Upload
husnulfajri
View
24
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang peranan sangat vital
dalam semua aktifitas ekonomi. Dengan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak tersebut akan
memperberat beban hidup masyakarat yang pada akhirnya akan menurunkan daya beli
masyarakat secara keseluruhan. Harga minyak di pasar internasional pada minggu pertama
desember ini telah menembus US$ 99 perbarel. Masalah kenaikan harga minyak itu selama bulan
terakhir ini menjadi pembicaraan hangat karena akan berdampak terhadap APBN dan
perekonomian Indonesia. Kenaikan harga minyak tidak hanya dipengaruhi faktor penawaran dan
permintaan, tetapi lebih kompleks dari itu.
Permintaan minyak dunia sebenarnya datar-datar saja, yaitu sekitar 85 juta barel/hari.
Dari sisi penawaran, menurut Sekjen OPEC Abdalla Salem El-Badri, pasokan minyak mentah
juga berjalan dengan baik. Bahkan OPEC telah memutuskan pada September lalu untuk
menambah produksi sebanyak 500 ribu barel perhari dan mulai efektif 1 November lalu.
Menteri ESDM juga menyatakan, “Setiap kenaikan US$ 1 harga minyak, kita memperoleh
`windfall` (keuntungan tambahan) sebesar Rp 3,34 triliun, dengan asumsi kursnya mencapai Rp
9.050 perdolar.” (Antaranews, 23/10/07).
Meski Pemerintah menjamin tidak menaikkan harga BBM, bukan berarti tidak akan
terjadi apa-apa khususnya pada tahun depan (2008). Chatib Basri, Staf Ahli Menkeu,
mengatakan bahwa pengaruh kenaikan harga terhadap APBN 2008 sangat bergantung pada
produksi minyak dan pengendalian konsumsi BBM. Mengenai pengendalian konsumsi, memang
harga BBM perlu dinaikkan. Namun, Pemerintah berkomitmen untuk tidak menaikkan BBM.
Karena itu, perlu dilakukan pembatasan kuota BBM bersubsidi. Menurut Menteri ESDM
Purnomo Yusgiantoro, Pemerintah akan berupaya mengurangi kenaikan subsidi akibat naiknya
harga minyak dengan mengurangi konsumsi premium dan minyak tanah bersubsidi. Usulan
pembatasan premium hanya untuk kendaraan umum saja mungkin adalah perealisasiannya.
Masalah migas di dalam negeri bukan hanya dipengaruhi faktor luar, yakni harga minyak
dunia. Pengelolaan migas di dalam negeri juga menjadi biangnya. Pasalnya, migas di negeri ini
sebagian besarnya (sekitar 90%) dikuasai oleh (baca: diberikan kepada) asing. Dampak positif
kenaikan harga minyak justru banyak mengalir ke pihak asing. Padahal migas adalah milik
seluruh rakyat negeri ini. Bayangkan, Pertamina hanya menguasai sekitar 10% saja. Masalahnya
lebih runyam lagi. Hasil migas banyak diekspor. Pemenuhan minyak dalam negeri akhirnya
banyak diimpor. Itu pun dengan harga lebih tinggi karena keberadaan broker. Salah satu
biangnya adalah UU No. 22 Tahun 2001 tentang Migas. Pasal 22 menyatakan, “Badan Usaha
atau Bentuk Usaha Tetap wajib menyerahkan paling banyak 25% (dua puluh lima persen)
bagiannya dari hasil produksi Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi untuk memenuhi kebutuhan
dalam negeri.” Kelangkaan gas dan tersendatnya pasokan BBM adalah “korban” dari pasal ini.
Negara hanya boleh mengelolanya mewakili rakyat dan hasilnya dikembalikan seluruhnya
kepada rakyat. Dengan begitu seluruh dampak positif kenaikan harga akan kembali kepada
rakyat.
II. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas,maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
a. Apakah factor-faktor yang menyebabkan terjadinya kelangkaan bahan bakar minyak atau
BBM?
b. Bagaimana dampak kenaikan bahan bakar minyak terhadap pertumbuhan ekonomi?
BAB II
TEORI YANG MENDASARI MASALAH
A. Pengaruh Kenaikan Harga Minyak terhadap Indonesia
Pada kurun waktu tahun 1970-an, sampai dengan tahun 1980-an, naiknya harga minyak
(krisis minyak) memberikan keuntungan yang relatif sangat besar kepada Indonesia. Pada kurun
waktu tersebut, Indonesia “ketiban pulung” windfall dari kenaikan harga minyak karena pada
saat itu Indonesia merupakan eksportir minyak. Kenaikan harga minyak ini, mampu
mendongkrak jumlah “pundi-pundi” devisa negara sehingga pada saat itu untuk sementara
keadaan terselamatkan (Anggaran Negara).
Untuk saat sekarang (mulai tahun 2004, 2005 dan oktober 2007), apa yang disebut
windfall di masa lampau tidak mungkin lagi dirasakan oleh Indonesia. Ini disebabkan karena
pada masa-masa sekarang kita tidak lagi menjadi eksportir tetapi sudah tumbuh menjadi importir
yang haus minyak (transisi dari eksportir ke importir) dan semakin lama ladang minyak kitapun
sudah tidak bisa diandalkan. Dengan kondisi sekarang (transisi) maka kenaikan harga ini akan
berpengaruh terhadap perekonomian yang hingga saat ini menjadikan minyak sebagai pendorong
proses produksi (kecenderungan ketergantungan) dan anggaran pemerintah.
Kenaikan harga minyak memiliki pengaruh dua sisi terhadap anggaran pemerintah, di
satu sisi meningkatkan penerimaan pemerintah dari minyak dan sisi yang lain akan
meningkatkan beban subsidi. Dampak yang ditimbulkan oleh kenaikan harga ini pasti akan
mempengaruhi beban fiskal (defisit anggaran), yang dikarenakan Indonesia hingga kini masih
memberikan subsidi untuk konsumsi minyak domestik. Akan tetapi dampak tersebut relatif tidak
terlalu besar atau cenderung netral, ini disebabkan karena sejak tahun 2005 subsidi BBM untuk
bensin dan solar sebagian besar sudah dihapuskan dan yang masih disubsidi dengan cukup besar
adalah minyak tanah.
Dampak ini akan relatif lebih besar terhadap anggaran apabila target produksi minyak
Indonesia (Lifting Minyak) tidak tercapai (sensitifitas perubahan asumsi produksi terlihat dari
perhitungan setiap penurunan prokusi meniyak mentah 50.000 barel per harga akan
mengakibatkan defisit anggaran bertambah Rp 4 Trilliun) dan jika produksi tidak meningkat dan
konsumsi di dalam negeri melaju seperti sekarang, maka pembengkakan defisit anggaran sudah
pasti tidak bisa dihindarkan. Selain itu kenaikan harga minyak akan sangat semakin berdampak
terhadap defisit anggaran apabila konsumsi BBM domestik terus meningkat dan aktifitas
penyelendupan minyak keluar negeri meningkat (semakin marak) akibat disparitas harga di
dalam negeri dan harga di luar negeri semakin melebar sebagimana yang terjadi pada tahun
2004.
Koreksi proyeksi pertumbuhan dunia dari 5,2% menjadi 4,8% untuk tahun 2008 dan
Indonesia hanya 6,1% (proyeksi IMF) juga bisa membuat kita melihat gambaran kondisi
perekonomian global yang lebih suram sehingga sudah pasti akan mempengaruhi penerimaan
negara dari pajak. Dengan demikian ini pasti akan menimbulkan semakin menganganya defisit
anggaran apabila pemerintah tidak melakukan tindak antisipatif yang cepat. Kenaikan ini juga
(kenaikan tarif listrik non-subsidi) akan menambah beban sektor industri dan akan
mengakibatkan turunya daya beli masyarakat akibat kenaikan harga barang sehingga pada
akhirnya akan dapat mengganggu target perekonomian.
B. Masa Depan dan Alternatif Solusi
Melihat kondisi ketergantungan kita terhadap minyak dan derivasi dampak yang
diakibatkan oleh kenaikan harga minyak, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh
pemerintah baik untuk jangka panjang maupun jangka pendek.
1. Yang harus diperhatikan oleh pemerintah adalah dampak kenaikan harga minyak akan
menciptkan peningkatan disparitas harga domestik dengan harga internasional dan pada
akhirnya akan mendorong peningkatan aktifitas penyelundupan (akibat insentif
menyelundupkan yang meningkat). Apabila ini terjadi, maka akan berakibat fatal
terhadap proses perekonomian secara keseluruhan dan defisit anggaran.
2. Beban industri yang meningkat serta beban eksternal (high cost economy) yang belum
bisa dipangkas juga harus menjadi perhatian pemerintah sehingga pada akhirnya
pemerintah mampu merumuskan kebijakan kompensasi bagi industri dan kebijakan
lainnya untuk menyokong kegiatan produksi industri dan tetap mempertahankan roda
produksi.
3. Pemerintah juga harus memperhatikan bahwa variabel yang sangat sensitif terhadap
defisit anggaran adalah produksi minyak. Jika produksi minyak menurun, maka akan
mengakibatkan penambahan (membengkaknya) defisit anggaran.
4. Pengembangan dan pengoptimalan sumber energi alternatif harus mendapat skala
prioritas pemerintah, melihat potensi yang masih ada di alam Indonesia, semakin
menipisnya cadangan minyak Indonesia serta perkembangan fluktuasi minyak (baik
dilihat dari harga maupun kapasitas produksi).
5. Pemerintah juga harus mengoptimalkan sektor-sektor yang mampu memberikan windfall,
seperti Karet, komoditas pertambangan lainnya dan CPO, yang harganya ikut naik.
6. Perlunya dilakukan kampanye secara terus menerus kepada industri dan masyarakat
untuk menggunakan energy (khususnya minyak) secara efektif dan efisisen serta
kebijakan-kebijakan pemerintah untuk mengeurangi “pemborosan” penggunaan energy
misalnya kebijakan di sektor transportasi.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Penyebab Kenaikan Harga BBM Tahun 2007
Menurut beberapa kalangan, ada skenario yang dibuat oleh AS sendiri, yakni pada
Agustus 2009, harga BBM akan mencapai 150 dollar AS per barrel. Berdasarkan skenario
tersebut, Iran sudah memiliki pabrik nuklir dan oleh karena itu sanksi yang ‘lebih serius’ akan
dijatuhkan Barat atas prakarsa AS terhadap negara tersebut. Sebagai reaksi, pemerintah Iran yang
didukung oleh pemerintah Venezuela, yang saat ini merupakan sahabat Iran, akan menghukum
Barat dengan mengurangi ekspor minyak mentah ke Barat sebesar 700 ribu barrel per hari.
Tetapi, berdasarkan informasi yang ada terdapat fartor-faktor utama yang menyebabkan
kenaikan harga BBM kali ini, yaitu :
1). Meningkatnya harga minyak di pasar London Pada hari Kamis 8 November 2007 yang
mencapai 96,94 dollar AS per barrel, turun dari rekor 98,96 dollar AS yang tercatat di New
York, Rabu, 7 November 2007.
2). Meningkatnya harga minyak dunia sebanyak 40% Sejak Agustus 2007 padahal permintaan
dunia terhadap komoditas tersebut tetap pada tingkat sekitar 85 juta barrel per hari. Menurut fund
manager dari ABN AMRO (dikutip dari Kompas, Jumat 9 November 2007), harga minyak
seharusnya sekitar 55 dollar AS per barrel.
3). Terjadinya premium harga akibat geopolitik dan faktor musim dingin sekitar 5-10 dollar AS,
sehingga harga yang layak hanya sekitar 60-65 dollar AS per barrel.
Jadi jika permintaan dunia hingga saat ini tetap tidak berubah atau naik namun tidak
terlalu besar (walaupun mungkin akan meningkat pesat menjelang musim dingin di Eropa dan
Amerika Utara) seperti yang dijelaskan di atas, dan, dari sisi suplai, sesuai pernyataan OPEC
bahwa pasokan minyaknya tidak punya masalah, maka kemungkinan besar (hipotesis) ada dua
faktor utama penyebab kenaikkan tersebut, yakni ekspektasi masyarakat atau pedagang pada
khususnya perihal geopolitik, terutama ketegangan antara Turki dan Irak soal Kurdi, ketegangan
antara AS dan Iran soal bom nuklir dan peran spekulan yang telah memainkan pasar. Ulah
spekulan tersebut kemungkinan besar disebabkan oleh melemahnya nilai tukar dollar AS
terhadap misalnya euro yang membuat spekulan mencari lahan lain untuk berspekulasi.
Menurut harian Inggris The Guardian edisi 29 Oktober 2007 (dikutip dari Kompas, Sabtu, 3
November 2007), dari faktor-faktor tersebut di atas yang diduga sebagai penyebab meroketnya
harga minyak di pasar yang membuat kepercayaan atau permintaan masyarakat dunia terhadap
dollar AS menurun relatif terhadap mata uang-mata uang penting lainnya terutama euro, dan
mungkin juga yen. Menurut Dana Moneter Internasional (IMF) dalam World Economic Outlook,
Oktober 2007, perekonomian AS diproyeksi akan tumbuh 2,8% pada tahun 2008, namun setelah
kenaikkan harga BBM direvisi menjadi 1,9%. Selain perekonomian AS, pertumbuhan ekonomi
zona Eropa juga direvisi dari proyeksi semula 2,5% diturunkan ke 2,1% pada tahun 2008. Untuk
tahun yang sama, proyeksi pertumbuhan ekonomi Jepang juga direvisi dari 2,0% ke 1,7%.
Ketergantungan industri nasional terhadap impor bahan baku dari produk-produk turunan
minyak akan menambah besarnya efek negatif dari kenaikkan harga BBM terhadap industri
nasional, khususnya manufaktur. Seperti yang saya kutip dari Kompas, 3 November 2007,
menurut pengalaman dari Grup Indomobil, pada saat kenaikkan harga BBM di dalam negeri
tahun 2005 sebesar 129%, industri otomotif nasional sangat terpukul. Hal ini karena harga bahan
baku industri otomotif, seperti baja, aluminium, plastik, serta bahan baku cat yang masih harus
diimpor memang dengan sendirinya akan ikut naik saat harga BBM di pasar dunia naik. Pada
tahun 2005, kenaikkan biaya produksi otomotif, termasuk biaya angkutan bahan baku dan
produk, berkisar 5%-10%. Saat ini pukulan terhadap industri otomotif nasional tambah besar
akibat penjualan otomotif di dalam negeri saat itu anjlok sebesar 40%.
Menurut berita di berbagai media massa, akibat kenaikkan harga BBM yang cenderung
terus berlangsung dan mendekati 100 dollar AS per barrel, perusahaan pelayaran berencana
menaikkan tarif angkutan sebesar 15%-20% dan biaya tambahan bahan bakar 15% dari tarif
angkutan. Di subsektor transportasi ini, biaya bahan bakar mencapai 65% dari total biaya
operasional. Selain itu, diberitakan oleh Kompas yang sama bahwa tarif pengangkutan produk-
produk konvensional, seperti gula dan beras, kemungkinan akan dinaikkan antara 12% hingga
15%.
B.Dampak Kenaikan Harga BBM 2007
Kenaikkan harga minyak tersebut telah memaksa sejumlah negara menaikkan anggaran
untuk impor minyak. Kenaikkan anggaran itu akan ditimpakan kepada konsumen di dalam
negeri melalui kenaikan harga BBM, seperti yang sudah terjadi di Nigeria, China, Vietnam, dan
bahkan Malaysia (Kompas, Jumat, 9 November 2007). Di Indonesia juga kenaikkan anggaran
akibat kenaikkan harga minyak tersebut akan terjadi, walaupun pemerintah telah beberapa kali
menegaskan bahwa tidak akan ada pengurangan subsidi BBM tahun 2007 maupun tahun 2008.
Tetapi, risikonya adalah bahwa dana pemerintah yang sudah disiapkan untuk tujuan-tujuan lain
seperti pembangunan infrastruktur bisa hilang, digunakan untuk menutup kenaikkan anggaran
tersebut.
Kenaikan harga minyak akan mempengaruhi pertumbuhan. Laju pertumbuhan ekonomi
Indonesia diperkirakan mencapai 6,1%, masih kurang dari target Pemerintah sebesar 6,5%.
Adapun laju pertumbuhan ekonomi dunia diperkirakan turun dari proyeksi 5,2% menjadi 4,8%.
BPS sendiri telah merilis bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal III 2007 adalah 6,5 %.
Kenaikan harga minyak dinilai akan menaikkan jumlah subsidi. Namun, Pemerintah mengambil
kebijakan berbeda dengan tahun 2005 lalu. Tahun 2005 lalu, dengan alasan kenaikan subsidi
akibat naiknya harga minyak, Pemerintah menaikkan harga BBM hingga rata-rata lebih dari
126%. Saat ini Pemerintah menyatakan tidak akan menaikkan harga BBM bersubsidi, setidaknya
hingga 2009.
Naiknya harga minyak akapn berdampak pada berbagai sektor, dari rumah tangga sampai
industri. Naiknya BBM maka naik pula harga beberapa hal yang berhubungan dengan BBM,
contohnya antara lain naiknya harga:
- Ongkos angkutan umum yang dapat naik 20-50%
- Kebutuhan pokok seperti sembako, obat-obatan
- Biaya rawat rumah sakit naik
- Karyawan minta dinaikkan gajinya dan menuntut kenaikan ongkos transportasi
- Harga spare parts naik
- Ongkos kirim dokumen naik
Kebijakan penentuan harga energi di Indonesia tidak dilakukan melalui mekanisme pasar
melainkan ditetapkan secara administrasi oleh pemerintah. Dalam penentuan harga energi ada
empat hal yang harus dipertimbangkan yaitu :
1. Tujuan efisiensi ekonomi : untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri dengan harga
serendah rendahnya dan memelihara cadangan minyak untuk keperluan ekspor,
khususnya dengan mendorong pasar domestik untuk mensubstitusikan konsumsinya
dengan alternatif bahan bakar lain yang persediaannya lebih melimpah (gas dan batubara)
atau sumber energi yang nontradable seperti tenaga air (hydropower) dan panas bumi
(geothermal).
2. Tujuan mobilisasi dana : dengan memaksimumkan pendapatan ekspor dan pendapatan
anggaran pemerintah dari ekspor sumber energi yang tradable seperti migas, dan batubara
dan memungkinkan produsen dari sumber sumber energi untuk menutupi biaya biaya
ekonominya dan memperoleh sumber sumber dana untuk membiayai pertumbuhan dan
pembangunan.
3. Tujuan sosial (pemerataan) : mendorong pemerataan melalui perluasan akses bagi
kebutuhan pokok yang bergantung pada energi seperti penerangan, memasak dan
transportasi umum.
4. Tujuan kelestarian lingkungan : mendorong agar pencemaran lingkungan seminum
mungkin sebagai dampak pembakaran sumber sumber energi. Keempat tujuan di atas
merupakan faktor faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan tujuan di atas,
sehingga kemungkinan bentrokan antar tujuan dapat di atasi.
Keempat tujuan di atas tidak mungkin dicapai karena konflik antar tujuan pasti akan terjadi.
Dampak yang akan terjadi pada beberapa hal, antara lain:
1. Inflasi Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia (BI), Miranda Goeltom mengatakan, laju
inflasi tahun ini bisa mencapai lebih dari sembilan persen akibat kenaikan harga bahan
bakar minyak (BBM). “Untuk tahun ini kemungkinan di atas ya. Kelihatannya sudah
mengarah lebih dari sembilan persen. Perlu revisi ke atas”. Sebelumnya, BI menargetkan
laju inflasi pada 2008 lima plus minus satu persen, sementara pemerintah di asumsi
APBN perubahan 2008 menetapkan sebesar 6,5 persen. Miranda juga mengatakan,
pihaknya mendukung keputusan pemerintah yang merevisi laju pertumbuhan ekonomi
dari 6,4 persen menjadi enam persen. “Revisi pertumbuhan itu cukup realistis. Mengingat
global slowdown sudah terlihat dampaknya pada daya konsumsi terhadap permintaan
barang-barang ekspor kita,” katanya. Begitu pula, menurut dia, daya konsumsi
masyarakat juga telah terasa menurun. Untuk itu, ia mengatakan, pihaknya terus menjga
agar inflasi tetap terkendali tidak terlalu tinggi sehingga pengaruh terhadap penurunan
daya beli masyarakat. “Jika inflasi terlalu tinggi daya beli berkurang, oleh sebab itu kami
berusaha agar inflasi tetap terjaga sehingga daya beli masyarakat tetap baik, sehingga
pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi tidak terlalu besar,” katanya.
2. Kemiskinan Menurut peneliti dari Lembaga Kajian Reformasi Pertambangan dan Energi
Reforminer Institute mengatakan, dari hasil simulasi dengan model kemiskinan diketahui
bahwa menaikkan harga BBM hingga 30% akan menyebabkan pertumbuhan kemiskinan
mencapai 8,55% per tahun. Minyak tanah merupakan jenis BBM yang paling besar
kontribusinya terhadap peningkatan kemiskinan, karena dengan kenaikan harga BBM
30% akan meningkatkan kemiskinan 4,26%. Semaki naik harga BBM, maka semakin
tinggi tingkat kemiiskinan di Indonesia
3. Pengangguran Dari hasil penelitian Lembaga Kajian Reformasi Pertambangan dan Energi
Reforminer Institute solar merupakan jenis BBM yang paling berpengaruh terhadap
peningkatan pengangguran. Kenaikan harga solar sebesar 30% akan berdampak pada
pertumbuhan pengangguran sebesar 10,83%, karena hal tersebut tentu terkait dari
kemampuan industri maupun perusahaan untuk tetap berproduksi. Peneliti dari Lembaga
Kajian Reformasi Pertambangan dan Energi Reforminer Institute menghitung
kemungkinan penambahan pengangguran per tahun mencapai 16,92% jika pemerintah
jadi menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) hingga 30%.
4. Kriminalitas Semakin mahal biaya hidup dapat memancing masyarakat untuk melakukan
kejahatan, hal ini juga dapat disebabkan angka pengangguran yang tinggi. Dengan tidak
adanya pekerjaan dan mahalnya biaya untuk hidup dapat membuat seseorang berpikir
pendek untuk mendapatkan uang, maka segala cara pun akan dilakukan walaupun akan
mempertaruhkan nyawanya sendiri. Seseorang dapat berpikir daripada mencari pekerjaan
dengan bersusah payah dan belum ada kepastian untuk mendapatkannya, lebih baik dia
melakukan hal yang cepat mendatangkan uang, seperti mencopet, mancuri, menipu dan
lain-lain.
5. Pertumbuhan ekonomi. Dengan naiknya harga BBM, maka memacu naiknya angka
inflasi, kemiskinan, pengganguran dan kriminalitas. Sehingga pertumbuhan ekonomi
akan melamban dan menurunkan daya saing Indonesia serta menguatkan kesan aktifitas
perekonomian sedang menurun dan Indonesia sulit keluar dari masa yang sulit.
6. Psikologis rakyat Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang akan naik hingga
30% dapat mengakibatkan kepanikan dan keresahan di masyarakat, masyarakat akan
semakin bingung dalam kehidupan, dengan semakin mahalnya biaya hidup dari hari ke
hari. Sehingga kemungkinan seseorang memilih untuk mengakhiri hidupnya daripada
menanggung beban hidup dapat terjadi.
BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
- Ternyata Amerika memiliki pengaruh yang cukup besar dalam faktor naiknya
harga BBM
- Harga BBM di Indonesia termasuk cukup murah jika dibandingkan dengan negara
lain, hal ini dikarenakan adanya subsidi BBM.
- Ternyata BBM mempunyai kaitan yang sangat banyak dan sangat berpengaruh
terhadap beberapa sektor ekonomi dan dalam kehidupan masayarakat
- Semakin tinggi harga BBM maka dapat meninggikan tingkat inflasi, kemiskinan,
pengangguran, dan kriminalitas sehingga menurunkan pertumbuhan ekonomi
B. Saran
Sudah saatnya kita merubah perilaku atau mengubah kebiasaan kita dalam melakukan
pemakaian BBM. Sekarang mari bersama-sama kita melihat fakta dan secara bergotong-royong
untuk membangunkan kesadaran seluruh anak bangsa. Agar mau tahu terhadap situasi persoalan
krisis energi yang kita hadapi ini. Mari bersama, mulai detik ini kita bangun kesadaran kolektif.
Untuk mulai membudayakan dan membumikan tradisi pemakaian BBM. Kita hargai dan kita
dukung kebijakan pemerintah menghemat energi. Tapi, jangan hanya karena harga BBM naik
dan negara kekurangan dana, kita menghemat. Sikap dan budaya hemat itu sendiri amat kita
perlukan.