Upload
frida-ayu
View
459
Download
74
Embed Size (px)
DESCRIPTION
guillai barre sindrom
Citation preview
TUGAS IMUNOSEROLOGI
Sindroma Guillain-Barre (GBS)
Disusun Oleh :
1. Frida Ayu Wulandari (P17434113012)
2. Luluk Nur Azizah (P17434113023)
3. Nani Septiani (P17434113025)
4. Niila Fitriani (P17434113027)
Reguler A Semester V
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
2015
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur memanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan
rahmat dan hidayahnya dapat menyelesaikan makalah tentang “Sindroma
Guillain-Barre (GBS)” .Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah
Imunoserologi.
Pada kesempatan ini ingin mengucapkan terima kasih yang kepada Dosen
Mata Kuliah atas bimbingannya. Kemudian kepada Orang tua kami yang telah
membantu baik moril maupun materi juga Rekan-rekan satu kelompok yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini
Menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini jauh dari sempurna, baik
dari segi penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh karena itu
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, khususnya dari dosen
mata kuliah guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi kami untuk lebih
baik di masa yang akan datang.
Semarang, 17 September 2015
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1
A. Latar Belakang …………………………………………………………….......2
B. Rumusan masalah …………………………………………………………….2
C. Tujuan …………………………………………………………………….......2
D. Manfaat ………………………………………………………………………2
BAB II ISI ..........................................................................................................3
A. Pengertian Sindrom Guillain Barre ……………………………………3
B. Sifat Sindrom Guillain Barre ……………………………………………......3
C. Penyebab dan gejala Sindrom Guillain Barre ……………………………….4
D. Klasifikasi Sindrom Guillain Barre ……………………………………6
E. Fase perjalanan penyakit sindrom guillain barre ……………………...7
F. Patologi sindrom guillain barre ………………………………………..8
G. Pemeriksaan laboratorium dan diagnosa Sindrom Guillain Barre ……9
H. Pengobatan Sindrom Guillain Barre………………………………….12
BAB III PENUTUP.........................................................................................13
A. Kesimpulan……………………………………………………………13
B. Saran…………………………………………………………………..14
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sindroma Guillain-Barre (GBS) atau disebut juga dengan radang
polineuropati demyelinasi akut (AIDP), poliradikuloneuritis idiopatik akut,
polyneuritis idiopatik akut, Polio Perancis, paralisis asendens Landry,
dan sindroma Landry Guillain Barre adalah suatu penyakit autoimun yang
menyerang sistem saraf perifer; dan biasanya dicetuskan oleh suatu proses infeksi
yang akut. GBS termasuk dalam kelompok penyakit neuropati perifer.
GBS tersebar diseluruh dunia terutama di negara–negara berkembang dan
merupakan penyebab tersering dari paralysis akut. Insiden banyak dijumpai pada
dewasa muda dan bisa meningkat pada kelompok umur 45-64 tahun. Lebih sering
dijumpai pada laki – laki dari pada perempuan. Puncak yang agak tinggi terjadi
pada kelompok usia 16-25 tahun, tetapi mungkin juga berkembang pada setiap
golongan usia. Sekitar setengah dari korban mempunyai penyakit febris ringan 2-
3 minggu sebelum awitan. Infeksi febris biasanya berasal dari pernapasan atau
gastrointestinal.
Angka kejadian penyakit ini berkisar 1,6 iga puluh persen% penderita ini
membutuhkan mesin bantu pernafasan untuk bertahan hidup, sementara 5%
pesampai 1,9/100.000 penduduk per tahun lebih dari 50% kasus biasanya
didahului dengan infeksi saluran nafas atas. Tnderita akan meninggal, meskipun
dirawat di ruang perawatan intensif. Sejumlah 80% penderita sembuh sempurna
atau hanya menderita gejala sisa ringan, berupa kelemahan ataupun sensasi
abnormal, seperti halnya kesemutan atau baal. Lima sampai sepuluh persen
mengalami masalah sensasi dan koordinasi yang lebih serius dan permanen,
sehingga menyebabkan disabilitas berat; 10% diantaranya beresiko mengalami
relaps.
1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan apa yang telah dipaparkan di atas, maka kami sebagai penulis
dapat merumuskan beberapa permasalahan yakni sebagai berikut :
1. Apa pengertian dari Sindrom Guillain Barre ?
2. Apa saja sifat dari Sindrom Guillain Barre ?
3. Bagaimana gejala dan penyebab terjadinya Sindrom Guillain Barre ?
4. Bagaimana klasifikasi Sindrom Guillain Barre ?
5. Bagaimana fase perjalanan penyakit sindrom guillain barre?
6. Bagaimana patologi sindrom guillain barre ?
7. Bagaimana pemeriksaan laboratorium dan diagnosa Sindrom Guillain
Barre ?
8. Bagaimana cara pengobatan Sindrom Guillain Barre ?
C. Tujuan
Tujuan penulis dalam menyusun makalah ini agar mahasiswa mengetahui
pengertian Sindrom Guillain Bare, sifat, gejala dan penyebab, klasifikasi, fase
perjalanan penyakit, patofisiologi, cara pengobatan dan diagnosa Sindrom
Guillain Barre
D. Manfaat
Tulisan ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi baik
bagi tenaga kesehatan ataupun masyarakat umum mengenai Guillain Barre
Syndrome.
2
BAB II
ISI
A. Pengertian Guillain Barre Syndrome
Guillain-Barre Syndrome adalah penyakit yang disebabkan oleh kerusakan
saraf tepi. Guillain-Barre Syndrome dapat menyerang semua usia namun lebih
sering ditemukan pada usia 30 – 50 tahun. GBS atau Guillain Barre Syndrome
merupakan penyakit yang menyebabkan tubuh menjadi lemah kehilangan
kepekaan yang biasanya dapat sembuh sempurna dalam hitungan minggu, bulan
atau tahun.
Penyakit Guillain-Barre syndrome (GBS) atau biasa disebut juga Sindrom
Guillain Barre (SGB) atau radang polineuropati demyelinasi akut adalah
peradangan akut yang menyebabkan kerusakan sel saraf tanpa penyebab yang
jelas. Penyakit ini sangat langka, namun berakibat buruk bagi penderitanya.
GBS (Guillain Barre Syndrome) merupakan salah satu dari
penyakit autoimun. Pada kondisi normal, tubuh akan menghasilkan antibodi yang
berfungsi untuk melawan antigen atau zat yang merusak tubuh ketika tubuh
terinfeksi penyakit, virus, maupun bakteri. Namun pada kasus GBS, antibodi yang
seharusnya melindungi tubuh justru menyerang sistem saraf tepi dan
menyebabkan kerusakan pada sel saraf. Kerusakan tersebut akan menyebabkan
kelumpuhan motorik dan gangguan sensibilitas penderita GBS. Jika kerusakan
terjadi sampai pangkal saraf maka dapat terjadi kelainan pada sumsum tulang
belakang.
B. Sifat Sindrom Guillain Barre
Sifat-sifat GBS:
1. Bisa terjangkit di semua tingkatan usia mulai dari anak-anak sampai
dewasa
2. jarang ditemukan pada manula
3
3. Lebih sering ditemukan pada kaum pria
4. Bukan penyakit turunan
5. tidak dapat menular lewat kelahiran, terinfeksi atau terjangkit dari orang
lain yang mengidap GBS
6. Namun, bisa timbul seminggu atau dua minggu setelah infeksi usus atau
tenggorokan.
C. Penyebab dan gejala Sindrom Guillain Barre
1. Penyebab Sindrom Guillain Barre
Pada kondisi normal, tubuh akan menghasilkan antibodi untuk
melawan antigen (zat yang merusak tubuh) ketika tubuh terinfeksi penyakit, virus,
atau bakteri. Pada kasus SGB, antibodi malah menyerang sistem saraf tepi dan
menyebabkan kerusakan sel saraf. Hal ini ditimbulkan karena antibodi merusak
selaput myelin yang menyelubungi sel saraf (demyelinasi). Kerusakan yang
ditimbulkan dimulai dari pangkal ke tepi atau dari atas ke bawah. Kerusakan
tersebut akan menyebabkan kelumpuhan motorik dan gangguan sensibilitas. Jika
kerusakan terjadi sampai pangkal saraf maka dapat terjadi kelainan pada sumsum
tulang belakang
Guillain Barre Syndrome timbul dari pembengkakan syaraf peripheral,
sehingga mengakibatkan tidak adanya pesan dari otak untuk melakukan gerakan
yang dapat diterima oleh otot yang terserang. Karena banyak syaraf yang
terserang termasuk syaraf immune sistem maka sistem kekebalan tubuh kita pun
akan kacau. Dengan tidak diperintahakan dia akan menngeluarkan cairan sistem
kekebalan tubuh ditempat-tempat yang tidak diinginkan. Dengan pengobatan
maka sistem kekebalan tubuh akan berhenti menyerang syaraf dan bekerja
sebagaimana mestinya.
2. Gejala Guillain Barre Syndrome
Guillain Barre Syndrome umumnya bergejala awal: rasa seperti ditusuk-
tusuk jarum diujung jari kaki atau tangan atau mati rasa di bagian tubuh tersebut.
4
Kaki terasa berat dan kaku atau mengeras, lengan terasa lemah dan telapak tangan
tidak bisa menggenggam erat atau memutar sesuatu dengan baik (buka kunci,
buka kaleng dll). Gejala-gejala awal ini bisa hilang dalam tempo waktu beberapa
minggu, penderita biasanya tidak merasa perlu perawatan atau susah
menjelaskannya pada tim dokter untuk meminta perawatan lebih lanjut karena
gejala-gejala akan hilang pada saat diperiksa. Gejala tahap berikutnya disaaat
mulai muncul kesulitan berarti, misalnya: kaki susah melangkah, lengan menjadi
sakit lemah, dan kemudian dokter menemukan syaraf refleks lengan telah hilang
fungsi.
Gejala-gejala yang dapat timbul pada penderita SGB adalah kehilangan
sensitivitas, seperti kesemutan, kebas (mati rasa), rasa terbakar, atau nyeri, dengan
pola persebaran yang tidak teratur dan dapat berubah-ubah. Kelumpuhan pada
pasien SGB biasanya terjadi dari bagian tubuh bawah ke atas atau dari luar ke
dalam secara bertahap, namun dalam waktu yang bervariasi. Penderita SGB parah,
kerusakan dapat berdampak pada paru-paru dan melemahkan otot-otot pernapasan
sehingga diperlukan ventilator untuk menjaga pasien agar tetap bertahan. Kondisi
penderita dapat bertambah parah karena kemungkin terjadi infeksi di dalam paru-
paru akibat berkurangnya kemampuan pertukaran gas dan kemampuan
membersihkan saluran pernapasan. Kematian umumnya terjadi karena kegagalan
pernapasan dan infeksi yang ditimbulkan
Gejala umum GBS:
Tak bisa merasakan refleks tangan dan kaki
Tekanan darah rendah
Mati rasa
Rasa terbakar
Lemah otot atau kelumpuhan:
Dalam kasus ringan, yang dialami hanya lemas
Bisa terjadi di tangan dan kaki berbarengan
5
Bisa memburuk dalam jangka waktu 24-72 jam
Bisa saja hanya menyerang saraf kepala
Bisa dimulai dari tangan lalu turun ke kaki atau sebaliknya
Gejala yang harus lebih diperhatikan:
Sulit bernapas
Tidak bisa menarik napas dalam-dalam
Sulit menelan
Terus menerus mengeluarkan air liur
Pada kasus lebih parah akan disertai :
Gangguan gerak bola mata
Gangguan bicara
Gangguan mengunjah dan menelan
Gangguan buang air besar dan buang air kecil
Gangguan pernafasan
Kondisi penderita GBS dapat bertambah parah karena kemungkin terjadi
infeksi di dalam paru-paru akibat berkurangnya kemampuan pertukaran gas dan
kemampuan membersihkan saluran pernapasan. Kematian dapat terjadi karena
kegagalan pernapasan dan infeksi yang ditimbulkan.
D. Klasifikasi Sindrom Guillain Barre
Sindrom Guillain-Barre digolongkan dalam beberapa bentuk. Berikut ini
adalah klasifikasi utamanya:
Demielinasi inflamasi akut polyradiculoneuropathy (AIDP), bentuk ini
adalah yang paling umum di beberapa negara seperti Amerika Serikat.
6
Tanda yang paling umum dari AIDP adalah kelemahan otot yang dimulai
di bagian bawah tubuh Anda dan menyebar ke atas.
Sindrom Miller Fisher (MFS), di mana kelumpuhan dimulai dari mata.
MFS juga berhubungan dengan kelemahan saat berjalan. MFS terjadi pada
sekitar 5% dari total penderita sindrom Guillain-Barre di Amerika Serikat,
namun lebih sering terjadi di kawasan Asia.
Neuropati Akson Motorik Akut (AMAN) dan Neuropati Akson
Motorik-Sensorik Akut (AMSAN), yang jumlahnya sangat jarang di Eropa
dan Amerika utara, biasanya lebih sering di terjadi di Cina, Jepang dan
Meksiko.
Pada kasus yang serius, Guillain-Barre Syndrome dapat disertai
komplikasi yang membahayakan, yaitu :
1. Kegagalan bernafas akibat kelumpuhan otot-otot pernafasan
2. Gangguan irama dan kegagalan fungsi jantung
3. Hipotensi
4. Kematian
E. Fase Perjalanan Penyakit Sindrom Guillain Barre
a. Fase progresif
Umumnya berlangsung 2-3 minggu, sejak timbulnya gejala awal sampai
gejala menetap, dikenal sebagai ‘titik nadir’. Pada fase ini akan timbul nyeri,
kelemahan progresif dan gangguan sensorik; derajat keparahan gejala bervariasi
tergantung seberapa berat serangan pada penderita. Kasus GBS yang ringan
mencapai nadir klinis pada waktu yang sama dengan GBS yang lebih berat. Terapi
secepatnya akan mempersingkat transisi menuju fase penyembuhan, dan
mengurangi resiko kerusakan fisik yang permanen. Terapi berfokus pada
pengurangan nyeri serta gejala.
7
b. Fase plateau.
Fase infeksi akan diikuti oleh fase plateau yang stabil, dimana tidak
didapati baik perburukan ataupun perbaikan gejala. Serangan telah berhenti,
namun derajat kelemahan tetap ada sampai dimulai fase penyembuhan. Terapi
ditujukan terutama dalam memperbaiki fungsi yang hilang atau mempertahankan
fungsi yang masih ada. Perlu dilakukan monitoring tekanan darah, irama jantung,
pernafasan, nutrisi, keseimbangan cairan, serta status generalis. Imunoterapi dapat
dimulai di fase ini. Penderita umumnya sangat lemah dan membutuhkan istirahat,
perawatan khusus, serta fisioterapi. Pada pasien biasanya didapati nyeri hebat
akibat saraf yang meradang serta kekakuan otot dan sendi; namun nyeri ini akan
hilang begitu proses penyembuhan dimulai. Lama fase ini tidak dapat
diprediksikan; beberapa pasien langsung mencapai fase penyembuhan setelah fase
infeksi, sementara pasien lain mungkin bertahan di fase plateau selama beberapa
bulan, sebelum dimulainya fase penyembuhan.
c. Fase penyembuhan
Akhirnya, fase penyembuhan yang ditunggu terjadi, dengan perbaikan dan
penyembuhan spontan. Sistem imun berhenti memproduksi antibody yang
menghancurkan myelin, dan gejala berangsur-angsur menghilang, penyembuhan
saraf mulai terjadi. Terapi pada fase ini ditujukan terutama pada terapi fisik,
untuk membentuk otot pasien dan mendapatkan kekuatan dan pergerakan otot
yang normal, serta mengajarkan penderita untuk menggunakan otot-ototnya
secara optimal. Kadang masih didapati nyeri, yang berasal dari sel-sel saraf yang
beregenerasi. Lama fase ini juga bervariasi, dan dapat muncul relaps.
Kebanyakan penderita mampu bekerja kembali dalam 3-6 bulan, namun pasien
lainnya tetap menunjukkan gejala ringan samapi waktu yang lama setelah
penyembuhan. Derajat penyembuhan tergantung dari derajat kerusakan saraf
yang terjadi pada fase infeksi.
F. Patologi Sindrom Guillain Barre
8
Pada pemeriksaan makroskopis tidak tampak jelas gambaran
pembengkakan saraf tepi.Dengan mikroskop sinar tampak perubahan pada saraf
tepi. Perubahan pertama berupa edemayang terjadi pada hari ketiga atau keempat,
kemudian timbul pembengkakan dan iregularitasselubung mielin pada hari
kelima, terlihat beberapa limfosit pada hari kesembilan danmakrofag pada hari
kesebelas, poliferasi sel schwan pada hari ketigabelas. Perubahan padamielin,
akson, dan selubung schwan berjalan secara progresif, sehingga pada
harikeenampuluh enam, sebagian radiks dan saraf tepi telah hancur. Kerusakan
mielindisebabkan makrofag yang menembus membran basalis dan melepaskan
selubung mielin darisel schwan dan akson
G. Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnosa
Pemeriksaan laboratorium :a. Cairan serebrospinal (CSS)
Yang paling khas adalah adanya disosiasi sitoalbuminik, yakni
meningkatnya jumlah protein (100-1000 mg/dL) tanpa disertai adanya pleositosis
(peningkatan hitung sel). Pada kebanyakan kasus, di hari pertama jumlah total
protein CSS normal; setelah beberapa hari, jumlah protein mulai naik, bahkan
lebih kanjut di saat gejala klinis mulai stabil, jumlah protein CSS tetap naik dan
menjadi sangat tinggi. Puncaknya pada 4-6 minggu setelah onset. Derajat penyakit
tidak berhubungan dengan naiknya protein dalam CSS. Hitung jenis umumnya di
bawah 10 leukosit mononuclear/mm
b. Pemeriksaan kecepatan hantar saraf (KHS) dan elektromiografi (EMG)
Manifestasi elektrofisiologis yang khas dari GBS terjadi akibat
demyelinasi saraf, antara lain prolongasi masa laten motorik distal (menandai
blok konduksi distal) dan prolongasi atau absennya respon gelombang F (tanda
keterlibatan bagian proksimal saraf), blok hantar saraf motorik, serta
berkurangnya KHS. Pada 90% kasus GBS yang telah terdiagnosis, KHS kurang
dari 60% normal.
9
EMG menunjukkan berkurangnya rekruitmen motor unit Dapat pula
dijumpai degenerasi aksonal dengan potensial fibrilasi 2-4 minggu setelah onset
gejala, sehingga ampilitudo CMAP dan SNAP kurang dari normal. Derajat
hilangnya aksonal ini telah terbukti berhubungan dengan tingkat mortalitas yang
tinggi serta disabilitas jangka panjang pada pasien GBS, akibat fase penyembuhan
yang lambat dan tidak sempurna. Sekitar 10% penderita menunjukkan
penyembuhan yang tidak sempurna, dengan periode penyembuhan yang lebih
panjang (lebih dari 3 minggu) serta berkurangnya KHS dan denervasi EMG.
c. Pemeriksaan darah
Pada darah tepi, didapati leukositosis polimorfonuklear sedang dengan
pergeseran ke bentuk yang imatur, limfosit cenderung rendah selama fase awal
dan fase aktif penyakit. Pada fase lanjut, dapat terjadi limfositosis; eosinofilia
jarang ditemui. Laju endap darah dapat meningkat sedikit atau normal, sementara
anemia bukanlah salah satu gejala.
Dapat dijumpai respon hipersensitivitas antibodi tipe lambat, dengan peningkatan
immunoglobulin IgG, IgA, dan IgM, akibat demyelinasi saraf pada kultur
jaringan. Abnormalitas fungsi hati terdapat pada kurang dari 10% kasus,
menunjukkan adanya hepatitis viral yang akut atau sedang berlangsung;
umumnya jarang karena virus hepatitis itu sendiri, namun akibat infeksi CMV
ataupun EBV.
d. Elektrokardiografi (EKG)
Menunjukkan adanya perubahan gelombang Tserta sinus
takikardia. Gelombang T akan mendatar atau inverted pada leadlateral.
Peningkatan voltase QRS kadang dijumpai, namun tidak sering.
e. Tes fungsi respirasi (pengukuran kapasitas vital paru)
Tes fungsi respirasi (pengukuran kapasitas vital paru) akan menunjukkan
adanya insufisiensi respiratorik yang sedang berjalan (impending).
f. Pemeriksaan patologi anatomi
10
Umumnya didapati pola dan bentuk yang relatif konsisten; yakni adanya
infiltrat limfositik mononuklear perivaskuler serta demyelinasi multifokal. Pada
fase lanjut, infiltrasi sel-sel radang dan demyelinasi ini akan muncul bersama
dengan demyelinasi segmental dan degenerasi wallerian dalam berbagai derajat
Saraf perifer dapat terkena pada semua tingkat, mulai dari akar hingga ujung saraf
motorik intramuskuler, meskipun lesi yang terberat bila terjadi pada ventral root,
saraf spinal proksimal, dan saraf kranial. Infiltrat sel-sel radang (limfosit dan sel
mononuclear lainnya) juga didapati pada pembuluh limfe, hati, limpa, jantung,
dan organ lainnya.
Diagnosis GBS umumnya ditentukan oleh adanya kriteria klinis dan
beberapa temuan klinis yang didukung oleh pemeriksaan elektrofisiologis dan
cairan serebrospinal (CSS),
Kriteria Diagnostik untuk Sindroma Guillain-Barre
Temuan yang dibutuhkan untuk diagnosis
Kelemahan progresif kedua anggota gerak atau lebih
Arefleksia
Temuan klinis yang mendukung diagnosis :
Gejala atau tanda sensorik ringan
Keterlibatan saraf kranialis (bifacial palsies) atau saraf kranial lainnya
Penyembuhan dimulai 2-4 minggu setelah progresivitas berhenti
Disfungsi otonom
Tidak adanya demam saat onset
Progresivitas dalam beberapa hari hingga 4 minggu
Adanya tanda yang relatif simetris
Temuan laboratorium yang mendukung diagnosis:
Peningkatan protein dalam CSS dengan jumlah sel <10 sel/μl
Temuan elektrofisiologis mengenai adanya demyelinasi: melambatnya
atau terbloknya hantaran saraf
11
H. Pengobatan 1. Terapi Suportif (Umum)
a. Monitor respirasi, bila perlu lakukan trakeostomi
b. Pasang NGT
c. Monitor EKG
d. Fisioterapi aktif menjelang masa penyembuhan untuk mengembalikan
fungsi alat gerak, menjaga fleksibilitas otot, berjalan dan
keseimbangan
e. Fisioterapi pasif setelah terjadi masa penyembuhan untuk
memulihkan kekuatan otot.
2. Terapi Simptomatis (Khusus)
a. Plasmaphoresis
Pertukaran plasma yang ditujukan untuk membuang antibodi
yang rusak. Tindakan ini dipercaya dapat membebaskan plasma darah
dari antibodi yang rusak yang menyerang sistem saraf tepi.
b. Imunoglobulin intravena
Immunoglobulin donor mengandung antibodi yang sehat.
Dosis tinggi dapat mengurangi jumlah antibodi yang sudah rusak.
c. Kortikosteroid
Belum terbukti manfaatnya. Interferon β pernah dilaporkan
pada beberapa kasus tetapi efisiensi dan efikasinya belum teruji secara
klinis.
12
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Guillain Barre syndrome ( GBS ) adalah suatu kelainan sistem kekebalan
tubuh manusia yang menyerang bagian dari susunan saraf tepi dirinya sendiri
dengankarekterisasi berupa kelemahan atau arefleksia dari saraf motorik yang
sifatnyaprogresif. Kelainan ini kadang kadang juga menyerang saraf sensoris,
otonom,maupun susunan saraf pusat. SGB merupakan Polineuropati akut, bersifat
simetris dan ascenden, yang biasanya terjadi 1 – 3minggu dan kadang sampai 8
minggu setelah suatu infeksi akut.
Pada Sindrom ini sering dijumpai adanya kelemahan yang cepat atau bisa
terjadi paralysis dari tungkai atas, tungkai bawah, otot-otot pernafasan dan wajah.
Sindrom ini dapatterjadi pada segala umur dan tidak bersifat herediter dan dikenal
sebagai Landry’s Paralisisascending. Pertama dideskripsikan oleh Landry, 1859
menyebutnya sebagai suatu penyakitakut, ascending dan paralysis motorik dengan
gagal napas.
Gejala klinis SGB berupa kelemahan, gangguan saraf kranial, perubahan
sensorik, nyeri, perubahan otonom, gangguan pernafasan. Sampai saat ini belum
ada pengobatan spesifik untuk SGB, pengobatan terutama secara simptomatis.
Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi gejala, mengobati komplikasi,
mempercepat penyembuhan dan memperbaiki prognosisnya. Penderita pada
stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terusdilakukan observasi tanda-
tanda vital. Penderita dengan gejala berat harus segera di rawat dirumah sakit
untuk memdapatkan bantuan pernafasan, pengobatan dan fisioterapi
13
Pemeriksaan penunjang untuk Sindroma Guillain-Barre adalah
pemeriksaan LCS, EMGdan MRI. Penyakit ini memiliki prognosis yang baik.
Komplikasi yang dapat menyebabkankematian adalah gagal nafas dan aritmia.
B. SARAN
1. Untuk menghindari sindroma Guillain Barre sebaiknya masyarakat
melakukan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat agar terhindar dari bakteri
atau virus penyebab GBS
2. Apabila terjadi gejala-gejala Sindroma Guillain Barre sebaiknya sesegera
mungkin memeriksakan diri ke dokter atau pusat kesehatan terdekat.
14
DAFTAR PUSTAKA
http://ariefardiasnyah.blogspot.co.id/2011/03/guillain-barre-syndrome-gbs.html
https://koranindonesiasehat.wordpress.com/2009/12/14/guillain-barre-syndrome-
gbs-patofisiologi-manifestasi-klinis-dan-diagnosis/
http://mars-fkmuh.blogspot.co.id/2012/12/guillain-barre-syndrome.html
http://www.sridianti.com/mengenal-sistem-saraf-perifer.html
http://gosehat.com/sindrom-guillain-barre
15
LAMPIRAN
1. KELOMPOK 1 (TITIK)
Pertanyaan:
Pada GBS, apakah gejala mati rasa terjadi pada bagian tertentu saja
atau bisa bagian lain?
Jawaban :
Pada awal gejala Guillain Barre Syndrome umumnya terjadi mati rasa
atau rasa seperti ditusuk-tusuk jarum diujung jari kaki atau tangan atau di
bagian tubuh tersebut dengan gejala lebih lanjut kaki terasa berat dan kaku
atau mengeras, lengan terasa lemah dan telapak tangan tidak bisa
menggenggam erat atau memutar sesuatu dengan baik sampai akhirnya telah
hilang fungsi. Gejala mati rasa pada Guillain Barre Syndrome memiliki pola
persebaran yang tidak teratur dan dapat berubah-ubah karena pada dasarnya
penyakit autoimun ini menyerang sistem saraf perifer. Biasanya mati rasa atau
kelumpuhan pada pasien SGB terjadi dari bagian tubuh bawah ke atas atau
dari luar ke dalam secara bertahap. Tidak hanya menyerang bagian tangan dan
kaki saja, pada penderita SGB parah, kerusakan dapat berdampak pada paru-
paru dan melemahkan otot-otot pernapasan yang dapat menimbulkan
kegagalan pernapasan
2. KELOMPOK 2 (INTAN)
Pertanyaan:
Kapan pemeriksaan laboratorium dilakukan? Apakah bisa dideteksi sedini
mungkin?
Jawaban :
16
Pemeriksaan laboratorium dilaksanakan setelah gejala mulai terlihat 4-6
minggu setelah merasakan adanya gangguan saraf
3. KELOMPOK 4 (Halumma)
Pertanyaan:
Bagaimana gambaran hasil pemeriksaan imun dan hematologi pada sindrom
Guillain Barre ?
Jawaban :
Hasil pemeriksaan imun pada sindrom Guillain Barre dapat dijumpai
respon hipersensitivitas antibodi tipe lambat, dengan peningkatan
immunoglobulin IgG, IgA, dan IgM, akibat demyelinasi saraf pada kultur
jaringan.
Pemeriksaan hematologi : Pada darah tepi, didapati leukositosis
polimorfonuklear sedang dengan pergeseran ke bentuk yang imatur, limfosit
cenderung rendah selama fase awal dan fase aktif penyakit. Pada fase lanjut,
dapat terjadi limfositosis; eosinofilia jarang ditemui. Laju endap darah dapat
meningkat sedikit atau normal, sementara anemia bukanlah salah satu gejala.
4. KELOMPOK 4 (Nursita)
a. Pertanyaaan:
Pada MFS, gejala kelumpuhan yang seperti apa yang terjadi pada mata?
Jawaban :
Pada Fisher syndrome (MFS) umumnya mengenai otot-otot okuler
pertama kali dan terdapat trias gejala, yakni oftalmoplegia, ataksia, dan
arefleksia.
Oftalmoplegia adalah kerusakan pada gerakan mata horizontal yang
disebabkan oleh kerusakan hubungan tertentu antara pusat saraf di batang
otak.
Ataksia adalah kegagalan koordinasi otot, ketidakmampuan
mengkoordinasi gerakan otot. Kondisi ini biasanya terkait dengan gangguan di
otak kecil, bagian otak yang mengatur koordinasi dan keseimbangan.
Arefleksia adalah hilangnya refleks tendo yang biasanya menyeluruh
17
b. Pertanyaan:
Pemeriksaan hematologi merupakan pemeriksaan penunjang atau utama?
Jawaban :
Penunjang.
5. KELOMPOK 4 (Umi Rosyida)
Pertanyaan:
Virus/bakteri apa yang menyebabkan GBS? Bagian mana yang
diserang terlebih dahulu? Bagaimana cara pencegahannya?
Jawaban:
Penyebab penyakit GBS yang pasti sampai saat ini belum diketahui.
Tetapi pada banyak kasus sering disebabkan oleh infeksi viral. Virus yang
paling sering menyebabkan penyakit ini adalah Cytomegalovirus (CMV),
HIV, Measles dan Herpes Simplex Virus. Sedangkan untuk penyebab bakteri
paling sering oleh Campylobacter jejuni.
Pencegahannya bisa dilakukan dengan menjaga daya tahan tubuh.
Pastikan kita mengkonsumsi makanan-makanan yang dibutuhkan tubuh,
seperti protein hewani (daging dan ikan), selalu menjaga kebersihan tubuh
dengan mandi dan mencuci tangan sebelum makan untuk menghindari infeksi
kuman, virus, atau bakteri yang menyebabkan diare.
6. KELOMPOK 5 (Safira)
a. Pertanyaan:
Pada GBS (penyakit autoimun), mengapa pada pemeriksaan
laboratorium jumlah leukosit normal padahal antibodi menyerang selnya
sendiri? Bagaimana cara mendeteksi dini dari penyakit ini?
Jawaban:
Pada darah tepi, didapati leukositosis polimorfonuklear sedang dengan
pergeseran ke bentuk yang imatur, limfosit cenderung rendah selama fase awal
dan fase aktif penyakit. Pada fase lanjut, dapat terjadi limfositosis; eosinofilia
jarang ditemui. Laju endap darah dapat meningkat sedikit atau normal,
sementara anemia bukanlah salah satu gejala.
18
b. Pertanyaan:
Apakah semua pemeriksaan dilakukan semua atau hanya salah satu?
Apakah ada pemeriksaan khusus yang dilakukan untuk diagnosa penyakit ini?
Jawaban:
Diagnosis GBS biasanya ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis
dan pemeriksaan penunjang. Semua pemeriksaan dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosa dokter.
7. KELOMPOK 6 (An nisa)
Pertanyaan:
Pada AMAN, mengapa lebih sering terjadi di Cina?
Jawaban:
Saat ini, epidemi penyakit yang menyerupai GBS ditemukan setiap
tahun di beberapa daerah di Cina Utara, terutama terjadi pada musim panas.
Epidemi ini berhubungan dengan infeksi Campylobacter jejuni, dan banyak
ditemukan antibodi antiglikolipid pada pasien.
Karena penyakit ini banyak menyebabkan degenerasi akson motorik
perifer tanpa banyaknya inflamasi, sindrom ini disebut Acute Motor Axonal
Neuropathy (AMAN) 2. AMAN terdapat pada <10% dari pasien dengan GBS
di negara Barat dan >40% di negara Cina dan Jepang. Saat ini riset sedang
mengkonsentrasikan pada antibodi anti-gangliosid yang terdapat pada
strain Campylobacter jejuni. Antibodi ini menyerang gangliosid normal yang
berada pada jaringan saraf perifer.
8. KELOMPOK 7 (Ida Purwanti)
Pertanyaan:
Apa yang dimaksud pasang NGT dan bagaimana efeknya?
Jawaban:
NGT (Nasogastric tube), alat ini adalah alat yang digunakan untuk
memasukkan nutsrisi cair dengan selang plasitic yang dipasang melalui
hidung sampai lambung.
Efek dapat terjadi akibat trauma mekanik selama proses awal pemasangan
NGT maupun penempatan yang tidak tepat antara lain :
• Distres nafas pada pemasangan awal NGT
19
• Pasien merasa tidak nyaman
• Epistaksis masif dapat menyebabkan gangguan jalan nafas
• Trauma pada mukosa terjadi akibat terlalu memaksakan mendorong pipa
saat terdapat tahanan
• Pneumonia aspirasi terjadi akibat aspirasi isi lambung saat pasien muntah
• Pneumonitis terjadi akibat pemberian makanan atau obat melalui pipa
yang posisi atau letaknya setinggi trakhea
• Hipoksemia terjadi akibat obstruksi saluran nafas karena penempatan NGT
kurang tepat
• Pneumothorak dapat terjadi akibat injuri polmoner setelah pemasangan
NGT
• Bila pemasangan dalam jangka panjang bisa menyebabkan erosi mukosa
hidung, sinusitis, esofagitis, esofagotrakeal fistula, ulkus lambung, infeksi
paru dan infeksi mulut.
9. KELOMPOK 8 (DINI)
Pertanyaan:
Apa yang dimaksud insufisiensi respiratorik?
Jawaban:
Insufisiensi respiratorik adalah ketidakmampuan otot pernafasan untuk
menjalankan fungsinya secara memadai.
10. KELOMPOK 9 (NUR ALIMAH)
Pertanyaan:
Apakah terapi dilakukan berdasarkan fase perjalanan penyakit? Mohon
penjelasannya.
Jawaban:
Ya, terapi dilakukan berdasarkan fase perjalanan penyakitnya.
Misalnya : pada fase pertama, otot penderita GBS biasanya tidak mampu
menggerakkan LGS (luas gerak sendi) secara penuh; sehingga fisioterapis
perlu membantu penderita dalam menggerakkan sendi sesuai dengan luas
gerak sendi yang normal, atau paling sedikit sampai lingkup sendi yang
fungsional
11. KELOMPOK 10 (Lailanihaya)
20
Pertanyaan:
Apa yang dimaksud disritmia dan relaps?
Jawaban:
• Distrimia adalah gangguan pembentukan dan / atau penghantaran
impuls.
• Relaps (kambuh) adalah munculnya kembali penyakit setelah periode
bebas penyakit.
12. KELOMPOK 10 (kudriyati)
Pertanyaan:
Mengapa terjadi tekanan darah rendah pada penderita GBS dan kenapa
bisa memproduksi air liur terus menerus?
Jawaban:
Karena di tubuh penderita GBS terjadi gangguan fungsi otonom dapat
mengakibatkan timbulnya hipotensi atau hipertensi yang mendadak serta
gangguan irama jantung. Sekresi air liur berada di bawah kontrol saraf otonom
sehingga sudah pasti ikut mengalami gangguan.
13. BU NURUL
Pertanyaan:
Bagaimana mekanisme terjadinya insufisiensi respiratorik pada penderita
GBS?
Jawaban:
Gangguan motorik pada GBS diawali dengan kelemahan otot bagian
bawah. Kemudian secara bertahap naik hingga ke otot bagian atas. Bila otot-
otot pernafasan terganggu, akan terjadi kelemahan dalam bernafas. Penderita
merasa nafasnya berat.
Sebagai akibat dari gangguan motorik dan sistem saraf otonomik,
terjadi gangguan kardiopulmonari. Berawal dari nafas berat, oleh karena
kelemahan otot pernafasan (baik otot intercostal maupun diafragma), hingga
gangguan ritmik oleh karena gangguan saraf otonomik. Akibatnya fungsi paru
menjadi terganggu. Paru tidak bisa mengembang secara maksimal akibatnya
kapasitas vital menurun, dan bisa menimbulkan atelektasis. Bila kondisi ini
berlanjut, bisa terjadi infeksi paru, pneumonia, yang akan memperburuk
21
kondisi. Ditambah kenyataannya pasien dalam kondisi seperti di atas biasanya
hanya terbaring, posisi yang hanya akan menurunkan fungsi paru (Pryor &
Webber 1998)
22