnis

syariah harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan pelaku bisnis

syariah dengan tetap memperhitungkan pemangku kepentingan dan masyarakat pada

umumnya. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk mencapai kinerja yang

berkesinambungan.

Akuntabilitas meliputi :

1. Pelaku bisnis syariah harus menetapkan rincian tugas dan tanggung jawab masing-

masing organ dan semua karyawan secara jelas dan selaras dengan visi, misi, nilai-

nilai, dan strategi bisnis syariah.

2. Pelaku bisnis syariah harus meyakini bahwa semua elemen organisasi dan semua

karyawan mempunyai kemampuan sesuai dengan tugas, tanggung jawab, dan

perannya dalam pelaksanaan GGBS.

3. Pelaku bisnis syariah harus memastikan adanya sistem pengendalian yang efektif

dalam pengelolaan organisasi.

4. Pelaku bisnis syariah harus memiliki ukuran kinerja untuk semua jajaran organisasi

yang konsisten dengan sasaran bisnis yang digeluti, serta memiliki sistem

penghargaan dan sanksi (reward and punishment system).

5. Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, setiap elemen organisasi dan

semua karyawan harus berpegang pada etika bisnis syariah dan pedoman prilaku

(code of conduct) yang telah disepakati.

6. Pelaku bisnis syariah harus meyakini bahwa semua prosedur dan mekanisme kerja

dapat menjamin kehalalan, tayib, ikhsan dan tawazun atas keseluruhan proses dan

hasil produksi.

3. Responsibilitas

Dalam hubungan dengan asas responsibilitas (responsibility), pelaku bisnis syariah

harus mematuhi peraturan perundang-undangan dan ketentuan bisnis syariah, serta

melaksanakan tanggung-jawab terhadap masyarakat dan lingkungan. Tanggung jawab atas

perbuatan manusia dilakukan baik di dunia maupun di akhirat, yang semuanya direkam

dalam catatan yang akan dicermatinya nanti, sebagaimana firman Allah Swt dalam surat al-

Isra/17: 14 yang artinya: “Bacalah kitabmu (laporan pertanggungjawabanmu). Cukuplah

Page 18: Makalah Ebi

kamu pada waktu itu mengevaluasi dirimu sendiri.” Akan lebih baik ditambahkan (QS.At-

taubah/9:105) Dengan pertanggungjawaban ini maka entitas bisnis syariah dapat terpelihara

kesinambungannya dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai pelaku bisnis

yang baik (good corporate citizen).

Responsibilitas meliputi:

1. Pelaku bisnis syariah harus berpegang pada prinsip kehati-hatian dan memastikan

kepatuhan terhadap ketentuan bisnis syariah dan perundangan, anggaran dasar serta

peraturan internal pelaku bisnis syariah (by-laws).

2. Pelaku bisnis syariah harus melaksanakan isi perjanjian yang dibuat termasuk tetapi tidak

terbatas pada pemenuhan hak dan kewajiban yang yang disepakati oleh para pihak.

3. Pelaku bisnis syariah harus melaksanakan tanggung jawab sosial antara lain dengan

peduli terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar tempat

berbisnis, dengan membuat perencanaan dan pelaksanaan yang memadai. Pelaksanaan

tanggung jawab sosial tersebut dapat dilakukan dengan cara membayar zakat, infak dan

sadaqah.

4. Independensi

Dalam hubungan dengan asas independensi (independency), bisnis syariah harus

dikelola secara independen sehingga masing-masing pihak tidak boleh saling mendominasi

dan tidak dapat diintervensi oleh pihak manapun. Independensi terkait dengan konsistensi

atau sikap istiqomah yaitu tetap berpegang teguh pada kebenaran meskipun harus

menghadapi risiko. Dalam surat Fushshilat/41: 30 Allah Swt berfrman: “Sesungguhnya

orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan

pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan):

"Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu

dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu". Independensi

merupakan karakter manusia yang bijak (ulul al-bab) yang dalam al-Qur’an disebutkan

sebanyak 16 kali, yang diantara karakternya adalah “Mereka yang mampu menyerap

informasi (mendengar perkataan) dan mengambil keputusan (mengikuti) yang terbaik (sesuai

dengan nuraninya tanpa tekanan pihak manapun)” (az-Zumar/39: 18).

Independensi meliputi:

Page 19: Makalah Ebi

1. Pelaku bisnis syariah harus bersikap independen dan harus menghindari terjadinya

dominasi oleh pihak manapun, tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu, bebas dari

benturan kepentingan (conflict of interest) dan dari segala pengaruh atau tekanan,

sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan secara obyektif.

2. Masing-masing organ Perusahaan harus melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai

dengan peraturan perundangan dan ketentuan syariah, tidak saling mendominasi dan atau

melempar tanggung jawab antara satu dengan yang lain.

3. Seluruh jajaran bisnis syariah harus melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai dengan

uraian tugas dan tanggung jawabnya.

5. Kewajaran dan Kesetaraan

Kewajaran dan kesetaraan (fairness) mengandung unsur kesamaan perlakuan dan

kesempatan. Allah Swt berfirman dalam surat al-Maidah/5: 8, yang artinya: “Wahai orang-

orang yang beriman hendaklah kamu menjadi orang yang selalu menegakkan kebenaran

karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap orang

(golongan) lain menyebabkan kamu tidak berlaku adil. berlaku adillah kamu karena adil itu

lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah karena Allah Maha Mengetahui apa

yang kalian kerjakan.” Fairness atau kewajaran merupakan salah satu manifestasi adil dalam

dunia bisnis. Setiap keputusan bisnis, baik dalan skala individu maupun lembaga, hendaklan

dilakukan sesuai kewajaran dan kesetaraan sesuai dengan apa yang biasa berlaku, dan tidak

diputuskan berdasar suka atau tidak suka. Pada dasarnya, semua keputusan bisnis akan

mendapatkan hasil yang seimbang dengan apa yang dilakukan oleh setiap entitas bisnis, baik

di dunia maupun di akhirat. Dalam usul fikih terdapat sebuah kaidah yang diturunkan dari

sabda Rasulullah Saw, al-kharaj bidh-dhaman yang artinya bahwa usaha adalah sebanding

dengan hasil yang akan diperoleh, atau dapat pula dimengerti sebagai risiko yang berbanding

lurus dengan pulangan(return). Dalam melaksanakan kegiatannya, Pelaku bisnis syariah

harus senantiasa memperhatikan kepentingan semua pemangku kepentingan, berdasarkan

asas kewajaran dan kesetaraan.

Kewajaran dan Kesetaraan meliputi:

1. Pelaku bisnis syariah harus memberikan kesempatan pada pemangku kepentingan untuk

memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan organisasi serta

Page 20: Makalah Ebi

membuka akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip transparansi dalam lingkup

kedudukan masing-masing.

2. Pelaku bisnis syariah harus memberikan perlakuan yang setara dan wajar kepada

pemangku kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang diberikan.

3. Pelaku bisnis syariah harus memberikan kesempatan yang sama dalam penerimaan

pegawai, berkarir, dan melaksanakan tugasnya secara profesional tanpa membedakan

suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin (gender) dan kondisi fisik.

4. Pelaku bisnis syariah harus bersikap tawazun yaitu adil dalam pelayanan kepada para

nasabah atau pelanggan dengan tidak mengurangi hak mereka, serta memenuhi semua

kesepakatan dengan para pihak terkait dengan harga, kualitas, spesifikasi atau ketentuan

lain yang terkait dengan produk yang dihasilkannya.

3. Mewujudkan Persaingan Usaha Yang Sehat Lewat Good Corporate Governance

Akhir-akhir ini marak dibicarakan masalah persaingan usaha yang tidak sehat. Hal ini

tidak terlepas dari adanya praktik monopoli serta pelanggaran terhadap etika bisnis yang

masih dijumpai di kalangan dunia usaha. Praktik-praktik usaha anti-persaingan yang bertolak

belakang dengan prinsip prinsip good corporate governance (GCG) telah lama berkembang

dan tumbuh subur di negara kita. Beberapa praktik anti-persaingan usaha yang dapat

dijumpai dalam kegiatan bisnis di Indonesia, antara lain adanya praktik persekongkolan

(conspiracy) perusahaan tertentu untuk memenangkan sebuah tender di instansi pemerintah,

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun perusahaan swasta. Selain itu telah membudaya

pula tender arisan dalam sistem pengadaan barang (procurement). Sudah barang tentu hal ini

dapat mengakibatkan persaingan usaha yang tidak sehat serta terabaikannya prinsip

keterbukaan (transparency) dan kewajaran (fairness). Bambang Subianto, mantan Menteri

Keuangan RI dalam suatu kesempatan seminar tentang “Pencanangan e-Auction di

lingkungan BUMN”, beberapa waktu lalu, antara lain mengatakan bahwa perilaku curang

dalam bisnis sudah mewabah dan sudah sejak lama dipraktikkan. Hal tersebut mengacu pada

dua petunjuk gejala umum, yaitu praktik membesarkan biaya investasi (yang dikenal dengan

istilah mark up) dan praktik perkomisian dalam pengadaan barang dan jasa. Yang terakhir ini

tercermin dari kenyataan bahwa di suatu perusahaan maupun di instansi pemerintahan

muncul istilah ‘jabatan basah’ dan ‘jabatan kering’. Hal tersebut mengakibatkan timbulnya

Page 21: Makalah Ebi

ekonomi biaya tinggi (high cost economy) serta cenderung membuka peluang terjadinya

praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).3

4. Penerapan Prinsip GCG

Penerapan prinsip kewajaran (fairness), keterbukaan (transparency), akuntabilitas

(accountability), dan responsibilitas (responsibility) di dalam perusahaan, seharusnya

dijadikan sebagai pedoman atau pun acuan para pelaku usaha (bisnis) dalam menjalankan

kegiatan usahanya. Perusahaan yang telah menerapkan prinsip-prinsip GCG dengan baik

akan mampu memiliki tingkat sensitivitas yang tinggi terhadap segala aktivitas bisnis yang

dijalankannya dalam menghadapi persaingan usaha. Dengan menerapkan GCG, sebuah

perusahaan akan memperlakukan para pesaingnya sebagai mitra bisnis yang setara, sehingga

dapat tercapai win-win solution. Artinya, dalam menjalankan bisnis, kedua-belah pihak akan

mengutamakan prinsip saling menguntungkan, bukan win loss, yaitu salah satu perusahaan

diuntungkan dan yang lain dirugikan. Penerapan prinsip-prinsip GCG di perusahaan

diharapkan dapat membantu terwujudnya persaingan usaha yang sehat dan kondusif,

Sehingga mengakibatkan semakin banyaknya perusahaan yang sadar untuk

mengimplementasikan prinsip GCG dalam menjalankan kegiatan bisnisnya sehari-hari.

Dengan mulai menerapkan prinsip ini setidaknya dapat dihindarkan adanya praktik monopoli

serta persaingan usaha yang tidak sehat.

3 Oleh Muhammad Arief Effendy dalam harian SUARA KARYA Edisi Rabu, 18 Mei 2005, Rubrik “Opini“

Page 22: Makalah Ebi

DAFTAR PUSTAKA

Adhiwarman A. Karim. 2001. Ekonomi Islam; Suatu Kajian Kontemporer. Jakarta: Gema

Insani Press.

Badrun, Faisal. 1996. dkk. Etika Bisnis dalam Islam. Jakarta : Kencana Press.

Faisal H. Basri & Dendi Ramdani. 2001. Kebijakan Persaingan di Era Otonomi ; Peranan

KPPU. Jakarta : Departemen Perindustrian dan Perdagangan.

Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam. 2008. Ekonomi Islam. Jakarta :

Rajawali Pers.

Sukarmi, 2002. “Regulasi Antidumping Di Bawah Bayang-Bayang Pasar Bebas”. Sinar

GRafika.

Susetyo, Kurniawan Eko. 2004. X-File : Menguak Tabir Mahasiswa. Jakarta : Eco Press.

http://mudharabah-ekonomisyariah.blogspot.com/2010/05/etika-persaingan-bisnis-

dalam.html