Upload
chocoluv-imuth
View
939
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial. Manusia membutuhkan manusia lain untuk
melanjutkan hidup mereka. Dengan kata lain mereka memiliki keterikatan saling
membutuhkan antara manusia satu dengan manusia lainnya. Dalam kehidupan sosial
masyarakat dikenal berbagai gejal-gejala sosial seperti norma-norma, kelompok sosial,
lapisan masyarakat, proses sosial, perubahan sosial dan kebudayaan. Tidak semua gejala
sosial tersebut berjalan secara normal, kadang-kadang-kadang timbul gejala sosial yang tidak
dikehendaki yang kemudian sering disebut masalah sosial.
Menurut Soerjono Soekanto masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara
unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial.
Jika terjadi bentrokan antara unsur-unsur yang ada dapat menimbulkan gangguan hubungan
sosial seperti kegoyahan dalam kehidupan kelompok atau masyarakat. Masalah sosial muncul
akibat terjadinya perbedaan yang mencolok antara nilai dalam masyarakat dengan realita
yang ada. Terkadang berbagai permasalahan sosial tersebut dapat berdampak kurang
menguntungkan bagi masyarakat umum sehingga disini diperlukan adanya upaya-upaya
untuk mengatasi permasalahan sosial tersebut Adanya masalah sosial dalam masyarakat
ditetapkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan khusus seperti tokoh masyarakat,
pemerintah, organisasi sosial, musyawarah masyarakat, dan lain sebagainya.
Masalah-masalah sosial umum yang terjadi di masyarakat misalnya kemiskinan,
kejahatan, disorganisasi keluarga, masalah generasi muda dalam masyarakat modern,
kenakalan remaja, pelacuran, homoseksualitas dan masalah lingkungan hidup. Masalah
sosial-masalah sosial yang sedang marak terjadi saat ini adalah pergaulan bebas remaja dan
pelacuran yang berujung pada terinfeksinya seseorang dengan virus HIV. Kasus-kasus HIV
tidak hanya terjadi di kota-kota besar tetapi di desa-desa juga sudah ditemukan penderita
HIV/AIDS. Menurut data KPA (Komisi Penanggulangan AIDS) kabupaten Buleleng jumlah
kasus HIV/AIDS terhitung dari tahun 1999-Maret 2010 berjumlah 798 kasus yang tersebar di
seluruh kecamatan di kabupaten buleleng.
Sejak tahun 1987 ketika penderita AIDS ditemukan pertama kali di Indonesia
tepatnya di RS Sanglah Bali, pemerintah Indonesia bersama dengan civil society yang
dimotori oleh NGO mengembangkan gerakan-gerakan penanggulangan. Dalam dua
dasawarsa ini, upaya penanggulangan tersebut, belum dapat menyaingi kecepatan penularan
virus HIV di masyarakat. Jumlah kasus yang ditemukan dari waktu ke waktu mengalami
peningkatan yang signifikan.
Stigma (cap buruk) sering kali menyebabkan terjadinya diskriminasi dan pada
gilirannya mendorong munculnya pelanggaran hak asasi manusia (HAM) bagi orang yang
dengan HIV dan AIDS dan keluarganya. Namun hal ini masih terus berlangsung. Salah satu
cara untuk mengatasinya adalah dengan peningkatan pemahaman mengenai HIV/AIDS
dikalangan masyarakat termasuk mereka yang bekerja di unit-unit pelayanan
kesehatan.Dilihat dari adanya permasalahan sosial tersebut maka hal inilah yang mendasari
penulisan makalah ini.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka terdapat masalah yang dapat dirumuskan
sebagai berikut.
1.2.1 Apakah pengertian HIV/AIDS?
1.2.2 Berapakah jumlah kasus HIV/AIDS yang terjadi di Kabupaten Buleleng?
1.2.3 Masalah sosial apakah yang dapat ditimbulkan oleh HIV/AIDS?
1.2.4 Bagaimakah peranan pemerintah, pelajar/mahasiswa, Keluarga dan LSM dalam
menanggulangi kasus-kasus HIV/AIDS yang terjadi di kabupaten Buleleng?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.3.1 Untuk mengetahui pengertian darai HIV/AIDS.
1.3.2 Untuk mengetahui jumlah kasus HIV/AIDS yang terjadi di Kabupaten Buleleng.
1.3.3 Untuk mengetahui masalah sosial yang dapat ditimbulkan oleh HIV/AIDS.
1.3.4 Untuk mengetahui peranan pemerintah, pelajar/mahasiswa, Keluarga dan LSM
dalam menanggulangi kasus-kasus HIV/AIDS yang terjadi di kabupaten
Buleleng.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari adanya penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut.
1.4.1 Bagi Penulis
Penulis dapat melatih kemampuan dalam penulisan makalah, khususnya yang
berkaitan dengan masalah sosial serta dapat menambah wawasan penulis terkait
dengan peningkatan pemahaman mengenai HIV/AIDS serta peran pemerintah,
pelajar/mahasiswa, Keluarga dan LSM dalam menanggulangi kasus-kasus HIV/AIDS.
1.4.2 Bagi Pembaca
Pembaca dapat memperoleh tambahan wawasan terkait dengan peningkatan
pemahaman mengenai HIV/AIDS serta peran pemerintah, pelajar/mahasiswa,
Keluarga dan LSM dalam menanggulangi kasus-kasus HIV/AIDS.
1.5 Metode
Adapun metode yang digunakan oleh penulis dalam pengumpulan informasi terkait
penulisan makalah yaitu dengan mengggunakan bebrapa metode antara lain:
1 Wawancara
Penulis melakukan wawancara dengan orang-orang yang berkompeten untuk
mendapat informasi yang diperlukan dalam penulisan makalah ini.
2 Kajian pustaka
Penulis melakukan kajian pustaka dari buku-buku literatur, brosur-brosur maupun
dari makalah-makalah yang relevan.
3 Browsing internet
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian HIV/AIDS
AIDS singkatan dari Aquired Immuno Deficiency Syndrom. Penyanyakit in adalah
kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh.Penyebabnya sendiri
adalah virus HIV (Human Immunodeficiency Virus).
HIV/AIDS termasuk PMS (Penyakit Menular Seks). PMS adalah penyakit yang dapat
ditularkan seseorang kepada orang lain melalui hubungan seksual.Seseorang beresiko tinggi
terkena PMS bila melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan baik melalui
vagina,oral dan anal.Bila tidak diobati dengan benar penyakit ini dapt berakibat serius bagi
kesehatan reproduksi, seperti teradinya kemandulan hingga kematian.
Seperti isu yang telah berkembang di masyarakat mengenai cara penularan HIV/AIDS
sebenarnya terjadi kekeliruan pada pandangan masyarakat tersebut. Sebenarnya HIV/AIDS
hanya dapat menular melalui 4 cairan tubuh yaitu cairan sperma, cairan vagina, darah, dan
yang terbaru ditemukan bahwa virus HIV terdapat pada cairan sumsum tulang belakang.
Penularan HIV itu sendiri dapat terjadi melalui beberapa cara:
1. Melalui hubungan sex yang tidak terlindung (anal, oral, vaginal) dengan pengidap
HIV
2. Melalui transfuse darah atau menggunakan jarum suntik secara bergantian
3. Melalui ibu hamil pengidap HIV pada bayi yang dilahirkan dan dari ibu ke anak
selama menyusui.
2.1.1 Tanda-tanda dan Gejala HIV/AIDS
Usia 20-29 tahun merupakan usia yang peling rentan terhadap virus HIV / AIDS.
Penyakit yang bermula akibat memudarnya nilai moral dan agama dianggap penangkal
berbagai penyimpangan. Generasi muda yang ketergantungan NARKOBA melalui jarum
suntik rawan terkena HIV / AIDS cukup besar.
Dadang Hawari mengutip hasil penelitian Natoinal Centre for Health Statistic (1289)
melihat realitas remaja, antara lain : pertama, satu dari lima remaja putri usia 15-19 tahun
menjadi hamil di luar nikah; kedua, mereka (remaja putri dan putra) beresiko kena HIV 7:1
dan orang dewasanya 12:19; ketiga, remaja putri yang terlibat hubungan seks gelap umumnya
dengan pria dewasa berpengalaman; keempat, 25 persen remaja putri berpenyakit kelamin;
kelima, 65 persen terlibat anal seks; dan keenam, 74 persennya free sex.
Siapapun bisa saja tertular HIV dan gejala yang diltimbulkan tidak dapat di bedakan
dengan orang sehat kebanyakan karena penampilan luar seseorang tidak menjamin mereka
bebas HIV. Orang dengan HIV positif sering terlihat sehat dan merasa sehat sebelum
melakukan tes darah. Apabila melakukan tes HIV barulah seseorang mengetahui dan
menyadari bahwa dirinya tertular HIV. Tes HIV merupakan satu-satunya untuk mendapatkan
kepastian tertular HIV atau tidak. Pelayanan tes darah ini telah disediakan oleh pemerintah di
rumah sakit atau puskesmas dengan tidak dipungut bayaran.
Seseorang apabila sudah terinfeksi virus HIV, awalnya tidak memperlihatkan gejala-
gejala khusus.Baru beberapa minggu sesudah itu, orang yang terinfeksi sering menderita
penyakit ringan sehari-hari seperti flu atau diare.Pada periode 3-4 tahun kemudian penderita
tidak memperlihatkan gejala khas atau disebut periode tanpa gejala, pada masa ini penderita
merasa sehat, secara fisik juga tidak terlihat bahwa penderita terserang virus HIV.
Sesudahnya tahun ke 5 atau 6 mulai timbul diare berulang, penurunan berat badan secar
mendadak, sering sariawan di mulut dan terjadi pembengkakan di kelenjar getah bening
hingga akhirnya dapat menimbulkan berbagai jenis penyakit infeksi, kanker dan bahkan
kematian.
Penting diperhatikan bahwa HIV tidak ditularkan melalui pergaulan seperti berjabat
tangan, sentuhan, ciuman, pelukan, peralatan makan, gigitan nyamuk, penggunaan jamban
atau tinggal serumah, kontak dengan penderita yang betuk atau bersin. Hal ini menjawab
bahwa isu yang berkembang di masyarakat tidaklah benar.Sehingga diperlukan pemahan
yang benar mengenai penyakit HIV/AIDS serta cara penularannya.
Setelah mengetahui apa itu HIV/AIDS pastilah muncul di pemikiran kita bagaimana
upaya untuk mencegah penularan HIV. Pencegahan HIV sangat mudah, tergantung pada
prilaku kita sendiri. Pencegahannya dapat dilakukan dengan model pencegahan ABCDE
yaitu:
1) Absen Seks yaitu tidak melakukan hubungan seks sama sekali
2) Befaithfull yaitu saling setia dengan pasangan dan tidak berganti-ganti
pasangan seks
3) Condom yaitu selalu menggunakan kondom jika melakukkan hubungan seks
beresiko baik lewat vagina, dubur, ataupum mulut
4) Don’t Inject yaitu tidak menggunakan alat-alat suntik atyau jarum bekas
apalagi menggunakan narkoba suntik
5) Education yaitu selalu mengikuti perkembangan informasi tentanng
HIV/AIDS melalui membaca, berbicara mengenai HIV/AIDS untuk
menambah pengetahuan.
2.2 Jumlah Kasus HIV/AIDS yang Terjadi di Kabupaten Buleleng
Kasus AIDS pertama di Indonesia diidentifikasi di Bali pada seorang laki-laki asing
yang kemudian meninggal pada April 1987. Orang Indonesia pertama yang meninggal karena
AIDS dilaporkan di Bali pada Juni 1988. Sejak itu masalah HIV di Indonesia mulai menjadi
perhatian terutama oleh kalangan tenaga kesehatan. Kasus HIV/AIDS di Bali, khususnya di
Kabupaten Buleleng sudah sangat memperihatinkan. Berdasarkan data yang diperoleh dari
Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kabupaten Buleleng, dari tahun 2000 sampai Maret
2010 tercatat 798 kasus HIV/AIDS. Menurut informasi dari Asisten koordinator KPA yaitu
Putu Wisada, mengatakan bahwa kebanyakan dari penderita HIV/AIDS disebabkan oleh
perilaku seks tidak aman dan penggunaan jarum suntik narkoba. Dari 9 kabupaten di Bali,
kasus HIV/AIDS di Denpasar berada pada peringkat pertama, Buleleng berada pada
peringkat kedua, dan Tabanan berada pada peringkat ketiga.
Tabel 1 Jumlah kasus HIV/AIDS tahun 2000-2010 di Kabupaten Buleleng
Tahun Jumlah
2000 2
2001 2
2002 10
2003 21
2004 9
2005 60
2006 125
2007 143
2008 165
2009 65
Maret 2010 196
Total 798 kasus
Kasus HIV AIDS yang ada di kabupaten Buleleng kebanyakan diderita oleh orang-orang
dewasa yang berumur dari 20-29 tahun. Jumlah penderita dari umur ini dapat dikatakan
hampir 99% dari jumlah total kasus HIV/AIDS yang ada di Kabupaten Buleleng. Kasus ini
baru terkuak
2.3 Masalah Sosial Yang Ditimbulkan Oleh HIV/AIDS
Masyarakat masih memberikan stigma dan diskriminasi kepada penderita HIV /
AIDS. Stigma berhubungan dengan kekuasaan dan dominasi dalam masyarakat. Pada
puncaknya, stigma akan berkembang, dan ini didukung oleh, ketidaksetaraan sosial. Stigma
berurat akar di dalam struktur masyarakat dan norma-norma serta nilai-nilai yang mengatur
kehidupan sehari-hari. Ini menyebabkan beberapa kelompok menjadi kurang dihargai dan
merasa malu, sedangkan kelompok lainnya merasa superior.
Diskriminasi terjadi ketika pandangan negatif mendorong orang atau lembaga untuk
memperlakukan seseorang secara tidak adil yang didasarkan pada prasangka mereka akan
status HIV seseorang. Contoh-contoh diskriminasi meliputi :
Para staf rumah sakit atau penjara yang menolak memberikan pelayanan kesehatan
kepada orang yang hidup dengan HIV dan AIDS
Dalam dunia medis, perlakuan diskriminasi yang terjadi pada ODHA misalnya ketika
seorang penderita yang harus mendapat operasi karena suatu penyakit atau kecelakaan
mendadak harus dibatalkan karena statusnya sebagai pengidap HIV;
Atasan yang memberhentikan pegawainya berdasarkan status atau prasangka akan
status HIV mereka, ntuk mencari lapangan pekerjaan juga merupakan hal yang tidak
mudah bagi mereka, banyak perusahaan yang menolak orang-orang dengan HIV
untuk bekerja padahal kalau kita lihat pengidap penyakit ini ada pada tataran usia
produktif kerja. Tentunya pembatasan kerja yang dilakukan sebenarnya akan
mematikan berbagai sektor kerja yang ada.
Keluarga/masyarakat yang menolak mereka yang hidup, atau dipercayai hidup,
dengan HIV dan AIDS.
Tindakan diskriminasi semacam itu adalah sebuah bentuk pelanggaran HAM. Stigma
dan diskriminasi dapat terjadi di mana saja dan kapan saja. Stigma dan diskriminasi yang
dihubungkan dengan penyakit menimbulkan efek psikologis berat tentang bagaimana orang
yang hidup dengan HIV dan AIDS melihat diri mereka sendiri. Hal ini bisa mendorong,
dalam beberapa kasus, terjadinya depresi, kurangnya penghargaan diri, dan keputusasaan.
Faktor-faktor yang menimbulkan stigma dan diskriminasi di masyarakat adalah
karena penyakit HIV / AIDS dapat mengancam jiwa, informasi yang kurang tepat mengenai
penyakit HIV / AIDS dan adanya kepercayaan dimasyarakat bahwa penyakit ini adalah
merupakan suatu “hukuman” atas perbuatan yang melanggar moral atau tidak
bertanggungjawab sehingga penderita HIV / AIDS itu “pantas” untuk menerima perlakuan-
perlakuan yang tidak selayaknya mereka dapatkan. Tindakan penolakan itu bisa berupa
sekedar ucapan hingga berupa penyiksaan psikologis dan fisik yang traumatis. Trauma yang
diterima penderita HIV menjadi bertumpuk-tumpuk, selain trauma karena tahu yang akan
terjadi pada tubuhnya bila menderita HIV, juga trauma karena adanya stigma dan
diskriminasi yang melekat terus sepanjang hidupnya.
Stigma dan diskriminasi juga menghambat upaya pencegahan dengan membuat orang
takut untuk mengetahui apakah mereka terinfeksi atau tidak. Bisa pula menyebabkan mereka
yang telah terinfeksi meneruskan praktik seksual tidak aman karena takut orang-orang akan
curiga terhadap status HIV mereka. Akhirnya, orang yang hidup dengan HIV dan AIDS
dilihat sebagai masalah, bukan sebagai bagian dari solusi untuk mengatasi epidemi ini.
Ketakutan tidak diterima masyarakat dan ditolak dimana-mana bisa menghambat kemauan
para resiko tinggi menderita HIV dan orang yang dicurigai menderita HIV untuk dilakukan
pemeriksaan.
Hak asasi manusia itu di antaranya adalah memiliki dan mendapatkan privasi,
kemerdekaan, keamanan serta kebebasan berpindah, bebas dari kekejaman, penghinaan
(tindakan menurunkan martabat atau pengucilan), bekerja (termasuk terbukanya kesempatan
yang sama), mendapatkan pendidikan serta menjalin mitra jaringan, keamanan sosial dan
pelayanan, kesetaraan perlindungan dalam hukum, menikah dan berkeluarga, mendapatkan
perawatan, dan masih banyak lagi. Selain hak, orang yang hidup dengan HIV dan AIDS juga
mempunyai kewajiban seperti menjaga kesehatan, tidak menularkan ke orang lain, mencari
informasi dan lain-lain.
Mencari informasi tentang HIV dan AIDS dari sumber yang tepat sebanyak-
banyaknya adalah salah satu cara untuk melindungi diri kita dan orang lain. Misalnya
mencari informasi yang tepat dari lembaga-lembaga yang kompeten di bidangnya seperti
Komisi Penanggulangan AIDS (KPA), Kisara PKBI Bali, Yayasan Bali Plus, Yakita,
Yayasan Hatihati, Palang Merah Indonesia (PMI), dan masih banyak organisasi lain.
Paling penting adalah dengan makin banyak informasi yang diserap masyarakat (dari
berbagai lapisan), maka perlahan-lahan stigma dan diskriminasi dapat dilenyapkan, sehingga
mempercepat dan mempermudah usaha pencegahan karena orang tidak takut lagi untuk
mengetahui status HIV-nya, apakah mereka terinfeksi atau tidak.
Penanggulangan masalah ini seharusnya tidak lagi bergantung pada Negara atau
lembaga donor saja. Sudah waktunya digunakan pendekatan yang melibatkan seluruh
komponen masyarakat untuk menanggulangi masalah ini melalui pemberdayaan dan
kemandirian dari segala aspek khususnya kelembagaan dan pendanaan.
2.4 Peran Pemerintah,Pelajar/Mahasiswa, Keluarga dan LSM Dalam Menanggulangani
Kasus-Kasus HIV/AIDS yang Terjadi di Kabupaten Buleleng
a). Peran Pemerintah
Komitmen pemerintah Kabupaten Buleleng dalam penanggulangan HIV/AIDS tidak
diragukan lagi. Program dilaksanakan secara komprehensif artinya adalah pada tempat-
tempat dimana terjadi penularan, dilaksanakan program mulai dari pencegahan, perawatan,
dukungan dan pengobatan serta mitigasi didukung oleh kebijakan yang memberdayakan
masyarakat untuk secara mandiri menanggulangi masalah HIV dan AIDS. Program
komprehensif juga berarti pelibatan seluruh komponen masyarakat termasuk sektor-sektor
pemerintah dan swasta, juga aparat-aparat setempat. Dengan demikian penduduk yang paling
berisiko tertular HIV dapat mengakses informasi dan layanan kesehatan, sementara stigma
dan diskriminasi dapat dihilangkan. Program komprehensif dilaksanakan untuk mengatasi
semua penyebab penularan,baik melalui penggunaan narkoba suntik, transmisi seksual,
maupun penularan dari ibu ke bayi. Pelaksanaan program yang komprehensif menerapkan
prinsip-prinsip kewaspadaan universal dan berorientasi pada integrasi pemberian layanan
kesehatan dalam sistem yang sudah ada.
Melalui Keputusan Bupati Buleleng dibentuklah Komisi Penanggulangan AIDS
(KPA). Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) adalah lembaga yang bertugas merumuskan
kebijakan dan melakukan koordinasi dalam penanggulangan HIV/AIDS di Buleleng. KPA
melakukan koordinasi dengan instansi-intansi pemerintahan yang ada di Buleleng. Dalam
merumuskan kebijakan dalam penanggulangan HIV dan AIDS, Pemerintah Kabupaten
Buleleng mengambil kebijakan untuk mengatur penanggulangan HIV / AIDS dalam suatu
peraturan daerah yaitu Perda No 5 Tahun 2007 tentang Penanggulangan HIV/AIDS, dengan
Perda ini diharapkan mampu melindungi masyarakat dari HIV/AIDS. Berbagai program juga
telah dilaksanakan seperti salah satunya membentuk dan melatih Guru Pembina KSPAN
(Kelompok Siswa Peduli AIDS dan Narkoba) di seluruh sekolah SMP dan SMA/SMK Negeri
dan Swasta se-Kabupaten Buleleng serta pelatihan tutor sebaya KSPAN SMP dan SMA,
pelatihan konselor profesional dan konselor dasar bagi petugas kesehatan. Di sektor fisik
pemerintah Kabupaten Buleleng menyediakan Klinik VCT (Volountary Counseling and
Testing) dan pada tahun ini Pemerintah Kabupaten berencana mengembangkan VCT pada
tiga Puskesmas, Klinik PMTCT (Prevention Mother to Child Tranmission), CST (Care
Support and Treatment), yang berada di RSUD Singaraja, PTRM (Pelayanan Terapi Rumatan
Methadone) di Puskesmas Buleleng I dan Klinik IMS (Infeksi Menular Seksual) di
Puskesmas Sawan I dan Puskesmas Gerokgak II. Tahun 2006, pemerintah Kabupaten
Buleleng menyediakan Sekretariat KPA.
b). Pelajar/Mahasiswa
Kita tentu sepakat untuk mengatakan bahwa sebuah negara akan menjadi kuat
eksistensinya, ketika para pemudanya mampu tampil aktif dan dinamis di tengah masyarakat.
Para pemuda ibarat ruh dalam setiap tubuh komunitas atau kelompok; baik itu dalam ruang
lingkup kecil ataupun luas seperti negara. Mereka merupakan motor penggerak akan
kemajuan sebuah negera. Bisa kita banyangkan alangkah hancurnya sebuah negara atau
daerah bila para pemuda yang sebagai harapan negara atau daerah ternyata lunglai, loyo,
karena dihinggapi virus HIV/AIDS.
Adapun peran yang dapat dilakukan selaku pelajar/mahasiswa natara lain:
1. Menyelenggarakan kegiatan-kegiatan sosialisasi tentang HIV/AIDS di sekolah dan
kampus masing-masing.
2. Berpatisifasi aktif dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan KPA maupun LSM.
3. Mengangkat makalah, tugas, skripsi, dan presentasi tentang HIV/AIDS sehingga dapat
berfungsi sekaligus sebagai media sosialisasi.
4. Berperilaku dan menjauhi perbuatan-perbuatan yang mengarah pada kenakalan remaja.
c). Peranan Keluarga
1 Memberikan dukungan moril bagi anggota keluarga yang sudah positif terkena HIV
2 Memantau pergaulan anak agar tidak menjurus ke pergaulan bebas antar remaja dan
kenakalan remaja
3 Memberikan edukasi yang cukup mengenai fungsi seksual kepada anak sejak dini
sebagai usaha preventif.
d). Peranan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)Pada saat ini ada tiga LSM di Kabupaten Buleleng yang berkecimpung dibidang
HIV/AIDS, yaitu Yayasan Citra Usadha Indonesia (YCUI), Yayasan Kesehatan Bangsa
(Yakeba) dan Yayasan Gaya Dewata. Sedangkan Tiga Kelompok Dukungan Sebaya (KDS)
telah terbentuk di Kabupaten Buleleng yaitu KDS Tali Kasih, KDS Kosala, dan KDS Mitra
Sehati.
Komisi Penanggulangan AIDS (KPA), instansi terkait dan semua komponen
masyarakat termasuk LSM peduli AIDS, secara bersama-sama melakukan langkah-langkah
nyata antara lain :
1. Manajemen Program
1 Pertemuan Lintas Sektor
2 Rapat Rutin KPA
3 Pengolahan & Analisa Data
4 Hari AIDS se-Dunia
5 Jambore KSPAN
2. Pelayanan Kesehatan
1 Pelatihan VCT
2 Pelatihan CST
3 Pelatihan HR
4 Pelatihan Tatalaksana IMS
5 Pelayanan Klinik VCT
6 Pelayanan CST bagi ODHA
7 Pelayanan Klinik PMTCT
8 Pelayanan Terapi Rumatan Methadone (PTRM)
9 Penjangkauan dan Pendampingan
10 Pelayanan Klinik IMS
11 Pengobatan IMS
12 Promosi Kondom
13 Pelatihan Konselor
14 Pelatihan Guru Pembina KS-PAN (Kelompok Siswa Peduli AIDS dan Narkoba)
15 Pelatihan Peer Edukator bagi Siswa KSPAN
16 Pelatihan Peer Edukator bagi Karang Taruna dan KDPA (Kader Desa Peduli AIDS)
3. Komunikasi, Informasi dan Edukasi
1 Penyuluhan bagi Karang Taruna