20
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah praktik berjudul "Strategi Biokonservasi". Makalah ini disusun dengan tujuan memberikan informasi kepada pembaca tentang pengertian konservasi, bagaimana melakukan startegi konservasi yang tepat, dan bagaiman peran lembaga-lembaga terkait dalam konservasi. Penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna, oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan laporan ini sehingga dapat bermanfaat bagi pembaca. Semarang, 8 September 2013 Penulis ii

Makalah konservasi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Makalah konservasi

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan

karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah praktik

berjudul "Strategi Biokonservasi".

Makalah ini disusun dengan tujuan memberikan informasi kepada

pembaca tentang pengertian konservasi, bagaimana melakukan startegi

konservasi yang tepat, dan bagaiman peran lembaga-lembaga terkait dalam

konservasi.

Penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna, oleh karena itu

kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan laporan ini

sehingga dapat bermanfaat bagi pembaca.

Semarang, 8 September 2013

Penulis

ii

Page 2: Makalah konservasi

DAFTAR ISI

Halaman Judul …………………………………………………………. i

Prakata …………………………………………………………………. ii

Daftar Isi ……………………………………………………………….. iii

I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang………………………………………………... 1

I.2 Perumusan Masalah ………………………………………….. 1

I.3 Tujuan ……………………………………………..………… 1

I.4 Manfaat ………………………………………………………… 2

II. PEMBAHASAN

2.1 Konservasi ……………………………………………………... 3

2.2 Strategi Konservasi ……………………………………………. 4

2.3 Peran Lemabaga Terkait ……………………………………….. 8

III. SIMPULAN ………………………………………………………. 10

Daftar Pustaka …………………………………………………………. iv

iii

Page 3: Makalah konservasi

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini banyak ditemui permasalahan lingkungan seperti

eksploitasi tanaman hutan, eksploitasi satwa, penggunaan air yang

berlebih dan lain sebagainya. Hal ini tentunya dapat menyebabkan

kelangkaan sumber daya hayati yang kita miliki. Permasalahan di atas

muncul oleh karena kurangnya kesadaran manusia untuk melakukan

upaya konservasi.

Konservasi merupakan upaya pemanfaatan dan pemeliharaan

sumber daya hayati secara bijaksana. Konservasi juga dapat dipandang

dari segi ekonomi dan ekologi dimana konservasi dari segi ekonomi

berarti mencoba mengalokasikan sumberdaya alam untuk sekarang,

sedangkan dari segi ekologi, konservasi merupakan alokasi sumberdaya

alam untuk sekarang dan masa yang akan datang. Dalam memanfaatkan

sumberdaya hayati, terdapat batasan tertentu yakni memanfaatkan

sumberdaya hayati secara bijaksana. Artinya dalam memanfaatkan

sumberdaya hayati tidak boleh berlebihan dan harus memperhatikan

upaya pelestariannya.

Konservasi dapat dilakukan melalui beberapa strategi, antara lain:

konservasi in-situ, ex-situ, dan circa situ. Bentuk strategi konservasi yang

telah tersedia antara lain kebun botani, kebun satwa, hutan lindung, dan

sebagainya.

1.2 Tujuan

1.2.1 Menjelaskan tentang biologi konservasi.

1.2.2 Menjelaskan tentang strategi biologi konservasi trhadap

permasalahan terkini.

1

Page 4: Makalah konservasi

1.2.3 Menjelaskan peran masyarakat dan lembaga-lembaga terkait

terhadap konservasi.

1.3 Rumusan Masalah

Biologi konservasi secara sederhana merupakan upaya yang harus

dilakukan untuk memanfaatkan dan memelihara sumber daya alam secara

bijaksana. Namun, dewasa ini banyak permasalahan yang kita jumpai

karena tidak dilakukannya strategi konservasi.

1.4 Manfaat

1.4.1 Memperoleh informasi bagaimana cara mengatasi permasalahan

lingkungan terkini.

1.4.2 Memperoleh informasi bagaimana melakukan strategi konservasi

yang tepat bagi masyarakat dan pemerintah.

2

Page 5: Makalah konservasi

II. PEMBAHASAN

2.1 Konservasi

Kata konservasi berasal dari istilah Bahasa Inggris conservation. Arti

conservation menurut kamus Echols dan Shadily (1981) adalah

pengawetan atau perlindungan alam yang berasal dari kata natural

conservation. Dalam hal energi arti konservasi adalah penyimpanan atau

kekekalan (conservation of energy). Istilah ini bentuk kata kerjanya yaitu

conserve yang berarti mengawetkan. Bila kata ini dipergunakan untuk

pengelolaan hutan berarti mengawetkan fungsi ekosistem hutan.

Menurut UU No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan

Hidup, konservasi sumberdaya alam adalah pengelolaan sumberdaya alam

tidak terbaharui untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan

sumberdaya alam terbaharui seperti halnya hutan untuk menjamin

kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan

meningkatkan kualitasnya. Pengertian konservasi banyak dikaitkan

dengan sumberdaya alam yang terdapat dalam lingkungan hidup. Padahal

konservasi pada dasarnya tidak dapat dipisahkan antara sumberdaya alam

dan lingkungannya. Hal ini secara jelas dapat dilihat dari definisi

lingkungan hidup (UU No. 23 Tahun 1997) yaitu, kesatuan ruang dengan

semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan

perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan

kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Undang-undang ini

menegaskan bahwa pembangunan berkelanjutan harus dilaksanakan

dengan landasan wawasan lingkungan hidup.

Definisi tersebut mengandung beberapa hal penting yang perlu

ditekankan yaitu:

1. Konservasi berarti menjamin kelestarian pemanfaatan untuk generasi

kini maupun generasi mendatang. Peluang pemanfaatan oleh generasi

anak cucu kita, jangan justru kita pergunakan saat ini.

2. Konservasi berarti memelihara potensi sumberdaya agar kebutuhan dan

aspirasi generasi mendatang dapat tercukupi. Konservasi perlu

ditempatkan pada pengertian yang dinamis, sebab aspirasi dan

kebutuhan manusia dari waktu ke waktu juga berkembang secara

3

Page 6: Makalah konservasi

dinamis. Di dalam pengertian dinamis, konservasi dapat memiliki

magnitude atau tingkat yang bergerak dari agak longgar menjadi

tingkat yang lebih ketat, sehingga dapat berada pada posisi dalam

pengertian prevention (pencegahan) dan dapat berada pada posisi yang

lain yaitu protection (perlindungan).

2.2 Strategi Konservasi

Primack (1998) menjelaskan bahwa setidaknya dikenal ada dua

strategi konservasi jenis dan satu strategi konservasi alternatif yang

kemungkinan dapat dilakukan guna pelestarian jenis.

1. Konservasi in-situ

Strategi terbaik bagi pelestarian jangka panjang keanekaragaman

hayati adalah perlindungan popuasi dan komunitas alami di habitat

alami masing-masing. Perlindungan di lokasi ini dikenal sebagai

pelestarian in-situ.Konservasi in-situ sering dipadankan dengan on

spot. Konservasi ini sering dilakukan dan dipilih oleh para pakar

konservasi untuk menjaga eksistensi satu atau beberapa jenis sumber

daya hayati sekaligus dengan tetap membiarkan hidup sebagaimana

adanya pada habitat alamnya. Tiga hal mendasari alasan mengambil

keputusan demikian, pertama jenis-jenis yang dijadikan target

konservasi (sering disebut target species) merupakan tumbuhan yang

punya peran ekologis dominan dalam ekosistem, mempunyai toleransi

sempit terhadap tempat tumbuh (possesing a spesific site) dan yang

ketiga, adanya pertimbangan bahwa tingkat keamanan habitat alaminya

cukup meyakinkan.

Dalam kasus ini misalnya strategi konservasi anggrek hitam

(Coelogyne pandurata) di Kersik Luay, Barong Tongkok Kabupaten

Kutai Barat, yang memiliki site preference berupa ekosistem hutan

kerangas. Bahwa kemudian terbukti bahwa habitat alami anggrek hitam

tak dapat lagi dijamin keamanan dan eksistensinya, tentunya

menjadikan perlunya evaluasi ulang terhadap strategi konservasi in-situ

bagi anggrek langka tersebut. Dalam kasus lain menyangkut konservasi

sumber daya hayati fauna penyu laut (Chelonia mydas) di pulau

4

Page 7: Makalah konservasi

Derawan, Sangalaki dan pulau sekitarnya misalnya, lebih pada

pertimbangan eratnya keterpautan atau keterkaitan antara satwa purba

tersebut dengan habitat yang dipilihnya. Mamalia air endemik

Kalimantan, pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) tergolong satwa

yang punya toleransi sempit terhadap perubahan kualitas tempat hidup.

Dengan kata lain kepekaannya cukup tinggi sehingga akan lebih kecil

risikonya kalau konservasi yang dipilih tetap dengan mengutamakan

kelestarian habitatnya. Oleh, karena itu kepekaan (sensitivitas) obyek

konservasi dapat menjadi pertimbangan penting dalam menetapkan

perlu tidaknya memilih aksi konservasi in-situ.

Dapat juga terjadi bahwa populasi terakhir dari suatu spesies yang

berada dalam keadaan genting ternyata berjumlah terlalu sedikit untuk

bertahan hidup, dan jumlahnya terus-menerus menyusut walalupun

sudah dibantu upaya konservasi, sementara keberadaannya hanya

terdapat di luar kawasan konservasi. Dalam keadaan demikian,

konservasi in-situ mungkin tidak akan efektif untuk mengkonservasi

spesies yang hanya memiliki beberapa individu tersebut. Satu-satunya

cara adalah dengan melindungi individu yang tersisa dengan

menempatkannya dalam suatu lingkungan yang dapat dipantau secara

berkelanjutan (Kleinman dkk., 1996). Strategi tersebut dikenal sebagai

pelestarian ex-situ.

2. Konservasi ex-situ

Konservasi ex-situ sering dipadankan dengan out of spot. Mirip

namun tak identik dengan penjelasan mengenai dasar pijak konservasi

in-situ, maka konservasi ex-situ banyak dilakukan dan dipilih juga

karena kriteria yang cukup kuantitatif sifatnya. Tujuan jangka panjang

dari program pelestarian ex-situ adalah untuk membentuk populasi di

alam, begitu jumlah individu speseies tersebut mencukupi dan habitat

yang sesuai tersedia. Kebun binatang, akuarum, dan peternakan satwa

buruan, serta berbagai program penangkaran merupakan fasilitas ex-

situ untuk melestarikan satwa, sedangkan tumbuhan dipelihara dalam

kebun raya, arboretum, dan bank biji.

5

Page 8: Makalah konservasi

Sumber daya hayati pada tingkat jenis, baik vegetasi maupun fauna

yang memiliki rentang sebaran geo-ekologis luas akan punya peluang

untuk dilakukan konservasi eks-situ relatif lebih besar daripada jenis

dengan karakter sebaliknya. Berbagai komoditas pangan utama seperti

padi, gandum dan jagung memiliki rentang ekologis yang sangat luas.

Demikian juga berbagai jenis tumbuhan bawah (hutan) atau lazim

disebut tumbuhan lantai hutan (understorey species) yang potensial

sebagai sumber pangan subtitutif misalnya kelompok Uwi atau Huwi

(Dioscorea spp.), Garut (Maranta arundinaceae Linn.) atau Suweg

(Amorphophallus campanulatus Bl.) dan beberapa yang lain. Berbagai

sumber daya hayati sebagai sumber bahan baku obat juga memiliki

rentang ekologis luas, seperti kunyit (Curcuma domestica), jahe

(Zingiber officinale) dan beberapa yang lainnya. Ketergantungan pada

faktor klimatisnya (curah cahaya kumulatif, kelembaban dan

temperatur mikro) bagi jenis vegetasi lapis bawah nampaknya lebih

kuat daripada tuntutan terhadap faktor edafik (tempat tumbuh).

Kelompok fauna juga mempunyai kepekaan terhadap perubahan habitat

secara beragam. Secara teoretis, fauna omnivor (dapat memakan segala

macam sumber pakan) punya peluang dijadikan obyek konservasi eks-

situ lebih berpeluang daripada nektarivor maupun raptor.

Konservasi ex-situ memiliki berbagai keterbatasan. Pertama-tama,

upaya ex-situ membutuhkan biaya yang besar. Biaya pemeliharaan

badak hitam dan gajah dari Afrika di kebun binatang mencapai 50 kali

biaya perlindungan kedua spesies tersebut dalam jumlah yang sama di

alam. Kebun binatang memerlukan biaya yang sangat mahal,

dibandingkan biaya untuk upaya konservasi lainnya. Sebagai contoh,

kebun binatang di AS menghabiskan dana US$ 1 miliar pertahun untuk

operasionalnya (Leader-Williams, 1990). Selain itu, program ex-situ

juga hanya melindungi satu spesies, sedangkan pada program in-situ

yang melindungi seluruh komunitas berarti juga melindungi ribuan atau

puluhan ribu spesies. Namun, program ex-situ merupakan bagian tak

terpisahkan dari strategi konservasi terpadu untuk melindungi hewan

terancam dan sarana belajar bagi masyarakat.

6

Page 9: Makalah konservasi

Pelestarian ex-situ dan in-situ merupakan strategi yang paling

melengkapi. Individu dari populasi ex-situ dapat secara berkala dilepaskan

ke alamnya untuk mendukung upaya pelestarian in-situ. Penelitian

terhadap populasi dalam penangkaran memberikan informasi mengenal

biologi spesies dan dapat menyumbangkan inspirasi berbagai untuk upaya

pelestariannya. Populasi ex-situ yang berumur panjang dapat mengurangi

kebutuhan pengambilan spesies tersebut dari alam. Populasi ex-situ juga

dapat berperan untuk memberikan informasi kepada masyarakat umum

mengenai pentingnya upaya konservasi, baik terhadap spesies tersebut,

maupun spesies terancam pinah lain di alam.

Berbagai institusi kebun binatang, akuarium, dan kebun raya beserta

para pengunjung mereka seringkali menyumbangkan uang mereka untuk

program konservasi in-situ. Di AS setiap tahunnya sekitar 120 juta orang

mengunjungi kebun binatang, sedangkan di seluruh dunia jumlah

pengunjung mencapai 600 juta. Lebih lanjut, program ex-situ dapat

digunakan untuk mengumpulkan dana bagi spesies yang dilindungi.

Sebaliknya, program in-situ merupakan srategi penanganan yang paling

penting bagi spesies yang sukar diselamatkan dalam penangkaran, dan

berpotensi menjadi pemasok persediaan spesies tersebut bagi kebung

binatang, akuarium dan kebun raya.

3. Konservasi circa-situ

Konservasi circa-situ merupakan konservasi yang

mempertimbangkan aspek sosial budaya serta ekonomi, khususnya

bagi masyarakat pemukim sekitar kawasan konservasi. Sebagaimana

telah menjadi kebiasaan, tumbuh anggapan di masyarakat bahwa

pelaku konservasi sudah semestinya pemerintah. Dalam bidang

kehutanan fenomena ini terasa kental adanya. Berbagai bentuk kawasan

konservasi mulai dari sekedar taman buru hingga yang paling tertutup

seperti cagar alam, hampir sebagian besar tidak mencapai target

sebagaimana diinginkan. Kesadaran timbulnya rasa untuk ikut

memiliki dan merasa diuntungkan seandainya konservasi berhasil

belum tumbuh dan (memang) belum tumbuh dari sebagian besar

7

Page 10: Makalah konservasi

masyarakat sekitar kawasan konservasi. Boleh jadi ini terkait dengan

persepsi arti “keuntungan” yang belum sama antara masyarakat dengan

pemerintah sebagai pelaku konservasi. Tolok ukur ekonomis secara

segera atau langsung nampak menjadi kriteria sederhana bagi

masyarakat. Tanpa adanya pemenuhan kriteria tersebut, maka segala

bentuk tindakan konservasi sumber daya hayati dan ekosistemnya yang

dilakukan pemerintah akan dianggap mengusik kehidupan masyarakat

pemukim terdekat, atau setidaknya dianggap tak bermanfaat.

Tujuan utama strategi konservasi, yaitu :

a. Perlindungan proses-proses ekologi dan sistem-sistem penyokong

kehidupan,

b. Perlindungan keragaman genetik, dan

c. Pemanfaatan spesies atau ekosistem secara lestari.

2.3 Peran Lembaga-Lembaga Terkait dalam Konservasi

Keterlibatan masyarakat dalam konservasi sumber daya hayati secara

jangka panjang akan menguntungkan kedua belah pihak, baik pemerintah

maupun masyarakat. Dalam banyak kesempatan dialog ilmiah-sosial,

konsep konservasi yang disebut terakhir sering sepadan dengan konservasi

partisipatif.

Saat ini konservasi merupakan isu yang sangat kompleks dengan

penyebab penyebab ganda yang kerap kali saling berkaitan. Banyak

diantara penyebab-penyebab tersebut memiliki dimensi internasional dan

bahkan bersifat global. Hal tersebut tidak bisa ditanggulangi dengan

tindakan yang bersifat unilateral atau tidak dapat pula dikurangi melalui

polarisasi, terutama bila ditinjau melalui perspektif utara dan selatan.

Dalam dokumen yang diterbitkan oleh World Wide Fund For Nature

(WWF) bekerjasama dengna international Union for the Conversation of

Nature (IUCN) dan United Nations Environment Programme (UNEP)

yang berjudul Strategi Konservasi Dunia yang menekankan bahwa umat

manusia, yang merupakan bagian dari alam, mungkin sekali tidak

mempunyai masa depan di planet bumi ini, kecuali bila alam dan

8

Page 11: Makalah konservasi

sumberdaya alaminya dilindungi dan dipelihara. Disamping itu juga

terselip suatu pesan bahwa konservasi tidak bertentangan dengan

pembangunan dimana konservasi mencakup baik perlindungan alam

maupun penggunaan sumber daya alam secara rasional dan bijaksana

(IUCN, 1993). Dengan adanya peranan dari lembaga-lembaga

internasional tersebut jelas kiranya bahwa masalah konservasi sumberdaya

alam bukanlah masalah suatu negara, melainkan masalah dunia secara

global.

III. SIMPULAN

9

Page 12: Makalah konservasi

3.1 Konservasi adalah memelihara dan mengelola sumberdaya alam tidak

terbaharui untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan

sumberdaya alam terbaharui untuk menjamin kesinambungan

ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitasnya.

3.2 Strategi konservasi meliputi dua strategi konservasi jenis (konservasi in-

situ dan ex-situ) dan satu strategi konservasi alternatif (konservasi circa-

situ).

3.3 Dalam menjalankan strategi konservasi ini dibutuhkan peran aktif dari

semua elemen masyarakat maupun pemerintahan, seperti kerja sama

dengan negara lain untuk melestarikan sumberdaya alam.

10

Page 13: Makalah konservasi

DAFTAR PUSTAKA

Echols, J. and H. Shadily. 1989. An Indonesian-English Dictionary. 3rd ed. Cornell University Press, Ithaca, N.Y.

IUCN. 1993. Draft IUCN Red List Categories. IUCN, Gland, Switzerland.Kleiman, D.G., M.E. Allen, K.V Thompson, dan S.Lumpkin. 1996. Wild

Mammals in Captivity: Principles and Techniques. University of Chicago Press, Chicago.

Leader-William, N. 1990. Black rhinos and African elephants: Lessons for conservation funding. Oryx 24:23-29

Primack, R. B., J. Supriatna, M. Indrawan dan P. Kramadibrata. 1998. Biologi Konservasi. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Robinson, M.H. 1992. Global change, the future of biodiversity and the future of zoos. Biotropica (Special Issue) 24:345-352

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

Zen. M.T. dan Skinner, Brian J., 1982., Industri Mineral dan Sumber Daya Bumi. Gajah Mada University Press dan Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Zulkifli. 2004. Peranan Teknologi Dalam Konservasi Bahan Mineral Menuju Pembangunan Berkelanjutan. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Sumatera Utara.

iv