Upload
mika-ginting
View
104
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
digestif
Citation preview
ASUHAN KEPERAWATAN HIPERBILIRUBIN
disusun untuk memenuhi salah satu tugas Blok Sistem Digestive 2
Kelompok 11
Santa Maria P 220110100115
Cindy HPMS 220110100116
Irine Gemasari220110100117
Mika Pratiwi 220110100118
Herti Pardede 220110100119
Aisah Jamil 220110100120
S. Ratih H 220110100121
Yuli Anisa 220110100122
Danita Suci L 220110100123
Fuji Lestari 220110100124
Sri Hardiyani 220110100041
Fakultas IlmuKeperawatan
Universitas Padjadjaran
2012
Kasus 5
Nyonya E 34 tahun BB=54 Kg ; TB=160 cm di bawa ke UGD dengan keluhan sakit
hebat pada epigastrium yang muncul secara tiba-tiba dan makin lama makin hebat.
Nyeri ini menyebar ke punggung, perut yang menjalar ke abdomen bagian bawah.
Pada pemeriksaan TD=80/60 mmHg, HR=123x/mnt, RR=30x/mnt, Suhu=38,5˚C.
Mual dan beberapa kali muntah. Kulit dingin, abdomen tegang, teraba massa pada
area epigastrium. Nyeri tekan (+), turgor turun, mukosa mulut kering. Pada
pemeriksaan lanjut pH darah=7.3 pO2= 65 mmHg, pCO2= 37 mmHg, HCO3= 15
mEq/L. serum amylase dan lipase meningkat. Terdapat leukositosis dan oliguria.
Hasil USG menunjukkan Cholelithiasis yang disertai pancreatitis. Klien harus segera
dilakukan pembedahan dan seteleha pembedahan dia mendapat beberapa antibiotika.
antibiotika untuk gram positif, 1 antibiotika untuk gram negative, 1 antibiotika untuk
bakteri anaerob. Harga antibiotikanya amat mahal sehingga keluarga klien perlu
meminjam uang untuk membelinya, karena antibiotika yang diberikan adalah
antibiotika paten.
A. Definisi Cholelithiasis
Kolelitiasis adalah terdapatnya batu pada kandung empedu atau saluran
empedu.
Kolelitiasis adalah suatu keadaan dimana terdapatnya batu empedu didalam
kandung empedu yang memiliki ukuran, bentuk, dan komposisi yang
bervariasi.
Batu empedu adalah timbunan kristal dalam kandung empedu atau dalam
saluran empedu.
Kolelitiasis merupakan adabta batu dalam kandung empedu atau pada saluran
empedu yang pada umumnya komposisi utamanya adalah kolesterol.
B. Etiologi
Penyebab pasti dari Kolelitiasis atau batu empedu belum diketahui. Satu
teori menyatakan bahwa kolesterol dapat menyebabkan supersaturasi empedu
di kandung empedu. Setelah beberapa lama, empedu yang telah mengalami
supersaturasi menjadi mengkristal dan memulai membentuk batu. Tipe lain
batu empedu adalah batu pigmen. Batu pigmen tersusun oleh kalsium
bilirubin, yang terjadi ketika bilirubin bebas berkombinasi dengan kalsium.
( Williams, 2003)
1. Infeksi Bakteri
Dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam
pembentiukan batu empedu, melalui peningkatan dikuamasi sel dan
pembentukan mukus. Mukus meningkatkan viskositas dan unsur
seluler dan bakteri dapat berperan sebagi pusat presipitasi. Akan tetapi
infeksi lenih sering menjadi akibat dari pembentukan batu empedu dari
pada sebab pembentukan batu empedu.(Smeltzer, 2002)
2. Jenis Kelamin
Perempuan dua kali lebih berisiko ketimbang pria. Berlebihnya
produksi estrogen akibat kehamilan, terapi sulih hormon, atau
penggunaan pil KB dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam cairan
empedu, sehingga, mudah terbentuk batu.
3. Faktor Keturunan
Sakit batu empedu seringkali merupakan penyakit keturunan
dalam keluarga.
4. Berat Badan
Bahwa kelebihan berat badan meningkatkan risiko batu
empedu. Sebab kadar garam dalam cairan empedu berkurang,
sementara kolesterol meningkat. Kegemukan merupakan faktor risiko
terbesar batu empedu pada wanita.
5. Pola Makan
Pola makan tinggi lemak serta kolesterol, dan rendah serat
menambah risiko batu empedu.
6. Berat Badan Turun Secara Drastis
Melakukan diet ketat atau puasa dalam jangka panjang;
sehingga berat badan turun drastis, membuat lever mengeluarkan
ekstra kolesterol ke dalam cairan empedu. Akibatnya bisa terjadi batu
empedu.
7. Faktor Usia
Orang berusia 60 tahun ke atas lebih mudah terbentuk batu
empedu. Ini karena tubuh cenderung mengeluarkan lebih banyak
kolesterol ke dalam cairan empedu.
8. Pemakaian Obat Antikolesterol
Akibat pemakaian Obat-obatan penurun kolesterol malah bisa
meningkatkan jumlah kolesterol yang dilepas ke dalam cairan empedu,
maka bisa membuat terbentuknya batu empedu.
9. Diabetes
Pengidap diabetes (diabetesi) umumnya memiliki kadar asam
lemak atau trigliserida yang tinggi, sehingga risiko menderita batu
empedu semakin besar.
C. Klasifikasi
Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di
golongkankan atas:
1. Batu kolesterol
Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari
70% kolesterol.
Lebih dari 80% batu kandung di Amerika Serikat mengandung
kolesterol sebagai komponen utama. Hati mensekresi kolesterol ke saluran
empedu bersamaan dengan phospolipid (lechitin) membentuk suatu
vesikel yang disebut unilamellar vesicle. Hati juga mensekresi garam
empedu, yang dibutuhkan untuk mencerna dan mengabsorpsi lemak pada
makanan. Garam empedu akam memecah unilamellar vesicle untuk
membentuk mixed micelle. Hal tersebut terjadi terutama pada kandung
empedu, dimana terjadi reabsorpsi air dan elektrolit sehingga empedu
terkosentrasi. Jika dibanding dengan unilamelar vesicle, mixed vesicle
memliki daya ikat koleterol yang lebih rendah, dimana pada unilamellar
vesicle 1 molekul lecitin mengikat 1 molekul kolesterol, sedangkan mixed
micelle untuk mengikat 1 kolesterol dibutuhkan 3 molekul lecitin.
Sehingga jika kandungan kolesterol dalam empedu tinggi, sehingga
empedu akan terkonsentrasi dan terjadi penumpukan kolesterol kapasitas
ikatan mixed micelle yang lebih rendah terhadap kolesterol. Dari hal
tersebut, diketahui bahwa terdapat 2 faktor yang mempengaruhi
terbentuknya batu kandung empedu kolesterol yaitu, jumlah kolesterol
yang disekresi oleh hati, dan tingkat konsentrasi dan stasis empedu pada
kandung empedu.
2. Batu kalsium bilirubinan (pigmen coklat)
Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan
mengandung kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama. Bilirubin
merupakan pigmen berwarna kuning yang berasal dari pemecahan heme,
yang disekresi secara aktif oleh hepatosit ke dalam empedu. Sebagian
besar bilirubin pada empedu dalam bentuk terkonjugasi glukoronid, yang
bersifat lartu dalam air dan stabil, tetapi juga terdapat sebagian kecil yang
tidak terkonjugasi glukoronid.
Bilirubin yang tidak terkonjugasi, seperti asam lemak, phospate,
carbonate, dan beberapa anion, dapa membentuk presipitat dengan
kalsium. Kalsium dapat masuk ke dalam empedu secara pasif bersamaan
dengan elektrolit lainnya. Pada keadaan dimana terjadi pemecahan heme
yang tinggi, seperti kronik hemolisis atau sirosis, konsentrasi uncojugated
bilirubin meningkat didalam empedu. Kalsium bilirubinat dapat
membentuk kristal dan lama kelamaan akan menjadi batu. Dari waktu ke
waktu akan terjadi oksidasi yang mengakibatkan perubahan warna dari
bilirubin menjadi hitam, sehingga disebut sebagai black pigment stone
(batu pigmen hitam). Jenis batu ini terjadi 10 – 20% dari kasus batu
kantung empedu di Amerika Serikat.
Empedu normalnya adalah steril, tetapi dapat juga terjadi
kolonisasi bakteri. Bakteri akan menghirolisis bilirubin terkonjugasi
(conjugated bilirubin), sehingga menyebabkan peningkatan konsenotrasi
unconjugated bilirubin sehingga terjadi presipitasi kalsium bilirubinat.
Selain itu bakteri akan menghidrolisis lechitin menjadi asam lemak yang
juga dapat membentuk presipitat dengan kalsium. Batu yang terbentuk
dari proses tersebut akan berwarna kecoklatan sehingga disebut brown
pingment stone. Tidak seperti kolesterol atau batu pigmen hitam, yang
utamanya terdapat pada kandung empedu, batu pigmen coklat ini berasal
dari saluran empedu. Batu jenis ini lebih jarang terjadi di Amerika Serikat,
tetapi lebih sering terjadi di daerah Asia Tenggara.
3. Batu pigmen hitam.
Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk
dan kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi
4. Batu Camburan
Batu kolesterol dapat berkolonisasi dengan bakteri dan menyebabkan
inflamasi pada mukosa kandung empedu. Enzym dari bakteri dan leukosit
akan menghidrolisis conjugated bilirubin dan asam lemak. Sehingga lama
kelamaan akan terjadi batu kolesterol yang disertai dengan akumulasi
kalsium bilirubinat membentuk batu campuran.
D. Manifestasi Klinis
1. Rasa nyeri dan kolik bilier Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu
empedu, kandung empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi.
Pasien akan menderita panas dan mungkin teraba massa padat pada
abdomen. Pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada
abdomen kuadaran kanan atas yang menjalar ke punggung atau bahu
kanan; rasa nyeri ini biasanya disertai mual dan muntah dan bertambah
hebat dalam makan makanan dalam porsi besar. Pada sebagian pasien rasa
nyeri bukan bersifat kolik melainkan persisten. Serangan kolik bilier
semacam ini disebabkan kontraksi kandung empedu yang tidak dapat
mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam
keadaan distensi, bagian fundus kandung empedu akan menyentuh dinding
abdomen pada daerah kartilago kosta 9 dan 10 kanan. Sentuhan ini
menimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas ketika
pasien melakukan inspirasi dalam dan menghambat pengembangan rongga
dada.
2. Ikterus Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam dudodenum akan
menimbulkan gejala yang khas, yaitu: getah empedu yang tidak lagi
dibawa kedalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan
empedu ini membuat kulit dan menbran mukosa berwarna kuning.
Keadaan ini sering disertai dengan gejal gatal-gatal pada kulit.
3. Perubahan warna urine dan feses. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal
akan membuat urine berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi
diwarnai oleh pigmen empedu aka tampak kelabu, dan biasanya pekat
yang disebut “Clay-colored ”
4. Defisiensi vitamin Obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu
absorbsi vitamin A,D,E,K yang larut lemak. Karena itu pasien dapat
memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi bilier
berlangsung lama. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu pembekuan
darah yang normal.(Smeltzer, 2002)
5. Regurgitasi gas: flatus dan sendawa
E. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan
kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut,
dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan
kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledukus oleh
batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di
dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga
kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap setiap kali terjadi
serangan akut.
b. Pemeriksaan radiologis
Foto polos Abdomen
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas
karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat
radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu
berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada
peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops,
kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di
kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di
fleksura hepatica.
Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang
tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran
empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat
dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau
udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang
terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena
terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum
rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas
daripada dengan palpasi biasa.
Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik
karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu
radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu.
Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah,
kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis
karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai
hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian
fungsi kandung empedu.
F. Penatalaksanaan
Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri
yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau
mengurangi makanan berlemak.
Jika batu kandung empedu menyebabkan serangan nyeri berulang meskipun
telah dilakukan perubahan pola makan, maka dianjurkan untuk menjalani
pengangkatan kandung empedu (kolesistektomi). Pengangkatan kandung empedu
tidak menyebabkan kekurangan zat gizi dan setelah pembedahan tidak perlu
dilakukan pembatasan makanan.3
Pilihan penatalaksanaan antara lain :
1. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga
kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi
adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas
yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling
umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh
kolesistitis akut.10
2. Kolesistektomi laparaskopi
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan
sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopi. 80-90%
batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini karena memperkecil resiko
kematian dibanding operasi normal (0,1-0,5% untuk operasi normal) dengan
mengurangi komplikasi pada jantung dan paru.2 Kandung empedu diangkat
melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut.
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya
kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah
mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien
dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini
dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di
rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja,
nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan
adalah kemanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi 6r
seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama
kolesistektomi laparaskopi.
Gambar 5. Kolesistektomi laparaskopi15
3. Disolusi medis
Masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah digunakan
adalah angka kekambuhan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat
disolusi hanya memperlihatkan manfaatnya untuk batu empedu jenis
kolesterol. Penelitian prospektif acak dari asam xenodeoksikolat telah
mengindikasikan bahwa disolusi dan hilangnya batu secara lengkap terjadi
sekitar 15%. Jika obat ini dihentikan, kekambuhan batu tejadi pada 50%
pasien.10 Kurang dari 10% batu empedu dilakukan cara ini an sukses.2Disolusi
medis sebelumnya harus memenuhi criteria terapi non operatif diantaranya
batu kolesterol diameternya < 20 mm, batu kurang dari 4 batu, fungsi kandung
empedu baik dan duktus sistik paten.
4. Disolusi kontak
Meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang poten
(Metil-Ter-Butil-Eter (MTBE)) ke dalam kandung empedu melalui kateter
yang diletakkan per kutan telah terlihat efektif dalam melarutkan batu empedu
pada pasien-pasien tertentu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah
angka kekambuhan yang tinggi (50% dalam 5 tahun).
5. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)
Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis biaya-
manfaat pad saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada
pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.
Gambar 6. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)
6. Kolesistotomi
Kolesistotomi yang dapat dilakukan dengan anestesia lokal bahkan di
samping tempat tidur pasien terus berlanjut sebagai prosedur yang bermanfaat,
terutama untuk pasien yang sakitnya kritis.
7. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut, kerongkongan,
lambung dan ke dalam usus halus. Zat kontras radioopak masuk ke dalam
saluran empedu melalui sebuah selang di dalam sfingter oddi. Pada
sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak lebar sehingga batu empedu yang
menyumbat saluran akan berpindah ke usus halus. ERCP dan sfingterotomi
telah berhasil dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari 4 dari setiap 1.000
penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami komplikasi, sehingga prosedur
ini lebih aman dibandingkan pembedahan perut. ERCP saja biasanya efektif
dilakukan pada penderita batu saluran empedu yang lebih tua, yang kandung
empedunya telah diangkat.
Gambar 7. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
Terapi
1. Ranitidin
Komposisi : Ranitidina HCl setara ranitidina 150 mg, 300 mg/tablet,
50 mg/ml injeksi.
Indikasi : ulkus lambung termasuk yang sudah resisten terhadap
simetidina, ulkus duodenum, hiperekresi asam lambung ( Dalam kasus
kolelitiasis ranitidin dapat mengatasi rasa mual dan muntah / anti
emetik).
Perhatian : pengobatan dengan ranitidina dapat menutupi gejala
karsinoma lambung, dan tidak dianjurkan untuk wanita hamil.
2. Buscopan (analgetik /anti nyeri)
Komposisi : Hiosina N-bultilbromida 10 mg/tablet, 20 mg/ml injeksi
Indikasi : Gangguan kejang gastrointestinum, empedu, saluran kemih
wanita.
Kontraindikasi : Glaukoma hipertrofiprostat.
3. Buscopan Plus
Komposisi : Hiosina N-butilbromida 10 mg, parasetamol 500 mg.
Indikasi : Nyeri paroksimal pada penyakit usus dan lambung, nyeri
spastik pada saluran uriner, bilier, dan organ genital wanita.
4. NaCl
NaCl 0,9 % berisi Sodium Clorida / Natrium Clorida yang dimana
kandungan osmolalitasnya sama dengan osmolalitas yang ada di dalam
plasma tubuh.
NaCl 3 % berisi Sodium Clorida / Natrium Clorida tetapi kandungan
osmolalitasnya lebih tinggi dibanding osmolalitas yang ada dalam
plasma tubuh.
Penatalaksanaan Diet
Pada kasus kolelitiasis jumlah kolesterol dalam empedu ditentukan oleh
jumlah lemak yang dimakan karena sel –sel hepatik mensintesis kolesterol dari
metabolisme lemak, sehingga klien dianjurkan/ dibatasi dengan makanan cair rendah
lemak. Menghindari kolesterol yang tinggi terutama yang berasal dari lemak hewani.
Suplemen bubuk tinggi protein dan karbohidrat dapat diaduk ke dalam susu skim dan
adapun makanan tambahan seperti : buah yang dimasak, nasi ketela, daging tanpa
lemak, sayuran yang tidak membentuk gas, roti, kopi / teh.
G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis :
1. Asimtomatik
2. Obstruksi duktus sistikus
3. Kolik bilier
4. Kolesistitis akut
Empiema
Perikolesistitis
Perforasi
5. Kolesistitis kronis
Hidrop kandung empedu
Empiema kandung empedu
Fistel kolesistoenterik
Ileus batu empedu (gallstone ileus)
Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan
mengakibatkan/ menghasilkan kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang
tadi ada dalam kandung empedu terdorong dan dapat menutupi duktus sistikus,
batu dapat menetap ataupun dapat terlepas lagi. Apabila batu menutupi duktus
sitikus secara menetap maka mungkin akan dapat terjadi mukokel, bila terjadi
infeksi maka mukokel dapat menjadi suatu empiema, biasanya kandung empedu
dikelilingi dan ditutupi oleh alat-alat perut (kolon, omentum), dan dapat juga
membentuk suatu fistel kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus sistikus dapat
juga berakibat terjadinya kolesistitis akut yang dapat sembuh atau dapat
mengakibatkan nekrosis sebagian dinding (dapat ditutupi alat sekiatrnya) dan
dapat membentuk suatu fistel kolesistoduodenal ataupun dapat terjadi perforasi
kandung empedu yang berakibat terjadinya peritonitis generalisata.
Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada saat
kontraksi dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus
koledokus kemudian menetap asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik.
Batu yang menyumbat di duktus koledokus juga berakibat terjadinya ikterus
obstruktif, kolangitis, kolangiolitis, dan pankretitis.
Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui
terbentuknya fistel kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat
menyumbat pad bagian tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan
menimbulkan ileus obstruksi.—-
H. Patofisiologi
PATOFISIOLOGI
Faktor predisposisi
Gaya hidup
Pigmen tidak terkonjugasi ↑ kolesterol
pengendapan
Batu empedu pigmen
↓fosfolipid
↓sintesis asam empedu
↑sintesis kolesterol
Hipersaturasi empedu
Menyumbat ampula vateri
Refluks empedu
Batu empedu kolesterol → iritan
mengendap
Obstruksi duktus biliaris
Bendungan sekresi pankreas
Tripsinogen >>
Tripsin >>
proteolitik
CHOLELITIASIS
Autodigesti pankreas
CHOLELITIASIS
Menyumbat duktus pankreatikus
Aliran balik cairan empedu ke hepar
Sekresi SGOT-SGPT
Enzim pencernaan yang disekresikan pancreas tidak mencapai duodenum
Menumpuk di pankreas
Aktivasi premature tripsin dan empedu
Pancreatitis akut
Intervensi bedah
Luka insisi
Rusaknya barier kulit
Gangguan integritas kulit
Invasi mikroorganisme
terpajan
RESTI
Bikarbonat
HCl tdk ternetralisir
Inflamasi usus
Iritasi mukosa
Rangsangan n.vagus
↓peristaltik usus
Tertahan di lambung
Distensi abdomen
↑mual
Medulla oblongata
muntah
Sekresi kalekrein
Menekan diafragma
RR meningkat
>>bradikinin&prostaglandin
Nyeri dipersepsikan di korteks serebri
↓kompensasi paru
Gg. keseimbangan pemenuhan nutrisi <
kebutuhan
Gg. Pola
Shift interstinal
edema
Kornus dorsalis
Menekan uj.saraf bebas
↑permeabilitas kapiler
Medulla spinalis
Respon imun
Fagositosis >> vasodilatasi
Gg. Rasa nyaman
Leukositosis
IL-1
↑set termostat
Hipertermi
Cairan ekstrasel
CO↓,TD↓
Suplai O2↓
Gg. Perfusi
jaringan
Viskositas ↑ ↓Na di darah
Gg. termogulasi
Gg. Keseimbangan vol. cairan (<)
Sekresi ADH
Struk volume↑
HR↑
Sekresi urin ↓
Oliguri
PH
H
HCO3 + H
HCO3
I. ASKEP
1. Pengkajian
A. Identitas Klien
Nama : Ny. E
Usia : 34 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Diagnosa Medis : Hiperbilirubin
B. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Kesehatan sekarang: nyeri pada epigastrium yang terjadi
secara tiba-tiba dan makin lama makin hebat. Nyeri menyebar ke punggung,
perut yang menjalar ke abdomen bagian bawah
C. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan:
TD : 80/60 mmHg
BB : 54 Kg
TB : 160 cm
Suhu: 38,5 ‘C
RR : 30x/menit
HR: 123x/menit
epigastrium, nyeri tekan (+), turgor menurun
b. Uji laboratorium
pH darah : 7.3
Leukositosis
Trombosit : 109.000 mm
Lipase dan amylase meningkat
Oliguria
pO2: 65mmHg
pCO2: 37 mmHg
HCO3: 15mEq/L
Hasil USG menunjukkan Cholelithiasis yang disertai
pancreatitis
c. Pemeriksaan Menyeluruh
Inspeksi: mual dan muntah , mukosa mulut kering
Palpasi: kulit dingin, abdomen tegang, teraba massa pada area
pada area epigastrium. Nyeri tekan (+), turgor turun
2. Analisa Data3. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan pembentukan batu empedu, ditandai dengan Nyeri
tekan (+),Klien mengeluh sakit hebat pada epigastrium yang muncul secara
tiba-tiba dan makin lama makin hebat. Nyeri ini menyebar ke punggung, perut
yang menjalar ke daerah abdomen bagian bawah.
b. Gangguan termoregulasi : hipertermi berhubungan dengan inflamasi pada
pankreas, ditandai dengan suhu 38.5 C
c. Pola pernapasan tidak efektif berhubungan dengan asidosis metabolic,
penurunan suplai O2 , ditandai dengan RR 30x/menit, PO₂ 37 mmHg
d. Gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan diaphoresis ditandai
oleh mukosa mulut kering
e. Gangguan pemenuhan nutrisi Kebutuhan nutrisi klien
f. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pemaparan bakteri ; rusaknya
barier tubuh pasca pembedahan
No Diagnosa Keperawatan TujuanAsuhan Keperawatan
Intervensi Rasional
1 Nyeri berhubungan
dengan pembentukan
batu empedu, ditandai
dengan:
DO:
Nyeri tekan (+)
DS:
Klien mengeluh sakit
hebat pada
epigastrium yang
muncul secara tiba-
tiba dan makin lama
makin hebat.
Nyeri ini menyebar ke
punggung, perut yang
menjalar ke daerah
abdomen bagian
bawah.
Tupan:
Klien mengikuti
program terapeutik.
Klien menunjukkan
penggunaan metode
yang menghilangkan
nyeri.
Tupen:
Klien mengatakan
nyerinya berkurang.
Criteria hasil :
Klien melaporkan
nyeri hilang atau
terkontrol
Menunjukkan
penggunaan
keterampilan
relaksasi dan
Mandiri
Pertahankan tirah baring selama
serangan akut. Berikan
lingkungan tenang.
Berikan pilihan tindakan
nyaman (contoh pijatan
punggung); dorong teknik
relaksasi (contoh bimbingan
imajinasi, visualisasi); aktivitas
hiburan (contoh TV, radio).
Pertahankan lingkungan bebas
makanan berbau.
Pertahankan perawatan kulit,
khususnya pada adanya aliran
cairan dari fistula dinding
abdomen.
Kolaborasi
Berikan obat sesuai indikasi
Analgesik narkotik, contoh:
Menurunkan laju metabolik dan
rangsangan / sekresi GI sehingga
menurunkan aktivitas pankreas.
Meningkatkan relaksasi dan
memampukan pasien untuk
memfokuskan perhatian dapat
meningkatkan koping.
Rangsangan sensori dapat
mengaktifkan enzim pankreas,
meningkatkan nyeri.
Enzim pankreas dapat mencerna
kulit dan jaringan dinding
abdomen, menimbulkan luka
bakar kimiawi.
Meperidin biasanya efektif
aktivitas hiburan
sesuai indikasi untuk
situasi individual
Wajah tidak
menunjukkan
menahan nyeri
Skala nyeri
berkurang 5-0
meperidin (demerol).
Sedatif, contoh: diazepam;
antispasmodik, contoh:
atropin.
Antasida (contoh:mylanta)
Simetidine (tagamet),
ranitidin (zantac).
Pertahankan pengisapan gaster,
bila menggunakan.
Siapkan untuk intervensi bedah
bila diindikasikan.
pada penghilangan nyeri dan
lebih disukai daripada morfin.
Untuk meningkatkan istirahat
dan menurunkan spasme
duktus/spasme sehingga
menurunkan kebutuhan
metabolik dan sekresi enzim.
Menetralisir asam gaster untuk
menurunkan produksi enzim
pankreas dan menurunkan
insiden perdarahan GI atas
Penurunan sekresi HCl
menutunkan rangsangan
pankreas dan nyeri karenanya.
Mencegah akumulasi sekresi
enzim, yang dapat merangsang
aktivitas enzim pankreas.
Bedah eksplorasi mungkin
diperlukan pada adanya nyeri/
komplikasi yang tak hilang pada
traktus bilier.
2 Gangguan Tupan: Mandiri
termoregulasi :
hipertermi berhubungan
dengan inflamasi pada
pankreas, ditandai
dengan:
DO:
Suhu 38,5o C
DS: -
Suhu tubuh dalam
batas normal 36,5 –
37,5 C⁰
Tupen:
Setelah dilakukan
perawatan selama 1
shif (7 jam), suhu
tubuh klien normal.
Criteria hasil :
Menunjukkan suhu
tubuh normal 36,5 –
37,5 °C
Kaji timbulnya demam.
Observasi tanda-tanda vital
setiap 3 jam.
Berikan penjelasan tentang
penyebab demam.
Menjelaskan pentingnya tirah
baring bagi pasien dan
akibatnya jika hal tersebut tidak
dilakukan.
Menganjurkan pasien untuk
banyak minum ± 2,5 l/24 jam,
dan jelaskan manfaatnya.
Memberikan kompres dingin.
Mencatat asupan dan keluaran.
Untuk mengidentifikasi pola
demam pasien.
Tanda-tanda vital merupakan
acuan untuk mengetahui keadaan
umum pasien.
Penjelasan yang diberikan pada
keluarga akan memotivasi klien
untuk kooperatif.
Penurunan aktivitas
mengakibatkan menurunnya suhu
tubuh karena metabolisme
menurun.
Peningkatan suhu tubuh
mengakibatkan penguapan tubuh
meningkat sehingga perlu
diimbangi dengan asupan cairan
yang banyak.
Kompres dingin akan membantu
menrunkan suhu tubuh.
Mengetahui adanya
ketidakseimbangan cairan tubuh.
3 Pola pernapasan tidak Tupan: Mandiri
efektif berhubungan
dengan asidosis
metabolic, penurunan
suplai O2 , ditandai
dengan:
DO:
RR 30x/menit
PO₂ 37 mmHg
DS: -
Klien tidak
mengalami sianosis.
Tupen:
Mempertahankan
ventilasi adekuat
Criteria hasil :
RR normal 12-
20x/menit
Tinggikan kepala tempat tidur
30o.
Ajarkan latihan napas dalam
dan batuk efektif.
Ubah posisi secara periodik dan
ambulasi sedini mungkin.
Berikan bantalan pada pagar
tempat tidur dan ajarkan pasien
menggunakannya untuk
istirahat tangan.
Gunakan bantal kecil dibawah
kepala bila diindikasikan.
Hindari penggunaan pengikat
abdomen.
Kolaborasi
Berikan O2 tambahan.
Mendorong pengembangan
difragma atau ekspansi paru
optimal dan meminimalkan
tekanan isi abdomen pada rongga
toraks.
Meningkatkan ekpansi paru
maksimal dan alat pembersihan
jalan napas.
Meningkatkan pengisian udara
seluruh segmen paru.
Pengguanaan pagar tempat tidur
memungkinkan istirahat tangan
untuk ekspansi dada lebih besar.
Penggunaan bantal besar
menghambat jalan napas.
Dapat membatasi ekspansi paru.
Memaksimalkan sediaan O2
untuk pertukaran dan penurunan
kerja napas.
Awasi/ gambarkan seri GDA/
nadi oksimetri bila
diindikasikan.
Menunjukkan ventilasi/
oksigenasi dan status asam-basa.
Digunakan sebagai alat dasar
evaluasi yang perlu untuk/
keefektifan terapi pernafasan.
4. Gangguan keseimbangan
cairan berhubungan
dengan diaphoresis
ditandai oleh mukosa
mulut kering
Tupen : Setelah 3x24
jam tindakan
keperawatan volume
cairan tubuh klien
terpenuhi
Tupan :Setelah 6x24
jam tindakan
keperawatan volume
cairan tubuh klien tetap
normal
Kriteria hasil :
- hidrasi adekuat
balance cairan
- Awasi tekanan darah dan
ukur CVP bila ada
- Ukur masukan dan haluaran
cairan termasuk muntah
atau aspirasi gaster, diare
- Timbang berat badan sesuai
dengan indikasi
- Observasi dan catat edema
perifer dan dependen
- Penurunan curah jantung/
perfusi organ buruk sekunder
terhadap episode hipotensi
dapat mencetuskan luasnya
komplikasi sistemik
- Indikator kebutuhan
penggantian/ keefektifan
terapi
- Penurunan berat badan
menunjukkan hipovolemia
- Perpindahan cairan atau
edema terjadi sebagai akibat
peningkatan permeabilitas
- Auskultasi bunyi jantung,
catat frekuensi dan irama
- Kolaborasi : Pemberian
cairan sesuai indikasi
contoh cairan garam faal,
albumin, produk darah/
darah, dekstran
vaskuler, retensi natrium, dan
penurunan tekanan koloid
pada kompartemen
intravaskuler
- Perubahan jantung/ disritmia
dapat menunjukkan
hipovolemia
dan/ketidakseimbangan
elektrolit, umumnya
hipokalemia/ hipokalsemia.
- Cairan garam faal dan
albumin dapat digunakan
untuk mengikatkan
mobilisasi cairan kembali
kedalam area vaskuler
5. Gangguan
pemenuhan nutrisi
Kebutuhan
nutrisi klien
Tupen : Setelah 3x24
jam tindakan
keperawatan nutrisi
klien tercukupi
- Kaji abdomen, catat adanya/
karakter bising usus,
distensi abdomen dan
keluhan mual
- Berikan perawatan oral
- Distensi usus dan atoni usus
sering terjadi, mengakibatkan
penurunan/ tak adanya bising
usus
- Menurunkan rangsangan
Tupan :Setelah 6x24
jam tindakan
keperawatan nutrisi
klien tetap dalam
batasan normal
Kriteria hasil :
- Peningkatan BB
- Tidak malnutrisi
- Tidak ada mual
dan muntah
hygiene
- Bantu pasien dalam
pemilihan makanan/ cairan
yang memenuhi kebutuhan
nutrisi dan pembatasan bila
diet dimulai
- Observasi warna/
konsistensi/ jumlah feses.
Catat konsistensi lembek/
bau busuk.
- Tes urine untuk gula dan
aseton
- Kolaborasi Pemberian
vitamin ADEK
muntah
- Kebiasaan diet sebelumnya
mungkin tidak memuaskan
pada pemenuhan kebutuhan
saat ini untuk regenerasi
jaringan dan penyembuhan
- Steatorea terjadi karena
pencernaan lemak tak
sempurna
- Deteksi dini pada
penggunaan glukosa tak
adekuat dapat mencegah
terjadinya ketoasidosis
- Kebutuhan penggantian
seperti metabolisme lemak
terganggu, penurunan
absorbsi/ penyimpangan
vitamin larut dalam lemak
6. Resiko tinggi infeksi
berhubungan dengan
pemaparan bakteri ;
rusaknya barier tubuh
pasca pembedahan
Tupen : Setelah 3x24
jam tindakan
keperawatan tidak ada
tanda-tanda infeksi
Tupan :Setelah 6x24
jam tindakan
keperawatan terdapat
perbaikan jaringan kulit
sebagai barier tubuh
Kriteria hasil :
- Tidak ada tanda-
tanda infeksi
(kalor, dolor,
rubor)
- Peningkatan
perbaikan
jaringan kulit
- Pra operasi : berikan
antibiotik sesuai indikasi
- Post operasi : lakukan
perawatan luka denga
teknik steril
- Ajarkan kepada klien
melalui apa saja infeksi
dapat terjadi
- Kaji tanda infeksi (kalor,
dolor, rubor)
- Mengurangi bakteri dalam
persiapan pembedahan
- Mengurangi resiko infeksi
silang
- Secara mandiri klien dapat
paham dan mengerti dalam
pencegahan infeksi
- Mengetahui efektivitas
intervensi
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2.
(terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarata.
Carpenito, Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. (terjemahan).
Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. (terjemahan). Penerbit
buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2,
(terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Junadi, Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan
Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.
Mansjoer, Arif., et all. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius