20
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK - UNIVERSITAS RIAU Kampu s Bina Widy a KM. 12,5 Simpang Ba ru - Pekan baru  MAKALAH PLB  Lahan Rawa Teknik Sipil    Universitas Riau DISUSUN OLEH: ANDI WIJAYA (1107114365) ARI VERA INDRA (1107111953) NOPEMBER TONI (110 7111 965) KELAS A DOSEN PEMBIMBING: Ir Siswanto ,MT APRIL 2014

makalah lahan rawa

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Makalah lahan rawa

Citation preview

  • 5/26/2018 makalah lahan rawa

    1/20

    KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

    JURUSAN TEKNIK SIPILFAKULTAS TEKNIK - UNIVERSITAS RIAUKampus Bina Widya KM. 12,5 Simpang Baru - Pekanbaru

    MAKALAH PLB

    Lahan RawaTeknik SipilUniversitas Riau

    DISUSUN OLEH:

    ANDI WIJAYA (1107114365)ARI VERA INDRA (1107111953)

    NOPEMBER TONI (1107111965)

    KELAS A

    DOSEN PEMBIMBING:

    Ir Siswanto ,MT

    APRIL 2014

  • 5/26/2018 makalah lahan rawa

    2/20

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan

    kesehatan dan kesempatan kepada kami untuk dapat menyelesaikan makalah

    Pengembangan Lahan Basah ini.

    Makalah ini bertujuan untuk memberikan pandangan kepada teman-teman

    mahasiswa tentang fungsi ekologis lahan rawa.

    Terima kasih kami ucapkan kepada dosen pembimbing Ir Siswanto MT yang

    telah memberikan dukungan dan motivasi dalam menyelesaikan makalah ini. Dan

    juga kepada teman-teman yang berperan penting dalam penyelesaian makalah ini.

    Penyusun menyadari bahwa menyelesaikan makalah ini masih terdapat banyakkekurangan dan kesalahan. Untuk itu, penyusun mengharapkan masukan dan kritikan

    yang sifatnya membangun dalam penyempurnaan makalah ini.

    Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan mahasiswa dan

    penulis di kemudian hari.

    Pekanbaru, April 2014

    Penyusun

  • 5/26/2018 makalah lahan rawa

    3/20

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR..............................................................................................i

    DAFTAR ISI.............................................................................................................ii

    BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................

    BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................

    BAB III KESIMPULAN ......................................................................................

    DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................

  • 5/26/2018 makalah lahan rawa

    4/20

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Indonesia memiliki lahan rawa terluas di kawasan tropika dengan

    bahan sedimen yang terdiri atas tanah mineral, tanah gambut, atau kombinasi

    keduanya. Diperkirakan rawa yang ada di Indonesia layak untuk budidaya

    pertanian. Lahan rawa yang cocok untuk budidaya tanaman umumnya adalah

    yang bebas dari pirit minimal di zona perakaran, dan gambut tipis yang tetap

    bersifat hidrofilik. Lahan rawa merupakan lahan alternatif untuk

    pengembangan pertanian. Lahan rawa terdiri atas lahan pasang surut dan lahan

    lebak. Sejarah pemanfaatan rawa dilatarbelakangi oleh kondisi kekurangan

    pangan yang dialami Indonesia pada masa-masa awal kemerdekaan

    Lahan rawa (lebak dan pasang surut) memiliki potensi besar untuk

    dijadikan pilihan strategis guna pengembangan areal produksi pertanian

    kedepan yang menghadapi tantangan makin kompleks, terutama untuk

    mengimbangi penciutan lahan subur maupun peningkatan permintaan

    produksi, termasuk ketahanan pangan dan pengembangan agribisnisPemanfaatan lahan rawa masih sangat terbatas akibat keterbatasan

    teknologi dan varietas. Untuk memanfaatkan lahan rawa tersebut, diperlukan

    teknologi yang dapat menghadapi permasalahan serius.

    1.2 Rumusan Masalah

    Hal-hal yang dibahas di dalam makalah ini yaitu :

    a. Pengertian lahan rawab. Klasifikasi wilayah rawa

    c. Luas lahan rawa

    d. Potensi Lahan Rawa

    e. Upaya Peningkatan Produktivitas Lahan Rawa

  • 5/26/2018 makalah lahan rawa

    5/20

    BAB II

    PEMBAHASAN

    2.1 Lahan Rawa

    Rawa adalah lahan genangan air secara ilmiah yang terjadi terus-

    menerus atau musiman akibat drainase yang terhambat serta mempunyai ciri-

    ciri khusus secara fisika, kimiawi dan biologis.

    Lahan rawa merupakan lahan yang menempati posisi peralihan antara

    daratan dan perairan, selalu tergenang sepanjang tahun atau selama kurun waktu

    tertentu, genangannya relatif dangkal, dan terbentuk karena drainase yang

    terhambat.

    Indonesia memiliki lahan rawa terluas di kawasan tropika dengan

    bahan sedimen yang terdiri atas tanah mineral, tanah gambut, atau kombinasi

    keduanya. Luas total lahan rawa belum dapat diidentifikasi secara pasti, ada

    yang menyebut luas lahan gambut Indonesia 34 juta ha, dan ada yang

    mengatakan 27,7 juta ha. Diperkirakan rawa yang layak untuk budidaya

    pertanian sekitar 6 - 7 juta ha. Lahan rawa yang cocok untuk budidaya tanaman

    umumnya adalah yang bebas dari pirit minimal di zona perakaran, dan gambut

    tipis yang tetap bersifat hidrofilik. Rawa yang tidak cocok untuk dikembangkanumumnya berupa gambut tebal dan tanah sulfat masam/berpirit pada jeluk yang

    dangkal.

    Ekosistem lahan rawa bersifat rapuh yang rentan terhadap perubahan

    baik oleh karena alam (kekeringan, kebakaran, kebanjiran) maupun karena

    kesalahan pengelolaan (reklamasi, pembukaan, budidaya intensif). Jenis tanah

    di kawasan rawa tergolong tanah bermasalah yang mempunyai beragam

    kendala. Misalnya, tanah gambut mempunyai sifat kering tak balik dan mudah

    ambles. Tanah gambut mudah berubah menjadi bersifat hidrofob apabila

    mengalami kekeringan. Gambut yang menjadi hidrofob tidak dapat lagi

    mengikat air dan hara secara optimal seperti kemampuan semula. Selain itu,

    khusus tanah suffidik dan tanah sulfat masam mudah berubah apabila

    teroksidasi. Lapisan tanah (pirit) yang teroksidasi mudah berubah menjadi

    sangat masam (pH 2-3) dan meningkatnya kelarutan.

    Ekosistem lahan rawa memiliki sifat khusus yang berbeda dengan

    ekosistem lainnya. Lahan rawa dibedakan menjadi lahan rawa pasang surut dan

  • 5/26/2018 makalah lahan rawa

    6/20

    lahan rawa non pasang surut (lebak). Lahan rawa pasang surut adalah lahan

    yang airnya dipengaruhi oleh pasang surut air laut atau sungai, sedangkan lahan

    lebak adalah lahan yang airnya dipengaruhi oleh hujan, baik yang turun di

    wilayah setempat atau di daerah lainnya disekitar hulu.

    Pengembangan lahan rawa mempunyai banyak keterkaitan dengan

    lingkungan yang sangat rumit karena hakekat rawa selain mempunyai fungsi

    produksi juga fungsi lingkungan. Apabila fungsi lingkungan ini menurun maka

    fungsi produksi akan terganggu. Oleh karena itu perencanaan pengembangan

    rawa harus dirancang sedemikian rupa untuk memadukan antara fungsi lahan

    sebagai produksi dan penyangga lingkungan agar saling menguntungkan atau

    konpensatif. Rancangan semacam inilah yang memungkinkan untuk tercapainya

    pertanian berkelanjutan di lahan rawa.

    Fungsi air di lahan rawa antara lain:

    a) sebagai tandon air di musim hujan, terutama di rawa belakang

    (backswamp);

    b) sebagai pelepas air secara perlahan lahan bilamana sumber air hujan/debit

    air sungai menurun di musim kemarau (aliran dari rawa belakang ke

    sungai);

    c) untuk mempertahankan suasana reduksi bilamana aliran lateral dalam tanah

    (seepage) sangat lambat. Di daerah rawa yang belum direklamasi, fungsi ini

    berjalan sangat bagus. Kelebihan air akan mengalir ke luar rawa melalui

    aliran permukaan yang terakumulasi dalam saluran alami sempit yang

    melebar ke arah sungai.

    Pengelolaan air di lahan rawa dapat diartikan sebagai pemanfaatan air

    secara tepat untuk keperluan domestik, meningkatkan produksi tanaman, antara

    lain untuk kebutuhan evapotranspirasi, pembuangan kelebihan air, mencegah

    terbentuknya bahan toksik dan melindi elemen toksik yang terjadi, serta

    mencegah penurunan muka tanah. Pengelolaan air ini sebetulnya mencakup

    kuantitas dan kualitas yang diinginkan oleh tanaman yang dibudidayakan dan

    rumah tangga.

  • 5/26/2018 makalah lahan rawa

    7/20

    2.2 Klasifikasi Wilayah Rawa

    Lahan rawa yang berada di daratan dan menempati posisi peralihan

    antara sungai atau danau dan tanah darat (uplands), ditemukan di depresi, dan

    cekungan-cekungan di bagian terendah pelembahan sungai, di dataran banjir

    sungai-sungai besar, dan di wilayah pinggiran danau. Mereka tersebar di dataran

    rendah, dataran berketinggian sedang, dan dataran tinggi. Lahan rawa yang

    tersebar di dataran berketinggian sedang dan dataran tinggi, umumnya sempit

    atau tidak luas, dan terdapat setempat-setempat. Lahan rawa yang terdapat di

    dataran rendah, baik yang menempati dataran banjir sungai maupun yang

    menempati wilayah dataran pantai, khususnya di sekitar muara sungai-sungai

    besar dan pulau-pulau deltanya adalah yang dominan.Pada kedua wilayah terakhir ini, karena posisinya bersambungan

    dengan laut terbuka, pengaruh pasang surut dari laut sangat dominan. Di bagian

    muara sungai dekat laut, pengaruh pasang surut sangat dominan, dan ke arah hulu

    atau daratan, pengaruhnya semakin berkurang sejalan dengan semakin jauhnya

    jarak dari laut. Berdasarkan pengaruh air pasang surut, khususnya sewaktu

    pasang besar (spring tides) di musim hujan, bagian daerah aliran sungai di bagian

    bawah (down stream area) dapat dibagi menjadi 3 (tiga) zona. Klasifikasi zona-

    zona wilayah rawa ini telah diuraikan oleh Widjaja-Adhi et al. (1992), dan agak

    mendetail oleh Subagyo (1997). Ketiga zona wilayah rawa tersebut adalah:

    Zona I : Wilayah rawa pasang surut air asin/payau

    Zona II : Wilayah rawa pasang surut air tawar

    Zona Ill : Wilayah rawa lebak, atau rawa non-pasang surut

    2.2.1 Zona I: Wilayah rawa pasang surut air asin/payau

    Wilayah rawa pasang surut air asin/payau terdapat di bagian daratan

    yang bersambungan dengan laut, khususnya di muara sungai besar, dan pulau-

    pulau delta di wilayah dekat muara sungai besar. Di bagian pantai ini, dimana

    pengaruh pasang surut air asin/laut masih sangat kuat, sering kali disebut

    sebagai tidal wetlands, yakni lahan basah yang dipengaruhi langsung oleh

    pasang surut air laut/salin.

    Bagian wilayah pasang surut yang dipengaruhi oleh air asin/salin danair payau ini, di pantai timur pulau Sumatera seperti di Sumatera Selatan, Jambi,

  • 5/26/2018 makalah lahan rawa

    8/20

    dan Riau, umumnya masuk ke dalam daratan Pulau Delta dan sepanjang sungai

    besar sejauh dari beberapa ratus meter sampai sekitar 4-6 km ke dalam. Wilayah

    ini, karena pengaruh air laut/salin atau air payau, tanahnya mengandung

    garamgaram yang tinggi, dikatagorikan sebagai tipologi lahan salin, dan tidak

    sesuai untuk lahan pertanian.

    Berapa jauh zona I wilayah pasang surut air asin/payau masuk ke arah

    hulu dari muara sungai, tergantung dari bentuk estuari, yaitu bagian muara

    sungai yang melebar berbentuk V ke arah laut, dimana gerakan air pasang dan

    surut terjadi. Jika bentuk estuari lebar dan lurus, pengaruh air asin/salin dapat

    mencapai sekitar 10-20 km dari mulut/muara sungai besar. Namun, apabila

    relative sempit dan sungai berkelok, pengaruh air asin/salin hanya mencapai

    jarak 5-10 km dari muara sungai. Sementara dari laut/ sungai ke arah daratan

    Pulau Delta, atau ke arah wilayah pinggiran sungai, jarak masuknya air pasang

    dapat mencapai sekitar 4-5 km.

    2.2.2 Zona II: Wilayah rawa pasang surut air tawar

    Wilayah pasang surut air tawar adalah wilayah rawa berikutnya ke arah

    hulu sungai. Wilayahnya masih termasuk daerah aliran sungai bagian bawah,

    namun posisinya lebih ke dalam ke arah daratan, atau ke arah hulu sungaI. Di

    wilayah ini energi sungai, berupa gerakan aliran sungai ke arah laut, bertemu

    dengan energi pasang surut yang umumnya terjadi dua kali dalam sehari ( semi

    diurnal). Karena wilayahnya sudah berada di luar pengaruh air asin/salin, yang

    dominan adalah pengaruh air-tawar (fresh-water) dari sungai sendiri. Walaupun

    begitu, energi pasang surut masih cukup dominan, yang ditandai oleh masih

    adanya gerakan air pasang dan air surut di sungai.

    Di daerah tropika yang beriklim munson, yang dicirikan oleh adanya

    musim hujan dan musim kemarau, di musim hujan ditandai oleh volume air

    sungai yang meningkat, berakibat bertambah besarnya pengaruh air pasang ke

    daratan kirikanan sungai besar, dan bertambah jauh jarak jangkauan air pasang

    ke arah hulu. Limpahan banjir sungai selama musim hujan yang dibawa air

    pasang, mengendapkan fraksi debu dan pasir halus ke pinggir sungai.

    Pengendapan bahan halus yang terjadi secara periodik selama ber-abad-abad

    akhirnya membentuk (landform) tanggul sungai alam (natural levee), yang jelas

  • 5/26/2018 makalah lahan rawa

    9/20

    terlihat ke arah hulu dan makin tidak jelas terbentuk, karena pengaruh pasang

    surut, ke arah hilir dan di muara sungai besar.

    Makin jauh ke pedalaman, atau ke arah hulu, gerakan naik turunnya air

    sungai karena pengaruh pasang surut makin berkurang, dan pada jarak tertentu

    berhenti. Di sinilah batas zona II, dimana tanda pasang surut yang terlihat pada

    gerakan naik turunnya air tanah juga berhenti. Jarak zona II dari pantai,

    tergantung dari bentuk dan lebar estuari di mulut/muara sungai dan kelak-kelok

    sungai dapat mencapai sekitar 100-150 km dari pantai. Sebagai contoh, kota

    Palembang di tepi S. Musi, pengaruh pasang surut masih terasa, tetapi relative

    sudah sangat lemah, berjarak sekitar 105 km dari pantai. Di muara Anjir Talaran

    di dekat kota Marabahan di Sungai Barito, Provinsi Kalimantan Selatan, yang

    berjarak (garis lurus) sekitar 65 km dari muara, pasang surut relatif masih agak

    kuat.

    Pencapaian air pasang di musim hujan dan air asin di musim kemarau

    pada tiga sungai besar di Sumatera adalah S. Rokan: 48 dan 60 km, S.

    Inderagiri: 146 dan 86 km, dan S. Musi 108 dan 42 km dari muara sungai. Di

    Kalimantan, S. Kapuas Besar: 150 dan 24 km, S. Kahayan 125 dan 65 km, dan

    S. Barito 158 dan 68 km dari muara sungai. Di Papua, S. Mamberamo: 30 dan 8

    km, S. Lorenz (pantai selatan, barat Agats) 103 dan 63 km, dan S. Digul (barat

    Merauke) 272 dan 58 km dari muara sungai (Nedeco/Euroconsult-Biec,1984).

    2.2.3 Zona III: Wilayah rawa lebak, atau rawa non-pasang surut

    Wilayah rawa lebak terletak lebih jauh lagi ke arah pedalaman, dan

    dimulai di wilayah dimana pengaruh pasang surut sudah tidak ada lagi. Oleh

    karena itu, rawa lebak sering disebut sebagai rawa pedalaman, atau rawa non-

    pasang surut. Biasanya sudah termasuk dalam daerah aliran sungai bagian

    tengah pada sungai-sungai besar. Landform rawa lebak bervariasi dan dataran

    banjir (floodplains) pada sungai-sungai besar yang relatif muda umur

    geologisnya, sampai dataran banjir bermeander (meandering floodplains),

    termasuk bekas aliran sungai tua (old river beds), dan wilayah danau oxbow

    (oxbow lakes) pada sungai-sungai besar yang lebih tua perkembangannya.

    Pengaruh sungai yang sangat dominan adalah berupa banjir besar musiman,

    yang menggenangi dataran banjir di sebelah kiri-kanan sungai besar.

    Peningkatan debit sungai yang sangat besar selama musim hujan, "verval"

    sungai atau perbedaan penurunan tanah dasar sungai yang rendah, sehingga

  • 5/26/2018 makalah lahan rawa

    10/20

    aliran sungai melambat, ditambah tekanan balik arus air pasang dari muara,

    mengakibatkan air sungai seakan-akan "berhenti" (stagnant), sehingga

    menimbulkan genangan banjir yang meluas. Tergantung dari letak dan posisi

    lahan di landscape, genangan dapat berlangsung dari sekitar satu bulan sampai

    lebih dari enam bulan. Sejalan dengan perubahan musim yang ditandai dengan

    berkurangnya curah hujan, genangan air banjir secara berangsur-angsur akan

    surut sejalan dengan perubahan musim ke musim kemarau berikutnya.

  • 5/26/2018 makalah lahan rawa

    11/20

    2.3 Luas Lahan Rawa

    Belum seluruh wilayah lahan rawa di Indonesia diteliti cukup intensif.

    Dari ketiga pulau besar, Sumatera, Kalimantan, dan Papua, hanya lahan rawa

    pasang surut di pantai timur Sumatera (Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan

    Lampung) telah banyak diteliti dan dipetakan tanahnya antara tahun 1969-1980

    dalam rangka pelaksanaan P4S (Proyek Pengembangan Persawahan Pasang

    Surut), Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik (sekarang,

    Departemen Kimpraswil). Seluruh wilayah Pulau Sumatera, termasuk wilayah

    lahan rawanya, kemudian dipetakan tanahnya pada tingkat tinjau oleh proyek

    LREP-I (Land Resource Evaluation and Planning Project) Pusat Penelitian

    Tanah (sekarang Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian), antara

    tahun 1986-1990.

    Di Papua, baru wilayah di sekitar Merauke, yakni daerah S. Digul-

    Kabupaten Merauke, dan daerah S. Digul-Pantai Kasuari, seluas 3,7 juta ha

    sudah dipetakan pada tingkat tinjau oleh Pusat Penelitian Tanah untuk

    pengembangan wilayah di tempat tersebut (Puslittan, 1985, 1986). Wilayah

    rawa lainnya, seperti di sekitar Teluk Berau-Bintuni, dan di pantai utara pulauantara Nabire dan Sarmi belum pernah diteliti tanahnya. Tim peneliti

    Nedeco/Euroconsult-Biec yang melakukan Nationwide study of coastal and

    nearcoastal swamp land in Sumatra, Kalimantan, and Irian Jaya pada tahun

    1982-1984, diperkirakan pernah meneliti sebagian lahan rawa, khususnya di

    pantai selatan Pulau Papua ini. Selama pelaksanaan P4S antara tahun 1969-

    1984, lahan rawa di Papua belum sempat tertangani oleh pemerintah pusat.

    Oleh karena tidak lengkapnya data dan informasi lahan rawa, maka

    data luas lahan rawa di Indonesia belum dapat ditentukan secara lebih pasti dan

    akurat. Luas lahan rawa masih bersifat perkiraan, dan estimasi yang dilakukan

    oleh beberapa peneliti atau instansi lain, menunjukkan luas lahan rawa yang

    bervariasi, seperti terlihat pada Tabel 1.1

    Data luas lahan rawa pertama kali dikemukakan oleh Mulyadi (1977),

    yaitu sekitar 39,42 juta ha, sudah termasuk lahan rawa lebak. Data ini kemudian

    digunakan oleh Direktorat Rawa, Departemen Pekerjaan Umum (Direktorat

    Rawa, 1992; Sugeng, 1992) untuk perencanaan pengembangan lahan rawa.

  • 5/26/2018 makalah lahan rawa

    12/20

    Sementara itu, Nedeco/Euroconsult-Biec (1984) bekerja sama dengan

    Direktorat Sumberdaya Air, Departemen Pekerjaan Umum melaksanakan studi

    nasional lahan pantai di Sumatera, Kalimantan, dan Irian Jaya (Papua), tidak

    termasuk pulau Sulawesi, memperoleh luas lahan rawa di ketiga pulau tersebut

    sebesar 23,5 juta ha.

    Selanjutnya, Subagyo et al. (1990) dalam Studi ''wetsoils" di

    Indonesia, memperoleh luas lahan basah, termasuk lahan sawah di empat pulau

    besar plus Maluku sebesar 43.124.250 ha. Apabila dikurangi luas lahan sawah

    di lima pulau/kepulauan tersebut, seluas 4.027.102 ha (data BPS, 2000), maka

    diperoleh luas lahan rawa seluas 39.097.148 ha.

    Studi yang lebih mendetail dilakukan Nugroho et al. (1991) untuk

    menentukan areal potensial lahan pasang surut, rawa, dan pantai di Indonesia.

    Dengan menggunakan peta dasar "Tactical Ploatage Chart" (TPC) berskala

    1:500.000 yang berjumlah 49 lembar, dan berbagai sumber informasi, utamanya

    dari Nedeco/Euroconsult-Biec (1984), peta-peta satuan lahan dan tanah P.

    Sumatera dan LREP-I 1990, peta-peta sistem lahan dan RePPProT 1991, dan

    berbagai peta tanah dari dokumentasi Puslittanah dan Agroklimat, diperoleh

    luas lahan rawa 33.413.560 ha.

  • 5/26/2018 makalah lahan rawa

    13/20

    2.5 Potensi Lahan Rawa

    Dari segi ekonomi lahan rawa mempunyai keragaman lingkungan

    fisik, sifat dan watak tanah, kesuburan tanah, dan tingkat produktivitas lahan.

    Sebagai akibatnya keragaman hasil produksi tanaman dan pendapatan petani

    akan berbeda antara satu tempat dengan tempat yang lainnya, terlebih lagi

    apabila terdapat perbedaan dalam pemberian masukan, teknologi budidaya dan

    pengelolaan lahan. Lahan rawa berpotensi menjadi alternatif yang potensial

    diusahakan, umumnya untuk bidang pertanian.

  • 5/26/2018 makalah lahan rawa

    14/20

    Pemanfaatan hutan rawa utamanya lahan gambut untuk

    pengembangan pertanian tanaman pangan dan perkebunan menghadapi kendala

    yang cukup berat, terutama dalam mengelola dan mempertahankan

    produktivitas lahan. Keberhasilan pengembangan lahan gambut di suatu wilayah

    tidak menjadi jaminan bahwa di tempat lain akan berhasil pula.

    Pemanfaatan lahan yang tidak cermat dan tidak sesuai dengan

    karakteristiknya dapat merusak keseimbangan ekologis wilayah. Berkurang atau

    hilangnya kawasan hutan rawa gambut akan menurunkan kualitas lingkungan,

    bahkan menyebabkan banjir pada musim hujan serta kekeringan dan kebakaran

    pada musim kemarau. Upaya pendalaman saluran untuk mengatasi banjir, dan

    pembuatan saluran baru untuk mempercepat pengeluaran air justru

    menimbulkan dampak yang lebih buruk,yaitu lahan pertanian di sekitarnya

    menjadi kering dan masam, tidak produktif, dan akhirnya menjadi lahan tidur,

    bongkor, dan mudah terbakar. Hutan rawa gambut mempunyai nilai konservasi

    yang sangat tinggi dan fungsi-fungsi lainnya seperti fungsi hidrologi,cadangan

    karbon, dan biodiversitas yang penting untuk kenyamanan lingkungan dan

    kehidupan satwa. Jika ekosistemnya terganggu maka intensitas dan frekuensi

    bencana alam akan makin sering terjadi, bahkan lahan gambut tidak hanya

    dapat menjadi sumber CO2, tetapi juga gas rumah kaca lainnya seperti metana

    (CH4) dan nitrousoksida (N2O).

    Pengembangan lahan gambut untuk pertanian menghadapi banyak

    kendala, antara lain: (1) tingkat kesuburan tanah rendah, pH tanah masam,

    kandungan unsur hara NPK relatif rendah, dan kahat unsur mikro Cu, Bo, Mn

    dan Zn; (2) penurunan permukaan tanah yang besar setelah di-drainase; (3) daya

    tahan (bearing capa-city) rendah sehingga tanaman pohon dapat tumbang, dan;

    (4) sifat mengkerut tak balik, yang dapat menurunkan daya retensi air dan

    membuatnya peka erosi.Sehubungan dengan hal itu, pemanfaatan lahan gambut

    untuk pertanian pada awalnya memerlukan investasi yang besar.

    Potensi dan Kesesuian Lahan Rawa Gambut untuk Pertanian

    Potensi lahan gambut untuk pengembangan pertanian dipengaruhi

    oleh kesuburan alami gambut dan tingkat manajemen usaha tani yang

    diterapkan. Produktivitas usaha tani lahan gambut pada tingkat petani, dengan

    input rendah sampai sedang, berbeda dengan produktivitas lahan gambut

  • 5/26/2018 makalah lahan rawa

    15/20

    dengan tingkat manajemen tinggi yang biasanya diterapkan oleh swasta atau

    perusahaan besar. Tanaman yang dapat digunakan untuk memanfaatkan lahan

    rawa gambut misalnya :

    a. Padi Sawah

    Lahan rawa gambut yang sesuai untuk padi sawah adalah tanah

    bergambut (teballapisan gambut 20-50 cm) dan gambutdangkal (0,5-1,0

    m). Padi kurang sesuai pada gambut sedang (1-2 m). Lahan rawa gambut

    dengan ketebalan lebih dari 2 m tidak sesuai untuk padi; tanaman tidak

    dapat membentuk gabah karena kahat unsur mikro, khususnya Cu.

    b. Tanaman Palawija, Hortikultura, dan Tanaman Lahan Kering Semusim

    Lahan rawa gambut yang sesuai untuk tanaman pangan semusim

    adalah gambut dangkal dan gambut sedang (ketebalan gambut 1-2 m).

    Pengelolaan air perlu diperhatikan agar air tanah tidak turun terlalu dalam

    dan turun secara drastis, serta mencegah terjadinya gejala kering tak balik,

    penurunan permukaan gambut yang berlebihan danoksidasi lapisan yang

    mengandung bahan sulfidik (pirit).

    Penggunaan lahan rawa pasang surut yang bertopografi datar untuk

    tanaman pangan lahan kering umumnya dengan menerapkan sistem

    surjan. Dalam sistem ini, lahan secara bersamaan dimanfaatkan untuk

    padi sawah (pada tabukan) dan tanaman lahan kering (pada

    pematang).Tujuan utamanya adalah untuk memanfaatkan lahan secara

    optimal melalui pengelolaan air yang tepat. Pengembangan surjan

    memberikan keuntungan komparatif berupa: (1) produksi lebih stabil,

    terutama untuk tanaman padi; (2) pengelolaan tanah dan pemeliharaan

    tanaman lebih murah; (3) intensitas tanaman lebih tinggi; dan (4)

    kemungkinan diversifikasi lebih besar.Pembuatan surjan di lahan rawa

    perlu memperhatikan beberapa faktor, yaitu kedalaman lapisan bahan

    sulfidik (pirit), tipe luapan air, ketebalan gambut, dan peruntukan lahan

    atau jenis komoditas yang akan dikembangkan.

    c. Tanaman Tahunan/Perkebunan

    Lahan rawa gambut yang sesuai untuk tanaman tahunan/perkebunan

    adalah yang memiliki ketebalan gambut 2-3 m. Beberapa tanaman yang

    dapat tumbuh baik adalah lain, karet, kelapa sawit, kopi, kakao, rami dan

    sagu. Seperti pada tanaman semusim, pengelolaan air pada tanaman

  • 5/26/2018 makalah lahan rawa

    16/20

    perkebunan perlu diperhatikan dengan seksama. Pengeluaran air secara

    berlebihan akan menyebabkan gambut menjadi kering dan berpotensi

    mudah terbakar. Untuk menjaga keseimbangan ekologis, kedalaman

    saluran drainase untuk tanaman karet disarankan sekitar 20 cm dan untuk

    tanaman kelapa sawit maksimal 80 cm. Pada lahan rawa gambut dengan

    ketebalan lebih dari 3 m, tanpa input dan manajemen tingkat tinggi,

    tanaman tidak produktif. Pemanfaatan lahan gambut dalam, lebih dari 3

    m, untuk pengembangan pertanian menghadapi berbagai kendala,

    terutama pada tingkat manajemen rendah sampai sedang. Pertumbuhan

    tanaman terganggu karena kesuburan tanah rendah dan kahat unsur hara

    mikro, di samping kesulitan dalam mendesain saluran drainase. Tanaman

    perkebunan, seperti kelapa sawit, masih dapat dikembangkan pada lahan

    rawa gambut yang tidak terlalu dalam bila disertai dengan pengelolaan air

    yang memadai dan pemberian amelioran.

    2.6 Upaya Peningkatan Produktivitas Lahan Rawa

    Produktivitas lahan rawa dapat ditingkatkan melalui pendekatan

    varietas, pengelolaan hara dan air serta penataan lahan. Bila dilakukan

    optimalisasi lahan rawa dengan teknologi inovasi baru khusus untuk lahan rawa.

    Untuk meningkatkan produktivitas pertanian di lahan rawa diperlukan

    pendekatan yang holistik menyangkut aspek perbaikan agrofisik lahan (tanah,

    air, dan tanaman) dan kemampuan sosial ekonomi (modal, kelembagaan, dan

    adaibudaya). Keragaman hasil yang dicapai pertanian lahan rawa cukup

    memadai walaupun masih beragam akibat keberagaman dari sifat agrofisik

    lahan (tipologi lahan, tipe luapan, mintakat perairan), teknologi pengelolaan,

    dan penggunaan masukan (input) seperti varietas, kapur, pupuk, dan lainnya.

    Produktivitas tanaman yang dapat dicapai di lahan rawa tergantung

    pada tingkat kendala dan ketepatan pengelolaan. Namun seperti pada umumnya

    petani, penanganan pasca panen, termasuk pengelolaan hasil masih lemah,

    terkait juga dengan pemasaran hasil yang terbatas sehingga diperlukan

    dukungan kelembagaan yang baik dan profesional serta komitmen pemerintah

    propinsi/kabupaten dalam rangka meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan

    petani rawa.

  • 5/26/2018 makalah lahan rawa

    17/20

    Selain tanaman pangan (padi, palawija, dan umbi-umbian) dan

    perkebunan (karet, kelapa, kelapa sawit), beberapa tanaman sayur-mayur (kubis,

    tom at, selada, dan cabai) dan buah-buah seperti rambutan, yang memadai

    dengan pengelolaan yang baik.

    Pengelolaan secara hati-hati dari berbagai aspek sangat diperlukan

    untuk mendukung keberhasilan pemanfaatan rawa. Teknologi pengelolaan lahan

    rawa meliputi :

    (1) Pengelolaan air;

    Pengelolaan air yang tepat merupakan kunci keberhasilan

    pengelolaan lahan rawa.

    Dalam rancangan infrastruktur hidrologi, pengelolaan air

    dibedakan menjadi :

    a. pengelolaan air makro yaitu penguasaan air pada tingkat kawasan

    reklamasi dan

    b. pengelolaan air mikro, yaitu pengaturan air pada tingkat tersier dan

    petak petani.

    (2) Pengolahan tanah;

    a. biasanya tanah mineral di lahan rawa itu lembek atau sudah

    melumpur di waktu lahan digenangi.

    b. oleh karena itu petani biasanya hanya menggunakan tajuk atau

    melaksanakan pengolahan tanah minimum. Namun ada lahan yang

    telah lama dibuka biasanya tanahnya telah mengeras membentuk

    bongkah-bongkah.

    (3) ameliorasi dan pemupukan;

    (4) Pola tanam ;

    (5) Pemberantasan hama dan penyakit;

    a. hama dan penyakit ini mampu mengagalkan panen sampai 100%.

    Karenanya pengendalian hama dan penyakit untuk menjaga

    produktivitas sangat diperlukan.

    b. faktor penting teknis produksi untuk meningkatkan produktivitas

    sawah di lahan rawa adalah pengendalian hama dan penyakit. Kondisi

    lahan rawa yang panas dan lembab sangat cocok bagi perkembangan

    hama dan penyakit tanaman. Hama-hama penting di sawah rawa adalah

  • 5/26/2018 makalah lahan rawa

    18/20

    tikus, wereng coklat dan penggerek batang untuk padi dan penggerek

    polong untuk kedelai.

    (6) Panen dan pasca panen.

    Pemanfaatan lahan rawa yang bijak serta pengelolaan yang serasi dengan

    karakteristik, sifat dan perilakunya serta didukung oleh pembangunan prasarana

    fisik (terutama tata air), sarana, pembinaan sumberdaya manusia dan penerapan

    teknologi spesifik lokasi diharapkan dijadikan dasar pengembangan lahan rawa

    secara lestari dan berwawasan lingkungan. Konsep pemanfaatan rawa sebaiknya

    berupa pengubahan peruntukan tanpa harus mengubah fungsi rawanya. Kalau

    mengubah fungsi (tandon air) rawa, maka rawa menjadi lahan kering (tadah

    hujan) yang kualitas lahan keringnya tidak sama dengan lahan kering bentukan

    alam.

    Permasalahan yang selama ini ditemui dalam pemanfaatan lahan

    rawa untuk pertanian adalah:

    1) sistem tata air yang belum terkendali,

    2) rendahnya tingkat kesuburan tanah,

    3) masalah biologi berupa gangguan hama, penyakit dan gulma,

    4) masalah sosial ekonomi seperti tenaga kerja, keterbatasan modal, tingkat

    pendidikan, pemberdayaan petani, kelembagaan, status tanah, tenaga

    penggarap, koordinasi, serta sarana dan prasarana yang kurang memadai.

  • 5/26/2018 makalah lahan rawa

    19/20

    BAB III

    PENUTUP

    Kesimpulan

    Indonesia memiliki lahan rawa terluas, hal ini dapat dimanfaatkan

    karena lahan rawa merupakan lahan alternatif untuk dikembangkan khususnya di

    bidang pertanian. Lahan rawa memiliki potensi yang sangat besar untuk

    dimanfaatkan, hal ini dapat dilihat dari sifat dan karakteristik lahan rawa yang

    merupakan lahan peralihan diantara sistem daratan maupun sistem perairan, sepanjang

    tahun atau dalam waktu yang panjang dalam setahun selalu tergenang air, permukaanair tanahnya dangkal, topografinya relatif datar, dan sebagian besar lahan dipengaruhi

    oleh pasang surut air laut.

    Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas lahan rawa

    harus dengan pengelolaan yang baik dan secara hati-hati dari berbagai aspek untuk

    mendukung keberhasilan pemanfaatan rawa. Teknologi pengelolaan lahan rawa

    meliputi :

    (1) pengelolaan air;

    (2) pengolahan tanah;

    (3) ameliorasi dan pemupukan;

    (4) pola tanam;

    (5) pemberantasan hama dan penyakit;

    (6) panen dan pasca panen.

  • 5/26/2018 makalah lahan rawa

    20/20

    DAFTAR PUSTAKA

    http://henggarrisa.wordpress.com/2012/11/29/sekilas-tentang-rawa/

    http://faulinamilianieali.blogspot.com/2012/01/produktivitas-lahan-rawa.html

    Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Departemen

    Pertanian, 2006