100
makalah intelegensi BAB I PENDAHULUAN Secara umum, manusia sering memahami psikologi adalah ilmu tentang tingkah laku manusia dan hewan. 1 [1] Penekanan dalam ilmu psikologi terletak pada tingkah laku (behavioristik) makhluk (individu). Namun pada perkembangan berikutnya, banyak ahli yang berbeda pendapat dalam mendefinisikan psikologi. Hal ini disebabkan perbedaan mereka dalam menilai faktor yang mendorong tingkah laku manusia, di samping perbedaan cara pandang mereka dalam mengamati aspek-aspek yang membangun psikologi manusia itu sendiri. Kenyataan ini pada akhirnya menghasilkan beberapa teori dalam ilmu psikologi. Salah satu teori yang terkenal adalah theory kognitif. Teori ini diperkenalkan sekitar abad ke-19 oleh Gestalt, dan dilanjutkan oleh Spearman, Gardner, Wilhelm Stern, Thrustone, dan sebagainya. Hal yang terpenting dalam theory kognitif ini adalah peranan intelegensi dalam perilaku seseorang. Meskipun demikian, para tokoh tersebut juga berbeda satu sama lain dalam mendefinisikan intelegensi itu sendiri. Seperti halnya Gardner, ia berpendapat bahwa intelegensi itu dibagi dalam 10 dimensi – dalam buku Prof. Dr. Djaali berjumlah 7 dimensi dan dalam bukunya Robert E. Slavin berjumlah 9. Berbeda 1

makalah intelegensi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

makalah

Citation preview

makalah intelegensi

BAB IPENDAHULUAN

Secara umum, manusia sering memahami psikologi adalah ilmu tentang tingkah laku

manusia dan hewan.1[1] Penekanan dalam ilmu psikologi terletak pada tingkah laku

(behavioristik) makhluk (individu). Namun pada perkembangan berikutnya, banyak ahli yang

berbeda pendapat dalam mendefinisikan psikologi. Hal ini disebabkan perbedaan mereka dalam

menilai faktor yang mendorong tingkah laku manusia, di samping perbedaan cara pandang

mereka dalam mengamati aspek-aspek yang membangun psikologi manusia itu sendiri.

Kenyataan ini pada akhirnya menghasilkan beberapa teori dalam ilmu psikologi. Salah

satu teori yang terkenal adalah theory kognitif. Teori ini diperkenalkan sekitar abad ke-19 oleh

Gestalt, dan dilanjutkan oleh Spearman, Gardner, Wilhelm Stern, Thrustone, dan sebagainya.

Hal yang terpenting dalam theory kognitif ini adalah peranan intelegensi dalam perilaku

seseorang. Meskipun demikian, para tokoh tersebut juga berbeda satu sama lain dalam

mendefinisikan intelegensi itu sendiri.

Seperti halnya Gardner, ia berpendapat bahwa intelegensi itu dibagi dalam 10 dimensi –

dalam buku Prof. Dr. Djaali berjumlah 7 dimensi dan dalam bukunya Robert E. Slavin berjumlah

9. Berbeda dengan pandangan teori struktur yang dipaparkan oleh Guilford yang memandang

intelegensi terdiri atas 150 kemampuan dengan tiga paramater.

Dalam pembahasan berikutnya, kita akan menyampaikan lebih mendalam gagasan

Gardner terkait intelegensi, yang menyatakan kemampuan (kecerdasan) manusia itu banyak jenis

dan beranekaragam, yang kemudian disebut dengan theory multiple intelegensi.

1

BAB II

PEMBAHASAN

A.        DEFINISI INTELEGENSI

Intelligere adalah asal kata intelegensi yang biasa kita kenal, yang mengandung arti

menghubungkan atau menyatukan satu sama lain.2[2] Novelis Inggris abad ke-20 Aldous Huxley

mengatakan bahwa anak-anak itu hebat dalam hal rasa ingin tahu dan intelegensinya. Apa yang

dimaksud Huxley ketika ia menggunakan kata intelegensi (intelligence)? Intelegensi adalah salah

satu milik kita yang paling berharga, tetapi bahkan orang yang paling cerdas sekalipun tidak

sepakat tentang apa intelegensi itu3[3].

Para ahli mempunyai pengertian yang beragam tentang intelegensi yaitu :

1.       Anita E. Woolfolk mengemukakan bahwa menurut teori-teori lama, intelegensi itu meliputi tiga

pengertian, yaitu (1) kemampuan untuk belajar; (2) keseluruhan pengetahuan yang diperoleh; (3)

kemampuan untuk beradaptasi secara berhasil dengan situasi baru atau lingkungan pada

umumnya. Selanjutnya Woolfolk mengemukakan bahwa intelegensi itu merupakan satu atau

beberapa kemampuan untuk memperoleh dan menggunakan pengetahuan dalam rangka

memecahkan masalah dan beradaptasi dengan lingkungan4[4].

2.       Alfred Binet, seorang tokoh utama perintis pengukuran intelegensi bersama Theodore simon

mendefinisikan intelegensi atas tiga komponen yaitu (a) kemampuan untuk mengarahkan fikiran

atau mengarahkan tindakan; (b) kemampuan untuk mengubah arah tindakan bila tindakan

tersebut telah dilaksanakan dan (c) kemampuan untuk mengkritik diri sendiri atau melakukan

autocriticism.

3.        David Wechsler pencipta skala-skala intelegensi yang populer sampai saat ini, mendefinisikan

intelegensi sebagai kumpulan atau totalitas kemampuan seseorang untuk bertindak dalam tujuan

tertentu, berfikir secara rasional, serta mengahadapi lingkungannya dengan efektif.

2

3

4

Beberapa pakar mendeskripsikan intelegensi sebagai keahlian untuk memecahkan masalah

(problem-solving). Yang lainnya mendeskripsikannya sebagai kemampuan untuk beradaptasi

dan belajar dari pengalaman hidup sehari-hari. Dengan mengkombinasikan ide-ide ini kita dapat

menyusun definisi inteligensi yang cukup fair:keahlian memecahkan masalah dan kemampuan

untuk beradaptasi pada, dan belajar dari, pengalaman hidup sehari-hari. Tetapi, bahkan definisi

yang luas ini tidak memuaskan semua orang. Seperi yang akan anda lihat sebentar lagi, beberapa

ahli teori mengatakan bahwa keahlian bermusik harus dianggap sebagai bagian dari intelegensi.

Juga, sebuah definisi intelegensi yang didasarkan pada teori seperti teori Vygotsky harus juga

memasukkan factor kemampuan seseorang untuk menggunakan alat kebudayaan dengan bantuan

individu yang lebih ahli. Karena intelegensi adalah konsep yang abstrak dan luas, maka tidak

mengherankan jika ada banyak definisi. Jadi menurut Santrock (2008) intelegensi (kecerdasan)

adalah keterampilan menyelesaikan masalah dan kemampuan untuk beradaptasi dan belajar

dari pengalaman hidup sehari-hari5[5]

Wilhelm Stern melihat, titik berat definisi intelegensi terletak pada kemampuan penyesuaian

diri (adjustment) seseorang terhadap masalah yang dihadapi.6[6] Artinya, orang yang

intelegensinya tinggi (cerdas), akan memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dan memiliki

kecakapan dalam menghadapi masalah baru.

Sejalan dengan pendapat Stern, Amsal Amri juga mengemukakan bahwa intelegensi adalah

kemampuan untuk melakukan abstraksi, serta berpikir logis dan cepat sehingga dapat bergerak

dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru.7[7] Di sini Amsal melihat ada beberapa aspek

kemampuan yang dimaksud, yakni 1) kemampuan kognitif, 2) kemampuan psikomotorik, dan 3)

kemampuan afektif. Ketiga hal ini disebut dengan kecerdasan (intelegensi).8[8]

Sedangkan Slavin menjelaskan kecerdasan adalah salah satu diantara kata-kata yang diyakini

setiap orang bahwa mereka memahaminya hingga anda meminta mereka mendefinisikannya.

5

6

7

8

Pada satu tahap, kecerdasan dapat didefinisikan sebagai bakat umum untuk belajar atau

kemampuan untuk mempelajari dan menggunakan pengetahuan atau keterampilan.9[9]

Sedangkan Howard Gardner (dalam Sunaryo Kartadinata, 2007: 6)10[10], mendefinisikan

kecerdasan sebagai:

1.         Kemampuan memecahkan masalah yang muncul dalam kehidupan nyata;

2.         Kemampuan melahirkan masalah baru untuk dipecahkan.;

3.         Kemampuan menyiapkan atau menawarkan suatu layanan yang bermakna dalam kehidupan

kultur tertentu.

Lebih lanjut Gardner mendefinisikan Intelegensi sebagai kemampuan untuk memecahkan

persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu setting yang bermacam-macam dan dalam

situasi yang nyata (1983;1993)11[11]. Gardner menganggap, intelegensi bukan hanya kemampuan

dalam memecahkan persoalan yang sifatnya test (teori), yang dilakukan dalam ruang tertutup dan

jauh dari realitas persoalan yang dhadapi oleh lingkungannya. Namun intelegensi adalah

kemampuan menyelesaikan persoalan yang nyata (real), yang sungguh-sungguh terjadi. Karena

menurut Gardner, orang baru dikatakan berintelegensi kalau mampu memecahkan persoalan

lingkungan yang benar-benar dia hadapi. Bahkan, Gardner menganggap, tingkat produktifitas

(kreatifitas) juga menjadi ukuran intelegensi seseorang.

B.      TEORI-TEORI INTELEGENSI

Spearman berpendapat bahwa setiap individu memiliki General Ability (General Factor/G)

dan Specific Ability (Specific Faktor/S).12[12] Kedua hal tersebut adalah faktor yang terkandung

dalam intelegensi, walau dalam setiap individu faktor-faktor tersebut karakternya berbeda.

Sejalan dengan Super dan Cites, yang menganggap intelegensi adalah kemampuan

menyesuaikan diri dengan lingkungan atau belajar dari pengalaman.13[13]

9

10

11

12

13

Minat terhadap intelegensi seringkali difokuskan pada perbedaan individual dan penilaian

individual (Kaufman & Lictenberger, 2002; Lubinski, 2000; Molfse & Martin, 2001). Perbedaan

individual adalah cara dimana orang berbeda satu sama lain secara konsisten dan tetap. Kita bisa

berbicara tentang perbedaan individual dalam hal kepribadiannya (personalitas) dan dalam

bidang-bidang lain, namun intelegensilah yang paling banyak diberi perhatian dan paling banyak

dipakai untuk menarik kesimpulan tentang perbedaan kemampuan murid.14[14]

Jika disederhanakan, Prof. Dr. H. Djaali dalam bukunya Psikologi Pendidikan15[15]

mengatakan bahwa teori intelegensi menurut para ahli adalah sebagai berikut:

1)        Teori Faktor

Charles Spearman mendeskripsikan struktur intelegensi yang terdiri dari General Ability (G) dan

Specific Ability (S).

2)        Teori Struktur Intelegensi

Teori ini disampaikan oleh Guilford. Menurut Guilford, struktur kemampuan intelektual

seseorang memiliki 150 kemampuan dan memiliki tiga paramater, yaitu operasi, produk, dan

konten.

3)        Teori Uni Faktor

Wilhelm Stern beranggapan intelegensi adalah kapasitas atau kemampuan umum. Kapasitas

umum tersebut tumbuh akibat pertumbuhan fisiologis ataupun akibat belajar.

4)        Teori Multi Faktor

E.L. Thorndike berpendapat, bahwa intelegensi adalah bentuk hubungan neural antara stimulus

dengan respons. Hubungan inilah yang mengarahkan tingkah laku individu.

5)        Theory Primary Ability

Thurstone membagi intelegensi menjadi kemampuan primer yang terdiri atas kemampuan

numerical/matematis, verbal atau bahasa, abstraksi, berupa visualisasi atau berpikir, membuat

keputusan, induktif maupun deduktif, mengenal atau mengamati, dan mengingat.

6)        Teori Sampling

14

15

Menurut teori ini, intelegensia merupakan berbagai kemampuan sampel. Hal ini dikarenakan

pandangan Godfrey H. Thomson yang memandang dunia sebagai kumpulan-kumpulan

pengalaman.

7)        Entity Theory

Intelegensi dianggap sebagai suatu kesatuan yang tetap dan tidak berubah-ubah.

8)        Incremental Theory

Teori ini menganggap, setiap individu mempunyai potensi untuk cerdas, dan kecerdasan tersebut

bisa ditingkatkan melalui proses belajar.

9)        Teori Multiple Intelegensi

Teori multiple intelegensi ini disampaikan oleh Gardner. Menurut Gardner intelegensi manusia

memiliki tujuh dimensi yang semiotonom, yaitu linguistik, musik, matematik logis, visual

spesial, kinestatik fisika, sosial interpersonal, dan intrapersonal. Setiap dimensi tersebut memiliki

kompetensi yang eksistensinya berdiri sendiri dalam sistem neuron. Artinya tidak terbatas pada

yang bersifat intelektual.

Berdasarkan pemaparan di atas maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa intelegensi

(kecerdasan) adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh setiap individu dalam merespon

dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya, serta tingkat produktifitas dan kreatifitas dalam

memecahkan persoalan yang dihadapi.

Dalam pembahasan selanjutnya, kami akan memaparkan teori multiple intelegensi yang

digagas oleh Gardner. Karena teori multiple intelegensi lebih banyak bersentuhan dengan aspek-

aspek yang terdapat dalam diri manusia.

C.      PENGUKURAN INTELIGENSI

Pada tahun 1904 Menteri pendidikan Perancis meminta psikolog Alfred Binet untuk

menyusun metode guna mengidentifikasi anak-anak yang tidak mampu belajar disekolah. Para

pejabat disekolahan ingin mengurangi sekolahan yang sesak dengan cara memindahkan murid

yang kurang mampu belajar di sekolah umum ke sekolah khusus. Binet dan mahasiswanya,

Theophile Simon, menyusun tes inteligensi untuk memenuhi permintaan ini. Tes itu disebut

skala 1905. Tes ini terdiri dari 30 pertanyaan, mulai dari kemampuan untuk menyentuh telinga

hingga kemampuan untuk menggambar desain berdasarkan ingatan dan mendefinisikan konsep

abstrak.

Tes binet

 Alfred Binet dan Theodor Simon, 2 orang psikolog asal Perancis merancang suatu alat

evaluasi yang dapat dipakai untuk mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan kelas-kelas

khusus (anak-anak yang kurang pandai). Alat tes itu dinamakan Tes Binet-Simon. Tes ini

kemudian direvisi pada tahun 1911.

Binet mengembangkan konsep mental age (MA) atau usia mental yakni perkembangan

mental individu yang berkaitan dengan perkembangan lain. Tak lama kemudian, pada 1912

Wiliam Stern menciptakan konsep Intelegensi Quotient (IQ) yaitu usia mental seseorang dibagi

dengan usia kronologis (chronological age-CA) dikalikan 100. Jadi rumusnya,

IQ = (MA/CA)*100.

Jika usia mental sama dengan usia kronologis, maka IQ orang itu adalah 100. Jika usia

mental di atas kronologis, maka-IQnya lebih dari 100. Misalnya, anak enam tahun dengan usia

mental 8 tahun akan mempunyai IQ 133. Jika usia mentalnya dibawah usia kronologis, maka

IQnya di bawah 100. Misalkan anak usia 6 dengan usia mental 5 akan punya IQ 83. Berikut

adalah klasifikasi IQ menurut Binet:

KLASIFIKASI IQ

Genius 140 ke atas

Sangat cerdas 130 – 139

Cerdas (superior) 120 – 129

Di atas rata-rata 110 – 119

Rata-rata 90 – 109

Di bawah rata-rata 80 – 89

Garis Batas (bodoh) 70 – 79

Moron (lemah pikir) 50 – 69

Imbisil,idiot 49 ke bawah

Tahun 1916, Lewis Terman, seorang psikolog dari Amerika mengadakan banyak

perbaikan dari tes Binet-Simon. Sumbangan utamanya adalah menetapkan indeks numerik yang

menyatakan kecerdasan sebagai rasio (perbandingan) antara mental age dan chronological age.

Hasil perbaikan ini disebut Tes Stanford_Binet. Indeks seperti ini sebetulnya telah diperkenalkan

oleh seorang psikolog Jerman yang bernama William Stern, yang kemudian dikenal

dengan Intelligence Quotient atau IQ. Tes Stanford-Binet ini banyak digunakan untuk mengukur

kecerdasan anak-anak sampai usia 13 tahun.

Salah satu reaksi atas tes Binet-Simon atau tes Stanford-Binet adalah bahwa tes itu terlalu

umum. Seorang tokoh dalam bidang ini, Charles Sperrman mengemukakan bahwa inteligensi

tidak hanya terdiri dari satu faktor yang umum saja (general factor), tetapi juga terdiri dari

faktor-faktor yang lebih spesifik. Teori ini disebut Teori Faktor (Factor Theory of Intelligence).

Alat tes yang dikembangkan menurut teori faktor ini adalah WAIS (Wechsler Adult Intelligence

Scale) untuk orang dewasa, dan WISC (Wechsler Intelligence Scale for Children) untuk anak-

anak.

Dengan

melakukan tes untuk banyak orang dari usia yang berbeda dan latar belakang yang beragam,

peneliti menemukan bahwa skor pada tes Stanford-Binet mendekati distribusi normal.

Distribusi normal adalah simetris, dengan mayoritas skor berada pada tengah-tengah

rentang skor yang mungkin muncul dan hanya ada sedikit skor yang berada mendekati ujung dari

rentang itu.

Tes Stanford binet kini dilakukan secara individual untuk orang dari usia 2 tahun hingga

dewasa. Tes ini memuat banyak item beberapa diantaranya membutuhkan jawaban verbal, yang

lainnya respon non verbal.

Edisi keempat tes Stanford-Binet dipublikasikan pada 1985. Salahsatu penambahan

penting pada versi ini adalah analisis respons individual dari segi empat fungsi: penalaran verbal,

penalaran kuantitatif, penalaran visual abstrak, dan memori jangka pendek. Skor komposit umum

masih dipakai untuk mengetahui keseluruhan inteligensi. Tes Stanford-Binet masih menjadi

salah satu tes yang paling banyak digunakan untuk menilai inteligensi murid (Aiken, 2003;

Walsh&Betz, 2001).

Skala Wechsler

Tes lainnya yang banyak dipakai untuk menilai intelegensi murid dinamakan skala

weshsler yang dikembangkan oleh David Wechsler. Tes ini mencakup Weshsler Pre school and

Primary scale of Intellegensi Revised (WPPSI-R) untuk menguji anak usia 4-6,5 tahun; Weshsler

Intellegensi Scale for Children- Revised (WISC-R) untuk anak dan remaja dari usia 6-16 tahun;

dan Weshsler Adult Intellegensi Scale-Revised (WAIS-R) untuk orang dewasa.

Selain menunjukan IQ keseluruhan, skala Weshsler juga menunjukan IQ verbal dan IQ

kinerja. IQ verbal didasarkan pada 6 sub skala verbal, IQ kinerja didasarkan pada 5 sub skala

kinerja. Ini membuat peneliti bias melihat dengan cepat pola-pola kekuatan dan kelemahan

dalam area intelegensi murid yang berbeda-beda (Woolger 2001)16[16]

Berikut adalah Klasifikasi menurut Wechsler:

KLASIFIKASI IQ

Very Superior 130 ke atas

Superior 120 –129

16

Bright Normal 110 –119

Average 90 – 109

Dull Normal 80 – 89

Borderline 70 –79

Mental Deffective 69 ke bawah

D.        MACAM-MACAM INTELEGENSI PERSPEKTIF TEORI MULTI INTELEGENSI

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dipahami bahwa kecerdasan adalah kemampuan-

kemampuan yang dimiliki oleh individu dalam menghadapi masalah yang ada di lingkungannya.

Setiap individu dengan individu lainnya memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Gardner

berpendapat, bahwa kemampuan itu sendiri memiliki banyak jenis dan dimensi.

Keanekaragaman jenis kemampuan-kemampuan inilah yang disebut dengan kecerdasan

majemuk (multiple intelegensi). Realita inilah yang mendorong Gardner menelurkan gagasannya

tentang multilpe intelegensi (kecerdasan majemuk).

Menurut teori ini, setiap anak yang terlahir di dunia tidak ada yang bodoh. Semuanya

memiliki kesempatan dan hak untuk disebut sebagai orang yang cerdas.17[17] Pendapat Gardner

ini membuka wawasan kita tentang hakikat dari kecerdasan. Selama ini penilaian tentang

kecerdasan hanya terbatas pada sesuatu yang sempit dan statis. Namun Gardner – dan para ahli

lainnya – memaknai kecerdasan sebagai kemampuan seseorang dalam beradaptasi, lebih jauh

Gardner menambahkan penekanannya pada aspek atau dimensi psikologis manusia yang

membentuk jenis-jenis kemampuan tersebut.

Pada tahun-tahun belakangan ini, banyak perdebatan tentang kecerdasan terfokus untuk

memutuskan apakah terdapat banyak jenis kecerdasan yang berbeda-beda dan untuk menjelaskan

masing-masing. Misalnya, Sternberg (2002, 2003) menjelaskan tiga jenis kemampuan

intelektual: analitis, praktis dan kreatif.

17

Delapan kerangka pikiran Gardner, kerangka ini di deskripsikan bersama dengan contoh

pekerjaan yang merefleksikan kekuatan masing-masing kerangka (Campbell, Campbell &

Dickinson, 1999):

1.       Keahlian verbal

Kemampuan untuk berfikir dengan kata dan menggunakan bahasa untuk mengekspresikan

makna (penulis, wartawan, pembicara).

2.       Keahlian matematika/logika

Kemampuan untuk menyelesaikan operasi matematika ( ilmuwan, insinyur, akuntan).

3.       Keahlian spasial

Kemampuan untuk berfikir tiga dimensi (arsitek, perupa, pelaut)

4.       Keahlian tubuh-kinestetik

Kemampuan untuk memanipulasi objek dan cerdas dalam hal-hal fisik ( ahli bedah, pengrajin,

penari, atlet)

5.       Keahlian music

Sensitive terhadap nada, melodi, irama, dan suara (composer, musisi, dan pendengar yang

sensitive)

6.       Keahlian intrapersonal

Kemampuan untuk memahami diri sendiri dan menata kehidupan dirinya secara efektif (teolog,

psikolog).

7.       Keahlian interpersonal

Kemampuan untuk memahami dan berinteraksi secara efektif dengan orang lain ( guru teladan,

professional kesehatan mental).

8.       Keahlian naturalis

Kemampuan untuk mengamati pola-pola di alam dan memahami system alam dan system buatan

manusia (petani, ahli botani, ahli ekologi, ahli tanah).

Terkait macam-macam intelegensi yang dipaparkan oleh Gardner, Prof. Dr. H. Djaali

memetakan ada tujuh jenis seperti yang sudah kami sebutkan di atas. Namun dalam beberapa

referensi lainnya, seperti yang dipaparkan oleh Sunardi dkk, multiple intelegensi yang

dipaparkan oleh Gardner ada 10 macam intelegensi.18[18]

18

Sunardi dkk, sesuai dengan teori multiple intelegensi yang disampaikan oleh Gardner, membagi

kecerdasan dengan 10 bidang (aspek) dalam psikologi manusia. Berdasarkan pendekatan

tersebut, kecerdasan atau intelegensi ada 10 macam, yaitu:

1.         Kecerdasan linguistic (linguistik intelligence)

Adalah kemampuan untuk berfikir dalam bentuk kata-kata dan menggunakan bahasa untuk

mengekpresikan dan menghargai makna yang komplek, yang meliputi kemampuan membaca,

mendengar, menulis, dan berbicara.

2.         Intelegensi logis-matematis (logical matematich)

Adalah kemampuan dalam menghitung, mengukur dan mempertimbangkan proposisi dan hipotesis

serta menyelesaikan operasi-operasi matematika.

3.         Intelegensi musik (musical intelegence)

Intelegensi musik adalah kecerdasan seseorang yang berhubungan dengan sensitivitas pada pola titik

nada, melodi, ritme, dan nada. Musik adalah bahasa pendengaran yang menggunakan tiga komponen

dasar yaitu intonasi suara, irama dan warna nada yang memakai system symbol yang unik.

4.         Intelegensi Kinestetik

Kinestetik adalah belajar melalui tindakan dan pengalaman melalui panca indera. Intelegensi kinestetik

adalah kemampuan untuk menyatukan tubuh atau pikiran untuk menyempurnakan pementasan fisik.

Dalam kehidupan sehari-hari dapat diamati pada actor, atlet atau penari, penemu, tukang emas,

mekanik.

5.         Intelegensi Visual-spasial

Intelegensi visual-spasial merupakan kemampuan yang memungkinkan memvisualisasikan informasi dan

mensintesis data-data dan konsep-konsep ke dalam metavor visual.

6.         Intelegensi Interpersonal

Intelegensi interpersonal adalah kemampuan untuk memahami dan berkomunikasi dengan orang lain

dilihat dari perbedaan, temperamen, motivasi, dan kemampuan.

7.         Intelegensi Intrapersonal

Adalah kemampuan seseorang untuk memahami diri sendiri dari keinginan, tujuan dan system

emosional yang muncul secara nyata pada pekerjaannya.

8.         Intelegensi Naturalis

Adalah kemampuan untuk mengenal flora dan fauna melakukan pemilahan-pemilahan utuh dalam dunia

kealaman dan menggunakan kemampuan ini secara produktif, misalnya untuk berburu, bertani, atau

melakukan penelitian biologi.

9.         Intelegensi Emosional

Adalah yang dapat membuat orang bisa mengingat, memperhatikan, belajar dan membuat keputusan

yang jernih tanpa keterlibatan emosi. Jadi intelegensi emosional disini berkaitan dengan sikap motivasi,

kegigihan, dan harga diri yang akan mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan siswa.

10.     Intelegensi Spiritual

Adalah kemampuan yang berhubungan dengan pengakuan adanya Tuhan sebagai pencipta alam

semesta beserta isinya.19[19]

E.       EMOTIONAL INTELLEGENCE

Baik itu teori Gardner maupun Sternberg mencakup satu atau lebih kategori inteligensi social. Dalam

teori Gardner, kategori tersebut adalah inteligensi interpersonal dan inteligensi intrapersonal. Dalam

teori Sternberg, kategori tersebut adalah inteligensi praktis. Teori lain yang memandang arti penting dari

aspek praktis, aspek interpersonal dan aspek intrapersonal dalam inteligensi telah menarik banyak minat

baru-baru ini. Teori itu dinamakan emotional intelligence (kecerdasan emosional), yang didefinisikan

oleh Peter salovy dan John Mayer (1990) sebagai kemampuan untuk memonitor perasaan diri sendiri

dan perasaan serta emosi orang lain, kemampuan untuk membedakannya, dan kemampuan untuk

menggunakan informasi ini untuk memadu pemikiran dan tindakan dirinya.

Konsep kecerdasan emotional intelligence oleh Daniel Goleman (1995). Goleman percaya bahwa untuk

memprediksi kompetensi seseorang, IQ seperti yang diukur dengan tes kecerdasan ternyata tidak lebih

penting dari kecerdasan emosional. Menurut Goleman, emotional intelligence terdiri dari empat area:

1.       Developing emotional awareness-seperti kemampuan untuk memisahkan perasaan dari tindakan.

2.       Managing emotions-seperti mampu untuk mengendalikan amarah.

3.       Reading emotions-seperti memahami perspektif orang lain.

4.       Handling relationships-seperti kemampuan untuk memecahkan problem hubungan.

F.       PERANAN ALAM DAN LINGKUNGAN DALAM MEMPENGARUHI INTELEGENSI

Beberapa psikologi (seperti Herrnstein & Murray, 1994; Toga & Thompson, 2005) berpendapat bahwa

kecerdasan kebanyakan merupakan produk keturunan-bahwa kecerdasan anak-anak sebagian besar

ditentukan oleh kecerdasan orang tua mereka dan sudah ditetapkan pada hari pertama mereka

dikandung. Pakar lain (seperti Gordon & Bhattacharyya, 1994; Plomin, 1989; Rifkin, 1998) dengan sama-

19

sama tegas berpendapat bahwa kecerdasan dibentuk kebanyakan oleh factor di dalam lingkungan social

seseorang, seperti seberapa banyak dibacakan dan dibicarakan kepada anak tertentu. Kebanyakan

peneliti setuju bahwa keturunan maupun lingkungan memainkan peran penting bagi kecerdasan (Petrill

& Wilkerson, 2000).

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi inteligensi adalah :

1)        Faktor Bawaan atau Keturunan

Penelitian membuktikan bahwa korelasi nilai tes IQ dari satu keluarga sekitar 0,50. Sedangkan di

antara 2 anak kembar, korelasi nilai tes IQnya sangat tinggi, sekitar 0,90. Bukti lainnya adalah

pada anak yang diadopsi. IQ mereka berkorelasi sekitar 0,40 - 0,50 dengan ayah dan ibu yang

sebenarnya, dan hanya 0,10 - 0,20 dengan ayah dan ibu angkatnya. Selanjutnya bukti pada anak

kembar yang dibesarkan secara terpisah, IQ mereka tetap berkorelasi sangat tinggi, walaupun

mungkin mereka tidak pernah saling kenal.

2)      Faktor Lingkungan

Walaupun ada ciri-ciri yang pada dasarnya sudah dibawa sejak lahir, ternyata lingkungan

sanggup menimbulkan perubahan-perubahan yang berarti. Inteligensi tentunya tidak bisa

terlepas dari otak. Perkembangan otak sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Selain

gizi, rangsangan-rangsangan yang bersifat kognitif emosional dari lingkungan juga memegang

peranan yang amat penting.20[20]

Jelas bahwa anak-anak yang orang tuanya berpencapaian tinggi secara rata-rata lebih mungkin

pada dirinya menjadi orang yang berpencapaian tinggi, tetapi hal ini terjadi karena lingkungan keluarga

yang diciptakan oleh orang tua yang berpencapaian tinggi maupun karena genetika (Turkheimer, 1994).

Salah satu bagian penting bukti yang mendukung pandangan lingkungan ialah bahwa sekolah

sendiri jelas mempengaruhi nilai IQ.

G.       IMPLEMENTASI MULTIPLE INTELEGENSI DALAM KURIKULUM

Pengembangan potensi intelegensi, yang mencakup kemampuan kognitif, psikomotorik dan

afektif, adalah beberapa aspek yang menjadi tujuan akhir dari proses pembelajaran. Di sini

intelegensi tidak semata-mata dimaknai kecakapan dalam aspek kognitif semata, namun aspek

psikomotorik dan afektif juga menjadi indikator kecerdasan (intelegensi).

20

Teori multiple intelegensi, dengan menitikberatkan pengembangan kecakapan (kecerdasan)

majemuk, bisa dijadikan sebagai pendekatan dalam desain dunia pendidikan. Kesadaran fitrah

manusia, yang dibekali dengan potensi berbeda (faktor gen) dan hidup dalam lingkungan yang

berbeda (faktor lingkungan), diharapkan akan mampu menampilkan bentuk kurikulum

pendidikan yang dinamis. Artinya, kurikulum pendidikan, mulai dari infrastruktur, materi ajar,

pendidik, tenaga kependidikan, dan stakeholders diharapkan akan mampu mengembangkan

potensi peserta didik yang beraneka ragam. Melalui pendekatan ini pula, diharapkan dunia

pendidikan mampu melihat potensi peserta didik.

Implementasi teori multiple intelegensi dalam kurikulum bisa dibatasi dengan menciptakan

kurikulum pembelajaran yang selaras dengan dimensi intelegensi yang dicakup dalam teori

multiple intelegensi. Upaya ini diharapkan lebih bisa mendiagnosis potensi para peserta didik,

serta tepat dalam pengembangan potensi-potensi tersebut.

Adapun dimensi psikologis yang diharapkan akan menjadi titik pijak desain kurikulum

pendidikan sebagaimana kami sampaikan di atas, yaitu 1) Kecerdasan linguistic (linguistik

intelligence); 2) Intelegensi logis-matematis (logical matematich); 3) Intelegensi musik (musical

intelegence); 4) Intelegensi Kinestetik; 5) Intelegensi Visual-spasial; 6) Intelegensi Interpersonal;

7) Intelegensi Intrapersonal; 8) Intelegensi Naturalis; 9) Intelegensi Emosional; dan 10)

Intelegensi Spiritual.

Kesepuluh dimensi tersebut, diharapkan akan menjadi karakter kurikulum pendidikan.

Sehingga akan mudah dilakukan diagnosis terhadap potensi para peserta didik, dan akan lebih

memudahkan dalam optimalisasi potensi peserta didik.

H.       PENDEKATAN DAN IMPLEMENTASI MULTIPLE INTELEGENSI DALAM

PEMBELAJARAN

Kemampuan-kemampuan yang termasuk dalam sepuluh aspek kecerdasan majemuk (multiple

intelegensi) yang dimiliki oleh masing-masing orang tersebut di atas adalah merupakan potensi

intelektual. Salah satu contoh kongkrit potensi intelektual adalah kemampuan seseorang dalam

mengikuti proses pembelajaran.

Pembelajaran sendiri dipandang sebagai suatu proses pengembangan aspek kognitif, psikomotorik,

dan afektif seseorang pada lingkungan tertentu. Menurut Kemendiknas, pembelajaran adalah

pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan sikap baru pada saat seseorang berinteraksi dengan

informasi dan lingkungan.21[21]

Pembelajaran tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan multiple intelegensi.

Dengan menggunakan pendekatan multiple intelegensi, maka pengembangan aspek kognitif,

psikomotorik, dan afektif peserta didik akan maksimal.

Adapun implementasi penerapan multiple intelegensi sebagai pendekatan dalam pembelajaran

adalah sebagai berikut:

1.       Proses pembelajaran yang mengembangkan intelegensi verbal linguistic

Proses pembelajaran yang mengembangkan intelegensi verbal linguistic dapat merangsang

perkembangnya multi intelegensi dalam setiap mata pelajaran

Beberapa cara yang dapat dilakukan dalam pembelajaran untuk mengembangkan intelegensi verbal

linguistic dalam pembelajaran adalah mendengarkan materi yang akan dibahas dari kaset maupun dari

informasi yang langsung disampaikan oleh guru, diskusi kelas, membuat hasil laporan pengamatan,

melakukan kegiatan wawancara, mencari bahan untuk melengkapi tugas, menulis karya ilmiah dan

sebagainya.

2.       Pembelajaran yang mengembangkan intelegensi logika matematika

Dalam proses pembelajaran, yang patut diperhatikan adalah penerapan konsep dasar materi

pembelajaran secara tepat.

Penerapan intelegensi logika matematika dalam pembelajaran IPA dapat melalui beberapa cara, yaitu:

a)      Metoda Ilmiah

Metoda ilmiah adalah suatu cara untuk menemukan produk ilmiah dengan langkah-langkah yang logis

dan matematis. Proses umum metode ilmiah secara empiris adalah:

1)      Menemukan masalah;

2)      Menyusun hipotesa atau dugaan sementara;

3)      Menguji hipotesis dengan melakukan percobaan;

4)      Menarik kesimpulan; dan

5)      Menguji kesimpulan.

b)      Berfikir secara Ilmiah Berdasarkan Kurikulum

c)       Logika Deduktif

Logika deduktif adalah cara berfikir dengan menguraikan konsep yang umum ke konsep yang khusus.

Contohnya :

21

1)      Silogisme, yaitu argumen yang tersusun dari dasar pemikiran dan kesimpulan;

2)      Diagram venn, yakni menggunakan lingkaran yang saling melengkapi untuk membandingkan

sekumpulan informasi.

d)      Logika Induktif

Logika induktif adalah cara berfikir seseorang dengan mempertimbangkan kenyataan fakta khusus

kepada kasimpulan umum dengan menggunakan analogi.

e)      Meningkatkan Belajar dan Berfikir

Meningkatkan berfikir siswa, guru dalam pembelajaran menggunakan media pembelajaran.

f)       Proses Berfikir secara Matematika

Matematika mata pelajaran yang khusus berfikir abstrak dan sulit, sehingga anak tidak tertarik. Untuk

itu guru dapat menyusun pembelajaran dengan pola gambar, grafik, dan pembuatan kode untuk

menimbulkan keingintahuan.

g)      Bekerja dengan angka-angka

Siswa yang menyukai ketelitian akan menemukan kesenangan bekerja dengan angka-angka seperti

pengukuran, peluang, masalah-masalah dalam bentuk cerita.

h)      Teknologi yang meningkatkan intelegensi logi-matematika

Siswa dapat belajar dengan efektif dengan menggunakan software yang menarik.

3.       Proses pembelajaran yang mengembangkan intelegensi music

Musik memilki kaitan yang erat dengan emosional seseorang, yaitu:

a)         Memberikan suasana yang ramah ketika siswa memasuki ruangannya;

b)        Menawarkan efek yang meredakan setelah melakukan aktivitas fisik;

c)         Melancarkan peralihan antar kelas;

d)        Membangkitkan kembali energy yang mulai sedikit;

e)        Mengurangi strees;

f)          Menciptakan suasana positif di sekolah;

4.       Proses pembelajaran yang mengembangkan intelegensi kinestetik

Ada bermacam-macam aktivitas tectile-kinestetik yang bertujuan untuk mempertinggi pembelajaran

siswa di segala usia, yaitu:

a)      Lingkungan fisik: daerah ruang kelas, dalam merencanakan ruang kelas, para pengajar membuat

ruangan yang bisa membuat perasaan siswa menjadi senang;

b)      Drama: teater, permainan peran, drama kreatif, simulasi (keadaan yang meniru) keadaan sebenarnya;

c)       Gerak kreatif : memahami pengetahuan jasmaniah, memperkenalkan aktifitas gerak

kreatif,menerapkan gerak kreatif keahlian dasar, menciptakan isi yang lebih terarah dari aktivitas

gerakan;

d)      Tari : bagian-bagian tari, rangkaian pembelajaran melalui tari;

e)      Memainkan alat-alat: kartu-kartu tugas, teka-teki kartu tugas, menggambar alat-alat tambahan,

membuat tanda-tanda bagi ruang kelas.

f)       Permainan ruangan kelas: binatang buruan (binatang pemakan bangkai) permainan-permainan lantai

besar, permainan-permainan merespon gerak fisik secara meanyeluruh, permainan mengulang hal yang

umum;

5.       Proses belajar yang mengembangkan intelegensi visual spasial

Proses belajar ini merupakan suatu proses yang mengembangkan kemampuan persepsi, imajinasi dan

estestika. Ada 3 komponen dari gambaran visual:

a)      Gambaran eksternal yang kita rasakan;

b)      Gambaran internal yang kita impikan/kita bayangkan;

c)       Gambaran yang kita ciptakan melalui gambar yang tak beraturan.

6.       Proses belajar yang mengembangkan intelegensi interpersonal

Adapun cara belajar dengan mengembangkan pendekatan intelegensi interpersonal dengan

membangun lingkungan interpersonal yang positif, yaitu:

a)      Kriteria group yang efektif :

1)      Lingkungan kelas hangat dan terbuka;

2)      Guru dan siswa bersama-sama membuat tata tertib dan sanksi berdasarkan kemanusiaan;

3)      Proses pembelajaran saling ketergantungan yaitu melakukan peran aktif dan kontribusi darai semua

siswa;

4)      Belajar bertujuan untuk belajar dari kurikulum, dari teman dan dari pengalaman;

5)      Tugas dan tanggung jawab dibagi rata, sehingga setiap anggota kelas merasa penting dalam kelas;

6)      Pembelajaran kolaboratif;

7)      Penanganan konflik;

8)      Belajar melalui tugas sosial/jasa;

9)      Menghargai perbedaan;

10)   Membangun persfektif yang beragam;

11)   Pemecahan masalah global dan local dalam pendidikan multicultural;

12)   Tekhnologi yang meningkatkan intelegensi interpersonal;

7.       Proses belajar yang mengembangkan intelegensi intrapersonal

Adapun penerapan pendekatan intelegensi intrapersonal adalah sebagai berikut:

a)      Membangun suatu lingkungan untuk mengembangkan pengetahuan diri;

b)      Penopang penghargaan diri;

c)       Penyusunan dan pencapaian tujuan;

d)      Keterampilan berfikir;

e)      Pendidikan keterampilan emosional dalam kelas;

f)       Mengetahui diri sendiri melalui orang lain;

g)      Merefleksikan ketakjupan dan tujuan hidup;

h)      Belajar mengarahkan diri sendiri;

i)        Teknologi yang mempertinggi intelegensi interpersonal.

8.       Proses pembelajaran yang mengembangkan intelegensi naturalism

Proses pembelajaran ini merupakan suatu proses yang mengembangkan kemampuan naturalism pada

siswa yaitu:

a)      Menata lingkungan sekolah yang hijau dan asri;

b)      Dalam mempelajari materi yang berhubungan dengan klasifikasi tumbuhan, ekosistem, pencemaran

lingkungan siswa diajak langsung ke alam;

c)       Sekolah menyediakan alat bantu pelajaran seperti torso dan charta tentang organ-organ tubuh

manusia;

d)      Menerapkan pelajaran pertanian atau perikanan yang disesuaikan dengan kondisi daerah masing-

masing;

e)      Sekolah mengembangkan proses pembelajaran yang dapat membangkitkan kepedulian siswa terhadap

lingkungan;

9.       Proses pembelajaran yang mengembangkan intelegensi emosional

Pembelajaran emosional dapat meningkatkan sistem pembelajaran kognitif, dimana dengan cara ini

otak emosional terlibat dalam pembelajaran/penalaran sama kuatnya dengan otak berfikir. Prinsip ini

harus diterapkan oleh guru dalam mengajar. Menurut Goleman, 1995 (dalam barbara k.given, 2002).

Hal-hal yang dapat diterapkan oleh guru dalam mengembangkan intelegensi emosional adalah sebagai

berikut:

a)      Sebaiknya guru dalam mengawali pelajaran dengan sikap lemah lembut, dengan cara bertahap

meningkatkan antusiame;

b)      Menciptakan suasana kelas seperti yang diinginkan siswa;

c)       Guru bias menggerakkan siswa perlahan-lahan menuju keadaan sosial emosional yang berbeda;

d)      Dalam mengajar hendaknya guru mengembangkan rasa humor yang bisa menurunkan ketegangan yang

mungkin timbul akibat ketidak selarasan antara guru dan siswa.

10.   Proses pembelajaran yang mengembangkan intelegensi spiritual

Dalam proses pembelajaran sebaiknya memperluas cakupan dari ayat- ayat Al Qur’an serta makna-

makna yang terkandung di dalamnya, sehingga mengakar di dalam jiwa dan pikiran siswa dengan cara

menarik hikmah dari materi pembelajaran yang disampaikan kepada siswa.

KLASIFIKASI, TIPE-TIPE KECERDASAN DAN KLASIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

1.1 TIPE-TIPE KECERDASAN MANUSIA

Kecerdasan merupakan sesuatu yang sangat penting bagi manusia. Kecerdasan tidak hanya

selalu berpatok pada IQ, tetapi kecerdasan pun berpatok pada hal lain yang lebih komplek. Disini kamu

dapat mengetahui dan mengira-ngira masuk ke dalam manakah bakat kita. Berikut ini tipe kecerdasan :

1. .Kecerdasan Spasial

Mereka yang termasuk ke dalam tipe ini memiliki kepekaan tajam untuk visual, keseimbangan, warna,

garis, bentuk, dan ruang. Selain itu, mereka juga pandai membuat sketsa ide dengan jelas. Pekerjaan

yang cocok untuk tipe kecerdasan ini adalah arsitek, fotografer, desainer, pilot, atau insinyur.

2. Kecerdasan Linguistik

Orang yang memiliki kecerdasan ini merupakan seseorang yang pandai mengolah kata-kata saat

berbicara maupun menulis. Orang tipe ini biasanya gemar mengisi TTS, bermain scrable, membaca, dan

bisa mengartikan bahasa tulisan dengan jelas. Jika Anda memiliki kecerdasan ini, maka pekerjaan yang

cocok untuk Anda adalah jurnalis, penyair, atau pengacara.

3. Kecerdasan Matematis atau Logika

Tipe kecerdasan ini adalah orang yang memiliki kecerdasan dalam hal angka dan logika. Mereka mudah

membuat klasifikasi dan kategorisasi, berpikir dalam pola sebab akibat, menciptakan hipotesis, dan

pandangan hidupnya bersifat rasional. Pekerjaan yang cocok jika memiliki kecerdasan ini adalah

ilmuwan, akuntan, atau progammer.

4. Kecerdasan Kinetik-Jasmani

Orang tipe ini mampu mengekspresikan gagasan dan perasaan. Mereka menyukai olahraga dan berbagai

kegiatan yang mengandalkan fisik. Pekerjaan yang cocok untuk mereka adalah atlet, pengrajin, montir,

dan penjahit.

5. Kecerdasan Interpersonal

Orang tipe ini biasanya mengerti dan peka terhadap perasaan, intensi, motivasi, watak, dan

temperamen orang lain. Selain itu, mereka juga mampu menjalin kontak mata dengan baik, menghadapi

orang lain dengan penuh perhatian, dan mendorong orang lain menyampaikan kisahnya. Pekerjaan yang

cocok untuk orang tipe ini antara lain networker, negosiator, atau guru.

6. Kecerdasan Intrapersonal

Orang tipe ini memiliki kecerdasan pengetahuan akan diri sendiri dan mampu bertindak secara adaptif

berdasarkan pengenalan diri. Ciri-cirinya yaitu suka bekerja sendiri, cenderung cuek, sering

mengintropeksi diri, dan mengerti kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Pekerjaan yang cocok

untuk mereka yaitu konselor atau teolog.

7. Kecerdasan Naturalis

Orang yang memiliki kecerdasan ini mampu memahami dan menikmati alam dan menggunakannya

secara produktif serta mengembangkan pengetahuannya mengenai alam. Ciri-ciri orang yang memiliki

kecerdasan ini yaitu mencintai lingkungan, mampu mengenali sifat dan tingkah laku binatang, dan

senang melakukan kegiatan di luar atau alam. Kecerdasan ini biasanya dimiliki oleh petani, nelayan,

pendaki, dan pemburu.

8. Kecerdasan Musikal

Mereka yang termasuk ke dalam tipe ini mampu mengembangkan, mengekspresikan, dan menikmati

bentuk musik dan suara. Ciri-ciri orang yang memiliki kecerdasan musikal yaitu suka bersiul, mudah

menghafal nada lagu yang baru didengar, menguasai salah satu alat musik tertentu, peka terhadap suara

sumbang, dan gemar bekerja sambil bernyanyi. Pekerjaan yang cocok untuk mereka adalah penyanyi

atau pencipta lagu.

9. Kecerdasan Spiritual

Kamu amat sensitif dan memiliki minat pada hal-hal yang bersifat spiritual dan religius. Mungkin juga

kamu pernah mengalami pengembaraan spiritual dan pencerahan. Atau bentuk lain yaitu kamu bisa

merasakan kehadiran “makhluk lain”.

10. Kecerdasan Visual-Spasial

Kamu langsung tahu jika ada bangunan atau lukisan atau orang yang kurang simetris. Jika kamu atlet

kamu bisa menentukan dengan hampir sempurna berapa derajat yang dibutuhkan untuk mencetak

angka untuk masuk ke gawang atau ring basket. Kamu bisa secara imaginer memutarbalikkan bentuk-

bentuk rumit dan kamu bisa menggambar apapun yang kamu lihat. Kamu jago membongkar dan

merangkaikan kembali barang-barang dan kamu.maniak dengan game.

11. Kecerdasan Eksistensial.

Kecerdasan eksistensial merupakan salah satu tipe kecerdasan yang dianugrahkan oleh Tuhan untuk

manusia dalm hal menjawab persoalan-persoalan eksistensi atau keberadaan manusia. Profesi yang

sesuai untuk orang yang didominasi oleh kecerdasan eksistensial ialah Filsuf dan Teolog.

Dan sedangkan menurut Howard Gardner, kecerdasan pada manusia mempunyai 8 tipe

kecerdasan, yaitu:

1. Kecerdasan Linguistik / Word Smart

Kecerdasan Linguistik adalah kemampuan menggunakan kata-kata secara efektif, baik untuk

mempengaruhi maupun memanipulasi. Dalam kehidupan sehari-hari kecerdasan linguistik bermanfaat

untuk: berbicara, mendengarkan, membaca, dan menulis. Pekerjaan yang mengutamakan kecerdasan ini

antara lain: guru, orator, bintang film, presenter TV, pengacara, penulis, dsb.

2. Kecerdasan Logis-Matematis: Number Smart

Kecerdasan Logis-Matematis melibatkan ketrampilan mengolah angka dan atau kemahiran

menggunakan logika atau akal sehat. Dalam kehidupan sehari-hari kecerdasan ini bermanfaat untuk:

menganalisa laporan keuangan, memahami perhitungan utang nasional, atau mencerna laporan sebuah

penelitian. Pekerjaan yang membutuhkan kecerdasan ini antara lain: akuntan pajak, programmer, ahli

matematika, ilmuwan, dsb.

3. Kecerdasan Spasial: Picture Smart

Kecerdasan Spasial melibatkan kemampuan seseorang untuk memvisualisasikan gambar di dalam kepala

(dibayangkan) atau menciptakannya dalam bentuk dua atau tiga dimensi. Kita membutuhkan

kecerdasan ini dalam hidup sehari-hari juga, misalnya: saat menghias rumah atau merancang taman,

menggambar atau melukis, menikmati karya seni, dsb. Pekerjaan yang mengutamakan kecerdasan

spasial antara lain: arsitek, pematung / pemahat, penemu, designer, dsb.

4. Kecerdasan Kinestetik-Jasmani: Body Smart

Kecerdasan Kinestetik-Jasmani adalah kecerdasan seluruh tubuh dan juga kecerdasan tangan. Dalam

dunia sehari-hari kita sangat memerlukan kecerdasan yang satu ini, misalnya: membuka tutup botol,

memasang lampu di rumah, memperbaiki mobil, olah raga, dansa, dsb.Jenis pekerjaan yang menuntut

kecerdasan ini antara lain: atlet, penari, pemain pantomim, aktor, penjahit, ahli bedah, dsb.

5. Kecerdasan Musikal: Music Smart

Kecerdasan Musikal melibatkan kemampuan menyanyikan lagu, mengingat melodi musik, mempunyai

kepekaan akan irama, atau sekedar menikmati musik. Dalam keseharian, kita mendapat manfaat dari

kecerdasan ini dalam banyak hal, misalnya: saat kita menyanyi, memainkan alat musik, menikmati musik

di TV / radio, dsb. Pekerjaan yang membutuhkan kecerdasan ini antara lain: penyanyi, pianis / organis,

disc jokey (DJ), teknisi suara, tukang stem piano, dll.

6. Kecerdasan Antarpribadi: People Smart

Kecerdasan Antarpribadi melibatkan kemampuan untuk memahami dan bekerja dengan orang lain.

Dalam kehidupan sehari-hari, baik untuk pribadi, keluarga, dan pekerjaan, kecerdasan ini dinilai mutlak

diperlukan - dan seringkali disebut sebagai "yang lebih penting" dari kecerdasan lainnya untuk dapat

sukses dalam hidup. Kecerdasan antarpribadi ini melibatkan banyak hal, misalnya: kemampuan

berempati, kemampuan memanipulasi, kemampuan "membaca orang", kemampuan berteman, dsb.

Segala jenis pekerjaan yang berhubungan dengan orang lain pastilah membutuhkan kecerdasan ini,

terutama: public figure, pemimpin, guru, konselor, dll.

7. Kecerdasan Intrapribadi: Self Smart

Kecerdasan Intrapribadi adalah kecerdasan memahami diri sendiri, kecerdasan untuk mengetahui “siapa

diri saya sebenarnya” - untuk mengetahui “apa kekuatan dan kelemahan saya”. Ini juga merupakan

kecerdasan untuk bisa merenungkan tujuan hidup sendiri dan untuk mempercayai diri sendiri. Pekerjaan

yang menuntut kecerdasan Intrapribadi antara lain: wirausaha, konselor, terapis, dll.

8. Kecerdasan Naturalis: Nature Smart

Kecerdasan Naturalis melibatkan kemampuan mengenali bentuk-bentuk alam di sekitar kita. Dalam

hidup sehari-hari kita membutuhkan kecerdasan ini untuk: berkebun, berkemah, atau melakukan proyek

ekologi. Pekerjaan yang membutuhkan kecerdasan Naturalis antara lain: ahli biologi, dokter hewan, dll.

1.2 Klasifikasi Kecerdasan

.1. Intellegent Quotient (IQ)

Kecerdasan Pikiran ini merupakan kecerdasan yang bertumpu kemampuan otak kita untuk

berpikir dalam menyelesaikan masalah. Jika kita mengikuti Psikotes, ada banyak soal yang menuntut

kejelian pikiran kita untuk menjawabnya, misalnya soal mengenai delik ruang seperti bentuk ruang

kubus yang diputar-putar akan menjadi seperti apa. Soal ini bertujuan untuk melihat kemampuan

pikiran kita dalam menyelesaikan suatu masalah dari berbagai sisi.

Sudah bertahun-tahun dunia akademik, dunia militer (sistem rekrutmen dan promosi personel

militer) dan dunia kerja, menggunakan IQ sebagai standar mengukur kecerdasan seseorang. Tetapi

namanya juga temuan manusia, istilah tehnis yang berasal dari hasil kerja Alfred Binet ini (1857 – 1911)

lama kelamaan mendapat sorotan dari para ahli dan mereka mencatat sedikitnya ada dua kelemahan

(bukan kesalahan) yang menuntut untuk diperbaruhi, yaitu:

Pemahaman absolut terhadap skor IQ

Steve Hallam berpandangan, pendapat yang menyatakan kecerdasan manusia itu sudah seperti angka

mati dan tidak bisa diubah, adalah tidak tepat. Penemuan modern menunjuk pada fakta bahwa

kecerdasan manusia itu hanya 42% yang dibawa dari lahir, sementara sisanya, 58% merupakan hasil dari

proses belajar.

Cakupan kecerdasan manusia : kecerdasan nalar, matematika dan logika.

Steve Hallam sekali lagi mengatakan bahwa pandangan tersebut tidaklah tepat, sebab dewasa ini makin

banyak pembuktian yang mengarah pada fakta bahwa kecerdasan manusia itu bermacam-macam.

Buktinya, Michael Jordan dikatakan cerdas selama berhubungan dengan bola basket. Mozart dikatakan

cerdas selama berurusan dengan musik. Mike Tyson dikatakan cerdas selama berhubungan dengan ring

tinju.

2. Emotional Quotient (EQ)

Disebut juga kecerdasan Emosi. Kecerdasan Emosi ini didasarkan kepada kemampuan manusia

dalam mengelola emosi dan perasaan. Kecerdasan Emosi ini sangat berpengaruh dalam performace dan

kecakapan emosi kita dalam bekerja, dan juga kemampuan diri kita dalam menghadapi suatu masalah.

Seseorang yang memiliki Emosi yang buruk walaupun IQ nya besar, dia akan gagal dalam hidupnya

dikarenakan tidak mampu mengontrol diri saat menghadapi suatu masalah. Kecerdasan emosi sudah

menjadi suatu tolok ukur utama yang dicari oleh perusahaan pada pegawainya dan sering merupakan

karakteristik penentu kesuksesan dalam kerja dan pembedaan kinerja dan performace suatu karyawan.

Kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mendapatkan dan menerapkan pengetahuan dari emosi

diri dan emosi orang lain agar bisa lebih berhasil dan bisa mencapai kehidupan yang lebih memuaskan.

Dalam psikotes pun kecerdasan emosi ini sering menjadi tolak ukur utama dalam merekrut pegawai,

karena dengan kecerdasan emosi yang tinggi walaupun memiliki IQ yang rendah cenderung perusahaan

merekrut pegawai yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi, karena kecerdasan IQ mudah untuk

ditingkatkan dibandingkan kecerdasan emosi.

Daniel Golemen, dalam bukunya Emotional Intelligence (1994) menyatakan bahwa “kontribusi

IQ bagi keberhasilan seseorang hanya sekitar 20 % dan sisanya yang 80 % ditentukan oleh serumpun

faktor-faktor yang disebut Kecerdasan Emosional. Dari nama tehnis itu ada yang berpendapat bahwa

kalau IQ mengangkat fungsi pikiran, EQ mengangkat fungsi perasaan. Orang yang ber-EQ tinggi akan

berupaya menciptakan keseimbangan dalam dirinya; bisa mengusahakan kebahagian dari dalam dirinya

sendiri dan bisa mengubah sesuatu yang buruk menjadi sesuatu yang positif dan bermanfaatKarena

kecerdasan emosi ini lebih ditekankan kepada jati diri dan emosi kita. Walaupun emosi dapat dikontrol

dengan mengikuti pelatihan-pelatihan seperti ESQ dan lainnya, tetapi butuh kesadaran tinggi untuk

mengontrol emosi kita ini.

3. Spiritual Qoutient (SQ)

Kecerdasan Spiritual ini berkaitan dengan keyakinan kita kepada Tuhan.Kecerdasan ini muncul

apabila kita benar-benar yakin atas segala ciptaannya dan segala kuasanya kepada manusia (bukan

atheis).

Danah Zohar, penggagas istilah tehnis SQ (Kecerdasan Spiritual) dikatakan bahwa kalau IQ

bekerja untuk melihat ke luar (mata pikiran), dan EQ bekerja mengolah yang di dalam (telinga perasaan),

maka SQ (spiritual quotient) menunjuk pada kondisi ‘pusat-diri’ ( Danah Zohar & Ian Marshall: SQ the

ultimate intelligence: 2001). Kecerdasan ini adalah kecerdasan yang mengangkat fungsi jiwa sebagai

perangkat internal diri yang memiliki kemampuan dan kepekaan dalam melihat makna yang ada di balik

kenyataan apa adanya ini. Kecerdasan ini bukan kecerdasan agama dalam versi yang dibatasi oleh

kepentingan-pengertian manusia dan sudah menjadi ter-kavling-kavling sedemikian rupa. Kecerdasan

spiritual lebih berurusan dengan pencerahan jiwa. Orang yang ber – SQ tinggi mampu memaknai

penderitaan hidup dengan memberi makna positif pada setiap peristiwa, masalah, bahkan penderitaan

yang dialaminya. Dengan memberi makna yang positif itu, ia mampu membangkitkan jiwanya dan

melakukan perbuatan dan tindakan yang positif.

4. Moral Quotient (MQ)

Nilai, filosofi, dan kumpulan kecerdasan moral memiliki pengaruh yang sangat penting terhadap

bisnis. Hal tersebut merupakan dasar dari visi, tujuan, dan budaya organisasi. Tantangan dari kecerdasan

moral bukan hanya untuk mengetahui yang benar dan yang salah, namun juga untuk berbuat serta

melakukan tindakan yang benar. Pada segolongan populasi manusia terdapat sekelompok manusia

dengan jumlah prosentase yang kecil menderita, mengalami sakit jiwa ataupun terkucil. Kelompok ini

kemungkinan tidak “mengerti” yang benar dan yang salah. Mengapa kita tidak lebih sering melakukan

tindakan yang tepat? Kebanyakan orang melakukan tindakan yang tepat kadang-kadang saja. Bertindak

atas setiap keputusan yang kita buat setiap hari, mempertimbangkan apa yang “benar”, apa yang lebih

baik dan dapat membantu komunitas kita, organisasi, dan orang lain. Namun kita tidak selalu setuju

dengan apa yang benar.

Dalam hal ini nilai dan filosofi turut berperan. Penilaian kita menjadi dasar dalam percaya dan

menentukan tindakan. Filosofi merupakan jalan bagi kita untuk menentukan nilai. Filosofi yang cerdas

merupakan keinginan untuk memahami manusia, benda, dan dunia melalui rangkaian kata yang

menggambarkan bagaimana mereka bekerja dengan demikian menyediakan suatu keamanan emosional

dalam meramalkan masa depan. Manusia dengan filosofi mempercayakan pada logika dalam membuat

keputusan, dan menaksirkan harga dari sesuatu melawan “kode” yang mendasar atau mengatur garis

pedoman yang menyebabkan ketegangan. Manusia dengan pandangan ini mempercayakan pada

kesadaran persaingan, terkadang pada wewenang sosial yang terpisah. Anda mungkin pernah

mendengar perkataan seseorang dengan filosofi yang cerdas, contohnya: “jika anda memiliki solusi yang

luwes, orang lain akan mempercayainya. Tidak perlu mencoba untuk meyakinkan mereka mengenai

kebaikannya.” Mereka dapat menggunakan sebuah gaya kemimpinan, jika visi yang digambarkan

menjadi penyebab yang baik di masa depan.

Dalam hipotesa penelitian ini ditemukan bahwa terdapat hal lebih mendasar dari kemampuan

kecerdasan emosional. Hal tersebut tampak semacam kompas moral. Hal tersebut merupakan jantung

dari kesuksesan bisnis yang berjalan lama. “Sesuatu yang lebih” ini dinamakan kecerdasan moral (moral

intelligence). Kecerdasan moral merupakan kapasitas mental untuk menentukan bagaimana prinsip

umum manusia yang harus digunakan pada nilai, tujuan, dan tindakan. Istilah yang mudah, kecerdasan

moral merupakan kemampuan untuk membedakan yang benar dari yang salah seperti yang

didefinisikan oleh prinsip umum. Prinsip umum merupakan kepercayaan mengenai tingkah laku manusia

secara umum pada seluruh budaya di dunia.

Kecerdasan moral bukan hanya penting untuk mengefektifkan kepemimpinan, namun juga

merupakan “pusat kecerdasan” bagi seluruh manusia. Mengapa? Karena kecerdasan moral secara

langsung mendasari kecerdasan manusia untuk berbuat sesuatu yang berguna. Kecerdasan moral

memberikan hidup manusia memiliki tujuan. Tanpa kecerdasan moral, kita tidak dapat berbuat sesuatu

dan peristiwa-peristiwa yang menjadi pengalaman jadi tidak berarti. Tanpa kecerdasan moral kita tidak

akan tahu mengapa pekerjaan yang kita lakukan? Dan apa yang harus dikerjakan?

1. Adversity Quotient

Ketika akhirnya Thomas Alva Edison (1847 - 1931) berhasil menemukan baterai yang ringan dan

tahan lama, dia telah melewati 50.000 percobaan dan bekerja selama 20 tahun. Tak heran kalau ada

yang bertanya, “Mr. Edison, Anda telah gagal 50.000 kali, lalu apa yang membuat Anda yakin bahwa

akhirnya Anda akan berhasil?” Secara spontan Edison langsung menjawab, “Berhasil? Bukan hanya

berhasil, saya telah mendapatkan banyak hasil.

Apakah adversity quotient (AQ) itu? Menurut Stoltz, AQ adalah kecerdasan untuk mengatasi

kesulitan. “AQ merupakan faktor yang dapat menentukan bagaimana, jadi atau tidaknya, serta sejauh

mana sikap, kemampuan dan kinerja Anda terwujud di dunia,” tulis Stoltz. Pendek kata, orang yang

memiliki AQ tinggi akan lebih mampu mewujudkan cita-citanya dibandingkan orang yang AQ-nya lebih

rendah.

Untuk memberikan gambaran, Stoltz meminjam terminologi para pendaki gunung. Dalam hal

ini, Stoltz membagi para pendaki gunung menjadi tiga bagian:

Quitter (yang menyerah). Para quitter adalah para pekerja yang sekadar untuk bertahan hidup). Mereka

ini gampang putus asa dan menyerah di tengah jalan

Camper (berkemah di tengah perjalanan) Para camper lebih baik, karena biasanya mereka berani

melakukan pekerjaan yang berisiko, tetapi tetap mengambil risiko yang terukur dan aman. “Ngapain

capek-capek” atau “segini juga udah cukup” adalah moto para campers. Orang-orang ini sekurang-

kurangnya sudah merasakan tantangan, dan selangkah lebih maju dari para quitters. Sayangnya banyak

potensi diri yang tidak teraktualisasikan, dan yang jelas pendakian itu sebenarnya belum selesai.

climber (pendaki yang mencapai puncak). Para climber, yakni mereka, yang dengan segala

keberaniannya menghadapi risiko, akan menuntaskan pekerjaannya. Mereka mampu menikmati proses

menuju keberhasilan, walau mereka tahu bahwa akan banyak rintangan dan kesulitan yang

menghadang. Namun, di balik kesulitan itu ia akan mendapatkan banyak kemudahan.”Karena

sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”. Dalam konteks ini, para climber dianggap

memiliki AQ tinggi. Dengan kata lain, AQ membedakan antara para climber, camper, dan quitter.

Jawaban luar biasa dari pencipta lampu pijar itu menjadi salah satu contoh ekstrem seorang

climber (pendaki)–yang dianggap memiliki kecerdasan mengatasi kesulitan (adversity quotient, AQ)

tinggi. Terminologi AQ memang tidak sepopuler kecerdasan emosi (emotional quotient) milik Daniel

Goleman, kecerdasan finansial (financial quotient) milik Robert T. Kiyosaki, atau kecerdasan eksekusi

(execution quotient) karya Stephen R. Covey. AQ ternyata bukan sekadar anugerah yang bersifat given.

AQ ternyata bisa dipelajari. Dengan latihan-latihan tertentu, setiap orang bisa diberi pelatihan untuk

meningkatkan level AQ-nya. Manusia sejati adalah manusia yang jika menempuh perjalanan yang sulit,

mereka selalu optimis; sedangkan jika mereka melewati perjalanan yang mudah mereka malah khawatir.

Dalam kehidupan nyata, hanya para climbers-lah yang akan mendapatkan kesuksesan dan

kebahagiaan sejati. Sebuah penelitian yang dilakukan Charles Handy-seorang pengamat ekonomi

kenamaan asal Inggris terhadap ratusan orang sukses di Inggris memperlihatkan bahwa mereka memiliki

tiga karakter yang sama. Yaitu, pertama, mereka berdedikasi tinggi terhadap apa yang tengah

dijalankannya. Dedikasi itu bisa berupa komitmen, kecintaan atau ambisi untuk melaksanakan pekerjaan

dengan baik. Kedua, mereka memiliki determinasi. Kemauan untuk mencapai tujuan, bekerja keras,

berkeyakinan, pantang menyerah dan kemauan untuk mencapai tujuan yang diinginkannya. Dan ketiga,

selalu berbeda dengan orang lain. Orang sukses memakai jalan, cara atau sistem bekerja yang berbeda

dengan orang lain pada umumnya. Dua dari tiga karakter orang sukses yang diungkapkan Handy dalam

The New Alchemist tersebut erat kaitannya dengan kemampuan seseorang dalam menghadapi

tantangan, dalam dunia kerja, mengapa para karyawan yang ber-IPK tinggi kalah bersaing dibandingkan

para karyawan lain yang ber-IPK rendah tetapi lebih berani dalam bertindak?

1.3 Macam-Macam Tipe Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

Dalam buku Psikologi dan Pendidikan Anak Luar Biasa, terdapat beberapa definisi mengenai

anak luar biasa atau yang kemudian dikenal sebagai anak berkebutuhan khusus (ABK). Suran dan Rizzo

(1979) mengartikan anak berkebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan berbeda dalam

beberapa dimensi yang penting dari fungsi kemanusiaannya. Mereka secara fisik, psikologis, kognitif,

atau sosial terhambat dalam mencapai tujuan-tujuan (kebutuhan) dan potensinya secara maksimal.

Untuk lebih mendalami klasifikasi anak berkebutuhan khusus berikut ini anda akan membahas

bagaimana anak yang memiliki hambatan/gangguan fisiknya, emosinya , sosial dan intelektualnya.

A. Anak Dengan Ganguan Fisik

Anak dengan gangguan pada fungsi fisik dapat dikelompokkan menjadi tiga berdasar pada bagian

mana gangguan dialami, yaitu anak tunanetra, tunarungu, tunadaksa. Penjelasan dari masing-masing

gangguan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Tunanetra

Tunanetra adalah jenis gangguan yang dialami anak pada fungsi penglihatan, untuk lebih

mengenali bagaimana ABK pada klasifikasi ini Anda dapat mencermati uraian berikut ini. Berdasarkan

waktu terjadinya ketunanetraan dapat dikenali anak yang

tunanetra akibat gangguan perkembangan pada masa kehamilan, anak yang pada klasifikasi ini pada

umumnya juga mengalami gangguana dalam gerakan dan mimik wajah,

tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil dan usia sekolah; mereka telah memiliki kesan-kesan serta

pengalaman visual tetapi belum kuat dan mudah terlupakan, gangguan ini biasanya disebabkan karena

kecelakaan atau penyakit, dan

tunanetra dalam usia lanjut; karena kerusakan organ, sebagian besar dari kelompok ini sudah sulit

mengikuti latihan-latihan penyesuaian diri.

Selanjutnya bila dilihat dari kemampuan daya penglihatan, dapat dibedakan menjadi:

tunanetra ringan (defective vision/low vision); meskipun memiliki hambatan dalam penglihatan akan

tetapi mereka masih dapat mengikuti program-program pendidikan,

tunanetra setengah berat (partially sighted); mereka yang kehilangan sebagian daya penglihatan,

sehingga dengan menggunakan kaca pembesar mampu mengikuti pendidikan biasa atau mampu

membaca tulisan yang bercetak tebal,

tunanetra berat (totally blind); yakni mereka yang sama sekali tidak dapat melihat.

Sedang berdasarkan jenis kelainan pada mata dapat dikenali beberapa kelainan yaitu:

Myopia adalah penglihatan jarak dekat, yaitu bayangan tidak terfokus dan jatuh di belakang retina.

Penglihatan akan menjadi jelas kalau objek didekatkan,

Hyperopia adalah penglihatan jarak jauh, bayangan tidak terfokus dan jatuh di depan retina. Penglihatan

akan menjadi jelas jika objek dijauhkan,

Astigmatisme; adalah penyimpangan yang disebabkan karena ketidakberesan pada kornea mata atau

pada permukaan lain pada bola mata sehingga bayangan benda baik pada jarak dekat maupun jauh

tidak terfokus, sehingga untuk membantu digunakan kacamata koreksi dengan lensa silindris.

b. Tunarungu

Gangguan pada organ pendengaran ini bila dilihat dari tingkat kerusakan kemampuan

mendengar digolongkan dalam lima kelompok, yaitu sangat ringan, ringan, sedang, berat, dan ekstrim

tuli. Sedang berdasar tempat terjadinya kerusakan, tunarungu dapat dibedakan atas kerusakan pada

bagian telinga luar dan tengah, sehingga menghambat bunyi-bunyian yang akan masuk ke dalam telinga

disebut tuli konduktif dan kerusakan telinga bagian dalam dan hubungan ke saraf otak yang

menyebabkan tuli sensoris. Anak yang mengalami gangguan pada pendengaran sejak kecil, pasti akan

mengalami gangguan pada kemampuan berbicara dan komunikasi verbal.

c. Tuna Daksa

Tunadaksa adalah anak yang mengalami kelainan anggota tubuh dan atau gerakan. Klasifikasi

anak tunadaksa dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu:

kelainan pada sistem serebral (cerebral system),

Kelainan pada sistem serebral dapat dikelompokkan menjadi tiga. Bila dilihat dari derajat

kecacatan terbagi menjadi:

golongan ringan dimana mereka yang dapat berjalan tanpa menggunakan alat, berbicara tegas, dapat

menolong dirinya sendiri dalam kehidupan sehari-hari

golongan sedang : ialah mereka yang membutuhkan latihan khusus untuk bicara, berjalan, dan mengurus

dirinya sendiri,

golongan berat : anak cerebral palsy golongan ini yang tetap membutuhkan perawatan dalam ambulasi,

bicara, dan menolong dirinya sendiri, mereka tidak dapat hidup mandiri ditengah-tengah masyarakat.

Menurut topografi dapat digolongkan menjadi enam golongan yaitu :

Monoplegia, hanya satu anggota gerak yang lumpuh misal kaki kiri saja,

Hemiplegia, lumpuh anggota gerak atas dan bawah pada sisi yang sama, misalnya tangan kanan dan kaki

kanan, atau tangan kiri dan kaki kiri,

Paraplegia, lumpuh pada kedua tungkai kakinya,

Diplegia, lumpuh kedua tangan kanan dan kiri atau kedua kaki kanan dan kiri,

Triplegia, tiga anggota gerak mengalami kelumpuhan, misalnya tangan kanan dan kedua kakinya lumpuh,

atau tangan kiri dan kedua kakinya lumpuh,

Quadriplegia, anak yangi mengalami kelumpuhan seluruhnya anggota geraknya.

Penggolongan menurut Fisiologi, kelainan gerak dilihat dari segi letak kelainan di otak dan fungsi

geraknya (motorik), anak atas:

Spastik yang ditandai dengan gejala kekejangan atau kekakuan pada sebagian ataupun seluruh otot,

Athetoid tidak terdapat kekejangan atau kekakuan, namun semua gerakan terjadi diluar control karena

tidak adanya kontrol dan koordinasi gerak,

Ataxia adalah kehilangan keseimbangan, yaitu mengalami kekakuan pada waktu berdiri atau berjalan.

Gangguan utama pada tipe ini terletak pada sistem koordinasi dan pusat keseimbangan pada otak,

Tremor gejala yang tampak jelas pada tipe tremor adalah senantiasa dijumpai adanya gerakan-gerakan

kecil dan terus menerus berlangsung sehingga tampak seperti bentuk getaran-getaran,

Rigid adalah kekakuan otot, dengan gerakan tampak tidak ada keluwesan, gerakan mekanik lebih tampak.

kelainan pada sistem otot dan rangka (musculus skeletal system).

Penggolongan anak tunadaksa didasarkan pada letak penyebab kelainan anggota tubuh yang

mengalami kelainan yaitu: kaki, tangan dan sendi, dan tulang belakang. Jenis-jenis kelainan sistem otak

dan rangka antara lain meliputi:

Poliomylitis biasanya penderita polio adalah mengalami kelumpuhan otot sehingga otot akan mengecil

dan tenaganya melemah,

Muscle Dystrophy anak mengalami kelumpuhan pada fungsi otot yang sifatnya progressif, semakin hari

semakin parah.

B. Anak Dengan Gangguan Emosi Dan Perilaku

Kelainan pada emosi dan perilaku terbagi menjadi dua yaitu tunalaras dan gangguan sosial.

a. Tunalaras

Anak tunalaras yang mengalami hambatan atau gangguan emosi terwujud dalam tiga jenis

perbuatan, yaitu: senang-sedih, lambat cepat marah, dan releks-tertekan. Secara umum emosinya

menunjukkan sedih, cepat tersinggung atau marah, rasa tertekandan merasa cemas.

b. Gangguan Sosial

Adalah anak yang mengalami gangguan dalam pergaulan. Mereka tidak dapat menyesuaikan diri

dengan tuntutan hidup bergaul. Gejala-gejala perbuatan itu adalah seperti sikap bermusuhan, agresip,

bercakap kasar, menyakiti hati orang lain, keras kepala, menentang menghina orang lain, berkelahi,

merusak milik orang lain dan sebagainya. Perbuatan mereka terutama sangat mengganggu

ketenteraman dan kebahagiaan orang lain.

C. Anak Dengan Gangguan Intelektual.

Anak dengan gangguan intelektual diklasifikasikan menjadi empat kategori yaitu anak

tunagrahita, anak berbakat, anak lamban belajar dan anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik.

Penjelasan dari masing-masing klasifikasi tersebut dapat Anda cermati pada uraian berikut:

a. Tunagrahita

Anak tungrahita adalah anak yang mengalami gangguan kecerdasan, sehingga secara umum

kemampuan intelektualnya berada di bawah kemampuan anak pada umumnya. Klasifikasikan dari

kemampuan kecerdasan ini dapat dilihat berdasarkan skor IQ baik dari Stanford-Binet maupun dari

David Wechsler( dalam tabel Endang Rochyadi ). Sedang menurut direktorat Pembinaan Sekolah Luar

Biasa (2006), anak dengan kelainan kecerdasan adalah :

1. anak dengan kecerdasan (intelektual) di bawah rata-rata (tunagrahita)

Anak tunagrahita ringan ( IQ IQ 50- 70).

Anak tunagrahita sedang (IQ 25 – 49).

Anak tunagrahita berat (IQ 25 – ke bawah).

2. Anak dengan kemampuan intelegensi di atas rata-rata

Giffted dan Genius, yaitu anak yang berkecerdasan di atas rata-rata

Tallented, yaitu anak yang memiliki keberbakatan khusus.

b. Anak Berbakat

Anak berbakat adalah anak yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa dapat dilihat

secara konservatif yaitu anak yang memiliki skor IQ diatas anak normal, secara umum dapat

diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu:

skor IQ antara 130-144 gifted,

skor IQ 145-159 highly gifted,

skor IQ < 160 profoundly gifted.

Sedang menurut pendekatan yang lebih inklusif, yang dimaksud anak berbakat adalah mereka

yang tidak hanya memiliki kemampuan intelektual tinggi, tetapi juga memiliki kemampuan kreativitas,

sosial-emosional dan motivasi (gifted) dan memiliki keunggulan dalam satu atau lebih bidang keahlian

tertentu misalnya dalam musik, sastra, olahraga dan sebagainya (talented) sehingga mereka

memerlukan layanan khusus dalam pendidikan.

c. Anak Lamban Belajar.

Anak yang memiliki kemampuan dibawah rata-rata mereka ini bukan tergolong anak

terbelakang mental. Skor tes IQ mereka menunjukkan skor anatara 70 dan 90 (Cooter & Cooter Jr., 2004;

Wiley, 2007). Anak lamban belajar memiliki kemampuan belajar lebih lambat dibanding dengan anak

seusia. Tidak hanya kemampuan akademiknya yang terbatas tapi juga pada kemampuan-kemampuan

yang lain, seperti kemampuan menggunakan alat tulis, olahraga dan sebagainya. Dari sisi perilaku,

mereka cenderung pendiam dan pemalu, rentang perhatian yang pendek dan mereka kesulitan untuk

berteman, kurang percaya diri, kemampuan berfikir abstrak lebih rendah dibanding dengan anak pada

umumnya.

d. Anak yang mengalami kesulitan belajar.

Klasifikasi kesulitan belajar menurut Wahyu Sri Ambar Arum ( 2005 ), secara garis besar dapat

dikelompokkan ke dalam dua jenis, yaitu kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan

(developmental disabilities) atau kesulitan belajar praakademik (preacademic learning disabilities ).

Terdiri atas empat yaitu:

kesulitan dalam bahasa,

kesulitan dalam penyesuaian perilaku sosial dan emosional,

gangguan perseptual,

gangguan kognitif.

Yang kedua adalah kesulitan belajar akademik (academic learning disabilities). Kesulitan belajar

akademik menunjukkan adanya kegagalan pencapaian prestasi akademik dengan kapasitas yang

diharapkan. Kegagalan tersebut antara lain meliputi:

ketrampilan dalam membaca(dyslexia),

keterampilan dalam menulis, (dysgraphia)

keterampilan dalam mata pelajaran matematika / berhitung ( dyscalculia).

D. Autisme

Banyak pendapat tentang prediksi kemandirian anak Autisme dapat diklasifikasikan ,

berdasarkan tingkat kecerdasan ( Widyawati,2002 dalam Yosfan Azwandi, 2005 ). Berdasar klasifikasi

interaksi sosial dikenali adanya:

anak yang menyendiri ( allof ); banyak terlihat pada anak-anak yang menarik diri, acuh tak acuh dan

akan kesal bila diadakan pendekatan sosial serta menunukkan perilaku dan perhatian yang

terbatas/tidak hangat,

kelompok pasif, dapat menerima pendekatan sosial dan bermain dengan anak lain jika pola

permainannya disesuaikan dengan dirinya,

kelompok yang aktif tapi aneh, secara spontan akan mendekati anak lain, namun interaksi ini sering

tidak sesuai dan sepihak.

Sedang klasifikasi berdasarkan saat muncul kelainannya dikenal:

autisme infantil, istilah ini digunakan untuk menyebutkan anak-anak autistik yang kelainannya sudah

nampak sejak lahir,

autisme fiksasi; adalah anak-anak autistik yang pada waktu lahir kondisinya normal, tanda-tanda

autistiknya muncul kemudian setelah berumur dua atau tiga tahun.

Berdasarkan tingkat kecerdasan Rapin (dalam Maurice,1996) mengatakan,” A small percentage

score in the normal range on tests of cognitive abilities, but 75% - 80% function in the mild to severe

range of mental retardation”.

E. Anak ADHD/ GPPH

Anak ADHD dan GPPH adalah Attention Deficit Hyperactivity Disorder / gangguan pemusatan

perhatian dan hiperaktivitas, terbagi menjadi tiga yaitu ADHD/GPPH tipe kombinasi, ADHD/GPPH tipe

kurang mampu memperhatikan, dan ADHD/GPPH tipe predominan hiperaktif –impulsif.

a. ADHD/GPPH Tipe Kombinasi

ADHD/GPPH Tipe Kombinasi adalah kelompok anak ini kurang mampu memperhatikan aktivitas

permainan atau tugas, perhatiannya mudah pecah, dan cenderung kehilangan, bukan hanya miliknya

yang sangat disukainya, melainkan juga buku atau pekerjaan rumahnya yang penting. Mudah berubah

pendirian, impulsif ( seenaknya) “selalu aktif” dan tidak dapat asyik dalam kegiatan yang menghabiskan

waktu, seperti membaca buku atau main puzzle.

b. ADHD/GPPH Tipe Kurang Mampu Memperhatikan.

Anak tipe ini sering tidak diperhatikan oleh guru karena pendiam dan kecil hati, tetapi bukab berarti

mereka “tidak ada”,dikelas mereka tidak memperhatikan guru mengajar melainkan melihat langit-langit

kelas atau di lapangan bola, mereka mengamati kupu-kupu, mereka mendengarkan bila diajak bicara,

pada umumnya tidak bisa mengikuti instruksi atau suatu kegiatan proyek. “Mereka pelupa dan “kacau”

c. ADHD/GPPH Tipe Predominan Hiperaktif –Impulsif.

Tipe ini anak cenderung terlalu energik, anak lari kesana-sini/tidak bisa diam dan melompat

seenaknya”. Hal demikian membuat heran setiap orang , mereka sering bisa menaruh perhatian di kelas

dan kelihatan memang belajar, bahkan ketika seakan sedang tidak mendengarkan.

1.1 TIPE-TIPE KECERDASAN MANUSIA

Kecerdasan merupakan sesuatu yang sangat penting bagi manusia. Kecerdasan tidak hanya

selalu berpatok pada IQ, tetapi kecerdasan pun berpatok pada hal lain yang lebih komplek. Disini kamu

dapat mengetahui dan mengira-ngira masuk ke dalam manakah bakat kita. Berikut ini tipe kecerdasan :

1. .Kecerdasan Spasial

Mereka yang termasuk ke dalam tipe ini memiliki kepekaan tajam untuk visual, keseimbangan, warna,

garis, bentuk, dan ruang. Selain itu, mereka juga pandai membuat sketsa ide dengan jelas. Pekerjaan

yang cocok untuk tipe kecerdasan ini adalah arsitek, fotografer, desainer, pilot, atau insinyur.

2. Kecerdasan Linguistik

Orang yang memiliki kecerdasan ini merupakan seseorang yang pandai mengolah kata-kata saat

berbicara maupun menulis. Orang tipe ini biasanya gemar mengisi TTS, bermain scrable, membaca, dan

bisa mengartikan bahasa tulisan dengan jelas. Jika Anda memiliki kecerdasan ini, maka pekerjaan yang

cocok untuk Anda adalah jurnalis, penyair, atau pengacara.

3. Kecerdasan Matematis atau Logika

Tipe kecerdasan ini adalah orang yang memiliki kecerdasan dalam hal angka dan logika. Mereka mudah

membuat klasifikasi dan kategorisasi, berpikir dalam pola sebab akibat, menciptakan hipotesis, dan

pandangan hidupnya bersifat rasional. Pekerjaan yang cocok jika memiliki kecerdasan ini adalah

ilmuwan, akuntan, atau progammer.

4. Kecerdasan Kinetik-Jasmani

Orang tipe ini mampu mengekspresikan gagasan dan perasaan. Mereka menyukai olahraga dan berbagai

kegiatan yang mengandalkan fisik. Pekerjaan yang cocok untuk mereka adalah atlet, pengrajin, montir,

dan penjahit.

5. Kecerdasan Interpersonal

Orang tipe ini biasanya mengerti dan peka terhadap perasaan, intensi, motivasi, watak, dan

temperamen orang lain. Selain itu, mereka juga mampu menjalin kontak mata dengan baik, menghadapi

orang lain dengan penuh perhatian, dan mendorong orang lain menyampaikan kisahnya. Pekerjaan yang

cocok untuk orang tipe ini antara lain networker, negosiator, atau guru.

6. Kecerdasan Intrapersonal

Orang tipe ini memiliki kecerdasan pengetahuan akan diri sendiri dan mampu bertindak secara adaptif

berdasarkan pengenalan diri. Ciri-cirinya yaitu suka bekerja sendiri, cenderung cuek, sering

mengintropeksi diri, dan mengerti kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Pekerjaan yang cocok

untuk mereka yaitu konselor atau teolog.

7. Kecerdasan Naturalis

Orang yang memiliki kecerdasan ini mampu memahami dan menikmati alam dan menggunakannya

secara produktif serta mengembangkan pengetahuannya mengenai alam. Ciri-ciri orang yang memiliki

kecerdasan ini yaitu mencintai lingkungan, mampu mengenali sifat dan tingkah laku binatang, dan

senang melakukan kegiatan di luar atau alam. Kecerdasan ini biasanya dimiliki oleh petani, nelayan,

pendaki, dan pemburu.

8. Kecerdasan Musikal

Mereka yang termasuk ke dalam tipe ini mampu mengembangkan, mengekspresikan, dan menikmati

bentuk musik dan suara. Ciri-ciri orang yang memiliki kecerdasan musikal yaitu suka bersiul, mudah

menghafal nada lagu yang baru didengar, menguasai salah satu alat musik tertentu, peka terhadap suara

sumbang, dan gemar bekerja sambil bernyanyi. Pekerjaan yang cocok untuk mereka adalah penyanyi

atau pencipta lagu.

9. Kecerdasan Spiritual

Kamu amat sensitif dan memiliki minat pada hal-hal yang bersifat spiritual dan religius. Mungkin juga

kamu pernah mengalami pengembaraan spiritual dan pencerahan. Atau bentuk lain yaitu kamu bisa

merasakan kehadiran “makhluk lain”.

10. Kecerdasan Visual-Spasial

Kamu langsung tahu jika ada bangunan atau lukisan atau orang yang kurang simetris. Jika kamu atlet

kamu bisa menentukan dengan hampir sempurna berapa derajat yang dibutuhkan untuk mencetak

angka untuk masuk ke gawang atau ring basket. Kamu bisa secara imaginer memutarbalikkan bentuk-

bentuk rumit dan kamu bisa menggambar apapun yang kamu lihat. Kamu jago membongkar dan

merangkaikan kembali barang-barang dan kamu.maniak dengan game.

11. Kecerdasan Eksistensial.

Kecerdasan eksistensial merupakan salah satu tipe kecerdasan yang dianugrahkan oleh Tuhan untuk

manusia dalm hal menjawab persoalan-persoalan eksistensi atau keberadaan manusia. Profesi yang

sesuai untuk orang yang didominasi oleh kecerdasan eksistensial ialah Filsuf dan Teolog.

Dan sedangkan menurut Howard Gardner, kecerdasan pada manusia mempunyai 8 tipe

kecerdasan, yaitu:

1. Kecerdasan Linguistik / Word Smart

Kecerdasan Linguistik adalah kemampuan menggunakan kata-kata secara efektif, baik untuk

mempengaruhi maupun memanipulasi. Dalam kehidupan sehari-hari kecerdasan linguistik bermanfaat

untuk: berbicara, mendengarkan, membaca, dan menulis. Pekerjaan yang mengutamakan kecerdasan ini

antara lain: guru, orator, bintang film, presenter TV, pengacara, penulis, dsb.

2. Kecerdasan Logis-Matematis: Number Smart

Kecerdasan Logis-Matematis melibatkan ketrampilan mengolah angka dan atau kemahiran

menggunakan logika atau akal sehat. Dalam kehidupan sehari-hari kecerdasan ini bermanfaat untuk:

menganalisa laporan keuangan, memahami perhitungan utang nasional, atau mencerna laporan sebuah

penelitian. Pekerjaan yang membutuhkan kecerdasan ini antara lain: akuntan pajak, programmer, ahli

matematika, ilmuwan, dsb.

3. Kecerdasan Spasial: Picture Smart

Kecerdasan Spasial melibatkan kemampuan seseorang untuk memvisualisasikan gambar di dalam kepala

(dibayangkan) atau menciptakannya dalam bentuk dua atau tiga dimensi. Kita membutuhkan

kecerdasan ini dalam hidup sehari-hari juga, misalnya: saat menghias rumah atau merancang taman,

menggambar atau melukis, menikmati karya seni, dsb. Pekerjaan yang mengutamakan kecerdasan

spasial antara lain: arsitek, pematung / pemahat, penemu, designer, dsb.

4. Kecerdasan Kinestetik-Jasmani: Body Smart

Kecerdasan Kinestetik-Jasmani adalah kecerdasan seluruh tubuh dan juga kecerdasan tangan. Dalam

dunia sehari-hari kita sangat memerlukan kecerdasan yang satu ini, misalnya: membuka tutup botol,

memasang lampu di rumah, memperbaiki mobil, olah raga, dansa, dsb.Jenis pekerjaan yang menuntut

kecerdasan ini antara lain: atlet, penari, pemain pantomim, aktor, penjahit, ahli bedah, dsb.

5. Kecerdasan Musikal: Music Smart

Kecerdasan Musikal melibatkan kemampuan menyanyikan lagu, mengingat melodi musik, mempunyai

kepekaan akan irama, atau sekedar menikmati musik. Dalam keseharian, kita mendapat manfaat dari

kecerdasan ini dalam banyak hal, misalnya: saat kita menyanyi, memainkan alat musik, menikmati musik

di TV / radio, dsb. Pekerjaan yang membutuhkan kecerdasan ini antara lain: penyanyi, pianis / organis,

disc jokey (DJ), teknisi suara, tukang stem piano, dll.

6. Kecerdasan Antarpribadi: People Smart

Kecerdasan Antarpribadi melibatkan kemampuan untuk memahami dan bekerja dengan orang lain.

Dalam kehidupan sehari-hari, baik untuk pribadi, keluarga, dan pekerjaan, kecerdasan ini dinilai mutlak

diperlukan - dan seringkali disebut sebagai "yang lebih penting" dari kecerdasan lainnya untuk dapat

sukses dalam hidup. Kecerdasan antarpribadi ini melibatkan banyak hal, misalnya: kemampuan

berempati, kemampuan memanipulasi, kemampuan "membaca orang", kemampuan berteman, dsb.

Segala jenis pekerjaan yang berhubungan dengan orang lain pastilah membutuhkan kecerdasan ini,

terutama: public figure, pemimpin, guru, konselor, dll.

7. Kecerdasan Intrapribadi: Self Smart

Kecerdasan Intrapribadi adalah kecerdasan memahami diri sendiri, kecerdasan untuk mengetahui “siapa

diri saya sebenarnya” - untuk mengetahui “apa kekuatan dan kelemahan saya”. Ini juga merupakan

kecerdasan untuk bisa merenungkan tujuan hidup sendiri dan untuk mempercayai diri sendiri. Pekerjaan

yang menuntut kecerdasan Intrapribadi antara lain: wirausaha, konselor, terapis, dll.

8. Kecerdasan Naturalis: Nature Smart

Kecerdasan Naturalis melibatkan kemampuan mengenali bentuk-bentuk alam di sekitar kita. Dalam

hidup sehari-hari kita membutuhkan kecerdasan ini untuk: berkebun, berkemah, atau melakukan proyek

ekologi. Pekerjaan yang membutuhkan kecerdasan Naturalis antara lain: ahli biologi, dokter hewan, dll.

1.2 Klasifikasi Kecerdasan

.1. Intellegent Quotient (IQ)

Kecerdasan Pikiran ini merupakan kecerdasan yang bertumpu kemampuan otak kita untuk

berpikir dalam menyelesaikan masalah. Jika kita mengikuti Psikotes, ada banyak soal yang menuntut

kejelian pikiran kita untuk menjawabnya, misalnya soal mengenai delik ruang seperti bentuk ruang

kubus yang diputar-putar akan menjadi seperti apa. Soal ini bertujuan untuk melihat kemampuan

pikiran kita dalam menyelesaikan suatu masalah dari berbagai sisi.

Sudah bertahun-tahun dunia akademik, dunia militer (sistem rekrutmen dan promosi personel

militer) dan dunia kerja, menggunakan IQ sebagai standar mengukur kecerdasan seseorang. Tetapi

namanya juga temuan manusia, istilah tehnis yang berasal dari hasil kerja Alfred Binet ini (1857 – 1911)

lama kelamaan mendapat sorotan dari para ahli dan mereka mencatat sedikitnya ada dua kelemahan

(bukan kesalahan) yang menuntut untuk diperbaruhi, yaitu:

Pemahaman absolut terhadap skor IQ

Steve Hallam berpandangan, pendapat yang menyatakan kecerdasan manusia itu sudah seperti angka

mati dan tidak bisa diubah, adalah tidak tepat. Penemuan modern menunjuk pada fakta bahwa

kecerdasan manusia itu hanya 42% yang dibawa dari lahir, sementara sisanya, 58% merupakan hasil dari

proses belajar.

Cakupan kecerdasan manusia : kecerdasan nalar, matematika dan logika.

Steve Hallam sekali lagi mengatakan bahwa pandangan tersebut tidaklah tepat, sebab dewasa ini makin

banyak pembuktian yang mengarah pada fakta bahwa kecerdasan manusia itu bermacam-macam.

Buktinya, Michael Jordan dikatakan cerdas selama berhubungan dengan bola basket. Mozart dikatakan

cerdas selama berurusan dengan musik. Mike Tyson dikatakan cerdas selama berhubungan dengan ring

tinju.

2. Emotional Quotient (EQ)

Disebut juga kecerdasan Emosi. Kecerdasan Emosi ini didasarkan kepada kemampuan manusia

dalam mengelola emosi dan perasaan. Kecerdasan Emosi ini sangat berpengaruh dalam performace dan

kecakapan emosi kita dalam bekerja, dan juga kemampuan diri kita dalam menghadapi suatu masalah.

Seseorang yang memiliki Emosi yang buruk walaupun IQ nya besar, dia akan gagal dalam hidupnya

dikarenakan tidak mampu mengontrol diri saat menghadapi suatu masalah. Kecerdasan emosi sudah

menjadi suatu tolok ukur utama yang dicari oleh perusahaan pada pegawainya dan sering merupakan

karakteristik penentu kesuksesan dalam kerja dan pembedaan kinerja dan performace suatu karyawan.

Kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mendapatkan dan menerapkan pengetahuan dari emosi

diri dan emosi orang lain agar bisa lebih berhasil dan bisa mencapai kehidupan yang lebih memuaskan.

Dalam psikotes pun kecerdasan emosi ini sering menjadi tolak ukur utama dalam merekrut pegawai,

karena dengan kecerdasan emosi yang tinggi walaupun memiliki IQ yang rendah cenderung perusahaan

merekrut pegawai yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi, karena kecerdasan IQ mudah untuk

ditingkatkan dibandingkan kecerdasan emosi.

Daniel Golemen, dalam bukunya Emotional Intelligence (1994) menyatakan bahwa “kontribusi

IQ bagi keberhasilan seseorang hanya sekitar 20 % dan sisanya yang 80 % ditentukan oleh serumpun

faktor-faktor yang disebut Kecerdasan Emosional. Dari nama tehnis itu ada yang berpendapat bahwa

kalau IQ mengangkat fungsi pikiran, EQ mengangkat fungsi perasaan. Orang yang ber-EQ tinggi akan

berupaya menciptakan keseimbangan dalam dirinya; bisa mengusahakan kebahagian dari dalam dirinya

sendiri dan bisa mengubah sesuatu yang buruk menjadi sesuatu yang positif dan bermanfaatKarena

kecerdasan emosi ini lebih ditekankan kepada jati diri dan emosi kita. Walaupun emosi dapat dikontrol

dengan mengikuti pelatihan-pelatihan seperti ESQ dan lainnya, tetapi butuh kesadaran tinggi untuk

mengontrol emosi kita ini.

3. Spiritual Qoutient (SQ)

Kecerdasan Spiritual ini berkaitan dengan keyakinan kita kepada Tuhan.Kecerdasan ini muncul

apabila kita benar-benar yakin atas segala ciptaannya dan segala kuasanya kepada manusia (bukan

atheis).

Danah Zohar, penggagas istilah tehnis SQ (Kecerdasan Spiritual) dikatakan bahwa kalau IQ

bekerja untuk melihat ke luar (mata pikiran), dan EQ bekerja mengolah yang di dalam (telinga perasaan),

maka SQ (spiritual quotient) menunjuk pada kondisi ‘pusat-diri’ ( Danah Zohar & Ian Marshall: SQ the

ultimate intelligence: 2001). Kecerdasan ini adalah kecerdasan yang mengangkat fungsi jiwa sebagai

perangkat internal diri yang memiliki kemampuan dan kepekaan dalam melihat makna yang ada di balik

kenyataan apa adanya ini. Kecerdasan ini bukan kecerdasan agama dalam versi yang dibatasi oleh

kepentingan-pengertian manusia dan sudah menjadi ter-kavling-kavling sedemikian rupa. Kecerdasan

spiritual lebih berurusan dengan pencerahan jiwa. Orang yang ber – SQ tinggi mampu memaknai

penderitaan hidup dengan memberi makna positif pada setiap peristiwa, masalah, bahkan penderitaan

yang dialaminya. Dengan memberi makna yang positif itu, ia mampu membangkitkan jiwanya dan

melakukan perbuatan dan tindakan yang positif.

4. Moral Quotient (MQ)

Nilai, filosofi, dan kumpulan kecerdasan moral memiliki pengaruh yang sangat penting terhadap

bisnis. Hal tersebut merupakan dasar dari visi, tujuan, dan budaya organisasi. Tantangan dari kecerdasan

moral bukan hanya untuk mengetahui yang benar dan yang salah, namun juga untuk berbuat serta

melakukan tindakan yang benar. Pada segolongan populasi manusia terdapat sekelompok manusia

dengan jumlah prosentase yang kecil menderita, mengalami sakit jiwa ataupun terkucil. Kelompok ini

kemungkinan tidak “mengerti” yang benar dan yang salah. Mengapa kita tidak lebih sering melakukan

tindakan yang tepat? Kebanyakan orang melakukan tindakan yang tepat kadang-kadang saja. Bertindak

atas setiap keputusan yang kita buat setiap hari, mempertimbangkan apa yang “benar”, apa yang lebih

baik dan dapat membantu komunitas kita, organisasi, dan orang lain. Namun kita tidak selalu setuju

dengan apa yang benar.

Dalam hal ini nilai dan filosofi turut berperan. Penilaian kita menjadi dasar dalam percaya dan

menentukan tindakan. Filosofi merupakan jalan bagi kita untuk menentukan nilai. Filosofi yang cerdas

merupakan keinginan untuk memahami manusia, benda, dan dunia melalui rangkaian kata yang

menggambarkan bagaimana mereka bekerja dengan demikian menyediakan suatu keamanan emosional

dalam meramalkan masa depan. Manusia dengan filosofi mempercayakan pada logika dalam membuat

keputusan, dan menaksirkan harga dari sesuatu melawan “kode” yang mendasar atau mengatur garis

pedoman yang menyebabkan ketegangan. Manusia dengan pandangan ini mempercayakan pada

kesadaran persaingan, terkadang pada wewenang sosial yang terpisah. Anda mungkin pernah

mendengar perkataan seseorang dengan filosofi yang cerdas, contohnya: “jika anda memiliki solusi yang

luwes, orang lain akan mempercayainya. Tidak perlu mencoba untuk meyakinkan mereka mengenai

kebaikannya.” Mereka dapat menggunakan sebuah gaya kemimpinan, jika visi yang digambarkan

menjadi penyebab yang baik di masa depan.

Dalam hipotesa penelitian ini ditemukan bahwa terdapat hal lebih mendasar dari kemampuan

kecerdasan emosional. Hal tersebut tampak semacam kompas moral. Hal tersebut merupakan jantung

dari kesuksesan bisnis yang berjalan lama. “Sesuatu yang lebih” ini dinamakan kecerdasan moral (moral

intelligence). Kecerdasan moral merupakan kapasitas mental untuk menentukan bagaimana prinsip

umum manusia yang harus digunakan pada nilai, tujuan, dan tindakan. Istilah yang mudah, kecerdasan

moral merupakan kemampuan untuk membedakan yang benar dari yang salah seperti yang

didefinisikan oleh prinsip umum. Prinsip umum merupakan kepercayaan mengenai tingkah laku manusia

secara umum pada seluruh budaya di dunia.

Kecerdasan moral bukan hanya penting untuk mengefektifkan kepemimpinan, namun juga

merupakan “pusat kecerdasan” bagi seluruh manusia. Mengapa? Karena kecerdasan moral secara

langsung mendasari kecerdasan manusia untuk berbuat sesuatu yang berguna. Kecerdasan moral

memberikan hidup manusia memiliki tujuan. Tanpa kecerdasan moral, kita tidak dapat berbuat sesuatu

dan peristiwa-peristiwa yang menjadi pengalaman jadi tidak berarti. Tanpa kecerdasan moral kita tidak

akan tahu mengapa pekerjaan yang kita lakukan? Dan apa yang harus dikerjakan?

1. Adversity Quotient

Ketika akhirnya Thomas Alva Edison (1847 - 1931) berhasil menemukan baterai yang ringan dan

tahan lama, dia telah melewati 50.000 percobaan dan bekerja selama 20 tahun. Tak heran kalau ada

yang bertanya, “Mr. Edison, Anda telah gagal 50.000 kali, lalu apa yang membuat Anda yakin bahwa

akhirnya Anda akan berhasil?” Secara spontan Edison langsung menjawab, “Berhasil? Bukan hanya

berhasil, saya telah mendapatkan banyak hasil.

Apakah adversity quotient (AQ) itu? Menurut Stoltz, AQ adalah kecerdasan untuk mengatasi

kesulitan. “AQ merupakan faktor yang dapat menentukan bagaimana, jadi atau tidaknya, serta sejauh

mana sikap, kemampuan dan kinerja Anda terwujud di dunia,” tulis Stoltz. Pendek kata, orang yang

memiliki AQ tinggi akan lebih mampu mewujudkan cita-citanya dibandingkan orang yang AQ-nya lebih

rendah.

Untuk memberikan gambaran, Stoltz meminjam terminologi para pendaki gunung. Dalam hal

ini, Stoltz membagi para pendaki gunung menjadi tiga bagian:

Quitter (yang menyerah). Para quitter adalah para pekerja yang sekadar untuk bertahan hidup). Mereka

ini gampang putus asa dan menyerah di tengah jalan

Camper (berkemah di tengah perjalanan) Para camper lebih baik, karena biasanya mereka berani

melakukan pekerjaan yang berisiko, tetapi tetap mengambil risiko yang terukur dan aman. “Ngapain

capek-capek” atau “segini juga udah cukup” adalah moto para campers. Orang-orang ini sekurang-

kurangnya sudah merasakan tantangan, dan selangkah lebih maju dari para quitters. Sayangnya banyak

potensi diri yang tidak teraktualisasikan, dan yang jelas pendakian itu sebenarnya belum selesai.

climber (pendaki yang mencapai puncak). Para climber, yakni mereka, yang dengan segala

keberaniannya menghadapi risiko, akan menuntaskan pekerjaannya. Mereka mampu menikmati proses

menuju keberhasilan, walau mereka tahu bahwa akan banyak rintangan dan kesulitan yang

menghadang. Namun, di balik kesulitan itu ia akan mendapatkan banyak kemudahan.”Karena

sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”. Dalam konteks ini, para climber dianggap

memiliki AQ tinggi. Dengan kata lain, AQ membedakan antara para climber, camper, dan quitter.

Jawaban luar biasa dari pencipta lampu pijar itu menjadi salah satu contoh ekstrem seorang

climber (pendaki)–yang dianggap memiliki kecerdasan mengatasi kesulitan (adversity quotient, AQ)

tinggi. Terminologi AQ memang tidak sepopuler kecerdasan emosi (emotional quotient) milik Daniel

Goleman, kecerdasan finansial (financial quotient) milik Robert T. Kiyosaki, atau kecerdasan eksekusi

(execution quotient) karya Stephen R. Covey. AQ ternyata bukan sekadar anugerah yang bersifat given.

AQ ternyata bisa dipelajari. Dengan latihan-latihan tertentu, setiap orang bisa diberi pelatihan untuk

meningkatkan level AQ-nya. Manusia sejati adalah manusia yang jika menempuh perjalanan yang sulit,

mereka selalu optimis; sedangkan jika mereka melewati perjalanan yang mudah mereka malah khawatir.

Dalam kehidupan nyata, hanya para climbers-lah yang akan mendapatkan kesuksesan dan

kebahagiaan sejati. Sebuah penelitian yang dilakukan Charles Handy-seorang pengamat ekonomi

kenamaan asal Inggris terhadap ratusan orang sukses di Inggris memperlihatkan bahwa mereka memiliki

tiga karakter yang sama. Yaitu, pertama, mereka berdedikasi tinggi terhadap apa yang tengah

dijalankannya. Dedikasi itu bisa berupa komitmen, kecintaan atau ambisi untuk melaksanakan pekerjaan

dengan baik. Kedua, mereka memiliki determinasi. Kemauan untuk mencapai tujuan, bekerja keras,

berkeyakinan, pantang menyerah dan kemauan untuk mencapai tujuan yang diinginkannya. Dan ketiga,

selalu berbeda dengan orang lain. Orang sukses memakai jalan, cara atau sistem bekerja yang berbeda

dengan orang lain pada umumnya. Dua dari tiga karakter orang sukses yang diungkapkan Handy dalam

The New Alchemist tersebut erat kaitannya dengan kemampuan seseorang dalam menghadapi

tantangan, dalam dunia kerja, mengapa para karyawan yang ber-IPK tinggi kalah bersaing dibandingkan

para karyawan lain yang ber-IPK rendah tetapi lebih berani dalam bertindak?

1.3 Macam-Macam Tipe Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

Dalam buku Psikologi dan Pendidikan Anak Luar Biasa, terdapat beberapa definisi mengenai

anak luar biasa atau yang kemudian dikenal sebagai anak berkebutuhan khusus (ABK). Suran dan Rizzo

(1979) mengartikan anak berkebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan berbeda dalam

beberapa dimensi yang penting dari fungsi kemanusiaannya. Mereka secara fisik, psikologis, kognitif,

atau sosial terhambat dalam mencapai tujuan-tujuan (kebutuhan) dan potensinya secara maksimal.

Untuk lebih mendalami klasifikasi anak berkebutuhan khusus berikut ini anda akan membahas

bagaimana anak yang memiliki hambatan/gangguan fisiknya, emosinya , sosial dan intelektualnya.

A. Anak Dengan Ganguan Fisik

Anak dengan gangguan pada fungsi fisik dapat dikelompokkan menjadi tiga berdasar pada bagian

mana gangguan dialami, yaitu anak tunanetra, tunarungu, tunadaksa. Penjelasan dari masing-masing

gangguan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Tunanetra

Tunanetra adalah jenis gangguan yang dialami anak pada fungsi penglihatan, untuk lebih

mengenali bagaimana ABK pada klasifikasi ini Anda dapat mencermati uraian berikut ini. Berdasarkan

waktu terjadinya ketunanetraan dapat dikenali anak yang

tunanetra akibat gangguan perkembangan pada masa kehamilan, anak yang pada klasifikasi ini pada

umumnya juga mengalami gangguana dalam gerakan dan mimik wajah,

tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil dan usia sekolah; mereka telah memiliki kesan-kesan serta

pengalaman visual tetapi belum kuat dan mudah terlupakan, gangguan ini biasanya disebabkan karena

kecelakaan atau penyakit, dan

tunanetra dalam usia lanjut; karena kerusakan organ, sebagian besar dari kelompok ini sudah sulit

mengikuti latihan-latihan penyesuaian diri.

Selanjutnya bila dilihat dari kemampuan daya penglihatan, dapat dibedakan menjadi:

tunanetra ringan (defective vision/low vision); meskipun memiliki hambatan dalam penglihatan akan

tetapi mereka masih dapat mengikuti program-program pendidikan,

tunanetra setengah berat (partially sighted); mereka yang kehilangan sebagian daya penglihatan,

sehingga dengan menggunakan kaca pembesar mampu mengikuti pendidikan biasa atau mampu

membaca tulisan yang bercetak tebal,

tunanetra berat (totally blind); yakni mereka yang sama sekali tidak dapat melihat.

Sedang berdasarkan jenis kelainan pada mata dapat dikenali beberapa kelainan yaitu:

Myopia adalah penglihatan jarak dekat, yaitu bayangan tidak terfokus dan jatuh di belakang retina.

Penglihatan akan menjadi jelas kalau objek didekatkan,

Hyperopia adalah penglihatan jarak jauh, bayangan tidak terfokus dan jatuh di depan retina. Penglihatan

akan menjadi jelas jika objek dijauhkan,

Astigmatisme; adalah penyimpangan yang disebabkan karena ketidakberesan pada kornea mata atau

pada permukaan lain pada bola mata sehingga bayangan benda baik pada jarak dekat maupun jauh

tidak terfokus, sehingga untuk membantu digunakan kacamata koreksi dengan lensa silindris.

b. Tunarungu

Gangguan pada organ pendengaran ini bila dilihat dari tingkat kerusakan kemampuan

mendengar digolongkan dalam lima kelompok, yaitu sangat ringan, ringan, sedang, berat, dan ekstrim

tuli. Sedang berdasar tempat terjadinya kerusakan, tunarungu dapat dibedakan atas kerusakan pada

bagian telinga luar dan tengah, sehingga menghambat bunyi-bunyian yang akan masuk ke dalam telinga

disebut tuli konduktif dan kerusakan telinga bagian dalam dan hubungan ke saraf otak yang

menyebabkan tuli sensoris. Anak yang mengalami gangguan pada pendengaran sejak kecil, pasti akan

mengalami gangguan pada kemampuan berbicara dan komunikasi verbal.

c. Tuna Daksa

Tunadaksa adalah anak yang mengalami kelainan anggota tubuh dan atau gerakan. Klasifikasi

anak tunadaksa dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu:

kelainan pada sistem serebral (cerebral system),

Kelainan pada sistem serebral dapat dikelompokkan menjadi tiga. Bila dilihat dari derajat

kecacatan terbagi menjadi:

golongan ringan dimana mereka yang dapat berjalan tanpa menggunakan alat, berbicara tegas, dapat

menolong dirinya sendiri dalam kehidupan sehari-hari

golongan sedang : ialah mereka yang membutuhkan latihan khusus untuk bicara, berjalan, dan mengurus

dirinya sendiri,

golongan berat : anak cerebral palsy golongan ini yang tetap membutuhkan perawatan dalam ambulasi,

bicara, dan menolong dirinya sendiri, mereka tidak dapat hidup mandiri ditengah-tengah masyarakat.

Menurut topografi dapat digolongkan menjadi enam golongan yaitu :

Monoplegia, hanya satu anggota gerak yang lumpuh misal kaki kiri saja,

Hemiplegia, lumpuh anggota gerak atas dan bawah pada sisi yang sama, misalnya tangan kanan dan kaki

kanan, atau tangan kiri dan kaki kiri,

Paraplegia, lumpuh pada kedua tungkai kakinya,

Diplegia, lumpuh kedua tangan kanan dan kiri atau kedua kaki kanan dan kiri,

Triplegia, tiga anggota gerak mengalami kelumpuhan, misalnya tangan kanan dan kedua kakinya lumpuh,

atau tangan kiri dan kedua kakinya lumpuh,

Quadriplegia, anak yangi mengalami kelumpuhan seluruhnya anggota geraknya.

Penggolongan menurut Fisiologi, kelainan gerak dilihat dari segi letak kelainan di otak dan fungsi

geraknya (motorik), anak atas:

Spastik yang ditandai dengan gejala kekejangan atau kekakuan pada sebagian ataupun seluruh otot,

Athetoid tidak terdapat kekejangan atau kekakuan, namun semua gerakan terjadi diluar control karena

tidak adanya kontrol dan koordinasi gerak,

Ataxia adalah kehilangan keseimbangan, yaitu mengalami kekakuan pada waktu berdiri atau berjalan.

Gangguan utama pada tipe ini terletak pada sistem koordinasi dan pusat keseimbangan pada otak,

Tremor gejala yang tampak jelas pada tipe tremor adalah senantiasa dijumpai adanya gerakan-gerakan

kecil dan terus menerus berlangsung sehingga tampak seperti bentuk getaran-getaran,

Rigid adalah kekakuan otot, dengan gerakan tampak tidak ada keluwesan, gerakan mekanik lebih tampak.

kelainan pada sistem otot dan rangka (musculus skeletal system).

Penggolongan anak tunadaksa didasarkan pada letak penyebab kelainan anggota tubuh yang

mengalami kelainan yaitu: kaki, tangan dan sendi, dan tulang belakang. Jenis-jenis kelainan sistem otak

dan rangka antara lain meliputi:

Poliomylitis biasanya penderita polio adalah mengalami kelumpuhan otot sehingga otot akan mengecil

dan tenaganya melemah,

Muscle Dystrophy anak mengalami kelumpuhan pada fungsi otot yang sifatnya progressif, semakin hari

semakin parah.

B. Anak Dengan Gangguan Emosi Dan Perilaku

Kelainan pada emosi dan perilaku terbagi menjadi dua yaitu tunalaras dan gangguan sosial.

a. Tunalaras

Anak tunalaras yang mengalami hambatan atau gangguan emosi terwujud dalam tiga jenis

perbuatan, yaitu: senang-sedih, lambat cepat marah, dan releks-tertekan. Secara umum emosinya

menunjukkan sedih, cepat tersinggung atau marah, rasa tertekandan merasa cemas.

b. Gangguan Sosial

Adalah anak yang mengalami gangguan dalam pergaulan. Mereka tidak dapat menyesuaikan diri

dengan tuntutan hidup bergaul. Gejala-gejala perbuatan itu adalah seperti sikap bermusuhan, agresip,

bercakap kasar, menyakiti hati orang lain, keras kepala, menentang menghina orang lain, berkelahi,

merusak milik orang lain dan sebagainya. Perbuatan mereka terutama sangat mengganggu

ketenteraman dan kebahagiaan orang lain.

C. Anak Dengan Gangguan Intelektual.

Anak dengan gangguan intelektual diklasifikasikan menjadi empat kategori yaitu anak

tunagrahita, anak berbakat, anak lamban belajar dan anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik.

Penjelasan dari masing-masing klasifikasi tersebut dapat Anda cermati pada uraian berikut:

a. Tunagrahita

Anak tungrahita adalah anak yang mengalami gangguan kecerdasan, sehingga secara umum

kemampuan intelektualnya berada di bawah kemampuan anak pada umumnya. Klasifikasikan dari

kemampuan kecerdasan ini dapat dilihat berdasarkan skor IQ baik dari Stanford-Binet maupun dari

David Wechsler( dalam tabel Endang Rochyadi ). Sedang menurut direktorat Pembinaan Sekolah Luar

Biasa (2006), anak dengan kelainan kecerdasan adalah :

1. anak dengan kecerdasan (intelektual) di bawah rata-rata (tunagrahita)

Anak tunagrahita ringan ( IQ IQ 50- 70).

Anak tunagrahita sedang (IQ 25 – 49).

Anak tunagrahita berat (IQ 25 – ke bawah).

2. Anak dengan kemampuan intelegensi di atas rata-rata

Giffted dan Genius, yaitu anak yang berkecerdasan di atas rata-rata

Tallented, yaitu anak yang memiliki keberbakatan khusus.

b. Anak Berbakat

Anak berbakat adalah anak yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa dapat dilihat

secara konservatif yaitu anak yang memiliki skor IQ diatas anak normal, secara umum dapat

diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu:

skor IQ antara 130-144 gifted,

skor IQ 145-159 highly gifted,

skor IQ < 160 profoundly gifted.

Sedang menurut pendekatan yang lebih inklusif, yang dimaksud anak berbakat adalah mereka

yang tidak hanya memiliki kemampuan intelektual tinggi, tetapi juga memiliki kemampuan kreativitas,

sosial-emosional dan motivasi (gifted) dan memiliki keunggulan dalam satu atau lebih bidang keahlian

tertentu misalnya dalam musik, sastra, olahraga dan sebagainya (talented) sehingga mereka

memerlukan layanan khusus dalam pendidikan.

c. Anak Lamban Belajar.

Anak yang memiliki kemampuan dibawah rata-rata mereka ini bukan tergolong anak

terbelakang mental. Skor tes IQ mereka menunjukkan skor anatara 70 dan 90 (Cooter & Cooter Jr., 2004;

Wiley, 2007). Anak lamban belajar memiliki kemampuan belajar lebih lambat dibanding dengan anak

seusia. Tidak hanya kemampuan akademiknya yang terbatas tapi juga pada kemampuan-kemampuan

yang lain, seperti kemampuan menggunakan alat tulis, olahraga dan sebagainya. Dari sisi perilaku,

mereka cenderung pendiam dan pemalu, rentang perhatian yang pendek dan mereka kesulitan untuk

berteman, kurang percaya diri, kemampuan berfikir abstrak lebih rendah dibanding dengan anak pada

umumnya.

d. Anak yang mengalami kesulitan belajar.

Klasifikasi kesulitan belajar menurut Wahyu Sri Ambar Arum ( 2005 ), secara garis besar dapat

dikelompokkan ke dalam dua jenis, yaitu kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan

(developmental disabilities) atau kesulitan belajar praakademik (preacademic learning disabilities ).

Terdiri atas empat yaitu:

kesulitan dalam bahasa,

kesulitan dalam penyesuaian perilaku sosial dan emosional,

gangguan perseptual,

gangguan kognitif.

Yang kedua adalah kesulitan belajar akademik (academic learning disabilities). Kesulitan belajar

akademik menunjukkan adanya kegagalan pencapaian prestasi akademik dengan kapasitas yang

diharapkan. Kegagalan tersebut antara lain meliputi:

ketrampilan dalam membaca(dyslexia),

keterampilan dalam menulis, (dysgraphia)

keterampilan dalam mata pelajaran matematika / berhitung ( dyscalculia).

D. Autisme

Banyak pendapat tentang prediksi kemandirian anak Autisme dapat diklasifikasikan ,

berdasarkan tingkat kecerdasan ( Widyawati,2002 dalam Yosfan Azwandi, 2005 ). Berdasar klasifikasi

interaksi sosial dikenali adanya:

anak yang menyendiri ( allof ); banyak terlihat pada anak-anak yang menarik diri, acuh tak acuh dan

akan kesal bila diadakan pendekatan sosial serta menunukkan perilaku dan perhatian yang

terbatas/tidak hangat,

kelompok pasif, dapat menerima pendekatan sosial dan bermain dengan anak lain jika pola

permainannya disesuaikan dengan dirinya,

kelompok yang aktif tapi aneh, secara spontan akan mendekati anak lain, namun interaksi ini sering

tidak sesuai dan sepihak.

Sedang klasifikasi berdasarkan saat muncul kelainannya dikenal:

autisme infantil, istilah ini digunakan untuk menyebutkan anak-anak autistik yang kelainannya sudah

nampak sejak lahir,

autisme fiksasi; adalah anak-anak autistik yang pada waktu lahir kondisinya normal, tanda-tanda

autistiknya muncul kemudian setelah berumur dua atau tiga tahun.

Berdasarkan tingkat kecerdasan Rapin (dalam Maurice,1996) mengatakan,” A small percentage

score in the normal range on tests of cognitive abilities, but 75% - 80% function in the mild to severe

range of mental retardation”.

E. Anak ADHD/ GPPH

Anak ADHD dan GPPH adalah Attention Deficit Hyperactivity Disorder / gangguan pemusatan

perhatian dan hiperaktivitas, terbagi menjadi tiga yaitu ADHD/GPPH tipe kombinasi, ADHD/GPPH tipe

kurang mampu memperhatikan, dan ADHD/GPPH tipe predominan hiperaktif –impulsif.

a. ADHD/GPPH Tipe Kombinasi

ADHD/GPPH Tipe Kombinasi adalah kelompok anak ini kurang mampu memperhatikan aktivitas

permainan atau tugas, perhatiannya mudah pecah, dan cenderung kehilangan, bukan hanya miliknya

yang sangat disukainya, melainkan juga buku atau pekerjaan rumahnya yang penting. Mudah berubah

pendirian, impulsif ( seenaknya) “selalu aktif” dan tidak dapat asyik dalam kegiatan yang menghabiskan

waktu, seperti membaca buku atau main puzzle.

b. ADHD/GPPH Tipe Kurang Mampu Memperhatikan.

Anak tipe ini sering tidak diperhatikan oleh guru karena pendiam dan kecil hati, tetapi bukab berarti

mereka “tidak ada”,dikelas mereka tidak memperhatikan guru mengajar melainkan melihat langit-langit

kelas atau di lapangan bola, mereka mengamati kupu-kupu, mereka mendengarkan bila diajak bicara,

pada umumnya tidak bisa mengikuti instruksi atau suatu kegiatan proyek. “Mereka pelupa dan “kacau”

c. ADHD/GPPH Tipe Predominan Hiperaktif –Impulsif.

Tipe ini anak cenderung terlalu energik, anak lari kesana-sini/tidak bisa diam dan melompat

seenaknya”. Hal demikian membuat heran setiap orang , mereka sering bisa menaruh perhatian di kelas

dan kelihatan memang belajar, bahkan ketika seakan sedang tidak mendengarkan.

1.1 TIPE-TIPE KECERDASAN MANUSIA

Kecerdasan merupakan sesuatu yang sangat penting bagi manusia. Kecerdasan tidak hanya

selalu berpatok pada IQ, tetapi kecerdasan pun berpatok pada hal lain yang lebih komplek. Disini kamu

dapat mengetahui dan mengira-ngira masuk ke dalam manakah bakat kita. Berikut ini tipe kecerdasan :

1. .Kecerdasan Spasial

Mereka yang termasuk ke dalam tipe ini memiliki kepekaan tajam untuk visual, keseimbangan, warna,

garis, bentuk, dan ruang. Selain itu, mereka juga pandai membuat sketsa ide dengan jelas. Pekerjaan

yang cocok untuk tipe kecerdasan ini adalah arsitek, fotografer, desainer, pilot, atau insinyur.

2. Kecerdasan Linguistik

Orang yang memiliki kecerdasan ini merupakan seseorang yang pandai mengolah kata-kata saat

berbicara maupun menulis. Orang tipe ini biasanya gemar mengisi TTS, bermain scrable, membaca, dan

bisa mengartikan bahasa tulisan dengan jelas. Jika Anda memiliki kecerdasan ini, maka pekerjaan yang

cocok untuk Anda adalah jurnalis, penyair, atau pengacara.

3. Kecerdasan Matematis atau Logika

Tipe kecerdasan ini adalah orang yang memiliki kecerdasan dalam hal angka dan logika. Mereka mudah

membuat klasifikasi dan kategorisasi, berpikir dalam pola sebab akibat, menciptakan hipotesis, dan

pandangan hidupnya bersifat rasional. Pekerjaan yang cocok jika memiliki kecerdasan ini adalah

ilmuwan, akuntan, atau progammer.

4. Kecerdasan Kinetik-Jasmani

Orang tipe ini mampu mengekspresikan gagasan dan perasaan. Mereka menyukai olahraga dan berbagai

kegiatan yang mengandalkan fisik. Pekerjaan yang cocok untuk mereka adalah atlet, pengrajin, montir,

dan penjahit.

5. Kecerdasan Interpersonal

Orang tipe ini biasanya mengerti dan peka terhadap perasaan, intensi, motivasi, watak, dan

temperamen orang lain. Selain itu, mereka juga mampu menjalin kontak mata dengan baik, menghadapi

orang lain dengan penuh perhatian, dan mendorong orang lain menyampaikan kisahnya. Pekerjaan yang

cocok untuk orang tipe ini antara lain networker, negosiator, atau guru.

6. Kecerdasan Intrapersonal

Orang tipe ini memiliki kecerdasan pengetahuan akan diri sendiri dan mampu bertindak secara adaptif

berdasarkan pengenalan diri. Ciri-cirinya yaitu suka bekerja sendiri, cenderung cuek, sering

mengintropeksi diri, dan mengerti kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Pekerjaan yang cocok

untuk mereka yaitu konselor atau teolog.

7. Kecerdasan Naturalis

Orang yang memiliki kecerdasan ini mampu memahami dan menikmati alam dan menggunakannya

secara produktif serta mengembangkan pengetahuannya mengenai alam. Ciri-ciri orang yang memiliki

kecerdasan ini yaitu mencintai lingkungan, mampu mengenali sifat dan tingkah laku binatang, dan

senang melakukan kegiatan di luar atau alam. Kecerdasan ini biasanya dimiliki oleh petani, nelayan,

pendaki, dan pemburu.

8. Kecerdasan Musikal

Mereka yang termasuk ke dalam tipe ini mampu mengembangkan, mengekspresikan, dan menikmati

bentuk musik dan suara. Ciri-ciri orang yang memiliki kecerdasan musikal yaitu suka bersiul, mudah

menghafal nada lagu yang baru didengar, menguasai salah satu alat musik tertentu, peka terhadap suara

sumbang, dan gemar bekerja sambil bernyanyi. Pekerjaan yang cocok untuk mereka adalah penyanyi

atau pencipta lagu.

9. Kecerdasan Spiritual

Kamu amat sensitif dan memiliki minat pada hal-hal yang bersifat spiritual dan religius. Mungkin juga

kamu pernah mengalami pengembaraan spiritual dan pencerahan. Atau bentuk lain yaitu kamu bisa

merasakan kehadiran “makhluk lain”.

10. Kecerdasan Visual-Spasial

Kamu langsung tahu jika ada bangunan atau lukisan atau orang yang kurang simetris. Jika kamu atlet

kamu bisa menentukan dengan hampir sempurna berapa derajat yang dibutuhkan untuk mencetak

angka untuk masuk ke gawang atau ring basket. Kamu bisa secara imaginer memutarbalikkan bentuk-

bentuk rumit dan kamu bisa menggambar apapun yang kamu lihat. Kamu jago membongkar dan

merangkaikan kembali barang-barang dan kamu.maniak dengan game.

11. Kecerdasan Eksistensial.

Kecerdasan eksistensial merupakan salah satu tipe kecerdasan yang dianugrahkan oleh Tuhan untuk

manusia dalm hal menjawab persoalan-persoalan eksistensi atau keberadaan manusia. Profesi yang

sesuai untuk orang yang didominasi oleh kecerdasan eksistensial ialah Filsuf dan Teolog.

Dan sedangkan menurut Howard Gardner, kecerdasan pada manusia mempunyai 8 tipe

kecerdasan, yaitu:

1. Kecerdasan Linguistik / Word Smart

Kecerdasan Linguistik adalah kemampuan menggunakan kata-kata secara efektif, baik untuk

mempengaruhi maupun memanipulasi. Dalam kehidupan sehari-hari kecerdasan linguistik bermanfaat

untuk: berbicara, mendengarkan, membaca, dan menulis. Pekerjaan yang mengutamakan kecerdasan ini

antara lain: guru, orator, bintang film, presenter TV, pengacara, penulis, dsb.

2. Kecerdasan Logis-Matematis: Number Smart

Kecerdasan Logis-Matematis melibatkan ketrampilan mengolah angka dan atau kemahiran

menggunakan logika atau akal sehat. Dalam kehidupan sehari-hari kecerdasan ini bermanfaat untuk:

menganalisa laporan keuangan, memahami perhitungan utang nasional, atau mencerna laporan sebuah

penelitian. Pekerjaan yang membutuhkan kecerdasan ini antara lain: akuntan pajak, programmer, ahli

matematika, ilmuwan, dsb.

3. Kecerdasan Spasial: Picture Smart

Kecerdasan Spasial melibatkan kemampuan seseorang untuk memvisualisasikan gambar di dalam kepala

(dibayangkan) atau menciptakannya dalam bentuk dua atau tiga dimensi. Kita membutuhkan

kecerdasan ini dalam hidup sehari-hari juga, misalnya: saat menghias rumah atau merancang taman,

menggambar atau melukis, menikmati karya seni, dsb. Pekerjaan yang mengutamakan kecerdasan

spasial antara lain: arsitek, pematung / pemahat, penemu, designer, dsb.

4. Kecerdasan Kinestetik-Jasmani: Body Smart

Kecerdasan Kinestetik-Jasmani adalah kecerdasan seluruh tubuh dan juga kecerdasan tangan. Dalam

dunia sehari-hari kita sangat memerlukan kecerdasan yang satu ini, misalnya: membuka tutup botol,

memasang lampu di rumah, memperbaiki mobil, olah raga, dansa, dsb.Jenis pekerjaan yang menuntut

kecerdasan ini antara lain: atlet, penari, pemain pantomim, aktor, penjahit, ahli bedah, dsb.

5. Kecerdasan Musikal: Music Smart

Kecerdasan Musikal melibatkan kemampuan menyanyikan lagu, mengingat melodi musik, mempunyai

kepekaan akan irama, atau sekedar menikmati musik. Dalam keseharian, kita mendapat manfaat dari

kecerdasan ini dalam banyak hal, misalnya: saat kita menyanyi, memainkan alat musik, menikmati musik

di TV / radio, dsb. Pekerjaan yang membutuhkan kecerdasan ini antara lain: penyanyi, pianis / organis,

disc jokey (DJ), teknisi suara, tukang stem piano, dll.

6. Kecerdasan Antarpribadi: People Smart

Kecerdasan Antarpribadi melibatkan kemampuan untuk memahami dan bekerja dengan orang lain.

Dalam kehidupan sehari-hari, baik untuk pribadi, keluarga, dan pekerjaan, kecerdasan ini dinilai mutlak

diperlukan - dan seringkali disebut sebagai "yang lebih penting" dari kecerdasan lainnya untuk dapat

sukses dalam hidup. Kecerdasan antarpribadi ini melibatkan banyak hal, misalnya: kemampuan

berempati, kemampuan memanipulasi, kemampuan "membaca orang", kemampuan berteman, dsb.

Segala jenis pekerjaan yang berhubungan dengan orang lain pastilah membutuhkan kecerdasan ini,

terutama: public figure, pemimpin, guru, konselor, dll.

7. Kecerdasan Intrapribadi: Self Smart

Kecerdasan Intrapribadi adalah kecerdasan memahami diri sendiri, kecerdasan untuk mengetahui “siapa

diri saya sebenarnya” - untuk mengetahui “apa kekuatan dan kelemahan saya”. Ini juga merupakan

kecerdasan untuk bisa merenungkan tujuan hidup sendiri dan untuk mempercayai diri sendiri. Pekerjaan

yang menuntut kecerdasan Intrapribadi antara lain: wirausaha, konselor, terapis, dll.

8. Kecerdasan Naturalis: Nature Smart

Kecerdasan Naturalis melibatkan kemampuan mengenali bentuk-bentuk alam di sekitar kita. Dalam

hidup sehari-hari kita membutuhkan kecerdasan ini untuk: berkebun, berkemah, atau melakukan proyek

ekologi. Pekerjaan yang membutuhkan kecerdasan Naturalis antara lain: ahli biologi, dokter hewan, dll.

1.2 Klasifikasi Kecerdasan

.1. Intellegent Quotient (IQ)

Kecerdasan Pikiran ini merupakan kecerdasan yang bertumpu kemampuan otak kita untuk

berpikir dalam menyelesaikan masalah. Jika kita mengikuti Psikotes, ada banyak soal yang menuntut

kejelian pikiran kita untuk menjawabnya, misalnya soal mengenai delik ruang seperti bentuk ruang

kubus yang diputar-putar akan menjadi seperti apa. Soal ini bertujuan untuk melihat kemampuan

pikiran kita dalam menyelesaikan suatu masalah dari berbagai sisi.

Sudah bertahun-tahun dunia akademik, dunia militer (sistem rekrutmen dan promosi personel

militer) dan dunia kerja, menggunakan IQ sebagai standar mengukur kecerdasan seseorang. Tetapi

namanya juga temuan manusia, istilah tehnis yang berasal dari hasil kerja Alfred Binet ini (1857 – 1911)

lama kelamaan mendapat sorotan dari para ahli dan mereka mencatat sedikitnya ada dua kelemahan

(bukan kesalahan) yang menuntut untuk diperbaruhi, yaitu:

Pemahaman absolut terhadap skor IQ

Steve Hallam berpandangan, pendapat yang menyatakan kecerdasan manusia itu sudah seperti angka

mati dan tidak bisa diubah, adalah tidak tepat. Penemuan modern menunjuk pada fakta bahwa

kecerdasan manusia itu hanya 42% yang dibawa dari lahir, sementara sisanya, 58% merupakan hasil dari

proses belajar.

Cakupan kecerdasan manusia : kecerdasan nalar, matematika dan logika.

Steve Hallam sekali lagi mengatakan bahwa pandangan tersebut tidaklah tepat, sebab dewasa ini makin

banyak pembuktian yang mengarah pada fakta bahwa kecerdasan manusia itu bermacam-macam.

Buktinya, Michael Jordan dikatakan cerdas selama berhubungan dengan bola basket. Mozart dikatakan

cerdas selama berurusan dengan musik. Mike Tyson dikatakan cerdas selama berhubungan dengan ring

tinju.

2. Emotional Quotient (EQ)

Disebut juga kecerdasan Emosi. Kecerdasan Emosi ini didasarkan kepada kemampuan manusia

dalam mengelola emosi dan perasaan. Kecerdasan Emosi ini sangat berpengaruh dalam performace dan

kecakapan emosi kita dalam bekerja, dan juga kemampuan diri kita dalam menghadapi suatu masalah.

Seseorang yang memiliki Emosi yang buruk walaupun IQ nya besar, dia akan gagal dalam hidupnya

dikarenakan tidak mampu mengontrol diri saat menghadapi suatu masalah. Kecerdasan emosi sudah

menjadi suatu tolok ukur utama yang dicari oleh perusahaan pada pegawainya dan sering merupakan

karakteristik penentu kesuksesan dalam kerja dan pembedaan kinerja dan performace suatu karyawan.

Kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mendapatkan dan menerapkan pengetahuan dari emosi

diri dan emosi orang lain agar bisa lebih berhasil dan bisa mencapai kehidupan yang lebih memuaskan.

Dalam psikotes pun kecerdasan emosi ini sering menjadi tolak ukur utama dalam merekrut pegawai,

karena dengan kecerdasan emosi yang tinggi walaupun memiliki IQ yang rendah cenderung perusahaan

merekrut pegawai yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi, karena kecerdasan IQ mudah untuk

ditingkatkan dibandingkan kecerdasan emosi.

Daniel Golemen, dalam bukunya Emotional Intelligence (1994) menyatakan bahwa “kontribusi

IQ bagi keberhasilan seseorang hanya sekitar 20 % dan sisanya yang 80 % ditentukan oleh serumpun

faktor-faktor yang disebut Kecerdasan Emosional. Dari nama tehnis itu ada yang berpendapat bahwa

kalau IQ mengangkat fungsi pikiran, EQ mengangkat fungsi perasaan. Orang yang ber-EQ tinggi akan

berupaya menciptakan keseimbangan dalam dirinya; bisa mengusahakan kebahagian dari dalam dirinya

sendiri dan bisa mengubah sesuatu yang buruk menjadi sesuatu yang positif dan bermanfaatKarena

kecerdasan emosi ini lebih ditekankan kepada jati diri dan emosi kita. Walaupun emosi dapat dikontrol

dengan mengikuti pelatihan-pelatihan seperti ESQ dan lainnya, tetapi butuh kesadaran tinggi untuk

mengontrol emosi kita ini.

3. Spiritual Qoutient (SQ)

Kecerdasan Spiritual ini berkaitan dengan keyakinan kita kepada Tuhan.Kecerdasan ini muncul

apabila kita benar-benar yakin atas segala ciptaannya dan segala kuasanya kepada manusia (bukan

atheis).

Danah Zohar, penggagas istilah tehnis SQ (Kecerdasan Spiritual) dikatakan bahwa kalau IQ

bekerja untuk melihat ke luar (mata pikiran), dan EQ bekerja mengolah yang di dalam (telinga perasaan),

maka SQ (spiritual quotient) menunjuk pada kondisi ‘pusat-diri’ ( Danah Zohar & Ian Marshall: SQ the

ultimate intelligence: 2001). Kecerdasan ini adalah kecerdasan yang mengangkat fungsi jiwa sebagai

perangkat internal diri yang memiliki kemampuan dan kepekaan dalam melihat makna yang ada di balik

kenyataan apa adanya ini. Kecerdasan ini bukan kecerdasan agama dalam versi yang dibatasi oleh

kepentingan-pengertian manusia dan sudah menjadi ter-kavling-kavling sedemikian rupa. Kecerdasan

spiritual lebih berurusan dengan pencerahan jiwa. Orang yang ber – SQ tinggi mampu memaknai

penderitaan hidup dengan memberi makna positif pada setiap peristiwa, masalah, bahkan penderitaan

yang dialaminya. Dengan memberi makna yang positif itu, ia mampu membangkitkan jiwanya dan

melakukan perbuatan dan tindakan yang positif.

4. Moral Quotient (MQ)

Nilai, filosofi, dan kumpulan kecerdasan moral memiliki pengaruh yang sangat penting terhadap

bisnis. Hal tersebut merupakan dasar dari visi, tujuan, dan budaya organisasi. Tantangan dari kecerdasan

moral bukan hanya untuk mengetahui yang benar dan yang salah, namun juga untuk berbuat serta

melakukan tindakan yang benar. Pada segolongan populasi manusia terdapat sekelompok manusia

dengan jumlah prosentase yang kecil menderita, mengalami sakit jiwa ataupun terkucil. Kelompok ini

kemungkinan tidak “mengerti” yang benar dan yang salah. Mengapa kita tidak lebih sering melakukan

tindakan yang tepat? Kebanyakan orang melakukan tindakan yang tepat kadang-kadang saja. Bertindak

atas setiap keputusan yang kita buat setiap hari, mempertimbangkan apa yang “benar”, apa yang lebih

baik dan dapat membantu komunitas kita, organisasi, dan orang lain. Namun kita tidak selalu setuju

dengan apa yang benar.

Dalam hal ini nilai dan filosofi turut berperan. Penilaian kita menjadi dasar dalam percaya dan

menentukan tindakan. Filosofi merupakan jalan bagi kita untuk menentukan nilai. Filosofi yang cerdas

merupakan keinginan untuk memahami manusia, benda, dan dunia melalui rangkaian kata yang

menggambarkan bagaimana mereka bekerja dengan demikian menyediakan suatu keamanan emosional

dalam meramalkan masa depan. Manusia dengan filosofi mempercayakan pada logika dalam membuat

keputusan, dan menaksirkan harga dari sesuatu melawan “kode” yang mendasar atau mengatur garis

pedoman yang menyebabkan ketegangan. Manusia dengan pandangan ini mempercayakan pada

kesadaran persaingan, terkadang pada wewenang sosial yang terpisah. Anda mungkin pernah

mendengar perkataan seseorang dengan filosofi yang cerdas, contohnya: “jika anda memiliki solusi yang

luwes, orang lain akan mempercayainya. Tidak perlu mencoba untuk meyakinkan mereka mengenai

kebaikannya.” Mereka dapat menggunakan sebuah gaya kemimpinan, jika visi yang digambarkan

menjadi penyebab yang baik di masa depan.

Dalam hipotesa penelitian ini ditemukan bahwa terdapat hal lebih mendasar dari kemampuan

kecerdasan emosional. Hal tersebut tampak semacam kompas moral. Hal tersebut merupakan jantung

dari kesuksesan bisnis yang berjalan lama. “Sesuatu yang lebih” ini dinamakan kecerdasan moral (moral

intelligence). Kecerdasan moral merupakan kapasitas mental untuk menentukan bagaimana prinsip

umum manusia yang harus digunakan pada nilai, tujuan, dan tindakan. Istilah yang mudah, kecerdasan

moral merupakan kemampuan untuk membedakan yang benar dari yang salah seperti yang

didefinisikan oleh prinsip umum. Prinsip umum merupakan kepercayaan mengenai tingkah laku manusia

secara umum pada seluruh budaya di dunia.

Kecerdasan moral bukan hanya penting untuk mengefektifkan kepemimpinan, namun juga

merupakan “pusat kecerdasan” bagi seluruh manusia. Mengapa? Karena kecerdasan moral secara

langsung mendasari kecerdasan manusia untuk berbuat sesuatu yang berguna. Kecerdasan moral

memberikan hidup manusia memiliki tujuan. Tanpa kecerdasan moral, kita tidak dapat berbuat sesuatu

dan peristiwa-peristiwa yang menjadi pengalaman jadi tidak berarti. Tanpa kecerdasan moral kita tidak

akan tahu mengapa pekerjaan yang kita lakukan? Dan apa yang harus dikerjakan?

1. Adversity Quotient

Ketika akhirnya Thomas Alva Edison (1847 - 1931) berhasil menemukan baterai yang ringan dan

tahan lama, dia telah melewati 50.000 percobaan dan bekerja selama 20 tahun. Tak heran kalau ada

yang bertanya, “Mr. Edison, Anda telah gagal 50.000 kali, lalu apa yang membuat Anda yakin bahwa

akhirnya Anda akan berhasil?” Secara spontan Edison langsung menjawab, “Berhasil? Bukan hanya

berhasil, saya telah mendapatkan banyak hasil.

Apakah adversity quotient (AQ) itu? Menurut Stoltz, AQ adalah kecerdasan untuk mengatasi

kesulitan. “AQ merupakan faktor yang dapat menentukan bagaimana, jadi atau tidaknya, serta sejauh

mana sikap, kemampuan dan kinerja Anda terwujud di dunia,” tulis Stoltz. Pendek kata, orang yang

memiliki AQ tinggi akan lebih mampu mewujudkan cita-citanya dibandingkan orang yang AQ-nya lebih

rendah.

Untuk memberikan gambaran, Stoltz meminjam terminologi para pendaki gunung. Dalam hal

ini, Stoltz membagi para pendaki gunung menjadi tiga bagian:

Quitter (yang menyerah). Para quitter adalah para pekerja yang sekadar untuk bertahan hidup). Mereka

ini gampang putus asa dan menyerah di tengah jalan

Camper (berkemah di tengah perjalanan) Para camper lebih baik, karena biasanya mereka berani

melakukan pekerjaan yang berisiko, tetapi tetap mengambil risiko yang terukur dan aman. “Ngapain

capek-capek” atau “segini juga udah cukup” adalah moto para campers. Orang-orang ini sekurang-

kurangnya sudah merasakan tantangan, dan selangkah lebih maju dari para quitters. Sayangnya banyak

potensi diri yang tidak teraktualisasikan, dan yang jelas pendakian itu sebenarnya belum selesai.

climber (pendaki yang mencapai puncak). Para climber, yakni mereka, yang dengan segala

keberaniannya menghadapi risiko, akan menuntaskan pekerjaannya. Mereka mampu menikmati proses

menuju keberhasilan, walau mereka tahu bahwa akan banyak rintangan dan kesulitan yang

menghadang. Namun, di balik kesulitan itu ia akan mendapatkan banyak kemudahan.”Karena

sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”. Dalam konteks ini, para climber dianggap

memiliki AQ tinggi. Dengan kata lain, AQ membedakan antara para climber, camper, dan quitter.

Jawaban luar biasa dari pencipta lampu pijar itu menjadi salah satu contoh ekstrem seorang

climber (pendaki)–yang dianggap memiliki kecerdasan mengatasi kesulitan (adversity quotient, AQ)

tinggi. Terminologi AQ memang tidak sepopuler kecerdasan emosi (emotional quotient) milik Daniel

Goleman, kecerdasan finansial (financial quotient) milik Robert T. Kiyosaki, atau kecerdasan eksekusi

(execution quotient) karya Stephen R. Covey. AQ ternyata bukan sekadar anugerah yang bersifat given.

AQ ternyata bisa dipelajari. Dengan latihan-latihan tertentu, setiap orang bisa diberi pelatihan untuk

meningkatkan level AQ-nya. Manusia sejati adalah manusia yang jika menempuh perjalanan yang sulit,

mereka selalu optimis; sedangkan jika mereka melewati perjalanan yang mudah mereka malah khawatir.

Dalam kehidupan nyata, hanya para climbers-lah yang akan mendapatkan kesuksesan dan

kebahagiaan sejati. Sebuah penelitian yang dilakukan Charles Handy-seorang pengamat ekonomi

kenamaan asal Inggris terhadap ratusan orang sukses di Inggris memperlihatkan bahwa mereka memiliki

tiga karakter yang sama. Yaitu, pertama, mereka berdedikasi tinggi terhadap apa yang tengah

dijalankannya. Dedikasi itu bisa berupa komitmen, kecintaan atau ambisi untuk melaksanakan pekerjaan

dengan baik. Kedua, mereka memiliki determinasi. Kemauan untuk mencapai tujuan, bekerja keras,

berkeyakinan, pantang menyerah dan kemauan untuk mencapai tujuan yang diinginkannya. Dan ketiga,

selalu berbeda dengan orang lain. Orang sukses memakai jalan, cara atau sistem bekerja yang berbeda

dengan orang lain pada umumnya. Dua dari tiga karakter orang sukses yang diungkapkan Handy dalam

The New Alchemist tersebut erat kaitannya dengan kemampuan seseorang dalam menghadapi

tantangan, dalam dunia kerja, mengapa para karyawan yang ber-IPK tinggi kalah bersaing dibandingkan

para karyawan lain yang ber-IPK rendah tetapi lebih berani dalam bertindak?

1.3 Macam-Macam Tipe Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

Dalam buku Psikologi dan Pendidikan Anak Luar Biasa, terdapat beberapa definisi mengenai

anak luar biasa atau yang kemudian dikenal sebagai anak berkebutuhan khusus (ABK). Suran dan Rizzo

(1979) mengartikan anak berkebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan berbeda dalam

beberapa dimensi yang penting dari fungsi kemanusiaannya. Mereka secara fisik, psikologis, kognitif,

atau sosial terhambat dalam mencapai tujuan-tujuan (kebutuhan) dan potensinya secara maksimal.

Untuk lebih mendalami klasifikasi anak berkebutuhan khusus berikut ini anda akan membahas

bagaimana anak yang memiliki hambatan/gangguan fisiknya, emosinya , sosial dan intelektualnya.

A. Anak Dengan Ganguan Fisik

Anak dengan gangguan pada fungsi fisik dapat dikelompokkan menjadi tiga berdasar pada bagian

mana gangguan dialami, yaitu anak tunanetra, tunarungu, tunadaksa. Penjelasan dari masing-masing

gangguan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Tunanetra

Tunanetra adalah jenis gangguan yang dialami anak pada fungsi penglihatan, untuk lebih

mengenali bagaimana ABK pada klasifikasi ini Anda dapat mencermati uraian berikut ini. Berdasarkan

waktu terjadinya ketunanetraan dapat dikenali anak yang

tunanetra akibat gangguan perkembangan pada masa kehamilan, anak yang pada klasifikasi ini pada

umumnya juga mengalami gangguana dalam gerakan dan mimik wajah,

tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil dan usia sekolah; mereka telah memiliki kesan-kesan serta

pengalaman visual tetapi belum kuat dan mudah terlupakan, gangguan ini biasanya disebabkan karena

kecelakaan atau penyakit, dan

tunanetra dalam usia lanjut; karena kerusakan organ, sebagian besar dari kelompok ini sudah sulit

mengikuti latihan-latihan penyesuaian diri.

Selanjutnya bila dilihat dari kemampuan daya penglihatan, dapat dibedakan menjadi:

tunanetra ringan (defective vision/low vision); meskipun memiliki hambatan dalam penglihatan akan

tetapi mereka masih dapat mengikuti program-program pendidikan,

tunanetra setengah berat (partially sighted); mereka yang kehilangan sebagian daya penglihatan,

sehingga dengan menggunakan kaca pembesar mampu mengikuti pendidikan biasa atau mampu

membaca tulisan yang bercetak tebal,

tunanetra berat (totally blind); yakni mereka yang sama sekali tidak dapat melihat.

Sedang berdasarkan jenis kelainan pada mata dapat dikenali beberapa kelainan yaitu:

Myopia adalah penglihatan jarak dekat, yaitu bayangan tidak terfokus dan jatuh di belakang retina.

Penglihatan akan menjadi jelas kalau objek didekatkan,

Hyperopia adalah penglihatan jarak jauh, bayangan tidak terfokus dan jatuh di depan retina. Penglihatan

akan menjadi jelas jika objek dijauhkan,

Astigmatisme; adalah penyimpangan yang disebabkan karena ketidakberesan pada kornea mata atau

pada permukaan lain pada bola mata sehingga bayangan benda baik pada jarak dekat maupun jauh

tidak terfokus, sehingga untuk membantu digunakan kacamata koreksi dengan lensa silindris.

b. Tunarungu

Gangguan pada organ pendengaran ini bila dilihat dari tingkat kerusakan kemampuan

mendengar digolongkan dalam lima kelompok, yaitu sangat ringan, ringan, sedang, berat, dan ekstrim

tuli. Sedang berdasar tempat terjadinya kerusakan, tunarungu dapat dibedakan atas kerusakan pada

bagian telinga luar dan tengah, sehingga menghambat bunyi-bunyian yang akan masuk ke dalam telinga

disebut tuli konduktif dan kerusakan telinga bagian dalam dan hubungan ke saraf otak yang

menyebabkan tuli sensoris. Anak yang mengalami gangguan pada pendengaran sejak kecil, pasti akan

mengalami gangguan pada kemampuan berbicara dan komunikasi verbal.

c. Tuna Daksa

Tunadaksa adalah anak yang mengalami kelainan anggota tubuh dan atau gerakan. Klasifikasi

anak tunadaksa dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu:

kelainan pada sistem serebral (cerebral system),

Kelainan pada sistem serebral dapat dikelompokkan menjadi tiga. Bila dilihat dari derajat

kecacatan terbagi menjadi:

golongan ringan dimana mereka yang dapat berjalan tanpa menggunakan alat, berbicara tegas, dapat

menolong dirinya sendiri dalam kehidupan sehari-hari

golongan sedang : ialah mereka yang membutuhkan latihan khusus untuk bicara, berjalan, dan mengurus

dirinya sendiri,

golongan berat : anak cerebral palsy golongan ini yang tetap membutuhkan perawatan dalam ambulasi,

bicara, dan menolong dirinya sendiri, mereka tidak dapat hidup mandiri ditengah-tengah masyarakat.

Menurut topografi dapat digolongkan menjadi enam golongan yaitu :

Monoplegia, hanya satu anggota gerak yang lumpuh misal kaki kiri saja,

Hemiplegia, lumpuh anggota gerak atas dan bawah pada sisi yang sama, misalnya tangan kanan dan kaki

kanan, atau tangan kiri dan kaki kiri,

Paraplegia, lumpuh pada kedua tungkai kakinya,

Diplegia, lumpuh kedua tangan kanan dan kiri atau kedua kaki kanan dan kiri,

Triplegia, tiga anggota gerak mengalami kelumpuhan, misalnya tangan kanan dan kedua kakinya lumpuh,

atau tangan kiri dan kedua kakinya lumpuh,

Quadriplegia, anak yangi mengalami kelumpuhan seluruhnya anggota geraknya.

Penggolongan menurut Fisiologi, kelainan gerak dilihat dari segi letak kelainan di otak dan fungsi

geraknya (motorik), anak atas:

Spastik yang ditandai dengan gejala kekejangan atau kekakuan pada sebagian ataupun seluruh otot,

Athetoid tidak terdapat kekejangan atau kekakuan, namun semua gerakan terjadi diluar control karena

tidak adanya kontrol dan koordinasi gerak,

Ataxia adalah kehilangan keseimbangan, yaitu mengalami kekakuan pada waktu berdiri atau berjalan.

Gangguan utama pada tipe ini terletak pada sistem koordinasi dan pusat keseimbangan pada otak,

Tremor gejala yang tampak jelas pada tipe tremor adalah senantiasa dijumpai adanya gerakan-gerakan

kecil dan terus menerus berlangsung sehingga tampak seperti bentuk getaran-getaran,

Rigid adalah kekakuan otot, dengan gerakan tampak tidak ada keluwesan, gerakan mekanik lebih tampak.

kelainan pada sistem otot dan rangka (musculus skeletal system).

Penggolongan anak tunadaksa didasarkan pada letak penyebab kelainan anggota tubuh yang

mengalami kelainan yaitu: kaki, tangan dan sendi, dan tulang belakang. Jenis-jenis kelainan sistem otak

dan rangka antara lain meliputi:

Poliomylitis biasanya penderita polio adalah mengalami kelumpuhan otot sehingga otot akan mengecil

dan tenaganya melemah,

Muscle Dystrophy anak mengalami kelumpuhan pada fungsi otot yang sifatnya progressif, semakin hari

semakin parah.

B. Anak Dengan Gangguan Emosi Dan Perilaku

Kelainan pada emosi dan perilaku terbagi menjadi dua yaitu tunalaras dan gangguan sosial.

a. Tunalaras

Anak tunalaras yang mengalami hambatan atau gangguan emosi terwujud dalam tiga jenis

perbuatan, yaitu: senang-sedih, lambat cepat marah, dan releks-tertekan. Secara umum emosinya

menunjukkan sedih, cepat tersinggung atau marah, rasa tertekandan merasa cemas.

b. Gangguan Sosial

Adalah anak yang mengalami gangguan dalam pergaulan. Mereka tidak dapat menyesuaikan diri

dengan tuntutan hidup bergaul. Gejala-gejala perbuatan itu adalah seperti sikap bermusuhan, agresip,

bercakap kasar, menyakiti hati orang lain, keras kepala, menentang menghina orang lain, berkelahi,

merusak milik orang lain dan sebagainya. Perbuatan mereka terutama sangat mengganggu

ketenteraman dan kebahagiaan orang lain.

C. Anak Dengan Gangguan Intelektual.

Anak dengan gangguan intelektual diklasifikasikan menjadi empat kategori yaitu anak

tunagrahita, anak berbakat, anak lamban belajar dan anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik.

Penjelasan dari masing-masing klasifikasi tersebut dapat Anda cermati pada uraian berikut:

a. Tunagrahita

Anak tungrahita adalah anak yang mengalami gangguan kecerdasan, sehingga secara umum

kemampuan intelektualnya berada di bawah kemampuan anak pada umumnya. Klasifikasikan dari

kemampuan kecerdasan ini dapat dilihat berdasarkan skor IQ baik dari Stanford-Binet maupun dari

David Wechsler( dalam tabel Endang Rochyadi ). Sedang menurut direktorat Pembinaan Sekolah Luar

Biasa (2006), anak dengan kelainan kecerdasan adalah :

1. anak dengan kecerdasan (intelektual) di bawah rata-rata (tunagrahita)

Anak tunagrahita ringan ( IQ IQ 50- 70).

Anak tunagrahita sedang (IQ 25 – 49).

Anak tunagrahita berat (IQ 25 – ke bawah).

2. Anak dengan kemampuan intelegensi di atas rata-rata

Giffted dan Genius, yaitu anak yang berkecerdasan di atas rata-rata

Tallented, yaitu anak yang memiliki keberbakatan khusus.

b. Anak Berbakat

Anak berbakat adalah anak yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa dapat dilihat

secara konservatif yaitu anak yang memiliki skor IQ diatas anak normal, secara umum dapat

diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu:

skor IQ antara 130-144 gifted,

skor IQ 145-159 highly gifted,

skor IQ < 160 profoundly gifted.

Sedang menurut pendekatan yang lebih inklusif, yang dimaksud anak berbakat adalah mereka

yang tidak hanya memiliki kemampuan intelektual tinggi, tetapi juga memiliki kemampuan kreativitas,

sosial-emosional dan motivasi (gifted) dan memiliki keunggulan dalam satu atau lebih bidang keahlian

tertentu misalnya dalam musik, sastra, olahraga dan sebagainya (talented) sehingga mereka

memerlukan layanan khusus dalam pendidikan.

c. Anak Lamban Belajar.

Anak yang memiliki kemampuan dibawah rata-rata mereka ini bukan tergolong anak

terbelakang mental. Skor tes IQ mereka menunjukkan skor anatara 70 dan 90 (Cooter & Cooter Jr., 2004;

Wiley, 2007). Anak lamban belajar memiliki kemampuan belajar lebih lambat dibanding dengan anak

seusia. Tidak hanya kemampuan akademiknya yang terbatas tapi juga pada kemampuan-kemampuan

yang lain, seperti kemampuan menggunakan alat tulis, olahraga dan sebagainya. Dari sisi perilaku,

mereka cenderung pendiam dan pemalu, rentang perhatian yang pendek dan mereka kesulitan untuk

berteman, kurang percaya diri, kemampuan berfikir abstrak lebih rendah dibanding dengan anak pada

umumnya.

d. Anak yang mengalami kesulitan belajar.

Klasifikasi kesulitan belajar menurut Wahyu Sri Ambar Arum ( 2005 ), secara garis besar dapat

dikelompokkan ke dalam dua jenis, yaitu kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan

(developmental disabilities) atau kesulitan belajar praakademik (preacademic learning disabilities ).

Terdiri atas empat yaitu:

kesulitan dalam bahasa,

kesulitan dalam penyesuaian perilaku sosial dan emosional,

gangguan perseptual,

gangguan kognitif.

Yang kedua adalah kesulitan belajar akademik (academic learning disabilities). Kesulitan belajar

akademik menunjukkan adanya kegagalan pencapaian prestasi akademik dengan kapasitas yang

diharapkan. Kegagalan tersebut antara lain meliputi:

ketrampilan dalam membaca(dyslexia),

keterampilan dalam menulis, (dysgraphia)

keterampilan dalam mata pelajaran matematika / berhitung ( dyscalculia).

D. Autisme

Banyak pendapat tentang prediksi kemandirian anak Autisme dapat diklasifikasikan ,

berdasarkan tingkat kecerdasan ( Widyawati,2002 dalam Yosfan Azwandi, 2005 ). Berdasar klasifikasi

interaksi sosial dikenali adanya:

anak yang menyendiri ( allof ); banyak terlihat pada anak-anak yang menarik diri, acuh tak acuh dan

akan kesal bila diadakan pendekatan sosial serta menunukkan perilaku dan perhatian yang

terbatas/tidak hangat,

kelompok pasif, dapat menerima pendekatan sosial dan bermain dengan anak lain jika pola

permainannya disesuaikan dengan dirinya,

kelompok yang aktif tapi aneh, secara spontan akan mendekati anak lain, namun interaksi ini sering

tidak sesuai dan sepihak.

Sedang klasifikasi berdasarkan saat muncul kelainannya dikenal:

autisme infantil, istilah ini digunakan untuk menyebutkan anak-anak autistik yang kelainannya sudah

nampak sejak lahir,

autisme fiksasi; adalah anak-anak autistik yang pada waktu lahir kondisinya normal, tanda-tanda

autistiknya muncul kemudian setelah berumur dua atau tiga tahun.

Berdasarkan tingkat kecerdasan Rapin (dalam Maurice,1996) mengatakan,” A small percentage

score in the normal range on tests of cognitive abilities, but 75% - 80% function in the mild to severe

range of mental retardation”.

E. Anak ADHD/ GPPH

Anak ADHD dan GPPH adalah Attention Deficit Hyperactivity Disorder / gangguan pemusatan

perhatian dan hiperaktivitas, terbagi menjadi tiga yaitu ADHD/GPPH tipe kombinasi, ADHD/GPPH tipe

kurang mampu memperhatikan, dan ADHD/GPPH tipe predominan hiperaktif –impulsif.

a. ADHD/GPPH Tipe Kombinasi

ADHD/GPPH Tipe Kombinasi adalah kelompok anak ini kurang mampu memperhatikan aktivitas

permainan atau tugas, perhatiannya mudah pecah, dan cenderung kehilangan, bukan hanya miliknya

yang sangat disukainya, melainkan juga buku atau pekerjaan rumahnya yang penting. Mudah berubah

pendirian, impulsif ( seenaknya) “selalu aktif” dan tidak dapat asyik dalam kegiatan yang menghabiskan

waktu, seperti membaca buku atau main puzzle.

b. ADHD/GPPH Tipe Kurang Mampu Memperhatikan.

Anak tipe ini sering tidak diperhatikan oleh guru karena pendiam dan kecil hati, tetapi bukab berarti

mereka “tidak ada”,dikelas mereka tidak memperhatikan guru mengajar melainkan melihat langit-langit

kelas atau di lapangan bola, mereka mengamati kupu-kupu, mereka mendengarkan bila diajak bicara,

pada umumnya tidak bisa mengikuti instruksi atau suatu kegiatan proyek. “Mereka pelupa dan “kacau”

c. ADHD/GPPH Tipe Predominan Hiperaktif –Impulsif.

Tipe ini anak cenderung terlalu energik, anak lari kesana-sini/tidak bisa diam dan melompat

seenaknya”. Hal demikian membuat heran setiap orang , mereka sering bisa menaruh perhatian di kelas

dan kelihatan memang belajar, bahkan ketika seakan sedang tidak mendengarkan.