27
BAB I PENDAHULUAN Makalah ini dibuat berdasarkan hasil diskusi yang berlangsung dari sesi pertama dan sesi kedua pada: Sesi 1 Hari, tanggal : Jumat, 5 Oktober 2012 Pukul : 10.00 – 12.00 WIB Ketua : Gilang Pradipta Permana Sekretaris : Jasmine Ariesta Dwi Prati Sesi 2 Hari, tanggal : Senin, 8 Oktober 2012 Pukul : 13.00 – 15.00 WIB Ketua : Doddy Kusumah Ronosulistyo Sekretaris : Heidi Angelika Anggaria Pembahasan makalah dengan kasus berjudul “Seorang anak laki-laki dengan lebam di kedua tungkai” ini didiskusikan oleh anggota kelompok 5 yang berjumlah 13 orang dengan Tutor yaitu dr. Suweino. Pada akhir diskusi, telah dibuat kesimpulan akhir serta pengelolaan yang tepat yang akan dilakukan pada pasien tersebut. 1

Makalah Hemofilia

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Hemofilia HOM

Citation preview

Page 1: Makalah Hemofilia

BAB I

PENDAHULUAN

Makalah ini dibuat berdasarkan hasil diskusi yang berlangsung dari sesi pertama dan

sesi kedua pada:

Sesi 1

Hari, tanggal : Jumat, 5 Oktober 2012

Pukul : 10.00 – 12.00 WIB

Ketua : Gilang Pradipta Permana

Sekretaris : Jasmine Ariesta Dwi Prati

Sesi 2

Hari, tanggal : Senin, 8 Oktober 2012

Pukul : 13.00 – 15.00 WIB

Ketua : Doddy Kusumah Ronosulistyo

Sekretaris : Heidi Angelika Anggaria

Pembahasan makalah dengan kasus berjudul “Seorang anak laki-laki dengan lebam di

kedua tungkai” ini didiskusikan oleh anggota kelompok 5 yang berjumlah 13 orang dengan

Tutor yaitu dr. Suweino. Pada akhir diskusi, telah dibuat kesimpulan akhir serta pengelolaan

yang tepat yang akan dilakukan pada pasien tersebut.

1

Page 2: Makalah Hemofilia

BAB II

LAPORAN KASUS

Seorang anak laki-laki usia 2 tahun dibawa ibunya berobat ke Puskesmas Cilandak

karena lebam biru di kedua tungkainya. Kelainan ini sedah terjadi sejak 2 bulan yang lalu.

anak tidak tampak pucat serta tidak ada panas badan yang berulang.

Informasi tambahan didapatkan bahwa paman dari pihak ibu juga mengidap saki-sakit

yang serupa pada waktu kecilnya dan sekarang pada waktu berjalan pincang. Dua kakaknya

adalah perempuan dan tidak sakit serupa dengan penderita. Ayah anak tersebut adalah

seorang guru SD dan ibunya seorang ibu rumah tangga. Riwayat persalinan normal, dan

sudah disuntik vitamin K1.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan lebam pada ekstremitas bawah.

Pada hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan PT: 10 detik (K: 12 detik), APTT: 54

detik (K: 35,3 detik).

2

Page 3: Makalah Hemofilia

BAB III

PEMBAHASAN

A. IDENTIFIKASI MASALAH

Keluhan utama pada pasien anak laki-laki berusia 2 tahun ini adalah terdapat

lebam biru pada kedua tungkainya yang sudah terjadi sejak 2 bulan yang lalu. Lebam

biru disebut juga dengan hematoma.

Hematoma didefinisikan sebagai pengumpulan darah yang terlokalisasi,

umumnya menggumpal, pada organ, rongga, atau jaringan, akibat pecahnya dinding

pembuluh darah.(1)

B. HIPOTESIS

Lebam biru yang terjadi pada pasien anak ini dapat disebabkan oleh berbagai

hal, antara lain :

1. Trauma pada lokasi yang sama

2. Gangguan pembekuan darah

Gangguan pembekuan darah pada pembuluh darah yang cedera dapat

menyebabkan perdarahan yang mengancam nyawa bahkan oleh trauma yang

relatif ringan.(2) Faktor-faktor yang dapat menyebabkan gangguan pembekuan

darah antara lain :

a. Defisiensi faktor pembekuan darah

Defisiensi faktor pembekuan darah dapat menyebabkan gangguan pada

proses pembekuan darah, baik pembekuan darah pada jalur intrinsik

(faktor V, VIII, IX, X, XI, XII, protrombin, dan fibrinogen) maupun

jalur ekstrinsik (faktor V, VII, X, protrombin, dan fibrinogen). Secara

epidemiologi, faktor pembekuan darah yang paling sering mengalami

defisiensi adalah faktor pembekuan VIII, yaitu sekitar 80–85%,(3)

sehingga menyebabkan hemofilia tipe A. Sisanya adalah defisiensi

faktor pembekuan yang lain.

b. Defisiensi trombosit / trombositopenia

Pada orang dengan defisiensi trombosit, berbeda dengan perdarahan

luas yang menyertai defek pada mekanisme pembekuan, terus-menerus

mengalami ratusan perdarahan kecil di seluruh tubuh karena bocornya

darah melalui lubang-lubang kecil di pembuluh darah halus sebelum

3

Page 4: Makalah Hemofilia

koagulasi berlangsung. Dalam keadaan normal trombosit adalah

penambal pertama ruptur-ruptur halus yang terus terjadi. Di kulit

pengidap defisiensi trombosit, perdarahan kapiler difus tamak sebagau

bercak-bercak keunguan kecil yang menyebabkan munculnya purpura

trombositopenik.(2)

c. Defisiensi vitamin K

Defisiensi vitamin K dapat menyebabkan kecenderungan perdarahan.

Vitamin K, yang umum dikenal sebagai viamin pembekuan darah,

esensial untuk pembentukan bekuan normal. Dalam suatu rangkaian

kompleks reaksi biokimia, vitamin K berikatan dengan O2,

membebaskan energi yang akhirnya digunakan untuk mengaktifkan

proses-proses dalam jenjang pembekuan.

3. Kelainan dinding pembuluh darah

Pembuluh darah merupakan bagian yang penting dalam hemostasis. Faktor

yang dapat menyebabkan kelainan dinding pembuluh darah antara lain adanya

inflamasi lokal pada dinding pembuluh darah, misalnya vaskulitis, atau

kelainan dinding pembuluh darah yang disebabkan oleh kelainan pada

jaringan ikat yang menyusun pembuluh darah tersebut.(4)

C. ANAMNESIS TAMBAHAN

Adapun anamnesis tambahan yang perlu ditanyakan kepada pasien maupun ibunya

untuk membantu menegakkan diagnosis antara lain:

Riwayat penyakit dahulu

- Apakah pasien ini sudah sirkumsisi?

- Apakah pernah terjadi hal serupa sebelumnya?

Riwayat penyakit sekarang

- Apakah di bagian trauma terasa nyeri?

- Apakah luka sulit disembuhkan?

- Apakah ada perdarahan lain?

Riwayat penyakit keluarga

- Apakah ada anggota keluarga lain yang mengalami hal serupa?

Faktor lingkungan

- Apakah ada radiasi menyengat di lingkungan pasien?

4

Page 5: Makalah Hemofilia

D. PEMERIKSAAN FISIK

Pada pemeriksaan fisik didapatkan lebam biru di kedua tungkainya yang sudah

terjadi sejak 2 bulan yang lalu, kelompok kami mencurigai adanya gangguan pada

pembekuan darah, akibat trauma yang berulang atau adanya gangguan pada pembuluh

darahnya (fragilitas kapiler). Anak tidak tampak pucat serta tidak ada panas badan

yang berulang. (Normal)

Pemeriksaan fisik yang perlu ditambahkan antara lain : Tes Rumple Leed

(Tourniquet Test) untuk menguji ketahanan pembuluh kapiler darah yang digunakan

untuk menyingkirkan adanya gangguan pada pembuluh darahnya atau fragilitas

kapiler.

E. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Hasil Normal(5) Masalah Hipotesis

PT 10 detik 12,7–15,4 detik Rendah -

APTT 54 detik 26,3–39,4 detik Defisiensi faktor

pembekuan intrinsik

Hemofilia A

Hemofilia B

Penyakit Von

Willebrand

Prothrombin Time (PT) adalah pemeriksaan yang digunakan untuk menguji

adanya gangguan faktor pembekuan darah pada jalur ekstrinsik, yaitu kekurangan

faktor pembekuan V, VII, X, protrombin, dan fibrinogen. Pada hasil pemeriksaan

laboratorium

Activated Partial Thromboplastin Time adalah pemeriksaan yang digunakan

untuk mencari adanya kekurangan faktor-faktor pembekuan darah pada jalur intrinsik,

yaitu faktor pembekuan V, VIII, IX, X, XI, XII, protrombin, dan fibrinogen. Pada

hasil pemeriksaan laboratorium, didapatkan APTT memanjang yaitu 54 detik. Hal ini

dapat disebabkan oleh defisiensi faktor pembekuan darah di jalur intrinsik, yaitu dapat

terjadi defisiensi pada faktor V, VIII, IX, X, XI, XII, dan faktor Von Willebrand.

Yang paling sering ditemukan keadaan APTT memanjang adalah pada hemofilia A

dimana terjadi defisiensi faktor pembekuan VIII, dan dapat pula terdapat pada

penyakit Von Willebrand dimana terjadi defisiensi faktor Willebrand.

Faktor Willebrand adalah suatu glikoprotein multimer heterogen dalam plasma

dengan dua fungsi utama:(6)

5

Page 6: Makalah Hemofilia

1. Memudahkan adhesi trombosit pada kondisi stres berat dengan

menghubungkan reseptor membran trombosit ke subendotel pembuluh darah.

2. Bekerja sebagai pembawa plasma bagi faktor VIII, suatu protein koagulasi

darah yang penting.

Apabila terjadi defisiensi faktor Von Willebrand, maka secara tidak langsung juga

akan mempengaruhi proses pembekuan darah.

F. DIAGNOSIS

Diagnosis kerja pada pasien ini ialah hemofilia. Hal ini didasarkan pada :

1. Anamnesis riwayat penyakit keluarga, dimana paman dari pihak ibu pasien

menderita penyakit yang sama. Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa

hemofilia adalah kelainan yang diturunkan melalui kromosom x-resesif, yang

kemungkinan besar ibu pasien adalah carier hemofilia.

2. Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan lebam biru pada kedua tungkai. Hal ini

disebabkan oleh adanya gangguan sistem pembekuan yang mengakibatkan

kecendrungan perdarahan terutama yang paling sering ialah di otot dan persendian

besar di kaki.

3. Berdasarkan hasil laboratorium didapatkan nilai APTT memanjang, yang

menandakan terjadinya gangguan pada faktor pembekuan di jalur intrinsik (faktor

XII, XI, IX, VIII)

Pasien ini menderita hemofilia yang disebabkan oleh defisiensi salah satu

faktor pembekuan yang dalam hal ini belum dapat dipastikan faktor pembekuan yang

defisien. Oleh karena itu, perlu dilakukan beberapa pemeriksaan tambahan, seperti uji

masing-masing faktor pembekuan untuk mengetahui tipe hemofilia pada pasien ini.

Hal ini perlu dilakukan dikarenakan tidak ada manifestasi klinis yang dapat

membedakan jenis hemofilia yang penting diketahui agar mendukung

penatalaksanaan yang akan diberikan.(7)

Berdasarkan epidemiologi, bahwa sekitar 80% kasus hemofilia adalah

hemofilia A (disebabkan oleh hilangnya, berkurangnya pembentukan, atau defek pada

faktor VIII). 12-15% adalah hemofilia B (disebabkan defisiensi faktor IX). Sedangkan

penyakit von Willebrand terjadi lebih sering daripada hemofilia B. Penyakit ini

disebabkan oleh kurangnya produksi protein von willebrand yang mengandung

komponen adhesif-trombosit dan juga protein ini berfungsi membawa faktor VIII

dalam plasma.

6

Page 7: Makalah Hemofilia

G. PATOGENESIS MASALAH

Hemofilia merupakan penyakit resesif terkait-X. Berdasarkan anamnesis

didapatkan paman dari pihak ibu menderita hemofilia, sehingga dapat diperkirakan

nenek pasien adalah karier hemofilia. Ibu pasien juga dapat menjadi karier hemofilia,

sehingga ketika menikah dengan ayah yang normal dapat menghasilkan anak laki-laki

penderita hemofilia dengan probabilitas 25 %.

Penderita hemofilia mengalami gangguan koagulasi sehingga terjadi

perdarahan intermiten karena terjadi mutasi gen faktor VIII (hemofilia tipe A) atau

faktor IX (hemofilia tipe B). Pada umumnya perdarahan terjadi karena trauma, tetapi

dapat spontan pada hemofilia berat. Pasien berumur 2 tahun, sudah dapat berjalan

sehingga rawan terjadi trauma yang dapat membuat perdarahan jaringan lunak, otot,

dan sendi sehingga ditemukan lebam biru pada kedua tungkai.

H. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan umum untuk hemofilia

1. Nonmedikamentosa

Terapi Suportif

Memberi edukasi kepada orang tua pasien supaya menghindari luka

atau benturan untuk mencegah perdarahn

Genetik konseling

Lakukan tindakan RICE (resting, ice, compression, elevation) pada

lokasi perdarahannya yaitu tungkai bawah.

Hindari obat-obatan yang sifatnya mempengaruhi fungsi trombosit

yang dapat memprovokasi timbulnya perdarahan, misalnya aspirin.

2. Medikamentosa

Kortikosteroid untuk mencegah gejala sisa yaitu kaku sendi

7

Kakek: XH Y Nenek: XH Xh

Paman: Xh Y Ibu: XH Xh

Daughter 1: XH XH / XH Xh Daughter 2: XH XH / XH Xh

Ayah : XH Y

Pasien : Xh Y

Page 8: Makalah Hemofilia

Penatalaksanaan untuk hemofilia A

1. Medikamentosa

Pemberian konsentrat faktor VIII (1 ml plasma = 1 unti faktor VIII,

karena volume plasma ± 45 mL/kg, maka diperlukan infus faktor VIII

45 unit/kg untuk menaikkan kadarnya pada resipien yang hemofilia

dari 0-100%. Dosis sebesar 25-50 unit/kg untuk menaikkan kadar pada

resipien menjadi 50-100% normal)

Desmopresin (DDAVP; Stimate) menyebabkan kenaikan faktor VIII

pada penderita hemofilia A ringan dan pada beberapa penderita dengan

penyakit sedang. Hanya diberikan sekali tiap 2 hari dan hanya untuk

episode perdarahan kecil, seperti perdarahan mulut, ekstraksi gigi, dan

hematom kecil.

Penatalaksanaan untuk penyakit Von Willebrand

1. Medikamentosa

Pemberian faktor Von Willebrand

Pemberian krioprespitat yang terdiri dari faktor VIII, fibrinogen, dan

faktor Von Willebrand bila masih belum bisa di bedakan dari hemofilia

A

Asam tranexamat untuk anti fibrinolitik

Penatalaksanaan untuk hemofilia B

1. Medikamentosa

Pemberian konsentrat faktor IX

I. KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien ini antara lain:

perdarahan berulang dapat menyebabkan deformitas sendi (artropati hemofili)

hematuria spontan

8

Page 9: Makalah Hemofilia

perdarahan intrakranial dan perdarahan ke dalam leher merupakan kondisi

gawat darurat yang mengancam nyawa

J. PROGNOSIS

ad Vitam : Dubia ad Malam

ad Functionam : ad Malam

ad Sanationam : ad Malam

BAB IV

KESIMPULAN

9

Page 10: Makalah Hemofilia

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, didapatkan

beberapa faktor resiko pada pasien yang mendasari terjadinya manifestasi klinis yang

dialami. Berdasarkan masalah-masalah diatas maka pasien ini menderita Hemofilia A dimana

terdapat gangguan pembekuan darah. Selain dari riwayat penyakit keluarga pada pasien ini

diketahui bahwa paman pasien juga mengalami sakit yang sama. Hal ini memperkuat

kemungkinan pasien mengidap penyakit Hemofilia A yang diturunkan secara genetik.

Berdasarkan data yang ada, maka pasien diberikan penatalaksanaan terhadap seluruh masalah

yang dialami demi mencegah komplikasi lebih lanjut.

BAB V

TINJAUAN PUSTAKA(8)

10

Page 11: Makalah Hemofilia

KELAINAN PEMBEKUAN HEREDITER

Defisiensi herediter setiap faktor pembekuan telah dilaporkan. Penyakit yang sering

dijumpai adalah hemophilia A (defisiensi factor VIII), hemophilia B (penyakit

Christmas,defisiensi faktor IX), dan penyakit von Willebrand (VWD)

1. HEMOFILIA A

Hemophilia A adalah defisiensi faktor pembekuan herediter yang paling

banyak ditemukan. Prevalensinya adalah sekitar 30-100 tiap sejuta populasi.

Pewarisannya berkaitan dengan jenis kelamin, tetapi hingga 33% pasien tidak

mempunyai riwayat dalam keluarga dan terjadi akibat mutasi spontan. Gen faktor VIII

terletak di dekat ujung lengan panjang kromosom X. Gen ini sangat besar dan terdiri

dari 26 ekson. Protein faktor VIII meliputi region rangkap tiga A1,A2,A3 dengan

homologi sebesar 30% antar mereka, suatu region rangkap dua C1,C2 dan suatu domain

B yang sangat terglikosilasi, yang dibuang pada waktu factor VIII diaktifkan oleh

thrombin.

Defeknya adalah tidak ada atau rendahnya kadar faktor VIII plasma. Sekitar

separuh dari pasien-pasien tersebut mengalami mutasi missense atau frameshift

(geser) atau delesi dalam gen faktor VIII. Pada yang lain, ditemukan inverse flip-tip

yang khas, dengan gen faktor VIII yang rusak oleh suatu inverse pada ujung

kromosom X. Mutasi ini menyebabkan bentuk klinis hemophilia A yang berat.

GAMBARAN KLINIS

Bayi dapat menderita perdarahan pascasirkumsisi atau mengalami perdarahan

sendi dan jaringan lunak serta memar yang berlebihan pada saat mereka mulai aktif.

Hemartrosis berulang yang terasa nyeri dan hematom otot mendominasi perjalanan

penyakit pada pasien yang sakit berat dan jika tidak diobati dengan baik, dapat

menyebabkan deformitas sendi yang progresif dan kecacatan. Perdarahan yang

berkepanjangan terjadi setelah estraksi gigi. Hematuria dan pendarahan saluran cerna

yang spontan juga dapat terjadi. Keparahan klinis penyakit berkorelasi dengan

beratnya defisiensi faktor VIII. Perdarahan operatif dan pascatrauma dapat

mengancam jiwa baik pada pasien yang sakit berat maupun ringan. Walaupun tidak

sering, pendarahan intraserebral spontan lebih sering terjadi daripada populasi umum

dan merupakan penyebab kematian yang penting pada pasien dengan penyakit berat.

11

Page 12: Makalah Hemofilia

Pseudotumor hemofilik dapat terjadi di tulang panjang, pelvis, serta jari-jari

tangan dan kaki. Penyakit ini terjadi akibat perdarahan subperiosteum berulang

dengan destruksi tulang, pembentukan tulang baru, pelebaran tulang, dan fraktur

patologik.

Terdapatnya virus defisiensi imun manusia (HIV) dalam konsentrat yang

dibuat dari plasma manusia selama awal tahun 1980-an menyebabkan lebih dari 50%

penderita hemophilia yang diobati di AS atau Eropa Barat menjadi terinfeksi HIV.

Sindrom merupakan defisiensi imun didapat (AIDS) telah merupakan salah satu

penyebab lazim kematian pada hemophilia berat. Trombositopenia akibat infeksi HIV

dapat mencetuskan perdarahan. Pemeriksaan donor dan langkah-langkah inaktivasi

virus selama pembuatan konsentrat saat ini mencegah transmisi HIV. Faktor VIII

dibuat dengan teknik DNA rekombinan juga bebas dari risiko HIV.

Banyak pasien terinfeksi virus hepatitis C sebelum dimungkinkannya

pemeriksaan donor dan produk darah. Hal ini menyebabkan meningkatnya morbiditas

akibat hepatitis kronis, sirosis, dan hepatoma. Penularan hepatitis B juga merupakan

risiko yang dapat terjadi.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Pemeriksaan berikut ini hasilnya abnormal :

1. Masa tromboplastin parsial teraktivasi (Activated partial thromboplastin time,

APTT)

2. Pemeriksaan faktor pembekuan VIII

Masa perdarahan dan masa protrombin time (PT) normal.

DETEKSI PEMBAWA SIFAT DAN DIAGNOSIS ANTENATAL

Sampai baru-baru ini, deteksi pembawa sifat dan diagnosis antenatal terbatas

pada pengukuran kadar faktor VIII dan factor von Willebrand (VWF) plasma.

Sekarang deteksi pembawa sifat dapat lebih baik dilakukan dengan pelacak DNA.

Suatu mutasi spesifik yang diketahui dapat diidentifikasi atau polimorfisme panjang

fragmen restriksi di dalam atau dekat gen faktor VIII memungkinkan alel mutan

diacak. Biopsi korion pada minggu ke-8 hingga 10 masa gestasi memberikan DNA

fetus dalam jumlah cukup untuk dianalisis. Diagnosis antenatal juga mungkin

ditegakkan setelah pembuktian kadar faktor VIII yang rendah dalam darah fetus yang

12

Page 13: Makalah Hemofilia

didapat pada minggu ke-16 hingga 20 masa gestasi dari vena umbilicalis melalui

aspirasi jarum yang dipandu ultrasonografi.

PENGOBATAN

Sebagian besar pasien dating ke pusat khusus hemophilia dengan tim

multidisipliner yang berdedikasi pada perawatan mereka. Episode perdarahan diobati

dengan terapi penggantian faktor VIII dan perdarahan spontan biasanya terkendali

bila kadar faktor VIII pasien meningkat di atas 20% dari normal. Untuk operasi besar,

perdarahan terjadi pada tempat yang berbahaya, kadar faktor VIII harus dinaikkan

sampai perdarahan akut sudah berhenti, sampai terjadi kesembuhan.

Faktor VIII rekombinan dan preparat Faktor VIII yang dimurnikan dengan

imunoafinitas saat ini tersedia untuk penggunaan klinis dan mengeliminasi risiko

penularan virus.

DDAVP (desmopresia) member cara alternative untuk meningkatkan kadar

faktor VIII plasma pada penderita hemophilia yang lebih ringan. Setelah pemberian

DDAVP intravena, terdapat peningkatan sedang faktor VIII pasien sendiri oleh

pelepasan dari sel endotel dan peningkatan ini proporsional terhadap kadar istirahat.

DDAVP juga dapat diberikan per-nasal cara ini telah digunakan sebagai pengobatan

segera untuk hemophilia ringan setelah trauma kecelakaan atau perdarahan.

Tindakan suportif lokal yang digunakan untuk mengobati hemartrosis dan

hematoma meliputi pengistirahatan bagian yang sakit dan pencegahan trauma lebih

lanjut.

PENGOBATAN PROFILAKSIS

Meningkatnya ketersediaan konsentrat faktor VIII yang dapat disimpan di

kulkas di rumah telah mengubah pengobatan hemophilia secara dramatis. Seorang

anak yang menderita hemophilia dapat diobati di rumah begitu terdapat kecurigaan

tanda-tanda awal perdarahan. Kemajuan ini telah mengurangi angka kejadian

hemartrosis yang menyebabkan cacat dan perlunya penanganan rawat inap. Pasien

sakit berat sekarang dapat mencapai usia dewasa dengan arthritis ringan atau tanpa

arthritis. Terdapat perbedaan pendapat mengenai perlunya tidak pengobatan

profilaksis teratur dengan faktor VIII sebagai usaha untuk mencegah terjadinya

episode perdarahan. profilaksis yang dimulai sebelum usia 3 tahunn yang ditujukan

13

Page 14: Makalah Hemofilia

untuk mempertahankan kadar factor VIII (atau faktor IX) di atas 1% telah

direkomendasikan AS

Penderita hemophilia dianjurkan untuk menjalani perawatan gigi yang teratur.

Anak-anak penderita hemophilia dan orang tua mereka sering kali memerlukan

bantuan ekstensif dalam masalah social dan psikologik. Dengan pengobatan modern,

gay hidup seorang anak penderita hemophilia dapat menjadi hamper normal, tetapi

penderita harus menghindari aktivitas tertentu seperti olahraga dengan kontak tubuh.

2. DEFISIENSI FAKTOR IX / HEMOFILIA B

Pewarisan dan gambaran klinis defisiensi faktor IX (penyakit Christmas,

hemophilia B) identik dengan yang terdapat pada hemophilia A. Bahkan kedua

kelainan tersebut hanya dapat dibedakan dengan pemeriksaan faktor pembekuan

spesifik. Insidensinya seperlima dari insidensi hemophilia A. Faktor IX dikode oelh

gen yang terletak dekat gen untuk faktor VIII dekat ujung lengan panjang kromosom

X. Deteksi pembawa sifat dan diagnosis antenatal dilakukan gentian sama dengan

untuk hemophilia A. Prinsip terapi penggantian sama dengan hemophilia A. Episode

perdarahan diatasi dengan konsetrat faktor VIII pada hemophilia A. Faktor IX

rekombinan saat ini telah tersedia. Pemberian dosis yang lebih tinggi diperlukan

dibandingkan dengan faktor IX yang berasal dari plasma.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Uji-uji berikut ini member hasi yang abnormal.

1. APTT

2. Pemeriksaan pembekuan faktor IX

Seperti pada hemophilia A, masa perdarahan dan PT member hasil yang normal.

3. PENYAKIT VON WILLEBRAND

Pada kelainan ini, terdapat penurunan kadar atau fungsi VWF yang abnormal

akibat mutasi titik atau delesi besar. VWF adalah suatu protein yang memiliki dua

peranan yaitu menunjang adhesi trombosit pada endotel yang rusak dan merupakan

molekul pembawa untuk faktor VIII, yang melindunginya dari destruksi prematur.

Sifat terakhir tersebut menjelaskan penurunan kadar faktor VIII yang kadang-kadang

ditemukan pada VWD.

14

Page 15: Makalah Hemofilia

VWF disintesis sebagai protein besar 300 k-Da yang lalu membentuk

multimer dengan berat hingga mencapai 106 Da. Saat ini telah dikenal tiga jenis VWD.

VWD tipe 1 dan 3 dikaitkan dengan penurunan kadar VWF yang normal, sedangkan

tipe 2 disebabkan oelh bentuk abnormal protein. Tipe 1 adalah penuruna parsial VWF,

sedangkan tipe 3 tidak ada protein tersebut sama sekali. Telah diketahui empat

subtype VWF tipe 2, tipe 2A dikaitkan dengan tidak adanya multimer berberat

molekul tinggi dan tipe 2B dikaitkan dengan afinitas yang luar biasa tinggi terhadap

trombosit, tipe 2M mempunyai tempat pengikatan Gp1b yang terganggu dan tipe 2N

mempunyai afinitas yang rendah terhadap faktor VIII.

VWD merupakan suatu kelainan perdarahan bawaan yang paling sering

ditemukan. Biasanya pewarisan bersifat autosomal dominan dengan ekspresi yang

bervariasi. Keparahan perdarahan yang terjadi bervariasi. Biasanya terdapat

perdarahan selaput lendir (misal, epistaksis, menorragia), kehilangan darah berlebihan

akibat luka potong superficial dan lecet, serta perdarahan operatif dan pascatrauma.

Keparahannya bervariasi pada tipe yang berbeda. Hemartrosis dan hematom otot

jarang terjadi, kecuali pada penyakit tipe 3.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

1. Masa pendarahan mungkin memanjang

2. Kadar faktor VIII seringkali rendah dan APTT mungkin memanjang

3. Kadar VWF biasanya rendah

4. Agregasi trombosit dengan ristocetin terganggu (sensitivitas abnormal terhadap

ristocetin ditemukan pada penyakit tipe 2B). Agregasi dengan zat lain (adenosine

difosfat/ADP), kolagen, thrombin, atau adrenalin) biasanya normal

5. Hitung trombosit normal kecuali untuk penyakit tipe 2B (pada tipe 2B rendah)

6. Analisis multimer berguna untuk mendiagnosis subtipe-subtipe yang berbeda.

PENGOBATAN

Pilihannya adalah sebagai berikut :

a. Tindakan local dan obat antifibrinolitik, misal asam traneksamat untuk perdarahan

ringan

b. Pemberian infuse DDAVP bagi penderita VWD tipe 1

c. Konsentrat faktor VIII dengan kemurnian sedang (yang mengandung VWF dan

faktor VIII) untuk pasien dengan kadar VWF sangat rendah

15

Page 16: Makalah Hemofilia

Temuan klinis dan laboratorium utama pada Hemofilia A, Defisiensi Faktor IX

(Hemofilia B) dan Penyakit Van Willebrand.

Hemofilia A Hemofilia B von Willebrand

Pewarisan Terkait jenis

kelamin

Terkait jenis

kelamin

Dominan (tidak lengkap)

Lokasi utama perdarahan Otot, sendi,

pascatrauma

Otot, sendi,

pascatrauma

Membran mukosa, luka,

kulit, pascatrauma

Jumlah Trombosit Normal Normal Normal

Masa perdarahan Normal Normal

Masa protrombin Normal Normal Normal

Masa tromboplastin parsial Memanjang Memanjang Memanjang atau normal

Faktor VIII Rendah Normal Berkurang sedang

Faktor IX Normal Rendah Normal

16

Page 17: Makalah Hemofilia

BAB VI

PENUTUP

Demikian makalah ini dibuat mengenai materi yang berjudul “Seorang anak laki-laki

dengan lebam di kedua tungkai.” Makalah ini masih memiliki kekurangan dikarenakan

terbatasnya pengetahuan, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun

demi sempurnanya makalah ini.

Kami mengucapkan terimakasih kepada tutor yang telah mengarahkan jalannya

diskusi sehingga makalah ini dapat diselesaikan.

Sekian dan Terimakasih.

17

Page 18: Makalah Hemofilia

BAB VII

DAFTAR PUSTAKA

1. Dorland WAN. Kamus Kedokteran Dorland. 31st ed. Jakarta: EGC; 2010.

2. Sherwood L. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. 6th ed. Jakarta: EGC; 2011.

p.440.

3. Rotty LWA. Hemofilia A dan B. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata

M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta: InternaPublishing;

2009. p.1307-12.

4. Konkle B. Disorders of Platelets and Vessel Wall. In: Longo DL, Fauci AS, Kasper

DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J, Editors. Harrison’s Principles of Internal

Medicine. 18th ed. New York: McGraw-Hill; 2012. p.972

5. Kratz A, Pesce MA, Basner RC, Einstein AJ. APPENDIX: Laboratory Values of

Clinical Importance. In: Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL,

Loscalzo J, Editors. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 18th ed. New York:

McGraw-Hill; 2012. p.3588-3600

6. Sugianto. Penyakit Von Willebrand. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,

Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5 th ed. Jakarta:

InternaPublishing; 2009. p.1313.

7. Silbernagl S. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta: EGC; 2007. p. 60-4

8. A.V.Hoffbrand, J.E. Pettit, P.A.H. Moss. Kapita Selekta Hematologi. 4th ed. Jakarta :

EGC; 2012. p. 245-50

18