35
Makalah Euthanasia Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Etika Keperawatan Disusun oleh : 1. ANGGI WIBISONO P07120112043 2. APRILIA RIZKY ARIFIANI P07120112047 3. DANANG KEMBAR WIDAYAT P07120112051 4. EFFI MUHARYATI P07120112055 5. FEBRIANTI EKA WULANDARI P07120112059 6. KHOIRUL MUSTOFA P07120112063 7. NORMALASARI DWINUGRAHENI P07120112067 8. PUTRI PAMUNGKASSARI P07120112071 9. RISKI OKTAFIAN P07120112075 10. UTITA AGUSTINA P07120112079

Makalah Euthanasia

Embed Size (px)

DESCRIPTION

makalah euthanasia

Citation preview

Page 1: Makalah Euthanasia

Makalah

Euthanasia

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Etika Keperawatan

Disusun oleh :

1. ANGGI WIBISONO P071201120432. APRILIA RIZKY ARIFIANI P071201120473. DANANG KEMBAR WIDAYAT P071201120514. EFFI MUHARYATI P071201120555. FEBRIANTI EKA WULANDARI P071201120596. KHOIRUL MUSTOFA P071201120637. NORMALASARI DWINUGRAHENI P071201120678. PUTRI PAMUNGKASSARI P071201120719. RISKI OKTAFIAN P0712011207510. UTITA AGUSTINA P07120112079

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES YOGYAKARTA

JURUSAN KEPERAWATAN

2013

Page 2: Makalah Euthanasia

KATA PENGANTAR

Ucapan puji syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang

hanya karena limpahan karunia-Nya kami dapat menyusun makalah dengan judul

“EUTHANASIA” dengan baik.

Makalah ini disusun secara sistematis mengenai uraian singkat tentang

pengertian eutahanasia yang masih pro dan kontra dikalangan masyarakat. Pada

kesempatan ini,penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Dosen mata kuliah Etika Keperawatan.

2. Teman-teman serta semua pihak yang telah membantu penulis.

3. Rekan-rekan yang telah memberikan masukan terhadap makalah ini.

Semoga makalah ini bermanfaat dan dapat menambah wawasan atau ilmu

pengetahuan bagi para pembaca.

Penulis menyadari dalam pembuatan makalah ini jauh dari kesempurnaan,

untuk itu penulis sangat mengharap saran dan kritik yang membangan dari

pembaca.

Yogyakarta, Maret 2013

Penulis

Page 3: Makalah Euthanasia

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.....................................................................................i

KATA PENGANTAR..................................................................................ii

DAFTAR ISI.................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang........................................................................

B. Rumusan Masalah .................................................................

C. Tujuan.....................................................................................

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Euthanasia.............................................................

B. Alasan Dilakukan Euthanasia.................................................

C. Euthanasia Sama Dengan Aborsi............................................

D. Macam-Macam Euthasania....................................................

E. Etika Keperawatan Pada Euthanasia......................................

F. Syarat-syarat Dilakukan Euthanasia.......................................

G. Euthanasia Dari Segi Agama..................................................

H. Euthanasia Dari Segi Hukum Negara.....................................

BAB III PENUTUP

A. Saran.......................................................................................

B. Kesimpulan.............................................................................

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................

Page 4: Makalah Euthanasia

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dunia kesehatan akan selalu berkembang seiring perkembangan zaman.

Semakin banyak penemuan yang dilakukan oleh para ilmuan untuk

memperkaya dunia kesehatan. Salah satunya euthanasia istilah ini digunakan

untuk menyebutkan sesuatu tindakan mempercepat proses kematian

seseorang secara wajar. Hal ini dilakukan untuk mengakhiri penderitaan si

pasien dengan syarat ada persetujuan dan sesuai prosedur.

Sekitar tahun 400 sebelum Masehi, sebuah sumpah yang terkenal

dengan sebutan “The Aippocratie Oath”.mengatakan “saya tidak akan

memberikan obat mematikan pada siapapun, atau menyarankan hal tersebut

pada siapapun. ”Sekitar abad ke-14 sampai abad ke-20, hukum adat Inggris

yang dipetik oleh Mahkamah Agung Amerika tahun 1997 dalam pidatonya :

“Lebih jelasnya, selama lebih dari 700 tahun, orang hukum adat

Amerika Utara telah menghukum atau tidak menyetujui aksi bunuh diri

individual ataupun dibantu.”

Tahun 1955, Belanda sebagai Negara pertama yang mengeluarkan UU

yang menyetujui euthanansia dan diikuti oleh Australia yang melegalkan di

tahun yang sama, setelah dua Negara itu mengeluarkan Undang-undang yang

sah tentang euthanansia beberapa Negara masih menganggapnya sebagai

konflik, namun ada juga yang ikut mengeluarkan undang-undang yang sama.

Hal ini akan dibahas lebih lanjut dibab berikutnya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan euthanasia?

2. Apa sajakah hukum yang mengatur euthanasia?

3. Mengapa dilakukan euthanasia?

4. Apakah perbedaan euthanasia dengan aborsi?

5. Apa saja macam – macam eutanasia?

Page 5: Makalah Euthanasia

6. Apakah hubungan euthanasia dengan etika keperawatan?

7. Apakah syarat – syarat dilakukannya euthanasia?

C. Tujuan

Dalam penyusunan makalah ini penulis memiliki tujuan :

1. Memberikan informasi kepada pembaca tentang euthanasia dalam

dunia kesehatan.

2. Menjelaskan kepada pembaca tentang hukum yang mengatur

euthanasia.

3. Menjelaskan kepada pembaca tentang alasan - alasan dilakukannya

euthanasia.

4. Pembaca mampu membedakan antara euthanasia dan aborsi

5. Menjelaskan kepada pembaca tentang jenis-jenis euthanasia.

6. Menjelaskan para pembaca tentang euthanasia menurut etika

keperawatan

7. Menjelaskan para pembaca tentang syarat – syarat dilakukannya

euthanasia

Page 6: Makalah Euthanasia

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN EUTHANASIA

Euthanasia secara bahasa berasal dari

bahasa Yunani eu yang berarti “baik”, dan

thanatos, yang berarti “kematian” (Utomo,

2003;177). “ Dalam bahasa Arab dikenal

dengan istilah qatlu ar-rahma atau taysir al-

maut. Menurut istilah kedokteran,

euthanasiaberarti tindakan agar kesakitan atau

penderitaan yang dialami seseorang yang akan meninggal diperingan. Juga

euthanasia berarti mempercepat kematian seseorang yang ada dalam

kesakitan dan penderitaan hebat menjelang kematiannya” ;(Hasan, 1995;145).

Dalam praktik kedokteran, dikenal dua macam euthanasia, yaitu aktif

dan euthanasia pasif. Euthanasia aktif adalah tindakan dokter mempercepat

kematian pasien dengan memberikan suntikan ke dalam tubuh pasien

tersebut. Suntikan diberikan pada saat keadaan penyakit pasien sudah sangat

parah atau sudah sampai pada stadium akhir, yang menurut perhitungan

medis sudah tidak mungkin lagi bisa sembuh atau bertahan lama. Alasan yang

biasanya dikemukakan dokter adalah bahwa pengobatan yang diberikan

hanya akan memperpanjang penderitaan pasien serta tidak akan mengurangi

sakit yang memang sudah parah (Utomo, 2003;176).

Contoh euthanasia aktif, misalnya ada seseorang menderita kanker

ganas dengan rasa sakit yang luar biasa sehingga pasien sering kali pingsan.

Dalam hal ini, dokter yakin yang bersangkutan akan meninggal dunia.

Kemudian dokter memberinya obat dengan takaran tinggi (overdosis) yang

sekiranya dapat menghilangkan rasa sakitnya, tetapi menghentikan

pernapasannya sekaligus (Utomo, 2003;178).

Adapun euthanasia pasif, adalah tindakan dokter menghentikan

pengobatan pasien yang menderita sakit keras, yang secara medis sudah tidak

Page 7: Makalah Euthanasia

mungkin lagi dapat disembuhkan. Penghentian pengobatan ini berarti

mempercepat kematian pasien. Alasan yang lazim dikemukakan dokter

adalah karena keadaan ekonomi pasien yang terbatas, sementara dana yang

dibutuhkan untuk pengobatan sangat tinggi, sedangkan fungsi pengobatan

menurut perhitungan dokter sudah tidak efektif lagi. Terdapat tindakan lain

yang bisa digolongkan euthanasia pasif, yaitu tindakan dokter menghentikan

pengobatan terhadap pasien yang menurut penelitian medis masih mungkin

sembuh. Alasan yang dikemukakan dokter umumnya adalah ketidakmampuan

pasien dari segi ekonomi, yang tidak mampu lagi membiayai dana

pengobatan yang sangat tinggi (Utomo, 2003;176).

Contoh euthanasia pasif, misalkan penderita kanker yang sudah kritis,

orang sakit yang sudah dalam keadaan koma, disebabkan benturan pada otak

yang tidak ada harapan untuk sembuh. Atau, orang yang terkena serangan

penyakit paru-paru yang jika tidak diobati maka dapat mematikan penderita.

Dalam kondisi demikian, jika pengobatan terhadapnya dihentikan, akan dapat

mempercepat kematiannya (Utomo, 2003;177).

Menurut Deklarasi Lisabon 1981, euthanasia dari sudut kemanusiaan

dibenarkan dan merupakan hak bagi pasien yang menderita sakit yang tidak

dapat disembuhkan. Namun dalam praktiknya dokter tidak mudah melakukan

euthanasia, karena ada dua kendala. Pertama, dokter terikat dengan kode etik

kedokteran bahwa ia dituntut membantu meringankan penderitaan pasien

Tapi di sisi lain, dokter menghilangkan nyawa orang lain yang berarti

melanggar kode etik kedokteran itu sendiri. Kedua, tindakan menghilangkan

nyawa orang lain merupakan tindak pidana di negara mana pun. (Utomo,

2003;178).

B. ALASAN DILAKUKAN EUTHANASIA

Euthanasia adalah sebuah aksi pencabutan nyawa seseorang kareana itu

dilakukanya aksi tersebut harus didukung dengan alasan yang kuat. Dari

beberapa survei negara dan penyaringan sumber. Berikut ini adalah tiga

alasan utama mengapa euthanasia itu bisa dilakukan.

Page 8: Makalah Euthanasia

1. Rasa sakit yang tudak tertahankan

Mungkin argumen terbesar dalam konflik euthanasia adalah jika si

pasien tersebut mengalami rasa sakit yang amat besar. Namun pada

zaman ini, penuman semakin gencar untuk mengetasi rasa sakit tersebut,

yang secara langsung meningkatkan presentase “assistea suicede”

berkurang. Euthanasia memang sekilas merupakan jawaban dari stres

yang disebabkan oleh rasa sakit yang semakin menjadi. Namun ada juga

yan g dinamakan “drugged state” atau suatu saat dimana kita tak

merasakan rasa sakit apapun karean pengaruh obat.

Karena itulah kita bisa menyimpulkan bahwa sebenarnya tidak ada

rasa sakit yang tidak terkendali, namun beberapa pendapat menyatakan

bahwa hal tersebut bisa dilakukan dengan mengirim seseorang kedalam

keadan rasa sakit tapi mereka tetap di euthanasiakan karena cara tersebut

tidak terpuji.

Hampir semua rasa sakit dihilangkan,adapun yang sudah sebegitu

parah bisa dikurangi jika perawatan yang dibutuhkan tersedia dengan

baik.Tapi euthanasia bukanlah jawaban dari skandal tersebut.Solusi

terbaik untuk masalah ini adalah dengan meningkatkan mutu para

profesional medis dan dengan menginformasikan pada setiap pasien,apa

saja hak-hak mereka sebagai seorang pasien.

Meskipun begitu,beberapa dokter tidak dibekali dengan “pain

management” atau cara medis menghilangkan rasa sakit,sehingga

mereka tidak tahu bagaimana harus bertindak apabila seorang pasien

mengalami rasa sakit yangluar biasa. Jika hal ini terjadi,hendaklah pasien

tersebut mencari dokter lain.

Dengan catatan dokter tersebut haruslah seseorang yang akan

mengontrol rasa sakit itu,bukan yang akan membunuh sang pasien.Ada

banyak spesialis yang sudah dibekali dengan keahlian tersebut yang tidak

hanya dapat mengontrol rasa sakit fisik seseorang,namun juga dapat

mengatasi depresi penderitaan mental yang biasanya mengiringi rasa

sakit luar biasa tersebut.

Page 9: Makalah Euthanasia

2. Hak untuk melakuakan bunuh diri

Mungkin hal kedua bagi para pro-euthanasia adalah jika kita

mengangka hal paling dasar dari semuanya,yaitu “HAK” . Tapi jika kita

teliti lebih dalam,yang kita bicarakan disini bukanlah memberi hak untuk

seseorang yang di bunuh,tetepi memberikan hak kepada orang yang

melakukan pembunuhan tersebut. Dengan kata lain,euthanasia bukanlah

hak seseorang untuk mati,tetapi hak untuk membunuh.

Euthanasia bukanlah memberikan seseorang hak untuk mengakhiri

hidupnya,tapi sebaliknya,ini adalah persoalan mengubah hukum agar

dokter,kerabat,atauorang lain dapat dengan sengaja mengakhiri hidup

seseorang.

Manusia memang punya hak untuk bunuh diri,hal seperti itu tidak

melanggar hukum. Bunuh didi adalah suatu tragedi,aksi sendiri.

Euthanasia bukanlah aksi pribadi,melainkan membiarkan seseorang

memfasilitasi kematian orang lain. Inibisa mengarah ke suatu tindakan

panyiksaan pada akhirnya.

3. Haruskah Seseorang Dipaksa untuk Hidup?

Jawabannya adalah tidak. Bahkan tidak ada hukum atau etika

medis yang menyatakanbahwa apapun akan dilakukan untuk

mempertahankan pasien untuk tetap hidup.Desakan, melawan permintaan

pasien,menunda kematian dengan alasan hukum dan sebagainya juga bisa

dinilai kejam dan tidak berperikemanusiaan. Saat itulah perawatan lebih

lanjut menjadi tindakan yang tanpa rasa kasihan,tidak bijak, atau tidak

terdengar sebagai perilaku medis.

Hal yang harus dilakukan adalah dengan menyediakan perawatan

di rumah,bantuan dukungan emosional dan spiritual bagi pasien dan

membiarkan sang pasien merasa nyaman dengan sisa waktunya.

C. EUTHANASIA SAMA DENGAN ABORSI

Dari sudut pandang etika, euthanasia dan aborsi menghadapi kesulitan

yang sama. Suatu prinsip etika yang sangat mendasar ialah kita harus

Page 10: Makalah Euthanasia

menghormati kehidupan manusia. Bahkan kita harus menghormatinya dengan

mutlak. Tidak pernah boleh kita mengorbankan manusia kepada suatu tujuan

lain.

Dalam etika, prinsip ini sudah lama dirumuskan sebagai “kesucian

kehidupan” (the sanctity of life). Kehidupan manusia adalah suci karena

mempunyai nilai absolut, karena itu di mana-mana harus selalu dihormati.

Jika kita dengan konsekuen mengakui kehidupan manusia sebagai suci,

menjadi sulit untuk membenarkan eksperimentasi laboratorium dengan

embrio muda, meski usianya baru beberapa hari, dan menjadi sulit pula untuk

menerima praktik euthanasia dan aborsi, yang dengan sengaja mengakhiri

kehidupan manusia. Prinsip kesucian kehidupan ini bukan saja menandai

suatu tradisi etika yang sudah lama, tetapi dalam salah satu bentuk

dicantumkan juga dalam sistem hukum beberapa negara.

Dalam diskusi-diskusi tentang masalah euthanasia dan aborsi, kini

prinsip kesucian kehidupan mulai dikritik. Nama-nama yang terkenal di

antara kritisi itu adalah Peter Singer dan Helga Kuhse, dan etikawan

terkemuka di Australia. Mereka berpendapat, faham kesucian kehidupan

berasal dari suasana pemikiran moral Kristen dan karena itu tidak boleh

diberlakukan untuk semua orang. Di tengah berlangsungnya sekularisasi kini,

pengaruh agama Kristen sebagai pegangan moral makin berkurang dan makin

banyak orang menempuh alur pemikiran moral yang lain.

Dalam bukunya Practical Ethics(edisi ke-2, 1993, hlm 173) Peter

Singer menandaskan, “the doctrine of the sanctity of human life… is a

product of Christianity. Perhaps it is now possible to think about these issues

without assumsing the Christian moral framework that has, for so long,

prevented any fundamental reassessment”. Peter Singer sendiri menerapkan

pendapat ini bukan saja atas masalah euthanasia dan aborsi, namun juga

dalam anggapannya yang amat kontroversial tentang kemungkinan

mengakhiri kehidupan bayi cacat berat yang baru lahir. Dengan demikian ia

memperluas diskusi tentang masalah aborsi sampai ke infanticide

Page 11: Makalah Euthanasia

(pembunuhan anak kecil), yang dalam masyarakat pra-Kristen-Yunani Kuno

dan kekaisaran Roma, umpamanya-memang sering dipraktikkan.

Dalam tulisan ini tentu tidak mungkin membahas topik ini sampai

tuntas. Kita akan membatasi diri pada beberapa catatan saja.

Pertama, benar agama Kristen merasa dirinya tertarik dengan

pengertian“kesucian kehidupan”. Dan hal itu tidak berlaku untuk agama

Kristen saja tetapi untuk agama umumnya dan khususnya untuk ketiga agama

“Ibrahimik”: Jahudi-Kristiani-Islam. Mengapa begitu? Karena agama-agama

ini mempunyai konsepsi jelas tentang kehidupan yang diciptakan Tuhan dan

kedudukan istimewa manusia di antara makhluk-makhluk hidup yang lain.

Tidak bisa dipungkiri, pandangan agama amat cocok dengan “kesucian

kehidupan”.

Kedua, barangkali benar agama juga ikut menciptakan faham

“kesucian kehidupan” ini, dan membantu memperkuat posisinya dalam

pandangan moral. Tetapi dalam hal ini kontribusi agama tidak bisa dipisahkan

dari pengaruh-pengaruh lain. Kemungkinan besar, agama memberi kontribusi

juga dalam penolakan lembaga perbudakan, dalam pengembangan hak asasi

manusia dan demokrasi, dan dalam banyak hal lain lagi. Pandangan moral

kita kini di bidang sosial-politik merupakan buah perkembangan panjang, di

mana antara lain agama berperanan juga.

Ketiga dan terpenting, rupanya khusus dalam etika profesi medis

pengertian “kesucian kehidupan” mempunyai akar lebih mendalam daripada

agama Kristen saja. Pengertian ini sudah terbentuk sejak permulaan pertama

etika profesi medis, yaitu Sumpah Hippokrates. Hippokrates (abad ke-5/ke-

4 SM) yang dijuluki “bapak ilmu kedokteran” bukan saja memberi dasar

ilmiah kepada profesi kedokteran, namun juga menyediakan pandangan moral

yang teguh bagi profesi ini. Melalui Sumpah Hippokrates ia membuat profesi

medis menjadi profesi pertama yang memiliki suatu ethos khusus. Dalam

Sumpah Hippokrates ada tiga kalimat pendek, “Aku tidak akan memberikan

obat yang mematikan kepada siapa pun bila orang memintanya, dan juga

tidak akan menyarankan hal serupa itu. Demikian juga aku tidak akan

Page 12: Makalah Euthanasia

memberikan kepada seorang wanita sarana abortif (pesson phthoron).

Dalam kemurnian dan kesucian akan kujaga kehidupan dan seniku”.

Tiga kalimat pendek ini bisa dilihat sebagai awal tradisi anti-

euthanasia dan anti-aborsi dalam ethos profesi medis. Euthanasia dalam arti

kini tentu belum lama dikenal. Tetapi larangan untuk memberi racun telah

mengembangkan tradisi anti-pembunuhan dalam profesi kedokteran. Menurut

hakikatnya, profesi ini harus memperjuangkan kehidupan dan tidak pernah

memihak kematian. Sebaliknya, praktik aborsi sudah dikenal sepanjang

sejarah. Dalam masyarakat Yunani kuno sekitar Hippokrates aborsi malah

diterima sebagai hal lumrah. Tetapi, sejak Hippokrates profesi medis

mengembangkan suatu sikap anti-aborsi yang berlangsung terus sampai

zaman modern.

Faham “kesucian kehidupan” itu sendiri belum ditemukan dalam

sumpah Hippokrates. Tetapi, bila kalimat ketiga tadi langsung boleh dikaitkan

dengan kalimat pertama dan kedua, maka “kemurnian dan kesucian” profesi

medis itu berhubungan dengan hormat atas kehidupan yang diperintahkan

kalimat pertama dan kedua. Kalau begitu, “kesucian kehidupan” adalah

faham yang mudah bisa muncul.

Ada tanda-tanda lain lagi yang menunjukkan kuatnya tradisi kesucian

kehidupan. Jika anjing kita sakit dan tidak bisa disembuhkan, tanpa ragu-ragu

kita menganggap lebih baik membunuhnya. Hal itu sudah dipraktikkan. Yang

baru hanya bahwa kini kita memakai jasa dokter hewan. Hewan kita bunuh

untuk membebaskannya dari penderitaan. Tetapi, kalau manusia, biar pun

penderitaannya besar, menurut penilaian umum cara ini tidak boleh dipakai.

Perbedaan ini cukup mencolok dan berlaku secara universal. Bagi manusia

tidak ada mercy killing seperti bagi hewan. Memang benar, dalam sejarah

ditemukan beberapa pengecualian.

Contoh dikenal adalah beberapa kelompok Eskimo yang mempunyai

kebiasaan membunuh orang tua, jika mereka mulai menginjak usia tua dan

memperlihatkan gejala kelemahan atau penyakit. Tetapi dalam seluruh

peradaban manusia contoh-contoh seperti itu sedikit sekali dan sering dapat

Page 13: Makalah Euthanasia

dimengerti karena alasan khusus. Misalnya, Eskimo yang disebut tadi

mempunyai kepercayaan, keadaan manusia di alam baka sama seperti saat ia

meninggal. Karena itu justru dinilai tidak manusiawi, bila penyakit mereka

dibiarkan berkembang sampai kondisinya parah.

Pengecualian serupa itu tidak menghindari kesimpulan bahwa hormat

untuk kehidupan manusia bersifat universal. Bahkan rasa hormat itu

melampaui batas kematian, karena jenazah manusia selalu dikuburkan.

Hewan membiarkan saja bangkai temannya yang mati dalam alam terbuka,

tetapi manusia tidak begitu. Para antropolog melaporkan, manusia sudah

menguburkan sesamanya setidaknya sejak 100.000 tahun lalu (Neandertaler).

Bukankah kebiasaan ini menandakan rasa hormat terhadap manusia melalui

jenazah yang merupakan peninggalannya? Serentak juga kubur menjadi tanda

peringatan akan manusia yang unik ini.

Semua itu tidak berarti, di “pinggiran” kehidupan tidak bisa timbul

dilema-dilema besar. Dan mungkin jalan keluar yang tepat adalah aborsi atau

suntikan mematikan. Tetapi motivasinya tidak pernah karena kehidupan muda

atau kehidupan sekarat itu tidak bermakna. Mungkin masih bisa diterima, bila

dilakukan dengan rasa enggan, sebagai tindakan tak terelakkan. Seandainya

tersedia alternatif lebih baik, dokter tidak akan melakukannya. Dengan

demikian kehormatan untuk kehidupan tetap dipertahankan. Tetapi jika

prinsip ini ditinggalkan, kita menghancurkan kebudayaan kita sendiri.

D. MACAM-MACAM EUTHANASIA

Euthanasia adalah pembunuhan dalam segi medis yang disengaja,

dengan aksi atau dengan penghilangan suatu hak pengobatan yang seharusnya

didapatkan oleh pasien, agar pasien tersebut dapat meninggal secara wajar.

Kata kuncinya adalah disengaja, artinya jika aksi tersebut dilakukan dengan

tidak sengaja, maka hal tersebut bukanlah euthanasia.

Aksi ini dilakukan secara legal menurut undang-undang untuk pertama

kali adalah di negara Belanda, negara pertama di dunia yang telah secara

Page 14: Makalah Euthanasia

hukum menyetujui euthanasia. Meskipun begitu, aksi tersebut dilakukan

dengan sangat hati-hati dan dengan berbagai perhitungan terlebih dahulu.

Ada berbagai macam jenis euthanasia menurut cara melakukannya

serta alasan diberlakukan euthanasia itu sendiri, anatara lain:

1. EuthanasiasukarelaApabila si pasien itu sendiri yang meminta untuk

diakhiri hidupnya.

2. Euthanasianon-sukarela. Apabila pesien tersebut tidak mengajukan

permintaan atau menyetujui untuk diakhiri hidupnhnya.

3. Involuntary Euthanasia. Pada prinsipnya sama seperti euthanasia non-

sukarela, tapi pada kasus ini, si pasien menunjukkan permintaan

euthanasia lewat ekspresi.

4. Assisted suicide. Atau bisa dikatakan proses bunuh diri dengan bantuan

suatu pihak. Seseorang memberi informasi atau petunjuk pada seseorang

untuk mengakhiri hidupnya sendiri. Jika aksi ini dilakukan oleh dokter

maka disebut juga, “physician assisted suicide”.

5. Euthanasia dengan aksi. Dengan sengaja menyebabkan kematian

seseorang dengan melakukan suatu aksi, salah satu contohnya adalah

dengan melakukan suntik mati.

6. Euthanasia dengan penghilangan. Dengan sengaja menyebabkan

kematian seseorang dengan menghentikan semua perawatan khusus yang

dibutuhkan seorang pasien. Tujuannya adalah agar pasien itu dapat

dibiarkan meninggal secara wajar.

Dari beberapa macam jenis euthanasia tersebut, masing-masing negara

memiliki idealisme sendiri dalam hal melegalkan aksi euthanasia.

Beberapanegara bahkan telah melegalkan aksi euthanasia dengan

suntik mati, namun di negara-negara lain hal tersebut adalah melanggar

hukum.

Euthanasia secara umum dapat dibagi menjadi dua macam yaitu :

Page 15: Makalah Euthanasia

1. Euthanasia aktif

Menjabarkan kasus ketika suatu tindakan dilakukan dengan tujuan

untuk menimbulkan kematian. Contoh dari kasus ini adalah memberikan

suntik mati. Hal ini ilegal di Britania Raya dan Indonesia.

2. Euthanasia pasif

Menjabarkan kasus ketika kematian diakibatkan oleh penghentian

tindakan medis. Contoh dari kasus ini adalah penghentian pemberian

nutrisi, air, dan ventilator.

E. ETIKA KEPERAWATAN PADA EUTHANASIA

1) Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan menghargai

harkat dan martabat manusia, keunikan klien dan tidak terpengaruh

oleh pertimbangan kebangsaan, kesukuan, warna kulit, umur, jenis

kelamin, aliran politik dan agama yang dianut serta kedudukan

sosial.

2) Perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan senantiasa

memelihara suasana lingkungan yang menghormati nilai-nilai

budaya, adat istiadat dan kelangsungan hidup beragama klien.

3) Tanggung jawab utama perawat adalah kepada mereka yang

membutuhkan asuhan keperawatan.

4) Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang dikehendaki

sehubungan dengan tugas yang dipercayakan kepadanya kecuali jika

diperlukan oleh yang berwenang sesuai dengan ketentuan hukum

yang berlaku.

5) Dalam menghadapi pasien dalam kondisi kritis yang mengharuskan

euthanasia maka sebagai seorang perawat kita harus membimbing

baik pasien maupun keluarga dengan bimbingan baik moril maupun

spiritual

6) Memberikan pengetahuan tentang tindakan euthanasia kepada pihak

keluarga.

Page 16: Makalah Euthanasia

7) Perawat tidak memiliki wewenang untuk melakukan tindakan

euthanasia kecuali ada intruksi dari dokter.

F. SYARAT-SYARAT DILAKUKAN EUTHANASIA

Perkembangan Euthanasia di Jepang dapat dilihat dari Yurisprudensi

sebuah Pengadilan Tinggi di Nagoya yang mengajukan enam syarat untuk

melakukan Euthanasia, yaitu:

1. Pasien atau calon korban harus masih dapat membuat keputusan dan

mengajukan permintaan tersebut dengan serius.

2. Ia harus menderita suatu penyakit yang terobati pada stadium terakhir atau

dekat dengan kematiannya.

3. Tujuannya adalah sekedar untuk melepaskan diri dari rasa nyeri.

4. Ia harus menderita rasa nyeri yang tak tertahankan.

5. Dilakukan oleh dokter yang berwenang atau atas petunjuknya.

6. Kematian harus melalui cara kedokteran dan secara manusiawi.

G. EUTHANASIA DARI SEGI AGAMA

Dalam Ajaran Islam Seperti dalam agama-agama Ibrahim lainnya

(Yahudi dan Kristen), Islam mengakui hakseseorang untuk hidup dan mati,

namun hak tersebut merupakan anugerah Allah kepada manusia. “Hanya

Allah yang dapat menentukan kapan seseorang lahir dan kapan ia mati” (QS

22: 66; 2: 243). Oleh karena itu, bunuh diri diharamkan dalam hukum Islam

meskipun tidak ada teks dalam AlQuran maupun Hadis yang secara eksplisit

melarang bunuh diri. Kendati demikian, ada sebuahayat yang menyiratkan hal

tersebut, "Dan belanjakanlah (hartamu) di jalan Allah, dan janganlahkamu

menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah,

karenasesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik." (QS

2: 195), dan dalam ayat laindisebutkan, "Janganlah engkau membunuh

dirimu sendiri," (QS 4: 29), yang makna langsungnya adalah "Janganlah

kamu saling berbunuhan." Dengan demikian, seorang Muslim (dokter) yang

membunuh seorang Muslim lainnya (pasien) disetarakan dengan membunuh

dirinya sendiri.

Page 17: Makalah Euthanasia

Eutanasia dalam ajaran Islam disebut qatl ar-rahmah atau taisir al-

maut (eutanasia), yaitu suatu tindakan memudahkan kematian seseorang

dengan sengaja tanpa merasakan sakit, karena kasih sayang, dengan tujuan

meringankan penderitaan si sakit, baik dengan cara positif maupun negatif.

Pada konferensi pertama tentang kedokteran Islam di Kuwait tahun

1981, dinyatakan bahwa tidakada suatu alasan yang membenarkan

dilakukannya eutanasia ataupun pembunuhan berdasarkanbelas kasihan

(mercy killing) dalam alasan apapun juga .

a. Eutanasia Aktif

Yang dimaksud taisiral-maut al-fa'al (eutanasia aktif) ialah

tindakan memudahkan kematian sisakit (karena kasih saying) yang

dilakukan oleh dokter dengan mempergunakan instrument (alat).

Memudahkan proses kematian secara aktif (eutanasia positif) adalah tidak

diperkenankan olehsyara'. Sebab dalam tindakan ini seorang dokter

melakukan suatu tindakan aktif dengan tujuan membunuh si sakit dan

mempercepat kematiannya melalui pemberian obat secara overdosis

danini termasuk pembunuhan yang haram hukumnya, bahkan termasuk

dosa besar yang membinasakan.

Perbuatan demikian itu adalah termasuk dalam kategori

pembunuhan meskipun yang mendorongnya itu rasa kasihan kepada si

sakit dan untuk meringankan penderitaannya. Karena bagaimanapun si

dokter tidaklah lebih pengasih dan penyayang daripada Yang

Menciptakan-Nya. Karena itu serahkanlah urusan tersebut kepada Allah

Ta'ala, karena Dia-lah yang member kehidupan kepada manusia dan yang

mencabutnya apabila telah tiba adjal yang telah ditetapkan-Nya.

b. Eutanasia Pasif

Eutanasia pasif disebut dengan taisir al-maut al-munfa'il. Pada

eutanasia negatif tidak dipergunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif

untuk mengakhiri kehidupan si sakit, tetapi iahanya dibiarkan tanpa diberi

pengobatan untuk memperpanjang hayatnya. Hal ini didasarkan pada

keyakinan dokter bahwa pengobatan yang dilakukan itu tidak ada

Page 18: Makalah Euthanasia

gunanya dan tidak memberikan harapan kepada si sakit, sesuai dengan

sunnatullah (hukum Allah terhadap alam semesta) dan hukum sebab-

akibat.

Di antara masalah yang sudah terkenal di kalangan ulama syara’

ialah bahwa mengobati atau berobat dari penyakit tidak wajib hukumnya

menurut jumhur fuqaha dan imam-imam mazhab. Bahkan menurut

mereka, mengobati atau berobat ini hanya berkisar pada okum mubah.

Dalam hal ini hanya segolongan kecil yang mewajibkannya seperti yang

dikatakan oleh sahabat-sahabat Imam Syafi’I dan Imam Ahmad

sebagaimana dikemukakan oleh Syekhul Islam Ibnu Taimiyah, dan

sebagian ulama lagi menganggapnya mustahab (sunnah)..

H. EUTHANASIA DARI SEGI HUKUM NEGARA

Euthanasia ditinjau Berdasarkan UU No.39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi

Manusia Dan Hukum Pidana

Kematian adalah suatu fenomena yang diatur oleh Sang Pencipta. Tidak

ada seorangpun yang dapat menunda kematian meskipun iImn pengetahuan

dan teknologi mengalami kemajuan dan perkembangan yang sangat pesat.

Berbicara mengenai kematian, dikenal adanya istilah "euthanasia", yaitu

suatu kematian yang terjadi dengan pertologan atau tidak dengan pertolongan

dokter. Euthanasia ini sudah ada sejak para pelaku kesehatan mengahadapi

penyakit yang sudah tidak dapat disembuhkan, Dalam keadaan seperti itu

tidak jarang pasien ataupun keluarga pasien meminta kepada dokter untuk

segera dilakukannya euthanasia. Hal tersebut tentu saja bertentangan dengan

hukum yang berlaku di Indonesia. Didalam KUHP pengaturan masalah

euthanasia ini diatur di dalam Pasal 344. Pasal ini melarang adanya

euthanasia aktif, yaitu suatu tindakan yang positif dari dokter untuk

mempercepat terjadinya kematian.

Disisi lain Undang-undang No.39 Tahun 1999 yang mengatur tentang

Hak Asasi Manusia (HAM) menyatakan bahwa hak yang paling utama yang

dimiliki manusia adalah hak untuk hidup sebagaimana diatur didalam Pasal 9

Page 19: Makalah Euthanasia

ayat 1 dan Pasal 33 ayat 3, dimana didalam hak untuk hidup tersebut

tercakup pula didalamya hak untuk mati, meskipun hak tersebut tidak mutlak.

Jika dikaitkan dengan pidana mati, maka dapat dilihat suatu keganjilan, yaitu

dimana seorang tertuduh yang dijatuhi pidana mati oleh Hakim. Pada

umunmya si tertuduh tersebut juga masih ingin mempertahankan

kelangsungan hidupnya terns. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa Hakim

telah memaksa kematian seseorang yang sebenamya masih ingin hidup terns.

Sedangkan pada euthanasia, seorang pasien yang menghendaki kernatian atas

dirinya justru malah dilarang dan dihalang-halangi.

Pendek kata, orang yang masih ingin hidup dipaksa untuk mati oleh

hakim, sedangkan orang yang karena keadaan yang tidak dapat dielakkan lagi

ingin mati dipaksa untuk hidup terns walaupun dengan penderitaan yang tiada

menentu. Salah satu kasus euthanasia yang masih hangar dibicarakan di

Indonesia adalah kasus yang dialami oleh Hasan Kesuma yang meminta

diIakukannya euthanasiaatas istri tercintanya Agian lsna Nauli, yang tidak

sadarkan diri setelah melahirkan anak melalui operasi caesar. Namun

permintaan tersebut banyak mendapat kecaman dan perdebatan dari berbagi

pihak karena jelas bertentangan dengan peraturan yang berlaku di Indonesia

serta melanggar kode etik kedokteran serta yang paling utama adalah sangat

bertentangan dengan kehendak Tuhan Yang Maha Esa. Maka dalam

menangani dan menanggulangi masalah ini sangatlah dituntut peranan

pemerintah dan penegak hukum untuk mencermati permasalahan tersebut

sehingga tidak menimbulkan perdebatan perselisihan di berbagai kalangan.

Page 20: Makalah Euthanasia

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Euthanasia merupankan suatu proses penghilangan nyawa seseorang

baik dengan penghentian tindakan medis atau memberikan suntikan mati yang

dapat mempercepat kematian secara wajar. Masalaheuthanasia masih dalam

pro dan kontra dikalangan pemuka agama maupun hukum negara. Sebagai

tenaga medis dalam melakukan euthanasia harus memenuhi syarat-syarat dan

ketentuan yang berlaku.

B. SARAN

1. Saran Untuk Pembaca

Setelah membaca makalah ini diharapkan pembaca lebih berpikir

secara rasional akan dampak tindakan euthanasiaitu sendiri .

Jadi sebelum melakukan tindakan euthanasia lebih baik meminta

persetujuan dari keluarga terdekatnya.

2. Saran Untuk Pemerintah

Pemerintah Merupakan aspek yang sangat fundamental dalam

kelangsungan suatu Negara harus mampu secara tegas dalam menangani

dan mengatur UU yang mencantumkan tentang hukum euthanasia

Menegakkan segala aturan sesuai dengan norma hokum yang berlaku

didalam masyarakat Indonesia.

Misalnya dengan membuat UU yang lebih mengacu pada kasus

euthanasia.

3. Saran Untuk Ahli Medis

Ahli medis adalah sebagai sarana dalam penyembuhan penyakit

seorang pasien. Untuk kasus euthanasia,seorang Ahli medis harus

memenuhi syarat yang ditentukan dalam melakukan euthanasia agar tidak

dikategorikan sebagai kasus mal praktik.

Page 21: Makalah Euthanasia

DAFTAR PUSTAKA

Agamben, Giorgio; diterjemahkan oleh Daniel Heller-Roazen (1998). Homo sacer: sovereign power and bare life. Stanford, Calif: Stanford University Press. ISBN 0-8047-3218-3 .

Almagor, Raphael (2001). The right to die with dignity: an argument in ethics, medicine, and law. New Brunswick, N.J: Rutgers University Press. ISBN 0-8135- 2986-7.

Appel, Jacob. 2007. A Suicide Right for the Mentally Ill? A Swiss Case Opens a New Debate. Hastings Center Report, Vol. 37, No. 3.

Battin, Margaret P., Rhodes, Rosamond, and Silvers, Anita, eds. Physician assisted suicide: expanding the debate. NY: Routledge, 1998.

Dworkin, R. M. Life's Dominion: An Argument About Abortion, Euthanasia, and Individual Freedom. New York: Knopf, 1993.

Emanuel, Ezekiel J. 2004. "The history of euthanasia debates in the United States and Britain" in Death and dying: a reader, edited by T. A. Shannon. Lanham, MD: Rowman & Littlefield Publishers.

Fletcher, Joseph F. 1954. Morals and medicine; the moral problems of: the patient's right to know the truth, contraception, artificial insemination, sterilization, euthanasia. Princeton, N.J.: Princeton University Press.

Humphry, Derek, Ann Wickett (1986). The right to die: understanding euthanasia. San Francisco: Harper &Row. ISBN 0-06-015578-7 .

Horan, Dennis J., David Mall, eds. (1977). Death, dying, and euthanasia. Frederick, MD: University Publications of America. ISBN 0-89093-139-9 .

Kamisar, Yale. 1977. Some non-religious views against proposed 'mercy-killing' legislation. In Death, dying, and euthanasia, edited by D. J. Horan and D. Mall. Washington: University Publications of America. Original edition, Minnesota Law Review 42:6 (May 1958).

Kelly, Gerald. "The duty of using artificial means of preserving life" in Theological Studies (11:203-220), 1950.

Kopelman, Loretta M., deVille, Kenneth A., eds. Physician-assisted suicide: What are the issues? Dordrecht: Kluwer Academic Publishers, 2001. (E.g., Engelhardt on secular bioethics)

Magnusson, Roger S. "The sanctity of life and the right to die: social and jurisprudential aspects of the euthanasia debate in Australia and the United States" in Pacific Rim Law & Policy Journal (6:1), January 1997.

Page 22: Makalah Euthanasia

Palmer, "Dr. Adams' Trial for Murder" in The Criminal Law Review. (Reporting on R. v. Adams with Devlin J. at 375f.) 365-377, 1957.

Panicola, Michael. 2004. Catholic teaching on prolonging life: setting the record straight. In Death and dying: a reader, edited by T. A. Shannon. Lanham, MD: Rowman & Littlefield Publishers.

PCSEPMBBR, United States. President's Commission for the Study of Ethical Problems in Medicine and Biomedical and Behavioral Research. 1983. Deciding to forego life-sustaining treatment: a report on the ethical, medical, and legal issues in treatment decisions. Washington, DC: President's Commission for the Study of Ethical Problems in Medicine and Biomedical and Behavioral Research: For sale by the Supt. of Docs. U.S. G.P.O.

Rachels, James. The End of Life: Euthanasia and Morality. New York: Oxford University Press, 1986.

Robertson, John. 1977. Involuntary euthanasia of defective newborns: a legal analysis. In Death, dying, and euthanasia, edited by D. J. Horan and D. Mall. Washington: University Publications of America. Original edition, Stanford Law Review 27 (1975) 213-269.

Sacred congregation for the doctrine of the faith. 1980. The declaration on euthanasia. Vatican City: The Vatican.

Stone, T. Howard, and Winslade, William J. "Physician-assisted suicide and euthanasia in the United States" in Journal of Legal Medicine (16:481-507), December 1995.