Upload
padirarental
View
53
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Pengetahuan sosial
Citation preview
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Liberalisme pada awalnya muncul saat dunia barat memasuki enlighment
ages atau abad pencerahan sekitas abad ke 16 sampai awal abad 19 yang mana
pada saat itu, mulai muncul industri dan perdagangan dalam skala besar yang
berbasis teknologi baru. Untuk mengelolala kedua hal tersebut muncullah
kebutuhan-kebutuhan baru seperti buruh yang bebas dalam jumlah banyak, ruang
gerak yang leluasa, mobilitas yang tinggi dan kekbebasan berkreasi. Namun
kebutuhan-kebutuhan ini terbentur oleh peraturan-peraturan yang dibuat masa
pemrintahan yang feodal. Maka golongan intelektualyang mengendepankan
rasionalitas memunculkan paham liberal. Golongan intelektual ini merasakan
keresahan ilmiah (rasa ingin tahu dan keinginan untuk mencari pengetahuan yang
baru).
Ketika pasar bebas tak dapat terbendung dan pembentukan regionalisme
tiap daerah yang terdapat di setiap benua mulai berkembang, maka globalisasi
memang sedang merajalela dalam perekonomian dunia. Jika memandang keadaan
modern saat ini, sudah tak dapat dipungkiri lagi bahwa sesungguhnya negara-
negara yang masih berdiri harus menelan “material” klasik yang kian melaju pesat,
yang tak lain dikenal dengan sebutan neoliberalisme. Sebagai teori yang makin
kontemporer, paham liberalisme yang sangat mengakar pada kehidupan historis
ekonomi ini mulai diterima dan dilaksanakan setiap negara. Krisis finansial
Amerika Serikat yang marak terjadi pun mampu memberikan dampak yang
signifikan bagi negara lain di seluruh penjuru bumi. Lantas, apakah paham
liberalisme yang disebarluaskan oleh AS ini mampu bertahan dan tetap menjadi
solusi absolut terhadap permasalahan ekonomi? Sejauh manakah raksasa
liberalisme mampu menaklukkan “hati” negara lain untuk menganut dan
memberlakukan paham tersebut?
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas dengan demikian yang menjadi rumusan masalah dalam
penulisan makalah ini adalah :
Bagaimana proses Teori Liberalisme dan neoliberalisme dalam memberikan
pengaruh pada sebuah negara dalam menunjang kelangsungan hidup masyarakat.
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan penulisan makalah ini adalah :
a. Untuk mengetahui proses munculnya liberalisme dan neoliberalisme
b. Untuk menjelaskan perkembangan liberalisme dan neoliberalisme pada negara
yang menganutnya
c. Menjelaskan proses terbentuknya leberalisme dan neoliberalisme
1.4 Manfaat Penulisan
yang menjadi manfaat dalam makalah ini adalah :
memberikan suatu pengertian bahwa perlu adanya sebuah paham liberalisme dan
neoliberalisme dalam menunjang perkembangan kehidupan masyarakat secara
lokal maupun secara menyeluruh dalam menyikapinya apakah paham tersebut
memberikan dampak positif atau negatif.
Memberikan informasi bagi kalangan mahasiswa sebagai cendikiawan dan
masyarakat luas dalam memahami dan memiliki buah pemikiran yang menjdi
sebuah landasan berfikir dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Liberalisme
Kata liberalisme berasal dari bahasa Latin liber artinya bebas dan bukan budak
atau suatu keadaan dimana seseorang itu bebas dari kepemilikan orang lain. Dan
isme yang berati paham. Makna bebas kemudian menjadi sebuah sikap kelas
masyarakat terpelajar di Barat yang membuka pintu kebebasan berfikir (The old
Liberalism). Dari makna kebebasan berfikir inilah kata liberal berkembang
sehingga mempunyai berbagai makna.
bermula pada 1776-1788, oleh Edward Gibbon, perkataan liberal mulai diberi
maksud yang baik, yaitu bebas dari prasangka dan bersifat toleran. Maka
pengertian liberal pun akhirnya mengalami perubahan arti dan berkembang
menjadi kebebasan secara intelektual, berpikiran luas, murah hati, terus terang,
sikap terbuka dan ramah.
Prinsip dasar liberalisme adalah keabsolutan dan kebebasan yang tidak terbatas
dalam pemikiran, agama, suara hati, keyakinan, ucapan, pers dan politik. Di
samping itu, liberalismme juga membawa dampak yang besar bagi sistem
masyarakat Barat, di antaranya adalah mengesampingkan hak Tuhan dan setiap
kekuasaan yang berasal dari Tuhan; pemindahan agama dari ruang publik menjadi
sekedar urusan individu; pengabaian total terhadap agama Kristen dan gereja atas
statusnya sebagai lembaga publik, lembaga legal dan lembaga sosial.
Oxford English Dictionary menerangkan bahwa perkataan liberal telah lama ada
dalam bahasa Inggris dengan makna sesuai untuk orang bebas, besar, murah hati
dalam seni liberal. Pada awalnya, liberalisme bermaksud bebas dari batasan
bersuara atau perilaku, seperti bebas menggunakan dan memiliki harta, atau lidah
yang bebas, dan selalu berkaitan dengan sikap yang tidak tahu malu.
Frederic Bastiat, Gustave de Molinari, Herbert Spencer, dan Auberon Herbert,
adalah aliran ekstrem yang dikenal dengan anarkhisme (tidak ada pemerintahan)
ataupun minarkisme (pemerintahan yang kecil yang hanya berfungsi sebagai the
nightwatchman state. Liberalisme selalu menentang sistem kenegaraan yang
didasarkan pada hukum agama.
Liberalisme lahir dari sistem kekuasaan sosial dan politik sebelum masa Revolusi
Prancis berupa sistem merkantilisme, feodalisme, dan gereja roman Katolik.
Liberalisme pada umumnya meminimalkan campur tangan negara dalam
kehidupan sosial. Sebagai satu ideologi, liberalisme bisa dikatakan berasal dari
falsafah humanisme yang mempersoalkan kekuasaan gereja di zaman renaissance
dan juga dari golongan Whings semasa Revolusi Inggris yang menginginkan hak
untuk memilih raja dan membatasi kekuasaan raja.
2.2. Pengertian Neoliberlisme
Teori neoliberal pertama-tama diformulasikan oleh Milton Friedman, seorang ahli
ekonomi dari Universitas Chicago, AS, yang berarti pemutusan hubungan secara
radikal aturan Negara terhadap mesin pertumbuhan ekonomi, dikuranginya
kontrol dan pengetatan perdagangan internasional, penyesuaian tingkat
pertukaran, dihapuskannya intervensi Negara terhadap pasar domestik dan
liberalisasi pasar finansial. Kebijakan ini menjadi populer sejak tahun 1970an.
menurut Paul Hirst dan Graham Thompson, neoliberalisme berarti membuat pasar
bebas dari politik, serta membiarkan perusahaan-perusahaan besar dan pasar
mengalokasikan(menempatkan, menata atau mengatur) faktor produksinya
sampai tingkat yang tertinggi tanpa campur tangan Negara. Menurut pengertian
ini, peran Negara atau pemerintah hanya menjadi pelengkap atau pengganti dari
pemain-pemain bisnis utama dimana tugasnya adalah menyediakan dan
mengusahakan tertib politik dan hukum untuk sebesar-besarnya kepentingan
kaum kapitalis yakni eksploitasi dan konsentrasi akumulasi modal. Neoliberalisme
menghendaki agar hidup manusia, fungsi masyarakat, dan kebijakan pemerintah,
ditundukkan pada pasar.
"Neo" berarti kita membicarakan jenis baru liberalisme. Jadi apa jenis lamanya?
Pemikiran ekonomi liberal menjadi terkenal di Eropa ketika Adam Smith, seorang
pakar ekonomi Skotlandia, menerbitkan buku pada 1776 berjudul THE WEALTH
OF NATIONS. Ia dan beberapa lainnya mengadvokasikan penghapusan intervensi
pemerintah dalam masalah perekonomian. Tidak ada pembatasan dalam
manufaktur, tidak ada sekat-sekat perdagangan, tidak ada tarif, katanya;
perdagangan bebas adalah cara terbaik bagi perekonomian suatu bangsa untuk
berkembang. Ide-ide tersebut "liberal" dalam arti tidak ada kontrol. Penerapan
individualisme ini mendorong usaha-usaha "bebas", kompetisi "bebas" -- yang
kemudian artinya menjadi bebas bagi kaum kapitalis untuk mencetak keuntungan
sebesar yang diinginkannya.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Historis Perkembangan Liberalisme dualisme dan Neoliberalisme
Secara historis, Liberalisme dualisme muncul sebagai reaksi perlawanan
terhadap sikap penganut paham Merkantilis pada pertengahan abad XVIII. Di
Perancis, ahli ekonomi menyebut gerakan ini sebagai gerakan physiocrats yang
menuntut kebebasan produksi dan berdagang. Di Inggris, ahli ekonomi Adam
Smith menjelaskan dalam bukunya (the Wealth of Nations 1776) mengenai
keuntungan untuk menghapus pembatasan-pembatasan dalam perdagangan.
Berdasarkan the New Lexicon Websters’s Dictionary of the English Language,
liberalisme berasal dari kata liberal yang bermakna menganggap baik kebebasan
individu, reformasi sosial, dan penghapusan atas pembatasan-pembatasan dalam
ekonomi. Dengan demikian, liberalisme telah dipandang sebagai sebuah ideologi
atau pandangan filsafat yang didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan
adalah nilai politik yang utama dan menerapkan sistem pasar yang bebas dan
terbuka. Kebebasan individu dijamin melalui mekanisme pasar. Lain halnya
perspektif liberal dalam ekonomi, merupakan pandangan yang mendorong
kebebasan pasar dan minimalisasi peran negara. Oleh sebab itu, perspektif liberal
menempatkan individu sebagai fokus utama dalam ekonomi agar dapat
meningkatkan efisiensi dan memaksimalisasi keuntungan. Argumentasi ini
diperkuat dengan suatu premis yang sangat mendasar dalam perspektif liberal
bahwa konsumen perseorangan, perusahaan, atau rumah tangga merupakan basis
dari perekonomian masyarakat. Individu-individu dianggap rasional dan berusaha
untuk memaksimalisasi atau memuaskan kebutuhan-kebutuhan mereka dengan
tingkat biaya serendah-rendahnya.
Kaum liberalis memahami ekonomi politik internasional sebagai suatu
aplikasi teori dan metodologi ekonomi internasional yang memisahkan interaksi
antara ekonomi dan politik. Adanya peran kuat dan aktif dalam mekanisme pasar
telah memudarkan otoritas pemerintah sebagai aktor utama negara. Ekonomi dan
politik itu adalah dua arena yang seharusnya dipisahkan dan masing-masing
beroperasi menurut aturan-aturan serta logika-logikanya sendiri. Karena orang-
orang liberal percaya bahwa faktor-faktor ekonomi merupakan determinan dari
semua proses sosial, maka menurut mereka fenomena ekonomi politik
internasional dapat di jelaskan dengan berbagai teori yang ada dalam ilmu
ekonomi. Peran dan Pengaruh Liberalisme Terhadap Perekonomian Dunia Dalam
perkembangan ekonomi modern, perspektif liberalisme mulai bercampur dengan
asas-asas demokrasi yang pada akhirnya memunculkan teori neoliberalisme yang
dipelopori oleh Friedrich von Hayek (1899 –1992). Walaupun perkembangan
neoliberalisme telah menduduki perekonomian internasional, esensi-esensi
historis liberal tetap menjadi pemegang kendali kehidupan ekonomi politik saat
ini. Mengutip pernyataan John Madison yang berbunyi : “jika manusia adalah
malaikat, maka pemerintahan dan demokrasi tidak diperlukan”. Pernyataan
tersebut mengingatkan sesuatu bahwa sebagai manusia yang tidak sempurna
secara utuh, maka kebebasan dan toleransi perlu dijunjung tinggi. Sama halnya
dengan ungkapan yang dikemukakan oleh Rizal Malarangeng : ”Kalau ingin
mempengaruhi orang, gunakan akal pikiranmu, gunakan persuasi, dalam sebuah
konteks besar yang dinamakan free market of ideas. Hal itu pula yang harus
diterapkan dalam sosial, politik ekonomi, dan agama”
Dari dua pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa eksistensi paham
liberalisme dalam mempengaruhi ekonomi politik internasional begitu melesat
semenjak Perang Dunia II. Hal ini dibuktikan dengan kesuksesan India membuka
pintunya bagi penetrasi dan mengubah ekonomi genetiknya ke arah ekonomi
pasar. Demikian pula apa yang terjadi di Cina, yang menyadari bahwa kondisi lebih
mengerikan akan terjadi jika ekonomi pasar diganti dengan ekonomi yang
sentralistik. Dampak yang ditimbulkan bukan hanya merujuk pada kegagalan
ekonomi, tapi juga diikuti dengan tragedi manusia yang luar biasa.
Selain itu, pengaruh dan peran liberalisme terhadap ekonomi politik
internasional dapat terlihat pada. Dampak lain dari model liberalisasi ekonomi
sebagaimana menjadi gagasan negara-negara maju adalah terlalu dominannya
peranan lembaga-lembaga keuangan, yang sebagian besar bergerak disektor
distribusi. Lembaga keuangan, dalam konteks ekonomi tradisional, sebenarnya
tidak lebih dari para pedagang, yang bekerja lebih berdasarkan spekulasi daripada
pertimbangan ekonomi murni. Para lembaga keuangan adalah pemain utama di
berbagai pasar bursa dunia. Hal yang menarik dalam memahami lembaga
keuangan ini adalah “mereka membeli tetapi bukan konsumen, dan mereka
menjual tetapi bukan produsen”. Akibatnya, perekonomian dunia bergerak
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan spekuatif, dengan melihat aspek-aspek
non ekonomi dari setiap transaksi.
Lembaga-lembaga keuangan seperti Lehman Brothers dan Merrill Lynch
telah membawa kekuatan ekonomi sekaligus politik. Walaupun mereka bergerak
berdasarkan prinsip-prinsip liberalisme ekonomi, namun terdapat gejala hipokrisi
dalam aktivitas ini. Sejak lama, para analis ekonomi dan politik internasional
meyakini adanya hubungan saling menguntungkan antara kalangan swasta (yang
didominasi oleh lembaga keuangan dunia) dengan elit politik di negara-negara
maju untuk mempengaruhi kebijakan ekonomi dan juga politik suatu negara untuk
mendukung perekonomian dunia yang liberal.
Liberalisme: Prospek Ideal Ekonomi Politik Internasional? Dalam
perkembangannya tersebut liberalisme masih memiliki titik kelemahan yang
tertutupi oleh pemikiran dektruktif kreatif. Pertama, penerapan liberalisme dalam
perekonomian dunia dapat membuat dunia ke dalam tatanan yang cenderung tidak
adil. Liberalisasi berbagai sektor perekonomian akan menciptakan persaingan
bebas dalam pasar dunia. Artinya, disaat persaingan bebas terjadi maka negara-
negara yang memiliki tingkat perekonomiannya relatif tinggi akan semakin kuat
sedangkan yang memiliki tingkat perekonomiannya relatif rendah akan semakin
lemah. Misalnya dalam hal impor ketika kebijakan liberalisasi diterapkan maka
produk-produk dalam negeri akan terancam keberadaannya. Harga produk-
produk impor yang lebih murah akan diiringi dengan meningkatnya permintaan
terhadap produk-produk tersebut. Sehingga permintaan produk-produk dalam
negeri cenderung menurun bahkan tidak lagi dapat berproduksi alias “bangkrut”.
Kebangkrutan produksi ini akan menyebabkan semakin banyaknya pengangguran
yang dapat menimbulkan gejolak sosial.
Kedua, liberalisme akan menciptakan suatu hubungan ketergantungan
antara negara yang kaya dengan negara yang miskin. Salah satu contohnya adalah
kebijakan privatisasi BUMN suatu negara yang dibeli oleh negara asing sebagai
suatu konsekuensi dari liberalisasi. Karena negara “menganggap” dirinya tidak
mampu lagi mengelola dan membiayai proses produksi BUMN tersebut. Padahal
BUMN umumnya merupakan badan atau perusahaan-perusahaan yang berkaitan
erat dengan hajat hidup orang banyak. Sehingga tidak menutup kemungkinan
pengaruh negara asing akan sangat kuat terhadap negara tersebut. Lebih dari itu,
kecenderungan penjajahan dalam bentuk baru bisa saja terjadi.
Ketiga, di dalam sistem mekanisme pasar akan timbul kekuatan monopoli
yang merugikan. Dalam mekanisme pasar tidak selalu terjadi persaingan sempurna
di mana harga dan jumlah barang ditentukan oleh permintaan pembeli dan
penawaran penjual yang banyak jumlahnya. Keempat, sistem perekonomian liberal
cenderung membawa ketidakstabilan. Ketidakpastian harga maupun nilai kurs
yang cenderung tidak teratur memperbesar ketidakpastian dalam ekonomi. Jika
kita melihat fenomena krisis finansial global yang terjadi pada Amerika Serikat,
telah menunjukkan adanya krisis perkembangan liberalisme sebagai prospek ideal
ekonomi politik internasional. Sebuah tragedi AS yang semakin memusnahkan
politik hegemoninya ini bersumber pada keyakinan akan ekonomi tanpa regulasi
dan internasionalisasi persaingan ekonomi. Ekonomi yang semakin memperingati
kebebasannya malah berbalik memohon ampun pada negara agar segera
memperbaiki perekonomian nasional. Merkantilisme pun mulai diberlakukan
kembali dengan cara mengintervensi kepemilikan terhadap perusahaan swasta.
Bahkan, Indonesia mengatasi krisis yang berdampak global ini melalui paket bail
out yang dikucurkan oleh pemerintah kepada Bumi Resources. Hubungan antara
negara dan perusahaan-perusahaan multi nasional yang selama ini seolah tampak
dalam konteks independen, ternyata dipenuhi dengan preferensi-preferensi yang
diberikan oleh pemerintah (sebagai representasi negara) kepada perusahaan-
perusahaan tertentu, yang memiliki kapasitas politik yang memadai.
Solusi krisis finansial global tak hanya diselesaikan dengan asumsi-asumsi
merkantilisme saja. Peran negara yang selama ini terhenti sebelum timbulnya
krisis harus dimaksimalkan dengan pemerataan dan keadilan rakyat yang tertuang
dalam sistem sosialisme ala Karl Marx.. Contoh konkrit yang dapat dilakukan oleh
warga AS adalah pemberian dana stimulus terhadap institusi sosial milik
pemerintah dan minimalisasi pajak masyarakat sipil.
3.2 Aliran Liberalisme Ditandai Dengan Magna Charta
Sejarahnya paham liberalism dualisme ini berasal dari Yunani kuno, salah satu
elemen terpenting peradaban Barat. Namun, perkembangan awalnya terjadi sekitar
tahun 1215, ketika Raja John di Inggris mengeluarkan Magna Charta, dokumen yang
mencatat beberapa hak yang diberikan raja kepada bangsawan bawahan. Charta ini
secara otomatis telah membatasi kekuasaan Raja John sendiri dan dianggap sebagai
bentuk liberalisme awal (early liberalism).
Perkembangan liberalisme selanjutnya ditandai oleh revolusi tak berdarah yang
terjadi pada tahun 1688 yang kemudian dikenal dengan sebutan The Glorious
Revolution of 1688. Revolusi ini berhasil menurunkan Raja James II dari England dan
Ireland (James VII) dari Scotland) serta mengangkat William II dan Mary II sebagai
raja. Setahun setelah revolusi ini, parlemen Inggris menyetujui sebuah undang-undang
hak rakyat (Bill of Right) yang memuat penghapusan beberapa kekuasaan raja dan
jaminan terhadap hak-hak dasar dan kebebasan masyarakat Inggris. Pada saat
bersamaan, seorang filosof Inggris, John Locke, mengajarkan bahwa setiap orang
terlahir dengan hak-hak dasar (natural right) yang tidak boleh dirampas. Hak-hak dasar
itu meliputi hak untuk hidup, hak untuk memiliki sesuatu, kebebasan membuat opini,
beragama, dan berbicara. Di dalam bukunya, Two Treatises of Government (1690), John
Locke menyatakan, pemerintah memiliki tugas utama untuk menjamin hak-hak dasar
tersebut, dan jika ia tidak menjaga hak-hak dasar itu, rakyat memiliki hak untuk
melakukan revolusi.
Singkatnya pada abad ke 20 setelah berakhirnya perang dunia pertama pada
tahun 1918, beberapa negara Eropa menerapkan prinsip pemerintahan demokrasi. Hak
kaum perempuan untuk menyampaikan pendapat dan aspirasi di dalam pemerintahan
diberikan. Menjelang tahun 1930-an, liberalisme mulai berkembang tidak hanya
meliputi kebebasan berpolitik saja, tetapi juga mencakup kebebasan-kebebasan di
bidang lainnya; misalnya ekonomi, sosial, dan lain sebagainya. Tahun 1941, Presiden
Franklin D. Roosevelt mendeklarasikan empat kebebasan, yakni kebebasan untuk
berbicara dan menyatakan pendapat (freedom of speech), kebebasan beragama (freedom
of religion), kebebasan dari kemelaratan (freedom from want), dan kebebasan dari
ketakutan (freedom from fear). Pada tahun 1948, PBB mengeluarkan Universal
Declaration of Human Rights yang menetapkan sejumlah hak ekonomi dan sosial, di
samping hak politik.
Jika ditilik dari perkembangannya liberalisme secara umum memiliki dua aliran
utama yang saling bersaing dalam menggunakan sebutan liberal. Yang pertama adalah
liberal klasik atau early liberalism yang kemudian menjadi liberal ekonomi yang
menekankan pada kebebasan dalam usaha individu, dalam hak memiliki kekayaan,
dalam kebijakan ekonomi dan kebebasan melakukan kontrak serta menentang sistim
welfare state. Yang kedua adalah liberal sosial. Aliran ini menekankan peran negara
yang lebih besar untuk membela hak-hak individu (dalam pengertian yang luas),
seringkali dalam bentuk hukum anti-diskriminasi.
Selain kedua tren liberalisme diatas yang menekankan pada hak-hak ekonomi
dan politik dan sosial terdapat liberalisme dalam bidang pemikiran termasuk pemikiran
keagamaan. Liberal dalam konteks kebebasan intelektual berarti independen secara
intelektual, berfikiran luas, terus terang, dan terbuka. Kebebasan intelektual adalah
aspek yang paling mendasar dari liberalisme sosial dan politik atau dapat pula disebut
sisi lain dari liberalisme sosial dan politik. Kelahiran dan perkembangannya di Barat
terjadi pada akhir abad ke 18, namun akar-akarnya dapat dilacak seabad sebelumnya
(abad ke 17). Di saat itu dunia Barat terobsesi untuk membebaskan diri mereka dalam
bidang intelektual, keagamaan, politik dan ekonomi dari tatanan moral, supernatural dan
bahkan Tuhan.
Pada saat terjadi Revolusi Perancis tahun (1789) kebebasan mutlak dalam
pemikiran, agama, etika, kepecayaan, berbicara, pers dan politik sudah dicanangkan.
Prinsip-prinsip Revolusi Perancis itu bahkan dianggap sebagai Magna Charta
liberalisme. Konsekuensinya adalah penghapusan Hak-hak Tuhan dan segala otoritas
yang diperoleh dari Tuhan; penyingkiran agama dari kehidupan publik dan menjadinya
bersifat individual. Selain itu agama Kristen dan Gereja harus dihindarkan agar tidak
menjadi lembaga hukum ataupun sosial. Ciri liberalisme pemikiran dan keagamaan
yang paling menonjol adalah pengingkaran terhadap semua otoritas yang sesungguhnya,
sebab otoritas dalam pandangan liberal menunjukkan adanya kekuatan diluar dan diatas
manusia yang mengikatnya secara moral. Ini sejalan dengan doktrin nihilisme yang
merupakan ciri khas pandangan hidup Barat postmodern yang telah disebutkan diatas.
3.3 Pencetus Aliran Liberalisme
Jhon Locke (1632-1704) ialah seorang filsuf yang disebut sebagai juru bicara
Liberalisme. Jhon Locke hidup dalam zaman yang penuh gejolak di Inggris. Sebelum
dia lahir, terjadi perang saudara antara kaum Cavaliver, para pengikut raja Charles I, dan
kaum yang berada pada kekuatan dalam parlemen.Sementara itu, dalam parlemen terjadi
perpecahan antara fraksi para imam yang menghendaki pemerintahan teokratis elitis dan
fraksi independen yang menghendaki kebebasan politis bagi rakyat banyak. Dalam
hidupnya, berbeda dengan Hobbes membela Raja Charles I yang absolut, Locke
berpihak pada pemberontakan borjuasi melawan pemerintahan absolut, yang dikenal
sebagai “Glorious Revolution”.
Locke dilahirkan dari keluarga yang memihak parlemen. Sikap puritan ayahnya
sedikit banyak memengaruhi pemikiran Locke yang tidak suka pada aristokrasi. Locke
belajar di Universitas Oxford dan disana ia menyukai fisiologi dan alergis terhadap
filsafat skolastik. Ia tidak begitu suka pada karya-karya klasik. Di satu pihak, pengaruh
liberalisme tertanam kuat didalam dirinya yang didukung oleh pengaruh John Own.1[2]
[3] Karena dekat dengan keluarga Shaftesbury yang dimusuhi raja, bersama keluarga itu
ia dibuang ke negeri Belanda. Dalam pengasingan itu, Locke menulis bukunya An Essay
concerning Human Understanding. Dalam hal ini, pemerintah selalu mengawasi gerak-
geriknya. Locke juga menulis filsafat politik dalam The Second Treatise of Goverment.
Dalam buku itu, berbeda dengan Hobbes yang memihak Absolutisme, John Locke
menjadi juru bicara Liberalisme. Pengaruh Locke dalam konstitusi Amerika Serikat
sangat besar. Gagasan-gagasannya menyebar dan dipelihara di Inggris dan Amerika
hingga dewasa ini.
Beberapa pemikiran Locke ialah sebagai berikut:
1
1. Usaha Memukul Ajaran tentang Idea-idea Bangsawan
John Locke mengagumi karya-karya Descrates, Akan tetapi, dia tidak setuju atas
rasionalisme Descrates yang beranggapan bahwa pengetahuan dapat diperoleh secara a
priori. Locke berusaha menghantam ajaran kuno itu dengan sebuah pendekatan filosofis
yang berbeda sama sekali dari rasionalisme. Menurut Locke anggapan para filsuf
rasionalis bahwa idea-idea tentang kenyataan itu sudah kita miliki sejak lahir adalah
anggapan yang tidak terbukti dalam kenyataan. Dengan demikian kebenaran dan
kenyataan dipersepsi subjek melalui pengalaman dan bukan bersifat bawaan. Segala
prinsip a priori dan universal itu harus dikembalikan kepada pengalaman terdahulu.
Dapat dikatakan bahwa serangan Locke atas idea-idea bawaan berkaitan dengan
pandangan liberalnya tentang manusia dan masyarakat.
2. Proses pikiran, Idea simpleks dan Kompleks
Proses internal langsung berdasarkan pengalaman lahiriah itu menghasilkan idea-
idea seperti : idea nimat dan idea sakit. Semua idea yang dihasilkan dari penangkapan
langsung ini disebut Locke sebagai idea Simpleks. Menurut Locke idea-idea abstrak
tentang ruang itu merupakan hasil penyusunan idea simpleks yang terpisah menjadi idea
yang Kompleks. Jadi, Locke tidak sama sekali menolak kemungkinan pengetahuan
abstrak. Yang ditolaknya adalah segala bentuk pengetahuan a priori, termasuk idea
ruang dan waktu.
3. Etika yang memuja kenikmatan
Banyak filsuf tradisional dan filsuf Jerman dan Perancis berpendapat bahwa
tingkah laku kita ditentukan oleh asas-asas moral yang bersifat a priori dan universal.
Locke menentang gagasan macam itu dangan menegasakan bahwa yang menentukan
tindakan-tindakan kita bukanlah asas-asas universal melainkan sesuatu yang berasal dari
pengalaman indrawi, yaitu rasa nikmat dan rasa sakit. Berdasarkan ajaran ini, Locke
menetapkan lima nilai yang patut yang patut dikejar dalam hidup ini. Pertama dalah
kesehatan, memungkinkan kita menikmati segala sesuatu dengan panca indera. Kedua
adalah nama baik atau kehormatan, atau kenikmatan yang dihasilkan dari pengakuan
sosial. Ketiga adalah pengetahuan, yang juga memungkinkan kita mengubah-ubah objek
kenikmatan. Keempat adalah berbuat baik, yaitu tindakan yang menguntungkan dan
memeberi kepuasan. Kelima adalah harapan akan kebahagian abadi.
4. Ajaran Politik
Dalam keadaan asli, manusia hidup bermasyarakat dengan diatur oleh hukum-
hukum kodrat dan masing-masing individu memiliki hak-hak yang tak bleh dirampas
darinya. Melalui kontrak sosial dihasilkan pemerintahan atau kekuasaan eksekutif yang
dibatasi oleh hukum-hukum dasar tertentu. Hukum-hukum itu melarang pemerintahan
merampas hak individu. Pemerintah diperlukan justru untuk menjamin seluruh
keamanan masyarakat. Fungsi pokok pemerintah, menurut Locke, adalah menjaga hak
milik pribadi. Locke merupakan seorang juru bicara kenamaan liberalisme dan perintis
paham hak-hak asasi manusia.
3.4 Perkembangan Aliran Liberalisme Sampai Sekarang Ini
Unsur konseptual, sosial, ekonomi dan politik doktrin liberal saling terkait
dengan membentuk proses sejarah yang tunggal. Liberalisme terutama berhubungan
dengan citra-diri dan cita-cita kelas menengah yang baru muncul pada abad ke-18 dan
ke-19 berlaku sebagai kredo yang mereka gunakan untuk menyingkirkan elite
bangsawan dan pemilik tanah serta membangun lingkungan baru yang sesuai dengan
kebutuhan perdagangan, industri, dan profesi. Kredo ini sudah jelas bagi teorotisi liberal
“klasik” yang menulis perkembangan pada periode tersebut. Mereka melihat masyarakat
Inggris yang pertama kali mengalami Revolusi Industri dan politik, telah memberikan
model yang berusaha mereka tiru. Meskipun hubungan antara etos liberal dan
perkembangan sosial dan politik Inggris sering dilihat secara tidak lengkap oleh para
tokoh utama tradisi liberal Inggris, seperti John Locke (1632-1704), J.S. Mill (1806-
1873), pemikir dari Scotlandia-terutama Adam Smith (1723-1790)-lebih menyadari
serba kemungkinan sejarahnya. Kaum liberal Eropa kontinental (Eropa Barat non
Inggris), jauh lebih mencermatinya, dan lebih sosiologis pada penulis seperti
Montesquiue (1689-1755) dan beberapa pemikir lainya.
Pada abad ke-20, basis sosial liberalisme menjadi persoalan yang tidak dapat
diabaikan oleh teoritisi liberal. Dalam masyarakat Industri massa yang di dominasi oleh
perusahaan berskala besar dan organisasi administrasinya lainnya di satu sisi,
meningkatkan diferensi sosial di sisi lain, agensi individu bebas yang diasumsikan oleh
“liberalisme klasik” tengah terancam menurut tulisan-tulisan kaum liberal pada akhir
abad ini. Proses pertama secara bertahap menelan individu ke dalam struktur agensi
birokratis yang terikat aturan dan hierarkris, yang menggantikan wirausaha dengan
administrator dan direktur profesional, dan memiskinkan ketrampilan sebagian tenaga
kerja. Proses kedua menambah kompleksitas masyarakat industri sehingga kemampuan
kita untuk memahami keragaman sosial yang muncul secara rasional dalam kerangka
moral yang kognitif tunggal merosot tajam. Semakin individu terjebak dalam logika
beragam peran dan fungsi sosial yang kadangkala sering bertentangan, dibanjiri
informasi dan sumber persuasi yang kerap berlawanan, semakin lemah pula kemampuan
mereka untuk menentukan orientasi secara otonom di dunia ini. Perkembangan-
perkembangan ini mendistorsi cita-cita pasar kaum liberal, dan menambah kekhawatiran
kaum liberal terhadap demokrasi. Lebih lanjut, perkembangan tersebut terkait erat
dengan kemunculan buruh yang semakin terorganisasi, yang dalam ancamannya
terhadap dominasi sosio-ekonomi dan politk kelas menengah berpotensi memunculkan
tantangan terbesar bagi hegemoni liberal.
Menurut kaum liberal klasik, pasar bebas tidak menciptakan konflik sosial, tetapi
menyelesaikannya. Mekanisme tangan-yang-tak-tampak (invisible hand) dalam hukum
penawaran dan permintaan mendorong harmonisasi rencana hidup individu. Dengan
alasan serupa, mereka mendukung perdagangan bebas antar negara (globalisasi) sebagai
cara terbaik untuk mencapai perdamaian Internasional. Dari sudut pandang ini, cita-cita
liberal bukan hanya terbentuknya masyarakat yang terdiri dari orang-orang egois yang
mengejar kepentingannya sendiri, melainkan sekumpulan warga yang mandiri dan
bertanggung jawab, yang bekerja sama untuk mencapai kebaikan individu, sosial, moral,
dam material. Namun, persaingan yang sempurna dan cara kerja mekanisme harga yang
mulus berasumsi bahwa konsumen sepenuhnya memahami kebutuhan mereka dan jasa
yang ditawarkan untuk memenuhinya, dan mereka juga sanggup merasakan permintaan
mereka. Namun dalam kenyataannya, ukuran pasar, pembagian kekayaan yang tidak
adil, kontrol yang dijalankan oeh perusahaan besar dan organisasi buruh atas supali
barang, jasa, dan imformasi di wilayah tertentu menunjukkan bahwa individu jarang
memiliki pengetahuan semacam itu dan hanya dapat mempengaruhi ekonomi secara
sangat tidak sempurna, bahkan ketika mereka memiliki pengetahuan itu. Faktor-faktor
tersebut memperlihatkan bahwa ternyata ekonomi pasar tidak melahirkan masyarakat
kerja sama yang terdiri dari individu yang berkembang bersama-sama, tetapi dunia yang
berisi kelompok-kelompok kepentingan yang saling berlawanan dan bertentangan.
Penyebab-penyebab yang sama juga mengubah hakikat demokrasi. Hak pilih
universal menghancurkan pemuka masyarakat lokal dan menududukkan partai politik
massa sebagai pemain utama demokrasi. Pengaruh yang ditunjukkan organisasi itu
membuat konsep-konsep tradisional tentang demokrasi liberal menjadi usang.
Pembicaraan tentang pemicaraan dan kedaulatan dan perwakilan rakyat memiliki nilai
yang terbatas apabila calon, penentuan agenda pemilihan umum, dan pemungutan suara
hampir berada di tangan berbagai tangan mesin partai. Perkembangan ini juga
menyurutkan pandangan konvensional kaum liberal perihal pembagian kekuasaan,
dimana lembaga eksekutif atas mayoritas yang passif di lembaga legislatif.
Kecenderungan partai massa modern untuk terikat pada kepentingan bukan pada
pendirian, telah merubah sifat politik liberal dari proses perdebatan yang rasional
menuju sarana tawar-menawar dan penyelesaian antara kelompok dan individu yang
memiliki kepentingan sendiri (politik dagang sapi). Perdebatan politik tidak lagi
berkenaan dengan kualitas atau kebenaran argumen lawan, tetapi manipulasi keinginan
dankepentingan untuk membentuk mayoritas yang akan memerintah.
Contoh kasus dualisme di hukum agraria
Pada masa sebelum berlakunya UUPA, hukum tanah di Indonesia masih terkandung corak dualisme dimana peraturan-peraturan agraria terdiri dari peraturan-peraturan yang bersumber pada hukum adat ( hukum yang sudah lama melekat di masyarakat Indonesia) dan hukum barat ( hukum pemerintahan Kolonial belanda). Masyarakat pribumi tunduk pada hukum barat dan hukum adat sedangkan pemerintah Kolonial belanda tidak memperdulikan hukum adat yang sudah turun temurun di masyarakat Indonesia.
Dualisme dalam hukum tanah bukan disebabkan karena para pemegang hak atas tanah melainkan karena perbedaan hukum yang berlaku terhadap tanahnya. Tanah dalam hukum Indonesia mempunyai status dan kedudukan hukum sendiri terepas dari satatus hukum subyek ya ng mempunyainya. Disamping itu dualisme hukum tanah juga menimbulkan berbagai masalah hukum antar golongan yang serba sulit, sehubungan dengan adanya juga dualisme dalam hukum perdata.
Sejalan dengan KUH PERDATA maka hokum tanah barat yang konsepsinya berlandaskan individual liberalisme dengan kebebasan berusaha dan bersaing yang sekedar di batasi menurut keperluan sesuai pertimbangan plitik ekonomi, social dan kenegaraan pihak yang berkuasa di Negara yang bersangkutan. Hal tersebut bertentangan dengan konsepsi yang mendasari hukum tanah nasional yang tersirat dalam sila-sila pancasila. Oleh karena itu kelangsungan berelakunya Hukum tanah barat tersebut tidak dapat dibenarkan, meskipun bentuknya yang tertulis dan dapat digunakan sebagai sarana yang efektif dalam usaha menjamin kepastian hukum dibidang pertanahan.
Orientasi kebijakan pertanahan pada zaman belanda dalam mengatur pemilikan penguasaan tanah lebih memberikan prioritas atau peluang terhadap warga Negara Belanda dan Warga Negara Asing (wna). Serta badan hukum Belanda dan badan ukum asing lainnya dari pada kepada penduduk pribumi. Maksud dan tujuannya agar tanah-tanah di Indonesia bias dimanfaatkan untuk membangun industri dan pertambangan. Kemudian tujuan yang mendasar untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya bagi pemerintah belanda.
Dasar politik agraria colonial adalah prinsip dagang, yaitu medapatkan hasil bumi atau bahan mentah dengan harga yang serendah-rendahnya, kemudian dijual dengan harga yang setinggi tingginya. Tujuannya ialah tidak lain mencari keuntungan yang sebesar-besarnya bagi diri pribadi penguasa Kolonial yang merangkap sebagai pengusaha. Keuntungan ini juga dinikmati oleh pengusaha belanda dan Eropa. Sebaliknya bagi rakyat Indonesia menimbulkan penderitaan yang sangat mendalam.
Pemerintahan belanda di dalam menyusun perundang-undangan menganut asas konkordansi. Penyusunan KUH perdata Indonesia juga konkordansi dengan Burgerlijk Wetboek Belanda. Bw belanda ini disusun berdasarkan Code Civil Perancis, yang merupakan pengkondifikasian hukum perdata perancis sesudah revolusi perancis tahun 1789. oleh karena itu kuh perdata melalui burhgerlijk wetboek belanda dan code civil perancis, pasti berjiwa liberal individualistik.
Revolusi perancis adalah suatu revolusi yang brsifat borjuis, yang berjiwa liberal individualistis, sebagaimana diartikan bahwa individual liberaslisme paham yang mengatakan manusia itu dominan pada sisi individu dan pada masing-masing individu itu melekat nilai-nilai kebebasan yang mutlak dihormati orang lain. Hukum itu harus bias menjamin kebebasan individu termasuk kebebasan untuk memiliki dan menguasai tanah.
Negara Negara yang telah maju mencapai sosialisai masyarakat sesudah mencapai puncak liberalisme dan individualisme, yang dilaluinya dalam jangka waktu kurang lebih 4 setengah abad semenjak permulaan jaman Renaissance sekitar abad ke 15
sampai kepada puncak kapitaisme pada akhir abad ke 19 permulaan abad ke 20 ini.
Berhubung dengan itu gerakan sosialisasi dan fungsionalisasi merupakan usaha manusia Negara-negara maju untuk meratakan keadilan masyarakat dengan mengembalikan keseimbangan antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat, oleh sebab dijaman kapitalisme kepentingan individu terlalu di pentingakan dengan mengabaikan kepentingan umum.
Negara-negara yang berkembang seperti Indonesia, tidak pernah mengenal masa individualisme dan liberalisme sepertgi yang pernah dialami oleh Negara-negara maju. Bangsa Indonesia yang sejak semula hidup dalam suasana kekeluargaan dan hukum adat tidak pernah memberi tekanan kepada kepentingan perseorangan. Justru sebaliknya manusia Indonesia selamanya hanya berarti dalam lingkungan suatu kelompok masyarakat yaitu sebagai warga masyrakat. Manusia perseorangan tidak dikatakan mempunyai hak-hak yang tidak dapat diganggu-gugat, seperti misalnya manusia eropah atau amerika, akan tetapi manuisa Indonesia terutama mempunyai kewajiban-kewajiban, yaitu kewajiban terhadap tuhan, kewajiban terhadap rajanya, kewajiban terhadap keluarganya, kewajiban terhadap sesamanya dan kewajiban terhadap masyarakat. Hanya sebagai akibat persentuhan dengan kebudayaan Belanda khususnya, dan kebudayaan asing pada umumnya, mulailah dalam abad ke 20 ini manusia Indonesia menyadari, bahwa tanpa hak-hak yang dimilikinya, kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepadanya tidak akan dapat dilaksanakan dengan baik. Itulah sebabnya bagi manusia Indonesia hak-hak perseorangan merupakan akibat dari pada pengembanan kewajiban kewajiban masyarakat tertentu. Tidak seperti bagi manusia eropa dan amerika yang dengan sendirinya dianggap memiliki hak-hak asasi yang karena itu menimbulkan kewajiban bagi orang lain untuk menghormatinya.
Di Indonesia sebelum paham individualisasi liberlisme sempat berkembang masyarakat Indonesia telah diarahkan kembali kemasyrakat sosialistis dengan ajaran mengenai fungsi sosial, kepentingan umum dan bahkan dengan ajaran-ajaran komunis.Oleh sebab itu, kalupun dalam masyarakat Indonesia masa kini terdapat gejala-gejala individualistis, gejala-gejalaitu dapat dikatakan merupakan corak-corak masyarakat Indonesia yang umum, yang dianut oleh bagian masyarakat indonesia yang terbesar, akan tetapi gejala-gejala itu hanya merupakan pengecualian atau sikap hidup dari segolongan masyarakat kecil, yang tidak dapt kita jadikan ukuran.Sehubungan dengan perkembangan masyarakat Indonesia yang jauh berbeda, bahkan berlawanan arah dengan negar-negara eropa dan amerika, kita tidak begitu saja dapat menerapkan teori-teori asing itu di Indonesia walaupun teori-teori seperti fungsi sosial telah membawa kesejahteraan dan keseimbangan di dalam masyarakat yang bersangkutan.Sebab apabila kita di Indonesia hendak meratakan keadilan dalam masyarakat kita, dan
apabila kita hendak membawa keseimbangan antara kepentingan perseorangan, sebagaimana di inginkan oleh Pancasila dan UUD 1945, perataan keadilan dan keseimbangan dalam berbagai kepentingan itu tidak akan dapat ditimbulkan dengan lebih lagi memberikan tekanan pada kepentingan umum sambil mengabaikan kepentingan perseorangan.
Dengan terlalu banyaknya menekankan pada kepentingan umum, manusia Indonesia yang kebudayaan aslinya memang biasa mementingkan kepentingan umum itu, sedemikian rupa sehingga penyampingan kepentingan perseorangan seringkali dianggap sebagai hal yan wajar, masyarakat Indonesia akan semakin jauh dari masyarakat pancasila yang menginginkan keseimbangan antara kepentingan umumdan kepentingan perseorangan itu, dan bukan penyampingan kepentingan perseorangan oleh kepentingan umum. Sebaliknya, apabila kita secara terus-menerus memberi tekanan kepada kepentingan umum, maka dikhawatirkan bahwa masyarakat indoneisa yang kepentingan0kepentinga perseoranganya memang tidak pernah diperhatikan orang, bahkan terlalu sering diinjak-injak, akan lebih cepat menuju kepada sesuatu masyarakat komunis daripada menjadi masyarakat pancasila.
Tetapi biarpun demikian pada asasnya jiwanya masih tetap individualistis, sehingga tidak sesuai bahkan bertentangan dengan konsepsi pancasila yang berjiwa gotong royong dan kekeluargaan, yang menjiwai hukum nasional. Oleh karena itu, hokum agrarian barat
Dengan demikian menurut penulis hokum tanah adapt adalah hak pemilikan dan penguasaan sebidang tanah yang hidup dalam masyarakat adapt masa lampau dan masa kini serta ada yang tidak mempunyai bukti-bukti kepemilikan secara otentik atau tertulis, kemudian pula ada yang didasarkan atas pengakuan dan tidak tertulis.
Tanah mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam hukum adat, kerana merupakan satu-satunya benda kekayaan meskipun mengalami keadaan bagaimana pun akan tetapi dalam keadaan semula, malah terkadang tidak menguntungkan bila dipandang dari segi ekonomis. Kecuali itu dalah suatu kenyataan bahwqa tanah merupakan tempat tinggal keluarga dan masyarakat, memberiukan penghidupan, dan merupakan temapat dimana para warga dikuburkan jika sudah meninggal.
Didalm hukum adat antara masyarakat hukum merupakan keastuan dengan tanah yang didudukinya, terdapat hubungan yang erat sekali, hubungan yang bersumber kepada pandangan yang bersifat religi magis.
Hubungan yang erat dan bersifat religo magis ini, menyebabkan masyarakat hukum memperoleh hak milik menguasai tanah tersebut, memanfaatkannya, memungut hasil
dari tumbuh-tumbuhan yang hidup diatas tanah juga berburu terhadap binatang-binatang yang ada disitu. Hak masyarakat hukum atas tanah ini disebut hak pertuananatau hak ulayat.
Tidak dapat dipungkiri bahwa dengan berlakunya UUPA, hokum agrarian mengalami suatu perubahan besar, suatu revolusi yang merubah pemikiran dan landasan politik agrarian pemerintah kolonial yang dibuat demi kepentingan modal besar asing disatu pihak, dengan mengorbankan kepentingan rakyat Indonesia di pihak lain. Asas Domein Verklaring yang dibuat dalam berbagai peraturan telah memperkosa hak-hak rakyat.
Sedemikian rupa perumusan domein verklaqring tersebut dibuat, sehingga jika orang atau badan hokum berperkara dengan Negara mengenai soal pemilikan tanah, maka dialah yang berkewajiban membuktikan bahwa tanah sengketa adalah milikya. Beban pembuktian berada pada orang atau badan hukum yang berperkara. Maka jelaslah bahwa rumusan tersebut menguntungkan Negara dalam hal berperkara pertanahan. Pada hal asas umum pembuktian adalah sebaliknya, siapapun yang megendalikan sesuatu, dialah yang wajib mengajkan bukti kebenaran dalil yang diajukan.
Sementara itu para penguasaha besar belanda di negeri belanda, karena keberhasilan usahanya mengalami kelebihan modal, memerlukan bidang usaha baru untuk menginvestasikannya. Mengiungat bahwa masih banyaknya tersedia tanah hutan di hindia belanda yang belum dibuka dan diusahakan, maka sejak abad pertengahan ke 19, mereka menuntut diberikannya kesempatan untuk berusaha dibidang perkebunan besar. Sejalan dengan semangat liberlisme yang sedang berkembang dituntut penggantian sistem monopoli Negara dan tanam paksa dalam melaksanakan cultuur steelsel denga sistem kerja bebas, berdasarkan konsepsi kapitalisme liberal.
Tuntutan untuk mengahiri sistem tanam paksa dan kerja paksa dengan tujuan bisnis tersebu, sejalan dengan tuntutan berdasrkan pertimbangan kemanusiaan dari golongan lain di negeri belanda, yang melihat terjadinya penderiataan yang sangat hebat dikalangan petani dijawa, sebagai akibat penyalah gunaan pelaksanaan culture stelsel oleh para pejabat yang berwenang.
Sebaliknya ada juga golongan ynang ingin tetap melaksanakan sistem yang ada, atas pertimbangan bahwa pelaksanaan culture stelseel telah mampu menyelamatkan agar belanda, yang pernah mengalami krisis keuangan sebagai akibat pemisah dengan belgia di eropa dan perang dipanegoro di jawa. Golongan ini berpendapat bahwa culture steelsel dan monopoli Negara masih perlu dipertahankan sebagi sumber utama pengisi kekurangan dinegerinya.
Karena tanah memang salah satu modal dalam mengatur kebijaksanaan pemerintah yang mantap untuk dimanfaatkan bagi memajukan ekonominya. Sesuai dengan keadaan
waktu itu, prinsip dagang dalam politik pertanahan kolonial sangat menonjol. VOC sebagai embrio pemerintah belanda di Indonesia adalah suatu badan usaha yang bergerak dibidang perdagangan, maka tidak mengherankan kalau pemerintah belanda yang kemudian berkuasa di Indonesia yang waktu itu disebut hindia belanda akhirnya selalu memakai prinsip dagang dalam mengatur segala hal termasuk dalam hal politik agraria atau peraturan hukum keagrariaan.
Dengan masuknya hokum yang berasal dari barat (belanda) sistem pemilikan di Indonesia makin dipermodern. Tetapi agaknya penerapan hokum nbarat di Indonesia makin dipermodern itu dalam banyak hal dan seyogyanya menimbulkan pertentangan pertentangan karena hokum barat tersebut masih pula diterapkan dengan tendensi politik penjjhan, politik penjajahan yang menekankan pada nafsu dagang dan kecendrungan politik kolonial itu membuat penerapan hokum tersbt tidak lagi semurni apa yang dianut dan hidup di eropa.
Dalam jaman penjajahan belanda, sistem pengauasaan tanah oleh masyarakat dibentuk sistem baru yang disesuaikan dengan kepentingan-kepentingan mereka selaku penjajah. Maka tidak mengherankan jika dan banyak hal melemahkan sendi-sendi hukum yang asli milik Indonesia. Maka terjadilah dualisme hukum pertanahan di Indonesia. Hukum barat bagi orang eropa dan golongan asing lainnya yang dipersamakan dengan orang eropa, dan dipihak lain berlaku hokum adat bagi orang Indonesia pribumi.
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dengan demikian yang menjadi kesimpulan makalah ini adalah kami
berpandangan bahwa konsep pemberdayaan ekonomi kerakyatan merupakan
solusi atas kegagalan liberalisme dan neoliberalisme sebagai transformasi dari
ideologi liberal pada masa posmodern maupun kegagalan komunis dalam perang
dingin. Liberalisme, neoliberalisme maupun sosialis-demokrat yang
dikontruksikan oleh peradaban barat tersebut hanya semakin memperluas
kesempatan bagi praktek monopoli yang dilakukan oleh multinasional korporasi
pada berbagai belahan dunia.
Maka para pendiri negara ini telah membuat UUD 1945 pasal 33 yaitu :
1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas
kekeluargaan.
2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat
hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
4. Perekonomian nsional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi dengan
prinsip kebersamaan,efesiensi berkeadila, berkelanjutan berwawasan
lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan
kesatuan ekonomi nasional.
Ditengah-tengah kondisi perekonomian dunia yang krisis tersebut, maka
pemberdayaan ekonomi kerakyatan hadir sebagai politik alternatif pembangunan
yang mengendepankan kearifan lokal, kesetaraan peran dalam perekonomian,
berorientasi pada kelestaarian alam serta keseimbangan antara aspek
materialisme dan spiritualisme.
4.2 SARAN
Sebagai warga negara marilah kita menjaga dan melestarikan alam ini karena dari
alam manusia dapat mencukupi kebutuhannya serta adanya sinergis para
stakeholders yang melanjutkan cita-cita bangsa dan negara indonesia yang
berlandaskan pancasila dan UUD RI 1945.
DAFTAR PUSTAKA
UUD RI 1945
Wicaksono, kristian ; (2006) Administrasi dan birokrasi pemerintahan;
Yogyakarta, Graha Ilmu.
Budiarjo, miriam; (2008) Dasar-dasar Ilmu Politik; Jakarta, Gramedia , edisi revisi.
Agustino, leo; (2007) Perihal Ilmu Politik ; Yogyakarta, Graha Ilmu .
Istianto, bambang; (2001) Demokratisasi ; Jakarta, Mitra Wacana Media.
Fadel, muhammad; (2008) Reinventing Local Government; Jakarta: Kompas
Gramedia
Sukirno, Sadono. Pengantar Teori Mikroekonomi. 1999. Jakarta: Rajawali Press.
Soekanto, soejono (2009) Pengantar Sosiologi; Jakarta : Rajawali Press
TUGAS MATA KULIAH
LIBERALISME DUALISME DAN NEORIBERALISME DALAM HUKUM
DOSEN : Bapak Umar Ma’ruf
OLEH
Nama : M. Sholeh
NIM : MH.1425.1695
PROGRAM MGISTER ILMU HUKUM
UNISSULA SEMARANG
2014/2015