Makalah Euthanasia by Iqbal

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah Oktober 2004, sebuah permohonan untuk melakukan eutanasia telah diajukan oleh seorang suami bernama Hassan Kusuma kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, karena tidak tega menyaksikan istrinya yang bernama Agian Isna Nauli, 33 tahun, tergolek koma tak berdaya di ruang perawatan rumah sakit selama 2 bulan dan di samping itu ketidakmampuan untuk menanggung beban biaya perawatan merupakan suatu alasan yang lain. April 1998, Lori A. Roscoe melaporkan Dr. Jack Kevorkian yang dijuluki "Doctor Death". Di Pusat Medis Adven Glendale ,di California diduga puluhan pasien telah "ditolong" oleh Kevorkian untuk menjemput ajalnya di RS tersebut. Kevorkian berargumen apa yang dilakukannya semata demi "menolong" mereka. Tapi para penentangnya menyebut, apa yang dilakukannya adalah sebuah pembunuhan yang direncanakan. Selain dua contoh di atas, masih banyak contoh-contoh dan kasus-kasus lain terkait dengan eutanasia. Eutanasia merupakan upaya untuk mengakhiri hidup orang lain dengan tujuan untuk menghentikan penderitaan yang dialaminya karena suatu penyakit atau keadaan tertentu. Di jaman modern ini, tercatat telah banyak sekali kasus-kasus eutanasia, baik yang ter-ekspose maupun yang

tersembunyikan. Terdapat dua unsur utama yang menjadikan eutanasia menjadi bahan perdebatan yang sengit di kalangan dokter dan bahkan masyarakat umum. Yang pertama, eutanasia jelas-jelas suatu tindakan yang dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain, namun selain itu justru alasan dilakukannya eutanasia adalah untuk menghindarkan pasien dari rasa sakit atau penderitaan yang dianggap terlalu menyiksa. Di beberapa Negara di dunia, eutanasia merupakan suatu tindakan yang dilegalkan, sehingga seorang dokter memiliki kewenangan untuk menjalankan prosedur eutanasia, namun tentu saja dengan seijin pihak keluarga dan melalui

1

prosedur perijinan yang sangat ketat. Sedangkan di beberapa Negara yang lain, pelaku eutanasia ditangkap karena dianggap melakukan tindakan yang melanggar hukum. Saat ini terdapat banyak Negara yang melarang penyelenggaraan eutanasia, namun masih banyak pula dokter-dokter yang tetap melakukan eutanasia, baik yang diketahui maupun tidak, dengan berbagai alasan. Kampanye anti eutanasiapun banyak kita lihat di situs-situs internet, hal ini menunjukkan bahwa praktek eutanasia memang masih kerap terjadi. Perlu diketahui, eutanasia tidak hanya diterapkan kepada manusia saja, beberapa kasus eutanasia justru diterapkan kepada hewan peliharaan, seperti kucing dan anjing. Bahkan pada baberapa kepercayaan, mereka yang meninggal harus dikuburkan bersama barang-barang kesayangannya sewaktu hidup, termasuk juga hewan peliharannya seperti anjing atau kucing. Sehingga, saat sang majikan meninggal, biasanya hewan peliharaannya di eutanasia terlebih dahulu, kemudian dikuburkan bersama. Dalam makalah ini, akan dipaparkan lebih jauh tentang eutanasia, mengenai pengertiannya, sejarahnya, pendapat-pendapat seputar eutanasia dan juga pandangan beberapa Negara dan beberapa Agama tentang penerapan eutanasia.

1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah tentang eutanasia ini. Rumusan masalah tersebut yaitu: a. b. Apa pengertian dari eutanasia? Bagaimana standar prosedur pelaksanaan eutanasia?

c. Apa saja jenis-jenis eutanasia yang pernah dilakukan? d. e. f. Bagaimana sejarah penerapan eutanasia? Bagaimana hukum eutanasia pada beberapa Negara di dunia? Bagaimana pandangan Agama terhadap praktek eutanasia?

1.3 Tujuan Penulisan Makalah Adapun tujuan ditulisnya makalah ini, yaitu: a. b. c. d. e. Pembaca mengetahui pengertian dari eutanasia? Pembaca mengetahui bagaimana standar prosedur pelaksanaan eutanasia? Pembaca mengetahui apa saja jenis-jenis eutanasia yang pernah dilakukan? Pembaca mengetahui bagaimana sejarah penerapan eutanasia? Pembaca mengetahui bagaimana hukum eutanasia pada beberapa Negara di dunia? f. Pembaca mengetahui bagaimana pandangan Agama terhadap praktek eutanasia?

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Eutanasia Secara bahasa, istilah eutanasia berasal dari bahasa Yunani eu yang artinya baik dan thanatos yang berarti kematian, sehingga istilah eutanasia secara singkat dapat diartikan sebagai kematian yang baik. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, eutanasia berarti tindakan mengakhiri dengan sengaja kehidupan makhluk (orang ataupun hewan piaraan) yg sakit berat atau luka parah dengan kematian yg tenang dan mudah atas dasar perikemanusiaan. Sedangkan Wikipedia menyebutkan bahwa eutanasia berarti praktek pencabutan kehidupan manusia atau hewan melalui cara yang dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan rasa sakit yang minimal, biasanya dilakukan dengan cara memberikan suntikan yang mematikan. Menurut pengertian ini, kita dapat membagi eutanasia menjadi 3 jenis utama, ketiga jenis tersebut yaitu: a. Eutanasia agresif : atau suatu tindakan eutanasia aktif yaitu suatu tindakan secara sengaja yang dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lain untuk mempersingkat atau mengakhiri hidup sang pasien. Misalnya dengan memberikan obat-obatan yang mematikan seperti pemberian tablet sianida atau menyuntikkan zat-zat yang mematikan ke dalam tubuh pasien. Baik dengan alasan maupun tanpa alasan tertentu. b. Eutanasia non agresif : atau kadang juga disebut autoeutanasia (eutanasia otomatis) termasuk kategori eutanasia negatif yaitu dimana seorang pasien menolak secara tegas dan dengan sadar untuk menerima perawatan medis dan sang pasien mengetahui bahwa penolakannya tersebut akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Dengan penolakan tersebut ia membuat sebuah "codicil" (pernyataan tertulis tangan). Auto-eutanasia pada dasarnya adalah suatu praktek eutanasia pasif yang dilakukan atas permintaan sang pasien itu sendiri. c. Eutanasia pasif : juga bisa dikategorikan sebagai tindakan eutanasia negatif yang tidak menggunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif untuk4

mengakhiri kehidupan si sakit. Tindakan pada eutanasia pasif ini adalah dengan secara sengaja tidak (lagi) memberikan bantuan medis yang dapat memperpanjang hidup pasien. Misalnya tidak memberikan bantuan oksigen bagi pasien yang mengalami kesulitan dalam pernapasan atau tidak memberikan antibiotika kepada penderita pneumonia berat ataupun meniadakan tindakan operasi yang seharusnya dilakukan guna

memperpanjang hidup pasien, ataupun dengan cara pemberian obat penghilang rasa sakit seperti morfin walaupun disadari bahwa pemberian morfin ini juga dapat berakibat ganda yaitu mengakibatkan kematian. Eutanasia pasif ini seringkali secara terselubung dilakukan oleh kebanyakan rumah sakit (Wikipedia, 2010).

2.2 Standar Prosedur Pelaksanaan Eutanasia Sebagai salah satu metode medis, maka eutanasiapun juga memiliki standar prosedur tertentu. Berdasarkan Franson metode dasar eutanasia terbagi menjadi fisik dan kimia. a. Prosedur standar eutanasia fisik Eutanasia secara fisik, dilakukan dengan melakukan tindakan-tindakan fisik secara langsung kepada objek yang akan di-eutanasia. Eutanasia secara fisik ini lazim diterapkan kepada hewan, untuk penerapannya terhadap manusia masih belum pernah dilaporkan. Terdapat beberapa jenis teknik eutanasia secara fisik, yaitu: 1. Cervical dislocation (pemutaran leher) merupakan metode eutanasia untuk burung atau hewan dengan bobot 1 kg, anjing, kucing, ternak potong (Gambar 1).

Gambar 1. Cervical Dislocation (Franson, www.nwhc.usgs.gov) Teknik ini sangat efektif, cepat, murah dan efek terhadap tes diagnostic sangat rendah. 2. Decapitation (perusakan otak lewat leher). Decapitation dilakukan dengan jalan memotong kepala hewan dengan menggunakan peralatan tajam dengan tujuan untuk memutus kepekaan saraf tulang belakang. Hewan yang diperbolehkan untuk di-decapitation sama dengan pada cervical dislocation. 3. Stunning & exsanguinations (removal blood) dilakukan dengan jalan merusak bagian tengah tengkorak agar hewan menjadi tidak sadar diikuti penyembelihan untuk mengeluarkan darah dengan memotong pembuluh darah utama di bagian leher. Teknik ini sangat cocok untuk diterapkan pada hewan potong (www.las.rutgers.edu) serta hanya bias dioperasikan apabila tes diagnostik pada otak tidak diperlukan. 4. Captive bolt atau gunshot (www.las.rutgers.edu dan Rietveld,

www.gov.on.ca), merupakan metode yang umum dipergunakan di rumah potong hewan utamanya kuda, ruminansia dan babi (Gambar 2). Hewan dimatikan dengan jalan menembak langsung kepalanya apabila otaknya diperlukan untuk tes diagnostik maka penembakan dilakukan di leher. Pelaksanaannya memerlukan seorang ahli agar tercapai kematian yang ,manusiawi selain untuk keamanan.

Gambar 2. Titik Target dari Gunshot (Rietveld, 2003) b. Prosedur standar eutanasia kimia

Eutanasia Kimia yaitu memasukkan agen toksin ke dalam tubuh dengan suntikan atau inhalasi (Gambar 3)

Gambar 3. Prosedur Anaesthesi Inhalasi Prosedur inhalasi hanya boleh dilakukan oleh operator yang telah mendapat ijin untuk menggunakan bahan kimia karena material yang akan digunakan sangat berbahaya bagi manusia. Inhalasi (Gambar 3) ditujukan untuk mematikan hewan dengan bobot < 7kg. Agen inhalasi yang dipilih harus menjadikan hewan tidak sadar secara cepat. Adapun agen yang diperbolehkan adalah halothane, enflurane, methoxyflurane, nitrous oxide karena nonflammable dan

nonexplosive.carbondioxide, derivat barbiturat, magnesium sulfat, KCl (www.ahn.umn.edu). Sedangkan agen inhalassi yang tidak boleh

ddipergunakan adalah Chloroform, gas hydrogen sianida, CO, Chloral hidrat, striknin. (www.las.rutgers.edu dan Franson, www.nwhc.usgs.gov). Meskipun demikian pada kenyataannya CO, chloroform maupun ether masih tetap dipergunakan terutama apabila jumlah hewan yang akan dieuthasia banyak. Gambar 4, umum dilakukan untuk eutanasia burung mencit atau tikus dalam jumlah banyak dengan jalan meletakkan hewan pada kotak yang tertutup plastic yang dialiri gas CO2 secara bertahap. Agen inhalasi juga bisa dicelupkan dan diletakkan di dalam kotak sampai hewan tidak sadar dan mati apabila fasilitas di bawah ini tidak tersedia.

Gambar 4. Eutanasia pada Tikus atau Mencit pada Tabung yang Dialiri Gas CO2 (www.ahn.umn.edu) Inhalasi dosis lethal umum diberikan pada hewan peliharaan yang sudah tua yang menderita sakit. Prosedur ini apabila titerapkan pada hewan percobaan kemungkinan besar akanmempengaruhi hasil akhir penelitian serta karkasnya tidak bias dikonsumsi. Sedangkan eutanasia kimia dengan teknik suntik, lebih banyak diterapkan kepada manusia, karena dianggap lebih aman dan lebih manusiawi. Teknik ini dilakukan dengan cara menyuntikkan zat kimia tertentu ke dalam tubuh pasien, sehingga pasien tersebut meninggal. Pada beberapa kasus, eutanasia tidak dilakukan secara langsung, untuk mengurangi efek psikologis bagi sang eksekutor. Sebagai gantinya, eutanasia dilakukan dengan mesin eutanasia. Mesin eutanasia ini digunakan untuk menyuntikkan obat-obatan mematikan dalam dosis tinggi, mesin ini dilengkapi layar komputer jinjing untuk memandu pengguna melalui beberapa tahapan dan pertanyaan guna memastikan bahwa si pengguna telah benar-benar siap atas keputusannya tersebut. Suntikan terakhir kemudian dilakukan dengan bantuan mesin yang diatur dari computer (Gambar 5).

Gambar 5. Mesin eutanasia yang digunakan di Australia (http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Eutanasia_machine_(Australia).)

2.3 Jenis-jenis Eutanasia yang Pernah Dilakukan Didasarkan pada beberapa hal, eutanasia memiliki beragam jenis, ditinjau dari status pemberian ijin, eutanasia dibagi menjadi 3, yaitu: a. Eutanasia di luar kemauan pasien: yaitu suatu tindakan eutanasia yang bertentangan dengan keinginan si pasien untuk tetap hidup. Tindakan eutanasia semacam ini dapat disamakan dengan pembunuhan, dan pelakunya dapat dikenakan ancaman tindakan pidana. b. Eutanasia secara tidak sukarela: Eutanasia semacam ini adalah yang seringkali menjadi bahan perdebatan dan dianggap sebagai suatu tindakan yang keliru oleh siapapun juga. Hal ini terjadi apabila seseorang yang tidak berkompeten atau tidak berhak untuk mengambil suatu keputusan misalnya statusnya hanyalah seorang wali dari si pasien. Namun disisi lain, si pasien sendiri tidak memungkinkan untuk memberikan ijin dikarenakan kondisinya, misalnya sipasien koma atau tidak sadar. c. Eutanasia secara sukarela : dilakukan atas persetujuan si pasien sendiri, namun hal ini juga masih merupakan hal kontroversial. Beberapa Negara memberikan ijin untuk eutanasia tipe yang ketiga ini, misalnya Belanda, namun beberapa yang lain menganggapnya sebagai tindakan bunuh diri yang dibantu, sehingga tetap melanggar hukum.

Ditinjau dari segi tujuannya, eutanasia juga dibedakan menjadi 3 (Wikipedia, 2010), yaitu:a.

Eutanasia berdasarkan belas kasihan (mercy killing) Eutanasia jenis ini, dilakukan atas dasar rasa kasihan kepada sang pasien, umumnya eutanasia jenis ini dilakukan kepada pasien yang menderita rasa sakit yang amat sangat dalam penyakitnya, sehingga membuat orang-orang disekitarnya menjadi tidak tega dan memutuskan untuk melakukan eutanasia.

b.

Eutanasia hewan Sesuai dengan namanya, eutanasia jenis ini, khusu dilakukan kepada hewan, biasanya beberapa hewan peliharaan yang sudah tua dan menderita sakit berkepanjangan, membuat si pemilik tidak tega dan memutuskan untuk melakukan eutanasia. Pada kasusyang lain, beberapa kepercayaan percaya bahwa, saat seseorang meninggal, maka barang-barang kesayangannya harus diikutkan ke dalam kubur, termasuk hewan-hewan kesayangannya, sehingga sebelum hewan tersebut dikuburkan umumya mereka di suntik mati terlebih dahulu.

c.

Eutanasia berdasarkan bantuan dokter, ini adalah bentuk lain daripada eutanasia agresif secara sukarela. Dilakukan atas persetujuan sang pasien sendiri. Selain itu, sebagaimana teah disinggung di atas, berdasarkan

pengertiannya, eutanasia dibagi menjadi 3 jenis utama, ketiga jenis tersebut yaitu: a. Eutanasia agresif : atau suatu tindakan eutanasia aktif yaitu suatu tindakan secara sengaja yang dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lain untuk mempersingkat atau mengakhiri hidup sang pasien. Misalnya dengan memberikan obat-obatan yang mematikan seperti pemberian tablet sianida atau menyuntikkan zat-zat yang mematikan ke dalam tubuh pasien. Baik dengan alasan maupun tanpa alasan tertentu. b. Eutanasia non agresif : atau kadang juga disebut autoeutanasia (eutanasia otomatis) termasuk kategori eutanasia negatif yaitu dimana seorang pasien menolak secara tegas dan dengan sadar untuk menerima perawatan medis dan sang pasien mengetahui bahwa penolakannya tersebut akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Dengan penolakan tersebut ia membuat sebuah

"codicil" (pernyataan tertulis tangan). Auto-eutanasia pada dasarnya adalah suatu praktek eutanasia pasif yang dilakukan atas permintaan sang pasien itu sendiri. c. Eutanasia pasif : juga bisa dikategorikan sebagai tindakan eutanasia negatif yang tidak menggunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif untuk mengakhiri kehidupan si sakit. Tindakan pada eutanasia pasif ini adalah dengan secara sengaja tidak (lagi) memberikan bantuan medis yang dapat memperpanjang hidup pasien. Misalnya tidak memberikan bantuan oksigen bagi pasien yang mengalami kesulitan dalam pernapasan atau tidak memberikan antibiotika kepada penderita pneumonia berat ataupun meniadakan tindakan operasi yang seharusnya dilakukan guna

memperpanjang hidup pasien, ataupun dengan cara pemberian obat penghilang rasa sakit seperti morfin walaupun disadari bahwa pemberian morfin ini juga dapat berakibat ganda yaitu mengakibatkan kematian. Eutanasia pasif ini seringkali secara terselubung dilakukan oleh kebanyakan rumah sakit .

2.4 Sejarah Eutanasia Istilah eutanasia pertamakali dipopulerkan oleh Hippokrates dalam

manuskripnya yang berjudul sumpah Hippokrates, naskah ini ditulis pada tahun 400-300 SM. Dalam supahnya tersebut Hippokrates menyatakan; "Saya tidak akan menyarankan dan atau memberikan obat yang mematikan kepada siapapun meskipun telah dimintakan untuk itu". Dari dokumen tertua tentang eutanasia di atasa, dapat kita lihat bahwa, justru anggapan yang dimunculkan oleh Hippocrates adalah penolakan terhadap praktek eutanasia. Sejak abad ke-19, eutanasia telah memicu timbulnya perdebatan dan pergerakan di wilayah Amerika Utara dan di Eropa Pada tahun 1828 undangundang anti eutanasia mulai diberlakukan di Negara bagian New York, yang pada beberapa tahun kemudian diberlakukan pula oleh beberapa Negara bagian. Setelah masa Perang Saudara, beberapa advokat dan beberapa dokter mendukung dilakukannya eutanasia secara sukarela. Kelompok-kelompok pendukung

eutanasia mulanya terbentuk di Inggris pada tahun 1935 dan di Amerika pada

tahun 1938 yang memberikan dukungannya pada pelaksanaan eutanasia agresif, walaupun demikian perjuangan untuk melegalkan eutanasia tidak berhasil digolkan di Amerika maupun Inggris. Pada tahun 1937, eutanasia atas anjuran dokter dilegalkan di Swiss sepanjang pasien yang bersangkutan tidak memperoleh keuntungan daripadanya. Pada era yang sama, pengadilan Amerika menolak beberapa permohonan dari pasien yang sakit parah dan beberapa orang tua yang memiliki anak cacat yang mengajukan permohonan eutanasia kepada dokter sebagai bentuk "pembunuhan berdasarkan belas kasihan". Pada tahun 1939, pasukan Nazi Jerman melakukan suatu tindakan kontroversial dalam suatu "program" eutanasia terhadap anak-anak di bawah umur 3 tahun yang menderita keterbelakangan mental, cacat tubuh, ataupun gangguan lainnya yang menjadikan hidup mereka tak berguna. Program ini dikenal dengan nama Aksi T4 ("Action T4") yang kelak diberlakukan juga terhadap anak-anak usia di atas 3 tahun dan para jompo / lansia. Setelah dunia menyaksikan kekejaman Nazi dalam melakukan kejahatan eutanasia, pada era tahun 1940 dan 1950 maka berkuranglah dukungan terhadap eutanasia, terlebih-lebih lagi terhadap tindakan eutanasia yang dilakukan secara tidak sukarela ataupun karena disebabkan oleh cacat genetika. (Wikipedia). Sebagaimana kita ketahui, nazi yang saat itu dipimpin oleh Adolf Hitler, menganggap bahwa orang cacat merupakan hambatan terhadap kemajuan suatu bangsa, sehingga secara besar-besaran nazi melakukan eutanasia secara paksa kepada semua orang cacat di Berlin, Jerman. Terdapat beberapa catatan yang cukup menarik terkait dengan praktek eutanasia di beberapa tepat di jaman dahulu kala, berikut sedikit uraiannya: a. Di India pernah dipraktekkan suatu kebiasaan untuk melemparkan orangorang tua ke dalam sungai Gangga. b. Di Sardinia orang tua dipukul hingga mati oleh anak laki-laki tertuanya di zaman purba. c. Uruguay mencantumkan kebebasan praktek eutanasia dalam undang-undang yang telah berlaku sejak tahun 1933.

d.

Di beberapa Negara Eropa, praktek eutanasia bukan lagi kejahatan kecuali di Norwegia yang sejak 1902 memperlakukannya sebagai kejahatan khusus.

e.

Di Amerika Serikat, khususnya di semua Negara bagian mencantumkan eutanasia sebagai kejahatan. Bunuh diri atau membiarkan dirinya dibunuh adalah melanggar hukum di Amerika Serikat.

f.

Satu-satunya Negara yang dapat melakukan tindakan eutanasia bagi para anggotanya adalah Belanda. Anggota yang telah diterima dengan persyaratan tertentu dapat meminta tindakan eutanasia atas dirinya. Ada beberapa warga Amerika Serikat yang menjadi anggotanya. Dalam praktek medis, biasanya tidaklah pernah dilakukan eutanasia aktif, akan tetapi mungkin ada praktekpraktek medis yang dapat digolongkan eutanasia pasif.

2.5 Hukum Eutanasia pada Beberapa Negara di Dunia Sejauh ini, eutanasia telah menjadi perdebatan hangat dan banyak bermunculan kelompok-kelompok yang pro maupun yang kontra terhadap praktek pencabutan nyawa ini. Di beberapa Negara di dunia, eutanasia telah dilegalkan dan diatur dengan prosedur-prosedur khusus misalnya diNegara Belanda dan Belgia serta ditoleransi di Negara bagian Oregon di Amerika, Kolombia dan Swiss, namun di beberapa Negara dinyatakan sebagai kejahatan seperti di Spanyol, Jerman dan Denmark termasukdi Indonesia. a. Indonesia Berdasarkan hukum di Indonesia maka eutanasia adalah sesuatu perbuatan yang melawan hukum, hal ini dapat dilihat pada peraturan perundangundangan yang ada yaitu pada Pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang menyatakan bahwa "Barang siapa menghilangkan nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan sungguhsungguh, dihukum penjara selama-lamanya 12 tahun". Juga demikian halnya nampak pada pengaturan pasal-pasal 338, 340, 345, dan 359 KUHP yang juga dapat dikatakan memenuhi unsur-unsur delik dalam perbuatan eutanasia. Dengan demikian, secara formal hukum yang berlaku di Negara kita memang tidak mengizinkan tindakan eutanasia oleh siapa pun.

Ketua umum pengurus besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Farid Anfasal Moeloek dalam suatu pernyataannya yang dimuat oleh majalah Tempo Selasa 5 Oktober 2004 menyatakan bahwa : Eutanasia atau "pembunuhan tanpa

penderitaan" hingga saat ini belum dapat diterima dalam nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat Indonesia. "Eutanasia hingga saat ini tidak sesuai dengan etika yang dianut oleh bangsa dan melanggar hukum positif yang masih berlaku yakni KUHP. b. Belanda Pada tanggal 10 April 2001 Belanda menerbitkan undang-undang yang mengizinkan eutanasia, undang-undang ini dinyatakan efektif berlaku sejak tanggal 1 April 2002[6]

, yang menjadikan Belanda menjadi Negara pertama di

dunia yang melegalisasi praktik eutanasia. Pasien-pasien yang mengalami sakit menahun dan tak tersembuhkan, diberi hak untuk mengakhiri penderitaannya. Tetapi perlu ditekankan, bahwa dalam Kitab Hukum Pidana Belanda secara formal eutanasia dan bunuh diri berbantuan masih dipertahankan sebagai perbuatan kriminal. Sebuah karangan berjudul "The Slippery Slope of Dutch Eutanasia" dalam majalah Human Life International Special Report Nomor 67, November 1998, halaman 3 melaporkan bahwa sejak tahun 1994 setiap dokter di Belanda dimungkinkan melakukan eutanasia dan tidak akan dituntut di pengadilan asalkan mengikuti beberapa prosedur yang telah ditetapkan. Prosedur tersebut adalah mengadakan konsultasi dengan rekan sejawat (tidak harus seorang spesialis) dan membuat laporan dengan menjawab sekitar 50 pertanyaan. Sejak akhir tahun 1993, Belanda secara hukum mengatur kewajiban para dokter untuk melapor semua kasus eutanasia dan bunuh diri berbantuan. Instansi kehakiman selalu akan menilai betul tidaknya prosedurnya. Pada tahun 2002, sebuah konvensi yang berusia 20 tahun telah dikodifikasi oleh undang-undang belanda, dimana seorang dokter yang melakukan eutanasia pada suatu kasus tertentu tidak akan dihukum. c. Belgia

Parlemen Belgia telah melegalisasi tindakan eutanasia pada akhir September 2002. Para pendukung eutanasia menyatakan bahwa ribuan tindakan eutanasia setiap tahunnya telah dilakukan sejak dilegalisasikannya tindakan eutanasia diNegara ini, namun mereka juga mengkritik sulitnya prosedur pelaksanaan eutanasia ini sehingga timbul suatu kesan adaya upaya untuk menciptakan "birokrasi kematian". Belgia kini menjadi Negara ketiga yang melegalisasi eutanasia ( setelah Belanda dan Negara bagian Oregon di Amerika ). Senator Philippe Mahoux, dari partai sosialis yang merupakan salah satu penyusun rancangan undang-undang tersebut menyatakan bahwa seorang pasien yang menderita secara jasmani dan psikologis adalah merupakan orang yang memiliki hak penuh untuk memutuskan kelangsungan hidupnya dan penentuan saat-saat akhir hidupnya d. Australia Negara bagian Australia, Northern Territory, menjadi tempat pertama di dunia dengan UU yang mengizinkan eutanasia dan bunuh diri berbantuan, meski reputasi ini tidak bertahan lama. Pada tahun 1995 Northern Territory menerima UU yang disebut "Right of the terminally ill bill" (UU tentang hak pasien terminal). Undang-undang baru ini beberapa kali dipraktikkan, tetapi bulan Maret 1997 ditiadakan oleh keputusan Senat Australia, sehingga harus ditarik kembali. e. Amerika Eutanasia agresif dinyatakan ilegal di banyak Negara bagian di Amerika. Saat ini satu-satunya Negara bagian di Amerika yang hukumnya secara eksplisit mengizinkan pasien terminal ( pasien yang tidak mungkin lagi disembuhkan) mengakhiri hidupnya adalah Negara bagian Oregon, yang pada tahun 1997 melegalisasikan kemungkinan dilakukannya eutanasia dengan memberlakukan UU tentang kematian yang pantas (Oregon Death with Dignity Act). Tetapi undang-undang ini hanya menyangkut bunuh diri berbantuan, bukan eutanasia. Syarat-syarat yang diwajibkan cukup ketat, dimana pasien terminal berusia 18 tahun ke atas boleh minta bantuan untuk bunuh diri, jika mereka diperkirakan akan meninggal dalam enam bulan dan keinginan ini harus diajukan sampai tiga kali pasien, dimana dua kali secara lisan (dengan tenggang waktu 15 hari di

antaranya) dan sekali secara tertulis (dihadiri dua saksi dimana salah satu saksi tidak boleh memiliki hubungan keluarga dengan pasien). Dokter kedua harus mengkonfirmasikan diagnosis penyakit dan prognosis serta memastikan bahwa pasien dalam mengambil keputusan itu tidak berada dalam keadaan gangguan mental.Hukum juga mengatur secara tegas bahwa keputusan pasien untuk mengakhiri hidupnya tersebut tidak boleh berpengaruh terhadap asuransi yang dimilikinya baik asuransi kesehatan, jiwa maupun kecelakaan ataupun juga simpanan hari tuanya. Belum jelas apakah undang-undang Oregon ini bisa dipertahankan di masa depan, sebab dalam Senat AS pun ada usaha untuk meniadakan UU Negara bagian ini. Mungkin saja nanti nasibnya sama dengan UU Northern Territory di Australia. Bulan Februari lalu sebuah studi terbit tentang pelaksanaan UU Oregon selama tahun 1999. Sebuah lembaga jajak pendapat terkenal yaitu Poling Gallup (Gallup Poll) menunjukkan bahwa 60% orang Amerika mendukung

dilakukannya euthanasia. f. Republik Ceko Di Republik Ceko eutanisia dinyatakan sebagai suatu tindakan pembunuhan berdasarkan peraturan setelah pasal mengenai eutanasia dikeluarkan dari rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Sebelumnya pada rancangan tersebut, Perdana Menteri Jiri Pospil bermaksud untuk memasukkan eutanasia dalam rancangan KUHP tersebut sebagai suatu kejahatan dengan ancaman pidana selama 6 tahun penjara, namun Dewan Perwakilan Konstitusional dan komite hukum Negara tersebut merekomendasikan agar pasal kontroversial tersebut dihapus dari rancangan tersebut. g. Cina Di China, eutanasia saat ini tidak diperkenankan secara hukum. Eutansia diketahui terjadi pertama kalinya pada tahun 1986, dimana seorang yang bernama "Wang Mingcheng" meminta seorang dokter untuk melakukan eutanasia terhadap ibunya yang sakit. Akhirnya polisi menangkapnya juga si dokter yang melaksanakan permintaannya, namun 6 tahun kemudian Pengadilan tertinggi rakyat (Supreme People's Court) menyatakan mereka tidak bersalah. Pada tahun

2003, Wang Mingcheng menderita penyakit kanker perut yang tidak ada kemungkinan untuk disembuhkan lagi dan ia meminta untuk dilakukannya eutanasia atas dirinya namun ditolak oleh rumah sakit yang merawatnya. Akhirnya ia meninggal dunia dalam kesakitan.

2.6 Pandangan Agama terhadap Praktek Eutanasia a. Dalam ajaran Agama Islam Seperti Agama yang luhur, Islam mengakui hak seseorang untuk hidup dan mati, namun hak tersebut merupakan anugerah Allah kepada manusia. Hanya Allah yang dapat menentukan kapan seseorang lahir dan kapan ia mati (QS 22: 66; 2: 243). Oleh karena itu, bunuh diri diharamkan dalam hukum Islam meskipun tidak ada teks dalam Al Quran maupun Hadis yang secara eksplisit melarang bunuh diri. Kendati demikian, ada sebuah ayat yang menyiratkan hal tersebut, "Dan belanjakanlah (hartamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik." (QS 2: 195), dan dalam ayat lain disebutkan, "Janganlah engkau membunuh dirimu sendiri," (QS 4: 29), yang makna langsungnya adalah "Janganlah kamu saling berbunuhan." Dengan demikian, seorang Muslim (dokter) yang membunuh seorang Muslim lainnya (pasien) disetarakan dengan membunuh dirinya sendiri. Eutanasia dalam ajaran Islam disebut qatl ar-rahmah atau taisir al-maut (eutanasia), yaitu suatu tindakan memudahkan kematian seseorang dengan sengaja tanpa merasakan sakit, karena kasih sayang, dengan tujuan meringankan penderitaan si sakit, baik dengan cara positif maupun negatif. Pada konferensi pertama tentang kedokteran Islam di Kuwait tahun 1981, dinyatakan bahwa tidak ada suatu alasan yang membenarkan dilakukannya eutanasia ataupun pembunuhan berdasarkan belas kasihan (mercy killing) dalam alasan apapun juga.

b.

Dalam ajaran gereja Katolik Roma Sejak pertengahan abad ke-20, gereja Katolik telah berjuang untuk

memberikan pedoman sejelas mungkin mengenai penanganan terhadap mereka yang menderita sakit tak tersembuhkan, sehubungan dengan ajaran moral gereja mengenai eutanasia dan sistem penunjang hidup. Paus Pius XII, yang tak hanya menjadi saksi dan mengutuk program-program egenetika dan eutanasia Nazi, melainkan juga menjadi saksi atas dimulainya sistem-sistem modern penunjang hidup, adalah yang pertama menguraikan secara jelas masalah moral ini dan menetapkan pedoman. Pada tanggal 5 Mei tahun 1980 , kongregasi untuk ajaran iman telah menerbitkan Dekalarasi tentang eutanasia ("Declaratio de eutanasia") yang menguraikan pedoman ini lebih lanjut, khususnya dengan semakin meningkatnya kompleksitas sistem-sistem penunjang hidup dan gencarnya promosi eutanasia sebagai sarana yang sah untuk mengakhiri hidup. Paus Yohanes Paulus II, yang prihatin dengan semakin meningkatnya praktek eutanasia, dalam ensiklik Injil Kehidupan (Evangelium Vitae) nomor 64 yang memperingatkan kita agar melawan "gejala yang paling mengkhawatirkan dari `budaya kematian' dimana jumlah orang-orang lanjut usia dan lemah yang meningkat dianggap sebagai beban yang mengganggu." Paus Yohanes Paulus II juga menegaskan bahwa eutanasia merupakan tindakan belas kasihan yang keliru, belas kasihan yang semu: "Belas kasihan yang sejati mendorong untuk ikut menanggung penderitaan sesama. Belas kasihan itu tidak membunuh orang, yang penderitaannya tidak dapat kita tanggung" (Evangelium Vitae, nomor 66) c. Dalam ajaran Agama Hindu Pandangan Agama Hindu terhadap eutanasia adalah didasarkan pada ajaran tentang karma, moksa dan ahimsa. Karma adalah merupakan suatu konsekwensi murni dari semua jenis kehendak dan maksud perbuatan, yang baik maupun yang buruk, lahir atau bathin dengan pikiran kata-kata atau tindakan. Sebagai akumulasi terus menerus dari "karma" yang buruk adalah menjadi penghalang "moksa" yaitu suatu ialah kebebasan dari siklus reinkarnasi yang menjadi suatu tujuan utama dari penganut ajaran Hindu. Ahimsa adalah merupakan prinsip "anti kekerasan" atau pantang menyakiti siapapun juga.

Bunuh diri adalah suatu perbuatan yang terlarang di dalam ajaran Hindu dengan pemikiran bahwa perbuatan tersebut dapat menjadi suatu factor yang mengganggu pada saat reinkarnasi oleh karena menghasilkan "karma" buruk. Kehidupan manusia adalah merupakan suatu kesempatan yang sangat berharga untuk meraih tingkat yang lebih baik dalam kehidupan kembali. Berdasarkan kepercayaan umat Hindu, apabila seseorang melakukan bunuh diri, maka rohnya tidak akan masuk neraka ataupun surga melainkan tetap berada didunia fana sebagai roh jahat dan berkelana tanpa tujuan hingga ia mencapai masa waktu dimana seharusnya ia menjalani kehidupan (Catatan : misalnya umurnya waktu bunuh diri 17 tahun dan seharusnya ia ditakdirkan hidup hingga 60 tahun maka 43 tahun itulah rohnya berkelana tanpa arah tujuan), setelah itu maka rohnya masuk ke neraka menerima hukuman lebih berat dan akhirnya ia akan kembali ke dunia dalam kehidupan kembali (reinkarnasi) untuk menyelesaikan "karma" nya terdahulu yang belum selesai dijalaninya kembali lagi dari awal. d. Dalam ajaran Agama Buddha Ajaran Agama Buddha sangat menekankan kepada makna dari kehidupan dimana penghindaran untuk melakukan pembunuhan makhluk hidup adalah merupakan salah satu moral dalam ajaran Budha. Berdasarkan pada hal tersebut di atas maka nampak jelas bahwa eutanasia adalah sesuatu perbuatan yang tidak dapat dibenarkan dalam ajaran Agama Budha. Selain daripada hal tersebut, ajaran Budha sangat menekankan pada "welas asih" ("karuna") Mempercepat kematian seseorang secara tidak alamiah adalah

merupakan pelanggaran terhadap perintah utama ajaran Budha yang dengan demikian dapat menjadi "karma" negatif kepada siapapun yang terlibat dalam pengambilan keputusan guna memusnahkan kehidupan seseorang tersebut. e. Dalam ajaran gereja Ortodoks Pada ajaran Gereja Ortodoks, gereja senantiasa mendampingi orangorang beriman sejak kelahiran hingga sepanjang perjalanan hidupnya hingga kematian dan alam baka dengan doa, upacara/ritual, sakramen, khotbah, pengajaran dan kasih, iman dan pengharapan. Seluruh kehidupan hingga kematian

itu sendiri adalah merupakan suatu kesatuan dengan kehidupan gerejawi. Kematian itu adalah sesuatu yang buruk sebagai suatu simbol pertentangan dengan kehidupan yang diberikan Tuhan. Gereja Ortodoks memiliki pendirian yang sangat kuat terhadap prinsip pro-kehidupan dan oleh karenanya menentang anjuran eutanasia. f. Dalam ajaran Agama Yahudi Ajaran Agama Yahudi melarang eutanasia dalam berbagai bentuk dan menggolongkannya kedalam "pembunuhan". Hidup seseorang bukanlah miliknya lagi melainkan milik dari Tuhan yang memberikannya kehidupan sebagai pemilik sesungguhnya dari kehidupan. Walaupun tujuannya mulia sekalipun, sebuah tindakan mercy killing (pembunuhan berdasarkan belas kasihan), adalah merupakan suatu kejahatan berupa campur tangan terhadap kewenangan Tuhan. Dasar dari larangan ini dapat ditemukan pada Kitab Kejadian dalam alkitab Perjanjian Lama Kej 1:9 yang berbunyi :" Tetapi mengenai darah kamu, yakni nyawa kamu, Aku akan menuntut balasnya; dari segala binatang Aku akan menuntutnya, dan dari setiap manusia Aku akan menuntut nyawa sesama manusia". Pengarang buku : HaKtav v'haKaballah menjelaskan bahwa ayat ini adalah merujuk kepada larangan tindakan eutanasia. g. Dalam ajaran Protestan Gereja Protestan terdiri dari berbagai denominasi yang mana memiliki pendekatan yang berbeda-beda dalam pandangannya terhadap eutanasia dan orang yang membantu pelaksanaan eutanasia. Beberapa pandangan dari berbagai denominasi tersebut misalnya :

Gereja Methodis (United Methodist church) dalam buku ajarannya menyatakan bahwa : " penggunaan teknologi kedokteran untuk

memperpanjang kehidupan pasien terminal membutuhkan suatu keputusan yang dapat dipertanggung jawabkan tentang hingga kapankah peralatan penyokong kehidupan tersebut benar-benar dapat mendukung kesempatan hidup pasien, dan kapankah batas akhir kesempatan hidup tersebut".

Gereja Lutheran di Amerika menggolongkan nutrisi buatan dan hidrasi sebagai suatu perawatan medis yang bukan merupakan suatu perawatan

fundamental. Dalam kasus dimana perawatan medis tersebut menjadi sia-sia dan memberatkan, maka secara tanggung jawab moral dapat dihentikan atau dibatalkan dan membiarkan kematian terjadi. Seorang kristiani percaya bahwa mereka berada dalam suatu posisi yang unik untuk melepaskan pemberian kehidupan dari Tuhan karena mereka percaya bahwa kematian tubuh adalah merupakan suatu awal perjalanan menuju ke kehidupan yang lebih baik. Lebih jauh lagi, pemimpin gereja Katolik dan Protestan mengakui bahwa apabila tindakan mengakhiri kehidupan ini dilegalisasi maka berarti suatu pemaaf untuk perbuatan dosa, juga dimasa depan merupakan suatu racun bagi dunia perawatan kesehatan, memusnahkan harapan mereka atas pengobatan. Sejak awalnya, cara pandang yang dilakukan kaum kristiani dalam menanggapi masalah "bunuh diri" dan "pembunuhan berdasarkan belas kasihan (mercy killing) adalah dari sudut "kekudusan kehidupan" sebagai suatu pemberian Tuhan. Mengakhiri hidup dengan alasan apapun juga adalah bertentangan dengan maksud dan tujuan pemberian tersebut.

BAB III PENUTUP

1.1 Kesimpulan Dari beberapa paparan di atas, dapat disimpulkan beberapa hal berikut: a. Eutanasia berasal dari bahasa Yunani eu yang artinya baik dan thanatos yang berarti kematian, sehingga istilah eutanasia secara singkat dapat diartikan sebagai kematian yang baik. b. Terdapat dua prinsip utama dalam standar prosedur euthanasia, yaitu secara fisik (misalnya dengan pemutusan leher, perusakan otak, atau penembakan kepala) dan secara kimiawi (dengan teknik inhalasi gas beracun atau suntik subtansi kimia mamatikan) c. Eutanasia memiliki berbagai klasifikasi berdasarkan beberapa katagori tertentu. d. Pada beberapa Negara euthanasia telah dilegalkan sebagai salah satu tindakan medis, di beberapa Negara yang lain, euthanasia masih digolongkan sebagai tindakan criminal, termasuk di Indonesia. e. Pada umumnya agama menolak dilakukannya euthanasia, karena dianggap mendahului kehenda Tuhan, sebab, hidup dan mati ada di tangan Tuhan.

1.2 Saran Eutanasia merupakan suatu tindakan yang kontrofersial, disatu sisi, ada niatan baik baik untuk membantu menghentikan penderitaan pasien, disisi lain, bagaimanapun eutanasia merupakan suatu praktik menghilangkan nyawa orang lain atau hewan. Saran kami, pembaca lebih banyak lagi mengkaji terkait dengan isu euthanasia ini, sehingga dapat memandang eutanasia secara holistic dan menanggapi fenomena euthanasia ini secara bijaksana.

22

23

DAFTAR PUSTAKA

Al-Jawi, M.S. Euthanasia Menurut Hukum Islam. http://www.khilafah1924.org, diakses 28 Oktober 2010)

(Online),

(

Euthanasia. (Online). (http://kamusbahasaindonesia.org/eutanasia, diakses 24 Oktober 2010) Euthanasia. (Online). (http://id.wikipedia.org/wiki/Eutanasia diakses 24 Oktober 2010) Franson, J.C. 2004. Chapter 5 Euthanasia.(Online), (http://www.nwhc.usgs.gov. diakses 29 Oktober 2010). Nugroho,F. 2008. Euthanasia Dalam Tinjauan Hukum Pidana Islam. Skripsi Tidak Diterbitkan. Solo: Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta.Rietveld, R. 2003. Methods of Euthanasia: On Farm Euthanasia of Cattle and

Calves. Animal Care Specialist/OMAF. (Online), (http://www.gov.on.ca, diakses 29 Oktober 2010)

Setiatin, E.T. 2004. Euthanasia: Tinjauan Etik pada Hewan. Makalah tidak diterbitkan. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana IPB.