Upload
teguh-widnt
View
58
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
MAKALAH TUGAR AKRIR HIPERKES
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di antara berbagai gangguan kesehatan akibat lingkungan kerja, debu merupakan salah
satu sumber gangguan yang tidak dapat diabaikan. Dalam kondisi tertentu, debu merupakan
bahaya yang dapat menimbulkan kerugian besar. Tempat kerja yang prosesnya mengeluarkan
debu, dapat menyebabkan pengurangan kenyamanan kerja, gangguan penglihatan, gangguan
fungsi faal paru, bahkan dapat menimbulkan keracunan umum.
Debu adalah partikel padat yang dapat dihasilkan oleh aktivitas manusia dan alam. Debu
yang dihasilkan oleh aktivitas manusia sebagai proses pemecahan suatu bahan
seperti grinding (penggerendaan), blasting (penghancuran), drilling (pengeboran) dan
puverizing (peledakan).
Ratusan juta tenaga kerja di seluruh dunia saat ini bekerja pada kondisi yang tidak aman
dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Menurut International Labor Organization
(ILO), setiap hari terjadi 1.1 juta kematian yang disebakan oleh karena penyakit atau
kecelakaan akibat hubungan pekerjaan. Dari data ILO tahun 1999,penyebab kematian yang
berhubungan dengan pekerjaan paling banyak disebabkan oleh kanker 34%. Sisanya terdapat
kecelakaan sebanyak 25 %, penyakit saluran pernapasaan 21%, dan penyakit kardiovaskuler
15%. Dari data-data tersebut dapat diketahui bahwa penyakit saluran pernapasaan menempati
peringkat ketiga.
Salah satu penyakit saluran pernapasan yang berbahaya adalah pneumokoniosis.
Pneumokoniosis adalah penyakit pada paru-paru yang kebanyakan disebabkan oleh debu-
debu mineral.. Pneumokoniosis adalah istilah umum untuk penyakit paru-paru yang
disebabkan oleh inhalasi debu mineral. Pnemokoniosis sendiri terjadi dari berbagai jenis
seperti silikosis, asbestosis, bagassosis, dan antrakosilikosis Silikosis adalah penyakit paru-
paru fibronodular disebabkan oleh inhalasi debu yang mengandung kristalin silika (alfa-
kuarsa atau silikon dioksida), yang didistribusikan secara luas, atau polimorf nya (tridimit
atau kristobalit), yang didistribusikan kurang banyak. Kuarsa, bentuk paling umum dari silika
kristalin, berlimpah yang hadir dalam granit, batu tulis, dan batu pasir. Granit dan batu tulis
memiliki konten 30-40% silika bebas, sementara batu pasir hampir semua silika bebas.
Silikosis telah menjadi momok manusia sejak jaman dahulu. Pada tahun 1870, Visconti
memperkenalkan istilah silicosis, berasal dari bahasa Latin Silex, atau batu api. Meskipun
silikosis telah diakui selama berabad-abad, prevalensi meningkat tajam dengan pengenalan
pertambangan mekanik. Di negara-negara seperti AS dan di Eropa di mana langkah yang
tepat telah diambil, kejadian silikosis telah menurun secara drastis. Prevalensi telah menurun
tajam di negara maju dalam dekade terakhir karena langkah-langkah efektif kebersihan
industri. Hal ini jelas bahwa untuk menghilangkan silikosis, fokus utama harus pada
pencegahan. Silikosis merupakan penyakit akibat kerja yang paling kuno.
Pencegahan silikosis memiliki sejarah panjang dalam ILO dan WHO. Konferensi
Internasional Pertama Silicosis diadakan oleh ILO 75 tahun lalu di Johannesburg, Afrika
Selatan, untuk membahas pencegahan silikosis yang sangat lazim terjadi pada penambang.
Konferensi silikosis yang diselenggarakan oleh ILO selama delapan dekade terakhir telah
banyak menyumbang kemajuan dalam dunia kedokteran pernapasan di seluruh dunia. Pada
tahun 1930, terdapat Konferensi Internasional tentang Silicosis, pada tahun 1950, Konferensi
Internasional Pneumokoniosis. Pada tahun 1992, menjadi Konferensi Internasional tentang
Penyakit Paru Kerja dan pada tahun 1997, Konferensi Internasional tentang Penyakit
Pernafasan Kerja. Baru-baru ini pada bulan April 2005 di Cina telah menyediakan sebuah
forum yang sangat baik untuk pembahasan mengenai praktek terbaik untuk pencegahan dan
pengendalian bahaya pernapasan akibat kerja di abad 21.
Pada tahun 1997, Badan Internasional untuk Riset Kanker (IARC)mengklasifikasikan
silika kristalin dari paparan kerja sebagai karsinogen bagi manusia.Dengan potensi untuk
menyebabkan cacat fisik progresif, silikosis terus menjadi salah satu penyakit yang paling
penting di dunia kesehatan kerja .
B. Tujuan K3
Tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut:
1.Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik,
sosial, dan psikologis.
2.Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya selektif mungkin.
3.Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
4.Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai.
5.Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
6.Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi
kerja.
7.Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja
8.Menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif.
9.Agar tenaga kerja dan setiap orang berada di tempat kerja selalu dalam keadaan sehat dan
selamat.
10.Agar sumber-sumber produksi dapat berjalan secara lancar tanpa adanya hambatan.
11.Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk
kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi dan produktivitas nasional
12.Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja tersebut
13.Memelihara sumber produksi agar dapat digunakan secara aman dan efisien
14.Mengamankan suatu sistem kegiatan/pekerjaan mulai dari input, proses dan out put.
Selain itu penerapan program K3 juga diharapkan dapat meningkatkan & mempertahankan
kesehatan manusia yang terlibat didalam sistem kegiatan tersebut dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan.
C.Manfaat K3
Dengan terciptanya kepatuhan peraturan di tempat kerja dan nilai K3 akan di harapkan
memberi manfaat bagi perusahaan seperti:
- Untuk mencegah kecelakaan fatal
- Meminimalkan resiko pekerja menderita cedera akibat penggunaan alat yang salah.
- Perlindungan pekerja terhadap berbagai bentuk masalah kesehatan seperti infeksi dan
toksisitas dari zat berbahaya.
- Agar para pekerja untuk bekerja lebih produktif, efisien dan menjaga kesehatan dan
keselamatan.
- Sebagai upaya untuk meminimalkan potensi risiko yang timbul
- Untuk memenuhi standar sertifikasi, atau untuk memperoleh akreditasi lembaga dan hukum
dan peraturan perundang-undangan.
- Meningkatkan profitabilitas dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya.
- Meningkatkan daya saing dengan memenuhi persyaratan otoritas publik dan pelanggan,
memberikan keuntungan melalui kompetisi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA ( K3 )
A.Landasan Teori Tentang K3
PENGERTIAN K3
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Adalah ilmu terapan yang bersifat multi
disiplin yang bertujuan untuk mengamankan sistem kerja dan menjaga Well Being
(kesejahteraan) pekerja agar kegiatan pekerjaan dapat berlangsung dengan baik. Dan
dalam rangka mencapai tujuan tersebut diperlukan metode identifikasi, evaluasi/analisi
dan pengendalian serta pemantaun terhadap risiko yang muncul dari pekerja.
Latar belakang pelaksanaan K3
Sebagai salah satu upaya untuk menjaga dan memenuhi HAM (sehat dan selamat)
Upaya pemenuhan aspek legal baik nasional maupun internasional
Salah satu upaya dalam efisiensi biaya (Cost efefctiveness)
Dasar-dasar Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
Secara umum keselamatan kerja dapat dikatakan sebagai ilmu dan penerapannya yang
berkaitan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan
tempat kerja dan lingkungan kerja serta cara melakukan pekerjaan guna menjamin
keselamatan tenaga kerja dan aset perusahaan agar terhindar dari kecelakaan dan kerugian
lainnya. Keselamatan kerja juga meliputi penyediaan APD, perawatan mesin dan pengaturan
jam kerja yang manusiawi.
Dalam K3 juga dikenal istilah Kesehatan Kerja, yaitu : suatu ilmu yang penerapannya untuk
meningkatkan kulitas hidup tenaga kerja melalui peningkatan kesehatan, pencegahan
Penyakit Akibat Kerja meliputi pemeriksaan kesehatan, pengobatan dan pemberian makan
dan minum bergizi.
Istilah lainnya adalah Ergonomy yang merupakan keilmuan dan aplikasinya dalam hal sistem
dan desain kerja, keserasian manusia dan pekerjaannya, pencegahan kelelahan guna
tercapainya pelakasanaan pekerjaan secara baik.
Dalam pelaksanaannya K3 adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja
yang aman, sehat dan bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan
atau bebas dari kecelakaan dan PAK yang pada akhirnya dapat meningkatkan sistem dan
produktifitas kerja.
Dalam K3 ada tiga norma yang selalu harus dipahami, yaitu :
1. Aturan berkaitan dengan keselamatan dan kesehtan kerja
2. Di terapkan untuk melindungi tenaga kerja
3. Resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja
Sasaran dari K3 adalah :
1. Menjamin keselamatan operator dan orang lain
2. Menjamin penggunaan peralatan aman dioperasikan
3. menjamin proses produksi aman dan lancar
Tapi dalam pelaksaannya banyak ditemui hambatan dalam penerapan K3 dalam dunia
pekerja, hal ini terjadi karena beberapa faktor yaitu :
Dari sisi masyarakat pekerja
Tuntutan pekerja masih pada kebutuhan dasar (upah dan tunjangan
kesehatan/kesejahtraan)
K3 belum menjadi tuntutan pekerja
Dari sisi pengusaha
Pengusaha lebih menekankan penghematan biaya produksi dan meningkatkan
efisiensi untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya.Dan K3 dipandang sebagai
beban dalam hal biaya operasional tambahan
Keselamatan dan kesehatan kerja adalah yang berhubungan dengan peralatan,tempat kerja &
lingkungan, serta cara-cara melakukan pekerjaan. Serta arti dan tujuan dari keselamatan dan
kesehatan kerja adalah menjamin keadaan, keutuhan& kesempurnaan baik jasmaniah maupun
rohaniah manusia serta hasil karya &Budaya, tertuju kepada kesejahteraan masyarakat pada
umumnya dan manusia pada khususnya.Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan suatu
upaya untuk menciptakansuasana bekerja yang aman, nyaman, dan tujuan akhirnya adalah
mencapaiproduktivitas setinggi-tingginya. Maka dari itu K3 mutlak untuk dilaksanakan
padasetiap jenis bidang pekerjaan tanpa kecuali. Upaya K3 diharapkan dapat mencegahdan
mengurangi risiko terjadinya kecelakaan maupun penyakit akibat melakukanpekerjaan.
Dalam pelaksanaan K3 sangat dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitumanusia, bahan, dan
metode yang digunakan, yang artinya ketiga unsur tersebuttidak dapat dipisahkan dalam
mencapai penerapan K3 yang efektif dan efisien.Sebagai bagian dari iImu Kesehatan Kerja,
penerapan K3 dipengaruhi oleh 4 faktoryaitu adanya organisasi kerja, administrasi K3,
pendidikan dan pelatihan,penerapan prosedur dan peraturan di tempat kerja, dan
pengendalian lingkungankerja.Dalam ilmu kesehatan kerja, faktor lingkungan kerja
merupakan salah satu faktorterbesar dalam mempengaruhi kesehatan pekerja, namun
demikian tidak bisameninggalkan faktor lainnya yaitu perilaku. Perilaku seseorang
dalammelaksanakan dan menerapkan K3 sangat berpengaruh terhadap efisiensi danefektivitas
keberhasilan K3. Demikian juga yang terjadi pada pekerja PLTU Cilacap,dimana tingkat
kepatuhan terhadap peraturan dan pengarahan K3 akanmempengaruhi perilaku terhadap
penerapan prinsip K3 dalam melakukanpekerjaannya. (Setyawati L, 1996).Apabila K3 tidak
diterapkan pada perusahaan atau perindustrian maka akan terjadikecelakaan di tempat kerja,
yang dapat berdampak pada pekerja dan perusahaanatau perindustrian. Kecelakaan kerja
dapat disebabkan oleh faktor kondisilingkungan dan manusia.Gangguan yang diderita tenaga
kerja adalah gangguankesehatan yang dapat diakibatkan karena terkena penyakit yang
disebabkan olehpekerjaan atau sering disebut penyakit akibat kerja, yaitu suatu penyakit,
kelainanatau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh dan atau diderita ketikamelakukan
pekerjaan (Suma'mur, 1997). Selain itu juga bisa terjadi kecelakaankerja yang terjadi pada
waktu menjalankan pekerjaan atau dalam perjalanan daridan ke tempat kerja Penyakit akibat
kerja ini juga dapat dikategorikan sebagai kecelakaan kerja (Soejarsono, 1994)
K3 Rumah Sakit
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan keharusan yang wajib dipenuhi dunia
industri, termasuk di dalamnya industri perumah sakitan. Meski secara garis besar sama, K3
pada rumah sakit lebih spesifik dibandingkan industri biasa.
Persyaratan pengamanan laboratorium terbagi menjadi tiga yaitu pengamanan petugas
laboratorium, pasien, dan lingkungan.
Petugas laboratorium,harus mencuci tangan sesudah atau sebelum bertugas, menggunakan
sarung tangan, jas lab, masker/pelindung wajah, melakukan pemeriksaan kesehatan berkala,
membersihkan meja kerja, dan membuang jarum suntik pada tempatnya.
Sementara pengamanan laboratorium untuk pasien terdiri dari penggunakan jarum yang
disposible, wadah spesimen tertutup rapat, menggunakan sarung tangan saat mengambil
spesimen, serta mengatasi infeksi nosokomial. Untuk pengamanan lingkungan terdiri dari
pengolahan limbah padat dan cair yang sesuai dengan sifatnya.
Dari bagian radiologi, perlindungan pada radiologi terdiri dari empat unsur yaitu ruangan dan
peralatan, pasien, petugas/radiografer, serta limbah. Untuk radiografer harus bekerja sesuai
SOP, menggunakan APD (Apron, sarung tangan Pb k/p, kacamata Pb k/p), menggunakan
film badge yang dicek sebulan sekali ke BATAN, pemeriksaan kesehatan pre dan berkala,
serta peningkatan pengetahuan petugas.
Perlindungan pada pasien terdiri dari pemeriksaan yang sesuai SOP, menggunakan x-ray
seminimal mungkin namun dengan hasil foto maksimal, dan menghindari pengulangan foto.
Untuk pengolahan limbah padat dan cair, limbah cair ditangani intern rumah sakit, sementara
fixer ditangani pihak luar rumah sakit.
Yang mendapat perhatian khusus adalah perlindungan ruangan dan peralatan radiologi.
beberapa hal yang harus diperhatikan seperti;
Ketebalan bangunan harus sesuai (BATAN).
Luas ukuran ruangan rontgen harus sesuai.
Penempatan timah hitam (Pb) per lapisan, dengan maksud menahan radiasi.
Penempatan arah tube/tabung rontgen ke bagian yang tidak berbahaya.
Lantai terdiri dari bahan yang kuat, kedap air, serta mudah dibersihkan.
Kamar gelap.
Pengecekan dan kalibrasi alat secara rutin.
Mengukur radiasi ruangan/survey meter.
Semua peralatan yang berkaitan dengan listrik harus grounded.
Adanya tanda bahaya (warning sign) lampu merah, label bahaya radiasi, dan limbah
berbahaya.
B. Teori Tentang Penyakit Akibat Kerja ( Penyakit Silikosis )
1. Definisi Silikosis
Silikosis adalah suatu pneumokoniosis yang disebabkan oleh inhalasi partikel-
partikel atau debu kristal silika bebas (SiO2) dan menyebabkan peradangan dan
pembentukan jaringan parut pada paru-paru. Yang termasuk dengan silika bebas
adalah kuarsa, tridimit dan kristobalit. Silika adalah Kristal yang sangat keras yang
biasanya menempel di batu atau tanah atau terdapat ada juga yang terdapat di udara
bebas.
Terdapat 3 jenis silikosis:
a. Silikosis kronis simplek, terjadi akibat pemaparan sejumlah kecil debu silika
dalam jangka panjang (lebih dari 10 tahun). Nodul-nodul peradangan kronis dan
jaringan parut akibat silika terbentuk di paru-paru dan kelenjar getah bening dada.
b. Silikosis akselerata, terjadi setelah terpapar oleh sejumlah silika yang lebih
banyak selama waktu yang lebih pendek (5-10 tahun). Peradangan, pembentukan
jaringan parut dan gejala-gejalanya terjadi lebih cepat.
c. Silikosis akut, terjadi akibat pemaparan silikosis dalam jumlah yang sangat
besar, dalam waktu yang lebih pendek (5 tahun). Paru-paru sangat meradang dan terisi
oleh cairan, sehingga timbul sesak nafas yang hebat dan kadar oksigen darah yang
rendah.
2. Penyebab Silikosis
Silikosis terjadi pada orang-orang yang telah menghirup debu silika selama
beberapa tahun. Silika adalah unsur utama dari pasir, sehingga pemaparan biasanya
terjadi pada:
Buruh tambang logam
Pekerja pemotong batu dan granit
Pekerja pengecoran logam
Pembuat tembikar.
Pekerja tambang logam dan batubara
Penggali terowongan untuk membuat jalan
Pemotongan batu seperti untuk patung, nisan
Pembuat keramik dan batubara
Penuangan besi dan baja
Industri yang memakai silika sebagai bahan misalnya pabrik amplas dan gelas.
Pembuat gigi enamel
Pabrik semen
Biasanya gejala timbul setelah pemaparan selama 20-30 tahun. Tetapi pada
peledakan pasir, pembuatan terowogan dan pembuatan alat pengampelas sabun,
dimana kadar silika yang dihasilkan sangat tinggi, gejala dapat timbul dalam waktu
kurang dari 10 tahun. Bila terhirup, serbuk silika masuk ke paru-paru dan sel
pembersih (misalnya makrofag) akan mencernanya. Enzim yang dihasilkan oleh sel
pembersih menyebabkan terbentuknya jaringan parut pada paru-paru. Pada awalnya,
daerah parut ini hanya merupakan bungkahan bulat yang tipis (silikosis noduler
simplek). Akhirnya, mereka bergabung menjadi massa yang besar (silikosis
konglomerata). Daerah parut ini tidak dapat mengalirkan oksigen ke dalam darah
secara normal. Paru-paru menjadi kurang lentur dan penderita mengalami gangguan
pernafasan.
3. Gejala/Tanda
Penderita silikosis noduler simpel tidak memiliki masalah pernafasan, tetapi mereka
bisa menderita batuk berdahak karena saluran pernafasannya mengalami iritasi
(bronkitis). Silikosis konglomerata bisa menyebabkan batuk berdahak dan sesak nafas.
Mula-mula sesak nafas hanya terjadi pada saat melakukan aktivitas, tapi akhirnya
sesak timbul bahkan pada saat beristirahat. Keluhan pernafasan bisa memburuk dalam
waktu 2-5 tahun setelah penderita berhenti bekerja. Kerusakan di paru-paru bisa
mengenai jantung dan menyebabkan gagal jantung yang bisa berakibat fatal. Jika
terpapar oleh organisme penyebab tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosis,
penderita silikosis mempunyai resiko 3 kali lebih besar untuk menderita tuberkulosis.
Gejala tambahan yang mungkin ditemukan, terutama pada silikosis akut adalah
demam, batuk, penurunan berat badan, dan gangguan pernafasan yang berat.
4. Patogenesis
Partikel-partikel silika yang berukuran 0.5-5 µm akan tertahan di alveolus. Partikel
ini kemudian di telan oleh sel darah putih yang khusus. Banyak dari partikel ini
dibuang bersama sputum sedangkan yang lain masuk ke dalam aliran limfatik paru-
paru, kemudian mereka ke kelenjar limfatik. Pada kelenjar, sel darah putih itu
kemudia berintregasi, meninggalkan partikel silika yang akan menyebabkan damapak
yang lebih luas. Kelenjar itu menstimulasi pembentukan bundel-bundel nodular dari
jaringan parut dengan ukuran mikroskopik, semakin lama semakin banyak pula nodul
yang terbentuk, mereka kemudian bergabung menjadi nodul yang lebih besar yang
kemudian akan merusak jarul normal cairan limfatik melalui kelenjar limfe.
Ketika ini terjadi, jalan lintasan yang lebih jauh dari sel yang telah tercemar oleh
silika akan masuk ke jaringan limfe paru-paru. Sekarang, foci baru di dalam
pembuluh limfatik bertindak sebagai gudang untuk sel-sel yang telah tercemar oleh
debu, dan parut nodular terbentuk terbentuk pada lokasi ini juga. Kemudian, nodul-
nodul ini akan semakin menyebar dalam paru-paru.
Gabungan dari nodul-nodul itu kemudian secara berangsur-angsur menghasilkan
bentuk yang mirip dengan masa besar tumor. Sepertinya, silika juga menyebabkan
menyempitnya saluran bronchial yang merupakan seba utama dari dyspnoea.
C . Teori Tentang Tindakan Preventif ( Pencegahan ) , Kuratif ( Pengobatan ) ,
Dan Rehabilitatif ( Pemulihan ) Pada Penyakit Akibat Kerja (Penyakit Silikosis)
Penerapan konsep five level of prevention deseases pada PAK
Penerapan konsep 5 tingkatan pencegahan penyakit (five level of prevention deseases) pada
Penyakit Akibat Kerja ( Penyakit Silikosis ) adalah :
a. Health Promotion (peningkatan kesehatan)
Misalnya : pendidikan kesehatan, meningkatkan gizi yang baik, pengembangan kepribadian,
perusahaan yang sehat dan memadai, rekreasi, lingkungan kerja yang memadai, penyuluhan
perkawinan dan pendidikan seks, konsultasi tentang keturunan dan pemeriksaan kesehatan
periodik.
b. Specific Protection ( perlindungan khusus)
Misalnya : imunisasi, higiene perorangan, sanitasi lingkungan, proteksi terhadap bahaya dan
kecelakaan kerja.
c. Early diagnosis and prompt treatment (diagnosa dini dan pengobatan tepat)
Misalnya : diagnosis dini setiap keluhan dan pengobatan segera, pembatasan titik-titik lemah
untuk mencegah terjadinya komplikasi.
d. Disability limitation (membatasi kemungkinan cacat)
Misalnya : memeriksa dan mengobati tenaga kerja secara komprehensif, mengobati tenaga
kerja secara sempurna, pendidikan kesehatan.
e. Rehabilitasi (pemulihan kesehatan)
Misalnya : rehabilitasi dan mempekerjakan kembali para pekerja yang menderita cacat.
Sedapat mungkin perusahaan mencoba menempatkan karyawan-karyawan cacat di jabatan-
jabatan yang sesuai.
BAB III
PEMBAHASAN
Silikosis akut adalah suatu penyakit progresif cepat. Pada kondisi-kondisi ekstrim
dapat terjadi kesulitan bernapas dan batuk kering dalam beberapa minggu setelah
paparan. Dada sesak dan ketidakmampuan bekerja timbul dalam beberapa bulan, dan
kematian akibat kegagalan pernapasan atau kor pulmonale mungkin terjadi dalam 1-3
tahun. Pada pemeriksaan ditemukan gerakan dada yang terbatas, sianosis serta ronki
pada akhir inspirasi, dan dengan kelainan fungsi paru restriktif serta berkurangnya
pertukaran gas. Radiografi memprlihatkan bayangan-bayangan perifer seperti
kapas,yang secara bertahap mengeras dan menjadi linear. Seringkali bayangan-
bayangan ini tidak diketahui bahkan pada saat otopsi,hal ini karena kematian
makrofag dan reaksi selular seringkali terjadi dalam alveoli tanpa pembentukan nodul-
nodul tipikal. Partikel-partikel silika yang refraktil ganda yang sangat banyak dalam
jaringan paru.
Sesuai perjanjian, tahap-tahap awal silikosis biasanya tidak disertai dangan gejala atau
tanda penyakit pernapasan. Juga uji fungsi ventilasi paru-paru tetap dalam batas
fisiologis normal. Foto sinar x merupakan metoda deteksi yang relatif lebih spesifik.
Seperti pada gambar disamping.
Koalensi bayangan dibarengi dengan kesulitan bernapas yang lebih progresif dan pada
fungsi pernapasan yang tertekan ,terutama bersifat restriktif. Gejala-gejala bronchitis
misalnya, batuk dan banyak dahak akibat endapan partikel-partikel debu yang besar
pada saluran napas adalah tak begitu penting dan kadangkala dapat pulih.
Pencegahan Silikosis
Tindakan preventif lebih penting dan berarti dibandingkan dengan tindakan
pengobatannya. Penyakit silicosis akan lebih buruk kalau penderita sebelumnya juga
sudah menderita penyakit TBC paru-paru, bronchitis, astma broonchiale dan penyakit
saluran pernapasan lainnya. Pengawasan dan pemeriksaan kesehatan secara berkala
bagi pekerja akan sangat membantu pencegahan dan penanggulangan penyakit-
penyakit akibat kerja. Data kesehatan pekerja sebelum masuk kerja, selama bekerja
dan sesudah bekerja perlu dicatat untuk pemantulan riwayat, penyakit pekerja kalau
sewaktu-waktu diperlukan.
Pengawasan terhadap pekerja di lingkungan kerja dapat membantu mencegah
terjadinya silikosis. Jika debu tidak dapat dikontrol, (seperti halnya dalam industri
peledakan), maka pekerja harus memakai peralatan yang memberikan udara bersih
atau sungkup Pekerja yang terpapar silika, harus menjalani foto rontgen dada secara
rutin. Untuk pekerja peledak pasir setiap 6 bulan dan untuk pekerja lainnya setiap 2-5
tahun, sehingga penyakit ini dapat diketahui secara dini. Jika foto rontgen
menunjukkan silikosis, dianjurkan untuk menghindari pemaparan terhadap silika.
Beberapa upaya bisa dilakukan untuk mengurangi risiko silikosis. Salah satunya
dengan melakukan substitusi. Misalnya dalam proses sandblasting, bahan untuk
meratakan permukaan logam yang biasanya berupa debu pasir diganti dengan bubuk
alumina.
Selain itu bisa dengan mengurangi kadar silika bebas di dalam ruangan. Caranya
dengan membuat ventilasi umum dan lokal. Ventilasi umum dibuat dengan
mengalirkan udara ke ruang kerja dengan membuka pintu dan jendela. Adapun
ventilasi lokal atau pompa keluar setempat, dimaksudkan untuk menghisap debu dari
ruang kerja ke luar.
Cara lainnya adalah dengan memilih metode yang memungkinkan berkurangnya
debu di udara. Misalnya dengan pengeboran basah (wet drilling). Dan yang terpenting
adalah menggunakan masker yang standar.
Tindakan Pengendalian
Penekanan debu dengan pengendalian teknis (pembasahan sebelumnya, pengeboran
basah, dll) perlu dilaksanakan dengan ketat dan debu residu hendaknya dikontrol
dengan ventilasi yang sesuai. Kadar debu dan kandungan silika dalam debu yang
masuk pernapasan hendaknya dipantau secara teratur. Jika menggunakan bahan
peledak, para pekerja seharusnya dicegah masuk ke daerah berdebu sampai debu
dibersihkan melalui ventilasi. Debu hendaknya disaring dari dari udara yang
dikeluarkan .
Pekerja harus memakai masker, tutup kepala bertekanan, dll. Selama kerusakan
alat-alat pengendalian debu teknis atau pada keadaan darurat. Kabin dengan pengatur
udara (ber-AC) hendaknya disediakan untuk para pengemudi truk dan operator alat
berat pada operasi terbuka di cuaca panas di mana penyemprotan dengan air tidak
dimungkinkan.
Tidak ada keseragaman dalam batas paparan debu silika di berbagai Negara. Batas
paparan untuk debu total umumnya antara 0,5 mg/m3 (debu dengan kandungan silika
tinggi diatas 70%) dan 5 mg/m3 (debu dengan kandungan silika kurang dari 10 %).
Untuk debu-debu yang ikut dalam pernapasan,batas-batas tersebut berkisar antara 0,2
hingga 0,2 mg/m3. Batas-batas untuk kristobalit dan tridimit biasanya separuh dari
batas untuk kuarsa.
Menjadi Pekerja yang Dilindungi
Karena risiko tinggi untuk silikosis di sandblasters dan kesulitan dalam
mengendalikan bahaya, The National Institute for Occupational Safety and Health
(NIOSH) dari Amerika Serikat telah merekomendasikan bahwa silika dilarang untuk
digunakan dan bahwa bahan-bahan yang kurang berbahaya yang seharusnya
digunakan dalam operasi peledakan.
Tindakan Pencegahan dapat Mengurangi Risiko
Jika pemimpin suatu industri gagal untuk mengganti bahan peledakan kurang
berbahaya untuk silika, tindakan pencegahan berikut harus dilakukan untuk
melindungi pekerja (Rekomendasi NIOSH):
Blasting harus dilakukan dalam mesin pembersih-ledakan otomatis atau lemari yang
mengizinkan para pekerja untuk mengoperasikan mesin dari luar dengan
menggunakan lengan baju bersarung.
Para pekerja harus berlatih dalam menjaga kebersihan pribadi yang baik untuk
mencegah pajanan yang tidak perlu. Para pekerja harus mencuci tangan mereka
sebelum makan, minum, atau merokok, tidak boleh makan, minum, atau
menggunakan produk tembakau di area peledakan, dan harus memarkir mobil mereka
di mana mereka tidak akan terkontaminasi.
Para pekerja harus memakai pakaian pelindung yang dicuci atau sekali pakai dan
harus mandi dan berganti pakaian sebelum meninggalkan tempat kerja. Udara di
lingkungan kerja harus dipantau untuk mengukur paparan pekerja.
Saat pemaparan tidak dapat disimpan di bawah NIOSH Recommended Exposure
Limit (REL), perlindungan pernapasan yang tepat harus digunakan.
Pemeriksaan medis, termasuk periodik x-ray, harus diberikan kepada semua pekerja
yang berpotensi terpapar.
Tanda-tanda peringatan harus dipasang untuk menandai daerah yang terkontaminasi
silika kristalin.
Pelatihan pekerja harus mencakup informasi mengenai efek kesehatan, praktik kerja,
dan peralatan pelindung dari silika kristalin.
Semua kasus silikosis harus dilaporkan ke Departemen Kesehatan atau Departemen
Ketenagakerjaan suatu negara.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan
Meskipun segala upaya untuk mencegahnya telah dilakukan, silikosis masih tetap
ada di seluruh dunia. Penyakit yang tak tersembuhkan ini mempengaruhi puluhan juta
pekerja yang terlibat dalam pekerjaan berbahaya dan berdebu di banyak negara.
Dengan potensi untuk menyebabkan cacat fisik progresif, silikosis terus menjadi salah
satu penyakit yang paling penting di dunia kesehatan kerja. Namun, silikosis bukan
merupakan penyakit yang perlu ditakuti karena dampaknya dirasakan pada jangka
waktu yang cukup panjang dan ada banyak cara pencegahannya seperti yang telah
dikemukakan diatas. Tetapi bila dibiarkan akan berbahaya bagi kesehatan tertutama
bagi para pekerja yang beresiko terkena silikosis ini.
B. Saran
1. Pihak perusahaan sebaiknya tidak hanya mementingkan keuntungan semata tetapi
juga harus lebih memperhatikan kesehatan dan perlindungan diri terhadap tenaga kerja
karena terkait dengan PAHK dan kesehatan tenaga kerja juga berbanding lurus dengan
produktivitas.
2. Pimpinan perusahaan untuk lebih memperhatikan kesehatan karyawannya.
3. Perlu dilakukan screnning pada saat masuk menjadi tenaga kerja disebuah
perusahaan. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah penyakit yang dialami
setelah bekerja diperusahaan tersebut merupakan PAHK atau merupakan yang
memang telah dialami sebelumnya.
4. Pekerja perlu dibimbing dan diarahkan melalui penyuluhan maupun kursus
tentang pentingnya alat pelindung diri seperti masker yang tepat dalam melaksanakan
pekerjaan yang mengandung resiko tinggi.