41
MAKALAH CASE 4 MANAGEMENT BENCANA Disusun oleh : TUTORIAL C-3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA 2012 1

makalah evakuasi korban

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: makalah evakuasi korban

MAKALAH

CASE 4

MANAGEMENT BENCANA

Disusun oleh :

TUTORIAL C-3

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAKARTA 2012

1

Page 2: makalah evakuasi korban

Kelompok Tutorial C3

1. Andi Azwadi Raiz 081.0211.077

2. Akbar Septian 081.0211.024

3. Tiffano Taufan Firdaus 081.0211.146

4. Putra Sang Fajar 081.0211.093

5. Ashri Mirawati 207.311.139

6. Dika Amanda 081.0211.044

7. Fajar Ayu 081.0211.092

8. Hagarina Harahap 081.0211.061

9. Efrini Kumala N 081.0211.054

10. Monica Ayudhia 201. 311.119

11. Revita Anisa 081.0211.116

Kata Pengantar

2

Page 3: makalah evakuasi korban

Puji syukur atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas berkat rahmat dan hidayatnya

sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah case keempat ” Management Bencana”.

Semoga dengan adanya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya mahasiswa

FK UPN “Veteran” Jakarta.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis

dalam menyelesaikan makalah ini. Walaupun demikian, penulis menyadari bahwa makalah

ini tidak luput dari kesalahan teknik maupun tulisan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan

kritik dan saran kepada semua pihak.

Jakarta, Januaro 2012

Penyusun

Daftar Isi3

Page 4: makalah evakuasi korban

Kasus Management Bencana...................................................................................................................5

Undang – Undang penanggulangan Bencana..........................................................................................7

Bencana..................................................................................................................................................10

Penanganan Bencana..............................................................................................................................12

Gunung Berapi.......................................................................................................................................14

Evakuasi Korban Bencana.....................................................................................................................17

Koordinasi Tanggap Bencana................................................................................................................24

Penyakit Pasca Bencana.........................................................................................................................28

Penanggulangan Pasca Bencana............................................................................................................30

4

Page 5: makalah evakuasi korban

KASUS MANAGEMENT BENCANAPAGE 1

Anda adalah dokter lulusan FK UPN yang diterima sebagai PNS dan ditugaskan sebagai kepala puskesmas Srubung di kec. Srubung, kab. Magelang.

Kecamatan Srubung adalah daerah lereng Barat G. Merapi yang merupakan salah satu gunung berapi terktif di dunia. Ibu kota kecamatan adalah Srubung yang berjarak sekitar 20 Km dari puncak merapi.

Data wilayah adalh sebagai berikut :

Jumlah dusun/ kelurahan 17 Jumlah penduduk 5322 jiwa, beberapa diantaranya ada yang tinggal di desa-desa yang

berjarak 5-10km dari puncak Merapi.

Puskesmas anda berada dalam di dekat lapangan lapangan sepak bola dengan jumlah personel:

Dr umum 2 orang termasuk anda, dr gigi 1 orang Perawat 15 orang Tenaga administrasi 4 orang Laborat 1 orang

Pada tanggal 2 Des 20xx anda di undang ke Mungkid ibukota kabupaten Magelang untuk rapat dengan bupati bersama kepala dinas kesehatan kabupaten.

Dalam brefieng bupati anda mendapat tugas unutuk melakukan mitigasi khusunya di bidang kesehata meskipun G.Merapi masih dinyatakan normal aktif.

Segera setelah anda kembali ke Srubung anda melaksanakan kegiatan yang terkait dengan persiapang menghadapi bencana gunung meletus.

Dalam perjalanan waktu kondisi gunung merapi dipantau makin ada peningkatan aktifitas.

Pada tanggal 5 Maret 20xx jam 8.45 WIB, Dinas Volkanologi Mitigasi Bencana Geologi, Kem. ESDM mengkonfirmasikan kepada ketua BNPB Magelang, Sleman dan sekitarnya bahwa aktifitas gunung merapi meningkat , beberapi kali gempa vulkanik disertai getaran tremor yang tercatat pada seismograf pos pengamatan G. Merapi Ngepost Srubung .

Ketua BNPB mengumumkan status siaga.

PAGE 2

Pada tangggal 5 Maret 20xx jam 11.15 terdengar dentuman keras dari puncak gunung merapi disertai dengan adanya gumpalan awan panas yang mengalir ke arah Barat.

Segera diumumkan perubahan status ancaman bahaya Merapi dan diperintahkan penduduk dengan raadius 10 KM dari puncak merapi untuk mengungsi.

Selalu kepala puskesmas Srubung, anda segera memberlakuakan puskesmas sesuai dengan SOP penanggan bencana.

5

Page 6: makalah evakuasi korban

Pukul 18.00 datang tim evakuasi dengan truk yang membawa 8 korban letusan. Anda beserat tim segera melakukan triage. Ternyata semua mengalami luka bakar dengan berbagai derajat dan dari primary survey satu diatara korban selain luka bakar juga mengalamipatah tulang terbuka di paha kanan. 4 orang ternyata hanya menderita luka bakar ringan di lengan bawah dan setelah diobati dapat di tampung di tempat pengungsian. 3 orang perlu dirawat di puskesmas karena perlu mendapat pergantian cairan. Sedangakan yang mengalami patah tulang setelah dilakukan resusitasi dan kondisi stabil segera di evakuasi ke rumah sakit umum magelang.

Tempat pengungsian yang sudah disiapkan dilapangan dekat puskesmas sudah dipenuhi pengungsi dengan julah 14 orang laki-laki, 40 wanita, 66 anak-anak, dan 12 balita. Sesuai SOP maka tim bantuan kesehatan yang dipimpin dokter anak buah anda segera melakukan cek kesehatan kepada pengungsi.

PAGE 3

Pada keesokan hariny pasca erupi Merapi telah tiba tim dari PMI sebanyak 20 orang yang termasuk dr. Bedah, dr. Anastesi dan beberapa perawat yan siap membantu. Dengan koordinasi yang baik para korban dapat dilakukan pertolongan darurat.

Pada hari ke-4 terjadi keributan di tempat pengungsi oleh karena ada satu kepala keluarga Bpk. Rahino yang mengamuk. Dari alloanamnesa diperoleh keterangan jika dari awal di tempat pengungsian sudah terlihat murung karena istrinya mengalami luka bakar yang berat dan dirawat di RSU Magelang dan anak 3 orang. Anak bungsunya yang beumur 3 tahun selalu menanyakan ibunya, rumanya rusak berat dan 3 ekor sapi mati karena terkena awan panas. Selain itu ada 5 orang yang pengungsi yang menderit abatuk-batuk dan gatal-gatal.

Setelah terjadi 2 erupsi lagi ternyata G. Merapi mulai terlihat menurun aktifitasnya dan 3 minggu pasca letusan, dinas vulkanologi mitigasi bencana geologi memberi informasi bahwa status bencana dapat diturunkan. Masa tangggap darurat telah selesai dan memasuki tahap berikutnya unutk dilakukan evaluasi ttg akibat letusan gunung merapi unutk selanjutnya dilakukan tahap pasca bencana.

6

Page 7: makalah evakuasi korban

UNDANG-UNDANG PENANGGULANGAN BENCANA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIAdan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIAMEMUTUSKAN:

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PENANGGULANGAN BENCANABAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:

1. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

2. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.

3. Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.

4. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.

5. Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.

6. Kegiatan pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana.

7. Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.

7

Page 8: makalah evakuasi korban

8. Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang.9. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.

10. Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana.

11. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana.

12. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana.

13. Ancaman bencana adalah suatu kejadian atau peristiwa yang bisa menimbulkan bencana.

14. Rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu.

15. Pemulihan adalah serangkaian kegiatan untuk mengembalikan kondisi masyarakat dan lingkungan hidup yang terkena bencana dengan memfungsikan kembali kelembagaan, prasarana, dan sarana dengan melakukan upaya rehabilitasi.

16. Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan risiko bencana, baik melalui pengurangan ancaman bencana maupun kerentanan pihak yang terancam bencana.

17. Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat.

18. Bantuan darurat bencana adalah upaya memberikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan dasar pada saat keadaan darurat.

8

Page 9: makalah evakuasi korban

19. Status keadaan darurat bencana adalah suatu keadaan yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk jangka waktu tertentu atas dasar rekomendasi Badan yang diberi tugas untuk menanggulangi bencana.

20. Pengungsi adalah orang atau kelompok orang yang terpaksa atau dipaksa keluar dari tempat tinggalnya untuk jangka waktu yang belum pasti sebagai akibat dampak buruk bencana.

21. Setiap orang adalah orang perseorangan, kelompok orang, dan/atau badan hukum.

22. Korban bencana adalah orang atau sekelompok orang yang menderita atau meninggal dunia akibat bencana.

23. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

24. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati/walikota, atau perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

25. Lembaga usaha adalah setiap badan hukum yang dapat berbentuk badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, koperasi, atau swasta yang didirikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang menjalankan jenis usaha tetap dan terus menerus yang bekerja dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

26. Lembaga internasional adalah organisasi yang berada dalam lingkup struktur organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa atau yang menjalankan tugas mewakili Perserikatan Bangsa-Bangsa atau organisasi internasional lainnya dan lembaga asing nonpemerintah dari negara lain di luar Perserikatan Bangsa-Bangsa.

9

Page 10: makalah evakuasi korban

BENCANA

DEFINISI

Kejadian / peristiwa bencana yang diakibatkan oleh alam atau ulah manusia, baik yang terjadi secara

tiba-tiba atau perlahan-lahan,dapat menyebabkan hilangnya jiwa manusia, trauma fisik dan psikis,

kerusakan harta benda dan lingkungan, yang mampu melampaui kemampuan sumberdaya masy.untuk

mengatasinya.

1.    Definisi Oprasional

a.    Gawat Darurat :

Keadaan dimana diperlukan pertolongan segeracepat,cermat,tepat) untuk mencegah kematian atau

kecacatan

b.    Tanggap Darurat :

 Upaya penangulangan dampak yang timbul akibat bencana, terutama penyelamatan korban dan harta

benda, evakuasi dan pengungsian.

c.     Pencegahan ( prevention) :

Upaya pencegahan terjadinya bencana dan jika mungkin meniadakan bencana.

d.    Mitigasi  ( Mitigation ) :

Upaya untuk mengurangi dampak bencana, baik fisik struktural melalui pembuatan bangunan fisik

maupun non fisik struktural melalui undang-undang & pelatihan

e.    Kesiapsiagaan ( Preparedness ) :

Upaya mengantisipasi bencana, melalui pengorganisasian langkah – langkah tepat guna dan berdaya

guna.

2.    Kesiapsiagaan = preparedness kegiatan pra bencana prevention mitigasi

3.    Kegiatan saat bencana

a)    Menginformasikan kejadian bencana misal pada forum desa dan petugas kesehatan..

b)    Memberitahukan pada warga (kentongan dll)

c)    Membantu melakukan  PPGD bersama petugas kesehatan.

d)    Memberi bantuan perlengkapan pengungsian / logistik. (Dapur Umum, Tenda, Posko, dll)

e)    Membantu petugas dalam pencatatan dan  (data korban, data logistik)

f)     Membantu petugas kesehatan memberikan pertolongan awal

g)    Mengaktifkan sistem pertolongan

h)   Melakan evakuasi dan transfortasi dengan benar

i)     Mengaktifkan sistem peringatan

4.    Kegiatan paska bencana

10

Page 11: makalah evakuasi korban

a)    Pengamatan terhadap dampak bencana (Misalnya sumur yg rusak, pipa air putus atau jamban

hancur)

b)    Membantu memulihkan kondisi emosi warga (menghibur, menenangkan warga dg cara berdoa/

berzikir bersama atau mendampingi korban)

5.    Apa saja yang dicatat dan dilaporkan

a)    Nama korban

b)    Umur dan jenis kelamin  

c)    Tempat dan waktu kejadian

d)    Penolong

e)    Tindakan yang dilakukan

f)     Tempat rujukan selanjutnya

11

Page 12: makalah evakuasi korban

PENANGANAN BENCANAPenyelenggaraan penanganan bencana sendiri terbagi menjadi tiga. Ketiganya dibedakana karena membutuhkan penangana yang berbeda. Keeadaan tersebut antara lain :

1.Prabencana

Penanggulangan bencana prabencana meliputi situasi tidak terjadi bencana dan situasi terdapat potensi bencana. Dalam hal tidak terjadi bencana pemerintah dapat melakukan perencanaan penanggulangan bencana. Pemerintah secara geografis dapat menentukan wilayah rawan bencana. Pemetaan terhadap wilayah yang rawan dan berpotensi menimbulkan bencana ditujukan apabila terjadi bencana pemerintah dapat mengambil tindakan sesuai prediksi. Kegiatan pencegahan juga dapat dilakukan dengan mempersiapkan sarana atau teknologi tepat guna yang dapat meminimalkan atau mencegah bencana. Pemerintah juga dapat melakukan pendidikan seperti simulasi keadaan tsunami dahulu di Aceh pasca bencana.

Penanggulangan bencana dalam hal terdapat potensi bencana meliputi :

a.KesiapsiagaanDilakukan dengan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian dan melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Upaya siap siaga dengan mempersiapkan sarana dan prasarana untuk menghadapi bencana. Uji coba dan simulasi keadaan bencana harus dilakukan agar memberikan pengetahuan bagi warga mengenai proses evakuasi serta tempat evakuasi. Alat teknologi canggih yang dapat mendeteksi adanya bencana harus disiapkan. Contohnya mercusuar yang dapat mendeteksi gelombang dan getaran pada permukaan bumi di bawah laut.

b.peringatan diniUpaya pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarkat tentang potensi dan kemungkinan terjadinya bencana pada suatu lokasi oleh badan yang berwenang. Upaya peringatan dini diawali dengan kegiatan pemantauan bencana sevara intensif oleh petugas atau badan yang telah ditunjuk pemerintah. Nantinya hasil pengamatan tersebut akan dianalisis oleh para ahli dan diputuskan mengenai penetapan status bencana. Nantinya informasi tersebut akan disebarluaskan kepada khalayak ramai dan dijadikan dasar dalam pengambilan tindakan oleh masyarakat.

c.mitigasi bencanaMerupakan upaya mengurangi resiko bencana dengan melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi bencana. Kegiatan mitigasi dilakukan dengan pelaksanaan tata ruang serta pembangunan infrastruktur. Kegiatan pendidikan, penyuluhan, serta pelatihan juga merupakan bagian dari upaya mitigasi.

2.Tanggap darurat

Keadan tanggap darurat merupakan keadaan dimana bencana benar-benar terjadi pada saat itu. Ketika bencana terjadi segera dilakukan analisa untuk mengidentifikasi cakupan lokasi bencana, jumlah korban, kerusakan bangunan, gangguan terhadap pelayanan umum dan pemerintahan, serta kemampuan sumberdaya alam maupun sumber daya buatan.

Hal yang paling penting ketika terjadi bencana dalah proses evakuasi atau penanganan bencana. Pada bencana alam kegiatan evakuasi harus dilakukan agar menghindarkan jumlah korban jiwa yang banyak. Pada bencana nonalam kesigapan badan khusus yang telah dibentuk harus dioptimalkan.

12

Page 13: makalah evakuasi korban

3.Pasca bencana

Pasca bencana menjadi penting karena ini merupakan titik tolak setelah terjadi bencana. Fungsi pemerintah pada dasarnya untuk mengembalikan pada keadaan semula dan melakukan normalisasi fungsi pemerintahan. Acap kali setelah terjadi bencana muncul berbagai kerugian baik harta maupun jiwa. Korban bencana pun sering mengalami trauma yang berkepanjangn akibat terjadinya suatu bencana. Kegiatan penanganan pasca bencana meliputi rehabilitasi dan rekonstruksi.

a.RehabilitasiKegiatan perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pasca bencana.

b.rekonstruksiPembangunan kembali semua sarana dan prasarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkatan pemerintah maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial, budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan di wilayah pasca bencana.

13

Page 14: makalah evakuasi korban

GUNUNG BERAPIKENALI GEJALA DAN CARA PENYELAMATAN BAHAYA LETUSAN GUNUNG BERAPI

Mitigasi bencana gunung berapi

Upaya memperkecil jumlah korban jiwa dan kerugian harta benda akibat letusan gunung berapi, tindakan yang perlu dilakukan :

1.    PemantuanAktivitas gunung api dipantau selama 24 jam menggunakan alat pencatat gempa (seismograf). Data harian hasil pemantuan dilaporkan ke kantor Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi di Bandung dengan menggunakan  radio komunikasi SSB.Petugas pos pengamatan Gunung Berapi menyampaikan laporan bulanan ke pemda setempat.

2.    Tanggap DaruratTindakan yang dilakukan oleh DVMG ketika terjadi peningkatan aktivitas gunung berapi.Tindakan tersebut antara lain :-    Mengevaluasi laporan dan data-    Membentuk Tim Tanggap Darurat-    Mengirimkan Tim ke lokasi-    Melakukan pemeriksaan secara terpadu

3.    PemetaanPeta kawasan rawan bencana gunung berapi dapat menjelaskan jenis dan sifat bahaya gunung berapi, daerah rawan bencana, arah penyelamatan diri, lokasi pengungsian, dan pos penggulangan bencana

4.    Penyelidikan Penyelidikan gunung berapi menggunakan metoda Geologi, Geofisika, dan Geokimia.Hasil penyelidikan ditampilkan dalam bentuk buku, peta dan dokumen lainnya

5.    SosialisasiPetugas melakukan sosialisasi kepada pemerintah Daerah serta masyarakat terutama yang tinggal di sekitar gunung berapi.Bentuk sosialisasi dapat berupa pengiriman informasi kepada Pemda dan penyuluhan langsung kepada masyarakat.

Bahaya Gunung Berapi

1.    Aliran Lava    Lava adalah magma yang meleler ke permukaan bumi melalui lubang kepundan atau  rekahan, suhunya > 1000° C, dapat merusak segala bentuk infrastruktur.

2.    Aliran PIROKLASTIK / Awan PANASAliran piroklastik/awan panas adalah aliran material vulkanik panas yang terdiri atas batuan berat(padat), ringan (berongga) lava massif dan butiran klastik yang pergerakannya dipengaruhi 

14

Page 15: makalah evakuasi korban

gravitasi dan cenderung mengalir melalui lembah dengan kecepatan 10-100 m/detik pada suhu antara 100-1000°C

3.    Jatuhan PIROKLASTIKAdalah material yang disemburkan ke udara oleh suatu letusan gunung berapi kemudian jatuh kembali ke permukaan bumi, material ringan seperti  abu dapat tertiup angin sampai jauh puluhan bahkann ribuan kilometer.-    Menimbulkan hujan abu-    Membahayakan penerbangan -    Membahayakan saluran pernafasan-    Dapat merobohkan bangunan

4.    Gas beracunAdalah gas vulkanik yang dapat mematikan seketika apabila terhirup ke dalam tubuh dalam konsentrasi di atas ambang batas.Gas tersebut antara lain :CO2, SO2, Rn, H2S, HCI, HF, H2SO4Gas tersebut pada umumnya tidak berwarna dan tidak berbau

5.    Longsor GUNUNG BERAPI-    longsoran pada tubuh gunung berapi yang terjadi bukan/akibat gunung berapi-    akibat lemahnya ikatan bebatuan pada tubuh gunung berapi-    akibat dorongan energi letusan yang menyamping

6.    Lahar LETUSANLahar letusan terjadi pada gunung berapi yang mempunyai danau kawah, terjadi bersamaansaat letusan, air bercampur material lepas gunung berapi mengalir dalam bentuk banjir lahar

7.    lahar HUJANLahar hujan terjadi akibat endapan material yang diletuskan diangkut oleh hujan menyebkan banjir, lumpur, panas, atau dingin

Persiapan dalam Menghadapi letusan Gunung Berapi-    mengenali daerah setempat dalam menentukan tempat yang aman untuk mengungsi -    membuat perencanaan penanganan bencana-    mempersiapkan pengungsian jika diperlukan -    Mempersiapkan kebutuhan dasar

Jika terjadi letusan gunung berapi-    Hindari daerah rawan bencana seperti lereng gunung, lembah dan daerah aliran lahar.-    ditempat terbuka, lindungi diri dari abu letusan dan awan panas-    persiapkan diri untuk kemungkinan bencana susulan-    kenakan pakaian yang bisa melindungi tubuh seperti : baju lengan panjang, celana panjang, topi dan lainnya-    jangan memakai lensa kontak-    pakai masker atau kain untuk menutupi mulut dan hidung-    saat turunnya awan panas usahakan untuk menutup wajah dengan kedua belah tangan

setelah terjadinya letusan gunung berapi-    jauhi wilayah yang terkena hujan abu -    bersihkan atap dari timbunan abu. Karena beratnya, bisa merusak atau meruntuhkan atap bangunan-    Hindari mengendarai mobil di daerah yang terkena hujan abu sebab bisa merusak mesin motor, rem, persneling hingga pengapian

15

Page 16: makalah evakuasi korban

Persiapan penanganan bencana oleh masyarakat bisa !..

1    Mengurangi kemungkinan Untuk mengurangi kemungkinan bencana di suatu wilayah, tindakan pencegahan bencana perlu dilakukan oleh pemerintah dan masyarakatnya.

2    Mengurangi KorbanPada saat bencana terjadi, korban yang timbul umumnya disebabkan oleh kurangnya persiapan. Persiapan yang baik akan bisa membantu masyarakat untuk melakukan tindakan yang tepat guna dan tepat waktu.

3    Mengurangi resikoBencana bisa menyebabkan kerusakan dan / atau korban jiwa. Dengan mengetahui cara pencegahannya masyarakat bisa mengurangi resiko ini.

4    Menjalin kerjasamaPenanggulangan bencana hendaknya menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Kerjasama itu sangat penting untuk memperlancar proses penanggulangan bencana.

16

Page 17: makalah evakuasi korban

EVAKUASI KORBAN BENCANA

Pendahuluan

Bencana maupun kecelakaan dapat mengenai siapa saja, dimana saja, dan kapan saja.

Terkadang musibah ini dapat menimpa seseorang di tempat yang tidak diperkirakan dimana

keadaannya sama sekali tidak memungkinkan untuk pemberian pertolongan sehingga pemindahan

korban ke tempat yang lebih kondusif sangat diperlukan. Sebagai contoh korban tabrakan yang masih

berada di dalam mobilnya, korban yang terjatuh ke jurang, atau korban dalam keadaan perang.

Pengertian

Pemindahan korban dari tempat kejadian ke tempat yang lebih aman untuk mendapat

penanganan lebih lanjut dimana sebelumnya pertolongan pertama telah dilakukan

Prinsip dasar evakuasi

Dalam melakukan proses evakuasi terdapat beberapa prinsip yang harus diperhatikan agar

proses ini dapat berjalan dengan lancar dan tidak menimbulkan masalah yang lebih jauh lagi. Prinsip

– prinsip itu antara lain :

Lokasi kejadian :

Tempat kejadian tidak memungkinkan untuk melakukan tindakan lebih lanjut sehingga

tindakan evakuasi diperlukan agar korban dapat diselamatkan dan tidak mengalami cidera

yang lebih jauh lagi.

Kondisi Korban

Dalam melakukan evakuasi, evaluasi terhadap kondisi korban yang ditemukan harus

diperhatikan agar proses evakuasi dapat berjalan dengan lancar. Kondisi yang perlu untuk

diperhatikan antara lain :

o Kondisi korban dapat bertambah parah ataupun dapat menyebabkan kematian

o Kontrol ABC

o Tidak terdapat trauma tulang belakang ataupun cedera leher

17

Page 18: makalah evakuasi korban

o Jika terdapat patah tulang pada daerah yang lain maka hendaknya dilakukan

immobilisasi pada daerah tadi

o Angkat Tubuh korban bukan tangan/kaki (alat gerak)

o Jangan menambah parah kondisi korban

Peralatan

Seyogyanya dalam melakukan suatu proses evakuasi penggunaan peralatan yang memadai

perlu diperhatikan. Hal ini penting karena dengan adanya peralat yang memadai ini proses

evakuasi dapat lebih dipermudah dan cidera lebih lanjut yang mungkin terjadi pada korban

dapat lebih diperkecil kemungkinanannya. Penggunaan peralatan ini juga harus disesuaikan

dengan kondisi medan tempat korban ditemukan.

Pengetahuan dan Keterampilan perorangan

Pengetahuan yang dimiliki dan kemampuan dari orang yang akan melakukan proses evakuasi

juga menjadi faktor penting karena dengan pengetahuan dan keterampilan ini semua masalah

yang dapat timbul selama proses evakuasi dapat ditekan. Sebagai contoh, dengan

keterampilan yang ada seseorang dapat melakukan evakuasi dengan alat seadanya. Dalam

melakukan evakuasi, keselamatan penolong haruslah diutamakan.

Tahap – Tahap Evakuasi

Evakuasi adalah suatu proses dimana terdapat tahapan – tahapan di dalamnya. Tahapan itu antara

lain :

Aktualisasi

o Telah Melalui tahapan initial assesment

o Penanganan awal korban saat ditemukan

Mobilisasi

o Penggunaan teknik evakuasi yang sesuai

18

Page 19: makalah evakuasi korban

o Pemilihan jalur evakuasi

o Tempat tujuan evakusi

Teknik Evakuasi

Terdapat berbagai macam teknik dalam melakukan evakuasi dimana tekniknya disesuaikan dan

dikembangan menurut kondisi yang ada. Secara umum, teknik dalam melakukan evakuasi dibagi

sebagai berikut :

Dengan alat

Dalam mengangkut korban dengan menggunakan tandu, biasanya 1 regu penolong terdiri dari

enam sampai tujuh orang, dengan tugas masing-masing:

o Pimpinan/ Komandan Regu : memberi komando, mengatur pembagian kerja pada

saat mengangkat berhadapan dengan wakil dan anggotanya, tempat waktu

mengusung : kanan depan tandu

o Wakil pimpinan regu : membantu pimpinan dan mengobati pasien, waktu

mengangkat : bagian bawah kaki, tempat mengusung : kiri depan tandu.

o Anggota A : Mengobati dan membalut, waktu mengangkat : bagian badan dan

punggung, tempat waktu mengusung : kanan belakang tandu.

o Anggota B : Membantu anggota C mengatur tandu dan membalut, waktu mengangkat

: bagian kepala dan dada, tempat waktu mengusung : kiri belakang tandu.

o Anggota C : Mengatur tandu dan menyiapkan obat dan alat yang digunakan, waktu

mengangkat : mengumpulkan alat-alat P3K dan barang milik pasien, memantau

kondisi pasien selama proses evakuasi.

o Angggota D : Menjadi Pemandu atau pembuka jalur dan memeriksa situasi dan

kondisi jalur yang akan atau sedang dilewati, mencatat hal-hal penting.

19

Page 20: makalah evakuasi korban

Tanpa alat

o 1 orang penolong

Korban anak-anak

Cradle (membopong)

Penolong jongkok atau melutut disamping anak/korban .

Satu lengan ditempatkan di bawah paha korban dan

lengan lainnya melingkari punggung. Korban dipegang

dengan mantap dan didekapkan ke tubuh, penolong

berdiri dengan meluruskan lutut dan pinggul. Tangan

penolong harus kuat dalam melakukan teknik ini.

Pick a back

(menggendong)

Digunakan untuk korban sadar .Penolong pertama jongkok atau melutut

perintahkan anak/korban untuk meletakkan lengannya dengan longgar di atas

pundak penolong. Genggam masing-masing tungkai korban. Berdiri dengan

meluruskan lutut dan pinggul.

Korban Dewasa

Pick a back (menggendong)

Korban digendong dan berada dibelakang penolong dan igunakan untuk korban

sadar. Teknik ini sama seperti yang dilakukan pada anak.

Memapah (one rescuer assist)

Tindakan yang aman untuk korban yang adar dan

dapat dengan jalan memapahnya. Caranya dengan 20

Page 21: makalah evakuasi korban

berdiri disampingnya pada bagian yang sakit ( kecuali pada cederaekstremitas

atas) dengan melingkarkan tangan pada pinggang korban dan memegang

pakaiannya pada bagian pinggul dan lingkarkan tangan korban di leher penolong

dan memegangnya dengan tangan yang lain.

Menyeret (One Rescuer Drags)

Dapat digunakan untuk korban yang sadar maupun

tidak sadar, pada jalan yang licin (aman dari benda yang membahayakan) seperti

lantai rumah, semak padang rumput, dlla. Caranya dengan mengangkangi korban

dengan wajah menghadap ke wajah korban dan tautkan (ikatkan bila korban tidak

sadar) kedua pergelangan korban dan lingkarkan di leher. Merangkak secara

perlahan-lahan. Kontraindaksinya adalah patah atau cedera ekstemitas atas dan

pundak (scapula).

Fireman Lift

Merupakan tindakan yang aman bagi

korban baik dalam keadaan sadar ataupun tidak sadar tetapi tidak terjadi fraktur pada

ekstremitas atas atau vertebra. Biasanya digunakan pada korban dengan berat badan

ringan.

Lebih dari 1 orang penolong

Membopong

21

Page 22: makalah evakuasi korban

Teknik pengangkutan yang teraman dari semua teknik yang ada baik bagi korban

maupun penolong. Teknik ini tidak dapat digunakan untuk korban yang tidak dapat

membengkokkan tulang belakang (cedera cervical) dan cedera dinding dada. Caranya

: penolong jongkok/melutut di kedua sisi korban dengan pinggul menghadap korban.

Korban diangkat dalam posisi duduk dalam rangkain tangan penolong dan

instruksikan untuk meletakkan lengan-lengannya di atas pundak para penolong, para

penolong menggenggam tangan kuat-kuat di bawah paha korban sedangkan tangan

yang bebas digunakan untuk menopang tubuh korban dan diletakkan di punggung

korban.

Memapah

Korban berada ditengah-tengah penolong dan cocok untuk

korban sadar maupun tidak sadar dan tidak mengalami

cedera leher

Mengangkat

Cara paling aman untuk melakukan evakuasi pada korban yang tidak sadar dan

mengalami cidera multipel. Penolong lebih dari 2 orang dimana tiga/dua penolong

mengangkat badan dan salah seorang dari anggota tim memfiksasi kepala korban.

Pengangkatan ini dilakukan secara sistematis dan terkoordinir untuk menghindari

cidera yang lainnya.

22

Page 23: makalah evakuasi korban

Evakuasi tanpa menggunakan tandu dilakukan untuk memindahkan korban dalam

jarak dekat atau menghindarkan korban dari bahaya yang mengancam. Untuk evakuasi

dengan jarak jauh seringan apapun cedera korban usahakan untuk mengangkutnya dengan

menggunakan tandu.

o Korban lebih dari satu

o On Stage Triage

Dalam keadaan ini korban dikelompokkan berdasarkan berat/ringannya trauma yang

diderita

Penggolongan korban trauma didasarkan pada kondisi ABC (airway, breating,

circulation)

o Penggolongan korban dibagi kedalam :

Merah : pasien dengan kondisi airway terganggu

Kuning : pasien dengan kondisi sirkulasi darah dan pernapasan terganggu

Hijau : pasien yang mengalami luka ringan dan mampu untuk berjalan

Hitam : korban meninggal dunia

o Dalam keadaan darurat korban dengan kemungkinan hidup lebih tinggi harus

didahulukan

o Korban dengan luka lebih parah dan paling memungkinkan untuk ditolong terlebih

dahulu harus didahulukan

o Perhatikan adanya keadaan yang dapat memperparah keadaan korban

23

Page 24: makalah evakuasi korban

KOORDINASI TANGGAP BENCANAPerubahan Cara Pandang Masyarakat

Apakah ancaman kebencanaan di Indonesia merupakan masalah koordinasi institutional semata? Apakah perlu ada pendekatan sistemik yang mengacu pada (lagi-lagi) aturan dan kekuatan politik yang otoriter untuk mendisiplinkan, melindungi dan mengatur warga dan lingkungan kita yang terkena dampak bencana? Sewaktu melihat bencana Merapi, Mentawai, Wasior, saya merenung banyak. Tugas redaksi JI yang awalnya diusulkan untuk menulis tentang budaya bersepeda di Belanda menjadi terpinggirkan, larut dengan bayangan kesuraman akan bencana di lokasi nun jauh di negeri sendiri. Apakah aspek kebencanaan di Indonesia sedemikian sulitnya dikoordinasikan melalui jalur birokrasi sehingga selalu diperlukan bantuan asing melalui LSM asing/non asing dan lembaga negara de fakto?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut saling berpacu di batin saya ketika saya menonton berita tentang penanganan bencana di Indonesia yang disebut sebagai ‘Gagap Bencana’. Pendekatan birokratik memang disadari atau tidak masih sangat kental dalam proses bernegara dan bermasyarakat di Indonesia. Efek dari budaya memanggil pejabat saat pembukaan acara panen kampung, atau acara tujuh belasan masih juga terjadi di tengah masyarakat kita. Di orde baru, budaya ini dimafhumkan karena para pejabat memiliki kekuatan (power) yang sangat kuat dalam memutuskan kebijakan. Sedangkan di masa sekarang, setelah era reformasi, kedudukan ‘citizen power’ menuntut adanya perubahan atas kewenangan untuk pelaksanaan tugas-tugas yang menguasai hajat publik. Istilah layanan publik pun kini tidak monopoli pemerintah semata. Dulu, industri telekomunikasi dikuasai oleh pemerintah, baik melalui regulasi maupun secara kapital. Kini, setelah serangkaian privatisasi BUMN media dan pelonggaran regulasi penyiaran, bisa dikatakan pemberitaan yang ada sangat bersifat terbuka terhadap persepsi masyarakat walaupun belum tentu lebih objektif. Dalam teori Parkin & Sharma (1999) terdapat pandangan di mana kedudukan logika rasional yang dikuasai oleh teori rasional teknokrat akan bertentangan dengan kubu pandangan yang menuntut kontrol masyarakat seperti yang dijelaskan oleh Arnstein (1978) melalui ‘ladder of participation’. Lalu, bagaimana dengan penanganan bencana? Apakah negara kita perlu juga mewadahi perubahan institusi yang mengakomodasi persepsi pluralistik? Perlu diingat bahwa dalam skala yang lebih kecil (seperti tingkat masyarakat atau kabupaten) pendekatan ini akan sangat berdampak luas terhadap upaya-upaya tanggap darurat sementara. Namun, dalam tataran birokrasi, akan timbul kekacauan konsistensi pandangan bernegara karena hingga saat ini kita menganut demokrasi dengan perwakilan. Jika pandangan pluralistik ini diimplementasikan untuk mengkritik proses birokrasi pusat maupun regional

24

Page 25: makalah evakuasi korban

provinsi secara langsung (seperti yang terjadi melalui media), aspek keterwakilan di DPRD seolah dibungkam dan tidak diperlukan. Secara sarkastik kita pun menilai bahwa DPR dan DPRD adalah wakil rakyat yang bodoh, pandir, dan tidak berguna. Tokoh LSM yang berkecimpung di dunia politik yang saat ini berjuang mengaspirasikan pandangan rakyat pun gamang dengan posisi mereka. Lalu terjadilah aksi demonstratif, kunjungan ke lokasi bencana menjadi wacana politik dan upaya menegmbalikan legitimasi suara rakyat melalui DPR. Apakah hal ini membantu upaya penanganan bencana? Bagi saya pribadi akan lebih baik jika anggota DPR kembali ke ruang sidang begitu bencana diumumkan, dan bekerja untuk merubah APBN dan undang-undang sebagai upaya berempati pada penanganan bencana. Bagi anggota DPR/DPRD, prioritas mereka adalah mengamankan posisi agar mereka bisa bekerja dengan tenang.

Secara internal di lokasi, warga di Indonesia seolah memiliki pemikiran tersendiri tentang arti bencana. Upaya pemerintah sering ditanggapi sebagai sesuatu yang berlebihan. Contohnya adalah para pengungsi dari bencana letusan merapi. Walaupun terjepit kondisi darurat, mereka terlihat tenang-tenang saja ketika mereka harus mengungsi. Ternyata, untuk mereka, walaupun penuh bencana, lereng merapi merupakan lembah penghidupan. Sehingga seringkali dalam status waspada pun mereka tetap merumput, mencari penghasilan menambang pasir di sungai, dan bahkan bercocok tanam. Peringatan pemerintah tidak digubris. Tentunya dalam situasi saat ini sangat tidak adil menggugat pemerintah dalam model penanganan birokratiknya. Sebuah komentar pragmatis dari anggota dewan yang terhormat yang mengingatkan bahaya tinggal di pulau terpencil pun ditanggapi dengan hujatan. Sekali lagi, pihak pemegang kekuasaan baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif terbelenggu oleh anggapan dan tanggapan mengenai birokrasi yang dibuat di jaman orde yang tidak terlalu baru. Walaupun pernyataan tersebut mengganggu secara emosional, tentunya dalam jangka panjang ide tersebut dapat menjadi sebuah wacana dalam relokasi warga terpencil. Namun benarkah pemerintah tidak bisa melakukan pendekatan apa pun karena jurang komentar dan budaya terlalu tajam?

Upaya Pemerintah dalam Penanganan Aspek Kebencanaan

Perubahan sikap dalam menangani bencana tentunya tidak bisa merubah sifat institusi yang sangat rigid. Dulu, sewaktu saya masih CPNS, pertanyaan bagaimana merubah sifat institusi ditanggapi dengan hangat, dan diakhiri dengan jawaban mengambang. Ada sebuah sikap diam tidak tenang yang ditanggapi oleh para ‘abdi negara’ mengenai sifat birokrasi negara kita. Sebagian besar tidak menyetujui pendekatan birokratik untuk hal-hal yang bersikap tanggap darurat, dan sebagian generasi lama di pemerintahan bernostalgia tentang penanganan model ‘Suharto’ yang otoriter.

Upaya pemerintah untuk merubah cara tanggap darurat pun pernah beberapa kali disesuaikan. Yang paling revolusioner adalah saat Tsunami tahun 2004 di Aceh. Saat itu dalam kurun beberapa periode telah terjadi tahap penanganan bencana yang sangat terbuka dan berangsur-angsur surut menjadi penanganan model insitusional, setelah BRR bubar. Walaupun dianggap ideal, ternyata membuka keran penerimaan bantuan sangat rawan terhadap penyalahgunaan dana asing, rentan terhadap penambahan hutang negara, serta tidak mendidik masayarakat karena lemahnya kekuatan kontrol lapangan. Sebagai perbandingan kita bisa berkaca pada Hiroshima, di mana sebuah kota luluh lantak oleh bom atom. Saat itu, kekuatan teknokratik dan tradisi masih sangat kuat, dan disadari atau tidak, gejolak sosial di masayarakat Jepang sendiri masih mampu diredam (karena kesamaaan kultur dan kepatuhan terhadap doktrin Putra Matahari). Sehingga, upaya membangun kembali sebuah kota dan negara yang hancur dapat dilakukan dalam waktu yang relatif singkat tanpa bantuan asing. Berkaca dari pengalaman tersebut, sebagian dari kita bisa berargumen bahwa kasus tersebut tidak kontekstual

25

Page 26: makalah evakuasi korban

mengingat kondisi masyarakat Indonesia saat ini jauh berbeda dengan kondisi masyakarat Jepang di masa lalu. Bantahan terhadap argumen ini adalah bahwa sikap solid untuk percaya pada pemerintahan diperlukan di saat krisis masih sangat relevan dalam konteks Indonesia. Saat ini, kritik yang tidak berimbang melemahkan posisi pengambil keputusan, sehingga seringkali mereka teralienasi terhadap arus bantuan luar dan donor-donor asing. Masyarakat kita lebih nyaman menyumbang bencana melalui pintu-pintu LSM ketimbang BAZIS, dan kita melihat gerakan-gerakan sporadis yang memasang umbul-umbul LSM untuk menggalang dana masyarakat. Kemanakah dana itu mengalir? Bagaimanakah dana itu dipertanggungjawabkan? Tentunya masyarakat perlu mengkaji sikap apriori ini dan bersatu dengan pemerintah untuk mempertimbangkan bagaimana dan kemana dana mitigasi bencana seharusnya ditempatkan.

Disadari atau tidak, kita mengandalkan TNI, Kopassus dan korps militer karena kesigapan dan disiplin mereka menghadapi krisis dapat diandalkan saat bencana terjadi. Merekalah ujung tombak evakuasi di setiap situasi saat masa-masa awal krisis diidentifikasi. Lalu, gelombang kekuatan kedua adalah masyarakat yang terkena dampak bencana itu sendiri, dan dikuti oleh gelombang yang ketiga adalah bantuan dari masyarakat luar, LSM, serta pemerintah lokal. Maka, jika diperhatikan, kekuatan atau ‘power’ masih dipegang utamanya oleh pemerintah walaupun dalam masyarakat yang sangat terbuka. Hujatan terhadap lambannya peran pemerintah tentu perlu ditanggapi sebagai sebuah teguran halus untuk meningkatkan kinerja dan kapasitas institusi untuk berkoordinasi dalam keseluruhan upaya sistemik penanganan bencana. Dalam hal ini justru kekuatan institusi sangat diperlukan, dan keterbukaan terhadap media merupakan salah satu bentuk dari kekuatan insitusi tersebut. Saya pribadi berharap, kontrol atas media perlu dikembalikan agar tanggapan yang dikeluarkan dari pejabat institusi dapat mewakili pandangan umum institusi dan bukan sarana untuk menyerang kebijakan individu. Sangat disayangkan jika pemberitaan yang menjadi wadah keterbukaan masyarakat berujung negatif menjadi pemberangusan kekuatan koordinasi pemerintah.

Persiapan Infrastruktur Kebencanaan

Sebuah kasus mengenai penanganan bencana yang terintegrasi bisa dilihat di Belanda. Jika dibandingkan dengan Indonesia, seolah-olah negara ini aman dari bencana, walaupun tidak seluruhnya benar demikian. Di Belanda, lebih dari 25% daratan berada di bawah air laut dan sebagian besar tanahnya memiliki tekstur rawa dan tanah lunak. Namun demikian, bencana banjir seperti di Jakarta tidak pernah terjadi di Belanda. Kita bisa melihat bahwa teknologi dan seni hidrologi terbaik di dunia berkembang pesat di negara ini. Mereka menginvestasikan ilmu, waktu dan tenaga untuk menanggulangi bencana sebesar upaya mereka mensejahterakan rakyatnya. Seperti halnya di Jepang, dalam berhadapan dengan bencana, yang sangat diperhatikan pemerintahnya bukanlah melulu tentang upaya mitigasi dan rehabilitasi. Perbedaannya dengan Jepang hanyalah jenis bencana alam yang dihadapi, namun proses perencanaannya sangat serupa. Penekanan untuk penanganan aspek kebencanaan di Beladna adalah penyiapan infrastruktur yang sanggup bertahan (dalam skala tertentu) terhadap bencana, sehingga waktu evakuasi tiba masyarakatnya pun memiliki pilihan aman jika mereka harus tinggal di tempat atau pindah ke suatu tempat. Program itu pun berlanjut higga aspek penyiapan masyarakat, penyiapan tenaga ahli melalui pendidikan yang terjangkau, jejaring sosial untuk menjamin penghidupan sewaktu bencana, dan aspek sosial dalam pembebanan pajak bagi pembiayaan infrastruktur. Jika dibandingkan, APBN Indonesia hanya 1000 Triliun, di mana jumlah alokasi dana untuk infrastruktur tidak sampai 40%. Belanda sendiri mengeluarkan enam kali lipat APBN untuk infrastruktur jalan dalam kurun 1 tahun sedangkan luas negaranya hanya sebesar sebuah provinsi di Jawa. Bagaimana negara kita mampu menangani pendanaan pencegahan, persiapan, mitigasi, serta pemulihan paska bencana jika hanya mengandalkan APBN? Saat tulisan ini diturunkan,

26

Page 27: makalah evakuasi korban

mudah diprediksi akan dibutuhan dana yang sangat besar untuk upaya kompensasi kerugian dan upaya relokasi pengungsi baik di Merapi maupun di kepulauan Mentawai. BNPB yang diharapkan mampu menangani bantuan bencana saat ini hanya berkonsentrasi pada upaya internal dan dana APBN, dan seolah tidak mengindahkan dana masyarakat yang lalu-lalang di daerah. Jika dana kompensasi negara berupa jaminan sosial selama bencana dari sumber non APBN dapat dikoordinasi melalui badan ini ditambah sumber BAZIS serta non pajak dari dana sosial, tentunya akan sangat membantu keuangan negara.

Akhir kata, perenungan saya berujung pada kesimpulan, tidak seperti yang digembor-gemborkan di media, keadaan ‘gagap bencana’ di Indonesia bukan tentang serta-merta merubah sistem birokrasi. Dalam pemberitaan singkat (disebut ‘headline news’ atau ‘flash news’) seringkali kita terjebak oleh sebuah mainstream atau tren partisipasi masyarakat yang berkembang menjadi ideologi dunia saat ini. Kita perlu kembali berintrospeksi, bagaimana sistem perencanaan penanganan bencana sudah diintegrasikan dalam tiap level birokrasi tersebut dan masyarakat sendiri. Sikap preventif, penyiapan infrastruktur, jauh lebih memiliki dampak mengurangi kerugian materiil/jiwa ketimbang persiapan mitigasi semata. Tentunya, persiapan mitigasi juga memegang peran penting dalam penanganan bencana alam. Perlu disadari bahwa masyarakat membutuhkan jaminan sosial untuk penghidupan yang layak seperti sumpah pemerintah dalam preambule UUD ’45. Bedanya, jejaring sosial ini dapat diimplementasikan saat proses mitigasi berlangsung, sehingga warga gunung merapi tidak perlu mengkhawatirkan pernghidupan dirinya selama dan setelah bencana usai. Peraturan lokal pun diperlukan untuk mendorong masyarakat mematuhi imbauan pemerintah. Upaya insentif dan disinsentif sebagai inovasi pemerintah lokal juga diperlukan dalam mengatur sikap rakyat sebagai perwujudan demokrasi desentralisasi.

27

Page 28: makalah evakuasi korban

PENYAKIT PASCA BENCANA

Bencana alam yang terjadi selalu menyisakan kepedihan yang mendalam. Baik berupa gempa bumi,

tanah longsor, banjir, gunung meletus, ataupun tsunami. Banyak korban nyawa, fisik, dan harta akibat

bencana yang terjadi. Bencana menyebabkan korban yang selamat, kehilangan keluarga, sahabat,

harta, bahkan tempat tinggal. Bencana ini selanjutnya menyebabkan berbagai masalah kesehatan.

Menurut Ketua Umum PB IDI Fachmi Idris, secara umum, masalah kesehatan utama setelah bencana

adalah trauma fisik seperti luka dan patah tulang. Kemudian, selama dan sesudah masa itu korban

bencana yang selamat dan tinggal di pengungsian juga terancam penyakit jika upaya antisipasinya

tidak memadai. Berbagai penyakit yang muncul pascabencana alam antara lain malaria, ISPA, diare,

leptospirosis, kolera, dan infeksi kulit.

Pada umumnya masalah kesehatan pasca gempa dapat dibagi dalam 3 fase:

a)    Penyakit akut pasca bencana.

Yaitu penyakit yang berhubungan langsung dengan bencana yang terjadi. Misalnya, kasus gempa

bumi, penyakit yang berhubungan langsung dengan gempa adalah cedera akibat reruntuhan. Berbagai

penelitian menunjukkan bahwa cedera utama akibat gempa adalah cedera kepala dan patah tulang.

b)     Penyakit ikutan pada beberapa hari-minggu pasca bencana

1)    Malaria

Penyakit malaria dapat timbul misalnya saat masyarakat berada di pengungsian ( tenda-tenda

darurat ), nyamuk anopheles bisa menginfeksi korban-korban bencana.

2)    DBD

Misalnya banjir, air yang tergenang dapat menyebabkan bersarangnya nyamuk aides aigypti.

Kemudian menginfeksi korban-korban bencana.

3)    Diare dan penyakit kulit

28

Page 29: makalah evakuasi korban

Penyakit ini bisa menginfeksi korban bencana karena sanitasi yang jelek. Misalnya kuman-kuman

penyebab diare seperti ; Vibrio kolera, Salmonella dysentriae pada genangan banjir, diare akibat

kurangnya asupan air bersih karena saluran air bersih dan sanitari yang rusak.

Seseorang menderita diare bila frekuensi buang air besar telah melampaui kebiasaannya dengan

kotoran encer dan banyak cairan. Diare yang terus menerus mungkin merupakan gejala penyakit berat

seperti tipus, kolera dan kanker usus. Diare yang berat bisa menyebabkan dehidrasi dan bisa

membahayakan jiwa.

Gejala-gejalanya seperti frekuensi buang air besar melebihi normal, kotoran encer/cair, sakit/kejang

perut, demam dan muntah. Penyebabnya bisa dari Anxietas (rasa cemas), keracunan makanan, infeksi

virus dari usus, alergi terhadap makanan tertentu.

Penanggulangannya adalah dengan minum banyak cairan, hindari makanan padat atau yang tidak

berperasa selama 1-2 hari, minum cairan rehidrasi oral-oralit.

4)    ISPA ( Infeksi Saluran Pernapasan Atas )

ISPA terjadi karena masuknya kuman atau mirkoorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang

biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.

Istilah ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris acute respiratory infections (ARI). Istilah ISPA

meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernapasan dan akut, dengan pengertian sebagai berikut:

a.       Infeksi adalah masuknya kuman atau mirkoorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang

biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.

b.      Saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli. Secara anatomis mencakup

saluran pernapasan bagian atas, saluran pernpasan bagian bawah (termasuk jaringan saluran

pernapasan).

c.       Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari, Batas 14 hari diambil untuk

menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA

proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.

Selain ISPA sering juga ditemukan pnemonia yaitu proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-

paru (alveoli). Terjadinya pnemonia pada anak seringkali bersamaan dengan proses infeksi akut pada

bronkus (biasa disebut bronchopneumonia).

Gejala penyakit ini berupa napas cepat dan napas sesak, karena paru meradang secara mendadak.

Batas napas cepat adalah frekuensi pernapasan sebanyak 50 kali per menit atau lebih pada anak usia

dua bulan sampai kurang dari satu tahun, dan 40 kali permenit atau lebih pada anak usia satu tajun

sampai kurang dari lima tahun. Pada anak di bawah usia dua bulan, tidak dikenal diagnosis pnemonia.

Pencegahannya dengan pengadaan rumah dengan ventilasi yang memadai, perilaku hidup bersih dan

sehat, peningkatan gizi balita.

5)    Leptospirosis

Leptospirosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri leptospira berbentuk spiral dan

29

Page 30: makalah evakuasi korban

hidup di air tawar. Penyakit ini timbul karena terkontaminasinya air oleh air seni hewan yang

menderita leptospirosis. Biasanya penyakit ini terdapat pada korban banjir.

6)    Tipes

Penyakit tipes sebenarnya juga berkaitan erat dengan faktor daya tahan tubuh seseorang. Oleh sebab

itu, untuk mencegah terkena penyakit tipes, masyarakat harus menjaga kondisi tubuh dengan makan

makanan bergizi dan jangan sampai kelelahan.

c)    Masalah kesehatan mental akibat gempa.

Penyakit psikologis / Trauma berkepanjangan akibat reaksi stres akut saat bencana bisa menetap

menjadi kecemasan yang berlebihan. Akibat kehilangan rumah, kehilangan anggota keluarga atau bisa

juga trauma karena ketakutan yang mendalam

PENANGGULANGAN PASCA BENCANA

a. Tatakelola lingkungan pasca bencana

b. Ketersediaan fasilitas sanitasi

c. Suplay makanan dan air bersih

d. Pengiriman relawan-relawan ke lokasi bencana

30