25
MAKALAH SISTEM PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN LAHAN BASAH OLEH: Fachry Ramadhan (H1E109015) DOSEN PEMBIMBING : Nova annisa, S.Si., M.S PROGRAM STUDI S1 TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK

Makalah Ekologi Lahan Rawa

Embed Size (px)

DESCRIPTION

free

Citation preview

Page 1: Makalah Ekologi Lahan Rawa

MAKALAH SISTEM PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN

LAHAN BASAH

OLEH:

Fachry Ramadhan

(H1E109015)

DOSEN PEMBIMBING : Nova annisa, S.Si., M.S

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK LINGKUNGANFAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURATBANJARBARU

2014

Page 2: Makalah Ekologi Lahan Rawa

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lahan basah (wetlands) dapat diartikan sebagai lahan basah yang secara

alami atau buatan selalu tergenang, baik secara terus-menerus ataupun musiman,

dengan air yang diam ataupun mengalir. Air yang menggenangi lahan basah dapat

berupa air tawar, payau dan asin. Tinggi muka air laut yang menggenangi lahan

basah yang terdapat di pinggir laut tidak lebih dari 6 meter pada kondisi surut.

Lahan basah adalah salah satu dari banyaknya lingkungan produktif di dunia.

Lahan basah merupakan “supermarket” dari keanekaragaman hayati. Lahan basah

merupakan istilah kolektif tentang ekosistem yang pembentukannya dikuasai air, dan

proses serta cirinya dikendalikan oleh air. Suatu lahan basah adalah suatu tempat

yang cukup basah selama waktu yang cukup panjang bagi pengembangan vegetasi

dan organisme lain yang teradaptasi khusus. Lahan basah merupakan areal transisi

antara lahan kering dan wilayah perairan seperti danau, rawa, payau, sungai dan

pantai. Tidak semua lahan basah yang selalu berair atau tergenang sepanjang

tahun.

Lahan basah merupakan ekosistem yang produktif, mempunyai sejumlah fungsi dan

manfaat yang bernilai bagi manusia. Lahan basah adalah daerah peralihan antara

sistem perairan dan sistem daratan. Tumbuhan yang hidup umumya adalah

hidrofita, substratnya berupa tanah hidric yang tidak dikeringkan serta berupa bahan

bukan tanah dan jenuh atau tertutup dengan air dangkal pada suatu waktu selama

musim pertumbuhan setiap tahun.

Indonesia merupakan negara yang memiliki ekosistem lahan basah

(wetlands) yang terluas di Asia Tenggara yakni sekitar 37 juta Ha, sehingga

menempatkan Indonesia sebagai salah satu kawasan terkaya di dunia dalam hal

potensi keanekaragaman hayati yang terkandung didalamnya, baik secara ekologis

maupun ekonomis. Berdasarkan fungsi dan tatanan lingkungannya, tipologi lahan

basah Indonesia secara garis besar terdiri dari empat macam yakni :

1) lahan basah pesisir dan lautan yang meliputi antara lain hutan bakau,

hutan payau, hutan mangrove, terumbu karang dan dataran pasir 

Page 3: Makalah Ekologi Lahan Rawa

2) lahan basah Rawa yang meliputi hutan rawa gambut, rawa padang, rawa

rumput .

3) Lahan basah dataran sungai yang meliputi sungai, dataran banjir, lebak-

lebung dan muara sungai.

4) Lahan basah danau, bendungan dan lahan basah bentukan seperti

sawah, tambak garam, danau, situ, dan bendungan.

Mengingat cukup bervariasinya tipe dan sifat ekosistem lahan basah

Indonesia, maka ekosistem lahan basah tersebut mempunyai potensi yang sangat

besar untuk dapat dikembangkan pemanfaatannya secara berkelanjutan. Secara

garis besar fungsi dan manfaat lahan basah terhadap manusia dan lingkungan

adalah sebagai berikut :

1. Memenuhi Kebutuhan Dasar Manusia  

Kebutuhan dasar manusia selalu mengingat seiring dengan meningkatnya kemajuan

jaman. Bagi Indonesia, yang dianggap sebagai kebutuhan dasar adalah pangan,

sandang, papan, kesehatan dan pendidikan. Dari kelima kebutuhan dasar ini,

pangan, papan dan kesehatan dapat dipenuhi oleh ekosistem lahan basah secara

langsung. Sedangkan kebutuhan sandang dan pendidikan secara tidak langsung

dapat dipenuhi dengan memanfaatkan potensi lahan basah melalui peningkatan

pendapatan.

2. Sumber Pendapatan dan Kesempatan Kerja   Produk hutan dikawasan lahan

basah merupakan komoditi yang dapat memberikan penghasilan dan pendapatan

negara antara lain melalui industri chip dan kertas. tidak sedikit masyarakat yang

telah memanfaatkannya sebagai sumber mata pencaharian baik dari kayu, kulit

kayu, madu maupun berbagai hasil estuaria yang sangat beranekaragam seperti

udang, ikan, kepiting, moluska dan lainnya.  

3. Penyangga dan Pendukung sistem kehidupan (life supporting system)   Peranan

lahan basah juga mencakup sebagai pemenuhan manfaat lingkungan yang

berkaitan erat dengan stabilisasi dan kesehatan lingkungan, juga meningkatkan dan

memelihara produktifitas perairan estuaria dan kegiatan ekotourism.

Lahan basah di Asia terdiri dari bermacam-macam jenis, seperti habitat alami dan

buatan (Scott 1989; Watkins & Parish 1999) termasuk daerah inter-tidal dan muara,

seperti danau, pesisir, batu karang yang berada didaerah terbuka, endapan lumpur

Page 4: Makalah Ekologi Lahan Rawa

dan pasir, danau air asin (di daerah yang bertemperatur rendah) dan hutan bakau (di

daerah tropis dan sub-tropis).

1. Sungai dan rawa yang terbentuk dari genangan banjir, anak sungai dan

danau

2. Danau air tawar dan hamparan ilalang baik yang bersifat temporer maupun

permanen

3. Hutan rawa gambut dan hutan rawa air tawar, serta

4. Gambut dan lumpur Sedikit sekali jenis lahan basah yang termasuk dalam

jenis musiman, seperti danau air asin dan/atau yang mengandung alkalin. Di

Asia juga memiliki lahan basah buatan, seperti sawah yang bersifat

musiman, ladang garam, kolam aquakultur dan waduk.

Dari contoh tersebut di atas, dapat terlihat bahwa betapa sulitnya dalam

mendefinisikan lahan basah. Hal ini telah berlangsung sejak lama (Finlayson & Van

der Valk 1995), yang sebagian terkait dengan masalah penjelasan habitatnya yang

sering kali dianggap sebagai ecotones antara habitat air dan darat. Satu hal yang

sangat penting tentang lahan basah, bahwa lahan basah sudah diterima dan

mendapat pengakuan dunia berkat Ramsar Convention. Meskipun demikian, ketika

ditegaskan oleh Finlayson (1999) saat mengembangkan protokol untuk inventarisasi

lahan basah di Australia, definisi tentang lahan basah ini cenderung meluas, seperti

lahan basah di pesisir pantai dan laut, mengingat keduanya berada dalam perairan

dalam dan terjadi karena adanya penggenangan air secara musiman dan sporadis.

Namun pencantuman daerah laut telah menimbulkan banyak perdebatan.

1.2 Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui potensi lahan

basah dan pesisir baik secara biofisik maupun ekologis dengan merujuk kepada

fungsi-fungsinya. Sedangkan kegunaannya adalah sebagai bahan informasi bagai

mahasiswa dalam meninjau sejauh mana potensi dan fungsi lahan basah dan

pesisir.

Page 5: Makalah Ekologi Lahan Rawa

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Lahan Basah

Lahan basah adalah istilah kolektif tentang ekosistem yang pembentukannya

dikuasai air, dan proses serta cirinya terutama dikendalikan air. Suatu lahan basah

adalah suatu tempat yang cukup basah selama waktu cukup panjang bagi

pengembangan vegetasi dan organisme lain yang teradaptasi khusus (Maltby,

1986). Lahan basah ditakrifkan (define) berdasarkan tiga parameter, yaitu hidrologi,

vegetasi hidrofitik, dan tanah hidrik (Cassel, 1997).

Lahan basah mencakup suatu rentangan luas habitat pedalaman, pantai, dan

marin yang memiliki sejumlah tampakan sama. Konvensi Ramsar 1971 menakrifkan

lahan basah yang penting secara internasional sebagai berikut (Dugan, 1990).

Lahan basah adalah wilayah rawa, lahan gambut, dan air, baik alami maupun

buatan, bersifat tetap atau sementara, berair ladung (stagnant, static) atau mengalir

yang bersifat tawar, payau, atau asin, mencakup wilayah air marin yang di dalamnya

pada waktu surut tidak lebih daripada enam meter.

Sesungguhnya, lahan basah merupakan komponen penting beraneka

ekosistem karena berfungsi menyimpan air banjir, memperbaiki mutu air, dan

menyediakan habitat bagi margasatwa (Cassel, 1997). Dalam kenyataan lahan

basah dapat menyediakan sederetan barang dan jasa penting bagi manusia dalam

penggunaan langsung dan tidak langsung, kesejahteraan margasatwa, dan

pemeliharaan mutu lingkungan. Proses biofisik yang menjadi gantungan penyediaan

barang dan jasa, juga menopang fungsi dan struktur ekosistem.

Pengembangan pertanian paling banyak menghilangkan lahan basah.

Sebagai contoh, di Amerika Serikat pada kurun waktu antara 1950an dan 1970an,

87% lahan basah yang hilang disebabkan oleh pengembangan pertanian, 8% oleh

pengembangan kota, dan 5% oleh pengembangan lain (Maltby, 1986).

Tiap lahan basah tersusun atas sejumlah komponen fisik, kimia, dan biologi,

seperti tanah, air, spesies tumbuhan dan hewan, serta zat hara.

Page 6: Makalah Ekologi Lahan Rawa

2.2 Fungsi Lahan Basah

Nilai lahan merupakan gabungan tiga parameter, yaitu fungsi yang

dapat dikerjakan, hasilan (product) yang dapat dibangkitkan, dan tanda pengenal

(attribute) berharga pada skala ekosistem yang dapat disajikan. Tiap lahan basah

tersusun atas sejumlah komponen fisik, kimia, dan biologi, seperti tanah, air, spesies

tumbuhan dan hewan, serta zat hara. Proses yang terjadi antarkomponen dan di

dalam tiap komponen membuat lahan basah dapat mengerjakan fungsi-fungsi

tertentu, dapat membangkitkan hasilan, dan dapat memiliki tanda pengenal khas

pada skala ekosistem. Tidak semua ciri (characteristic) ada pada tiap lahan basah.

Maka tidak semua lahan basah dapat menjalankan semua fungsi dan tidak semua

fungsi dapat dikerjakan sama di tiap lahan hasah (Dugan, 1990).

Fungsi khusus terpenting lahan basah mencakup pengimbuhan (recharge)

dan pelepasan (discharge) air bumi (ground water), penqendalian banjir, melindungi

garis pantai terhadap abrasi laut, penambatan sedimen, toksikan, dan hara, serta

pemendaman (sequestering) karbon khususnya di lahan gambut. Hasilan yang

dapat dibangkitkan ialah sumberdaya hutan, sumberdaya pertanian, perikanan, dan

pasokan air. Tanda pengenal berharga pada skala ekosistem ialah keanekaan

hayati, keunikan warisan alami (geologi, tanah, margasatwa, ikan, edafon, vegetasi),

dan bahan untuk penelitian ilmiah. Lahan basah, khususnya lahan gambut,

merupakan gudang penyimpan informasi, sangat berguna tentang lingkungan purba

(paleoenvironment) berkenaan dengan ragam vegetasi, keadaan iklim, lingkungan

pengendapan, dan pembentukan gambut sendiri (dimodifikasi dari Dugan, 1990;

dan Page, 1995).

Soal fungsi dan tanda pengenal berharga mensyaratkan konservasi penuh,

sedang persyaratan dalam soal hasilan berkisar antara kenservasi penuh dan

konversi lengkap. Pasokan air memerlukan konservasi penuh. Pengembangan

sumberdaya pertanian menghendaki konversi lengkap. Pengembanqan

sumberdaya hutan dan ikan dapat mensyaratkan konversi lengkap, cukup dengan

konversi terbatas, atau tidak perlu konversi. Pengembangan sumberdaya hutan

Page 7: Makalah Ekologi Lahan Rawa

untuk hasilan alami, seperti bahan tumbuhan obat atau rempah, damar, getah, dan

madu, tidak memerlukan konversi. Untuk hasilan kayu dari hutan alam tidak

diperlukan konversi, akan tetapi dapat mengakibatkan konversi tanpa diniati karena

mengusik ekosistem melampaui batas daya 1entingnya (resilience). Diperlukan

konversi lengkap untuk hasilan kayu dan hutan tanaman. Pengusahaan akuakultur

tambak mengkonversi lengkap lahan basah mangrove. Pengembangan

sumberdaya perikanan di perairan umum tidak memerlukan konversi. Dalam sistem

tertentu, antara lain beje masyarakat Dayak Kalimantan Tengah. dipenlukan

konversi terbatas dengan menggali handil yang berujung di cekungan berair. Handil

digunakan untuk menggiring ikan dari sungai masuk ke dalam cekungan berair dan

kolam alami digunakan untuk menjebak dan menangkap ikan.

Menurut Dugan (1990), fungsi lahan basah ialah:

1. Pengisian kembali air tanah, yang terutama dijalankan oleh dataran banjir, rawa

air tanah, danau, lahan gambut dan hutan rawa.

2. Pelepasan air tanah

3. Penambatan sedimen, bahan beracun dan hara

4. Rekreasi dan turisme

5. Pengendalian banjir, yang dijalankan oleh semua bentuk lahan basah, kecuali

sistem pantai terbuka (Dijalankan Oleh semua bentuk lahan basah).

6. Pengukuran garis tepilaut (shoreline) dan pengendalian erosi, yang terutama

dijalankan oleh estuari, kewasan mangrove, sistem pantai terbuka, dataran banjir

dan rawa air tawar.

7. Ekspor biomassa, yang dijalankan oleh semua bentuk lahan basah, kecuali lahan

gambut.

8. Perlindungan terhadap badai dan pematah angin, yang terutama dijalankan oleh

estuari, kawasan mangrove, sistem pantai terbuka dan hutan rawa.

9. Pengukuhan iklim mikro, yang terutama dijalankan oleh kawasan mangrove,

dataran banjir, rawa air tawar, danau dan hutan rawa.

10.Pengangkutan air, yang terutama dijalankan oleh estuari, kawasan mangrove,

dataran banjir dan danau. Imbuhan (pengisian kembali) air tanah terjadi pada

waktu air bergerak dari lahan basah ke bawah dan masuk ke dalam akuifer.

Selama pergerakan ini terjadi pembersihan air. Air dalam akuifer dapat mengalir

ke samping dan akhirnya dapat naik ke permukaan lahan basah lain. Jadi,

Page 8: Makalah Ekologi Lahan Rawa

imbuhan air tanah di lahan basah yang satu bergandengan dengan pelepasan air

tanah di lahan basah yang lain. Fungsi imbuhan dan pelepasan air tanah

antarlahan basah dalam setahun dapat tertukarkan, tergantung pada kenaikan

dan penurunan permukaan air tanah setempat yang mengubah arah landaian

permukaan air tanah.

2.3 Potensi Biofisik Lahan Basah

Kinerja lahan basah membangkitkan hasilan dan jasa lingkungan dan

ekonomi. Masyarakat umum masih sulit memahami kepentingan hasilan dan jasa

lingkungan berhubung hasilan dan jasa tersebut sulit dihargai dengan uang karena

tidak biasa dipertukarkan denqan mekanisme pasar. Padahal banyak hasilan atau

jasa lingkungan Iahan basah yang secara ekonomi penting sekali bagi hanyak

bentuk kegiatan manusia (Burbridqe, 1996). Sebaqai contoh, jasa lingkungan lahan

basah menambat air membantu mengurangi kerusakan karena banjir yang dapat

dinilai dengan uang niilyaran rupiah. Contoh lain, jasa lingkungan lahan basah

nembersihkan air dapat dinilai dengan uang menurut pengurangan pengeluaran

untuk memelihara kesehatan ponduduk.

Ada hasilan yang diperoleh dari luar lahan basah yang dapat dijual

sebetulnya berasal dan lahan basah. Contoh, ikan dewasa yang tertangkap di hilir

sungai berpijah dan bertumbuh di lahan basah yang ada di hulu sungai. Seringkali

jasa yang dibangkitkan lahan basah utuh dirasakan maslahatnya di luar lahan

basah. Oleb karena asas kausalitas peristiwa alam tidak difahami, masyarakat

umum tidak dapat menghargai upaya konservasi lahan basah. Ketidakpedulian atau

ketidaktanggapan akan masalah-masalah lingkungan dan konservasi barangkali

dapat dirunut ke kelemahan pendidikan lingkungan di dalam dan di luar sekolah

(Ponniah, 1997).

Ada nasabah (relationship) erat antara faktor biogeofisik, ekonomi, dan

sosial-budaya dalam kegiatan pengembangan lahan basah yang digambarkan oleh

Burbridge (1996) dengan diagram Venn berikut ini.

Page 9: Makalah Ekologi Lahan Rawa

Gambar 1. Nasabah antara ketiga faktor pokok pengembangan lahan basah

(menurut Burbridge, 1996).

Nilai lahan basah ditentukan oleh fungsi yang dapat dijalankan, produk yang

dapat dihasilkan, dan maknanya sebagai ujud. Perbedaan ciri biofisik membawa

serta perbedaan nilai. Fungsi-fungsi terpenting yang dapat dijalankan oleh bagian

besar atau semua kategori lahan basah alami ialah imbuhan (recharge) air tanah,

mengatur pelepasan (discharge) air tanah, mengendalikan banjir, mengukuhkan

(stabilize) garis pantai, mengendalikan erosi, menambat sedimen, hara dan bahan

beracun, dan mengukuhkan iklim mikro. Kemampuan menambat bahan meracun

dapat dimanfaatkan untuk membersihkan limbah cair dan mengendalikan

pencemaran oleh sumber baur (nonpoint source). Di Amerika Serikat juga digunakan

lahan basah buatan yang dirancang khusus untuk keperluan tersebut (Mitsch, 1922;

Hammer, 1992). Lahan gambut berperan dalam mengendalikan emisi CO2 ke

atmosfer dengan memendam (sequester) C dalam bahan organik gambut, berarti

membantu menekan efek rumah kaca. Fungsi-fungsi yang dapat dijalankan

menunjukkan bahwa lahan basah alami berperan penting dalam menjaga

keselamatan dan kelestarian lingkungan.

Produk-produk yang dapat dihasilkan lahan basah alami berasal dari

sumberdaya hutan (kayu, damar, buah, bahan obat), sumbedaya satwa liar (kulit,

telur, madu), sumberdaya akuatik (ikan), sumberdaya nabati yang menghasilkan

hijauan pakan, dan bekalan (supply) air dari air yang ditambat. Gambut

berkemampuan menambat air sangat besar. Setiap m3 gambut secara rerata dapat

menambat air yang cukup untuk memenuhi kebutuhan air rumahtangga satu orang

Page 10: Makalah Ekologi Lahan Rawa

selama 10 hari.

Lahan basah alami dapat dikembangkan untuk budidaya tanaman, ternak

dan ikan. orang Bugis dan Banjar mengembangkan lahan rawa pasang surut untuk

budidaya padi sawah. Orang Banjar juga mengembangkan budidaya padi sawah di

lahan lebak, demikian pula orang Palembang. Lahan lebak oleh orang Banjar juga

dikembangkan untuk budidaya ikan. Orang Jawa di Kedu, Bojonegoro dan

Lamongan mengembangkan budidaya tanaman pangan di lahan bonorowo. Lahan

gambut di Palembang dan Kalimantan Barat oleh penduduk setempat

dikembangkan untuk hortikultura (nenas, sayuran). Di Malaysia dan Amerika Serikat

banyak lahan gambut dikembangkan untuk budidaya sayuran. Di Malaysia lahan

gambut juga dikembangkan untuk perkebunan kelapa sawit. Di Riau perkebunan

kelapa berkembang baik di lahan gambut. Sejarah pertanian berawal di dataran

banjir, seperti di dataran banjir S. Nil di Mesir, S. Mekong di Vietnam dan Kamboja,

dan S. Yangtze-kiang di Cina. Berdasarkan pengalaman tersebut kemudian

orang mengembangkan lahan basah buatan untuk budidaya padi (sawah) dan ikan

(kolam, tambak).

Sebagai ujud, lahan basah alami merupakan warisan alam khas berkenaan

dengan keanekaan hayati, plasma nutfah, ekosistem langka, dan gejala alam yang

memikat. Semuanya ini menjadikan lahan basah alami suatu kimah keilmuan

(scientific asset) yang sangat berharga.

2.4 Potensi Ekonomis Lahan Basah

Masih banyak watak, perilaku, dan kegunaan sebenarnya lahan basah yang

belum kita ketahui dan fahami. Tanpa pengetahuan yang memadai, pengelolaan

lahan basah tidak mungkin menghasilkan kemaslahatan menyeluruh yang

berkelanjutan, baik dari perspektif ekonomi, sosial-budaya, maupun lingkungan.

Indonesia memiliki lahan basah terluas di kawasan tropika. Belum ada angka luas

lahan basah dan luas lahan gambut di Indonesia yang darat diterima umum. Ada

yang menyebut luas lahan gambut Indonesia 17 juta ha dan ada yang mengatakan

27 juta ha (Rieley. dkk., 1996). Barangkali dapat diterima kalau yang 27 juta ha

adalah seluruh lahan basah, sedang yang 7 juta ha adalah lahan gambut. Angka

luas lahan gambut Indonesia yang lebih sening diajukan dalam pustaka

Page 11: Makalah Ekologi Lahan Rawa

internasional ialah 17 juta ha (Maltby, 1986).

RePPProt mengajukan dua angka luas lahan gambut Indonesia yang

berbeda menurut pengukuran tahun 1988 dan 1990. Luas pada tahun 1988 dan

1990 masing-masing ialah 20.072.825 ha dan 17.852.925 ha. Menurut Rieley, dkk.

(1996), perbedaan antara kedua angka tersebut barangkali berkaitan dengan

perubahan penggunaan lahan dan kehilangan lahan gambut karena penebangan

hutan, pengatusan, dan pengembangan untuk produksi dan pemukiman. Kehilangan

lahan gambut paling besar selama dua tahun tersebut (1988-1990) terjadi di

Sumatera dari 8.253.450 ha berkurang nenjadi 6.941.250 ha, berarti menyusut

sehanyak 16%. Diantara begitu banyak masalah yang perlu ditelaah dan

ditangani untuk mengungkapkan hakikat lahan basah selengkapnya dan untuk

menentukan sistem

Pengelolaannya yang berkelanjutan ada beberapa masalah yang perlu

diprioritaskan. Dimana-mana 1ahan basah hilang atau berubah karena perusakan

proses atau oleh intensifikasi pertanian, urbanisasi, pencemaran, pembangunan

bendung, pengalihan air regional dan intervensi atas sistem ekologi dan hidrologi. Di

negara-negara sedang berkembang, kehilangan lahan basah pada gilirannya

memberikan dampak berat atas masyarakat Setempat yang hidupnya bergantung

pada sumberdaya tersebut. Untuk dapat menyelesaikan persoalannya, sebab-sebab

pasti kehilangan lahan basah perlu di analisis.

2.5 Pemanfaatan tanaman lahan basah sebagai kerajinan tangan

Tanaman Eceng Gondok merupakan suatu jenis tanaman yang masih belum

memiliki nilai jual yang tinggi. Hal tersebut dikarenakan masih banyaknya warga

masyarakat yang belum mengetahui manfaat akan tanaman air tersebut. Eceng

gondok (Eichhornia crassipes) merupakan tanaman gulma di wilayah perairan yang

hidup terapung pada air yang dalam atau mengembangkan perakaran di dalam

lumpur pada air yang dangkal. Eceng gondok berkembangbiak dengan sangat

cepat, baik secara vegetatif maupun generatif. Perkembangbiakan dengan cara

vegetatif dapat melipat ganda dua kali dalam waktu 7-10 hari.

Page 12: Makalah Ekologi Lahan Rawa

Perkembangbiakannya yang demikian cepat menyebabkan tanaman Eceng

Gondok telah berubah menjadi tanaman gulma di beberapa wilayah perairan di

Indonesia. Di kawasan perairan danau, Eceng Gondok tumbuh pada bibir-bibir

pantai sampai sejauh 5-20 m. Perkembangbiakan ini juga dipicu oleh peningkatan

kesuburan di wilayah perairan danau (eutrofikasi), sebagai akibat dari erosi dan

sedimentasi lahan, berbagai aktivitas masyarakat (mandi, cuci, kakus/MCK),

budidaya perikanan (keramba jaring apung), limbah transportasi air, dan limbah

pertanian (Soemarwoto, 1977) . Salah satu upaya yang cukup prospektif untuk

menanggulangi gulma Eceng Gondok di kawasan perairan adalah dengan

memanfaatkan tanaman Eceng Gondok sebagai bahan baku biogas. Eceng Gondok

dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku biogas karena mengandung gas methan

(CH4), Karbon Dioksida (CO2), Nitrogen (N2), Karbon Monoksida (CO), Oksigen

(O2),Hydrogen Sulfida (H2S) ini dihasilkan dari penguraian bahan organik yang

dilakukan jasad renik seperti mikroba, baik jamur maupun bakteri (Suriawirira dan

unus, 2002). Eceng gondok pun sekarang banyak dimanfaatkan masyarakat untung

mata pencaharian.

Page 13: Makalah Ekologi Lahan Rawa

Produksi hasil eceng gondok :

2.6 Rincian Sebab-sebab Kehilangan Lahan Basah

Hal yang paling utama berkenaan dengan sebab-sebab kehilangan lahan

basah akibat tindakan manusia ialah:

Secara langsung : - Pengatusan untuk pertanian, kehutanan, dan pengendalian

nyamuk

- Penggalian saluran untuk navigasi dan perlindungan terhadap

banjir

Page 14: Makalah Ekologi Lahan Rawa

- Penimbunan atau peninggian lahan untuk jalan dan

pembangunan kawasan tempat tinggal dan industri

- Konversi untuk akuakultur atau marikultur

- Pembuatan bendung, tanggul, dan dinding penahan laut untuk

pengendalian banjir, pasokan air, dan irigasi

- Pelepasan pestisida, hara dan limbah rumah tangga dan aliran

limpas pertanian, serta sedimen

- Menambang gambut untuk bahan bakar atau medium semai

- Penyedotan air bumi berlebihan

Secara tak langsung: - Pengalihan sedixnen oleh bendung dan saluran dalam

- Pengubahan hidrologi oleh saluran dan jalan

- Amblesan oleh pengatusan, pematangan tanah mineral,

perubahan fisik dan kimia gambut, serta penyedotan air

bumi berlebihan

Page 15: Makalah Ekologi Lahan Rawa

BAB III

PREVENTIFISASI KONVERSI LAHAN BASAH

Dilihat dari segi luasnya yang potensial bagi budidaya pertanian, dan asas

penghematan air irigasi, lahan basah di Indonesia perlu dimanfaatkan sebaik-

baiknya. Untuk perencanaan pengembangannya perlu dikenali kendala-kendalanya.

Kendala pokok ialah: (1) ketercapaian dan keterlintasannya biasanya buruk, (2)

kekurangan tenaga kerja setempat, (3) kesulitan penyediaan air rumah tangga yang

memenuhi syarat, (4) persoalan sanitasi dan kesehatan lingkungan untuk orang,

tanaman dan ternak, (5) sistem layanan yang sepadan belum siap, (6) nilainya

sebagai cagar alam khas selalu menjadi sumber pertentangan antara kebutuhan

pelestarian (preservation) dan kebutuhan produksi serta pemukiman penduduk, (7)

merupakan ekosistem yang peka terhadap usikan karena kemaujudannya

dikendalikan oleh hidrologi, padahal pengaturan tata air justru menjadi dasar

pengembangannya, (8) tanahnya masih menjalani proses perkembangan aktif,

sehingga keterandalan data tanah cepat usang, (9) oleh karena pada jalur hirarki

katener lahan basah berada di hilir, keadaannya dipengaruhi sangat kuat oleh

kejadian di hulu, dan (10) perhatian terhadap tumbuhan yang secara alami

beradaptasi pada lingkungan lahan basah dan upaya pembudidayaannya untuk

pangan masih langka.

Tidak semua bentuk lahan basah, bahkan tidak tidak semua lahan basah

yang sebentuk dapat menjalankan semua fungsi secara maksimal. Sehingga

diperlukan pengaturan penggunaan dengan sistem tata guna lahan. Sehingga dapat

dilakukan reservasi terhadap lahan basah tertent yang membutuhkan sesuai dengan

fungsi perlindungan maupun fungsi lanjutan (sustaining) produksi yang berlangsung

di lahan lain maupun lahan basah. Sehingga ada lahan basah yang boleh

dikembangkan untuk produksi dengan teknik konservasi yang baik. Untuk

dapatmenetapkan tata guna lahan yang baik yang dapat manjamin preservasi,

konservasi dan produksi diperlukan informasi lengkap tentang watak lahan basah

masing-masing dan perilakunya dalam asosiasinya antar lahan basah.

Page 16: Makalah Ekologi Lahan Rawa

Untuk menyelamatkan selaku sumberdaya marjinal maka diperlukan

pembaharuan sikap dan pola pikir. Dengan jelas Maltby (1986) mengemukakan

bahwa ekonomi, rekayasa, ekologi, dan lingkungan nukanlah hal yang terpisah

melainkan suatu kesatuan yang disebut ekosistem. Maka pengembangan lahan

basah harus berlandaskan konsep holistik dan perencanaan yang serba cukup

(Comprehensive).

Oleh karena itu rekayasa merupakan solusi tepat yang dapat dilakukan

sedangkan teknologi merupakan hasil rekayasa sehingga suatu teknologi tertentu

hanya berlaku khusus untuk suatu ekosistem. Tiap lahan basah memerlukan

teknologi yang cocok diterapkan di suatu lahan basah tertentu, tidak dengan

sendirinya cocok diterapkan pula dilahan basah yang lain. Sehingga pendekatan

teknologi yang tetap memperhatikan aspek lingkungan dan keberlanjutan ekosistem

merupakan hal yang sangat perlu untuk dijadikan faktor penentu lestarinya lahan

basah.

Page 17: Makalah Ekologi Lahan Rawa

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

Secara sistematis, setelah membedah mengenai Lahan Basah terkait

tentang Fungsi dan Potensinya maka kami dapat menyimpulkan sebagai berikut :

- Lahan basah merupakan lahan yang produktif untuk dikembangkan karena

tidak hanya memanfaatkan aspek keberlanjutan kelestarian populasi

tanaman melainkan keberlanjutan populasi ekosistem lain dapat dipengaruhi

dan dikembangkan antara lain populasi air, hewan, dan keberlanjutan

Biodiversitasnya.

- Secara teknis lahan basah memiliki potensi Biofisik dan potensi Ekonomis

yang dapat menambah pengahasilan masyarakat secara umum dan negara

secara khusus disebabakan banyaknya keterkaitan ekologis yang terkait di

dalamnya.

- Lahan basah juga disamping sangat potensil untuk dikembangkan di bangsa

kita juga perlu diperhatikan konservasinya serta pemanfaatannya secara

maksimal dan tidak hanya menitikberatkan pada lahan kering.

Page 18: Makalah Ekologi Lahan Rawa

DAFTAR PUSTAKA

Burbridge, P. 1996. Social. Cultural and economic factors that influence the

sustainable development of peatlands. Dalam: E. Maltby. C.P Immirzi & R.J

Safford (eds). Tropical Lawland Peatlands of Southeast Asia. IUCN. Gland,

Switzerland. H 163 – 171

Cassel. D.K, 1997. Foreword. Dalam: M.J Vaprekas & S.W . Spracher (eds). Aquic

condition and Hydric soils: The Problem Soil. SSSA Spesial Publication

Number 50. h vii

Dugan. P.J. (ed). 1990. Wetland conservation. The World conservation Union.

Gland, Switzerland. 96 h

Maltby, E. 1986. Waterlogged wealth. An Earthscan paperback. Int. Inst. For

Environment and Development. London. 200h

Rieley, J.O. A.A. Ahmad-Shah. & M.A. Brady. 1996. The Extent and nature of

tropical peat swamps. Dalam: E. Maltby. C.P Immirzi & R.J Safford (eds).

Tropical Lawland Peatlands of Southeast Asia. IUCN. Gland, Switzerland. H

7 - 53

Suripin, 2004. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Penerbit Andi. Yogyakarta.