53
MAKALAH UROLOGI INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK) DISUSUN OLEH : DWI AYU FAJAR CAHYATI (1010.711.011) YOGI PEPRIAN TEDI (1010.711.063) RISTA MELLYANA PURBA (1010.711.081) AMALIA FILDZAH (1010.711.105) S1 KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

Makalah Isk Fix

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Makalah Isk Fix

MAKALAH UROLOGI

INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)

DISUSUN OLEH :

DWI AYU FAJAR CAHYATI (1010.711.011)

YOGI PEPRIAN TEDI (1010.711.063)

RISTA MELLYANA PURBA (1010.711.081)

AMALIA FILDZAH (1010.711.105)

S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAKARTA

2013

Page 2: Makalah Isk Fix

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cystitis merupakan peradangan pada kandung kemih (Medical Surgical Nursing,

2004) Cystitis adalah keadaan klinis akibat berkembang biaknya mikroorganisme yang

menyebabkan inflamasi pada kandung kemih.  

Bakteri cystitis terjadi ketika saluran kemih biasanya steril rendah (uretra dan

kandung kemih) yang terinfeksi oleh bakteri dan menjadi iritasi dan meradang. Hal ini

sangat umum.  Kondisi ini sering mempengaruhi wanita aktif seksual usia 20 sampai

50 tetapi juga bisa terjadi pada mereka yang tidak aktif secara seksual atau pada anak

perempuan muda. orang dewasa yang lebih tua juga berisiko tinggi untuk

mengembangkan sistitis, dengan kejadian pada orang tua yang jauh lebih tinggi

dibandingkan orang yang lebih muda.

Cystitis jarang terjadi pada laki-laki. Wanita lebih rentan terhadap perkembangan

cystitis karena bakteri yang relatif pendek mereka uretra-tidak harus menempuh

perjalanan sejauh untuk memasuki kandung kemih dan karena jarak yang relatif

pendek antara pembukaan uretra dan anus. Namun bukan penyakit eksklusif wanita.

Lebih dari 85% kasus cystitis disebabkan oleh''Escherichia coli ("E. coli ")'', bakteri

yang ditemukan di saluran pencernaan lebih rendah. Hubungan seksual dapat

meningkatkan risiko cystitis karena bakteri dapat diperkenalkan ke dalam kandung

kemih melalui uretra selama aktivitas seksual. Setelah bakteri masuk kandung kemih,

mereka biasanya dikeluarkan melalui buang air kecil. Ketika bakteri berkembang biak

lebih cepat daripada mereka dihapus oleh buang air kecil, hasil infeksi.

B. Masalah Yang Akan Dibahas

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Cystisis

Page 3: Makalah Isk Fix

BAB II

ANATOMI FISIOLOGI SISTEM URINARIA

A. Pengertian

Sistem urinaria adalah suatu sistem dimana terjadinya proses penyaringan darah sehingga

darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang

masih dipergunakan oleh tubuh.

Sistem urinaria terdiri atas beberapa organ yaitu : Ginjal, Ureter, Vesika Urinaria (Kandung

Kemih) dan Uretra.

B. Organ-organ dalam sistem urinaria

1. Ginjal

Masing-masing ginjal mempunyai panjang kira-kira 12 cm dan lebar 2,5 cm pada

bagian paling tebal. Ginjal terletak di bagian belakang abdomen. Ginjal kanan terletak

lebih rendah dari ginjal kiri karena ada hepar di sisi kanan. Ginjal berbentuk seperti biji

kacang dan permukaan medialnya yang cekung disebut hilus renal yaitu tempat masuk

dan keluarnya saluran seperti pembuluh darah, pembuluh getah bening, saraf dan

ureter.

Page 4: Makalah Isk Fix

Bila ginjal dibelah dua, secara longitudinal (memanjang) dapat terlihat tiga bagian

penting, yaitu korteks, medula dan pelvis renis. Bagian yang paling superfisial adalah

korteks renal yang tempak bergranula. Sebelah dalamnya terdapat bagian lebih gelap

yaitu medula ranal yang terdiri dari bangunan-bangunan berbentuk kerucut yang

disebut renal piramid, dengan dasarnya menghadap korteks dan puncaknya disebut

apeks atau papula renis, mengarah kebagian dalam ginjal. Satu piramid dengan jaringan

korteks yang disebut lobus ginjal.

Diantara piramid terdapat jaringan korteks yang disebut kolumna renal. Ginjal terdiri

atas satuan – satuan fungsionalnya yang disebut nefron yang berjumlah lebih dari 1 juta

setiap ginjalnya.

a) Nefron adalah tempat pembentukan urine awal. Setiap nefron terdiri dari komponen

vaskuler dan tuberkuler. Komponen vaskuler terdiri atas pembuluh – pembuluh

darah yaitu glomerulus dan kapiler pestibular, yang mengitari tubuli. Komponen

tubular berawal dengan kapsula bowmen (glomerular) dan mencakup tubuli

kontortus proksimal, ansa henle dan tubuli kontortus distal. Dari tubuli distal, isinya

disalurkan ke dalam duktus koligens (saluran penampung atau pengumpul).

b) Kapsula bowmen (Glomerular). Terdiri dari lapisan parietal (luar) dan lapis

viseral (langsung membungkus kapiler glomerulus). Sel – sel parietal itu gepeng,

namun sel – sel lapis viseral besar – besar, dengan banyak juluran mirip jari – jari

Page 5: Makalah Isk Fix

disebut sel berkaki (podosit). Juluran – juluran mirip jari – jari ini disebut pedikel –

pedikel dan memeluk kapiler secara teratur, sehingga celah – celah diantara pedikel

itu sangat teratur dan merupakan yang disebut celah – celah pori filtrasi kapsul

bowen bersama glomerulus disebut korpus renal.

Ginjal mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut :

1. Fungsi ginjal dalam pengaturan tekanan darah

Pengaturan tekanan darah oleh ginjal dikendalikan oleh sistem renin – angiotensin

aldosteron (ADH). Renin adalah hormon yang dikeluarkan oleh juxtaglomerular

apparatus (yang berhubungan dengan glomerulus) sebagai respon terhadap

berkurangnya sodium, atau terhadap stimulasi saraf ginjal melalui jalur simpati.

Angiotensin yang dihasilkan oleh hati diktifkan oleh angiotensin I pada waktu

terdapatnya renin. Enzim pada paru-paru mengubah angiotensin I menjadi bahan

aktif, angiotensin II. Angiotensin II merupakan vasokontriksi yang sangat kuat yang

juga merangsang dikeluarkannya aldesteron oleh kelenjar adrenal. Aldosteron

meningkatkan reabsorbsi sodium oleh ginjal, air mengikuti sodium, berdampak

peningkatan volume darah. GRF yang terendah terlihat pada penyakit ginjal (seperti

glomerulonefritis, nephropatic, syndrome, penyakit polycitic, trauma renal,

kegagalan ginjal) biasanya dapat menyebabkan hipotensi akibatnya dapat

menghasilkan sistem renin-angiotensin-aldosteron.

2. Fungsi ginjal dalam pengaturan cairan dan elektrolit

Ginjal mempunyai fungsi pengendalian cairan elektrolit yaitu mempertahankan

keseimbangan cairan dan elektrolit yang tepat dalam batas ekresi yang normal,

dalam batas sekresi dan reabsorbsi.

Jika bukan adanya sistem konservasi dari ginjal, orang yang akan kehabisan cairan

dan garam dalam waktu 3-4 menit tubulus yang berbelok-belok proksimal

mengabsorbsi 85-90 % air pada ultra filter. 80 % dari sodium yang telah difilter dan

Page 6: Makalah Isk Fix

terbanyak potasium yang telah difilter, bikarbonat, klorida, fosfat, glukosa dan

protein.

Mekanisme tambahan pada ginjal memungkinkan urine menjadi lebih pekat, sampai

1 % dibanding volume yang setiap harinya difilter. Ginjal dapat mengatur jumlah

cairan yang diekresikan dengan tepat sehingga intake dibawah yang diperlukan

untuk keseimbangan cairan normal melalui peningkatan konsentrasi urine.

Mekanisme yang berperan untuk peningkatan konsentrasi urine dan ketepatan

mengekresikan volume urine yang tepat terdapat pada tubulus henle mencapai

bagian medula dari ginjal yang tinggi hipertonisnya dalam perbandingan dengan

filtrasi. Pada bagian tubulus henle yang asenden sodiuem direabsorbsi ke

interstitium, tapi tubulus tidak permiabele untuk penggeseran air baik masuk atau

keluar dari tubulus. Regulasi komposisi elektrolit tubuh yang tepat terjadi pada

segmen tubulus distal, tergantung pada konsentrai elektrolit yang tersedia untuk sel-

sel tubulus pada urine promotif dan konsentrasi bahan-bahan itu pada interstitium,

sel-sel tubulus mengekresikan atau terus mereabsorbsi elektrolit ke urine.

3. Fungsi ginjal dalam pengaturan asam basa

Ginjal turut mengatur asam basa bersama dengan sistem dapar paru dan cairan

tubuh dengan mengekresikan asam dan mengatur penyimpanan dapar cairan tubuh.

Ginjal merupakan satu-satunya organ untuk membuang tipe-tipe asam tertentu dari

tubuh yang dihasilkan oleh metabolisme protein, seperti asam sulfat dan fosfat.

Pengaturan keseimbangan asam basa dihasilkan oleh ginjal melalui regenerasi atau

ekresi ion bikarbonat pada tubulus proksimal. Pada keadaan asidosis baik karena

metabolik (bila fungsi ginjal tidak terganggu) atau respiratori gnjal mengekresi ion

hidrogen dan mengkonservasi ion-ion bikarbonat. Pada waktu alkalosis terjadi efek

yang sebaliknya yaitu konservasi ion-ion hidrogen.

Pengaturan Konsentrai Ion Hidrogen Oleh Ginjal

Ginjal mengatur konsentrasi ion hidrogen terutama dengan meningkatkan atau

menurunkan konsentrasi ion bikarbonat di dalam cairan tubuh.

Page 7: Makalah Isk Fix

a. Sekresi ion hidrogen oleh tubulus.

Sel epitel tubulus proksimal, tubulus distal, ubulus kongens, semuanya

mengekresi ion hidrogen ke dalam cairan tubulus. Proses sekresi mulai dari

karbondioksida di dalam sel epitel tubulus dibawah pengaruh suatu enzim

(karbonat ahidrase) bergabung dengan air untuk membentuk asam karbonat dan

kemudian berdisosiasi menjadi ion bikarbonat dn ion hidrogen. Kemudian ion

hidrogen disekresikan dengan transpor aktif melalui batas lumen membran sel

ke dalam tubulus. Di dalam kongens sekresi ion hidrogen dapat terus

berlangsung sampai konsentrai ion hidrogen di dalam tubulus menjadi 900 kali

di dalam cairan ekstra sel atau dengan kata lain sampai ph cairan tubulus turun

menjadi kira-kira 4,5 yang menunjukkan batas kemampuan epitel tubulus untuk

mengekresikan ion hidrogen.

b. Pengaturan sekresi ion hidrogen oleh konsentrasi karbondioksida dalam cairan

ekstra sel.

Reaksi kimia untuk sekresi ion hidrogen dimulai dengan karbondioksida oleh

karena itu faktor apapun yang meningkatkn konsentrasi karbondioksida dalam

cairan ekstra sel, juga meningkatkan sekresi ion hidrogen. Pada konsentrasi

normal kecepatan kecepatan sekresi ion hidrogen adalah kira-kira 3,5

milimol/menit.

c. Interaksi ion bikarbonat dengan ion hidrogen dalam tubulus “reabsorbsi” ion

bikarbonat.

d. Kecepatan normal filtrasi ion bikarbonat dan sekresi ion hidrogen ke dalam

tubulus filtras ion bikarbonat terhadap ion hidrogen.

4. Fungsi ginjal dalam pembentukan sel darah merah

Produksi atau eritrosit dikendalikan oleh ginjal. Eritroprotoen adalah hormon yang

dikeluarkan oleh ginjal. Eritroprotoen merangsang sum-sum tulang untuk

menghasilkan sel darah merah. Dari percobaan-percobaan diduga bahwa

Page 8: Makalah Isk Fix

eritroprotoen ini mungkin dibantu oleh sel-sel juxtaglomelar, sel-sel yang terletak di

dalam dinding pembuluh-pembuluh arterial dekat dengan glomerulus.

2. Ureter

Ureter muncul sebagai perpanjangan dari pelvis

renalis yang bermuara ke kandung kemih pada

suatu daerah tribone. Air kemih disekresikan oleh

ginjal dialirkan ke vesika urinaria (kandung kemih

melalui ureter).

Ureter terdiri dari 2 saluran pipa masing – masing bersambung melalui ginjal ke

kandung kemih (vesika urinaria) panjangnya kira-kira 25-30 cm dengan penampang +

0,5 cm. Ureter sebagian terletak dalam rongga abdomen dan sebagian terletak dalam

rongga pelvis. Dinding ureter terdiri atas tiga lapisan yaitu lapisan mukosa, otot polos

dan jaringan fibrosa.

Fungsi ureter : Menyalurkan urine dari ginjal ke kandung kemih. Dimana yang

berperan adalah dinding ureter, kerena pada lapisan dinding ureter menimbulkan

gerakan-gerakan peristaltik dalam 5 menit sekali yang akan mendorong air kemih

masuk ke dalam kandung kemih.

3. Vesika Urinaria

Kandung kemih terletak dibelakang

simpisis pubis merupakan penampung

urine. Selaput mukosa berbentuk

lipatan yang disebut rugae (kerutan)

yang disertai dengan dinding otot yang

elastis dapat mencembungkan kandung

Page 9: Makalah Isk Fix

kemih yang sangat besar dan menampung jumlah urine yang banyak. Kandung kemih

mendapat inervasi baik dari sistem simpatik parasimpatik sedang ureter hanya

mendapat serabut dari sistem saraf simpatik.

Kandung kemih berbentuk seperti kerucut. Bagian-bagiannya ialah verteks, fundus dan

korpus. Bagian verteks adalah bagian yang meruncing kearah depen dan berhubungan

dengan ligamentum vesika umbilikus medius. Bagian fundus merupakan bagian yang

menghadap kearah belakang dan bawah. Bagian korpus berada diantara verteks dan

fundus. Bagian fundus terpisah dari rektum oleh spasium rektovesikula yang terisi oleh

jaringan ikat, duktus deferens, vesikula seminalis. Dinding kandung kemih terdiri dari

tiga lapis otot polos dan selapis mukosa yang berlipat-lipat. Pada dinding belakang

lapisan mukosa, terlihat bagian yang tidak berlipat daerah ini disebut trigonum

liestaudi.

4. Uretra

Uretra merupakan saluran sempit yang

berpangkal pada kandung kemih yang berfungsi

menyalurkan air kemih keluar dan juga untuk

menyalurkan air kemih keluar dan juga untuk

menyalurkan semen. Pada laki-laki uretra

berkelok-kelok, menembus prostat, kemudian

melewati tulang pubis, selanjutnya menuju penis.

Oleh karena itu pada laki-laki uretra dibagi menjadi 3 bagian, yaitu pars proetalika, pars

membranosa dan pars kavermosa. Muara uretra kearah dunia luar disebut meatus.

Pada perempuan, uretra terletak di belakang simfisis pubis, berjalan miring, sedikit

keatas, panjangnya + 3-4 cm. Lapisan uretra wanita terdiri dari tunika muskularis

(sebelah luar), lapisan spongeosa yang merupakan fleksus dari vena-vena dan lapisan

mukosa (lapisan sebelah dalam). Muara uretra pada perempuan terletak disebelah atas

vagina, antara klitoris dan vagina. Uretra pada perempuan hanya berfungsi sebagai

saluran saluran ekskretori.

Page 10: Makalah Isk Fix

C. Mekanisme pembentukan urine

Proses pembentukan urine diawali dengan masuknya darah melalui vas aferen ke dalam

glomerolus dan keluar melalui vas aferent. Bagian yang menyerupai bentuk batang yang

terdiri dari tubulus konturtus proksimal, ansa henle, tubulus kontortus distal, tubulus

koligentis.

Pada bagian-bagian batang ini terjadi proses sebagai berikut :

a. Filtrasi

Proses filtrasi terjadi pada glomerolus karena permukaan aferen lebih besar dari pada

permukaan eferen. Ha ini dapat mengakibatkan terjadinya penyaringan darah. Pada

proses ini yang tersaring adalah bagian cair dari darah kecuali protein. Selanjutnya cairan

tersebut seperti air, glukosa, natrium, korida, sulfat dan bikarbonat. Ditampung oleh

simpai gowmen yang selanjutnya diteruskan ke tubulus-tubulus ginjal. Yang berperan

dalam penyaringan molekul-molekul di atas adalah tekanan hidrostatik (TH) dan tekanan

osmotik (TO).

Laju dimana filtrat dibentuk disebut laju filtrasi glomerulus (LFG). Pada orang sehat

jumlah pembentukan filtrat permenit adalah 125 ml. Faktor klinis utama yang

mempengaruhi LFG adalah TH darah dan TO filtrat. Karena pengaruh TH terhadap LFG,

ginjal sudah lama diduga mempunyai fungsi homeostatis tekanan darah sistemik. Kita

tahu bahwa LFG relatif stabil karena arteri aferan menyesuaikan diameternya sebagai

respon terhadap tekanan darah yang datang kedalamnya.

b. Reabsorbsi

Proses reabsorbsi terjadi pada tubulus – tubulus ginjal. Disini terjadi penyerapan kembali

dari sebagian air, glukosa, natrium, klorda, sulfat bikarbonat dan beberapa ion bikarbonat.

Pada tubulus ginjal bagian atas terjadi proses pasif (reabsorbsi obligatori), sedangkan

pada tubulus ginjal bawah terjadi proses aktif (fakultatif) yang menyerap kembali natrium

dan ion bikarbonat bila diperlukan.

c. Sekresi

Sisa penyerapan/hasil reabsorbsi akan dialirkan ke piala ginjal (pelvis renalis) selanjutnya

ke papila renalis.

Page 11: Makalah Isk Fix

D. Mekanisme Miksi / BAK

Fisiologi miksi dan dasar fisiologi kelainan pada proses berkemih ini masih banyak

menimbulkan ketidakpastian. Berkemih pada dasarnya merupakan refleks spinal yang akan

difasilitasi dan dihambat oleh pusat-pusat susunan saraf yang lebih tinggi, seperti defekasi,

kasilitasi dan inhibisi bersifat volunter.

Urine yang memasuki vesika tidak begitu meningkatkan tekanan intravesika sampai telah

terisi penuh. Selain itu, sepert juga jenis otot polos lainnya otot vesika memiliki sifat plastis,

bila diregang ketegangan yang mula-mula timbul tidak akan dipertahankan. Hubungan

anatara takanan intravesilukar dan volume vesikula dapat dipelajari dengan catatan tekanan

saat vesika diisi oleh air atau udara dengan penambahan 50 ml setiap kali (sistometri).

Selama proses berkemih, otot-otot perineum dan spingter uretra eksterna relaksasi. Otot

detrussor berkontraksi dan urine akan mengalir melalui uretra. Susunan otot polos pada

kedua uretra ternyata tidak memegang peran pada proses berkemih dan fungsinya yang

utama mungkin untuk mencegah refluks semen kedalam vesika selama ejakulasi.

Mekanisme awal yang menimbulkan proses miksi volunter belum diketahui dengan pasti.

Salah satu peristiwa awal ialah relaksasi otot-otot dasar panggul dan hal tu mungkin

menimbulkan tarikan ke bawah yang cukup besar pada otot detrusor untuk merangsang

kontraksi. Kontraksi otot-otot perinium dan spingter eksterna dapat dilakukan secara

volunter, sehingga mencegah urine untuk mengalir melewati uretra atau menghentikan aliran

urine saat sedang berkemih. Melalui proses belajar seorang dewasa dapat mempertahankan

kontraksi spingter eksterna sehingga mampu menunda berkemih sampai saat yang tepat.

Setelah berkemih, urine di uretra wanita akan dikeluarkan oleh pengaruh gravitasi urine sisa

di uretra pria dikeluarkan oleh beberapa kontraksi m. bulbokarerhosa.

E. Persyarafan Kandung Kemih

Persyarafan utama kandung kemih ialah nervus pelvikus yang berhubungan dengan medula

spinalis melalui fleksus sakralis, terutama berhubungan dengan medula spinalis segmen S2

dan S3. berjalan melalui nervus peptikus ini adalah serat saraf sensorik dan serat saraf

motorik.

Page 12: Makalah Isk Fix

Saraf motorik yang menjalar dalam nervus pelvikus adalah saraf parasimpatis. Serat ini

erakhir pada sel ganglion yang terletak dalam dinding kandung kemih. Saraf post ganglion

pendek kemudian mempersarafi otot detrusor. Selain nervus pelvikus, terdapat dua tipe

persarafan lain yang penting untuk fungsi kandung kemih. Yang terpenting adalah serat otot

lurik yang berjalan melalui nervus pudiental menuju spingter eksternus kandung kemih. Ini

adalah serat saraf somatik yang mempersarafi dan mengontrol otot lurik pada spingter. Juga,

kandung kemih menerima saraf simpatis dari pangkalan simpatis melalui nervus,

hipogastrikus, terutama berhubungan dengan segmen L2 medula spinalis. Serat saraf simpatis

ini mungkin terutama merangsang pembuluh darah dan sedikit mempengaruhi kontraksi

kandung kemih.

F. Refleks Berkemih

Selama kandung kemih terisi, banyak yang menyertai kontraksi berkemih mulai tampak

seperti yang diperlihatkan oleh gelombang tajam dengan garis putus – putus. Keadaan ini

disebabkan oleh reflek peregangan yang dimulai oleh resertor regang sensorik pada dinding

kandung kemih. Khususnya oleh reseptor pada uretra posterior, ketika daerah ini terisi urine

pada tekanan kandung kemih yang lebih tinggi. Sinyal sensori dari reseptor regangan

kandung kemih dihantarkan ke segment sakral medula spinalis melalui nervus pelvikus ddan

kemudian secara reflek kembali kandung kemih melalui sistem saraf parasimpatis melalui

saraf yang sama.

Ketika kadung kemih hanya terisi sebagian, kontraksi berkemih ini biasanya secara spontan

berelaksasi setelah beberapa detik, otot detruson berhenti berkontraksi dan tekanan turun

kembali ke garis basal karena kandung kemih menjadi bertambah sering dan menyebabkan

kontraksi otot detrusos lebih kuat.

Sekali refleks berkemih mulai timbul, reflek ini akan “menghilang sendiri”. Artinya

kontraksi awal kandung kemih selanjutnya akan mengaktifkan reseptor regangan untuk

menyebabkan peningkatan selanjutnya pada impuls sensorik ke kandung kemih dan uretra

posterior, yang menimbulkan peningkatan reflek kontraksi kandung kemih lebih lanjut; jadi,

siklus ini berulang dan berulang lagi sampai kandung kemih mencapai kontraksi yang kuat.

Kemudian, setelah beberapa detik sampai lebih dari semenit, reflek yang menghilang sendiri

Page 13: Makalah Isk Fix

ini mulai melemah dan siklus regeneratif dari refleks miksi itu berhenti, menyebabkan

kandung kemih berelaksasi.

Jadi, refleks berkemih adalah suatu siklus tunggal lengkap dari (1) peningkatan tekanan yang

cepat dan progresif, (2) periode tekanan dipertahankan, dan (3) kembalinya tekanan ke tonus

basal kandung kemih.

Sekali refleks berkemih terjadi tetapi tidak berhasil mengosongkan kandung kemih, elemen

saraf dari reflek ini biasanya tetap dalam keadaan terinhibisi selama beberapa menit sampai

satu jam atau lebih sebelum refleks berkemih lainnya terjadi. Karena kandung kemih menjadi

semakin terisi, refleks berkemih menjadi semakin sering dan semakin kuat.

Sekali refleks berkemih menjadi cukup kuat, hal ini juga menimbulkan refleks lain, yang

berjalan melalui nervus pudendalke sfingter eksternus untuk menghambatnya. Jika inhibisi

ini lebih kuat dalam otak dari pada sinyal konstriktor volunter ke sfingter eksterna,

berkemihpun akan terjadi. Jika tidak, bekemih tidak akan terjadi sampai kandung kemuh

menjadi kuat.

G. Perangsangan atau penghambatan berkemih oleh otak

Refleks berkemih adalah refleks medulla spinalis yang seluruhnya bersifat autonomi, tetapi

dapat dihambat atau dirangsang oleh pusat dalam otak. Pusat-pusat ini antara lain ;

(1) pusat perangsang dan penghamabt kuat dalam batang otak, terutama terletak di pons, dan

(2) Beberapa pusat yang terletak di korteks serebral yang terutama bekerja sebagai

penghambat tetapi dapat menjadi perangsang.

Refleks berkemih merupakan dasar penyakit penyebab terjadinya berkemih, tetapi pusat yang

lebih tinggi normalnya memegang peranan sebagai pengendali akhir dari berkemih sebagai

berikut :

1. Pusat yang lebih tinggi menjaga secara parsial pengamatan refleks berkemih kecuali jika

peristiwa berkemih yang dikehendaki.

2. Pusat yang lebih tinggi dapat mencegah berkemih, bahkan jika refleks berkemih timbul,

dengan membuat kontraksi tonik terus menurus pada sfingter eksternus kandung kemih

sampai mendapatkan waktu yang tepat untuk berkemih.

Page 14: Makalah Isk Fix

3. Jika tiba waktu untuk berkemih, pusat kortikal dapat merangsang pucat bermih sakral

untuk membantu mencetuskan refleks berkemih dan dalam waktu bersamaan

menghambat sfingter eksternus kandung kemih sehingga peristiwa berkemih dapat

terjadi.

TINJAUAN TEORI

A. Definisi

Chystitis adalah inflamasi kandung kemih yang disebabkan oleh infeksi bakteri (biasanya

virus escherichia coli) yang menyebar dari uretra atau karena respon alergik atau akibat

iritasi mekanis pada kandung kemih (Sloane, 2004).

Chystitis juga merupakan inflamasi kandung kemih yang paling sering disebabkan oleh

infeksi asenden dari uretra, dimana ada aliran balik urin dari uretra ke dalam kandung kemih

(refluks uretrovesikal). (Baughman & Hackley, 2003).

Chystitis atau radang kandung kemih lebih sering terdapat pada wanita daripada pria, karena

dekatnya muara uretra dan vagina dengan daerah anal. (Tambayong, 2004)

B. Klasifikasi

Cystitis dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. Tipe infeksi

Disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan parasit

2. Tipe non infeksi

Disebabkan oleh bahan kimia, radiasi, dan interstisial (tidak diketahui penyebabnya /

ideopatik)

C. Etiologi

Etilologi cysitisis akibat infeksi yaitu :

1. Bakteri

Page 15: Makalah Isk Fix

Kebanyakan berasal dari bakteri Escherichia coly yang secara normal terletak pada

gastrointestinal. Pada beberapa kasus infeksi yang berasal dari uretra dapat menuju ginjal.

Bakteri lain yang bisa menyebabkan infeksi adalah Enterococcus, Klebsiella, Proteus,

Pseudomonas, dan Staphylococcus

2. Jamur

Infeksi jamur, penyebabnya misalnya Candida

3. Virus dan parasite

Dalam vagina, juga dapat berada dalam urine

Etiologi cystitis yang non infeksi biasanya terjadi karena :

1. Paparan bahan kimia, contohnya obat – obatan (misalnya, Cyclophosphamide (Cytotaxan,

Procycox)

2. Radio terapi

3. Reaksi imunologi

Penyebab lain dari cystitis belum dapat diketahui. Tapi ada penelitian yang menyatakan

bahwa cystitis bisa disebabkan tidak berfungsinya epitel kandung kemih untuk menyimpan

urine yang menyebabkan adanya kebocoran pada lapisan dalam kandung kemih.

D. Manifestasi Klinis

1. Disuria

2. Rasa panas seperti terbakar saat kencing

3. Ada nyeri pada tulang punggung bagian bawah

4. Urgensi (rasa terdesak saat kencing)

5. Nocturia (cenderung sering kencing pada malam hari akibat penurunan kapasitas

kandung kemih)

6. Pengosongan kanding kemih yang tidak sempurna

7. Inkontininsia

8. Nyeri suprapubik

9. Darah dalam urin (hematuria)

Page 16: Makalah Isk Fix

10. Kotor atau bau urin kuat

11. Retensi, yaitu suatu keadaan penumpukan urin di kandung kemih dan tidak mempunyai

kemampuan untuk mengosongkannya.

E. Pathway

Leukosit

Metabolisme

MK : Nyeri

MK : Resti Infeksi

Demam

RR

vesika urinaria tidak kuat menampung urine

Distensi kandung kemih

Urine sedikit-sedikit keluar

Kontraksi spasme otot polos terus menerus

Sulit relaksasi

Spasme otot polos vesika urinaria terganggu

Melekat pada sel uroepitelial

Hematogen, lympogen, eksogen (pemasangan kateter)

Merobek lapisan glycoprotein munclayer di mukosa urinaria

Menembus epitel

Kolonisasi di periuretral

Kolonisasi dipermukaan mukosa vesika urinaria

Kolonisasi bakteri

Masuk ke vesika urinaria

Non infeksi(bahan kimia, radiasi, interstisial)

Infeksi(bakteri, jamur, virus, parasit)

Page 17: Makalah Isk Fix

F. Patofisiologi

Faktor-faktor utama dalam pencegahan infeksi saluran kemih adalah integritas jaringan dan

suplai darah. Retak dari permukaan lapisan jaringan mukosa memungkinkan bakteri masuk

menyerang jaringan dan menyebabkan infeksi. Pada kandung kemih suplai darah ke jaringan

bisa berkompromi bila tekanan di dalam kandung kemih meningkat sangat tinggi

(Tambayong, 2004). Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran kemih dapat melalui :

1. Penyebaran endogen yaitu kontak langsung dari tempat terdekat saluran kemih yang

terinfeksi.

2. Hematogen yaitu penyebaran mikroorganisme patogen yang masuk melalui darah yang

terdapat kuman penyebab infeksi saluran kemih yang masuk melalui darah dari suplai

jantung ke ginjal.

3. Limfogen yaitu kuman masuk melalui kelenjar getah bening yang disalurkan melalui

helium ginjal.

4. Eksogen sebagai akibat pemakaian alat berupa kateter atau sistoskopi.

Menurut Tiber (2003), agen infeksi kebanyakan disebabkan oleh bakteri E. coly. Tipikal ini

berada pada saluran kencing dari uretra luar sampai ke ginjal melalui penyebaran hematogen,

lymphogendan eksogen. Tiga faktor yang mempengaruhi terjadnya infeksi adalah virulensi

(kemampuan untuk menimbukan penyakit) dari organisme, ukuran dari jumlah

mikroorganisme yang masuk dalam tubuh, dan keadekuatan dari mekanisme pertahanan

tubuh. Terlalu banyaknya bakteri yang menyebabkan infeksi dapat mempengaruhi

pertahanan tubuh alami pasien. Mekanisme pertahanan tubuh merupakan penentu terjadinya

infeksi, normalnya urin dan bakteri tidak dapat menembus dinding mukosa bladder. Lapisan

mukosa bladder tersusun dari sel-sel urotenial yang memproduksi mucin yaitu unsur yang

membantu mempertahankan integritas lapisan bladder dan mencegah kerusakan serta

inflamasi bladder. Mucin juga mencegah bakteri melekat pada selurotelial. Selain itu pH

urine yang asam dan penurunan/kenaikan cairan dari konstribusi urin dalam batas tetap,

Page 18: Makalah Isk Fix

berfungsi untuk mempertahankan integritas mukosa, beberapa bakteri dapat masuk dan

sistem urin akan mengeluarkannya.

Bentuk anatomi saluran kencing, keduanya mencegah dan merupakan konstribusi yang

potensial untuk perkembangan UTI (Urinary Tract Infection). Urin merupakan produk

yang steril, dihasilkan dari ultrafiltrasi darah pada glumerolus dari nepron ginjal, dan

dianggap sebagai sistem tubuh yang steril. Tapi uretra merupakan pintu masuk bagi

pathogen yang terkontaminasi. Selain itu pada wanita 1/3 bagian distal uretra disertai

jaringan periuretral dan vestibula vaginalis banyak dihuni bakteri dari usus karena letak

anus tidak jauh dari tempat tersebut. Kolonisasi basi pada wanita di daerah tersebut diduga

karena perubahan flora normal dari daerah perineum, berkurangnya antibody normal, dan

bertambahnya daya lekat oeganisme pada sel spitel pada wanita. Cystitis lebih banyak pada

wanita dari pada laki-laki, hal ini karena uretra wanita lebih pendek dan lebih dekat dengan

anus. Mikroorganisme naik ke bledder pada waktu miksi karena tekanan urine. Dan selama

miksi terjadi refluks ke dalam kandung kemih setelah mengeluarkan urine.

G. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium

1. Urinalis

Ketika infeksi terjadi, memperlihatkan bakteriuria, WBC (White Blood Cell), RBC

(Red Blood Cell) dan endapan sel darah putih dengan keteribatan ginjal.

2. Tes sensitifitas Banyak mikroorganisme sensitif terhadap antibiotik dan antiseptik

berhubungan dengan infeksi berulang.

3. Culture Mengidentifikasi bakteri

b. Pemeriksaan diagnostik

1. Sinar X ginjal, ureter dan kandung kemih mengidentifikasi anomaly struktur nyata.

2. Mikroskopis : Satu bakteri lapangan pandang minyak emersi, 102-103 organisme

koliform/ml urine plus piuria.

3. Tes kimiawi : Tes reduksi griess nitrate berupa perubahan warna pada uji carik.

Page 19: Makalah Isk Fix

H. Komplikasi

1. Obtruksi dan penyebaran infeksi penyumbatan saluran karena trauma, tumor, infeksi dan

atrofi.

2. Kerusakan ginjal sehingga dapat menyebabkan gagal ginjal.

3. Reccurent ISK terjadi infeksi kembali biasanya dengan bakteri yang sama.

4. Vesicolithiasis : Karena obstruksi calculi.

5. Nefrolitihiasis : Obstruksi calculi.

6. Hidronefrosis : Distensi pelvis dan kaliksrenalis oleh urine karena penyumbatan urine

balik ke ginjal menimbulkan edema.

7. Urinary incontinence : Ketidakmampuan mengendalikan fungsi ekskretorik karena

mobilitas berlebih leher kandung kemih dan uretra.

8. Insusifiensy ginjal : Fungsi ginjal terganggu.

9. Refluks vesicouretal : Aliran urine kembali ke ginjal

I. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan dari cystitis tipe infeksi adalah :

1. Minum banyak cairan untuk mengeluarkan bakteri yang ada dalam urine.

2. Pemberian antibiotik oral selama 3 hari, jika infeksinya kebal AB 7 – 10 hari.

3. Atropine untuk meringankan kejang otot.

4. Fenazopridin untuk mengurangi nyeri.

5. Membuat suasana air kemih menjadi basa yaitu dengan meminum baking soda yang di

larutkan dalam air.

6. Pembedahan, bila ada sumbatan aliran kemih atau kelainan struktur.

Penatalaksanaan pada cystitis tipe noninfeksi :

1. Meningkatkan intake cairan 2 – 3 liter/hari.

2. Kaji haluan urine terhadap perubahan warna, bau, dan pola berkemih, masukan dan

haluaran setiap 8 jam serta hasil urinalisis ulang.

Page 20: Makalah Isk Fix

3. Bersihkan daerah perineum dari depan ke belakang.

4. Hindari sesuatu yang membuat iritasi, contoh : celana dalam dari nylon.

5. Istirahat dan nutrisi adekuat.

6. Kosongkan kandung kemih segera setelah merasa ingin BAK.

Terapi obat untuk cystitis

Drug / obat Dosis Intervensi keperawatan Rasional

Quinolones

norfloxacin

(noroxin)

400 mg di minum

PO x 3, 7 atau 10

hari

Menghindari hidangan yang

mengandung kafein dan

memperhatikan klien yang

telah menerima theophylline.

Quinolones

memperpanjang umur

paruh cafein dan

theophylline

Ciprofloxacin

(cipro)

250 mg di minum

PO x 3 , 7 atau 10

hari

Hindari antacid yang

mengandung aluminium

dan magnesium.

Beri dengan makanan atau

susu

Aluminium dan

magnesium bertentangan

dengan penyerapan obat

Nitrofuration

(Macrodantin,

Nephronex,

Novofuran)

50 – 100 mg 4

hari sekali PO x

7 – 10 hari

50 mg sebelum

tidur PO x 6

bulan

50 mg PO

setelah coitus

Monitor untuk gejala seperti

influenza pada klien lanjut usia

dan pada klien dengan masalah

paru - paru

Nitrofuration dapat

menyebabkan iritasi GI

: Makanan atau susu

membantu penurunan

masalah ini

Interstisial pneumonitis

merupakan kasus yang

jarang terjadi pada

klien yang peka

terhadap nitrofurantoin

Trimetroprim /

sulfamethoxazole

(bactrim, Septra,

Apo-Sulfatrim

roubac)

160/800 mg

sebelum tidur

PO 1 dosis

160/800 mg

diminum PO x 3

Sediakan masukan cairan yang

cukup dan menghindari asam

ascorbich dan ammonium

klorit, yang akan

Sulfa mempunyai

kecenderungan untuk

mengkristal, terutama

pada keasaman atau

Page 21: Makalah Isk Fix

, 7 atau 10 hari

80/400 mg PO

setelah coitus

Catatan : DS

atau DF berarti

double-strength

sebesar 160/800

mg

mengasamkan urine konsentrasi urine

Alergi sulfa umum

terjadi pada klien ini

Amoxicillin /

asam clavulanich

(augmentin,

clavulin)

250 mg tiap 8 jam

sekali PO x 7-10

hari

Berikan perhatian pada klien

dengan asma, defisiensi G6Pd,

dan alergi yang lain

Augmentin dapat

menyebabkan iritasi GI

: bantuan makanan

dapat menurunkan

problem ini

Kedua 250 mg dan 500

mg tablet mengandung

125 mg asam

cluvulanic

Cephalosporins :

Cefuroxime

(Ceftin)

250 mg tiap 12

jam Po x 3 , 7

atau 10 hari

250 mg sebelum

tidur PO x 1

dosis

Jangan menggantikan

separo dari 500 mg tablet

untuk 250 mg tablet

Tanyakan tentang riwayat

apakah ada alergi penisilin

Beri dengan makanan

Cross- sensitivitas

dengan penisilin secara

umum

Peningkatan

penyerapan pada

makanan

Phenazopyridine

(pyridium,

phenzo,

pyronium)

100–200 mg 3 hari

sekali PO x 2 atau

3 hari sampai nyeri

sembuh

Beri dengan makanan

Memberitahu klien urine

akan berubah warna

menjadi merah atau kuning

keruh

Informasikan pada klien

bahwa obat merupakan

anestetik mukosa urine

Bantuan makanan

mengurangi distress GI

Perubahan warna urine

normal terjadi

Klien boleh minum

obat seperti antibiotic

Page 22: Makalah Isk Fix

J. Prinsip Etik Keperawatan

1. Respect (Hak untuk dihormati)

Perawat harus menghargai hak-hak pasien/klien.

2. Autonomy (hak pasien memilih)

Hak pasien untuk memilih treatment terbaik untuk dirinya.

3. Beneficence (Bertindak untuk keuntungan orang lain/pasien)

Kewajiban untuk melakukan hal tidak membahayakan pasien/ orang lain dan secara aktif

berkontribusi bagi kesehatan dan kesejahteraan pasiennya.

4. Non-Maleficence (utamakan-tidak mencederai orang lain)

Kewajiban perawat untuk tidak dengan sengaja menimbulkan kerugian atau cidera.

Prinsip : Jangan membunuh, menghilangkan nyawa orang lain, jangan menyebabkan

nyeri atau penderitaan pada orang lain, jangan membuat orang lain tidak berdaya dan

melukai perasaaan orang lain.

5. Confidentiality (hak kerahasiaan)

Menghargai kerahasiaan terhadap semua informasi tentang pasien/klien yang

dipercayakan pasien kepada perawat.

6. Justice (keadilan)

Kewajiban untuk berlaku adil kepada semua orang. Perkataan adil sendiri berarti tidak

memihak atau tidak berat sebelah.

7. Fidelity (loyalty/ketaatan)

Kewajiban untuk setia terhadap kesepakatan dan bertanggungjawab terhadap

kesepakatan yang telah diambil.

Era modern, pelayanan kesehatan : Upaya Tim (tanggung jawab tidak hanya pada

satu profesi). 80% kebutuhan pt dipenuhi perawat.

Masing-masing profesi memiliki aturan tersendiri yang berlaku.

Memiliki keterbatasan peran dan berpraktik dengan menurut aturan yang disepakati.

8. Veracity (Truthfullness & honesty)

Kewajiban untuk mengatakan kebenaran.

Terkait erat dengan prinsip otonomi, khususnya terkait informed-consent.

Prinsip veracity mengikat pasien dan perawat untuk selalu mengutarakan kebenaran.

Page 23: Makalah Isk Fix

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CYSISTIS

I. Pengkajian

1. Pemerikasaan fisik: Dilakukan secara head to toe dan sistem tubuh

2. Riwayat atau adanya faktor-faktor resiko:

Adakah riwayat infeksi sebelumnya?

Adakah obstruksi pada saluran kemih?

3. Adanya factor yang menjadi predisposisi pasien terhadap infeksi nosokomial.

Bagaimana dengan pemasangan kateter ?

Imobilisasi dalam waktu yang lama.

Apakah terjadi inkontinensia urine?

4. Pengkajian dari manifestasi klinik infeksi saluran kemih

Bagaimana pola berkemih pasien? untuk mendeteksi factor predisposisi

terjadinya ISK pasien (dorongan, frekuensi, dan jumlah)

Adakah disuria?

Adakah urgensi?

Adakah hesitancy?

Adakah bau urine yang menyengat?

Bagaimana haluaran volume urine, warna (keabu-abuan) dan konsentrasi

urine?

Adakah nyeri-biasanya suprapubis pada infeksi saluran kemih bagian bawah

Adakah nyeri pangggul atau pinggang-biasanya pada infeksi saluran kemih

bagian atas

Peningkatan suhu tubuh biasanya pada infeksi saluran kemih bagian atas.

5. Pengkajian psikologi pasien:

Bagaimana perasaan pasien terhadap hasil tindakan dan pengobatan yang

telah dilakukan? Adakah perasaan malu atau takut kekambuhan terhadap

penyakitnya.

Page 24: Makalah Isk Fix

II. Analisa Data

Ds Do

- Klien mengatakan nyeri di abdomen

bagian bawah

- Klien mengatakan panas seperti

terbakar saat BAK (setelah

bersenggama)

- Leukosit : 14.000

- Nadi : 88 x/mnt

- Suhu : 38,8oC

- Urine : bakteri penuh, keruh

- HB : 11 gr/dl

- BJ Urine : 1030

- Spasme pada area kandung kemih

III. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri dan ketidaknyamanan berhubungan dengan inflamasi dan infeksi uretra,

kandung kemih dan struktur traktus urinarius lain.

2. Penyebaran Infeksi yang berhubungan dengan adanya bakteri pada saluran kemih.

3. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan

berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.

Page 25: Makalah Isk Fix

IV. Intervensi

Dx Intervensi Rasional

1. Nyeri dan

ketidaknyamanan

berhubungan dengan

inflamasi dan infeksi

uretra, kandung kemih

dan struktur traktus

urinarius lain.

1. Pantau haluaran urine

terhadap perubahan warna,

bau dan pola berkemih,

masukan dan haluaran setiap

8 jam dan pantau hasil

urinalisis ulang.

2. Catat lokasi, lamanya

intensitas skala (1-10)

penyebaran nyeri (P Q R S

T).

3. Berikan tindakan nyaman,

seperti pijatan punggung,

lingkungan istirahat.

4. Bantu atau dorong

penggunaan nafas berfokus.

5. Berikan perawatan perineal.

Kolaborasi :

Berikan analgesik sesuai

kebutuhan dan evaluasi

keberhasilannya.

1. Untuk mengidentifikasi

indikasi kemajuan atau

penyimpangan dari hasil

yang diharapkan.

2. membantu mengevaluasi

tempat obstruksi dan

penyebab nyeri

3. meningkatkan relaksasi,

menurunkan tegangan otot.

4. membantu mengarahkan

kembali perhatian dan

untuk relaksasi otot.

5. untuk mencegah

kontaminasi uretra

Analgesik memblok lintasan

nyeri sehingga mengurangi

nyeri.

2. Penyebaran Infeksi yang

berhubungan dengan

adanya bakteri pada

saluran kemih

1. Awasi pemasukan dan

pengeluaran karakteristik

urin

2. Dorong klien untuk

meningkatkan pemasukan

1. Memberikan informasi

tentang fungsi ginjal dan

adanya komplikasi

2. Peningkatan BAK

membilas bakteri

Page 26: Makalah Isk Fix

cairan

3. Kaji keluhan kandung kemih

penuh

4. Awasi pemeriksaan

laboratorium; elektrolit,

BUN, kreatinin

(KOLABORASI)

3. Retensi urin dapat terjadi

menyebabkan distensi

jaringan (kandung

kemih/ginjal)

4. Pengawasan terhadap

disfungsi ginjal

3. Kurangnya pengetahuan

tentang kondisi,

prognosis, dan kebutuhan

pengobatan berhubungan

dengan kurangnya sumber

informasi.

1. Kaji ulang pengetahuan

penyakit dan harapan yang

akan datang.

2. Berikan informasi tentang:

sumber infeksi, tindakan

untuk mencegah penyebaran,

jelaskan pemberian

antibiotik, pemeriksaan

diagnostik: Tujuan,

gambaran singkat, persiapan

yang dibutuhkan sebelum

pemeriksaan, perawatan

sesudah pemeriksaan.

3. Pastikan pasien atau orang

terdekat telah menulis

perjanjian untuk perawatan

lanjut dan instruksi tertulis

untuk perawatan sesudah

pemeriksaan.

1. Memberikan pengetahuan

dasar dimana pasien dapat

membuat pilihan

beradasarkan informasi.

2. Pengetahuan apa yang

diharapkan dapat

mengurangi ansietas dan

membantu

mengembangkan

kepatuhan klien terhadap

rencana terapetik.

3. Instruksi verbal dapat

dengan mudah dilupakan.

Page 27: Makalah Isk Fix

Got a Urinary Tract Infection? Your Chicken Dinner Could Be to Blame

By Maryn McKenna

July 13, 2012 |

Adrienne LeBeouf recognized the symptoms when they started. The burning and the urge to

head to the bathroom signaled a urinary tract infection, a painful but everyday annoyance that

afflicts up to 8 million American women a year. LeBeouf, who is 29 and works as a medical

assistant, headed to her doctor, assuming that a quick course of antibiotics would send the UTI

on its way.

That was two years ago, and LeBeouf has suffered recurring bouts of cystitis ever since. She is

one of a growing number of women, and some men, who have unknowingly become infected

with antibiotic-resistant versions of E. coli, the ubiquitous intestinal bacterium that is the usual

cause of UTIs.

There is no national registry for drug-resistant infections, and so no one can say for sure how

many resistant UTIs there are. But they have become so common that last year the specialty

society for infectious-disease physicians had to revise its recommendations for which drugs to

Page 28: Makalah Isk Fix

prescribe for cystitis -- and many infectious-disease physicians and gynecologists say informally

that they see such infections every week.

Dr. Jehan El-Bayoumi, LeBeouf’s physician and an associate professor of medicine at George

Washington University Medical Center, said she has seen "a really significant increase,

especially within the past two to three years."

But the origin of these newly resistant E. coli has been a mystery -- except to a small group of

researchers in several countries. They contend there is persuasive evidence that the bacteria are

coming from poultry. More precisely, coming from poultry raised with the routine use of

antibiotics, which takes in most of the 8.6 billion chickens raised for meat in the U.S. each year.

Their research in the United States, Canada, and Europe (published most recently this month,

in June, and in March) has found close genetic matches between resistant E. coli collected from

human patients and resistant strains found on chicken or turkey sold in supermarkets or collected

from birds being slaughtered. The researchers contend that poultry -- especially chicken, the low-

cost, low-fat protein that Americans eat more than any other meat -- is the bridge that allows

resistant bacteria to move to humans, taking up residence in the body and sparking infections

when conditions are right. Touching raw meat that contains the resistant bacteria, or coming into

environmental contact with it -- say, by eating lettuce that was cross-contaminated -- are easy

ways to become infected.

"The E. coli that is circulating at the same time, and in the same area -- from food animal

sources, retail meat, and the E. coli that’s causing women’s infections -- is very closely related

genetically," said Amee Manges, Ph.D., an associate professor of epidemiology at McGill

University in Montreal who has been researching resistant UTIs for a decade. "And the E. coli

that you recover from poultry meat tends to have the highest levels of resistance. Of all retail

meats, it’s the most problematic that way."

Policy concern over antibiotic-resistant bacteria -- where they come from and how they affect

human health -- is at a peak right now.

Page 29: Makalah Isk Fix

About 80 percent of the antibiotics sold in the United States each year are given to livestock as

"growth promoters" that allow animals to put on weight more quickly, or as prophylactic

regimens that protect against the confined conditions in which they are raised. (That figure, taken

from FDA documents, is not universally accepted; the Animal Health Institute, an industry

group, puts non-human use closer to 28 percent.) For decades, public health and agriculture have

been at loggerheads over the practice. Health officials argue that these uses create resistant

bacteria that move off large-scale farms via wind, water, dust, and in the animals themselves and

the meat they become -- and create difficult-to-treat human infections. Agricultural interests

counter that human infections have far more to do with medical misuse of antibiotics than with

farming, and that the cost of stopping the drugs would be too great for producers to bear.

Previously: You Want Superbugs With That?

The U.S. Food and Drug Administration, which regulates agricultural use of antibiotics, has been

aware for decades of evidence that farm overuse of antibiotics creates resistant human infections,

but has done little to help. In 1977, the agency proposed withdrawing its own approvals for

penicillin and tetracycline use as growth promoters, and the proposal remained on the books

even though the FDA was repeatedly stymied by legislative opposition. Last December, the

agency actually gave up, and announced that it was cancelling its then 34-year-old attempts,

opting instead for a voluntary approach. But this March , and again in June, a district court judge

in New York City ruled the FDA must go through with its original program for re-examining

agricultural antibiotic use, including holding hearings to examine the drugs’ off-farm effects.

The proposed link between resistant bacteria in chickens and those causing UTIs is not the first

time researchers have traced connections between agricultural antibiotic use and human illness.

But because the UTI epidemic is so large and costly, the assertion that it might be tied to chicken

production has brought renewed attention to the issue.

Investigators have been examining a possible link between growth promoters, chickens, and

human infections since at least 2001, when Manges and others published in the New England

Journal of Medicine an analysis of clusters of UTIs in California, Michigan, and Minnesota. The

striking thing at the time was that the clusters appeared to be outbreaks caused by very similar  E.

Page 30: Makalah Isk Fix

coli strains that were resistant to the common drug Bactrim. In the United States, one out of

every nine women has a UTI every year. If a single small group of E. coli was causing some

proportion of the infections, that would be alarming -- but it might also offer a clue to defusing

the overall epidemic. Initially, though, the researchers had no idea where the strains were coming

from.

As a follow-up, Manges and other investigators looked for vehicles that might be transporting

particular E. coli strains. That was an unusual challenge, because E. coli is one of the most

common organisms on the planet, with a huge variety residing in the guts of humans and every

warm-blooded animal, and in reptiles and fish as well. The particular subset of strains they

examined are called "ExPEC," for "extra-intestinal pathogenic E. coli" -- that is, E. coli that

escapes the gut to cause illness elsewhere in the body, including in the urinary tract.

ExPECs were already a medical-research concern, because E. coli that moves from the gut into

the bladder may not stay there. Infections that are not treated can climb up to the kidneys and

enter the bloodstream. ExPEC E. coli cause up to 40,000 deaths from sepsis -- the most serious

form of bloodborne bacterial infection -- in the United States each year, and since about 2000,

antibiotic resistance in ExPEC strains has been climbing.

In 2005, University of Minnesota professor of medicine Dr. James R. Johnson published results

of two projects in which he analyzed meat bought in local supermarkets during 1999-2000 and

2001-2003. In both cases, he found resistant ExPEC E. coli strains that matched ones from

human E. coli infections. Other researchers soon found similar matches in meat -- particularly

poultry -- from across Europe, in Canada, and in additional studies from Minnesota and

Wisconsin.

In that research, investigators began to sort out two things. They became convinced that the

resistance pattern could be traced back to animal antibiotic use, because resistance genes in the

bacteria causing human infections matched genes found in bacteria on conventionally raised

meat. And they began to understand that E. coli’s complexity would make this new resistance

problem a difficult one to solve. The strains that cross to humans via poultry meat  "don’t

establish themselves as big, successful lineages" of bacteria that would be easy to target, Johnson

Page 31: Makalah Isk Fix

said. "But collectively they can cause a lot of infections, because there are just so many of them

and they’re so diverse."

There has been no way, to this point, to prove that a single specific UTI arose from a portion of

meat that in turn came from a single animal given antibiotics. The investigators tracing the

connection acknowledge this is a weakness in their case, but point out that modern medical

ethics do not permit experimenters to deliberately cause infections in healthy humans as a way to

prove a disease risk. What researchers do, in cases like this, is to gather evidence from big

groups of people that shows a disease emerging on a population level -- and based on the

molecular evidence from animals, meat, and humans, they believe they have done so with

ExPEC E.coli from chicken and UTIs.

Not everyone agrees, of course. Dr. Charles Hofacre, professor at the University of Georgia’s

Center for Food Safety and an officer of the American Association of Avian Pathologists, points

out that while the resistance factors in chicken- and human-associated bacteria resemble each

other, no study has yet proven that a transfer occurs. Antibiotic resistance is so common, Hofacre

said, that "it isn’t surprising that genes carried by human E. coli are going to be similar to

resistance genes in chicken E. coli -- or pig E. coli, or salamander E. coli." He adds: "That

doesn’t necessarily mean the antibiotic resistance genes in the human came from the salamander,

or the chicken or the pig."

Dr. Randall Singer, of the University of Minnesota’s College of Veterinary Medicine, points out

that some recent research suggests that antibiotic resistance genes in E. coli may actually

originate from humans, spreading through sewage into ground and surface waters, and from

there into the environment and livestock. The resistance found in human and poultry E. coli "is a

typical multi-drug resistant pattern that you find all over the world, including in wild animal

populations that have had no exposure to" humans, he said. "To say these genes exist in a person

because of an antibiotic that was given to a chicken is too narrow an interpretation."

On the front lines of medicine, physicians report that they regularly see rising amounts of

resistant infections in patients for whom the resistance has no obvious explanation -- for

example, in patients who have not been treated in a hospital or other health-care facility where

Page 32: Makalah Isk Fix

antibiotics might have been overused or misused. Because they are front-line physicians, and not

microbiologists, these doctors do not analyze their patients’ diets and match their infections to

any animal strains. But when they do perform enough genetic analysis of their patients’

infections to be able to tell which drugs will work, they see the same resistance factors in their

patients’ E. coli that Johnson, Manges, and others have spotted in their research. And for many

of them, the proposed connection between agricultural antibiotic use, resistant animal infections ,

and resistant human infections makes intuitive sense. And particularly in the case of the new

outbreaks of UTIs.

"Medicine certainly does contribute to [antibiotic-resistant bacteria], but there have been studies

of other infectious diseases that have implicated animals and antibiotics in propagating certain

types of infections," said Dr. Connie Price, chief of infectious diseases at Denver Health &

Hospital in Colorado. "It makes sense to me that resistant urinary tract infections could

absolutely be one of those."

In Washington, El-Bayoumi said resistant UTIs are common among her patients, describing one

woman whose infection did not respond to the first drug she tried but did to the second, and

another whose infection recurred despite rounds of three different antibiotics before finally

responding to a fourth drug. She has treated LeBeouf for nine recurrences so far without ever

being able to eradicate her multi-drug resistant infection. "It stops for a while, and then it eases

back in," said LeBeouf, who describes losing work hours and sleep time to the nagging pressure

and pain. "We do a urine culture to see what medications will work. Dr. El-Bayoumi’s at the

point where she is saying, 'I don’t know what else we can do.'"

People unlucky enough to contract these infections describe a consistent pattern. They assume

they have an ordinary UTI, go to their doctors for treatment, get a prescription, and feel better for

a few days -- and then are puzzled to find that the same painful symptoms are recurring, and they

have to return to the doctor again.

Because UTIs are such an everyday occurrence, the problem of rising resistance -- along with the

question of where the resistance comes from -- has not been a major priority for medicine. Nor

has tracing the possible cause back to chicken: by the time women realize they need treatment,

Page 33: Makalah Isk Fix

they usually have long forgotten when and how they might have been in contact with raw meat,

and their doctors are seldom epidemiologists.

"We tend to dismiss bladder infections as trivial," said Dr. Richard Colgan, an associate

professor at the University of Maryland School of Medicine. "But a woman who gets one -- and

they mostly occur in women -- usually endures symptoms for an average of a week until she can

get treated. She usually has to miss school or work on average of one week. A woman on

average will postpone sexual relations for a week."

The victims are not always women. And the infections are not always uncomplicated. The cost in

the United States of treating UTIs runs more than $1 billion per year, including hospitalizations

for the most serious complications and intermediate care for patients whose infections are

resistant to the easy-to-administer drugs.

There have been a few times, in the past few decades, where disease-causing E. coli crossing to

humans from meat became a national priority. The poster-child case is E. coli O157:H7, which

became notorious after the 1993 Jack-in-the-Box hamburger outbreak in which hundreds were

sickened and three children died; in response, the U.S. Department of Agriculture declared the

O157 strain an adulterant, making it illegal to distribute. But in contrast, it took almost two more

decades -- until September last year -- for other similar strains to be declared adulterants as well.

Researchers who have been tracking the highly resistant E. coli wonder what it will take for

these strains to have their Jack-in-the-Box moment. They cause more illness than O157 -- but in

a diffuse, slow-moving epidemic that even the victims may not know they are part of, like the

current outbreaks of antibiotic-resistant UTIs. And defusing this one will be far more politically

complex, because it will require addressing the economic imperatives that drive farmers to use

antibiotics -- and consumers’ role in supporting large-scale agriculture as well.

"I see people voting with their feet, buying cheap produce, meat that is less expensive, eggs that

are less expensive," said Dr. Jorge Parada, professor of medicine and infectious disease at Loyola

University’s Stritch School of Medicine in Chicago. "My personal point of view is, this is

unsustainable in the long run. It has a whole series of side effects that are not negligible, and

antibiotic resistance is important among them."

Page 34: Makalah Isk Fix

BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Sistitis terjadi karena adanya kuman / bakteri yang masuk kedalam vesika urinaria melalui uretra

dari mikroba yang terkandung dalam urin yang lama tertampung dalam vesika urinaria dan akan

menginfeksi di kandung kemih. Pada wanita lebih cenderung terkena sistitis karena uretra

pendek dibanding pria. Setelah terjadi infeksi akibat dari kuman dalam urine yang tertampung

dalam vesika urinaria akan menyebabkan daerah tersebut meradang dan bisa juga karena kateter

atau adanya trauma dari luar sehingga menyebabkan orang mengalami sistitis seperti perasaan/

dorongan selalu ingin BAK.

Pengenalan penyakit sistitis secara dini dan penanganan yang tepat sangat penting untuk

mencegah kekambuhan infeksi dan kemungkinan komplikasi seperti gagal ginjal atau sepsis.

Tujuan penanganan adalah untuk mencegah infeksi agar tidak berkembang dan menyebabkan

kerusakan renal permanen dan gagal ginjal.

Page 35: Makalah Isk Fix

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Alih Bahasa: I Made Kariasa, Ni made Sumarwati. Edisi: 3. Jakarta: EGC.

Hidayat, A. Aziz Alimul . (2005). Kebutuhan Dasar Manusia . Jakarta : EGC.

NANDA Internasional. 2012. Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: EGC.

Nursalam, dkk,(2008), Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem

Perkemihan, Salemba Medika :Jakarta

Perry, Potter . (2005). Fundamental Keperawatan . EGC : Jakarta.

http://www.onearth.org/article/chicken-dinner-drug-resistant-superbug

http://www.onearth.org/article/chicken-dinner-drug-resistant-superbug?page=2