Upload
samsul-arifin
View
579
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
makalah
Citation preview
MAKALAH GERONTIK KELOMPOK
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN LANSIA DENGAN MASALAH
PEMENUHAN KEBUTUHAN KESELAMATAN DAN KEAMANAN
Disusun Oleh :
1. Hendra Zainuddin
2. Ismi Rumsyi Fathonah
3. Novi Andrianto
4. Samsul Arif
JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KEMENTERIAN KESEHATAN SURAKARTA
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan
makalah berjudul “ Asuhan Keperawatan Pada Lansia Terkait Keselamatan dan Keamanan ”
ini sebagai salah satu tugas matakuliah Keperawatan Gerontik semester 5 tahun ajaran
2013/2014.
Dengan tersusunnya makalah ini, penulis mengucapakan terima kasih kepada :
1. Bapak Addi Mardi, MN selaku Ketua Prody D4 Keperawatan Politeknik Kesehatan
Surakarta.
2. Ibu Sri Lestari DA, M.Kes selaku dosen pengampu Keperawatan Gerontik semester 5
Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Surakarta.
3. Bapak/ibu Dosen DIII Berlanjut DIV Keperawatan Politeknik Kesehatan Surakarta.
Dengan dibuatnya makalah ini semoga dapat menambah pengetahuan dan wawasan
kita tentang cara melakukan asuhan keperawatan pada lansia terkait keselamatan dan
keamanannya mengingatnya semakin mundurnya panca ndera dan fungsi organnya sehingga
beresiko jatuh dan cidera. Akhirnya penulis menyadari sepenuhnya bahwa “tiada gading yang
retak” begitupun dengan makalah ini yang masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
kritik serta masukan yang membangun selalu diharapkan guna menunjang langkah
selanjutnya.
Terima kasih.
Surakarta, September 2013
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN COVER............................................................................................. i
KATA PENGANTAR........................................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.........................................................................
BAB II LANDASAN TEORI
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................
B. Saran......................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Keamanan merupakan keadaan bebas dari cedera fisik dan psikologis yang
merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi. Lingkungan klien
mencakup semua faktor fisik dan psikososial yang mempengaruhi atau berakibat
terhadap kehidupan dan kelangsungan hidup klien. Keamanan yang ada didalam
lingkungan ini akan mengurangi insiden terjadinya penyakit dan cidera, memperpendek
lama tindakan dan hospitalisasi, meningkatkan kesejahteraan klien.
Jatuh merupakan salah satu bahaya yang mengancam keamanan dan keselamatan
terhadap manusia. Selain itu, 90% jenis kecelakaan yang dilaporkan dan seluruh
kecelakaan yang terjadi di RS adalah jatuh. Dalam makalah ini penyusun akan mencoba
membahas tentang asuhan keperawatan apa yang bisa dilaksanakan untuk mencegah
resiko jatuh terhadap lansia.
Jatuh sering terjadi atau dialami oleh usia lanjut. Banyak faktor berperan
didalamnya, baik faktor intrinsik dalam diri lansia tersebut seperti gangguan gaya
berjalan, kelemahan otot ekstremitas bawah, kekakuan sendi, sinkoppe dan dizzines,
serta faktor ekstrinsik seperti lantai yang licin dan tidak rata, tersandung benda-benda,
penglihatan kurang karena cahaya kurang terang, dan sebagainya. Jatuh adalah kejadian
yang mengakibatkan seseorang mendadak terbaring/terduduk di lantai/tempat yang lebih
rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka. Berdasarkan survei di
masyarakat AS, Tinetti (1992) mendapatkan seitar 30% lansia lebih dari umur 65 tahun
jatuh setipa tahunnya, separuh dari angka tersebut mengalami jatuh berulang.
Reuben dkk (1996) mendapatkan insiden jatuh di masyarakat AS pada umum lebih
dari 65 tahun berkisar 1/3 populasi lansia setiap tahun, dengan rata-rata jatuh 0.6/orang.
Insiden di rumah-rumah perawatan 3 kali lebih banyak. Lima persen dari penderita jatuh
ini mengalami patah tulang atau memerlukan perawatan di rumah sakit. Kecelakaan
merupakan penyebab kematian no.6 di Amerika Serikat tahun 1992. kematian akibat
jatuh sangat sulit didefinisikan karena sering tidak disadari oleh keluarga atau dokter
pemeriksanya, sebaliknya jatuh juga merpakan akibat penyakit lain misalnya serangan
jantung mendadak.
Fraktur kolum femoris merupakan komplikasi utama akibat jatuh pada lansia.
Fraktur kolum femoris merupakan fraktur yang berhubungan dengan proses menua dan
osteoporosis. Wanita mempunyai resiko tinggi dibanding laki-laki untuk terjadinya
fraktur dan perlukaan akibat jatuh. Lansia yang sehat juga mempunyai resiko lebih tinggi
dibanding lansia yang lemah atau cacat untuk terjadinya fraktur dan perlukaan akibat
jatuh.resiko untuk terjadinya perlikaan akibat jatuh merupakan efek gabungan dari
penurunan respon perlindungan diri ketika jatuh dan besar kekuatan terbantingnya.
Sehingga dalam mencegah jatuh pada lansia perlu dianjurkan untuk melakukan aktivitas
fisik meliputi pola gerakan yang beragam seperti latihan kekuatan atau kelas aerobik
yang dapat meningkatkan massa tulang sehingga tulang lebih padat dan dapat
menurunkan risiko jatuh.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. JATUH
1. Pengertian
Pengertian Jatuh Menurut Reuben (1996), jatuh merupakan suatu masalah yang sering
terjadi pada lansia. Jatuh adalah suatu kejadian yang mengakibatkan seseorag mendadak
terbaring/terduduk di lantai atau tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan
kesadaran atau luka. Banyak faktor yang berperan didalamnya, kelemahan otot
ekstremitas bawah kekakuan sendi, sinkope dan dizziness, serta faktor ekstrinsik meliputi
lantai yang licin dan tidak rata, tersandung benda, penglihatan kurang terang dan
sebagainya. Jatuh merupakan factor risiko patah tulang pada orang dengan kepadatan
mineral tulang (Bone Mineral Density) rendah. Keadaan inilah penyebab terbesar untuk
patah tulang meliputi punggung, pinggang, pergelangan tangan, pinggul dan lengan
bagian atas (Watson, 2003).
2. Faktor Resiko Jatuh Pada Lansia
Untuk dapat mengetahui faktor resiko jatuh, maka harus dimengerti bahwa stabilitas
badan ditentukan atau dibentuk oleh :
a. Sistem sensorik : visus (penglihatan), pendengaran, fungsi vestibuler, dan
proprioseptif. Semua gangguan atau perubahan pada mata akan menimbulkan
gangguan penglihatan. Semua penyakit telinga akan menimbulkan gangguan
pendengaran. Vertigo tipe perifer sering terjadi pada lansia yang diduga karena
adanya perubahan fungsi vestibulerakibat proses menua. Neuropati perifer dan
penyakit degenaratif leher akan mengganggu fungsi proprioseptif. Gangguan
sensorik tersebut mebnyebabkan hampir sepertiga penderita lansia mengalami
sensasi abnormal pada saat dilakukan uji klinik.
b. Sistem saraf pusat (SSP). SSP akan memberikan respon motorik untuk
mengantisipasi input sensorik. Penyakit SSP seperti stroke, parkinson, sering
diderita oleh lansia dan menyebabkan gangguan fungsi SSP sehingga berespon tidak
baik terhadap input sensorik (Tinetti, 1992 dalam Watson, 2003).
c. Kognitif. Pada beberapa penelitian, demensia diasosiasikan dengan meningkatnya
resiko jatuh. Dengan adanya penurunan kemampuan kognitif, maka kewaspadaan,
status mental, dan emosional akan menurun, sehingga akan mempengaruhi
kesadaran, penilaian, gaya berjalan, keseimbangan, dan proses informasi yang
diperlukan untuk berpindah atau mobilisasi secara aman.
d. Muskuloskeletal. Faktor ini berperan besar terhadap terjadinya jatuh. Gangguan
muskuloskeletal menyebabkan gangguan gaya berjalan. Hal ini berhubungan dengan
proses menua yang fisiologis. Gangguan musculoskeletal yang terjadi akibat proses
menua tersebut antara lain disebabkan oleh kekakuan jaringan penghubung,
berkurangnya massa otot, perlambatan konduksi saraf, penurunan visus/lapang
pandang, kerusakan proprioseptif sehingga menyebabkan penurunan range of motin
(ROM) sendi, penurunan kekuatan otot terutama menyebabkan kelemahan
ekstremitas bawah, perpanjangan waktu reaksi, kerusakan persepsi dalam dan
peningkatan postural sway (goyangan badan) (Watson, 2003).
Secara umum faktor resiko jatuh pada lansia dibagi dalam dua golongan besar, yaitu :
1) Faktor Intrinsik, dibagi menjadi 3 faktor yaitu :
a) Faktor host (diri lansia). Diantaranya adanya disability, penyakit yang
sedang diderita, perubahan neuromuskuler, gangguan keseimbangan,
gangguan musculoskeletal (berjalan) dan reflek postural, perubahan akibat
proses penuaan (penurunan pendengaran, penurunan visus/penglihatan
lainnya (katarak), penurunan mental, penurunan fungsi indra yang lain,
lambatnya pergerakan, hidup sendiri), neuropati perifer dan berbagai
penyakit seperti stroke dan TIA yang mengakibatkan kelemahan tubuh
sebagian, arthritis, Parkinson, kekakuan alat gerak, depresi, gangguan
sistem kardiovaskuler (syncope).
b) Faktor aktifitas. Laki-laki dengan mobilitas tinggi, postur yang tidak stabil,
mempunyai risiko jatuh sebesar 4,5 kali dibandingkan dengan yang tidak
aktif atau aktif, tetapi dengan postur yang stabil. Penelitian terhadap 4.862
penderita yang dirawat di rumah sakit atau panti jompo, didapatkan
penderita dengan risiko jatuh paling tinggi adalah penderita aktif, dengan
sedikit gangguan keseimbangan.
c) Faktor obat-obatan. Jumlah obat yang diminum merupakan faktor yang
bermakna terhadap penderita. 4 obat atau lebih meningkatkan risiko jatuh.
Jatuh akibat terapi obat dinamakan jatuh iatrogenik. Obat-obatan yang
meningkatkan risiko jatuh, di antaranya obat golongan sedatif dan hipnotik
yang dapat mengganggu stabilitas postur tubuh, yang mengakibatkan efek
samping menyerupai sindroma parkinson. Golongan Transquilizer mayor
(misalnya phenothiazine), antidepresan trisiklik, barbiturat, dan
benzodiazepin juga meningkatkan risiko jatuh.
d) Faktor Ekstrinsik. Misalnya faktor lingkungan terutama yang belum
dikenal karena mempunyai risiko terhadap jatuh 22%, sedangkan pada
lingkungan yang sudah dikenal (di rumah) lebih banyak disebabkan oleh
faktor host (dirinya). Faktor lingkungan terdiri dari penerangan yang
kurang, peralatan rumah yang tidak stabil, tangga tanpa pagar, tempat tidur
atau toilet yang terlalu rendah, alat-alat atau perlengkapan rumah tangga
yang sudah tua atau tergeletak di bawah, tempat tidur tidak stabil, tempat
berpegangan yang tidak kuat atau tidak mudah dipegang, lantai tidak datar,
licin atau menurun, karpet yang tidak dilem dengan baik, keset yang
tebal/menekuk pinggirnya, dan benda-benda di lantai yang licin atau
mudah tergeser, lantai licin atau basah, penerangan yang tidak baik
(kurang atau menyilaukan), alat bantu jalan yang tidak tepat ukuran, berat,
maupun cara penggunaannya, obat-obat yang diminum (Kane, 1994 dalam
Nugroho, 2000).
3. Pathway Jatuh
(Terlampir)
4. Penyebab Jatuh Pada Lansia
Penyebab jatuh pada lansia biasanya merupakan gabungan dari beberapa factor antara
lain :
a. Kecelakaan. Merupakan penyabab jatuh yang utama (30 - 50% kasus jatuh lansia)
misalnya terpelesat, tersandung. Gabungan antara lingkungan yang kurang baik
dengan kelainan-kelainan akibat proses menua misalnya karena penglihatan kabur.
b. Nyeri kepala atau vertigo, Penyakit vestibular, penyakit sistem sistem saraf pusat.
c. Sinkop, hilang kesadaran mendadak.
d. Drop attacks, Kelemahan tungkai bawah mendadak yang menybabkan jatuh tanpa
kehilangan kesadaran.
e. Hipotensi orthostatic, Hipovolemia atau cardiak output yang rendah, disfungsi
otonom, gangguan aliran darah balik vena, tirah baring lama, hipotensi akibat obat–
obatan, hipotensi postprandial (sesudah makan).
f. Obat-obatan, missal Diuretik, antihipertensi, antidepresi golongan trisiklik, sedatif,
antipsikotik, hipoglikemia, alcohol.
g. Proses penyakit, misal penyakit akut : Kardiovaskular : aritmia, penyakit katup
jantung (stenosis aorta), sinkop sinus carotid, Neurologis : TIA, strok akut, gangguan
kejang, penyakit parkinson, spondilosis lumbar atau servikal (dengan kompresi pada
korda spinalis atau cabang saraf), penyakit serebelum, hidrosefalus tekanan normal
(gangguan gaya berjalan), lesisitem saraf pusat (tumor, hematomi subduraal).
h. Idiopatik, tak ada penyebab yang dapat diidentifikasi (Watson, 2003).
5. Manifestasi Klinis
a. Cedera dan kerusakan fisik
b. Fraktur
c. Ansietas
d. Hilangnya rasa percaya diri
e. Depresi
f. Hilangnya kemandirian (Nugroho, 2000)
6. Komplikasi
Jatuh pada lansia menimbulkan komplikasi-komplikasi sebagai berikut :
a. Perlukaan (injury) : rusaknya jaringan lunak yang terasa sngat sakit berupa robek atau
tertariknya jaringan otot, robeknya arteri atau vena, Patah tulang (fraktur), pelvis,
femur, humerus, lengan bawah, tungkai bawah, kista, Hematoma subdural.
b. Disabilitas
c. Kematian (Watson, 2003)
7. Pencegahan
Ada tiga usaha pokok untuk pencegahan ini, antara lain :
a. Identifikasi faktor resiko. Pada setiap lansia perlu dilakukan pemeriksaan untuk
mencari adanya faktor intrinsik resiko jatuh, perlu dilakukan assesmen keadaan
sensorik, neurologik, muskuloskeletal, dan penyakit sistemik yang sering mendasari
atau menyebabkan jatuh. Keadaan lingkungan rumah yang berbahaya dan dapat
menyebabkan jatuh harus dihilangkan. Penerangan rumah harus cukup tapi jangan
menyilaukan. Lantai rumah datar, tidak licin, dan bersih dari benda-benda kecil yang
susah dilihat. Peralatan rumah tangga yang sudah tidak aman (lapuk, dapt bergeser
sendiri). Peralatan rumah tangga sebaiknya diletakkan sedemikian rupa sehingga tidak
mengganggu jalan atau tempat aktivitas lansia. Kamar mandi dibuat tidak licin,
sebaiknya diberi pegangan pada dindingnya, pintu yang mudah dibuka. WC sebaiknya
dengan kloset duduk dan diberi pegangan di dinding. Obat-obatan yang menyebabkan
hipotensi postural, hipoglikemik atau penurunan kewaspadaan harus diberikan sangat
selektif. Alat bantu berjalan yang dipakai lansia baik berupa tongkat, tripod, kruk atau
walker harus dibuat dari bahan yang kuat tetapi ringan aman tidak mudah bergeser
serta sesuai dengan ukuran tinggi badan lansia.
b. Penilaian keseimbangan dan gaya berjalan. Lansia harus dievaluasi bagaimana
keseimbangan badannyadalam melakukan gerakan pindah tempat, pidah
posisi.penilaian postural sway sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh
pada lansia. Bila goyangan badan pada saat berjalan sangat beresiko jatuh, maka
diperlukan bantuan latihan rehabilitasi medik. Penilaian gaya berjalan juga harus
dilakukan dengan cermat, apakah penderita menapakkan kakinya dengan baik, tidak
mudah goyah, apakah penderita mengangkat kaki dengan benar pada saat berjalan,
apakah kekuatan otot ekstermitas bawah penderita cukup untuk berjalan tanpa batuan.
c. Mangatur / mengatasi faktor situasional. Faktor situasional yang bersifat serangan
akut yang diderita lansia dapat dicegah dengan pemeriksaan rutin kesehatan lansia
secara periodik. Faktor situasional bahaya lingkungan dapat dicegah dengan
mengusahakan perbaikan lingkungan seperti tersebut diatas. Faktor situasional yang
berupa aktifitas fisik dapat dibatasi sesuai dengan kondisi kesehatan penderita. Perlu
diberitahukan pada penderita aktifitas fisik seberapa jauh yang aman bagi penderita,
aktifitas tersebut tidak boleh melampaui batasan yang diperbolehkan baginya sesuai
hasil pemeriksaan kondisi fisik. Bila lansia sehat dan tidak ada batasan aktifitas fisik,
maka dianjurkan lansia tidak melakuakn aktifitas fisik yang sangat melemahkan atau
beresiko tinggi untuk terjadinya jatuh (Watson, 2003).
Menurut Watson (2003) Beberapa metode pencegahan jatuh pada lansia diantaranya :
a. Latihan fisik. Latihan fisik diharapkan mengurangi resiko jatuh dengan meningkatkan
kekuatan tungkai dan tangan, memperbaiki keseimbangan, koordinasi, dan
meningkatkan reaksi terhadap bahaya lingkungan, latihan fisik juga bisa mengurangi
kebutuhan obat-obatan sedatif. Latihan fisik yang dianjurkan yang melatih kekuatan
tungkai, tidak terlalu berat dan semampunya, salah satunya adalah berjalan kaki.
b. Managemen obat-obatan. Gunakan dosis terkecil yang efektif dan spesifik dengan
memperhatikan terhadap efek samping dan interaksi obat, gunakan alat bantu berjalan
jika memang diperlukan selama pengobatan, kurangi pemberian obat-obatan yang
sifatnya untuk waktu lama terutama sedatif dan tranquilisers, hindari pemberian obat
multiple (lebih dari empat macam) kecuali atas indikasi klinis kuat, hentikan obat
yang tidak terlalu diperlukan.
c. Modifikasi lingkungan. Atur suhu ruangan supaya tidak terlalu panas atau dingin
untuk menghindari pusing akibat suhu di antara :
1) Taruhlah barang-barang yang memang seringkali diperlukan berada dalam
jangkauan tanpa harus berjalan dulu
2) Gunakan karpet antislip di kamar mandi.
3) Perhatikan kualitas penerangan di rumah.
4) Jangan sampai ada kabel listrik pada lantai yang biasa untuk melintas.
5) Pasang pegangan tangan pada tangga, bila perlu pasang lampu tambahan untuk
daerah tangga.
6) Singkirkan barang-barang yang bisa membuat terpeleset dari jalan yang biasa
untuk melintas.
7) Gunakan lantai yang tidak licin.
8) Atur letak furnitur supaya jalan untuk melintas mudah, menghindari tersandung.
9) Pasang pegangan tangan ditempat yang di perlukan seperti misalnya di kamar
mandi.
d. Memperbaiki kebiasaan pasien lansia misalnya :
1) Berdiri dari posisi duduk atau jangkok jangan terlalu cepat.
2) Jangan mengangkat barang yang berat sekaligus.
3) Mengambil barang dengan cara yang benar dari lantai.
4) Hindari olahraga berlebihan.
e. Alas kaki. Perhatikan pada saat orang tua memakai alas kaki:
1) Hindari sepatu berhak tinggi, pakai sepatu berhak lebar
2) Jangan berjalan hanya dengan kaus kaki karena sulit untuk menjaga keseimbangan
3) Pakai sepatu yang antislip
f. Alat bantu jalan. Terapi untuk pasien dengan gangguan berjalan dan keseimbangan
difokuskan untuk mengatasi atau mengeliminasi penyebabnya atau faktor yang
mendasarinya.
1) Penggunaannya alat bantu jalan memang membantu meningkatkan keseimbangan,
namun di sisi lain menyebabkan langkah yang terputus dan kecenderungan tubuh
untuk membungkuk, terlebih jika alat bantu tidak menggunakan roda., karena itu
penggunaan alat bantu ini haruslah direkomendasikan secara individual.
2) Apabila pada lansia yang kasus gangguan berjalannya tidak dapat ditangani dengan
obat-obatan maupun pembedahan. Oleh karena itu, penanganannya adalah dengan
alat bantu jalan seperti cane (tongkat), crutch (tongkat ketiak) dan walker. (Jika
hanya 1 ekstremitas atas yang digunakan, pasien dianjurkan pakai cane. Pemilihan
cane type apa yang digunakan, ditentukan oleh kebutuhan dan frekuensi
menunjang berat badan. Jika ke-2 ekstremitas atas diperlukan untuk
mempertahankan keseimbangan dan tidak perlu menunjang berat badan, alat yang
paling cocok adalah four-wheeled walker. Jika kedua ekstremitas atas diperlukan
untuk mempertahankan keseimbangan dan menunjang berat badan, maka
pemilihan alat ditentukan oleh frekuensi yang diperlukan dalam menunjang berat
badan.
g. Periksa fungsi penglihatan dan pendengaran.
h. Hip protektor : terbukti mengurangi resiko fraktur pelvis.
i. Memelihara kekuatan tulang
1) Suplemen nutrisi terutama kalsium dan vitamin D terbukti meningkatkan densitas
tulang dan mengurangi resiko fraktur akibat terjatuh pada orang tua
2) Berhenti merokok
3) Hindari konsumsi alkohol
4) Latihan fisik
5) Anti-resorbsi seperti biophosphonates dan modulator reseptor estrogen
6) Suplementasi hormon estrogen / terapi hormon pengganti.
8. Pendekatan Diagnostik
Setiap penderita lansia jatuh, harus dilakukan assesment seperti dibawah ini : (Kane,
1994; Fischer, 1982)
a. Riwayat Penyakit ( Jatuh ). Anamnesis dilakukan baik terhadap penderita ataupun
saksi mata jatuh atau keluarganya. Anamnesis ini meliputi :
a. Seputar jatuh : mencari penyebab jatuh misalnya terpeleset, tersandung, berjalan,
perubahan posisi badan, waktu mau berdiri dari jongkok, sedang makan, sedang
buang air kecil atau besar, sedang batuk atau bersin, sedang menoleh tiba – tiba
atau aktivitas lain
b. Gejala yang menyertai : nyeri dada, berdebar – debar, nyeri kepala tiba-tiba,
vertigo, pingsan, lemas, konfusio, inkontinens, sesak nafas.
c. Kondisi komorbid yang relevan : pernah stroke, Parkinsonism, osteoporosis, sering
kejang, penyakit jantung, rematik, depresi, defisit sensorik.
d. Review obat – obatan yang diminum : antihipertensi, diuretik, autonomik bloker,
antidepresan, hipnotik, anxiolitik, analgetik, psikotropik.
e. Review keadaan lingkungan : tempat jatuh, rumah maupun tempat – tempat
kegiatannya.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Tanda vital : nadi, tensi, respirasi, suhu badan ( panas / hipotermi )
2) Kepala dan leher : penurunan visus, penurunan pendengaran, nistagmus, gerakan
yang menginduksi ketidakseimbangan, bising
3) Jantung : aritmia, kelainan katup
4) Neurologi : perubahan status mental, defisit fokal, neuropati perifer, kelemahan
otot, instabilitas, kekakuan, tremor.
5) Muskuloskeletal : perubahan sendi, pembatasan gerak sendi problem kaki
( podiatrik ), deformitas.
c. Assesmen Fungsional. Dilakukan observasi atau pencarian terhadap :
1) Fungsi muskuloskeletal dan keseimbangan : observasi pasien ketika dari bangku
langsung duduk dikursi, ketika berjalan, ketika membelok atau berputar badan,
ketika mau duduk dibawah.
2) Mobilitas : dapat berjalan sendiri tanpa bantuan, menggunakan alat bantu,
memakai kursi roda atau dibantu
3) Aktifitas kehidupan sehari – hari : mandi, berpakaian, bepergian, kontinens.
9. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan seperti the timed up-and-go test (TUG), uji mengapai
fungsional (functional reach test), dan uji keseimbangan Berg (the Berg balance sub-
scale of the mobility index) dapat untuk mengevaluasi fungsi mobilitas sehingga dapat
mendeteksi perubahan klinis bermakna yang menyebabkan seseorang beresiko untuk
jatuh atau timbul disabilitas dalam mobilitas. Pemeriksaan penunjang diperlukan untuk
membantu mengidentifikasi faktor risiko dan menemukan penyebab/pencetus :
a. Lakukan pemeriksaan neurologis untuk medeteksi defisit neurologis fokal, adakah
cerebro vascular disease atau transient ischemic attack; lakukan brain CT scan jika
ada indikasi
b. Darah perifer lengkap
c. Elektrolit (terutama natrium dan kalium), ureum, kreatinin, dan glukosa darah
d. Analisis agas darah
e. Urin lengkap dan kultur resistensi urin
f. Hemostase darah dan agregasi trombisit
g. Foto toraks, vertebra dan pergelangan kaki (sesuai indikasi)
h. EKG
i. Identifikasi faktor domisili (lingkungan tempat tinggal) (Stockslager, 2007).
10. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan ini untuk mencegah terjadinya jatuh berulang dan mengatasi
komplikasi yang terjadi, mengembalikan fungsi AKS terbaik, mengembalikan
kepercayaan diri penderita. Penatalaksanaan penderita jatuh dengan mengatasi atau
mengeliminasi faktor risiko, penyebab jatuh dan menangani komplikasinya.
Penatalaksanaan bersifat individual, artinya berbeda untuk setiap kasus karena
perbedaan factor – factor yang bekerjasama mengakibatkan jatuh. Bila penyebab
merupakan penyakit akut penanganannya menjadi lebih mudah, sederhana, dan langsung
bisa menghilangkan penyebab jatuh serta efektif. Tetapi lebih banyak pasien jatuh karena
kondisi kronik, multifaktorial sehingga diperlukan terapi gabungan antara obat
rehabilitasi, perbaikan lingkungan, dan perbaikan kebiasaan lansia. Pada kasus lain
intervensi diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh ulangan, misalnya pembatasan
bepergian/aktifitas fisik, penggunaan alat bantu gerak. Pada penderita dengan kelemahan
otot ekstremitas bawah dan penurunan fungsional terapi difokuskan untuk meningkatkan
kekuatan dan ketahanan otot sehingga memperbaiki fungsionalnya. Sedangkan terapi
untuk penderita dengan penurunan gait dan keseimbangan seperti stroke, fraktur kolum
femoris, arthitis, parkinson difokuskan untuk mengatasi / mengeliminasi
penyebabnya/faktor yang mendasarinya. Penderita dimasukkan dalam program gait
training, latihan strengthening dan pemberian alat bantu jalan. Penderita dengan dissines
sindrom, terapi ditujukan pada penyakit kardiovaskuler yang mendasari, menghentikan
obat yang menyebabkan hipotensi postural seperti beta bloker, diuretik, anti depresan.
Terapi yang tidak boleh dilupakan adalah memperbaiki lingkungan rumah/ tempat
kegiatan lansia seperti di pencegahan jatuh.
Prinsip dasar tatalaksana usia lanjut dengan masalah instabilitas dan riwayat jatuh
adalah identifikasi faktor risiko intrinsik dan ekstrinsik, mengkaji dan mengobati trauma
fisik akibat jatuh; mengobati bebagai kondisi yang mendasari instibilitas dan jatuh;
memberikan terapi fisik dan penyuluhan berupa latihan cara berjalan, penguatan otot,
alat bantu, sepatu atau sandal yang sesuai; mengubah lingkungan agar lebih aman seperti
pencahayaan yang cukup; peganga; lantai yang tidak licin, dan sebagainya.
Latihan desensitisasi faal keseimbangan, latihan fisik (penguatan otot, fleksibilitas
sendi, dan keseimbangan), latihan Tai Chi, adaptasi perilaku (bangun dari duduk
perlahan menggunakan pegangan atau perabot untuk mencegah morbiditas akibat
instabilitas dan jatuh berikutnya (Stockslager, 2007).
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian klien dengan resiko injuri meliputi : pengkajian resiko (Risk assessment
tools) dan adanya bahaya dilingkungan klien (home hazards appraisal). Pengkajian
Resiko meliputi:
a. Jatuh
1) Usia klien lebih dari 65 tahun
2) Riwayat jatuh di rumah atau RS
3) Mengalami gangguan penglihatan atau pendengaran
4) Kesulitan berjalan atau gangguan mobilitas
5) Menggunakan alat bantu (tongkat, kursi roda, dll)
6) Penurunan status mental (disorientasi, penurunan daya ingat)
7) Mendapatkan obat tertentu (sedatif, hypnotik, tranquilizers, analgesics,
diuretics, or laxatives)
b. Riwayat kecelakaan. Beberapa orang memiliki kecenderungan mengalami
kecelakaan berulang, oleh karena itu riwayat sebelumnya perlu dikaji untuk
memprediksi kemungkinan kecelakaan itu terulang kembali
c. Keracunan. Beberapa anak dan orang tua sangat beresiko tinggi terhadap
keracunan. Pengkajian meliputi seluruh aspek pengetahuan keluarga tentang resiko
bahaya keracunan dan upaya pencegahannya.
d. Kebakaran. Beberapa penyebab kebakaran dirumah perlu ditanyakan tentang
sejauh mana klien mengantisipasi resiko terjadi kebakaran, termasuk pengetahuan
klien dan keluarga tentang upaya proteksi dari bahaya kecelakaan akibat api.
e. Pengkajian Bahaya. Meliputi mengkaji keadaan: lantai, peralatan rumah tangga,
kamar mandi, dapur, kamar tidur, pelindung kebakaran, zat-zat berbahaya, listrik,
dll apakah dalam keadaan aman atau dapat mengakibatkan kecelakaan.
f. Keamanan (spesifik pada lansia di rumah). Gangguan keamanan berupa jatuh di
rumah pada lansia memiliki insidensi yang cukup tinggi, banyak diantara lansia
tersebut yang akhirnya cedera berat bahkan meninggal. Bahaya yang menyebabkan
jatuh cenderung mudah dilihat tetapi sulit untuk diperbaiki, oleh karena itu
diperlukan pengkajian yang spesifik tentang keadaan rumah yang terstuktur.
Selain diatas kaji juga sebagai berikut ini :
a. Kaji adanya kerusakan jaringan, misalnya robeknya arteri atau vena, atau
tertariknya jaringan otot.
b. Kaji adanya fraktur atau patah tulang.
c. Kaji adanya hematom subdural.
d. Kaji apakah terjadi disabiliti.
e. Tanyakan pada keluarga riwayat jatuh.
f. Penggunaan alat bantu (misalnya: tongkat, walker)
g. Kaji apakah ada gangguan penglihatan dan pendengaran.
h. Kaji adanya penyakit kekuatan ektremitas bawah.
i. Kaji penurunan status mental.
j. Tanyakan pada keluarga apakah menggunakan medikasi tertentu.
k. Tanyakan pada keluarga kondisi lingkungan.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Risiko tinggi cedera/jatuh yang berhubungan dengan perubahan mobilisasi,
penataan lingkungan fisik di rumah, penurunan sensori.
Tujuan : Klien memperlihatkan upaya menghindari cedera (jatuh) atau cidera
(jatuh) tidak terjadi, Bahaya yang dapat dimodifikasi dalam lingkungan rumah
akan berkurang.
Kriteria hasil : Setelah dilakukan tindakan keperawatan berupa modifikasi
lingkungan dan pendidikan kesehatan diharapkan klien mampu :
1) Mengidentifikasi bahaya lingkungan yang dapat meningkatkan kemungkinan
cidera
2) Mengidentifikasi tindakan preventif atas bahaya tertentu
3) Melaporkan penggunaan cara yang tepat dalam melindungi diri dari cidera
Intervensi :
1) Kaji ulang adanya faktor-faktor resiko jatuh pada klien.
2) Tulis dan laporkan adanya faktor-faktor resiko
3) Lakukan modifikasi lingkungan agar lebih aman (memasang pinggiran tempat
tidur, dll) sesuai hasil pengkajian bahaya jatuh
4) Monitor klien secara berkala terutama 3 hari pertama kunjungan rumah
5) Ajarkan klien tentang upaya pencegahan cidera (menggunakan pencahayaan
yang baik, memasang penghalang tempat tidur, menempatkan benda berbahaya
ditempat yang aman)
6) Kolaborasi dengan dokter untuk penatalaksanaan glaukoma dan gangguan
penglihatannya, serta pekerja sosial untuk pemantauan secara berkala.
b. Potensial cedera fisik b/d penurunan fungsi tubuh.
Tujuan : terjadi peningkatan keamanan pada lansia dan cedera fisik terhindarkan
KH : cedera fisik berkurang, cidera fisik dapat dicegah
Intervensi :
1) Biarkan lansia menggunakan alat Bantu untuk meningkatkan keselamatan
2) Latih lansia untuk pindah dari tempat tidur ke kursi
3) Biasakan menggunakan pengaman tempat tidur, jika tidur
4) Bila mengalami masalah fisik, misalnya rematik, latih klien untuk menggunakan
alat Bantu untuk berjalan
5) Bantu ke kamar mandi terutama untuk lansia yang menggunakan obat penenang
/diuretic
6) Menggunakan kacamata bila berjalan atau melakukan sesuatu
7) Usahakan ada yang menemani, jika berpergian
c. Gangguan mobilitas fisik b/d penurunan kekuatan sendi.
Tujuan : mobilisasi fisik terpenuhi
KH : lansia dapat berakrivitas secara mandiri, kekuatan sendi stabil
Intervensi :
1) Orientasikan klien pada tempat yang ditinggalinya saat ini
2) Kaji klien keterbatasan gerak lansia
3) Anjurkan klien menggunakan bel bila membutuhkan bantuan
4) Berikan alas kaki yang tidak licin
5) Berikan pencahayaan yang adekuat
6) Pasang pengaman tempat tidur terutama pada klien dengan penurunan kesadaran
dan gangguan mobilitas
7) Anjurkan lansia memakai alat bantu dan sesuaikan ukurannya
8) Jaga lantai kamar mandi agar tidak licin (Kozier, 2004:679)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. KASUS
Tn.S 65 tahun tinggal berdua dengan seorang istrinya di rumahnya. Klien memiliki
riwayat glaukoma sejak 2 tahun yang lalu, sehingga klien harus menggunakan obat tetes
mata 2x sehari. Klien mengatakan sulit memfokuskan penglihatan, kehilangan
penglihatan sebelah dan tidak bisa melihat dalam gelap. Dalam berjalan klien dibantu
alat gerak tongkat dan tampak berjalan pelan-pelan. Sehari-hari klien mencari nafkah
dengan berjualan balon gas. 2 minggu yang lalu klien jatuh karena terpeleset di kamar
mandi sehingga menyebabkan pergelangan kaki kanannya terkilir dan bengkak
kemerahan. Klien mengatakan tidak membawanya ke rumah sakit atau pelayanan
kesehatan terdekat karena takut kalau kenapa-napa dan minimnya biaya sehingga hanya
diberi obat gosok. Sampai sekarang kakinya masih bengkak dan kemerahan, nyeri dan
digerakkan sakit.
B. PENGKAJIAN
Tanggal Pengkajian : 25 September 2013
2. Identitas Klien :
Nama : Tn. S
Umur : 65 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SD
Agama : Islam
Alamat : Mojosongo, Surakarta
Pekerjaan : Tukang balon
Dx.Medis : Terkilir (Sprain)
Penanggung jawab : Ny. S
Hubungan dengan klien : Istri
3. Riwayat Keperawatan
• Riwayat Keluarga
Klien adalah seorang suami dari Ny.Y, dan mempunyai 2 orang anak yang
sekarang sudah menikah dan tinggal jauh di luar kota. Selama 2 tahun ini kedua
anaknya belum datang ke tempat Tn.X karena masih sibuk bekerja. Tn.X
mengatakan sangat kangen dengan cucunya dan ingin dapat berjalan normal lagi
sehingga bisa ke tempat cucunya.
• Riwayat Pekerjaan
Sumber-sumber pendapatan & kecukupan terhadap kebutuhan didapat dari hasil
jualan balon di sekolah-sekolah dan keliling desa-desa. Selama 10 tahun klien
pernah bekerja di pabrik sebagai buruh namun kemudian di PHK, klien juga pernah
bekerja sebagai buruh di sawah dan perkebunan teh, tukang tambal perabot RT.
• Riwayat Lingkungan Hidup (Tipe tempat tinggal)
Jenis lantai rumah : marmer
Kondisi lantai : Kering
Penerangan : Cukup
Tempat tidur : Aman
Alat dapur : bersih tertata pada rak-rak bambu
Kamar mandi : bersih, sempit, agak licin
Kebersihan lingkungan : bersih
Jarak jamban dan sumur gali : 10 meter
Jumlah orang yang tinggal dalam rumah : 2 orang
• Riwayat Rekreasi
Kebiasaan : Bertanam sayur
Keanggotaan Organisasi : Posyandu lansia
Terakhir kali pada tahun 2011, anak tertua mengunjunginya.
• Sistem Pendukung
Puskesmas : mojosongo
Jarak dari rumah : 1 km
Rumah Sakit : RSUD Dr. Oen Jarak 3 km
• DISKRIPSI KEKHUSUSAN
Kebiasaan Ritual : Shalat wajib 5 waktu, shalat sunat
Yang Lainnya : Mengaji setiap shalat magrib berakhir
• STATUS KESEHATAN
Keluhan utama : klien mengatakannya kakinya terasa nyeri.
Provocative/Paliative : terkilir dan jatuh
Quality/Quantity : panas, ngilu
Region : di daerah pergelangan kaki kanan
Severity Scale : 6 (dari skala 0-10)
Timing : 5-10 menit kambuh
Status Kesehatan Sekarang
Klien mengatakan pergelangan kaki kanannya terasa nyeri, kaku digerakkan,
bengkak dan kemerahan. Klien mengatakan hanya diberi obat gosok dan diurut
serta tidak diobatkan ke dokter atau puskesmas.
Status kesehatan dahulu
Klien mengatakan 2 tahun yang lalu mengalami sakit glaukoma menurut dokter
yang memeriksanya di puskesmas dan klien dberi obat tetes serta harus
menggunakan obat tetes mata 2x sehari. Klien mengatakan saat itu sulit
memfokuskan penglihatan, kehilangan penglihatan sebelah dan tidak bisa
melihat dalam gelap. Dalam berjalan klien dibantu alat gerak tongkat dan
tampak berjalan pelan-pelan. Sehari-hari klien mencari nafkah dengan berjualan
balon gas. 2 minggu yang lalu klien jatuh karena terpeleset di kamar mandi
sehingga menyebabkan pergelangan kaki kanannya terkilir dan bengkak
kemerahan. Dan tidak diperiksakan ke mantri atau puskesmas terdekat karena
alasan biaya.
Pemahaman & Penatalaksanaan Masalah Kesehatan
Klien menyadari dirinya sudah lansia dan sering sakit-sakitan. Klien tergolong
orang yang tidak peduli terhadap kesehatannya, karena jika sakit klien takut
untuk berobat. Dan sampai sekarang klien tidak mengetahui dengan pasti sakit
dimatanya tersebut yang ia tahu hanya penglihatannya berkurang.
Obat-obatan
Obat yang dipakai sehari-hari hanya obat tetes mata jika habis ia ke puskesmas
untuk kontrol.
Alergi
Klien mengatakan tidak alergi terhadap obat maupun obat tertentu.
• Aktivitas Hidup Sehari-Hari (ADL)
Oksigenisasi : Baik, tanpa alat bantu
Cairan & Elektrolit : Klien minum ±4-6 gelas/hari, klien suka minum teh
Nutrisi : Baik, menu nasi sayur lauk
Eliminasi : BAB kadang lancar kadang tidak, BAK dalam sehari 3-5 kali
Aktivitas : Terbatas, sejak jatuh kakinya untuk berdiri lama sakit
Istirahat & Tidur : Tidur siang kadang, tidur malam dari pukul 21.00-04.00
Personal Hygiene : Dapat dilakukan secara mandiri
Seksual : Sudah tidak memiliki keinginan
Rekreasi : Klien tidak pernah rekreasi kecuali berkebun dan nonton tv
• Psikologi, Kognitif dan Perseptual
Konsep Diri : Baik, positif, klien menyadari dirinya sudah lansia
Emosi : stabil
Adaptasi : Baik, klien mudah membaur dengan masyarakat sekitarnya
Mekanisme pertahanan diri : Baik
Tingkat kesadaran : Composmentis
Demensia : Tidak
Orientasi : Normal
Bicara : Normal
Bahasa yang digunakan : jawa
Kemampuan membaca : Bisa
Vertigo : Tidak
Keadaan umum : Baik
Tanda-tanda vital : TD : 130/70 mmHg N : 70 x/m
RR : 20x/m T : 36,3oC
TB : 160 cm BB : 60 Kg
C. Pengkajian Per Sistem
• Pernafasan (B1: Breathing) :
Bentuk Dada : Simetris
Sekresi Dan Batuk : Tidak Ada
Pola Nafas : RR : 20 X/M Dan Teratur
Bunyi Nafas : Vesikuler Di Semua Lapang Paru
• Cardiovascular (B2: Bleeding)
Nadi : 70 X/M Dan Reguler
Bunyi Jantung : Normal
Letak Jantung : IC Teraba Pada ICS Ke 5 1 Jari Medial Dari Garis
Midclavicula
Pembesaran Jantung : Tidak
Nyeri Dada : Tidak
Edema : Tidak
Clubbing Finger : Tidak
• Persarafan (B3: Brain)
Tingkat Kesadaran : Composmentis GCS 14
Refleks : Normal
Koordinasi Gerak : Ya
• Penginderaan (Persepsi Sensori)
1) Mata (Penglihatan)
A. Bentuk : Normal, Simetris
B. Visus Dan Lapang Pandang : Normal
C. Pupil : Isokor
D. Gerak Bola Mata : Normal
E. Medan Penglihatan : Menyempit
F. Buta Warna : Tidak
2) Hidung (Penciuman)
A. Bentuk : Normal, Simetris
B. Gangguan Penciuman : Tidak
3) Telinga (Pendengaran)
A. Aurikel : Normal
B. Membran Tympani : Keruh
C. Otorrhae : Tidak
D. Gangguan Pendengaran : Ya
E. Tinitus : Ya
4) Peraba : Normal, Kering, Capillary Refiill > 2 Detik
5) Perasa : Normal
• Perkemihan-Eliminasi Uri (B4: Bladder)
Masalah Kandung Kemih : Sering
Produksi Urine : 250 Ml/Hari
Frekuensi : 4-6 X/Hari
Warna : Kuning Jernih
Bau : Amoniak
• Pencernaan-Eliminasi Alvi (B5: Bowel)
1) Mulut Dan Tenggorokan
a. Mulut : Selaput Lendir Mulut Lembab
b. Lidah : Hiperemik
c. Kebersihan Rongga Mulut : Tidak Berbau
d. Tenggorokan : Sakit Menelan
e. Abdomen : Kenyal
f. Pembesaran Hepar : Tidak
2) Masalah Usus Besar Dan Rectum/Anus : BAB1 X/Hari, Lembek, Kuning,
Darah (-)
• Otot, Tulang, Dan Integumen (B6: Bone)
1) Otot Dan Tulang
a. Kemampuan Pergerakan Sendi Lengan Dan Tungkai (ROM) : Terbatas Eks.
Bawah
b. Kemampuan Kekuatan Otot : Terbatas, Ada Sprain Kaki Kanan
2) Integumen
a. Warna Kulit : Hiperpigmentasi
b. Akral : Hangat
c. Turgor : Tidak Elastik
d. Tulang Belakang : Agak Kiposis
• Pengetahuan
Pengetahuan klien tentang kesehatan dirinya: klien menyadari dirinya sudah lansia
dan akan rentan terhadap sakit.
C. ANALISA DATA
No Symtoms Problem Etiologi
1 DS : klien mengatakan 2 minggu yang
lalu jatuh terpeleset di kamar mandi dan
pergelangan kaki kanannya terkilir serta
terasa nyeri.
DO : pergelangan kaki kanan kien tampak
bengkak, kemerahan, menahan sakit saat
bergerak.
Resti jatuh ulang penurunan sensori :
penglihatan
2 DS : klien mengatakan nyeri pada kakinya
sejak 2 minggu yang lalu.
Provocative/Paliative : terkilir dan jatuh
Quality/Quantity : panas
Region : daerah pergelangan kaki kanan
Severity Scale : 6
Nyeri agen injury fisik :
spasme otot dan
sendi
Timing : 5-10 menit kambuh
DO : kaki klien tampak bengkak,
kemerahan, menahan nyeri saat begerak.
3 DS : klien mengatakan aktivitasnya
tertunda dan terganggu karena setiap
bergerak kakinya terasa sakit, namun
klien berusaha mandiri dalam melakukan
aktivitasnya. Selama 2 minggu ini klien
hanya berjualan di sekitar rumahnya
dengan berjalan pelan-pelan.
DO : -
Gangguan mobilisasi
fisik
penurunan kekuatan
sendi
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi jatuh ulang berhubungan dengan penurunan sensori (penglihatan).
2. Nyeri berhubungan dengan spasme/tertariknya sendi dan otot.
3. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan sendi dan otot.
E. INTERVENSI KEPERAWATAN
No.Dx Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Setelah dilakukan tindakan
keperawatan gerontik dalam waktu 1
minggu diharapkan resiko jatuh
berulang tidak terjadi dengan kriteria
hasil : klien mampu mengidentifikasi
bahaya lingkungannya, tindakan
untuk mencegah bahaya seperti
berjalan hati-hati, memakai alat
bantu jalan dan penglihatan,
penerangan yang cukup.
a. Observasi faktor-faktor penyebab jatuh
klien.
b. Latih untuk menggunakan alat bantu
secara benar dan sesuai kegunaan alatnya.
c. Penkes tentang resiko jatuh ulang
berkaitan faktor-faktor resiko jatuh,
penyebab jatuh, modifikasi rungan untuk
mencegah jatuh, komplikasi jatuh, cara
menanggani dan mencegah cidera/jatuh
seperti (menggunakan pencahayaan yang
baik, memasang penghalang tempat tidur,
menempatkan benda berbahaya ditempat
yang aman).
d. Kolaborasi dengan dokter untuk
penatalaksanaan glaukoma dan gangguan
penglihatannya, serta kader kesehatan
desa untuk pemantauan secara berkala
keadaan klien.
2 Setelah dilakukan tindakan
keperawatan gerontik dalam waktu 1
minggu diharapkan nyeri berkurang
dan hilang dengan kriteria hasil :
klien menyatakan nyeri berkurang,
klien tampak rileks, mampu
berpartisipasi aktif dalam aktivitas,
TTV dbn (tidak ada peningkatan
nadi, TD dan RR).
a. Kaji ulang lokasi, intensitas dan skala
nyeri.
b. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit
dengan tirah baring.
c. Berikan lingkungan yang tenang dan
berikan dorongan untuk melakukan
aktivitas secara mandiri.
d. Latihan klien melakukan rentang gerak
pasif/aktif.
e. ajarkan tehnik manajemen stress seperti
relasksasi, latihan nafas dalam, imajinasi
visualisasi, sentuhan.
f. Observasi tanda-tanda vital.
g. Kolaborasi dalam pemberian analgetik
3 Setelah dilakukan tindakan
keperawatan gerontik dalam waktu 1
minggu diharapkan ggu. mobilisasi
fisik berkurang dengan kriteria
hasil : terdapat peningkatkan
mobilitas fisik, klien mampu
mempertahankan posisi
fungsionalnya dan terdapat
peningkatan kekuatan/fungsi yang
sakit serta mampu melakukan
aktivitasnya secara mandiri.
a. Anjurkan klien mempertahankan tirah
baringnya sampai kondisi kaki mungkin.
b. Tinggikan ekstermitas yang sakit
c. Bantu dalam latihan rentang gerak pada
ekstrimitas yang sakit dan tidak sakit.
d. Berikan dorongan pada pasien untuk
melakukan ADL dalam lingkup
keterbatasan dan beri bantuan sesuai
kebutuhan.
1. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Tanggal/jam No.Dx Implementasi Evaluasi
1 a. Mengobservasi faktor DO : dari hasil observasi didapat
3
2
1
2
3
2
3
3
penyebab jatuh klien.
b. Mengobservasi tanda-tanda
vital.
c. Mengobservasi ulang lokasi,
intensitas dan skala nyeri.
d. Memberi penkes tentang
resiko jatuh ulang berkaitan
faktor-faktor resiko jatuh,
penyebab jatuh, modifikasi
rungan untuk mencegah
jatuh.
e. Mengajari tehnik
manajemen stress latihan
nafas dalam.
f. Menganjurkan klien
mempertahankan tirah
baringnya sampai kondisi
kaki memungkinkan.
g. Memberikan analgetik
untuk mengurangi nyeri.
h. Melatih klien dalam
melakukn latihan rentang
gerak aktif dan pasif pada
ekstermitas yang sakit dan
tidak sakit.
i. Memberikan dorongan pada
pasien untuk melakukan adl
dalam lingkup keterbatasan
dan beri bantuan sesuai
kebutuhan.
ada bebrapa faktor yang menyebabkan klien jatuh dan beresiko jatuh lagi diantaranya lantai kamar mandi yang licin, penurunan fungsi penglihatan, penerangan yang kurang/cukup.DO : TD = 130/90 mmHg, RR = 24 x/menit, N = 88 x/menit, S = 37 0 C. DO : nyeri terjadi pada pergelangan kaki kanan, skala 4.DS : klien menyadari dirinya
sudah lansia dan rentan terhadap
sakit sehingga akan berusaha hati-
hati dalam mencegah agar tidak
jatuh.
DS : klien mengatakan nyeri
sedikit berkurang obat dan latihan
relaksasi.
DO : Klien tampak mampu
melakukan latihan rentang gerak
dan ROM aktif 180 0 derajat
kecuali pada bagian pergelangan
kakinya terutam untuk fleksi
ekstensi masih kaku dan klien
mengatakan sakit.
DS : klien mengatakan akan selalu
berusaha melakukan aktivitasnya
secara mandiri dan tidak ingin
merepotkan orang lain agar bisa
bekerja lagi.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kebutuhan Keselamatan dan Keamanan merupakan kebutuhan dasar bagi lansia.
Di sini perawat dalam pemenuhan kebutuhan keamanan dapat berperan secara langsung
maupun tidak langsung yaitu sebagai Pemberi Perawatan Langsung (care giver),
Pendidik, Pengawas Kesehatan, Konsultan, dan Kolaborasi. Keselamatan adalah suatu
keadaan seseorang atau lebih yang terhindar dari ancaman bahaya atau kecelakaan,
sedangkan keamanan adalah keadaan aman dan tentram. Masalah yang tersering dialami
pada lansia terkait keselamatan dan keamanan ini umumnya resiko jatuh/cidera. Dimana
jatuh merupakan salah satu geriatric giant yang terjadi pada usia lanjut, penyebab
tersering adalah masalah di dalam dirinya sendiri (gangguan gait, sensorik, kognitif,
sistem syaraf pusat) didukung oleh keadaan lingkungan rumahnya yang berbahaya (alat
rumah tangga yang tua / tidak stabil, lantai yang licin dan tidak rata). Jatuh sering
mengakibatkan komplikasi dari memar dan keseleo sampai dengan patah tulang bahkan
kematian. Oleh karena itu, hal ini harus dicegah agar jatuh tidak terjadi berulang-ulang
pada lansia dengan cara identifikasi faktor risiko, penilaian keseimbangan dan gaya
berjalan serta mengatur / mengatasi faktor situasional. Pada prinsipnya mencegah
terjadinya jatuh pada usia lanjut sangat penting dan lebih utama daripada mengobati
akibatnya.
B. SARAN
Perawat sebagai tenaga kesehatan yang profesional mempunyai kesempatan paling
besar untuk memberikan pelayanan/asuhan keperawatan yang komprehensif dengan
membantu klien memenuhi kebutuhan dasar yang holistik, salah satunya dalam
pemenuhan kebutuhan keselamatan dan keamanan. Sehingga sebagai perawat kita bisa
melakukan penkes terkait resiko jatuh kepada para lansia, senam lansia, posyandu lansia
dan pemeriksaan rutin lansia setiap bulannya.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta : EGC
Gallo, Joseph.1998. Buku Saku Gerontologi. Jakarta : Buku Kedokteran EGC
http://cinehel.wordpress.com/2012/05/26/asuhan-keperawaan-pada-lansia-dengan-resiko-
jatuh/, diakses 18 September 2013.
http://nsyadi.blogspot.com/2012/01/askep-pencegahan-jatuh-pada-lansia.html, diakses
18 September 2013.
Kozier & Erb. 2004. Pain Management.
Nasrul, Effendi. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. Jakarta : EGC
Nugroho, Wahjudi.1995. Perawatan Lanjut Usia. Jakarta : Buku Kedokteran EGC
Watson, Roger. “Perawatan Lansia”, Edisi ke-3, EGC, Jakarta 2003
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. Jakarta : EGC
SKEMA PATHWAY KEJADIAN JATUH