Upload
heidiangelika
View
13
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Hemofilia HOM
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Makalah ini dibuat berdasarkan hasil diskusi yang berlangsung dari sesi pertama dan
sesi kedua pada:
Sesi 1
Hari, tanggal : Jumat, 5 Oktober 2012
Pukul : 10.00 – 12.00 WIB
Ketua : Gilang Pradipta Permana
Sekretaris : Jasmine Ariesta Dwi Prati
Sesi 2
Hari, tanggal : Senin, 8 Oktober 2012
Pukul : 13.00 – 15.00 WIB
Ketua : Doddy Kusumah Ronosulistyo
Sekretaris : Heidi Angelika Anggaria
Pembahasan makalah dengan kasus berjudul “Seorang anak laki-laki dengan lebam di
kedua tungkai” ini didiskusikan oleh anggota kelompok 5 yang berjumlah 13 orang dengan
Tutor yaitu dr. Suweino. Pada akhir diskusi, telah dibuat kesimpulan akhir serta pengelolaan
yang tepat yang akan dilakukan pada pasien tersebut.
1
BAB II
LAPORAN KASUS
Seorang anak laki-laki usia 2 tahun dibawa ibunya berobat ke Puskesmas Cilandak
karena lebam biru di kedua tungkainya. Kelainan ini sedah terjadi sejak 2 bulan yang lalu.
anak tidak tampak pucat serta tidak ada panas badan yang berulang.
Informasi tambahan didapatkan bahwa paman dari pihak ibu juga mengidap saki-sakit
yang serupa pada waktu kecilnya dan sekarang pada waktu berjalan pincang. Dua kakaknya
adalah perempuan dan tidak sakit serupa dengan penderita. Ayah anak tersebut adalah
seorang guru SD dan ibunya seorang ibu rumah tangga. Riwayat persalinan normal, dan
sudah disuntik vitamin K1.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan lebam pada ekstremitas bawah.
Pada hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan PT: 10 detik (K: 12 detik), APTT: 54
detik (K: 35,3 detik).
2
BAB III
PEMBAHASAN
A. IDENTIFIKASI MASALAH
Keluhan utama pada pasien anak laki-laki berusia 2 tahun ini adalah terdapat
lebam biru pada kedua tungkainya yang sudah terjadi sejak 2 bulan yang lalu. Lebam
biru disebut juga dengan hematoma.
Hematoma didefinisikan sebagai pengumpulan darah yang terlokalisasi,
umumnya menggumpal, pada organ, rongga, atau jaringan, akibat pecahnya dinding
pembuluh darah.(1)
B. HIPOTESIS
Lebam biru yang terjadi pada pasien anak ini dapat disebabkan oleh berbagai
hal, antara lain :
1. Trauma pada lokasi yang sama
2. Gangguan pembekuan darah
Gangguan pembekuan darah pada pembuluh darah yang cedera dapat
menyebabkan perdarahan yang mengancam nyawa bahkan oleh trauma yang
relatif ringan.(2) Faktor-faktor yang dapat menyebabkan gangguan pembekuan
darah antara lain :
a. Defisiensi faktor pembekuan darah
Defisiensi faktor pembekuan darah dapat menyebabkan gangguan pada
proses pembekuan darah, baik pembekuan darah pada jalur intrinsik
(faktor V, VIII, IX, X, XI, XII, protrombin, dan fibrinogen) maupun
jalur ekstrinsik (faktor V, VII, X, protrombin, dan fibrinogen). Secara
epidemiologi, faktor pembekuan darah yang paling sering mengalami
defisiensi adalah faktor pembekuan VIII, yaitu sekitar 80–85%,(3)
sehingga menyebabkan hemofilia tipe A. Sisanya adalah defisiensi
faktor pembekuan yang lain.
b. Defisiensi trombosit / trombositopenia
Pada orang dengan defisiensi trombosit, berbeda dengan perdarahan
luas yang menyertai defek pada mekanisme pembekuan, terus-menerus
mengalami ratusan perdarahan kecil di seluruh tubuh karena bocornya
darah melalui lubang-lubang kecil di pembuluh darah halus sebelum
3
koagulasi berlangsung. Dalam keadaan normal trombosit adalah
penambal pertama ruptur-ruptur halus yang terus terjadi. Di kulit
pengidap defisiensi trombosit, perdarahan kapiler difus tamak sebagau
bercak-bercak keunguan kecil yang menyebabkan munculnya purpura
trombositopenik.(2)
c. Defisiensi vitamin K
Defisiensi vitamin K dapat menyebabkan kecenderungan perdarahan.
Vitamin K, yang umum dikenal sebagai viamin pembekuan darah,
esensial untuk pembentukan bekuan normal. Dalam suatu rangkaian
kompleks reaksi biokimia, vitamin K berikatan dengan O2,
membebaskan energi yang akhirnya digunakan untuk mengaktifkan
proses-proses dalam jenjang pembekuan.
3. Kelainan dinding pembuluh darah
Pembuluh darah merupakan bagian yang penting dalam hemostasis. Faktor
yang dapat menyebabkan kelainan dinding pembuluh darah antara lain adanya
inflamasi lokal pada dinding pembuluh darah, misalnya vaskulitis, atau
kelainan dinding pembuluh darah yang disebabkan oleh kelainan pada
jaringan ikat yang menyusun pembuluh darah tersebut.(4)
C. ANAMNESIS TAMBAHAN
Adapun anamnesis tambahan yang perlu ditanyakan kepada pasien maupun ibunya
untuk membantu menegakkan diagnosis antara lain:
Riwayat penyakit dahulu
- Apakah pasien ini sudah sirkumsisi?
- Apakah pernah terjadi hal serupa sebelumnya?
Riwayat penyakit sekarang
- Apakah di bagian trauma terasa nyeri?
- Apakah luka sulit disembuhkan?
- Apakah ada perdarahan lain?
Riwayat penyakit keluarga
- Apakah ada anggota keluarga lain yang mengalami hal serupa?
Faktor lingkungan
- Apakah ada radiasi menyengat di lingkungan pasien?
4
D. PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik didapatkan lebam biru di kedua tungkainya yang sudah
terjadi sejak 2 bulan yang lalu, kelompok kami mencurigai adanya gangguan pada
pembekuan darah, akibat trauma yang berulang atau adanya gangguan pada pembuluh
darahnya (fragilitas kapiler). Anak tidak tampak pucat serta tidak ada panas badan
yang berulang. (Normal)
Pemeriksaan fisik yang perlu ditambahkan antara lain : Tes Rumple Leed
(Tourniquet Test) untuk menguji ketahanan pembuluh kapiler darah yang digunakan
untuk menyingkirkan adanya gangguan pada pembuluh darahnya atau fragilitas
kapiler.
E. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hasil Normal(5) Masalah Hipotesis
PT 10 detik 12,7–15,4 detik Rendah -
APTT 54 detik 26,3–39,4 detik Defisiensi faktor
pembekuan intrinsik
Hemofilia A
Hemofilia B
Penyakit Von
Willebrand
Prothrombin Time (PT) adalah pemeriksaan yang digunakan untuk menguji
adanya gangguan faktor pembekuan darah pada jalur ekstrinsik, yaitu kekurangan
faktor pembekuan V, VII, X, protrombin, dan fibrinogen. Pada hasil pemeriksaan
laboratorium
Activated Partial Thromboplastin Time adalah pemeriksaan yang digunakan
untuk mencari adanya kekurangan faktor-faktor pembekuan darah pada jalur intrinsik,
yaitu faktor pembekuan V, VIII, IX, X, XI, XII, protrombin, dan fibrinogen. Pada
hasil pemeriksaan laboratorium, didapatkan APTT memanjang yaitu 54 detik. Hal ini
dapat disebabkan oleh defisiensi faktor pembekuan darah di jalur intrinsik, yaitu dapat
terjadi defisiensi pada faktor V, VIII, IX, X, XI, XII, dan faktor Von Willebrand.
Yang paling sering ditemukan keadaan APTT memanjang adalah pada hemofilia A
dimana terjadi defisiensi faktor pembekuan VIII, dan dapat pula terdapat pada
penyakit Von Willebrand dimana terjadi defisiensi faktor Willebrand.
Faktor Willebrand adalah suatu glikoprotein multimer heterogen dalam plasma
dengan dua fungsi utama:(6)
5
1. Memudahkan adhesi trombosit pada kondisi stres berat dengan
menghubungkan reseptor membran trombosit ke subendotel pembuluh darah.
2. Bekerja sebagai pembawa plasma bagi faktor VIII, suatu protein koagulasi
darah yang penting.
Apabila terjadi defisiensi faktor Von Willebrand, maka secara tidak langsung juga
akan mempengaruhi proses pembekuan darah.
F. DIAGNOSIS
Diagnosis kerja pada pasien ini ialah hemofilia. Hal ini didasarkan pada :
1. Anamnesis riwayat penyakit keluarga, dimana paman dari pihak ibu pasien
menderita penyakit yang sama. Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa
hemofilia adalah kelainan yang diturunkan melalui kromosom x-resesif, yang
kemungkinan besar ibu pasien adalah carier hemofilia.
2. Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan lebam biru pada kedua tungkai. Hal ini
disebabkan oleh adanya gangguan sistem pembekuan yang mengakibatkan
kecendrungan perdarahan terutama yang paling sering ialah di otot dan persendian
besar di kaki.
3. Berdasarkan hasil laboratorium didapatkan nilai APTT memanjang, yang
menandakan terjadinya gangguan pada faktor pembekuan di jalur intrinsik (faktor
XII, XI, IX, VIII)
Pasien ini menderita hemofilia yang disebabkan oleh defisiensi salah satu
faktor pembekuan yang dalam hal ini belum dapat dipastikan faktor pembekuan yang
defisien. Oleh karena itu, perlu dilakukan beberapa pemeriksaan tambahan, seperti uji
masing-masing faktor pembekuan untuk mengetahui tipe hemofilia pada pasien ini.
Hal ini perlu dilakukan dikarenakan tidak ada manifestasi klinis yang dapat
membedakan jenis hemofilia yang penting diketahui agar mendukung
penatalaksanaan yang akan diberikan.(7)
Berdasarkan epidemiologi, bahwa sekitar 80% kasus hemofilia adalah
hemofilia A (disebabkan oleh hilangnya, berkurangnya pembentukan, atau defek pada
faktor VIII). 12-15% adalah hemofilia B (disebabkan defisiensi faktor IX). Sedangkan
penyakit von Willebrand terjadi lebih sering daripada hemofilia B. Penyakit ini
disebabkan oleh kurangnya produksi protein von willebrand yang mengandung
komponen adhesif-trombosit dan juga protein ini berfungsi membawa faktor VIII
dalam plasma.
6
G. PATOGENESIS MASALAH
Hemofilia merupakan penyakit resesif terkait-X. Berdasarkan anamnesis
didapatkan paman dari pihak ibu menderita hemofilia, sehingga dapat diperkirakan
nenek pasien adalah karier hemofilia. Ibu pasien juga dapat menjadi karier hemofilia,
sehingga ketika menikah dengan ayah yang normal dapat menghasilkan anak laki-laki
penderita hemofilia dengan probabilitas 25 %.
Penderita hemofilia mengalami gangguan koagulasi sehingga terjadi
perdarahan intermiten karena terjadi mutasi gen faktor VIII (hemofilia tipe A) atau
faktor IX (hemofilia tipe B). Pada umumnya perdarahan terjadi karena trauma, tetapi
dapat spontan pada hemofilia berat. Pasien berumur 2 tahun, sudah dapat berjalan
sehingga rawan terjadi trauma yang dapat membuat perdarahan jaringan lunak, otot,
dan sendi sehingga ditemukan lebam biru pada kedua tungkai.
H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan umum untuk hemofilia
1. Nonmedikamentosa
Terapi Suportif
Memberi edukasi kepada orang tua pasien supaya menghindari luka
atau benturan untuk mencegah perdarahn
Genetik konseling
Lakukan tindakan RICE (resting, ice, compression, elevation) pada
lokasi perdarahannya yaitu tungkai bawah.
Hindari obat-obatan yang sifatnya mempengaruhi fungsi trombosit
yang dapat memprovokasi timbulnya perdarahan, misalnya aspirin.
2. Medikamentosa
Kortikosteroid untuk mencegah gejala sisa yaitu kaku sendi
7
Kakek: XH Y Nenek: XH Xh
Paman: Xh Y Ibu: XH Xh
Daughter 1: XH XH / XH Xh Daughter 2: XH XH / XH Xh
Ayah : XH Y
Pasien : Xh Y
Penatalaksanaan untuk hemofilia A
1. Medikamentosa
Pemberian konsentrat faktor VIII (1 ml plasma = 1 unti faktor VIII,
karena volume plasma ± 45 mL/kg, maka diperlukan infus faktor VIII
45 unit/kg untuk menaikkan kadarnya pada resipien yang hemofilia
dari 0-100%. Dosis sebesar 25-50 unit/kg untuk menaikkan kadar pada
resipien menjadi 50-100% normal)
Desmopresin (DDAVP; Stimate) menyebabkan kenaikan faktor VIII
pada penderita hemofilia A ringan dan pada beberapa penderita dengan
penyakit sedang. Hanya diberikan sekali tiap 2 hari dan hanya untuk
episode perdarahan kecil, seperti perdarahan mulut, ekstraksi gigi, dan
hematom kecil.
Penatalaksanaan untuk penyakit Von Willebrand
1. Medikamentosa
Pemberian faktor Von Willebrand
Pemberian krioprespitat yang terdiri dari faktor VIII, fibrinogen, dan
faktor Von Willebrand bila masih belum bisa di bedakan dari hemofilia
A
Asam tranexamat untuk anti fibrinolitik
Penatalaksanaan untuk hemofilia B
1. Medikamentosa
Pemberian konsentrat faktor IX
I. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien ini antara lain:
perdarahan berulang dapat menyebabkan deformitas sendi (artropati hemofili)
hematuria spontan
8
perdarahan intrakranial dan perdarahan ke dalam leher merupakan kondisi
gawat darurat yang mengancam nyawa
J. PROGNOSIS
ad Vitam : Dubia ad Malam
ad Functionam : ad Malam
ad Sanationam : ad Malam
BAB IV
KESIMPULAN
9
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, didapatkan
beberapa faktor resiko pada pasien yang mendasari terjadinya manifestasi klinis yang
dialami. Berdasarkan masalah-masalah diatas maka pasien ini menderita Hemofilia A dimana
terdapat gangguan pembekuan darah. Selain dari riwayat penyakit keluarga pada pasien ini
diketahui bahwa paman pasien juga mengalami sakit yang sama. Hal ini memperkuat
kemungkinan pasien mengidap penyakit Hemofilia A yang diturunkan secara genetik.
Berdasarkan data yang ada, maka pasien diberikan penatalaksanaan terhadap seluruh masalah
yang dialami demi mencegah komplikasi lebih lanjut.
BAB V
TINJAUAN PUSTAKA(8)
10
KELAINAN PEMBEKUAN HEREDITER
Defisiensi herediter setiap faktor pembekuan telah dilaporkan. Penyakit yang sering
dijumpai adalah hemophilia A (defisiensi factor VIII), hemophilia B (penyakit
Christmas,defisiensi faktor IX), dan penyakit von Willebrand (VWD)
1. HEMOFILIA A
Hemophilia A adalah defisiensi faktor pembekuan herediter yang paling
banyak ditemukan. Prevalensinya adalah sekitar 30-100 tiap sejuta populasi.
Pewarisannya berkaitan dengan jenis kelamin, tetapi hingga 33% pasien tidak
mempunyai riwayat dalam keluarga dan terjadi akibat mutasi spontan. Gen faktor VIII
terletak di dekat ujung lengan panjang kromosom X. Gen ini sangat besar dan terdiri
dari 26 ekson. Protein faktor VIII meliputi region rangkap tiga A1,A2,A3 dengan
homologi sebesar 30% antar mereka, suatu region rangkap dua C1,C2 dan suatu domain
B yang sangat terglikosilasi, yang dibuang pada waktu factor VIII diaktifkan oleh
thrombin.
Defeknya adalah tidak ada atau rendahnya kadar faktor VIII plasma. Sekitar
separuh dari pasien-pasien tersebut mengalami mutasi missense atau frameshift
(geser) atau delesi dalam gen faktor VIII. Pada yang lain, ditemukan inverse flip-tip
yang khas, dengan gen faktor VIII yang rusak oleh suatu inverse pada ujung
kromosom X. Mutasi ini menyebabkan bentuk klinis hemophilia A yang berat.
GAMBARAN KLINIS
Bayi dapat menderita perdarahan pascasirkumsisi atau mengalami perdarahan
sendi dan jaringan lunak serta memar yang berlebihan pada saat mereka mulai aktif.
Hemartrosis berulang yang terasa nyeri dan hematom otot mendominasi perjalanan
penyakit pada pasien yang sakit berat dan jika tidak diobati dengan baik, dapat
menyebabkan deformitas sendi yang progresif dan kecacatan. Perdarahan yang
berkepanjangan terjadi setelah estraksi gigi. Hematuria dan pendarahan saluran cerna
yang spontan juga dapat terjadi. Keparahan klinis penyakit berkorelasi dengan
beratnya defisiensi faktor VIII. Perdarahan operatif dan pascatrauma dapat
mengancam jiwa baik pada pasien yang sakit berat maupun ringan. Walaupun tidak
sering, pendarahan intraserebral spontan lebih sering terjadi daripada populasi umum
dan merupakan penyebab kematian yang penting pada pasien dengan penyakit berat.
11
Pseudotumor hemofilik dapat terjadi di tulang panjang, pelvis, serta jari-jari
tangan dan kaki. Penyakit ini terjadi akibat perdarahan subperiosteum berulang
dengan destruksi tulang, pembentukan tulang baru, pelebaran tulang, dan fraktur
patologik.
Terdapatnya virus defisiensi imun manusia (HIV) dalam konsentrat yang
dibuat dari plasma manusia selama awal tahun 1980-an menyebabkan lebih dari 50%
penderita hemophilia yang diobati di AS atau Eropa Barat menjadi terinfeksi HIV.
Sindrom merupakan defisiensi imun didapat (AIDS) telah merupakan salah satu
penyebab lazim kematian pada hemophilia berat. Trombositopenia akibat infeksi HIV
dapat mencetuskan perdarahan. Pemeriksaan donor dan langkah-langkah inaktivasi
virus selama pembuatan konsentrat saat ini mencegah transmisi HIV. Faktor VIII
dibuat dengan teknik DNA rekombinan juga bebas dari risiko HIV.
Banyak pasien terinfeksi virus hepatitis C sebelum dimungkinkannya
pemeriksaan donor dan produk darah. Hal ini menyebabkan meningkatnya morbiditas
akibat hepatitis kronis, sirosis, dan hepatoma. Penularan hepatitis B juga merupakan
risiko yang dapat terjadi.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan berikut ini hasilnya abnormal :
1. Masa tromboplastin parsial teraktivasi (Activated partial thromboplastin time,
APTT)
2. Pemeriksaan faktor pembekuan VIII
Masa perdarahan dan masa protrombin time (PT) normal.
DETEKSI PEMBAWA SIFAT DAN DIAGNOSIS ANTENATAL
Sampai baru-baru ini, deteksi pembawa sifat dan diagnosis antenatal terbatas
pada pengukuran kadar faktor VIII dan factor von Willebrand (VWF) plasma.
Sekarang deteksi pembawa sifat dapat lebih baik dilakukan dengan pelacak DNA.
Suatu mutasi spesifik yang diketahui dapat diidentifikasi atau polimorfisme panjang
fragmen restriksi di dalam atau dekat gen faktor VIII memungkinkan alel mutan
diacak. Biopsi korion pada minggu ke-8 hingga 10 masa gestasi memberikan DNA
fetus dalam jumlah cukup untuk dianalisis. Diagnosis antenatal juga mungkin
ditegakkan setelah pembuktian kadar faktor VIII yang rendah dalam darah fetus yang
12
didapat pada minggu ke-16 hingga 20 masa gestasi dari vena umbilicalis melalui
aspirasi jarum yang dipandu ultrasonografi.
PENGOBATAN
Sebagian besar pasien dating ke pusat khusus hemophilia dengan tim
multidisipliner yang berdedikasi pada perawatan mereka. Episode perdarahan diobati
dengan terapi penggantian faktor VIII dan perdarahan spontan biasanya terkendali
bila kadar faktor VIII pasien meningkat di atas 20% dari normal. Untuk operasi besar,
perdarahan terjadi pada tempat yang berbahaya, kadar faktor VIII harus dinaikkan
sampai perdarahan akut sudah berhenti, sampai terjadi kesembuhan.
Faktor VIII rekombinan dan preparat Faktor VIII yang dimurnikan dengan
imunoafinitas saat ini tersedia untuk penggunaan klinis dan mengeliminasi risiko
penularan virus.
DDAVP (desmopresia) member cara alternative untuk meningkatkan kadar
faktor VIII plasma pada penderita hemophilia yang lebih ringan. Setelah pemberian
DDAVP intravena, terdapat peningkatan sedang faktor VIII pasien sendiri oleh
pelepasan dari sel endotel dan peningkatan ini proporsional terhadap kadar istirahat.
DDAVP juga dapat diberikan per-nasal cara ini telah digunakan sebagai pengobatan
segera untuk hemophilia ringan setelah trauma kecelakaan atau perdarahan.
Tindakan suportif lokal yang digunakan untuk mengobati hemartrosis dan
hematoma meliputi pengistirahatan bagian yang sakit dan pencegahan trauma lebih
lanjut.
PENGOBATAN PROFILAKSIS
Meningkatnya ketersediaan konsentrat faktor VIII yang dapat disimpan di
kulkas di rumah telah mengubah pengobatan hemophilia secara dramatis. Seorang
anak yang menderita hemophilia dapat diobati di rumah begitu terdapat kecurigaan
tanda-tanda awal perdarahan. Kemajuan ini telah mengurangi angka kejadian
hemartrosis yang menyebabkan cacat dan perlunya penanganan rawat inap. Pasien
sakit berat sekarang dapat mencapai usia dewasa dengan arthritis ringan atau tanpa
arthritis. Terdapat perbedaan pendapat mengenai perlunya tidak pengobatan
profilaksis teratur dengan faktor VIII sebagai usaha untuk mencegah terjadinya
episode perdarahan. profilaksis yang dimulai sebelum usia 3 tahunn yang ditujukan
13
untuk mempertahankan kadar factor VIII (atau faktor IX) di atas 1% telah
direkomendasikan AS
Penderita hemophilia dianjurkan untuk menjalani perawatan gigi yang teratur.
Anak-anak penderita hemophilia dan orang tua mereka sering kali memerlukan
bantuan ekstensif dalam masalah social dan psikologik. Dengan pengobatan modern,
gay hidup seorang anak penderita hemophilia dapat menjadi hamper normal, tetapi
penderita harus menghindari aktivitas tertentu seperti olahraga dengan kontak tubuh.
2. DEFISIENSI FAKTOR IX / HEMOFILIA B
Pewarisan dan gambaran klinis defisiensi faktor IX (penyakit Christmas,
hemophilia B) identik dengan yang terdapat pada hemophilia A. Bahkan kedua
kelainan tersebut hanya dapat dibedakan dengan pemeriksaan faktor pembekuan
spesifik. Insidensinya seperlima dari insidensi hemophilia A. Faktor IX dikode oelh
gen yang terletak dekat gen untuk faktor VIII dekat ujung lengan panjang kromosom
X. Deteksi pembawa sifat dan diagnosis antenatal dilakukan gentian sama dengan
untuk hemophilia A. Prinsip terapi penggantian sama dengan hemophilia A. Episode
perdarahan diatasi dengan konsetrat faktor VIII pada hemophilia A. Faktor IX
rekombinan saat ini telah tersedia. Pemberian dosis yang lebih tinggi diperlukan
dibandingkan dengan faktor IX yang berasal dari plasma.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Uji-uji berikut ini member hasi yang abnormal.
1. APTT
2. Pemeriksaan pembekuan faktor IX
Seperti pada hemophilia A, masa perdarahan dan PT member hasil yang normal.
3. PENYAKIT VON WILLEBRAND
Pada kelainan ini, terdapat penurunan kadar atau fungsi VWF yang abnormal
akibat mutasi titik atau delesi besar. VWF adalah suatu protein yang memiliki dua
peranan yaitu menunjang adhesi trombosit pada endotel yang rusak dan merupakan
molekul pembawa untuk faktor VIII, yang melindunginya dari destruksi prematur.
Sifat terakhir tersebut menjelaskan penurunan kadar faktor VIII yang kadang-kadang
ditemukan pada VWD.
14
VWF disintesis sebagai protein besar 300 k-Da yang lalu membentuk
multimer dengan berat hingga mencapai 106 Da. Saat ini telah dikenal tiga jenis VWD.
VWD tipe 1 dan 3 dikaitkan dengan penurunan kadar VWF yang normal, sedangkan
tipe 2 disebabkan oelh bentuk abnormal protein. Tipe 1 adalah penuruna parsial VWF,
sedangkan tipe 3 tidak ada protein tersebut sama sekali. Telah diketahui empat
subtype VWF tipe 2, tipe 2A dikaitkan dengan tidak adanya multimer berberat
molekul tinggi dan tipe 2B dikaitkan dengan afinitas yang luar biasa tinggi terhadap
trombosit, tipe 2M mempunyai tempat pengikatan Gp1b yang terganggu dan tipe 2N
mempunyai afinitas yang rendah terhadap faktor VIII.
VWD merupakan suatu kelainan perdarahan bawaan yang paling sering
ditemukan. Biasanya pewarisan bersifat autosomal dominan dengan ekspresi yang
bervariasi. Keparahan perdarahan yang terjadi bervariasi. Biasanya terdapat
perdarahan selaput lendir (misal, epistaksis, menorragia), kehilangan darah berlebihan
akibat luka potong superficial dan lecet, serta perdarahan operatif dan pascatrauma.
Keparahannya bervariasi pada tipe yang berbeda. Hemartrosis dan hematom otot
jarang terjadi, kecuali pada penyakit tipe 3.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Masa pendarahan mungkin memanjang
2. Kadar faktor VIII seringkali rendah dan APTT mungkin memanjang
3. Kadar VWF biasanya rendah
4. Agregasi trombosit dengan ristocetin terganggu (sensitivitas abnormal terhadap
ristocetin ditemukan pada penyakit tipe 2B). Agregasi dengan zat lain (adenosine
difosfat/ADP), kolagen, thrombin, atau adrenalin) biasanya normal
5. Hitung trombosit normal kecuali untuk penyakit tipe 2B (pada tipe 2B rendah)
6. Analisis multimer berguna untuk mendiagnosis subtipe-subtipe yang berbeda.
PENGOBATAN
Pilihannya adalah sebagai berikut :
a. Tindakan local dan obat antifibrinolitik, misal asam traneksamat untuk perdarahan
ringan
b. Pemberian infuse DDAVP bagi penderita VWD tipe 1
c. Konsentrat faktor VIII dengan kemurnian sedang (yang mengandung VWF dan
faktor VIII) untuk pasien dengan kadar VWF sangat rendah
15
Temuan klinis dan laboratorium utama pada Hemofilia A, Defisiensi Faktor IX
(Hemofilia B) dan Penyakit Van Willebrand.
Hemofilia A Hemofilia B von Willebrand
Pewarisan Terkait jenis
kelamin
Terkait jenis
kelamin
Dominan (tidak lengkap)
Lokasi utama perdarahan Otot, sendi,
pascatrauma
Otot, sendi,
pascatrauma
Membran mukosa, luka,
kulit, pascatrauma
Jumlah Trombosit Normal Normal Normal
Masa perdarahan Normal Normal
Masa protrombin Normal Normal Normal
Masa tromboplastin parsial Memanjang Memanjang Memanjang atau normal
Faktor VIII Rendah Normal Berkurang sedang
Faktor IX Normal Rendah Normal
16
BAB VI
PENUTUP
Demikian makalah ini dibuat mengenai materi yang berjudul “Seorang anak laki-laki
dengan lebam di kedua tungkai.” Makalah ini masih memiliki kekurangan dikarenakan
terbatasnya pengetahuan, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun
demi sempurnanya makalah ini.
Kami mengucapkan terimakasih kepada tutor yang telah mengarahkan jalannya
diskusi sehingga makalah ini dapat diselesaikan.
Sekian dan Terimakasih.
17
BAB VII
DAFTAR PUSTAKA
1. Dorland WAN. Kamus Kedokteran Dorland. 31st ed. Jakarta: EGC; 2010.
2. Sherwood L. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. 6th ed. Jakarta: EGC; 2011.
p.440.
3. Rotty LWA. Hemofilia A dan B. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata
M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta: InternaPublishing;
2009. p.1307-12.
4. Konkle B. Disorders of Platelets and Vessel Wall. In: Longo DL, Fauci AS, Kasper
DL, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J, Editors. Harrison’s Principles of Internal
Medicine. 18th ed. New York: McGraw-Hill; 2012. p.972
5. Kratz A, Pesce MA, Basner RC, Einstein AJ. APPENDIX: Laboratory Values of
Clinical Importance. In: Longo DL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL,
Loscalzo J, Editors. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 18th ed. New York:
McGraw-Hill; 2012. p.3588-3600
6. Sugianto. Penyakit Von Willebrand. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5 th ed. Jakarta:
InternaPublishing; 2009. p.1313.
7. Silbernagl S. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta: EGC; 2007. p. 60-4
8. A.V.Hoffbrand, J.E. Pettit, P.A.H. Moss. Kapita Selekta Hematologi. 4th ed. Jakarta :
EGC; 2012. p. 245-50
18