Upload
sarah-nurazkia-el-roesman
View
35
Download
6
Embed Size (px)
DESCRIPTION
makalah farmakologi sistem organ
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini masyarakat sudah tidak asing lagi mendengar kata
Hipertensi.Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang umum dijumpai di
masyarakat, dan merupakan penyakit yang terkait dengan sistem
kardiovaskuler. Hipertensi memang bukan penyakit menular, namun kita juga
tidak bisa menganggapnya sepele,selayaknya kita harus senantiasa waspada.
Tekanan Darah tinggi atau Hipertesi dan arterosclerosis (pengerasan arteri)
adalah dua kondisi pokok yang mendasari banyak bentuk penyakit
kardiovaskuler.Lebih jauh, tidak jarang tekanan darah tinggi juga
menyebabkan gangguan ginjal.Sampai saat ini, usaha-usaha baik untuk
mencegah maupun mengobati penyakit hipertensi belum berhasil sepenuhnya,
hal ini dikarenakan banyak faktor penghambat yang mempengaruhi seperti
kurang pengetahuan tentang hipertensi (pengertian, klasifikasi, tanda dan
gejala, sebab akibat, komplikasi) dan juga perawatannya.
Saat ini, angka kematian karena hipertensi di Indonesia sangat tinggi.
Hipertensi merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan
tuberkulosis, yakni mencapai 6,7% dari populasi kematian pada semua umur
di Indonesia. Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran darah yang
menyebabkan kenaikan tekanan darah di atas normal, yaitu 140/90 mmHg.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes tahun 2007 menunjukan
prevalensi hipertensi secara nasional mencapai 31,7% (Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia).
1
Dari jumlah itu, 60% penderita hipertensi berakhir pada stroke.Sedangkan
sisanya pada jantung, gagal ginjal, dan kebutaan.Sementara di dunia Barat,
hipertensi justru banyak menimbulkan gagal ginjal, oleh karena perlu diadakan
upaya-upaya untuk menekan angka peyakit hipertensi terlebih bagi penderita
hipertensi perlu diberikan perawatan dan pengobatan yang tepat agar tidak
menimbukan komplikasi yang semakin parah.Selain itu pentingnya pemberian
asuhan keperawatan pada pasien hipertensi juga sangat diperlukan untuk
melakukan implementasi yang benar pada pasien hipertensi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari hipertensi
2. Klasifikasi hipertensi
3. Penyebab hipertensi
4. Factor resiko hipertensi
5. Mekanisme hipertensi
6. Komplikasi Hipertensi
7. Diagnosis hipertensi
8. Penata laksanaan hipertensi
9. Terapi farmakologi
10. Klasifikasi Obat Antihipertensi
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian hipertensi
2. Mengetahui klasifikasi hipertensi
2
3. Mengetahui penyebab hipertensi
4. Mengetahui factor resiko hipertensi
5. Mengetahui mekanisme hipertensi
6. Mengetahui komplikasi hipertensi
7. Mengetahui diagnosis hipertensi
8. Mengetahui piñata laksanaan hipertensi
9. Mengetahui terapi farmakologi
10. Mengetahui Klasifikasi Obat Antihipertensi
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan adalah sebagi berikut :
1. Untuk meningkatkan kualitas dan taraf hidup yang sehat di lingkungan
masyarakat
2. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan keperawatan
untuk penyakit hipertensi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Hipertensi
3
Hipertensi adalah terjadinya peningkatan secara abnormal dan terus
menerus tekanan darah yang disebabkan satu atau beberapa faktor yang tidak
berjalan sebagaimana mestinya dalam mempertahankan tekanan darah secara
normal (Brian Hayens, 2003).Hipertensi juga dikatakan sebagai suatu keadaan
dimana tekanan darah seseorang adalah > 140 mmHg (tekanan sistolik) dan/ atau
> 90 mmHg (tekanan diastolik) (Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure VII, 2003).
Menurut Joewono, 2003 juga mengatakan bahwa batasan hipertensi sulit untuk
dirumuskan, maka tidak ada batas yang jelas antara normotensi dan hipertensi.
Tetapi jelas terdapat korelasi langsung antara tekanan darah dan resiko penyakit
kardiovaskuler; makin tinggi tekanan darah maka makin tinggi resiko terjadi
stroke dan penyakit jantung koroner.Batasan (defenisi) hipertensi hanya dapat
dibuat secara operasional yaitu tingkat tekanan darah yang mana deteksi dan
pengobatan lebih menguntungkan atau merugikan.
Berdasarkan etiologinya hipertensi dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Hipertensi primer
Hipertensi primer atau hipertensi essensial, atau idiopatik adalah
peningkatan persistensi tekanan arteri karena ketidakteraturan mekanisme
kontrol tubuh yang normal.Lebih dari 90% kasus merupakan hipertensi
essensial.Penyebabnya multifaktorial meliputi faktor genetik dan
lingkungan.Faktor genetik mempengaruhi kepekaan terhadap natrium,
kepekaan terhadap stress, reaktivitas pembuluh darahterhadap
vasokonstriktor, resistensi insulin dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk
4
faktor lingkungan antara lain diet, kebiasaan merokok, stress, emosi,
obesitas dan lain-lain. Hipertensi jenis ini tanpa kelainan dasar patologi
yang jelas.
Perawatan hipertensi jenis ini dapat dikontrol dengan kombinasi
dari beberapa obat antihipertensi dan merubah gaya hidup (seperti
makanan, olahraga, dan kontrol berat badan). Perawatan pada hipertensi
primer adalah perawatan seumur hidup.Meskipun orang tersebut dapat
mengurangi jumlah dari obat yang dikonsumsi, mereka biasanya harus
melanjutkan mengkonsumsi obat seumur hidup.
2. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder berkaitan dengan berbagai penyakit seperti
kelainan ginjal, kelainan sistem saraf pusat, penyakit endokrin dan
penyakit vaskular.Meliputi 5-10% kasus hipertensi.
Perawatan hipertensi jenis ini cukup dengan mengobati penyakit-
penyakit yang menyebabkan tekanan darah menjadi meningkat.Tidak ada
perawatan selanjutnya yang dibutuhkan.
Pasien dengan hipertensi, harus mendapatkan perawatan baik itu
dengan merubah gaya hidup ataupun dengan mengkonsumsi obat
antihipertensi dalam jangka waktu yang panjang karena jika tidak
mendapat perawatan dapat menyebabkan komplikasi seperti gagal ginjal,
penyakit jantung koroner dan stroke.
5
B. Klasifikasi Hipertensi
Tabel 1 Klasifikasi Tekanan Darah untuk Dewasa Usia 18 Tahun atau Lebih*
KategoriSistolik
(mmHg)
Diastolik
(mmHg)
Normal < 130 < 85
Normal tinggi 130- 139 85- 89
Hipertensi+
Tingkat 1 (ringan) 140- 159 90- 99
Tingkat 2(sedang) 160- 179 100- 109
Tingkat 3 (berat) ≥ 180 ≥ 110
Dikutip dari Sixth Report of the Joint National Committee on
Detection,Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure, NIH Pub No 98-
4080,National Heart, Lung, and Blood Institute of Health.
* Tidak meminum obat hipertensi dan tidak sakit akut. Apabila tekanan
sistolik dan diastolik turun dalam kategori yang berbeda, maka yang
dipilih adalah kategori yang lebih tinggi.
+ Berdasarkan pada rata- rata dari dua kali pembacaaan atau lebih yang
dilakukan pada setiap dua kali kunjungan atau lebih setelah skrining
awal.
Ada revisi klasifikasi hipertensi dari JNC 6 ke JNC 7, yakni:
Tabel 2.2 Klasifikasi Tekanan Darah untuk Orang Dewasa
6
Blood Pressure
Classification
Systolic Blood
Pressure (mmHg)
Diastolic Blood
Pressure (mmHg)
Normal < 120 dan < 80
Prehypertension 120- 139 80- 89
Stage 1 hypertension 140- 159 90- 99
Stage 2 hypertension ≥ 160 ≥ 100
Dikutip dari The Seventh Report of the Joint National Committee onPrevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure.JAMA
2003;289:2560–71.
Klasifikasi tekanan darah menurut JNC 7 untuk pasien dewasa (umur ≥ 18
tahun) berdasarkan rata- rata pengukuran dua tekanan darah atau lebih kunjungan
klinis. Klasifikasi tekanan darah mencakup 4 kategori, dengan nilai normal pada
tekanan darah sistolik (TDS) < 120 mmHg dengan tekanan darah diastolik (TDD)
< 80 mmHg. Prehipertensi tidak dianggap sebagai kategori penyakit tetapi
mengidentifikasi pasien-pasien yang tekanan darahnya cenderung meningkat ke
klasifikasi hipertensi di masa yang akan datang. Ada dua tingkat (stage)
hipertensi, dan semua pasien pada kategori ini harus diberi obat.
C. Penyebab Hipertensi
Sembilan puluh persen sampai 95% hipertensi bersifat idiopatik (hipertensi
esensial), yang memungkinkan umur panjang, kecuali apabila infark miokardium,
kecelakaan serebrovaskular, atau penyakit lainnya.Selain itu terdapat pula jenis
hipertensi lainnya yang disebut dengan hipertensi sekunder, yaitu hipertensi yang
7
disebabkan oleh gangguan organ lainya.Gangguan ginjal yang dapat
menimbulkan hipertensi yaitu, glomerulonefritis akut, penyakit ginjal kronis,
penyakit polikistik, stenosis arteria renalis, vaskulitis ginjal, dan tumor penghasil
renin.Gangguan pada sistem endokrin juga dapat menyebabkan hipertensi,
dintaranya seperti hiperfungsi adrenokorteks (sindrom Cushing, aldosteronisme
primer, hiperplasia adrenal kongenital, ingesti licorice), hormon eksogen
(glukokortikoid, estrogen, makanan yang mengandung tiramin dan
simpatomimetik, inhibitor monoamin oksidase), feokromositoma, akromegali,
hipotiroidisme, dan akibat kehamilan.Gangguan pada sistem kardiovaskular
seperti koarktasio aorta, poliarteritis nodosa, peningkatan volume intravaskular,
peningkatan curah jantung, dan rigiditas aorta juga dapat menyebabkan hipertensi,
begitu pula dengan gangguan neurologik seperti psikogenik, peningkatan
intrakranium, apnea tidur, dan stres akut (Cohen, 2008).
D. Faktor Risiko Hipertensi
Hipertensi esensial adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama
karena interaksi faktor-faktor risiko tertentu. Faktor-faktor risiko yang mendorong
timbulnya kenaikan tekanan darah tersebut adalah faktor risiko seperti diet dan
asupan garam, stres, ras, obesitas, merokok, genetis, sistem saraf simpatis (tonus
simpatis dan variasi diurnal), keseimbangan modulator vasodilatasi dan
vasokontriksi, serta pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada sistem
renin, angiotensin dan aldosteron. Pasien prehipertensi beresiko mengalami
peningkatan tekanan darah menjadi hipertensi; mereka yang tekanan darahnya
berkisar antara 130-139/80-89 mmHg dalam sepanjang hidupnya akan memiliki
dua kali risiko menjadi hipertensi dan mengalami penyakit kardiovaskular
8
daripada yang tekanan darahnya lebih rendah. Pada orang yang berumur lebih dari
50 tahun, tekanan darah sistolik >140 mmHg yang merupakan faktor risiko yang
lebih penting untuk terjadinya penyakit kardiovaskular dari pada tekanan darah
diastolik.Risiko penyakit kardiovaskular dimulai pada tekanan darah 115/75
mmHg, meningkat dua kali dengan tiap kenaikan 20/10 mmHg. Risiko penyakit
kardiovaskular ini bersifat kontinyu, konsisten, dan independen dari faktor risiko
lainnya, serta individu berumur 55 tahun memiliki 90% risiko untuk mengalami
hipertensi (Yogiantoro, 2006).
E. Mekanisme Hipertensi
Tingkat tekanan darah merupakan suatu sifat kompleks yang ditentukan
oleh interaksi berbagai faktor genetik, lingkungan dan demografik yang
mempengaruhi dua variabel hemodinamik: curah jantung dan resistansi perifer.
Total curah jantung dipengaruhi oleh volume darah, sementara volume darah
sangat bergantung pada homeostasis natrium. Resistansi perifer total terutama
ditentukan di tingkat arteriol dan bergantung pada efek pengaruh saraf dan
hormon. Tonus vaskular normal mencerminkan keseimbangan antara pengaruh
vasokontriksi humoral (termasuk angiotensin II dan katekolamin) dan vasodilator
(termasuk kinin, prostaglandin, danoksida nitrat).Resistensi pembuluh juga
memperlihatkan autoregulasi; peningkatan aliran darah memicu vasokonstriksi
agar tidak terjadi hiperperfusi jaringan. Faktor lokal lain seperti pH dan hipoksia,
serta interaksi saraf (sistem adrenergik α- dan β-), mungkin penting. Ginjal
berperan penting dalam pengendalian tekanan darah, melalui sistem renin-
angiotensin, ginjal mempengaruhi resistensi perifer dan homeostasis
natrium.Angiontensin II meningkatkan tekanan darah dengan meningkatkan
9
resitensi perifer (efek langsung pada sel otot polos vaskular) dan volume darah
(stimulasi sekresi aldosteron, peningkatan reabsorbsi natrium dalam tubulus
distal).Ginjal juga mengasilkan berbagai zat vasodepresor atau antihipertensi yang
mungkin melawan efek vasopresor angiotensin.Bila volime darah berkurang, laju
filtrasi glomerulus (glomerular filtration rate) turun sehingga terjadi peningkatan
reabsorbsi natrium oleh tubulus proksimal sehingga natrium ditahan dan volume
darah meningkat (Kumar, et al, 2007).
Sembilan puluh persen sampai 95% hipertensi bersifat idiopatik (hipertensi
esensial).Beberapa faktor diduga berperan dalam defek primer pada hipertensi
esensial, dan mencakup, baik pengaruh genetik maupun lingkungan.Penurunan
ekskresi natrium pada tekanan arteri normal mungkin merupakan peristiwa awal
dalam hipertensi esensial.Penurunan ekskresi natrium kemudian dapat
menyebabkan meningkatnya volume cairan, curah jantung, dan vasokonstriksi
perifer sehingga tekanan darah meningkat.Pada keadaan tekanan darah yang lebih
banyak natrium untuk mengimbangi asupan dan mencegah retensi cairan. Oleh
karena itu, ekskresi natrium akan berubah, tetapi tetap steady state (“penyetelan
ulang natriuresis tekanan”). Namun, hal ini menyebabkan peningkatan stabil
tekanan darah.Hipotesis alternatif menyarankan bahwa pengaruh vasokonstriktif
(faktor yang memicu perubahan struktural langsung di dinding pembuluh
sehingga resistensi perifer meningkat) merupakan penyebab primer
hipertensi.Selain itu, pengaruh vasikonstriktif yang kronis atau berulang dapat
menyebabkan penebalan struktural pembuluh resistensi. Faktor lingkungan
mungkin memodifikasi ekspresi gen pada peningkatan tekanan. Stres, kegemukan,
merokok, aktifitas fisik berkurang, dan konsumsi garam dalam jumlah besar
dianggap sebagai faktor eksogen dalam hipertensi (Kumar, et al, 2007).
10
F. Komplikasi Hipertensi
Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung
maupun tidak langsung yang bisa mengenai jantung, otak, ginjal, arteri perifer,
dan mata. Beberapa penelitian mengatakan bahwa penyebab kerusakan organ-
organ tersebut dapat melalui akibat langsung dari kenaikan tekanan darah pada
organ, atau karena efek tidak langsung, antara lain adanya autoantibodi terhadap
reseptor AT1 angiotensin II, stres oksidatif, down regulation dari ekspresi nitric
oxide synthase, dan lain-lain. Penelitian lain juga membuktikan bahwa diet tinggi
garam dan sensitivitas terhadap garam berperan besar dalam timbulnya kerusakan
organ target, misalnya kerusakan pembuluh darah akibat meningkatnya ekspresi
transforminggrowth factor-β (TGF-β) (Yogiantoro, 2006).
Faktor Risiko Kardiovaskular dapat dimodifikasi dengan :
1. Hipertensi
2. Merokok
3. Obesitas (BMI ≥ 30)
4. Physical Inactivity
5. Dislipidemia
6. Diabetes mellitus
7. Mikroalbuminemia atau GFR < 60 ml/min
G. Diagnosis Hipertensi
Pemeriksaan pasien hipertensi memiliki tujuan, yaitu untuk menilai gaya
hidup dan faktor risiko kardiovaskular lainnya atau bersamaan gangguan yang
mungkin mempengaruhi prognosis dan pedoman pengobatan, untuk mengetahui
penyebab tekanan darah tinggi, untuk menilai ada atau tidaknya kerusakan target
organ dan penyakit kardiovaskular (National Institutes of Health, 2003).
11
Pemeriksaan pada hipertensi menurut PERKI (Perhimpunan Dokter
Spesialis Kardiovaskular Indonesia) (2003), terdiri atas:
1. Riwayat penyakit
a. Lama dan klasifikasi hipertensi
b. Pola hidup
c. Faktor-faktor risiko kelainan kardiovaskular (Tabel 2.3)
d. Riwayat penyakit kardiovaskular
e. Gejala-gejala yang menyertai hipertensi
f. Target organ yang rusak
g. Obat-obatan yang sedang atau pernah digunakan
2. Pemeriksaan fisik
a. Tekanan darah minimal 2 kali selang dua menit
b. Periksa tekanan darah lengan kontra lateral
c. Tinggi badan dan berat badan
d. Pemeriksaan funduskopi
e. Pemeriksaan leher, jantung, abdomen dan ekstemitas
f. Refleks saraf
3. Pemeriksaan laboratorium
a. Urinalisa
b. Darah : platelet, fibrinogen
c. Biokimia : potassium, sodium, creatinin, GDS, lipid profil, asam urat
4. Pemeriksaan tambahan
a. Foto rontgen dada
b. EKG 12 lead
c. Mikroalbuminuria
d. Ekokardiografi
Tekanan darah setiap orang sangat bervariasi. Pengukuran tunggal yang
akurat adalah awal yang baik tetapi tidak cukup: ukur tekanan darah dua kali dan
ambil rata-ratanya. Hipertensi didiagnosis jika rata-rata sekurang-kurangnya 2
pembacaan per kunjungan diperoleh dari masing-masing 3 kali pertemuan selama
2 sampai 4 minggu diperoleh tekanan darah sistolik≥ 140 mmHg atau 90 mmHg
12
untuk diastolik. Menurut JNC 7, tekanan darah normal adalah 120/80 mmHg atau
kurang. Prehipertensi bila tekanan darah 120/80 samapi 139/89 mmHg. Hipertensi
stadium 1 bila tekanan darah sistolik 140 sampai 159 mmHg atau tekanan darah
diastolik 90 sampai 99 mmHg. Serta hipertensi stadium 2 bila tekanan darah
sistolik≥160 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 100 mmHg (Cohen, 2008).
H. Penatalaksanaan Hipertensi
1. Target Tekanan Darah
Menurut Joint National Commission (JNC) 7, rekomendasi target
tekanan darah yang harus dicapai adalah < 140/90 mmHg dan target tekanan
darah untuk pasien penyakit ginjal kronik dan diabetes adalah≤ 130/80
mmHg. American HeartAssociation (AHA) merekomendasikan target tekanan
darah yang harus dicapai, yaitu140/90 mmHg, 130/80 mmHg untuk pasien
dengan penyakit ginjal kronik, penyakit arteri kronik atau ekuivalen penyakit
arteri kronik, dan≤ 120/80 mmHg untuk pasien dengan gagal
jantung.Sedangkan menurut National Kidney Foundation (NKF), target
tekanan darah yang harus dicapai adalah 130/80 mmHg untuk pasien dengan
penyakit ginjal kronik dan diabetes, dan < 125/75 mmHg untuk pasien dengan
> 1 g proteinuria (Cohen, 2008).
2. Algoritme Penanganan Hipertensi
Algoritme penanganan hipertensi menurut JNC 7 (2003), dijelaskan
13
pada skema dibawah ini:
Modifikasi Gaya Hidup
Tak mencapai sasaran TD (<140/90 mmHg atau
<130/80 mmHg pada penderita DM atau penyakit
ginjal kronik
Pilihan obat untuk terapi permulaan
Hipertensi tanpa Indikasi Khusus Hipertensi Indikasi Khusus
Obat-obatan untukHipertensi derajat 1 Hipertensi derajat 2
(TD sistolik 140-159 (TD sistolik ≥ 160indikasi khusus.
mmHg atau TD mmHg atau TD Obat anti hiipertensi
diastolik 90-99 mmHg) diastolik ≥ 100 mmHg) lainnya (diuretik,Umumnya diberikan
Umumnya diberikanpenghambat EKA,
diuretik gol. ARB, penyekat β,kombinasi 2 macamThiazide.Bisa
antagonis Ca) sesuaiDipertimbangkan obat (biasanya diuretik
yang diperlukanpemberian penghambat gol. Thiazide danEKA, ARB, penyekat β, penghambat EKA, atau
antagonis Ca atauARB atau penyekat β,
Kombinasi atau antogonis Ca
Sasaran Tekanan Darah tak Tercapai
Optimalkan dosis atau penambahan jenis obat sampai target tekanan
darah tercapai. Pertimbangkan konsultasi dengan spesialis hipertensi
Skema 2.1. (Sumber : National Institutes of Health, 2003)
14
3. Modifikasi Gaya Hidup
Pelaksanaan gaya hidup yang positif mempengaruhi tekanan darah
memiliki implikasi baik untuk pencegahan dan pengobatan hipertensi.
Promosi kesehatan modifikasi gaya hidup direkomendasikan untuk
individu dengan pra-hipertensi dan sebagai tambahan terhadap terapi obat
pada individu hipertensi. Intervensi ini untuk risiko penyakit jantung
secara keseluruhan. Meskipun dampak intervensi gaya hidup pada tekanan
darah akan lebih terlihat pada orang dengan hipertensi, dalam percobaan
jangka pendek, penurunan berat badan dan pengurangan NaCl diet juga
telah ditunjukkan untuk mencegah perkembangan hipertensi. Pada
penderita hipertensi, bahkan jika intervensi tersebut tidak menghasilkan
penurunan tekanan darah yang cukup untuk menghindari terapi obat,
jumlah obat atau dosis yang dibutuhkan untuk mengontrol tekanan darah
dapat dikurangi.Modifikasi diet yang efektif menurunkan tekanan darah
adalah mengurangi berat badan, mengurangi asupan NaCl, meningkatkan
asupan kalium, mengurangi konsumsi alkohol, dan pola diet yang sehat
secara keseluruhan (Kotchen, 2008).
Mencegah dan mengatasi obesitas sangat penting untuk
menurunkan tekanan darah dan risiko penyakit kardiovaskular. Rata-rata
penurunan tekanan darah 6,3/3,1 mmHg diobseravsi setelah penurunan
berat badan sebanyak 9,2 kg. Berolah raga teratur selama 30 menit seperti
berjalan, 6-7 perhari dalam seminggu, dapat menurunkan tekanan
darah.Ada variabilitas individu dalam hal sensitivitas tekanan darah
terhadap NaCl, dan variabilitas ini mungkin memiliki dasar genetik.
Berdasarkan hasil meta-analisis, menurunkan tekanan darah dengan
15
membatasi asupan setiap hari untuk 4,4-7,4 g NaCl (75-125 meq)
menyebabkan penurunan tekanan darah 3.7-4.9/0.9-2.9 mmHg pada
hipertensi dan penurunan lebih rendah pada orang darah normal.
Konsumsi alkohol pada orang yang mengkonsumsi tiga atau lebih
minuman per hari (minuman standar berisi ~ 14 g etanol)
berhubungandengan tekanan darah tinggi, dan penurunan konsumsi
alkohol dikaitkan dengan penurunan tekanan darah. Begitu pula dengan
DASH (Dietary Approaches to StopHypertension) meliputi diet kaya akan
buah-buahan, sayuran, dan makanan rendahlemak efektif dalam
menurunkan tekanan darah (Kotchen, 2008).
Tabel. Modifikasi gaya hidup untuk mencegah dan mengatasi hipertensi
Modifikasi Rekomendasi Penurunan potensial
TD sistolik
Diet natrium Membatasi diet natrium tidak 2-8 mmHg
lebih dari 2400 mg/hari atau
100 meq/hari
Penurunan Berat Menjaga berat badan normal; 5-20 mmHg per 10 kg
Badan BMI = 18,5-24,9 kg/ penururnan berat
badan
Olahraga aerobic Olahraga aerobik secara teratur, 4-9 mmHg
bertujuan untuk melakukan
aerobik 30 menit
Latihan sehari-hari dalam
seminggu. Disarankan pasien
berjalan-jalan 1 mil per hari di
atas tingkat aktivitas saat ini
Diet DASH Diet yang kaya akan buah- 4-14 mmHg
buahan, sayuran, dan
mengurangi jumlah lemak jenuh
16
dan total
Membatasi Pria ≤2 minum per hari, wanita 2-4 mmHg
konsumsi alcohol ≤1 minum per hari
Jadi, modifikasi gaya hidup merupakan upaya untuk mengurangi
tekanan darah, mencegah atau memperlambat insiden dari hipertensi,
meningkatkan efikasi obat antihipertensi, dan mengurangi risiko penyakit
kardiovaskular (National Institutes of Health, 2003).
I. Terapi Farmakologi
Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang
dianjurkan oleh JNC 7 adalah:
a. Diuretika, terutama jenis Thiazide (Thiaz) atau Aldosteron Antagonist
b. Beta Blocker (BB)
c. Calcium Chanel Blocker atau Calcium antagonist (CCB)
d. Angiotensin Converting Enzym Inhibitor (ACEI)
e. Angiotensin II Receptor Blocker atau A receptor antagonist/blocker (ARB)
Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap, dan
target tekanan darah tercapai secara progresif dalam beberapa minggu. Dianjurkan
untuk menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja panjang atau yang
memberikan efikasi 24 jam dengan pemberian sekali sehari. Pilihan apakah
memulai terapi dengan satu jenis obat antihipertensi atau dengan kombinasi
tergantung pada tekanan darah awal dan ada tidaknya komplikasi.Jika terapi
dimulai dengan satu jenis obat dan dalam dosis rendah, dan kemudian tekanan
darah belum mencapai target, maka langkah selanjutnya adalah meningkatkan
dosis obat tersebut, atau berpindah ke antihipertensif lain dengan dosis rendah.
Efek samping umumnya bisa dihindari dengan menggunakan dosis rendah, baik
tunggal maupun kombinasi. Sebagian besar pasien memerlukan kombinasi obat
antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah, tetapi terapi kombinasi dapat
17
meningkatkan biaya pengobatan dan menurunkan kepatuhan pasien karena jumlah
obat yang harus diminum bertambah (Yogiantoro, 2006).
Kombinasi obat yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien
adalah:
a. CCB dan BB
b. CCB dan ACEI atau ARB
c. CCB dan diuretika
d. AB dan BB
e. Kadang diperlukan tiga atau empat kombinasi obat
Tabel.Indikasi dan Kontraindikasi Kelas-kelas Utama Obat Antihipertensi
Menurut ESH (European Society of Hypertension) (2003).
Kelas Obat Indikasi Kontraindikasi
Mutlak Tidak Mutlak
Diuretika Gagal jantung kongestif, gout Kehamilan
(Thiazide) usia lanjut, isolated systolic
hypertension, ras Afrika
Diuretika (Loop) Insufisiensi ginjal, gagal
jantung kongestif
Diuretika (anti Gagal jantung kongestif, Gagal ginjal,
aldosteron) pasca infark miokardium hiperkalemia
Penyekat β Angina pektoris, pasca Asma, penyakit Penyakit
infark miokardium, gagal paru obstruktif pembuluh darah
18
jantung kongestif, menahun, A-V perifer,
kehamilan, takiaritmia block (derajat 2 intoleransi
atau 3) glukosa, atlit
atau pasien yang
aktif secara fisik
Calcium Usia lanjut, isolated systolic Takiaritmia,
Antagonist hypertension, angina gagal jantung
(dihydropiridine) pektoris, penyakit kongestif
Pembuluh darah perifer,
aterosklerosis karotis,
Kehamilan
Calcium Angina pektoris, A-V block
Antigonist aterosklerotis karotis, (derajat 2 atau
(verapamil, takikardia supraventrikuler 3), gagal jantung
diltiazem) kongestif
Pengahambat Gagal jantung kongestif, Kehamilan,
ACE Disfungsi ventrikel kiri, hiperkalemia,
Pasca infark miokardium, stenosis arteri
non-diabetik nefropati renalis bilateral
Angiotensin II Nefropati DM tipe 2, Kehamilan,
receptor mikroalbuminuria diabetik, hiperkalemia,
antagonist proteinuria, hipertropi stenosis arteri
(AT1-blocker) ventrikel kiri, batuk karena renalis bilateral
ACEI
Α-Blocker Hiperplasia prostat (BPH), Hipotensi Gagal jantung
hiperlipidemia ortostatis kongestif
Tabel 2.6. Tatalaksana Hipertensi Menurut JNC 7
Klasifikasi TDS TDD Perbaikan Terapi Obat Awal
Tekanan (mmHg) (mmHg) Pola Hidup Tanpa Indikasi Dengan
19
Darah yang Memaksa Indikasi yang
Memaksa
Normal < 120 Dan < 80 Dianjurkan
ya
Prehipertensi 120-139 Atau 80- ya Tidak indikasi Obat-obatan
89 obat untuk indikasi
yang memaksa
Hipertensi 140-159 Atau 90- ya Diuretika jenis Obat-obatan
derajat 1 99 Thiazide untuk untuk indikasi
sebagian besar yang memaksa
kasus dapat obat
dipertimbangka antihipertensi
n ACEI, ARB, lain (diuretika,
BB, CCB, atau ACEI, ARB,
kombinasi BB, CCB)
sesuai
kebutuhan
Hipertensi ≥ 160 Atau ≥ ya Kombinasi 2
derajat 2 100 obat untuk
sebagian besar
kasus umumnya
diuretika jenis
Thiazide dan
ACEI atau ARB
atau BB atau
CCB
20
J. Klasifikasi Obat Antihipertensi
Obat-obat antihipertensi yang biasa digunakan dapat diklasifikasikan
dalam beberapa golongan, antara lain:
1. Diuretik
Diuretik bekerja meningkatkan ekskresi natrium, air dan klorida
sehingga menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler.Akibatnya
terjadi penurunan curah jantung dan tekanan darah.Selain mekanisme
tersebut, beberapa diuretik juga menurunkan resistensi perifer sehingga
menambah efek hipotensinya.Efek ini diduga akibat penurunan natrium
diruang interstisial dan didalam sel otot polos pembuluh darah yang
selanjutnya menghambat influks kalsium.
2. Golongan Tiazid
Terdapat beberapa obat yang termasuk golongan tiazid antara lain
hidroklorotiazid, bendroflumetiazid, klorotiazid dan diuretik lain yang
memiliki gugus aryl-sulfonamida (indapamid dan klortalidon). Obat
golongan ini bekerja dengan menghambat transport bersama Na-Cl di
tubulus distal ginjal, sehingga ekskresi Na + dan Cl − meningkat.
Yang termasuk kedalam golongan Tiazid adalah:
1. Hidroklorotiazid (HCT), merupakan prototype golongan tiazid
dan dianjurkan untuk sebagian besar kasus hipertensi ringan dan
sedang dan dalam kombinasi dengan berbagai hipertensi lain.
2. Indapamid, memiliki kelebihan karena masih efektif pada pasien
gangguan fungsi ginjal, bersifat netral pada metabolisme lemak dan
efektif meregresi hipertrofi ventrikel.
21
Sampai sekarang tiazid merupakan obat utama dalam terapi
hipertensi.Berbagai penelitian besar membuktikan bahwa diuretik terbukti
paling efektif dalam menurunkan risiko kardiovaskular.
3. Diuretik Kuat ( Loop Diuretics, Ceiling Diuretics)
Diuretik kuat bekerja dengan cara menghambat kotransport Na + ,
K + , Cl − dan menghambat resorpsi air dan elektrolit. Termasuk dalam
golongan diuretik kuat antara lain furosemid, bumetanid, dan asam
etakrinat.
4. Diuretik Hemat Kalium
Amilorid, triamteren, dan spironolakton merupakan diuretik lemah.
Penggunaannya terutama dalam kombinasi dengan diuretik lain untuk
mencegah hipokalemia.
Efek samping yang sering dijumpai akibat penggunaan obat
golongan diuretik ini seperti demam, sakit tenggorokan, rasa lelah, keram
otot, dan pusing.Beberapa individu juga mengeluhkan adanya ruam pada
kulit, dan detak jantung yang abnormal.Efek samping obat golongan
diuretik terhadap rongga mulut sendiri yaitu dapat menyebabkan
xerostomia, reaksi likenoid, hilangnya pengecapan (dysgeusia),
angioedema dan eritema multiforme.
5. Penghambat Adrenoreseptor Beta (β-blocker)
β-blocker digunakan sebagai obat tahap pertama pada hipertensi
ringan sampai sedang terutama pada pasien dengan penyakit jantung
koroner (khususnya sesudah infark miokard akut). β-blocker lebih efektif
pada pasien muda dan kurang efektif pada pasien usia lanjut.
Beberapa jenis β-blocker
22
1. Kardioselektif
Yang termasuk jenis kardioselektif seperti acetabutol, atenolol,
betaxolol, bisoprolol, metaprolol biasa, dan metaprolol lepas hambat.
2. Nonselektif
Yang termasuk jenis non selektif yaitu nadolol, cartelol, labetalol,
penbutolol, timolol, propanolol, dan pindolol.
Obat golongan β-blocker dapat menyebabkan efek samping berupa
hipotensi ortostatik, retensi cairan pada tubuh, bradikardia, blokade AV,
hambatan nodus SA dan menurunkan kekuatan kontraksi miokard.Oleh
karena itu obat golongan ini dikontraindikasikan pada keadaan
bradikardia.Efek sentral berupa depresi dan halusinasi dapat terjadi pada
pemakaian obat jenis labetalol dan karvedilol.
Efek samping obat golongan β-blocker terhadap rongga mulut
yaitu xerostomia, angioedema, ulser, dysgeusia dan reaksi likenoid.
6.Calcium Channel Blockers (Antagonis Kalsium)
Calcium Channel Blockers menghambat influks kalsium pada otot
polospembuluh darah dan miokard.Calcium channel blockers dibagi
kedalam dua golongan:
1. Hidropiridin
Nifedipine, nikardipin, isradipine, felodipine dan amlodipine
termasuk dalam golongan ini. Bekerja dengan cara menurunkan resistensi
perifer tanpa penurunan fungsi jantung yang berarti dan relatif aman dalam
kombinasi dengan β-blocker.
2. Non-Hidropiridin
Verapamil dan diltiazem termasuk dalam golongan ini.
23
Efek samping akibat penggunaan obat golongan antagonis kalsium
adalah hipotensi, iskemia miokard, sakit kepala, muka merah yang terjadi
karena vasodilatasi arteri meningeal, edema perifer dan gagal ginjal
kongestif.Sementara efek sampingnya pada rongga mulut yaitu terjadinya
pembesaran gingiva (gingivalenlargement), xerostomia ,dysgeusia, ulser,
angioedema, dan reaksi likenoid.
7. Penghambat Angiotensin-Converting Enzyme (ACE- Inhibitor)
Kaptopril merupakan ACE-inhibitor yang pertama ditemukan dan
banyak digunakan di klinik untuk pengobatan hipertensi dan gagal
jantung.
Secara umum ACE-inhibitor dibedakan atas dua kelompok:
1. Yang bekerja langsung, contohnya kaptopril dan Lisinopril
2. Prodrug, contohnya enalapril, kuinapril, perindopril, ramipril,
silazapril, benazapril, dan fosinopril.
ACE-inhibitor efektif untuk hipertensi ringan, sedang, maupun
berat.Bahkan beberapa diantaranya dapat digunakan pada krisis hipertensi
seperti kaptopril dan enalaprilat.Obat ini efektif pada sekitar 70%
pasien.Kombinasi dengan diuretik memberikan efek sinergetik (sekitar
85% pasien tekanan darahnya terkendali dengan kombinasi ini),
sedangkan efek hipokalemia dapat dicegah.3.
Efek samping pada tubuh yang dapat akibat penggunaan obat golongan
ini adalah hipotensi, batuk kering, dan hiperkalemia.Hipotensi dapat
terjadi pada awal pemberian ACE-inhibitor, terutama pada hipertensi
dengan aktivitas rennin yang tinggi.Batuk kering merupakan efek samping
yang paling sering terjadi dengan insidens 5-20%, lebih sering pada wanita
24
dan lebih sering terjadi pada malam hari.Sedangkan hiperkalemia terjadi
pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau pada pasien yang juga
mendapat diuretic hemat kalium, atau β-blocker.4.
Sedangkan efek sampingnya pada rongga mulut berupa
angioedema, ulser, hilangnya pengecapan, xerostomia, dan reaksi likenoid.
8. Antagonis Reseptor Angiotensin II (Angiotensin receptor
blocker,ARBs)
Golongan ini merupakan alternatif bagi pasien yang tidak toleran
terhadap ACE-inhibitor.Walaupun ARBs menimbulkan efek yang mirip
dengan pemberian ACE-inhibitor, tetapi karena tidak mempengaruhi
metabolisme bradikinin, maka obatini dilaporkan tidak memiliki efek
samping batuk kering dan angioedema seperti yang sering terjadi dengan
ACE-inhibitor.
Yang termasuk golongan ARBs, contohnya candesartan, losartan,
valsartan, irbesartan, dan telmisartan.
Hipotensi dan Hiperkalemia ada dilaporka sebagai efek samping
akibat pemakaian obat golongan ini.Sementara itu, manifestasinya di rongga
mulut berupa xerostomia dan angioedema.
K. Manifestasi Oral Akibat Penggunaan Obat Antihipertensi
1. Xerostomia
Xerostomia atau mulut kering merupakan keadaan rongga mulut
yang paling banyak dikeluhkan.Keadaan ini umumnya berhubungan
dengan berkurangnya aliran saliva, namun adakalanya jumlah atau aliran
saliva normal tetapi seseorang tetap mengeluh mulutnya kering.
Xerostomia bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan gejala
25
dari berbagai kondisi medis. Banyak faktor yang dapat menyebabkan
mulut kering, seperti radiasi pada daerah leher dan kepala, kemoterapi,
Sjogren sindrom, penyakit-penyakit sistemik, dehidrasi, efek samping
obat-obatan, stress dan juga usia .
Obat-obatan adalah penyebab paling umum berkurangnya saliva,
dan obat antihipertensi termasuk kedalam golongan obat yang dapat
menyebabkan efek samping berupa xerostomia. Obat-obatan tersebut
mempengaruhi aliran saliva dengan meniru aksi sistem syaraf autonom
atau dengan secara langsung beraksi pada proses seluler yang diperlukan
untuk saliva. Obat-obatan juga dapat secara tidak langsung
mempengaruhi saliva dengan mengubah keseimbangan cairan dan
elektrolit atau dengan mempengaruhi aliran darah ke kelenjar.
KERANGKA TEORI
Hipertensi
Klasifikasi ObatAntihipertensi
Antagonis
26
Diuretik β-blockerACE-Inhibitor ARBs
Kalsium
Manifestasi oral: Manifestasi Manifestasi ManifestasiManifestasi oral :
oral : oral : oral :
-xerostomia -xerostomia-xerostomia -pembesaran - xerostomia
- reaksi likenoid- reaksi
gingiva -ulser- angioedema
- dysgeusia likenoid -xerostomia - -hilangnya
-angioedema- dysgeusia
dysgeusia, pengecapan,
- eritema-angioedema
-ulser -angioedema
-reaksi likenoid
sindroma mulut
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hipertensi adalah terjadinya peningkatan secara abnormal dan terus
menerus tekanan darah yang disebabkan satu atau beberapa faktor yang
tidak berjalan sebagaimana mestinya dalam mempertahankan tekanan
27
darah secara normal yang disebabkan oleh gangguan organ yang disebut
hipertensi sekunder. Faktor-faktor risiko yang mendorong timbulnya
kenaikan tekanan darah tersebut adalah faktor risiko seperti diet dan
asupan garam, stres, ras, obesitas, merokok, genetis, sistem saraf simpatis
(tonus simpatis dan variasi diurnal), keseimbangan modulator vasodilatasi
dan vasokontriksi, serta pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan
pada sistem renin, angiotensin dan aldosteron.
B.Saran
Daftar Pustaka
Armilawaty, Amalia. H., &Ridwanamiruddin. (2007).Hipertensi dan faktor resikonyadalam kajian epideniologi. BagianEpidemiologi FKM UNHASdiperoleh tgl 23 10 2012 dari http://Ridwanamiruddin.com/2007/12/08/hipertensi-dan-faktor-risikonyadalam-kajian-epidemiologi/Brunner & Suddarth. (2002). Buku AjarKeperawatan Medikal Bedah. Vol. 2Ed.8. Jakarta: EGC.Dalimartha, S., Purnama, B. T., Sutarina,
28
N., Mahendra & Dermawan, R.(2008). Care your self hipertensi.Jakarta: Penebar Plus.Depkes. (2008). Riset kesehatan dasar(Riskesdas).Litbang depkes.Diperoleh tanggal 22 oktober 2012dari http://www.litbang.depkes.go.idDinkes, Riau. (2010). Profil KesehatanProvinsi Riau Tahun 2010.
Pekanbaru: Bakti Husada.
29