26

Click here to load reader

MAKALAH FIQIH UNISNU

  • Upload
    -

  • View
    46

  • Download
    2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

fiqih

Citation preview

Page 1: MAKALAH FIQIH UNISNU

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Syariat Qurban merupakan warisan ibadah yang paling tua. Karena

berqurban mulai diperintahkan saat Nabi Adam AS tidak menemukan cara

yang adil dalam menikahkan anak-anaknya yang kembar. Meskipun sudah

diputuskan menikah secara silang. Sampai akhirnya Allah SWT mewahyukan

agar kedua anak Adam, Habil dan Qabil melaksanakan qurban untuk

membuktikan siapa yang diterima. Habil berqurban dengan ternaknya unta dan

Qabil berqurban dengan tanamannya gandum.

Habil dengan ikhlas mempersembahkan udhiyahnya dan karenanya

diterima. Sedangkan Qabil karena tidak tulus dalam menjalankan perintah

berudhiyah, tidak diterima, sehingga dengan nekad juga ia membunuh

saudaranya, inilah peristiwa pembunuhan pertama dalam sejarah umat

manusia.

Sebenarnya istilah yang baku bukan berqurban, tetapi menyembelih hewan

udhiyah. Sebab kata “Qurban” artinya mendekatkan diri kepada Allah. Padahal

yang disunnahkan adalah melakukan ibadah ritual melakukan ibadah ritual

yaitu menghilangkan nyawa hewan udhiyah, baik dengan cara dzabh

(menyembelih) atau nahr (menusuk leher unta dengan tombak), sebagai bentuk

ritual peribadatan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Peristiwa berudhiyah paling fenomenal Ibrahim AS. Ibrahim yang menanti

seorang putra sejak lama itu diperintahkan Allah swt untuk menyembelih putra

semata wayangnya, Ismail AS. Ujian berat menimpanya, antara melaksanakan

perintah Allah SWT atau membiarkan putranya hidup dengan tidak

melaksanakan perintah Allah SWT, putranya nanti akan melanjutkan

perjuangan bapaknya. Alasan ini kelihatan begitu rasional. Namun, Ibrahim

1

Page 2: MAKALAH FIQIH UNISNU

sudah teruji ketaatannya kepada Allah swt. sehingga tiada ragu ia akan

melaksanakan perintah Allah swt.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimanakah Dasar Hukum dan Ketentuan Berkurban?

2. Bagaimanakah Ketentuan-Ketentuan Binatang Kurban ?

3. Bagaimanakah Tata Cara dan Waktu Penyembelihan Hewan Kurban?

4. D.    Bagaimanakah Pembagian Daging Kurban Pada Masa Sekarang?

2

Page 3: MAKALAH FIQIH UNISNU

BAB II

PEMBAHASAN

A. Dasar Hukum dan Ketentuan Berkurban

1. Dasar Hukum berkurban

Kata qurban yang kita pahami, berasal dari bahasa Arab, artinya

pendekatan diri, sedangkan maksudnya adalah menyembelih binatang

ternak sebagai sarana pendekatan diri kepada Allah. Arti ini dikenal dalam

istilah Islam sebagai udhiyah. Udhiyah secara bahasa mengandung dua

pengertian, yaitu kambing yang disembelih waktu Dhuha dan seterusnya,

dan kambing yang disembelih di hari ‘Idul Adha. Adapun makna secara

istilah, yaitu binatang ternak yang disembelih di hari-hari Nahr dengan niat

mendekatkan diri (taqarruban) kepada Allah dengan syarat-syarat tertentu.

Udhiyah atau dalam bahasa kita disebut qurban dalam istilah fuqaha

(para ahli fiqih) adalah: “Binatang peliharaan yang disembelih pada hari-

hari penyembelihan disebabkan datangnya hari raya Idul Adha, untuk

mendekatkan diri kepada Allah”.  Sedangkan kata al-Udhiyah itu sendiri

diambil dari kata dhuha, yang artinya waktu dhuha. Dikatakan demikian

lantaran waktu shalat Idul Adha dan menyembelihnya Rasulullah SAW

adalah pada waktu dhuha. Demikianlah Rasulullah SAW menyembelih

binatang qurbannya pada waktu dhuha setelah shalat Idul Adha. Ini bukan

berarti selain waktu dhuha dilarang menyembelih, bahkan seandainya

menyembelih qurban dilakukan pada sore atau malam hari, selama dalam

waktu yang dibolehkan maka penyembelihan itu tetap sah, karena waktu

dhuha itu adalah waktu yang disunnahkan.1

Qurban adalah binatang yang disembelih guna ibadah kepada Allah

pada hari raya idul adha dan tiga hari berikutnya (hari tasyrik) 11 sampai

1 http://fdj-indrakurniawan.blogspot.com/2012/05/makalah-fiqih-udhiyah-qurban.html 26 Juli 2013 pukul 11.17 WIB

3

Page 4: MAKALAH FIQIH UNISNU

13 Dzulhijah. Hukum berqurban itu menurut beberapa ulama wajib dan

sebagian adalah sunnah muakkad. Firman Allah Al-Kautsar ayat 1-2

“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.

Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah.

Dari Abu Hurairah, telah berkata Rasulullah SAW :

مصالنا يقربن فال يضح ولم سعة له كان من

“Barang siapa yang mempunyai kemampuan lebih namun ia tidak berkurban maka janganlah ia menghampiri tempat sembahyang kami” (Riwayat Ahmad dari Ibnu Majah.)

Artinya :

“Dan telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syi'ar

Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, Maka sebutlah

olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam Keadaan berdiri

(dan telah terikat). kemudian apabila telah roboh (mati), Maka makanlah

sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada

padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta.

Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu,

Mudah-mudahan kamu bersyukur. (QS. Al Hajj : 36)

Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum menyembelih

hewan kurban:

a. Malik dan Syafi’I, berpendapat bahwa hukum menyembelih hewan

kurban adalah sunah muakad. Akan tetapi, Malik memberikan

4

Page 5: MAKALAH FIQIH UNISNU

keringanan kepada orang yang mengerjakan haji sewaktu di Mina

untuk tidak menyembelih hewan kurban. Syafi’I tidak

membedakan antara orang yang sedang beribadah haji dengan yang

lain.

b. Abu Hanifah berpendapat bahwa menyembelih hewan kurban

diwajibkan kepada orang-orang kaya yang menetap di kota-kota,

dan tidak diwajibkan kepada orang-orang yang sedang safar

(bepergian jauh).

c. Pendapat Abu Hanifah di atas ditentang oleh dua orang

pengikutnya, yaitu Abu Yusuf dan Muhammad. Mereka

mengatakan bahwa menyembelih hewan kurban itu tidak wajib.2

Sebagaimana dikatakan di atas, pada dasarnya hukum qurban

adalah sunat bagi setiap Muslim yang telah memenuhi syarat. Akan tetapi,

hukum Qurban menjadi wajib dikarenakan beberapa alasan:

1) Bagi seseorang yang bernadzar.

Sebagaimana sabda Rosulullah SAW :

�ِط�ع�ه� �ُي ف�ْل �الْله ��ِط�ُيـَع ي ان� ��َذ�َر ن م�ن

“Siapa yang bernadzar untuk pekerjaan taat kepada Allah, Hendaklah

ia melakukannya”

Bahkan sampai orang yang bernadzar itu meninggal dunia,

sesungguhnya boleh diwakilkan oleh orang lain yang ia berikan mandate

untuk itu, ketika ia masih hidup

2) Kedua karena ucapan

Apabila seseorang berkata “Ini milik Allah atau ini Binatang

qurban” atau yang semakna dengan itu, maka hukum qurban

2 Ibnu Rusdi, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, Bandung: Trigenda Karya, 1996 . hlm.777

5

Page 6: MAKALAH FIQIH UNISNU

baginya menjadi wajib. Menurut imam Malik, jika waktu membeli

diniatkan untuk diqurbankan maka menjadi wajib.

2. Ketentuan berqurban

Syarat-syarat sah qurban yaitu:

Terkait dengan hewan qurban

a. Termasuk dari an'am (unta, sapi, dan kambing) baik jantan atau

betina

b. Cukup umur

c. Bebas dari cacat yang jelas (buta sebelah, sakit, kurus kering,

pincang, dan cacat yang setara atau lebih parah)

d. Milik pequrban

e. Tidak terikat dengan hak orang lain, misalnya menjadi agunan

Terkait dengan pequrban

a. Niat

b. Khusus untuk qurban bersama misalnya satu sapi atau unta untuk

tujuhorang harus satu niat untuk qurban. Tidak sah bila salah

seorang di antaranya berniat untuk dapat daging semata

B. Ketentuan-Ketentuan Binatang Kurban

1. Kriteri Hewan Kurban

a. Memilih Jenis Hewan Kurban

Para ulama sepakat memperbolehkan qurban dengan seluruh

binatang ternak. Mereka hanya berbeda pendapat mengenai hewan ternak

yang paling utama.Maliki berpendapat bahwa hewan yang paling utama

untuk berqurban adalah kibasy (jenis domba), kemudian sapi jantan, dan

yang terakhir adalah unta. Menurutnya, ini merupakan urutan kebalikan

untuk hewan hadya yang sebagaimana yang sudah dibicarakan pada bab

Haji. Akan tetapi, diriwyatakan pula darinya dengan urutan yaitu unta,

lalu sapi jantan dan kibasy.

6

Page 7: MAKALAH FIQIH UNISNU

Syafi’i berpendapat bahwa kebalikan dari pendapat yang

dikemukakan Malik mengenai urutan jenis hewan kurban, yaitu unta,

sapi jantan, kemudian kibasy. Pendapat ini disepakati pula oleh Asyhab

dan Ibnu Syu’ban.

b. Memilih Sifat Hewan Kurban

Para ulama sepakat bahwa dalam berkurban disunahkan

menghindarkan hewan yang pincang, sakit, dan kurus karena merujuk

kepada hadis Al Barra bin ‘Azib, “Sesunguhnya Rasulullah saw. pernah

ditanya, ‘Hewan-hewan kurban kurban apa saja yang tidak boleh

dipilih?’ Lalu beliau SAW memberikan isyarat dengan tangannya,

dengan bersabda, ‘Empat.” Waktu itu Al Barra member isyarat dengan

tangannya, dan mengatakan, “Tanganku lebih pendek daripada tangan

Rasulullah saw., yang empat itu adalah hewan pincang, hewan yang

rusak matanya, hewan yang sakit, dan hewan yang kurus.”

Mereka juga sepakat bahwa jika keempat sifat itu hanya sedikit,

maka boleh dikurbankan. Mereka berbeda pendapat dalam dua hal:

a)  Kecacatan yang lebih parah dari yang dinaskan, seperti buta dan

kakinya patah.

b)  Kecacatan yang sama dengan yang telah dinaskan, dalam hal

ketidakutuhannya, yakni cacat-cacat yang terdpat pada telinga, mata,

ekor, gigi geraham, dan pada anggota-anggota tubuh lainnya.

Mengenai hal pertama, jumhur ulama’ telah sepakat bahwa

kecacatan yang lebih parah daripada kecacatan yang telah dinaskan

dalam hadis di atas, tidak memenuhi syarat untuk untuk kurban

c. Umur Hewan Kurban yang Disyaratkan

7

Page 8: MAKALAH FIQIH UNISNU

Para ulama sepakat bahwa kambing yang berumur satu tahun lebih

tidak dapat dijadikan kurban, tetapi harus kambing yang berumur dua

tahun keatas. Hal itu karena ada sabda Nabi saw. kepada Abu Burdah

tatkala Beliau menyuruhnya agar mengulangi kurbannya, “Kambing

yang berumur dua tahun ke atas memenuhi syarat buat kamu untuk

berkurban, sedangkan kambing yang berumur satu tahun lebih tidak

dapat memenuhi syarat berkurban.”

Mereka berbeda pendapat mengenai dha’n (domba) yang berumur

satu tahun lebih:

a) Jumhur ulama’ sepakat memperbolehkan dha’n yang berumur satu

tahun lebihuntuk kurban

b) Segolongan ulama’ yang lain berpendapat bahwa yang diperbolehkan

untuk kurban haruslah dha’n yang berumur dua tahun lebih

perbedaan pendapat diantara mereka timbul karena

bertentangannya hadis yang mknanya umum dengan hadis yag maknanya

khusus.

adapun ulama’ yang membiarkan hadis khusus apa adanya

disamping hadis umum, sesuai dengan pendapat yang masyhur

dikalangan jumhur ushuliyah, maka dia mengecualikan jadza’ah dha’n

(domba yang berusia satu tahun lebih) yang disebutkan dalam hadis

khusus tersebut. Ini adalah pendapat yang paling utama.

Sedangkan untuk unta syaratnya berumur 5 tahun dan untuk kerbau

dan sapi berumur 2 tahun.3

d. Banyaknya Hewan Kurban

Mengenai banyaknya hewan kurban yang memenuhi syarat bagi

orang-orang yang ingin berkurban, para ulama berbeda pendapat:

3 Muhammad Sokhi Asyhadi. Fikih Ibadah. (versi madzhab syafi’i). Grobogan: Pondok Pesantren Fadlul Wahid Ngangkruk, 2013.Hlm. 199.

8

Page 9: MAKALAH FIQIH UNISNU

a) Malik berpendapat bahwa seseorang diperbolehkan menyembelih

domba kibasy, sapi, atau badanah (unta), untuk kurban atas nama

dirinya, atau atas nama keluarganya yang menurut syara wajib

mendapatkan nafkah darinya, begitu pula untuk hadya.

b) Syafi’i, Abu Hanifah, dan jemaah ulama fikih, memperbolehkan

seseorang menyembelih badana sebagai kurban untuk tujuh orang.

Begitu pula sapi betina, baik sebagai kurban maupun sebagai hadya.4

2. Syarat-syarat Hewan Kurban (Had-ya)

Hewan kurban harus memenuhi syarat diantaranya:

a. Hendaklah telah cukup besar, jika hewan itu bukan dari jenis benggala.

Jika dari jenis ini, maka cukup jadza’ atau yang lebih besar daripadanya.

Jadza’ maksudnya ialah yang telah mencapai umur enam bulan dan

gemuk badannya. Seekor unta dikatakan cukup besar, bila telah berumur

lima tahun; sapi bila telah berumur setahun penuh. Bila hewan-hewan ini

telah mencapai umur yang disebutkan bagi masing-masingnya, bolehlah

ia dijadikan hewan kurban.

b. Hendaklah sehat dan tidak bercacat. Maka tidak boleh yang pincang, buta

sebelah, berkurap atau yang kurus. Diterima dari Hasan, bahwa menurut

pendapat mereka, jika seseorang membeli unta atau hewan kurban

lainnya, dan ketika itu ia memenuhi syarat, kemudian menjadi pincang,

bermata sebelah atau kurus kering sebelum hari Nahar, maka hendaklah

diteruskannya menyembelihnya, karena demikian telah cukup dan

memadai.5

C. Tata Cara dan Waktu Penyembelihan Hewan Kurban

a. Ketentuan Penyembelihan hewan kurban

Ada beberapa ketentuan dalam penyembelihan hewan qurban,

diantaranya adalah:

4 Ibnu Rusdi,Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, Bandung: Trigenda Karya, 1996, hlm.779-7885 Sabiq, Sayyid, Fikih Sunnah 5, Bandung: PT Alma’arif, 1995, hlm. 256

9

Page 10: MAKALAH FIQIH UNISNU

1. Niat berqurban karena Allah semata

Hal yang terpenting dalam proses ibadah qurban adalah niat. Niat

adalah sesuatu yang asasi dalam ibadah qurban dan ibadah-ibadah

lainnya. Dengan niat ibadah seseorang diterima, dan dengan niat pula

ibadah seseorang ditolak oleh Allah SWT. Bila niat kita berqurban dalam

rangka taat kepada Allah dan menjalankan perintahnya, maka insya Allah

ibadah qurban kita diterima disisi Nya. Sebaliknya jika niat kita

berqurban dalam rangka yang lainnya, misalnya karena ingin dipuji, atau

malu kalau tidak melaksanakan ibadah qurban, atau qurban yang

dipersembahkan untuk selain Allah, maka qurban-qurban tersebut tidak

ada manfaatnya dan tidak diterima disisi Allah.

2. Ketika menyembelih mengucapkan asma Allah.

"Dari Anas bin Malik, ia berkata: Bahwasanya Nabi saw

menyembelih dua ekor kibasnya yang bagus dan bertanduk. Beliau

mengucapkan basmallah dan takbir dan meletakkan kakinya di samping

lehernya."(HR. Bukhari, Muslim dan lainnya). Berkata Rafi bin Khadij,

ya Rasulullah bahwa kami besok akan berhadapan dengan musuh dan

kami tidak mempunyai pisau (buat menyembelih). Maka Nabi saw.

bersabda, "Apa saja yang bisa mengalirkan darah dan disebut dengan

nama Allah padanya maka kamu makanlah (HR. Jama’ah)

3. Menyembelih dengan pisau yang tajam

Telah berkata Ibnu Umar, bahwa Rasulullah saw. memerintahkan

supaya pisau itu ditajamkan dan supaya tidak ditampakkan kepada

binatang-binatang dan beliau bersabda, "Apabila seorang daripada kamu

menyembelih maka hendaklah ia percepat kematiannya" (HR. Ahmad

dan Ibnu Majah).

4. Disembelih tepat dikerongkongan/ leher

Telah berkata Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw pernah

mengutus Budail bin Warqa Al-Khuza’i dengan naik unta yang kehijau-

10

Page 11: MAKALAH FIQIH UNISNU

hijauan supaya berteriak di jalan-jalan Muna (dengan berkata) :

“ketahuilah bahwa sembelihan itu tepatnya di kerongkongan/lehernya”.

(H.R. Daruquthni).

5. Disembelih oleh muslim

Ibadah qurban adalah ibadah yang diperintahkan dan disyariahkan

oleh Allah kepada kaum muslimin dan tidak dibebankan kepada selain

mereka, karena perintah ini berhubungan dengan masalah keyakinan dan

kepercayaan. Karena umat Islam dalam menjalankan perintah ini didasari

oleh ketaatan kepada perintah Allah. Dan dasar dari ketaatan ini adalah

keyakinan dan kepercayaan kepada sesuatu yang dipercayai dan

diyakininya, dalam hal ini adalah Allah SWT. Jadi bagaimana mungkin

orang yang tidak meyakini dan mempercayai Allah melaksanakan apa

yang diperintahkan Allah? Begitupun dengan penyembelihan harus

dilaksanakan oleh orang Islam karena ibadah qurban adalah ibadahnya

kaum muslimin dan semua proses ibadah dari awal sampai akhir harus

dilakukan oleh kaum muslimin. Disamping itu, penyembelihan juga

terkait dengan penyebutan asma Allah yang disebutkan oleh

penyembelih, jika yang melakukan penyembelihan bukan orang Islam

yang notabene mereka tidak mempercayai Allah, asma Allah mana yang

mereka sebutkan, sedangkan mereka sendiri tidak mempercayai Allah?.

Untuk itu, penyembelihan hanya dapat dilakukan oleh kaum muslimin,

Karena masalah ini terkait dengan dua hal yang telah disebutkan diatas,

yaitu kepercayaan dan penyebutkan asma Allah.

6. Tunggu ternak tersebut sampai mati sempurna

Jika hewan qurban telah disembelih, maka biarkanlah hewan

tersebut sampai mati dan jangan dikuliti atau dipotong anggota tubuhnya

sebelum benar-benar mati. Karena jika hal ini dilakukan akan menyiksa

hewan tersebut, dan ini adalah hal yang dilarang.

11

Page 12: MAKALAH FIQIH UNISNU

7. terputus urat leher, yaitu Hulqum (jalan napas), Mari’ (jalan makanan),

Wadajain (dua urat nadi dan syaraf).

Telah berkata Ibnu Abbas dan Abu Hurairah bahwa Rasulullah

saw. telah melarang syarithatusy-syaitan yaitu (sembelihan) yang

disembelih hanya putus kulitnya dan tidak putus urat lehernya (H.R. Abu

Dawud)

b. Tata Cara Berkurban

Berikut adalah tata cara dalam penyembelihan hewan qurban:

1. Memilih tempat yang mudah untuk menyembelih.

2. Hewan qurban digiring pelan-pelan ke tempat penyembelihan dan

sebelumnya dibei air minum

3. Jika berupa unta, maka yang baik adalah unta dalam keadaan berdiri dan

di ikat lutut kakinya yang kiri.

4. Jika berupa sapi, kerbau atau kambing yang baik adalah ditidurkan

miring pada lambung kiri dan kakinya diikat kecuali kaki kanan.

5. Lehernya dihadapkan ke kiblat

6. Orang yang menyembelih juga menghadap kiblat.

7. Kemudian membaca:

والله االالله الاله اكبر الله اكبر الله اكبر الله

الحمد اكبرولله الله اكبر

8. Membaca

الله اكبر الله الرحيم الرحمن الله بسم

الله اكبر والله االالله الاله اكبر الله اكبر

سيد على وسلم صل اللهم الحمد اكبرولله

فتقبل واليك منك هذه ان اللهم محمد نا

مني

12

Page 13: MAKALAH FIQIH UNISNU

9. Niat ketika menyembelih

التضحية / سنة اداء نويُت* المسنونة االضحية نويُت*

Meletakkan parang atau pisau yang tajam pada tenggorokan

(bagian leher yang dekat kepala) bagi hewan yang berleher pendek

seperti sapi, kambing, kerbau.

10. Meletakkan parang atau pisauyang tajam pada leher bagian bawah

(dekat dada) bagi hewan yang berleher panjang seperti unta.

11. Menggerakkan parang atau pisau sambil ditekan.

c. Waktu Penyembelihan Hewan Kurban

Untuk qurban disyaratkan tidak disembelih sesudah terbit matahari

pada hari ‘Ied. Tetapi setelah lewat beberapa saat, seukuran shalat ‘Ied.

Sesudah itu boleh menyembelihnya di hari mana saja yang termasuk hari

tasyrik, baik malam atau siang. Dan setelah hari tasyrik tersebut tidak ada

lagi waktu penyembelihannya.

Dan diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim, dari Rasulullah saw.,

bersabda:

��ح َذ�ب و�م�ن� ه� �ْف�ِس� �َن ل �ح� �َذ�ب ي (َم�ا �ن ف�ا �ِة� الص(ال ��َل َق�ْب ��ح َذ�ب م�ن

��َص�اَب و�ا �ه� َك �ِس� ن �م( �َت ا ف�ق�ْد� �ن� �ُي �َت �ُخ�ِط�ْب و�ال �ِة� �عْدالص5ال ب

��ن �َم�ُي ْل �َم�ِس� (ة�ال َن س�

“Siapa yang menyembelih sebelum shalat, maka sesungguhnya ia

menyembelih untuk dirinya. Dan siapa yang menyembelih setelah shalat

dan dua khutbah, sungguh ibadahnya ia telah sempurnakan dan ia

mendapat sunnah kaum Muslimin”.6

Waktu menyembelih qurban mulai dari matahari setinggi tiang

pada hari raya idul adha, sampai terbenam matahari tanggal 13

Dzulhijah.

6 Sabiq, Sayyid, 1995, Fikih Sunnah 13, Bandung: PT Alma’arif, hlm. 146

13

Page 14: MAKALAH FIQIH UNISNU

d. Pembagian Daging Kurban Pada Masa Sekarang

Disunnahkan bagi orang yang berqurban memakan daging qurban

dan menghadiahkannya kepada para kerabat, dan menyedekahkannya

kepada orang-orang fakir. Rasulullah bersabda:

��ر �ْف�ق�ُي ال ��َس �اِئ �لْب �َه�او�اْط�ع�َم�ْو�اا �ْو�ام�َن �ْل ف�َك

“Maka makanlah daripadanya beri makanlah orang-orang yang sangat

fakir ”.

Dalam kaitan ini para ulama mengatakan: Yang afdhal bahwa ia

memakan sepertiga, bersedekah sepertiga, dan menyimpan sepertiga.

Daging qurban boleh diangkut sekalipun ke Negara lain. Tetapi tidak boleh

dijual, begitu juga kulitnya. Dan tidak boleh memberi tukang potong daging

sebagai upah. Tukang potong berhak menerimanya sebagai imbalan kerja.

Orang yang berqurban bersedekah dan boleh mengambil daripadanya untuk

dimanfaatkan. Menurut Abu Hanifah, bahwa boleh menjual kulitnya dan

bayarannya disedekahkan atau membelikannya barang yang bermanfaat

untuk rumah.7

Dalam pembagian daging kurban masa sekarang tata caranya tidak

jauh berbeda. Hanya saja bentuk pendistribusiannya yang berbeda,

pelaksanaan kurban cara baru, yaitu melalui system kemasan (kornet). Lebih

praktis dan tahan lama.

KH Ma’ruf Amin, salah seorang pengurus PBNU, yang juga ketua

Komisi Fatwa MUI Pusat membolehkan pengiriman daging kurban siap saji

(baca : dalam bentuk kornet, dll), asalkan penyembelihan dilakukan pada

masa hari tasyrik (tanggal 10 – 13 Dzulhijah).

7 Sabiq, Sayyid, , Fikih Sunnah 13, Bandung: PT Alma’arif, 1995, hlm. 148

14

Page 15: MAKALAH FIQIH UNISNU

Kornet dapat di-analog-kan (dikategorikan) dalam iddikhar,

menyimpan dalam waktu lebih dari tiga hari, karena kebutuhan. Adapun

syarat yang harus dipenuhi dalam pendistribusian hewan kurban dalam

bentuk kornet adalah sbb :

1. Waktu penyembelihan harus tetap pada hari Tasyriq (tanggal 10-13

Zulhijjah), yaitu setelah Sholat Idul Adha s.d sebelum Maghrib tgl. 13

Zulhijjah.

Hadits Rasulullah SAW,”Setiap sudut kota Makkah adalah tempat

penyembelihan dan setiap hari-hari tayriq adalah [waktu]

penyembelihan.” (HR Ahmad, Ibnu Majah, Al-Baihaqi, Thabrani, dan

Daruquthni).

Pendapat Imam Syafi’i mengenai masalah ini ”Jika matahari telah

terbenam pada akhir hari-hari tasyriq [tanggal 13 Zulhijjah], lalu

seseorang menyembelih kurbannya, maka kurbannya tidak sah.”

2. Adanya hajat sebagai dasar penyimpanan daging kurban lebih dari tiga

hari. misalnya masih adanya kaum muslimin yang miskin, menderita

kelaparan, jarang makan daging, tertimpa bencana, dan sebagainya.8[8]

8 http://edukasi.kompasiana.com/2009/11/25/sah-kah-pembagian-daging-kurban-dibuat-kornet-29555.html dikutip pada tanggal 30 April 2013 pukul 12.23 WIB

15

Page 16: MAKALAH FIQIH UNISNU

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Qurban, artinya pendekatan diri, sedangkan maksudnya adalah

menyembelih binatang ternak sebagai sarana pendekatan diri kepada Allah.

Udhiyah secara bahasa mengandung dua pengertian, yaitu kambing yang

disembelih waktu Dhuha. Adapun makna secara istilah, yaitu binatang ternak

yang disembelih di hari-hari Nahr dengan niat mendekatkan diri (taqarruban)

kepada Allah dengan syarat-syarat tertentu.

1. Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum menyembelih hewan

kurban:

Malik dan Syafi’I, berpendapat bahwa hukum menyembelih hewan

kurban adalah sunah muakad. Akan tetapi, Malik memberikan keringanan

kepada orang yang mengerjakan haji sewaktu di Mina untuk tidak

menyembelih hewan kurban. Syafi’I tidak membedakan antara orang yang

sedang beribadah haji dengan yang lain. Abu Hanifah berpendapat bahwa

menyembelih hewan kurban diwajibkan kepada orang-orang kaya yang

menetap di kota-kota, dan tidak diwajibkan kepada orang-orang yang

sedang safar (bepergian jauh). Hukum qurban menjadi wajib dikarenakan

seseorang bernadzar untuk berkurban.

2. Hewan yang disyaratkan dalam pelaksanaan ibadah qurban tidak semua

jenis hewan, tapi hanya hewan ternak yang terdiri dari kambing dan yang

sejenis, sapi dan yang sejenis, dan unta. Binatang yang sah untuk berqurban

adalah hewan yang tidak cacat seperti pincang, sakit, syara(robek

telinganya), Kharqa(hewan yang telah dilubangi telinganya),

16

Page 17: MAKALAH FIQIH UNISNU

Mudarabarah(hewan belakang kedua sisi telinganya telah dipotong, Batra

adalah hewan yang ekornya telah dipotong. Putus telinganya, putus

ekornya dan mempunyai umur sebagai berikut :

a. Kambing atau Domba yang telah berumur satu tahun lebih

b. Kambing biasa yang telah berumur 2 tahun lebih

c. Unta yang telah berumur 5 tahun lebih

d. Sapi, Kerbau, yang telah berumur dua tahun lebih

Seekor kambing hanya untuk kewajiban qurban satu orang

diqiyaskan dengan denda meninggalkan wajib haji tetapi seekor unta,

kerbau, dan sapi untuk qurban tujuh orang.

3. Ketentuan penyembelihan hewan kurban

a)      Niat berqurban karena Allah semata

b)      Ketika menyembelih mengucapkan asma Allah.

c)      Menyembelih dengan pisau yang tajam

d)     Disembelih tepat dikerongkongan/ leher

e)      Disembelih oleh muslim

f)       Tunggu ternak tersebut sampai mati sempurna

g)      terputus urat leher, yaitu Hulqum (jalan napas), Mari’ (jalan

makanan), Wadajain (dua urat nadi dan syaraf).

4. Waktu menyembelih qurban adalah mulai dari matahari setinggi atau

setelah sholat idul adha, sampai terbenam matahari tanggal 13 Dzulhijah.

5. Disunnahkan bagi orang yang berqurban memakan daging qurban dan

menghadiahkannya kepada para kerabat, dan menyedekahkannya kepada

orang-orang fakir, Dalam kaitannya dengan hal ini para ulama mengatakan

bahwa yang afdhal ia memakan sepertiga, bersedekah sepertiga, dan

menyimpan sepertiga. Daging qurban boleh diangkut sekalipun ke Negara

lain. Tetapi tidak boleh dijual, begitu juga kulitnya. Dan tidak boleh

memberi tukang potong daging sebagai upah. Tukang potong berhak

menerimanya sebagai imbalan kerja.

17

Page 18: MAKALAH FIQIH UNISNU

DAFTAR PUSTAKA

Asyhadi, Muhammad Sokhi. Fikih Ibadah. (versi madzhab syafi’i).

Grobogan: Pondok Pesantren Fadlul Wahid Ngangkruk. 2013.

Rasjid, H.Sulaiman. Fiqh Islam. Jakarta : Attahiriyah. 1983

Rusydi, Ibnu. Kitab Terjemah Bidayatul mujtahid wa nihayatul muqtashid.

Bandung: Trigenda Karya, 1996

Sayyid, Sabiq , Fikih Sunnah 5, Bandung: PT Alma’arif. 1978

Sayyid, Sabiq, Fikih Sunnah 13, Bandung: PT Alma’arif. 1995

http://fdj-indrakurniawan.blogspot.com/2012/05/makalah-fiqih-udhiyah-

qurban.html diakses pada Tanggal 24 November 2013 pukul 11.17 WIB

http://edukasi.kompasiana.com/2009/11/25/sah-kah-pembagian-daging-

kurban-dibuat-kornet-29555.html dikutip pada tanggal 26 November 2013 pukul

12.23 WIB

18