19

Click here to load reader

MAKALAH-KEAMANAN PANGAN

Embed Size (px)

DESCRIPTION

keamanan pangan

Citation preview

  • TUGAS MAKALAH

    KEAMANAN PANGAN

    PENGARUH PENGGUNAAN NITRIT PADA SOSIS

    OLEH :

    KELOMPOK 12

    MUHAMMAD SABANDI (J1A 012 080)

    DESAK MADE GALIH PERTIWI (J1A 013 026)

    DESY WULANDARI (J1A 013 028)

    NURUL FITRIANINGSIH (J1A 013 098)

    PENINA (J1A 013 100)

    PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

    FAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN DAN AGROINDUSTRI

    UNIVERSITAS MATARAM

    2015

  • BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Sosis adalah produk makanan yang diperoleh dari campuran daging halus (tidak kurang

    dari 75%) dengan tepung atau pati tanpa penambahan bumbu-bumbu dan bahan tambahan

    makanan lain yang diizinkan dan dimasukan ke dalam selongsong sosis. Bahan baku yang

    digunakan untuk membuat sosis terdiri dari bahan utama dan bahan tambahan. Bahan utama

    yaitu daging, es, minyak, garam dan lemak. Sedangkan bahan tambahannya yaitu bahan pengisi,

    bahan pengikat, bumbu-bumbu, bahan penyedap dan bahan makanan lain yang diizinkan (bahan

    inovasi). Istilah sosis berasal dari kata dalam bahasa latin salsus, yang memiliki arti garam,

    sehingga sosis dapat diartikan sebagai daging giling yang diawetkan dengan garam. Sosis

    didefinisikan sebagai makanan yang dibuat dari daging yang dicacah serta dibungkus dalam

    casing menjadi bentuk silinder (Kramlich, 1973). Sosis merupakan salah satu jenis emulsi,

    namun emulsi sosis bukanlah emulsi sesungguhnya seperti mayonnaise atau emulsi minyak

    dalam air lainnya. Emulsi sosis yang secara umum dimaksud oleh industri sosis adalah campuran

    daging yang digiling halus, lemak, dan bumbu-bumbu. Lemak pada sosis dibungkus oleh protein

    daging lean dengan struktur serupa dengan emulsi,walaupun bukan emulsi minyak dalam air

    yang sesungguhnya. Protein larut garam terutama mayonnaise diekstrak dengan garam dan

    selama proses pencacahan membentuk sejenis emulsi yang membungkus partikel lemak. Nitrit

    dan nitrat sebagai garam natrium atau kalium dipergunakan dalam daging cured dengan tujuan

    untuk mengembangkan warna daging menjadi warna merah muda terang, mempercepat proses

    curing (Soeparno, 2005). Fungsi utama nitrit dalam pembuatan sosis adalah untuk memperbaiki

    warna daging. Perbaikan warna daging untuk sosis masak dianjurkan penggunaannya sebanyak

    3- 50 ppm (Ockerman, 1983).

    Jumlah maksimum nitrit yang bisa ditambahkan dalam curing daging adalah 62,8 g/100

    Kg. Dosis nitrit yang lebih dari 15 - 20 mg/Kg berat badan akan menimbulkan kematian (Aberle

    et al., 2001). Penggunaan natrium nitrit sebagai pengawet untuk mempertahankan warna daging

    ternyata dapat menimbulkan efek yang membahayakakan kesehatan. Nitrit dapat berikatan

    dengan amino dan amida yang menghasilkan turunan nitrosamin yang bersifat karsinogenik

    (Husni et al., 2007). Penambahan nitrit tidak terlalu mempengaruhi karakteristik sensori, akan

  • tetapi nitrit mempengaruhi proses oksidatif dan pembentukan komponen volatil yang berasal dari

    mikroorganisme (Marco et al., 2006). Berdasarkan ketentuan Standart Nasional Indonesia nomor

    01-0222-1995 maka kadar nitrit yang dibenarkan pada produk daging olahan cornet beefadalah

    50 mg/kg tunggal atau campuran dengan kalium nitrit. (SNI 01-0222-1995). Berdasarkan hal ini

    maka peneliti tertarik untuk menentukan kadar natrium nitrit pada daging sosis yang beredar

    dipasaran .

    1.2. Permasalahan

    1. Berapakah kadar nitrit yang terdapat dalam daging sosis yang di produksi oleh beberapa

    perusahaan yang beredar dipasaran di kota Medan.

    2. Apakah kadar nitrit yang terdapat dalam daging tersebut sesuai dengan Standart Nasional

    Indonesia (SNI) No 01-0222-1995 tentang Bahan Tambahan Makanan?

    3. Bagaimana Penerapan HACCP dan GMP pada proses produksi sosis?

    1.4. Tujuan

    1. Menentukan kadar nitrit yang terdapat dalam daging sosis beberapa perusahaan yang

    berada di kota Medan yang memperhatikan tangal kadaluarsanya.

    2. Membandingakan kadar nitrit yang didapat dengan pembatasan Standart Nasional

    Indonesia (SNI) No.01-0222-1995 tentang Bahan Tambahan Makanan.

    3. Mengetahui penerapan HACCP dan GMP pada proses produksi sosis.

  • BAB II

    PEMBAHASAN

    2.1. Daging Sapi

    Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan

    jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan

    kesehatan bagi yang memakannya (Soeparno, 1994). Komposisi daging terdiri dari 75% air, 19%

    protein, 3,5% substansi non protein yang larut, dan 2,5% lemak (Lawrie, 2003). Daging dapat

    dibagi dalam dua kelompok yaitu daging segar dan daging olahan. Daging segar ialah daging

    yang belum mengalami pengolahan dan dapat dijadikan bahan baku pengolahan pangan.

    Sedangkan daging olahan adalah daging yang diperoleh dari hasil pengolahan dengan metode

    tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan, misalnya sosis, dendeng, daging burger dan daging

    olahan dalam kaleng dan sebagainya (Desroiser, 1988). Kontaminasi bakteri dapat menyebabkan

    perubahan warna dan bau. Selama proses memasak, warna daging dapat mengalami perubahan

    dan kurang menarik (Putra, 2008). Warna daging segar adalah warna merah terang dari

    oksimioglobin, warna daging yang dimasak adalah warna coklat dari globin hemikromogen,

    warna daging yang ditambahkan nitrit adalah warna merah gelap dari nitrikoksidamioglobin dan

    bila dimasak (Soeparno, 1994). Banyak hal yang dapat mempengaruhi kualitas daging baik

    ketika pemeliharaan ataupun ketika pengolahan. Faktor yang dapat mempengaruhi penampilan

    daging selama proses sebelum pemotongan adalah perlakuan transportasi dan istirahat yang

    dapat menentukan tingkat cekaman (stress) pada ternak yang pada akhirnya akan menentukan

    kualitas daging yang dihasilkan (T. Suryati, 2006).

    2.2. Sosis

    Sosis (dalam bahasa Inggris sausage) berasal dari bahasa Latin salsus yang artinya asin

    adalah suatu makanan yang terbuat dari daging cincang, lemak hewan dan rempah, serta bahan-

    bahan lain. Sosis umumnya dibungkus dalam suatu pembungkus yang secara tradisional

    menggunakan usus hewan, tapi sekarang sering kali menggunakan bahan Komponen utama sosis

    terdiri dari daging, lemak, dan air. Selain itu, pada sosis juga ditambahkan bahan tambahan

    seperti garam, fosfat, pengawet (biasanya nitrit/nitrat), pewarna, asam askorbat, isolat protein,

    dan karbohidrat. Sosis daging sapi dapat mengandung air sampai 60% (Soeparno, 1994).

  • Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3820-1995), sosis yang baik harus mengandung

    protein minimal 13%, lemak maksimal 25% dan karbohidrat maksimal 8%. sintetis, serta

    diawetkan dengan suatu cara, misalnya dengan pengasapan (Anonim, 2010 ).

    2.3. Nitrit

    Natrium nitrit merupakan salah satu bahan tambahan makanan yang diizinkan oleh

    pemerintah untuk menjadi bahan pengawet makanan , natrium nitrit adalah senyawa nitrogen

    yang reaktif . nitrit merupakan salah satu jenis suatu bahan tambahan makanan yang banyak

    digunakan sebagai pengawet . nitrit adalah suatu bahan berwarna putih sampai kekuningan yang

    berbentuk bubuk atau berbentuk glanular yang tidak berbau . Nitrit mempunyai berat jenis 2,17

    (25 C)g/mL dengan kelarutan didalam air sebesar 820 g/L (20C) dan bersifat alkali (pH9) dan

    mempunyai titik leleh sodium nitrit 271-281 C , titik didih 320 C , suhu bakar 510 C dan

    suhu penguraian > 320 C Biasanya nitrit dan nitrat banyak digunakan pada berbagai jenis

    daging olahan seperti sosis dan daging lainnya . Pada sebuah penelitian pada tahun 1978

    dikatakan bahwa nitrit dapat mengakibatkan kangker pada tikus percobaan karena pada kondisi

    tertentu akan terjadi reaksi antara nitrit dan beberapa amin yang secara alamiah terdapat didalam

    makanan sehinga membentuk senyawa nitrosiamin yang bersifat karsinogenik atau pemicu

    terbentuknya sel-sel kanker yang sangat berbahaya ternyata nitrosiamin dapat menimbulkan

    tumor pada jenis organ bahkan kadang kadang dapat menembus plasenta sehinga dapat pula

    mengakibatkan tejadinya tumor pada janin jadi meskipun berbagai jenis bahan tambahan ini di

    bolehkan untuk dikonsumsi tetap ada batasnya yang di tetepkan (Nurhati 2007 ). Nitrit juga

    merupakan antioksidan yang efektif menghambat pembentukan WOF (Warmedover flayor )

    yaitu berubahnya warna aroma dan rasa yang tidak menyenangkan pada produk daging yang

    telah dimasak . penambahan nitrit pada konsentrasi 156 mg/kg cukup efektif menghambat

    pembentukan WOF dan menurunkan angka TBA pada produk

    sapi dan ayam . TBA ( Thio Barbiturat Acid) adalah senyawa yang dapat bereaksi dengan

    senyawa aldehid membentuk warna merah yang bisa diukur mengunakan spektrofotometer.

    Angka TBA adalah angka yang dipakai untuk menentukan adanya ketengikan dari senyawa

    aldehid yang dihasilkan dari oksidasi minyak atau lemak ( Raharjo,2006).

  • 2.3.1. Sifat-sifat nitrit sebagai bahan pengawet, antara lain :

    1. Nitrit yang ditambahkan dalam bahan pangan sebelum bahan pangan tersebut dipanaskan

    bisa meningkatkan daya awet 10 kali lebih lama daripada bahan pangan dipanaskan

    terlebih dahulu selanjutnya ditambahkan nitrit.

    2. Selama penyimpanan mengakibatkan konsentrasi nitrit semakin menurun

    3. Sifat anti-botulinum nitrit tidak dipengaruhi oleh pH, kandungan garam, suhu inkubasi,

    jumlah spora Clostridium botulinum.

    Menurut Soeparno (1998), penggunaan nitrit sebagai pengawet mempunyai tujuan untuk:

    1. Menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen

    Mikroorganisme patogen paling berbahaya yang dapat mengkontaminasi daging adalah

    Clostridium botulinum. Nitrit menghambat produksi toksin Clostridium botulinum dengan

    menghambat pertumbuhan dan perkembangan spora atau dengan cara membentuk senyawa

    penghambat bila nitrit pada daging dipanaskan. Nitrit juga dapat menghambat pertumbuhan

    Clostridium perferingens dan Staphylococcus aureus pada daging.

    2. Membentuk cita rasa

    Peranan nitrit yang berhubungan dengan cita rasa daging olahan atau awetan bersifat

    sebagai antioksidan.Nitrit akan menghambat oksidasi lemak yang akan membentuk senyawa-

    senyawa karbonil seperti aldehid, asam-asam dan keton yang menyebabkan rasa dan bau tengik.

    3. Memberi warna merah muda yang menarik

    Penambahan nitrit pada daging olahan terutama bertujuan untuk memberi warna merah

    muda yang menarik. Perubahan warna secara kimia sangat kompleks. Pigmen dalam otot daging

    terdiri dari protein yang disebut mioglobin. Mioglobin dengan oksigen akan membentuk

    oksimioglobin yang berwarna merah terang.Warna merah terang dari oksimioglobin tidak

    stabil,dan dengan oksidasi berlebihan akan berubah menjadi metmioglobin yang berwarna

    coklat.Tetapi yang mengalami penambahan nitrit akan tetap berwarna merah(Winarno, 1980).

    Menurut Buckle (1987), mioglobin bereaksi degan nitrogen oksidasi menghasilkan

    senyawa nitroso-mioglobin, yang selanjutnya mengalami perubahan oleh panas dan garam

    membentuk nitroso-myochromagen yang mempunyai warna merah muda yang relatif stabil.

    Pada umumnya proses curing terjadi karena:

    a. Reaksi biologis yang dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit dan NO, yang mampu

    mereduksi ferri menjadi ferro.

  • b. Terjadinya denaturasi globin oleh panas. Bila daging yang di-curing dipanaskan pada

    suhu 150 F atau lebih, maka terjadi proses denaturasi.

    c. Hasil akhir curing daging membentuk pigmen nitrosilmioglobin bila tidak dimasak, dan

    nitrosilhemokromogen bila telah dimasak

    2.3.2 Dampak Pengawet Nitrit Terhadap Kesehatan

    Penggunaan nitrit sebagai pengawet untuk mempertahankan warna daging ternyata

    menimbulkan efek yang membahayakan. Nitrit dapat berikatan dengan amino atau amida dan

    membentuk turunan nitrosiamin yang bersifat toksik (Cahyadi, 2006). Pengawet nitrit dapat

    mengakibatkan beberapa dampak yang tidak diinginkan seperti rasa mual, muntah-muntah, sakit

    kepala dan tekanan darah menjadi rendah, lemah otot serta kadar nadi tidak menentu.Nitrit dalam

    jumlah besar dapat menyebabkan gangguan gastrointestinal, diare campur darah, di ikuti oleh

    konvulsi, koma, dan jika tidak dapat pertolongan akan mengakibatkan kematian. Keracunan

    kronis dapat mengakibatkan depresi, sakit kepala (Awang, 2003).

    Menurut Wahyudi (2007), apabila nitrit dan nitrat masuk bersamaan dengan makanan,

    maka banyaknya zat makanan akan menghambat absorbsi dari kedua zat ini dan baru akan

    diabsorbsi di traktus digestivus bagian bawah. Hal ini akan mengakibatkan mikroba usus

    mengubah nitrit sebagai senyawa yang lebih berbahaya. Karena itu pembentukan nitrit pada

    intestinum mempunyai arti klinis yang penting terhadap keracunan. Selain itu, nitrit di dalam

    perut akan berikatan dengan protein membentuk N-nitroso, komponen ini juga dapat terbentuk

    bila daging yang mengandung nitrit atau nitrit dimasak dengan panas yang tinggi. Komponen ini

    sendiri diketahui menjadi salah satu bahan karsinogenik seperti timbulnya kanker perut pada

    manusia. Nitrit juga dapat mengakibatkan penurunan tekanan darah karena efek vasodilatasinya.

    Gejala klinis yang timbul dapat berupa nausea, vomitus, nyeri abdomen, nyeri kepala, pusing,

    penurunan tekananan darah dan takikardi, serta sianosis dapat muncul dalam jangka waktu

    beberapa menit sampai 45 menit. Pada kasus yang ringan, sianosis hanya tampak disekitar bibir

    dan membran mukosa. Adanya sianosis sangat tergantung dari jumlah total hemoglobin dalam

    darah, saturasi oksigen, pigmentasi kulit dan pencahayaan saat pemeriksaan. Bila mengalami

    keracunan yang berat, korban dapat tidak sadar seperti stupor, koma atau kejang sebagai akibat

    hipoksia berat. Prognosis sangat tergantung dari terapi yang diberikan. Berdasarkan penelitian

    yang dilakukan oleh Rachman (2005), pengawet nitrit berbahaya karena penggunaan nitrit dapat

    bereaksi dengan amin sekunder, seperti prolin atau derivat poliamin yang ada dalam bahan

  • makanan pada kondisi pH yang sama dengan lambung dan membentuk senyawa karsinogen

    (penyebab kanker).

    Menurut Silalahi dalam Darius (2007) bahwa jumlah asupan harian (ADI) oleh

    FAO/WHO untuk 60 kg berat badan adalah 8 mg untuk nitrit Hasil penelitian Magee dan bernes

    (1954) menunjukan bahwa nitrosodimetilamin merupakan senyawa racun bagi hati yang dapat

    menyebabkan terjadinya kerusakan hati pada beberapa presies nitrisodimetilamin juga

    merupakan kasinogen kuat yang dapat menimbulkan tumor terut pada hati dan ginjal tikus

    percobaan. Dari Hasil percobaan terhadap tikus ,500 ppm dari nitrosamine menyebabkan tumor

    hati malignant dalam waktu 26-40 mingu .pada dosis yang lebih tinggi lagi menyebabkan tumor

    kandung kemih , pada dosis 30 mg/kg berat badan akan badan mempercepat timbulnya tumor

    ginjal. Tabel berikut menyajikan hubungan antara jumlah dosis dengan waktu timbulnya kanker

    dari pengunaan nitrosiamin.

    Tabel 1 . Dosis mnitrosiamin dan waktu timbulnya kanker

    2.4. Efek Toksik Nitrit

    Efek toksis nitrit adalah methaemoglobinemia, yaitu hemoglobin yang didalamnya ion

    Fe2+ diubah menjadi Fe3+ dan kemampuannya mengangkut oksigen telah berkurang . darah

    manusia secara normal mengandung methaemoglobin pada konsentrasi tidak melebihi 2% .

    kandungan methaemoglobin menjadi 30 - 40 % dapat menyebatkan gejala klinis berkaitan

    dengan kekurangan oksigen dalam darah ( hypoxia ) . Penderita menjadi pucat , kulit menjadi

    biru ( cianosis ) , sesak nafas muntah dan shock. kematian dapat terjadi jika kadarnya mencapai

    70 %. Penggunaan natrium nitrit sebagai pengawet untuk mempertahankan warna daging atau

    ikan ternyata menimbulkan efek yang membahayakan . nitrit dapat berikatan dengan amino atau

    amida dan membentuk turunan nitrosiamin yang bersifat toksik. nitrosiamin merupakan senyawa

    yang bersifat karsinogenik . nitrosiamin dapat menimbulkan tumor pada bermacam macam

  • organ , termasuk hati , ginjal , kandung kemih , paru paru , lambung , saluran pernapasan ,

    pankreas dan lain lain ( Mukhtadi ,2008). Senyawa nitrosiamin yang dihasilkan dari reaksi

    nitrit dengan amin sekunder merupakan senyawa yang bersifat karsinogenik . Amin amin

    sekunder yang paling banyak ( Lawrie, 2003) Agen nitrosasi yang paling penting dalam

    pembetukan nitrosiamin adalah N2O3 yang mudah terbentuk nitrit dalam suasana asam . N2O3

    bereaksi dengan pasangan electron bebas yang ada pada admin sekunder membentuk nitrosiamin

    . Kondisi pH yang optimum untuk nitrosasi senyawa admin sekunder bekisar Antara 2,5 dan 3,5 .

    Walaupun makanan biasanya lebih tinggi dari pH 3,5 biasanya tingkat keasaman makanan cukup

    untuk memicu reaksi nitrosasi dengan laju yang lebih lambat dari maksimum, keasaman

    lambung mendekati pH 2,5 3,5 sehingga akan terjadi kondisi yang cukup baik untuk reaksi

    nitrosasi(silalahi, 2005). Contoh senyawa nitrosiamin adalah nitrosodimetilamin,

    nitrosodietilamin, nitrosopiperidin, dan nitrosopirolidin. Nirosodimetilamin dapat menimbulkan

    resiko kanker yang lebih berbahaya dari pada nitrosopirolidin. Konsentrasi nitrosodimetilamin

    sampai 5 ppb didalam daging dapat bersifat karsinogenik (Soeparno, 1994). Untuk mencegah

    terbentuknya nitrosiamin maka dianjurkan untuk menambahkan zat yang dapat menghambat

    proses tersebut misalnya asam askorbat . di amerika dianjurkan perubahan asam askorbat

    sebanyak 550 mg/kg dalam daging olahan melalui reaksi sebagai berikut : Asam askorbat +

    N2O3 asam dehidrosakorbat +2NO +H2O.

    Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722 tahun 1988,penggunaan nitrit

    maksimum pada daging olahan dan daging awetan yakni 125 g/ml (Badan Standarisasi

    Nasional 2001). Batas penggunaan nitrit di Negara Negara barat telah diturunkan dari 150 ppm

    menjadi 50 ppm saja karena telah terbukti adanya kemungkinan terbentuknya senyawa

    nitrosiamin . Nitrosiamin merupakan sekelompok senyawa kimia yang bersifat karsinogen yang

    dapat menimbulkan kanker (Harris, 1989).

    2.5. Peranan nitrit terhadap mutu olahan daging

    Nitrat dan nitrit merupakan bahan kuring yang umum digunakan di industri pengolahan

    daging . Nitrit menjadi komponen pembeda antara produk olahan daging segar dengan produk

    kuring. Nitrat dikonversi menjadi nitrit selama proses fermentasi atau selama proses pemasakan.

    Fungsi dari garam nitrit adalah : - Untuk pembentukan warna ( konsentrasi yang dibutuhkan

    sekitar 20-30 ppm). Reaksi pembentukan warna Sodium nitrit direduksi menjadi nitrit oksida

    (NO). NOakan berikatan dengan mioglobin (NO mengganti OH pada struktur heme dari

  • mioglobin-gambar 1) membentuk nitrosomioglobin bewarna merah gelap yang tidak stabil dan

    bisa teroksidasi menjadi metmioglobin. Proses pemanasan (70C) atau penurunan pH

    dagingsampai dibawah 5.0 ( selama proses fermentasi ) akan mendenaturasi bagian globin dari

    nitrosomioglobin membentuk nitrosohe-mokrom yang menghasilkan warna merah yang stabil.

    Gambar II penggantian OH mioglobin dengan NO

    Membentuk flavor khas daging curing - Mencegah pembentukan flavor tengik dengan

    cara menghambat reaksi oksidasi Fe pada hemoglobin dan mengikat radikal bebas ( bersifat

    antioksidan ). - Memberi efek pengawetan (efek hurdle) dengan kombinai beberapa tekni

    pengawetan yang lain :

    5 % NaCl plus 200 ppm NO2 memiliki efek pengawetan yang sama dengan 15 % garam .

    berperan sangat penting untuk produk olahan daging kalengan, karena membantu mencegah

    pertumbuhan spora bakteri C. botulinum.

    100 ppm NO2 dibutuhkan untuk menghambat pertumbuhan C.botulinum pada produk olahan

    daging yang dikemas vakum dan disimpan dingin. Dalam pengunaan nitrit, maka konsentrasi

    (dosis) yang digunakan harus dikontrol secara ketat dosis penggunaan.

    Dari penelitian dapat ditentukan bahwa semakin lama kadaluarsa maka kadar nitrit

    semakin tinggi. Hal tersebut menunjukan bahwa kadar nitrit yang didapat pada setiap sample

    memiliki kadar nitrit dibawah standart baku mutu sehingga baik dikonsumsi.Hal ini didasari oleh

    ketentuan baku mutu sosis yang berdasarkan Standart Nasional Indonesia (SNI) 01-0222-1995

    yang menerangkan bahwa kadar nitrit yang dapat di konsumsi oleh masyarakat adalah dibawah

    (125 mg/kg). Menurut Cahyadi penggunaan nitrit sebagai pengawet untuk mempertahankan

    warna daging ternyata menimbulkan efek yang membahayakan. Nitrit dapat berikatan dengan

    amino atau amida dan membentuk turunan nitrosiamin yang bersifat toksik (Cahyadi, 2006).

  • Menurut peraturan menteri kesehatan RI nomor 722/Menkes/Per/IX/88 tentang bahan

    tambahan makanan menyatakan bahwa kadar nitrit yang diijinkan pada produk akhir daging

    olahan adalah 200 ppm ( 200 mg/kg bahan ) . sedangkan USDA ( United States Departemen Of

    Agriculture ) membatasi penggunaan maksimum nitrit sebagai garam sodium atau potassium

    yaitu 239,7 g/100 L larutan garam 62,8 g/100 kg daging untuk daging curing kering atau 15,7

    g/100 kg daging cacahan untuk sosis. Di Amerika Serikat ,Kanada dan Negara-negara Eropa

    dosis penggunaan sodium nitrit telah dikurangi sampai sekitar 40-50 ppm. Jumlah nitrit sekitar

    50 ppm disertai dengan penguanaan sorbat sebagai pengawet , cukup efektif untuk mengawetkan

    produk daging .Demikian pula penambahan vitamin c atau vitamin E telah banyak dilakukan

    pada produk daging yang diawetkan dengan nitrit ,karena vitamin vitamin tersebut ditemukan

    dapat mencegah terjadinya reaksi pembentukan nitrosiamin. Nitrit merupakan zat tambahan

    pangan yang digunakan sebagai pengawet pada pengolahan daging .Nitrit sangat penting dalam

    mencegah pembusukan terutama untuk keperluan penyimpanan ,transportasi dan distribusi

    produk-produk daging. Sodium nitrit juga berfungsi sebagai bahan pembentukan factor-faktor

    sensori yaitu warna , aroma,dan cita rasa. Oleh karena itu dalam industri makanan kaleng

    pengunaan zat pengawet ini sangat penting karena dapat menyebabkan warna daging olahannya

    menjadi merah atau pink dan Nampak segar sehinga produk olahan daging tersebut disukai oleh

    konsumen.

    Pengunaan nitrit dilakukan untuk meminilasir ketengikan yang dapat muncul pada daging

    dan dapat memperpanjang masa simpan produk daging. Hal ini dikarenakan produk sosis tidak

    selalu habis terjual hanya dalam waktu satu hari ,penyimpanannya pun dilakukan pada suhu beku

    yaitu disimpan di freezer. Perbedaan lama penyimpanan produk sosis, khususnya penyimpanan

    di distributor sosis dapat terjadi karena masing masing produsen sosis tidak mengirimkan

    produk sosis dalam waktu yang bersamaan.Sebagian produsen sosis mengirimkan produk sosis

    ke distributor sosis tiga hari sekali , bahkan ada yang mengirimnya dua mingu sekali tergantung

    permintaan distributor. Penyimpanan produk sosis ada yang mencapai enam bulan tergantung

    dari kualitas produk sosis tersebut. Semakin baik kualitas produk sosis , maka penyimpanannya

    semakin lama.

  • 2.6. Analisis Nitrit

    2.6.1 . Penetapan Kadar Nitrit

    Penetapan kadar nitrit dapat dilakukan dengan beberapa metode antara lain

    spektrofotometri sinar tampak dan volumetri. Metode spektrofotometri sinar tampak digunakan

    untuk pemeriksaan kuantitatif nitrit dengan pereaksi asam sulfanilat dan NED yang membentuk

    warna ungu merah dan dapat diukur dengan panjang gelombang maximum 540 nm (Herlich,

    1990; Vogel, 1994). Metode ini berdasarkan atas reaksi diazotasi dimana senyawa amin primer

    aromatik dikopling dengan N-(1-naftil) etilen diamin dihidroklorida (NED). Dengan adanya

    nitrit maka akan menghasilkan senyawa yang berwarna ungu kemerahan yang dapat diukur

    secara spektrofotometri sinar tampak (Rohman, 2007).

    2.6.2. Pemeriksaan Kualitatif Nitrit

    Pemeriksaan kualitatif nitrit dapat diketahui dengan cara menggunakan asam sulfanilat

    dan larutan NED, serbuk antipirin , dan serbuk kalium iodide. Larutan yang mengandung nitrit

    bila ditambahkan beberapa tetes larutan asam sulfanilat dan larutan NED , dibiarkan selama

    beberapa menit akan memberikan hasil warna ungu merah (Vogel, 1990).

    2.7. Dampak Penggunaan Nitrit pada Sosis

    Konsumsi nitrit yang berlebihan dapat menimbulkan kerugian bagi pemakainya, baik

    yang bersifat langsung, yaitu keracunan, maupun yang bersifat tidak langsung, yaitu nitrit

    bersifat karsinogenik. Apabila nitrit yang terkonsumsi jumlahnya banyak, maka NO yang

    terbentuk juga banyak. NO yang terserap dalam darah, mengubah haemoglobin darah manusia

    menjadi nitrose haemoglobin atau methaemoglobin yang tidak berdaya lagi mengangkut

    berbagai organ termasuk hati, saluran pernafasan, ginjal, saluran kencing, kerongkongan, perut,

    saluran bawah pencernaan dan pankreas. Ginjal merupakan alat ekskresi penting yang

    mempunyai 3 fungsi, yaitu filtrasi, absorbsi dan reabsorbsi. Proses tersebut berhubungan dengan

    pembentukan urin. Tiga kelas zat yang difiltrasi dalam glomerulus yaitu elektrolit, nonelektrolit

    dan air. NO2 termasuk golongan natrium yang merupakan zat elektrolit. NO2 akan diabsorbsi

    dan kemudian melewati tahapan reabsorbsi, sedikitnya dua pertiga jumlah natrium yang difiltrasi

    akan direabsorbsi di dalam tubulus proksimal. Sebagian natrium ada yang keluar

    bersama urin dan sebagian ada yang tertinggal. Natrium dalam hal ini NO2 yang tertinggal lama

    kelamaan akan menumpuk di dalam ginjal dan dapat memperberat kerja ginjal, sehingga akan

    merusak organ ginjal yang menyebabkan ginjal tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

  • Untuk selanjutnya NO2 akan dimetabolisme di dalam hati. Hati berfungsi untuk penetral racun,

    apabila kerja organ hati terganggu atau rusak akibat semakin banyaknya racun yang tidak dapat

    dimetabolisme, maka NO2 tersebut akan menumpuk dan dapat menyebabkan kanker hati. Saat

    ini belum ditemukan bahan kimia lain yang dapat menggantikan fungsi nitrit pada proses curing

    daging olahan. Oleh sebab itu, jalan yang dapat ditempuh untuk mencegah terbentuknya senyawa

    nitrosamin adalah dengan mengurangi kadar nitrit dalam produk daging olahan tetapi tetap

    menjaga agar bakteri Clostridium botulinum tidak tumbuh. Caranya antara lain dengan

    mengurangi jumlah nitrit yang digunakan sebagai bahan pengawet disertai dengan penambahan

    bahan anti-mikroba seperti sorbat atau menambahkan vitamin C atau vitamin E ke dalam daging

    olahan yang merupakan penghambat reaksi nitrosasi.

    2.8. Karakteristik umum Clostridium botulinum Clostridium botulinum merupakan bakteri berbentuk batang, anaerobik (tidak dapat

    tumbuh di lingkungan yang mengandung oksigen bebas), Gram-positif, dapat membentuk spora,

    dan dapat memproduksi racun syaraf yang kuat. Sporanya tahan panas dan dapat bertahan hidup

    dalam makanan dengan pemrosesan yang kurang sesuai atau tidak benar. Ada tujuh tipe

    botulisme (A, B, C, D, E, F dan G) yang dikenal, berdasarkan ciri khas antigen dari racun yang

    diproduksi oleh setiap strain. Tipe A, B, E, dan F dapat menyebabkan botulisme pada manusia.

    Tipe C dan D menyebabkan sebagian besar botulisme pada hewan. Hewan yang paling sering

    terinfeksi adalah unggas liar dan unggas ternak, sapi, kuda, dan beberapa jenis ikan. Walaupun

    tipe G telah diisolasi dari tanah di Argentina, belum ada kasus yang diketahui disebabkan oleh

    strain ini.

    Botulisme karena makanan (untuk membedakan dari botulisme pada luka dan botulisme

    pada bayi) merupakan jenis keracunan makanan yang parah. Penyakit ini disebabkan oleh

    konsumsi makanan yang mengandung racun syaraf yang kuat, yang dibentuk selama

    pertumbuhan organisme. Racun ini tidak tahan panas dan dapat dihancurkan dengan pemanasan

    pada temperatur 80C selama10 menit atau lebih. Penyakit ini jarang terjadi, tetapi sangat

    diperhatikan karena apabila tidak segera dirawat dengan benar, tingkat kematiannya tinggi.

    Kebanyakan kasus yang dilaporkan setiap tahunnya berkaitan dengan makanan yang kurang

    diproses, dikalengkan di rumah tangga, tetapi kadang-kadang makanan yang diproduksi secara

    komersial juga terlibat dalam kasus tersebut. Sosis, produk daging, sayuran kaleng, dan produk

    makanan laut, paling sering menjadi perantara dalam kasus botulisme pada manusia. Organisme

  • ini dan sporanya tersebar luas di alam. Bekteri ini ada di tanah, baik di tanah olahan, tanah hutan,

    endapan di dasar sungai, danau, dan perairan pantai, dan di dalam usus ikan dan mamalia, dan di

    dalam insang dan organ dalam kepiting dan jenis-jenis kerang lainnya.

    2.9. Penerapan HACCP dan GMP

    Jaminan mutu bukan hanya menyangkut masalah metode tetapi juga merupakan sikap

    tindakan pencegahan terjadinya kesalahan dengan cara bertindak tepat sedini mungkin oleh

    setiap orang baik yang berada di dalam maupun di luar bidang produksi. Penerapan jaminan

    mutu pangan harus di dukung oleh penerapan GMP dan HACCP sebagai sistem pengganti

    prosedur inspeksi tradisional yang mendeteksi adanya cacat dan bahaya dalam suatu produk

    pangan setelah produk selesai diproses. GMP menetapkan KRITERIA (istilah umum,

    persyaratan bangunan dan fasilitas lain, peralatan serta control terhadap proses produksi dan

    proses pengolahan), STNDAR (Spesifikasi bahan baku dan produk, komposisi produk) dan

    KONDISI (parameter proses pengolahan) untuk menghasilkan produk mutu yang baik.

    Sedangkan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Points) memfokuskan perhatian terhadap

    masalah pengawasan dan pengendalian keamanan pangan melalui identifikasi, analisis dan

    pemantauan terhadap titik-titikkritis pada keseluruhan bahan yang digunakan dan tahapan proses

    pengolahan yang dicurigai akan dapat menimbulkan bahaya bagi konsumen.

    Apapun skala produksi, mesin dan gaya manajemen yang dijalankan sangat penting, saat

    ini pelaksanaan standar produksi berupa Good Manufacturing Practices (GMP) dan Hazard

    Analysis Critical Control Point (HACCP) merupakan sebuah kebutuhan mutlak yang tidak dapat

    ditunda lagi untuk diimplementasikan, agar tuntutan konsumen akan produk yang bermutu dan

    aman dapat terpenuhi. Dan tentu saja ini menjadi salah satu tantangan bagi sebagian besar

    industri pangan sosis yang ada saat ini, di samping tantangan lain untuk terus meningkatkan

    produktifitas dan mengelola margin di tengah-tengah situasi harga bahan baku dan kemasan yang

    terus membumbung tinggi dan daya beli masyarakat yang makin menurun.

    Implementasi GMP dapat dilakukan sejak awal proses perekrutan pekerja, dengan

    mewajibkan calon pekerja menjalani pemeriksaan medis untuk memastikan calon pekerja bukan

    menjadi sumber kontaminasi bagi produk. Pemeriksaan medis ini selanjutnya perlu dilakukan

    secara rutin setiap periode waktu tertentu. Selain itu, diperlukan pula pelatihan-pelatihan yang

    berkesinambungan terhadap para pekerja untuk memberikan pengetahuan dan kesadaran akan

    pentingnya melaksanakan GMP. Mulai dari menjaga kebersihan diri, penggunaan seragam kerja

  • yang bersih, penutup kepala, masker, sepatu kerja, hingga kebiasaan mencuci tangan,

    menggunakan masker dan sarung tangan bersih saat menangani produk untuk mencegah

    kontaminasi terhadap produk.

    Penyediaan infrastruktur yang mendukung juga sangat besar peranannya dalam

    mewujudkan GMP yang terimplementasi dengan baik. Ini dimulai dari pemilihan lokasi pabrik,

    desain pabrik, mesin, peralatan berikut tata letaknya. Konstruksi atap, langit-langit, dinding,

    pintu, jendela dan lantai didesain agar mudah dibersihkan, tidak mengakibatkan kontaminasi

    terhadap produk dan mampu mencegah masuknya serangga dan hewan pengerat. Disediakan

    pula fasilitas sanitasi yang memadai berupa penyediaan air bersih, sarana pencucian,

    pembuangan limbah padat maupun cair, dan juga toilet.

    Penyeleksian bahan baku, bahan tambahan pangan dan kemasan sejak awal perlu

    dilakukan untuk menjamin kualitas dan keamanan produk yang dihasilkan. Setiap bahan perlu

    ditetapkan spesifikasinya dan diperiksa apakah telah memenuhi persyaratan mutu. Untuk itu,

    pengetahuan mengenai standar dan regulasi-regulasi yang berkaitan dengan pangan mutlak

    diperlukan, bahkan sejak awal perancangan suatu produk, seperti UU No 7 /1996 tentang

    Pangan, PP no 28 / 2004 tentang Keamanan, Mutu & Gizi Pangan, PP No 69 / 1999 tentang

    Label dan Iklan Pangan, Permenkes No. 722/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan, dan lain-

    lain. Hal ini untuk mencegah digunakannya bahan-bahan berbahaya yang dilarang ataupun

    digunakannya bahan tambahan pangan yang melebihi jumlah maksimum yang diijinkan, ataupun

    informasi yang menyesatkan pada label hanya akibat dari ketidaktahuan pelaku industri sosis.

    Bahan baku perlu disimpan secara terpisah dari bahan kemasan,dan disimpan pada suhu

    penyimpanan yang sesuai. Selain itu harus digunakan mengikuti sistem FIFO (First In First

    Out).

    HACCP merupakan suatu sistem preventif bagi keamanan pangan, di mana industri

    pangan dituntut untuk dapat menganalisa semua potensi bahaya yang ada pada setiap tahapan

    proses, termasuk semua bagian yang terikut di dalamnya. Analisa mengenai potensi bahaya, baik

    berupa bahaya fisik, bahaya kimia maupun bahaya biologi perlu dilakukan untuk setiap bahan

    yang akan digunakan, untuk menetapkan prosedur pemeriksaan dan upaya pencegahan yang

    dapat dilakukan. Oleh karenanya diperlukan pengetahuan mengenai karakteristik dari setiap

    bahan berikut proses yang menyertainya. Analisa mengenai potensi bahaya juga harus dilakukan

    pada setiap tahapan proses produksi, untuk menentukan tahapan-tahapan proses mana yang

  • merupakan Critical Control Point (CCP), sekaligus menentukan standar / batasan-batasannya.

    Untuk setiap CCP tersebut, perlu ditetapkan pula sistem pengawasannya dan tindakan koreksi

    yang harus dilakukan bilamana terjadi penyimpangan, sehingga keamanan produk yang

    dihasilkan tetap terjamin.

  • KESIMPULAN

    Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan bahwa :

    1. Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan

    jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan gangguan

    kesehatan bagi yang memakannya.

    2. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3820-1995), sosis yang baik harus mengandung

    protein minimal 13%, lemak maksimal 25% dan karbohidrat maksimal 8%. sintetis, serta

    diawetkan dengan suatu cara, misalnya dengan pengasapan.

    3. Penggunaan nitrit sebagai pengawet mempunyai tujuan untuk menghambat pertumbuhan

    mikroorganisme patogen, membentuk cita rasa dan memberi warna merah muda yang

    menarik pada daging.

    4. Efek toksis nitrit adalah methaemoglobinemia, yaitu hemoglobin yang didalamnya ion Fe2+

    diubah menjadi Fe3+ dan kemampuannya mengangkut oksigen telah berkurang . darah

    manusia secara normal mengandung methaemoglobin pada konsentrasi tidak melebihi 2% .

    5. Semakin lama kadaluarsa bahan pangan tersebut maka kadar nitrit semakin tinggi. Hal

    tersebut menunjukan bahwa kadar nitrit yang didapat pada setiap sample memiliki kadar nitrit

    dibawah standart baku mutu sehingga baik dikonsumsi.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Aberle, E. D., Forrest J. C, Gerrard D. E. & E. W. Mills. 2001. Principle of Meat Science. 4th

    Ed. Kendall/Hunt Pub. Company, Colorado. Anonim. Sosis. Tanggal akses 19 Januari

    2011 http://id.wikipedia.org/wiki/Sosis

    Awang, Rahmat, 2003. Kesan Pengawet dalam Makanan. http://www.prn.usm.my Diakses : 6

    Agustus 2010. Buckle, KA, 1987. Ilmu Pangan. Penerjemah Hari Purnomo dan Adiono.

    UI Press, Jakarta.

    Badan Standardisasi Nasional. (2001). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor

    722/MENKES/PER/IX/88 Tentang Bahan Tambahan Makanan.

    Cahyadi, Wisnu, 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. PT Bumi

    Aksara, Jakarta. Desroisier, W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. UI-Press, Jakarta.

    Darius, Jamari, 2007. Analisis Kandungan Nitrit dan Pewarna Pada Sosis Daging Sapi yang

    Beredar di Kota Medan. Skripsi FKM USU Medan.

    Harris, R dan Endel K. (1989). Evaluasi Gizi Pada Pengolahan Bahan Pangan. Bandung : ITB

    Press. Hal 392.

    Husni, E., A. Samah & R. Ariati. 2007. Analisa zat pengawet dan protein dalam makanan siap

    saji sosis. J. Sains dan Tek. Far. 12(2): 108-111

    Kramlich, W. E. 1973. Sausage Products. Di dalam Price and B. S. Sceiveger (ed).The Science

    and Meat Product. W.H. Freeman and Co., Westport,Connecticut. Lawrie, R. A. (2003).

    Ilmu Daging. Edisi V. Penerjemah : Aminuddin Paraksasi. Jakarta: Universitas Indonesia.

    Hal. 220-222.

    Muchtadi, D.(2008) Keamanan Pangan,Sulfit Dipermasalahkan da Nitrit Dikurangi?. Tanggal

    akses 6 juni 2015. http://www.web.ipb.ac.id Marco, A., J. L. Navarro & M. Flores. 2006.

    The influences of nitrite and nitrate on microbial, chemical and sensory parameters of

    slow dry fermented sausage. Meat Sci. 73.

  • Ockerman, H. W. 1983. Chemistry of Meat Tissue. 10th Ed. Department of Animal Science The

    Ohio State University and The Ohio Agricultural Research and Development Center,

    Ohio.

    Rohman, A. (2007). Kimia Farnasi Analisis. Cetakan I. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.

    Hal. 252,255.

    Rachman, Nurhidayatur, 2005. Uji Kadar Nitrat-Nitrit pada Chicken Nugget yang Dijual di

    Daerah Malang. http://student-research.umm.ac.id.diakses pada tanggal 6 juni 2015.

    Raharjo, S. (2006). Kerusakan Oksidatif pada Makanan. Yogyakarta. Gadjah Mada University

    Press. Hal. 109-110.

    Silalahi, J. (2005). Masalah Nitrit dan nitrat dalam Makanan. Medika No. 07 Tahun ke XXXI.

    Hal. 460-461.

    Soeparno. (1994). Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal.

    233-235.

    Soeparno, 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

    Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging . Cetakan keempat. Jogjakart Universitas Gajah

    Mada Press.

    SNI. 1995. Tentang Bahan Tambahan Makanan. 01- 0222- 1995. Badan StandartNasional

    Indonesia. Wahyudi, Harry, 2007. Keracunan Nitrat-Nitrit. http://red-msg.blogspot.com.

    Winarno, FG, 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.