22
Penyebab, Penyebaran, Pengobatan dan Pencegahan Penyakit Malaria Yahya Iryianto Butarbutar 102012270 E4 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510 Email : [email protected] Pendahuluan Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, mengigil, anemia dan splenomegali. Dapat berlangsung akut ataupun kronik. Infeksi malaria dapat berlangsung tanpa komplikasi ataupun mengalami komplikasi sistemik yang dikenal dengan malaria berat. 1 Isi Anamnesis Didalam ilmu kedokteran anamnesis merupakan wawancara terhadap pasien atas keluhan yang dialaminya. Anamnesis yang baik disertai dengan empati dari dokter terhadap pasien. Perpaduan keahlian mewawancarai dan pengetahuan yang mendalam tentang gejala (sintom) dan tanda (sign) dari suatu penyakit akan memberikan hasil yang memuaskan dalam menentukan diagnosis kemungkinan sehingga dapat membantu menentukan langkah pemeriksaan selanjutnya, termasuk pemeriksaan fisik 1

Makalah Malaria Yahya

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Makalah Malaria

Citation preview

Penyebab, Penyebaran, Pengobatan dan Pencegahan Penyakit MalariaYahya Iryianto Butarbutar102012270E4Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJl. Arjuna Utara No.6 Jakarta 11510Email : [email protected]

PendahuluanMalaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam darah. Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, mengigil, anemia dan splenomegali. Dapat berlangsung akut ataupun kronik. Infeksi malaria dapat berlangsung tanpa komplikasi ataupun mengalami komplikasi sistemik yang dikenal dengan malaria berat.1IsiAnamnesisDidalam ilmu kedokteran anamnesis merupakan wawancara terhadap pasien atas keluhan yang dialaminya. Anamnesis yang baik disertai dengan empati dari dokter terhadap pasien. Perpaduan keahlian mewawancarai dan pengetahuan yang mendalam tentang gejala (sintom) dan tanda (sign) dari suatu penyakit akan memberikan hasil yang memuaskan dalam menentukan diagnosis kemungkinan sehingga dapat membantu menentukan langkah pemeriksaan selanjutnya, termasuk pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis dapat dilakukan langsung terhadap pasien (auto-anamnesis) maupun terhadap keluarganya atau walinya (alo-anamnesis) bila keadaan pasien tidak memungkinkan untuk dilakukan wawancara, misalnya dalam keadaan gawat-darurat.2 Dalam melakukan anamnesis perlu pertanyaan rutin yang harus diajukan kepada semua pasien, misalnya pertanyaan tentang identitas, keluhan utama, keluhan penyerta, riwayat penyakit terdahulu, riwayat penyakit menahun, dan riwayat penyakit sekarang yang spesifik terhadap diagnosa sementara. Terdapat pertanyaan yang spesifik di riwayat penyakit sekarang pada pendeerita malaria, yaitu riwayat bepergian ke daerah endemis malaria lebih kurang 2 minggu sebelum gejala klinis timbul. Selain itu kita harus membuat pertanyaan apakah pasien mengalami kesulitan berkemih dan muntah-muntah hebat.2 Untuk skenario 4 yang kita dapat anamnesis sebagai berikut: 1. IdentitasNama: Tidak diketahui namanyaUmur: 30 tahun2. Keluhan Utama : Demam hilang timbul disertai menggigil sejak 2 hari yang lalu.3. Keluhan tambahan : sakit kepala dan mual-mual, sudah diberi obat panas namun gejala-gejalanya tidak berkurang.4. Pasien selama ini tinggal dijakarta dan baru satu bulan ini pindah ke papua (daerah endemik malaria).Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik mempunyai nilai yang sangat penting untuk memperkuat temuan-temuan dalam anamnesis. Teknik pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan visual atau pemeriksaan pandang (inspeksi), pemeriksaan raba (palpasi), pemeriksaan ketok (perkusi) dan pemeriksaan dengar dengan menggunakan stetoskop (auskultasi).2 Untuk kasus malaria perlu dilakukan permeriksaan fisik sebagai berikut:Inspeksi : 1. Melihat keadaan umum pasien 2. Melihat tingkat kesadaran pasien 3. Melihat apakah telah terjadi perubahan pada warna kulit(ikterus)Palpasi dan perkusi : Pemeriksaan pada abdomen apakah telah terjadi splenomegaliPemeriksaan tanda-tanda vital : 1. Suhu 2. Tekanan Darah 3. NadiPerangsangan Meningeal (bila diperlukan) : kaku duduk, tanda lasegue, tanda kerning, tanda brudzinski I dan II

Tingkat kesadaran seseorang di bagi menjadi beberapa tingkat, yaitu :21. Kompos mentisSadar sepenuhnya, baik terhadap dirinya maupun terhadap lingkungannya. Pasien dapat menjawab pertanyaan pemeriksa dengan baik.2. ApatisKeadaan di mana pasien tampak segan dan acuh tak acuh terhadap lingkungannya.3. DeliriumPenurunan kesadaran disertai kekacauan motorik dan siklus tidur bangun yang terganggu. Pasien tampak gaduh, gelisah, kacau, disorientasi dan meronta-ronta. 4. Somnolen (letargia, obtundasi, hipersomnia)Keadaan mengantuk yang masih dapat pulih penuh bila dirangsang, tetapi bila rangsang berhenti, pasien akan tertidur kembali.5. Supor (Stupor)Keadaan mengantuk yang dalam. Pasien masih dapat dibangunkan dengan rangsang yang kuat, misalnya rangsang nyeri, tetapi pasien tidak terbangun sempurna dan tidak dapat memberikan jawaban verbal yang baik.6. Semi komaPenurunan kesadaran yang tidak memberikan respon terhadap rangsang verbal, dan tidak dapat dibangunkan sama sekali, tetapi refleks(kornea, pupil) masih baik. Respon terhadap rangsang nyeri tidak adekuat.7. KomaPenurunan kesadaran yang sangat dalam, tidak ada gerakan spontan dan tidak ada respon terhadap rangsang nyeri.

Pada pemeriksaan fisik dalam skenario 4 didapatkan;1. Suhu : 39oC.2. Respiration Rate : 18x/menit.3. Heart Rate : 98x/menit.4. Tekanan Darah : 120/80mmHg.

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Tetes Darah untuk MalariaPemeriksaan mikroskopik darah tepi untuk menemukan adanya parasit malaria sangat penting untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan satu kali dengan hasil negatif, tidak mengesampingkan diagnosa malaria. Pemeriksaan 3 kali darah tepi dengan hasil negatif maka diagnosa malaria dapat dikesampingkan. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan oleh tenaga laboratorik yang berpengalaman dalam pemeriksaan parasit malaria. Pemeriksaan pada saat penderita demam atau panas dapat meningkatkan kemungkinan ditemukannya parasit.1 Tetesan preparat darah tebal.Merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit malaria karena tetesan darah cukup banyak dibandingkan preparat darah tipis. Sediaan mudah dibuat khususnya untuk studi di lapangan. Ketebalan dalam membuat sediaan perlu untuk menudahkan identifikasi parasit. Pemeriksaan parasit dilakukan selama 5 menit (diperkirakan 100 lapang pandang dengan pembesaran kuat). Preparat dinyatakan negatif bila setelah diperiksa 200 lapang pandangan dengan pembesaran kuat 700-1000 kali tidak ditemukan parasit.1 Tetesan darah tipis.Digunakan untuk identifikasi jenis plasmodium karena bila dilakukan dengan preparat darah tebal, sulit ditentukan. Kepadatan parasit dinyatakan sebagai hitung parasit (parasit count), dapat dilakukan berdasar jumlah eritrosit yang mengandung parasit per 1000 sel darah merah. Bila jumlah parasit > 100.000 per mikro liter darah menandakan infeksi yang berat. Hitung parasit penting untuk menentukan prognosa penderita malaria, walaupun komplikasi juga dapat timbuk dengan jumlah parasit yang minimal. Pengecatan dilakukan dengan cat Giemsa, Leishmans, Fields, atau Romanowsk. Tetapi, yang biasa digunakan adalah pengecatan Giemsa karena mudah dipakai dengan hasil yang cukup baik.1 Tes Antigen (Rapid test)Yaitu mendeteksi antigen dari P. Falciparum (Histidin Rich Protein II). Deteksi ini sangat cepat, hanya 3-5 menit, tidak memerlukan latihan khusus, sensitivitasnya baik, dan tidak memerlukan alat khusus. Deteksi untuk antigen vivaks sudah beredar dipasaran yaitu dengan metode ICT. Tes sejenis dengan mendeteksi laktat dehidrogenase dari plasmodium (pLDH) dengan cara immunochromatographic, telah dipasarkan dengan nama tes OPTIMAL. Optimal dapat mendeteksi dari 0-200 parasit per mikro liter darah dan dapat membedakan apakah infeksi P. Falciparum atau P. Vivax.1 Tes SerologiMulai diperkenalkan sejak tahun 1962 dengan memakai teknik indirect fluorescent antibody test. Tes ini berguna untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap malaria atau keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang bermanfaat sebagai alat diagnostik sebab antibodi baru terjadi setelah beberapa hari parasitemia. Manfaat tes serologi terutama untuk penelitian epidemiologi atau alat uji saring donor darah. Titer > 1:200 dianggap sebagai infeksi baru dan test > 1:20 dinyatakan positif.1 Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction)Pemeriksaan ini dianggap sangat peka dengan teknologi amplikasi DNA, waktu yang dipakai cukup cepat dan sensitivitas maupun spesifitasnya tinggi. Keunggulan dari tes ini walaupaun jumlah parasit sangat sedikit dapat memberikan hasil positif. Tetapi, tes ini baru dipakai sebagai sarana penelitian dan belum untuk pemeriksaan rutin.1

Working DiagnoseBerdasarkan gejala dan pemeriksaan fisik serta dilakukannya anamnesa WD pada kasus ini adalah penyakit malaria.Differential DiagnoseDiagnosis pembanding merupakan diagnosis yang diperkirakan dekat dengan hasil diagnosis kerja (Working Diagnose). Diagnosis pembanding dari penyakit malaria di tinjau dari demam dan keadaan ikterus. Demam merupakan salah satu gejala malaria yang menonjol, yang dijumpai pada hampir semua penyakit infeksi seperti infeksi virus pada sistem respiratorius, influenza, demam tifoid, demam berdarah dengue.1 Sedangkan pada malaria serebral akan menyerupai meningitis bakterialis, encephalitis, tripanosomamiasis dan dengue encephalopati. Gejala dari demam tifoid sendiri ialah panas lebih dari 4 hari kontinu terutama pada malam hari. Keadaan umum penderita kurang, nafsu makan berkurang, mulai apatis, somnolen sampao saporo komateus bila keadaan menjadi toktis. Fisik lidah coatea, bercak roseola pada kulit, bradikardirelatif, Hb turun dan lain-lain.3EtiologiParasit malaria termasuk genus Plasmodium dan pada manusia ditemukan 4 spesies, yaitu Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum, Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale. Terdapat parasit kera yang dilaporkan menginfeksi manusia, yaitu Plasmodium knowlesi (Malaysia,1965). Di Indonesia penyakit malaria ditemukan tersebar di seluruh kepulauan, terutama di kawasan timur Indonesia. Plasmodium falciparum menyebabkan malaria falsiparum atau tropika atau malaria tersiana maligna dan terdapat di seluruh kepulauan di Indonesia. Plasmodium falciparum merupakan spesies yang paling berbahaya karena penyakit yang ditimbulkannya dapat menjadi berat. Plasmodium mengalami pembiakan aseksual di jaringan hati dan di eritrosit. Pembiakan seksual terjadi pada tubuh nyamuk yaitu anopheles betina. Perkembangan aseksual dalam hati hanya menyangkut fase pareritrosit saja, tidak ada fase eksoeritrosit yang dapat menimbulkan relaps seperti pada infeksi Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale. Stadium dini yang dapat dilihat dalam hati adalah skizon yang berukuran 30 mikron pada hari keempat setelah infeksi. Jumlah merozoit pada skizon matang kira-kira 40.000 buah. Stadium perkembangan daur aseksual umumnya tidak berlangsung dalam darah tepi, kecuali pada kasus berat(pernisiosa). Bila skizon sudah matang, akan mengisi kira-kira dua pertiga dari eritrosit dan membentuk 8-24 buah merozoit dengan jumlah rata-rata 16 buah merozoit. Pembentukan gametosit terdapat di kapiler alat-alat dalam, tetapi stadium muda dapat ditemukan di darah tepi. Siklus seksual Plasmodium falciparum dalam nyamuk umumnya sama seperti Plasmodium lainnya. Siklus berlangsung 22 hari pada suhu 200C, 15-17 hari pada suhu 250C, 10-11 hari pada suhu 25-280C.3Nyamuk anophelini yang berperan sebagai vektor malaria hanyalah genus Anopheles. Di seluruh dunia, genus Anopheles jumlahnya 2000 spesies, 60 spesies sebagai vektor malaria. Di Indonesia sendiri terdapat 80 spesies dan 16 spesies yang telah dibuktikan sebagai vektor malaria. Morfologi nyamuk Anopheles adalah pada fase telur diletakkan satu persatu di atas permukaan air. Bentuk telur seperti perahu yang bagian bawahnya konveks dan bagisan atasnya konkaf. Telur Anopheles juga memiliki pelampung yang terletak di sebelah lateral. Larva Anophelini mempunyai spirakel pada posterior abdomen, tergal plate pada bagian tengah dorsal abdomen. Pupa mempunyai tabung pernapsan(respiratory trumpet) yang bentuknya lebar dan pendek. Pada nyamuk dewasa palpus nyamuk Anopheles mempunyai panjang yang hampir sama dengan probosisnya. Perbedaan nyamuk jantan dan betina adalah ruas palpus bagian apikal pada nyamuk jantan berbentuk ganda(club form), sedangkan pada nyamuk betina ruas tersebut mengecil. Nyamuk Anophenlini mengalami metamorfosis sempurna. Telur menetas menjadi larva yang kemudia melakukan pengelupasan kulit/eksoskelet sebanyak 4 kali. Lalu larva tumbuh menjadi pupa dan akhirnya menjadi nyamuk dewasa. Waktu yang diperlukan untuk metamorfosis bervariasi antara 2-5 hari tergantung pada spesies, makanan yang tersedia dan suhu udara. Tempat perindukan Anophenilini terbagi dalam 3 kawasan, yaitu pantai, pedalaman, kaki gunung dan kawasan gunung. Di bagian Nusa Tenggara Timur sendiri terdapat 3 spesies Anopheles yang menjadi vektor penyakit malaria, yaitu Anopheles sundaicus yang tempat perindukkan nya di pantai, Anopheles barbirostris dan Anopheles subticus yang perindukannya di pedalaman. Spesies Anopheles sundaicus antropofilik > zoofilik, menggigit sepanjang malam dan terdapat di dalam dan luar rumah. Anopheles subticus Antopofilik > zoofilik, menggigit pada malam hari dan terdapat di dalam dan luar rumah (kandang). Anopheles barbirostris Antropofilik, Eksofagik > endofagik, menggigit di malam hari dan terletak di luar rumah (pada tanaman). Aktivitas nyamuk Anophelini sangat dipengaruhi oleh kelembaban udara dan suhu. Umumnya nyamuk Anophelini aktif menghisap darah hospes pada malam hari atau sejak senja hingga dini hari. Jarak terbang anophelini biasanya 0,5-3 km, tetapi dapat mencapai puluhan kilometer jika dipengaruhi oleh transportasi dan kencangnya angin. Umur nyamuk di alam bebas sekitar 1-2 minggu.3EpidemiologiMalaria masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama, mempengaruhi amgka kesehatan bayi, balita, dan ibu melahirkan, serta menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB). Jumlah kabupaten/kota endemik tahun 2004 sebanyak 424 dari 579 kabupaten/kota, dengan perkiraan presentase penduduk yang berisiko penularan sebesar 42,42%. Masalah malaria terpusat di wilayah Indonesia bagian Timur. Proporsi kematian karena malaria berdasarkan survei kesehatan rumah tangga pada tahun 2001 sebesar 2%(SKRT, 2001). Kejadian Luar Biasa(KLB) malaria terjadi di 23 provinsi, 51 Kabupaten/Kota, meliputi 108 desa dengan jumlah penderita 11.597 dan kematian 298 jiwa. Beberapa KLB disebabkan oleh adanya perubahan lingkungan tempat perindukan, kegiatan pertanian yang kurang bijaksana, migrasi penduduk, dan beberapa bencana alam.4 Tingginya side positive rate(SPR) menentukan endemisitas suatu daerah dan pola klinis penyakit malaria akan berbeda. Secara tradisi endemisitas daerah dibagi menjadi :1 Hipoendemik: bila parasit rate atau spleen rate 0-10% Mesoendemik: bila parasit rate atau spleen rate 10-50% Hiperendemik: bila parasit rate atau spleen rate 50-75% Holoendemik: bila parasit rate atau spleen rate >75%Parasit rate dan spleen rate ditentukan pada pemeriksaan anak-anak usia 2-9 tahun. Pada daerah holoendemik banyak penderita anak-anak dengan anemia berat, pada daerah hiperendemik dan mesoendemik mulai banyak malaria serebral sedangkan hipoendemik atau daerah tidak stabil, banyak dijumpai malaria serebral, gangguan fungsi hati dan gangguan fungsi ginjal pada usia dewasa.2PatofisiologiSetelah melalui jaringan hati Plasmodium falciparum melepaskan 18-24 merozoit ke dalam sirkulasi. Merozoit yang dilepaskan akan masuk dalam sel RES di limpa dan mengalami fagositosis serta filtrasi. Merozoit yang lolos dari filtrasi dan fagositosis di limpa akan menginvasi eritrosit. Selanjutnya parasit berkembang biak secara asexual dalam eritrosit. Bentuk asexual parasit dalam eritrosit inilah yang bertanggung jawab dalam patogenesa terjadinya malaria pada manusia. Patogenesa malaria yang banyak diteliti adalah patogenesa malaria yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum.1Patogenesis malaria falciparum dipengaruhi oleh faktor parasit dan faktor pejamu (host). Yang termasuk dalam faktor parasit adalah intensitas transmisi, densitas parasit dan virulensi parasit. Sedangkan yang masuk dalam faktor penjamu adalah tingkat endemisitas daerah tempat tinggal, genetik, usia, status nutrisi dan status imunologi. Parasit dalam eritrosit secara garis besar mengalami 2 matur pada 24 jam ke-2. Permukaan RESA (Ring-erythrocyte surgace antigen) yang menghilang setelah parasit masuk stadium matur. Permukaan membran EP stadium matur akan mengalami penonjolan dan membentuk knob dengan Histidin Rich-protein-1 (HRP-1) sebagai komponen utamanya. Selanjutnya bila EP tersebut mengalami merogoni, akan dilepaskan toksin malaria berupa GPI yaitu glikosilfosfatidilinositol yang merangsang pelepasan TNF- dan interleukin 1 (IL-1) dan makrofag.1Gejala KlinikManifestasi klinik malaria tergantung pada imunitas penderita, tingginya tranmisi infeksi malaria. Berat/ringannya infeksi dipengaruhi oleh jenis plasmodium (Plasmodium falciparum sering memberikan komplikasi), daerah asal infeksi (pola resistensi terhadap pengobatan), umur (bayi dan usia lanjut rentan kena), faktor genetik, keadaaan kesehatan dan nutrisi, pengobatan sebelumnya.1Keadaan klinik dalam perjalanan infeksi malaria:1 Serangan primer : keadaan mulai dari akhir masa inkubasi dan mulai terjadi serangan paroksimal yang terdiri dari menggigil, panas dan berkeringat. Serangan paroksimal ini dapat pendek atau panjang tergantung dari perbanyakan parasit dan keadaan imunitas penderita. Periode latent : periode tanpa gejala dan tanpa parasitemia selama terjadinya infeksi malaria. Biasanya terjadi diantara dua keadaan paroksismal. Recrudescense : berulangnya gejala klinik dan parasitemia dalam masa 8 minggu sesudah berakhirnya serangan primer. Berulangnya gejala klinik sesudah periode laten dari serangan primer. Recurrence : berulangnya gejala klinik atau parasitemia setelah 24 minggu berakhirnya serangan primer. Relaps atau Rechute: berulangnya gejala klinik atau parasitemia yang lebih lama dari waktu diantara serangan periodik dari infeksi prime yaitu setelah periode yang lama dari masa latent (sampai 5 tahun), biasanya terjadi karena infeksi tidak sembuh atau oleh bentuk diluar eritrosit (hati) pada malaria vivax atau ovale.Penatalaksanaan Medik 6,7A. Pengobatan simptomatik :1. Pemberian antipiretik untuk mencegah hipertermia : parasetamol 15 mg/KgBB/x, beri setiap 4 jam dan lakukan juga kompres hangat.2. Bila kejang, beri antikonvulsan : Dewasa : Diazepam 5-10 mg IV (secara perlahan jangan lebih dari 5 mg/menit) ulang 15 menit kemudian bila masih kejang. Jangan diberikan lebih dari 100 mg/24 jam.3. Bila tidak tersedia Diazepam, sebagai alternatif dapat dipakai Phenobarbital 100 mgIM/x. Dewasa diberikan 2 x sehari.B. Pemberian obat anti malaria spesifik :1. Kina intra vena (injeksi) masih merupakan obat pilihan (drug of choice) untuk malaria berat. Kemasan garam Kina HCL 25 % injeksi, 1 ampul berisi 500 mg / 2 ml.2. Pemberian anti malaria pra rujukan (di puskesmas) : apabila tidak memungkinkan pemberian kina perdrip maka dapat diberikan dosis I Kinin antipirin 10 mg/KgBB IM(dosistunggal).

Cara pemberian :1. Kina HCL 25 % (perdrip), dosis 10mg/Kg BB atau 1 ampul (isi 2 ml = 500 mg) dilarutkan dalam 500 ml dextrose 5 % atau dextrose in saline diberikan selama 8 jam dengan kecepatan konstan 2 ml/menit, diulang dengan cairan yang sama setiap 8 jam sampai penderita dapat minum obat.2. Bila penderita sudah dapat minum, Kina IV diganti dengan Kina tablet / per oral dengan dosis 10 mg/Kg BB/ x dosis, pemberian 3 x sehari (dengan total dosis 7 hari dihitung sejak pemberian infus perdrip yang pertama).Catatan : 1. Kina tidak boleh diberikan secara bolus intra vena, karena dapat menyebabkan kadar dalam plasma sangat tinggi dengan akibat toksisitas pada jantung dan kematian.2. Bila karena berbagai alasan Kina tidak dapat diberikan melalui infus, maka dapat diberikan IM dengan dosis yang sama pada paha bagian depan masing-masing 1/2 dosis pada setiap paha (jangan diberikan pada bokong). Bila memungkinkan untuk pemakaian IM, kina diencerkan dengan normal saline untuk mendapatkan konsentrasi 60-100 mg/ml3. Apabila tidak ada perbaikan klinis setelah pemberian 48 jam kina parenteral, maka dosis maintenans kina diturunkan 1/3 - 1/2 nya dan lakukan pemeriksaan parasitologi serta evaluasi klinik harus dilakukan.4. Total dosis kina yang diperlukan : Hari 0 : 30 mg/Kg BBHari I : 30 mg/Kg BBHari II dan berikutnya : 15-20 mg/Kg BB.Dosis maksimum dewasa : 2.000 mg/hari.5. Hindari sikap badan tegak pada pasien akut selama terapi kina untuk menghindari hipotensi postural berat.6. Bila tidak memungkinkan dirujuk, maka penanganannya : lanjutkan penatalaksanaan sesuai protap umum Rumah Sakit (seperti telah diuraikan diatas), yaitu :7. Pengobatan spesifik dengan obat anti malaria.8. Pengobatan supportif/penunjang (termasuk perawatan umum dan pengobatan simptomatik)Menurut Departemen Kesehatan pilihan kombinasi obat yang dianjurkan adalah, sebagai berikut;Lini I : Artesunate + Amodiaguin dosis tunggal selama 3 hari + primakuin pada hari IArtesunate : 4 mg/kgbb/hariAmodiaquin : 10 mg/kgbb/hariPrimakuin : 0,75 mg/kgbb/hari* Primakuin tidak boleh diberikan pada ibu hamil dan bayi < 1 tahun dan penderita G6PD.Lini II : Kina Terasiklin/Doksisiklin selama 7 hari + Primakuin pada hari IKina : 10 mg/kgbb/kali (3 x sehari) selama 7 hariDoksisiklin dewasa : 4 mg/kgbb/kali (2 x sehari) selama 7 hariDoksisiklin (8-14 tahun) : 2 mg/kgbb/kali (2 x sehari) selama 7 hariTetrasiklin : 4-5 mg/kgbb/kali (4 x sehari) selama 7 hariPrimakuin : 0,75 mg/kgbb/hari* Doksisiklin/Terasiklin tidak boleh diberikan pada anak dengan umur dibawah 8 tahun dan ibu hamil.* Primakuin tidak boleh diberikan pada ibu hamil dan bayi < 1 tahun dan penderita G6PD.Non-MedikaPenatalaksanaan untuk non medika adalah istirahat yang cukup, mandi atau membersihkan badan secara teratur.1KomplikasiKomplikasi malaria umumnya disebabkan karena Plasmodium falciparum dan sering disebut pernicious manifestations. Sering terjadi mendadak tanpa gejala-gejala sebelumnya, dan sering terjadi pada penderita yang tidak imun seperti pada orang pendatang dan kehamilan. Komplikasi terjadi 5-10% pada seluruh penderita malaria yang dirawat di RS dan 20% dari padanya merupakan kasus yang fatal. Penderita malaria dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat yang menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi Plasmodium falciparum dengan satu atau lebih komplikasi sebagai berikut:1 Malaria serebral (coma): tidak disebabkan penyakit lain atau lebih dari 30 menit setelah serangan kejang Acidemia/acidosis: pH darah 400C) pada orang dewasa dan anak.PrognosisTelah kita ketahui sebelumnya, bahwa dikenal ada 4 jenis plasmodium pada malaria. Keempat jenis plasmodium ini memiliki masing-masing prognosis. Sebagai berikut:`1 P. Vivax (baik, tidak menyebabkan kematian). P. Malariae (tanpa pengobatan dapat menimbulkan relaps 30-50 tahun). P. Ovale (baik). P. Falciparum (banyak komplikasi, menyebabkan malaria berat, juga kematian).PreventifPencegahan malaria secara umum meliputi 3 hal, yaitu edukasi, kemoprofilaksis, dan upaya menghindari gigitan nyamuk. Edukasi adalah faktor terpenting pencegahan malaria yang harus diberikan kepada setiap pelancong atau petugas yang akan bekerja di daerah endemis. Materi utama edukasi adalah mengajarkan tentang cara penularan malaria, risiko terkena malaria, dan yang terpenting pengenalan tentang gejala dan tanda malaria, pengobatan malaria terutama SBET, dan pencegahan malaria dengan kemoprofilaksis serta pencegahan gigitan nyamuk, dan pengetahuan tentang upaya menghilangkan tempat perindukan nyamuk seperti membuat drainase yang efektif dan singkirkan tempat pembiakan nyamuk terutama rawa atau tempat air tergenang. Upaya paling efektif mencegah malaria adalah menghindari gigitan nyamuk anopheles. Upaya tersebut berupa proteksi pribadi, modifikasi perilaku dan modifikasi lingkungan. Contoh dari proteksi diri adalah menggunakan insektisida, repellent dan mengurangi aktivittas di luar rumah mulai senja.5KemoprofilaksisKemoprofilaksis digunakan untuk mengurangi risiko jatuh sakit jika telah tergigit nyamuk infeksius. Beberapa obat antimalaria yang sekarang digunakan sebagai kemoprofilaksis adalah klorokuin, meflokuin(belum tersedia di Indonesia), kombinasi atovaquone-proquanil(belum tersedia di Indonesia), doksisiklin, dan primakuin. Tingkat efektivitas kemoprofilaksis sangat ditentukan oleh tingkat resistensi Plasmodium setempat terhadap obat anti malaria dan tingkat kepatuhan penggunaannya. Klorokuin sudah tidak direkomendasikan lagi di dunia karena terbukti resisten. Klorokuin digunakan pada daerah Plasmodium falciparum sensitif klorokuin. 500mg basa, per oral, sekali seminggu dimulai 2 minggu sebelum berangkat dan dilanjutkan sampai 4 minggu setelah meninggalkan daerah endemis. Doksisiklin digunakan 100 mg per oral sekali sehari, dimulai 2 hari sebelum berangkat dan dilanjutkan sampai 4 minggu setelah pulang.5Stand by Emergency Self Treatment (SBET)Stand by Emergency Treatment didefinisikan sebagai pelancong minum obat anti malaria yang dibawanya sendiri ketika curiga sakit malaria, dan tidak tersedia pelayanan medis yang cepat dalam 24 jam timbulnya gejala penyakit. Kelemahan cara ini adalah penggunaan obat anti malaria yang berlebihan disertai meningkatnya laporan efek samping obat. Obat SBET yang diberikan harus berbeda dengan obat yang digunakan untuk kemoprofilaksis dan dipastikan malaria di daerah yang dikunjungi masih sensitif terhadap obat SBET. Obat SBET yang direkomendasikan adalah klorokuin, meflokuin, kina kombinasi dengan doksisiklin, artesunat-lumefrantin, artesunat piperakuin. SBET di Indonesia sebaiknya menggunakan ACT dan untuk kunjungan ke daerah endemis seperti pedalaman Papua, Nusa Tenggara dan Maluku.5Pengobatan Pencegahan Secara Intermiten(Intermitten Preventive Treatment)Intermitten Preventive Treatment(IPT) adalah pemberian dosis terapeutik obat anti malaria dengan waktu atau jadwal tertentu kepada orang-orang yang beresiko untuk pengobatan maupun pencegahan, jadi tidak memandang status infeksi pasien saat ini apakah sedang sehat atau sakit. IPT menggunakan dosis terapeutik penuh, diberikan pada penduduk daerah endemis malaria stabil dengan interval pemberian yang lebih panjang, biasanya sebulan atau beberapa bulan sekali. Dikenal beberapa IPT, yaitu IPT pada ibu hamil(IPTp), IPT pada bayi (IPTi), IPT pada anak-anak (IPTc), dan IPT dewasa (IPTa).5Edukasi yang dapat disampaikan kepada masyarakat, terutama masyarakat yang tinggal di daerah endemik penyakit malaria adalah sebagai berikut :11. Tidur dengan kelambu, sebaiknya dengan kelambu impregnated (dicelup peptisida; pemethrin atau deltamethrin).2. Menggunakan obat pembunuh nyamuk (gosok, spray, asap, atau elektrik).3. Mencegah berada di alam bebas dimana nyamuk dapat menggigit atau memakai baju lengan panjang, kaus/stocking.4. Memproteksi tempat tinggal/kamar tidur dari nyamuk dengan kawat anti nyamuk.KesimpulanDari gejala klinik yang dapat menyebabkan demam di atas disimpulkan bahwa, laki-laki 30 tahun yang mengeluh demam sejak 2 hari yang lalu dengan sifat demam yang sempat menghilang kemudian naik lagi disertai menggigil, berkeringat, sakit kepala dan mual, menderita penyakit malaria.Daftar Pustaka1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam: Malaria. Edisi ke-5. Jilid 3. Jakarta: Interna Publishing; 2009. h. 2813-25.2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam: Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Edisi ke-5. Jilid 3. Jakarta: Interna Publishing; 2009. h. 25-30.3. Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S. Buku ajar parasitologi kedokteran. Edisi ke-4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008. h. 212-35, 254-6.4. Harijanto PN, Nugroho A, Gunawan CA. Malaria dari molekuler ke kilinis. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2010. h.1-9, 103-14, 325-36.5. Widoyono. Penyakit tropis epidemologi, penularan, pencegahan dan pemberantasan. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2011. h. 157-73.6. Tracy JW, Webster LT Jr. Goodman & gilman dasar farmakologi terapi. Edisi ke-6. Vol.2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2008. h.1041- 66.7. Syarif A, Zunilda DS. Farmakologi dan terapi: Obat malaria. Edisi ke-5. Jakarta: Gaya Baru; 2007. h. 556-69.

6